Top Banner
1 Kode 596 / Ilmu Hukum LAPORAN AKHIR PENELITIAN DOSEN MUDA PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PENANGGULANNYA TIM PENGUSUL 1. A.A NGURAH YUSA DARMADI, SH, MH 2. A.A. SAGUNG WIRATNI DARMADI, SH.,MH 3. A.A NGURAH WIRASILA, SH.,MH 4. A.A SRI INDRAWATI, SH.,MH FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA OKTOBER 2015
55

PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN … · Penelitian hukum dengan aspek empiris tetap bertumpu pada premis normatif dengan fokus kajiannya pada esensi hukum yang tertuang

Oct 19, 2020

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN … · Penelitian hukum dengan aspek empiris tetap bertumpu pada premis normatif dengan fokus kajiannya pada esensi hukum yang tertuang

1

Kode 596 / Ilmu Hukum

LAPORAN AKHIR

PENELITIAN DOSEN MUDA

PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM

PENCEGAHAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN

PENANGGULANNYA

TIM PENGUSUL

1. A.A NGURAH YUSA DARMADI, SH, MH

2. A.A. SAGUNG WIRATNI DARMADI, SH.,MH

3. A.A NGURAH WIRASILA, SH.,MH

4. A.A SRI INDRAWATI, SH.,MH

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

OKTOBER 2015

Page 2: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN … · Penelitian hukum dengan aspek empiris tetap bertumpu pada premis normatif dengan fokus kajiannya pada esensi hukum yang tertuang

2

HALAMAN PENGESAHAN HIBAH PENELITIAN DOSEN MUDA

JudulPenelitian : Badan Narkotika Nasional Dalam Pencegahan Tindak

Pidana Narkotika dan Penanggulangannya Ketua Peneliti a. Nama : A.A. Ngurah Yusa Darmadi,SH,MH b. NIP/ NIDN : 19571125 1986021001 / 0021035807 c. Pangkat/ Gol : Penata Tk I / III.d d. Jabatan Fungsional/ Struktural : Lektor e. Pengalaman Penelitian : Terlampir Dalam CV f. Program Studi/ Jurusan : IlmuHukum g. Fakultas : Hukum h. Alamat Rumah/ HP : Jl. G.Penulisan No. 5 Denpasar/ 081338669205 i. E-mail : [email protected] Jumlah Tim Peneliti : 3 Orang

Pembimbing a. Nama : Prof. Dr. I Ketut Rai Setiabudhi, SH, MS. b. NIP/ NIDN : Pembina UtamaMuda/ IVc/ 19530914.197903.1.002 c. Pangkat/ Gol : Pembina Tingkat I d. Jabatan Fungsional/ Struktural : Terlampir dalam CV e. Pengalaman Penelitian : Ilmu Hukum f. Program Studi/ Jurusan : Hukum g. Fakultas : Hukum Jangka Waktu Penelitian : 1 Tahun Biaya Penelitian : Rp. 9.000.000,- (Sembilan Juta Rupiah)

Denpasar, 13 Oktober 2015 Mengetahui, Ketua Peneliti Ketua Bagian Dr. I.B Surya Dharma Jaya, SH, MH. A.A NgurahYusa Darmadi, SH, MH NIP. 196206051988031020 NIP. 195711251986021001

Page 3: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN … · Penelitian hukum dengan aspek empiris tetap bertumpu pada premis normatif dengan fokus kajiannya pada esensi hukum yang tertuang

3

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ……….. 2

DAFTAR ISI ……….. 3

RINGKASAN ……….. 4

BAB I PENDAHULUAN ……….. 5

1. Pendahuluan ……….. 5

2. Perumusan Masalah ……….. 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ……….. 12

BAB III TUJUAN, MANFAAT dan URGENSI .............. ...27

BAB IV METODELOGI PENELITIAN ……….. 24

BAB V HASIL dan PEMBAHASAN ……….. 30

BAB VI PENUTUP ................

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

Page 4: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN … · Penelitian hukum dengan aspek empiris tetap bertumpu pada premis normatif dengan fokus kajiannya pada esensi hukum yang tertuang

4

RINGKASAN

Penelitian ini disusun dalam garis besar dapat dikemukakan sebagai berikut : Adapun permasalahan yang diangkat adalah mengenai penanggulangan tindak

pidana penyalahgunaan narkotika di Kota Denpasar, yang juga mengidentifikasi hambatan serta upaya dari Badan Narkotika Kota Denpasar dalam mengatasi hambatan tersebut, serta penentuan saksi pidana atau rehabilitasi terhadap pelaku penyalahgunaan narkotika. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melakukan analisis terhadap Peranan Badan Narkotika Nasional Dalam Pencegahan Tindak Pidana Narkotika dan Penanggulangannya di Kota Denpasar serta kebijakan dalam pengambilan keputusan untuk menentukan pemberian sanksi pidana maupun rehabilitasi, sehingga pemerintah dan penegak hukum dapat mengambil langkah guna mengatasi kasus-kasus narkotika di Kota Denpasar

Penelitian dengan aspek empiris ini menggunakan data sekunder sebagai data awal yang kemudian dilanjutkan dengan penggunaan dengan data primer yang diperoleh melalui studi lapangan. Penelitian hukum dengan aspek empiris tetap bertumpu pada premis normatif dengan fokus kajiannya pada esensi hukum yang tertuang dalam bentuk norma-norma, baik dalam bentuk peraturan perundang-undangan ataupun ketentuan hukum lainnya yang kemudian dihubungkan dengan kenyataan yang terjadi di lapangan.

Penelitian ini nantinya menguraikan mengenai langkah-langkah yang di ambil oleh Badan Narkotika Nasional Kota Denpasar dalam mengatasi permasalahan narkotika, serta penjatuhan sanksi pidana berupa kurungan atau rehabilitasi. Luaran dari penelitian ini adalah berupa Jurnal sehingga aparat penegak hukum semakin memahami langkah-langkah yang diambil oleh Badan Narkotika Nasional Kota Denpasar serta masyarakat dapat turut serta dalam mencegah tindak pidana narkotika.

Page 5: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN … · Penelitian hukum dengan aspek empiris tetap bertumpu pada premis normatif dengan fokus kajiannya pada esensi hukum yang tertuang

5

PRAKATA

Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nyalah

laporan kemajuan penelitian desentralisasi dengan skim Penelitian Hibah Bersaing yang

berjudul ” Badan Narkotika Nasional Dalam Pencegahan Tindak Pidana Narkotika Dan

Penanggulangannya” dapat kami selesaikan. Kami menyadari sepanjang pelaksanaan

penelitian ini banyak pihak yang membantu pelaksanaannya. Untuk itu dalam

kesempatan ini kami menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Dekan Fakultas Hukum Universitas Udayana beserta staff

2. Para Informan yang telah banyak membantu memberikan informasi terkait

dengan materi penelitian ini

3. Semua pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian penelitian ini.

Kami menyadari dalam penelitian ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh

karena itu saran dan kritik bagi penyempurnaan penelitian ini sangat kami harapkan.

Akhir kata dengan segala kerendahan hati, kami berharap semoga hasil penelitian ini

dapat memberikan manfaat dan sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu hukum

terutama terkait dengan bidang hukum.

Denpasar, 13 Oktober 2015

Tim Peneliti

Page 6: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN … · Penelitian hukum dengan aspek empiris tetap bertumpu pada premis normatif dengan fokus kajiannya pada esensi hukum yang tertuang

6

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Permasalahan narkoba di negeri ini telah sangat meresahkan masyarakat dan

bangsa Indonesia, tidak hanya dari kalangan berada, warga miskin - menengah, pegawai

negeri atau swasta, tua - muda, bahkan anak sekolah, tidak sedikit terjebak menjadi

korban penyalahgunaan narkoba. Badan Narkotika Nasional (BNN) mendata kasus

penyalahgunaan narkotika di Indonesia naik tajam. Korbannya mencapai lebih 5 juta

jiwa. Di kalangan pelajar, jumlah penggunanya mencapai sekitar 921.695 orang.

Pengguna yang meninggal di tahun 2012 mencapai rata-rata 50 orang per hari.1

Sebenarnya narkoba dibutuhkan dalam dunia kesehatan dan pengembangan ilmu

pengetahuan, sehingga pengadaannya perlu dijamin dan tidak bertentangan ketentuan

undang-undang yang berlaku. Di sisi lain narkoba dapat menimbulkan bahaya apabila

disalahgunakan, narkoba dapat menyebabkan timbulnya penyakit, gangguan kesehatan

sampai dengan kematian, bahkan efek negatif lain kejahatan narkoba dapat

menimbulkan kejahatan atau prilaku kriminal lainnya seperti tindak kekerasan fisik,

kesusilaan atau kejahatan terhadap harta benda. Penyalahgunaan narkoba dapat

mengakibatkan sindroma ketergantungan apabila penggunaannya tidak di bawah

pengawasan dan petunjuk tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan

untuk itu.

Hal ini tidak saja merugikan bagi penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial,

ekonomi dan keamanan nasional, sehingga hal ini merupakan ancaman bagi kehidupan

bangsa dan negara. Penyalahgunaan narkoba oleh Pilot Lion Air dan kasus kecelakaan

maut Tugu Tani oleh pelaku Afriyani merupakan bukti nyata ancaman keselamatan

penumpang serta kerugian terhadap negara dan masyarakat.

Penyalahgunaan narkoba berkaitan erat dengan peredaran gelap sebagai bagian

dari dunia tindak pidana internasional. Mafia perdagangan gelap memasok narkoba agar

1BNN: Kasus Penyalahgunaan Narkotika di Indonesia Naik Tajam

http://www.majalahpotretindonesia.- com, diakses 14 April 2013.

Page 7: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN … · Penelitian hukum dengan aspek empiris tetap bertumpu pada premis normatif dengan fokus kajiannya pada esensi hukum yang tertuang

7

orang memiliki ketergantungan sehingga jumlah supply meningkat. Terjalinnya

hubungan antara pengedar/bandar dengan korban membuat korban sulit melepaskan diri

dari pengedar/bandar, bahkan tidak jarang korban juga terlibat peredaran gelap karena

meningkatnya kebutuhan dan ketergantungan mereka akan narkoba.2

Dunia internasional menggangap kejahatan narkoba telah masuk dalam

kejahatan luar biasa (extraordinary crime). Penyelenggaraan konferensi tentang

narkotika/psikotropika yang pertama kali dilaksanakan oleh The United Nations

Conference for the Adaption of Protocol on Psychotropic Substances mulai tanggal 11

Januari - 21 Februari 1971 di Wina, Austria telah menghasilkan Convention Psycotropic

Substances 1971.3 Pemerintah Indonesia telah meratifikasi Convention of Psychotropic

Substance 1971 berdasarkan UU No. 8 Tahun 1996. Ratifikasi terhadap konvensi

tentang substansi psikotropika tersebut memberikan konsekuensi hukum. Oleh karena

itu, pemerintah Indonesia berkewajiban untuk menanggulangi pemberantasan kejahatan

penyalahgunaan narkoba tersebut. Penyalahgunaan narkoba serta peredaran dan

perdagangan gelap dapat digolongkan ke dalam kejahatan internasional. Kejahatan

internasional ini membuktikan adanya peningkatan kuantitas dan kualitas kejahatan ke

arah organisasi kejahatan transnasional, melewati batas-batas negara dan menunjukkan

kerjasama yang bersifat regional maupun internasional.4

Indonesia kembali telah berusaha mengantisipasi dan penanggulangi masalah

penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba, dengan meratifikasi Konvensi

Perserikatan Bangsa Bangsa tentang Pemberantasan Peredaran Gelap Narkotika dan

Psikotropika Tahun 1988 (Convention Against Illicit Traffic in Narcotic Drugs and

Psychotropic Subtances 1988) dan Konvensi Psikotropika Tahun 1971 (Covention on

Psychotropic Subtances 1971) dengan mengeluarkan Undang-undang No. 7 Tahun 1997

Tentang Pengesahan Konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa Tentang Pemberantasan

2 Lydia Harlina Martono & Satya Joewana, 2006, Membantu Pemulihan Pecandu Narkoba & Keluarganya, Balai Pustaka, Jakarta, hal.1.

3 Siswanto Sunarso, 2004, Penegakan Hukum Psikotropika dalam Kajian Sosiologi Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal 1.

4 Ibid, hal 3.

Page 8: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN … · Penelitian hukum dengan aspek empiris tetap bertumpu pada premis normatif dengan fokus kajiannya pada esensi hukum yang tertuang

8

Peredaran Gelap Narkotika dan Psikotropika dan Undang-undang No. 8 Tahun 1996

Tentang Pengesahan Konvensi Psikotropika.

Selanjutnya dikeluarkan Undang-undang No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika

dan Undang-undang No.22 tahun 1997 tentang Narkotika sebagai pengganti Undang-

undang yang lama yaitu Undang-undang No. 9 Tahun 1976 Tentang narkotika. Dan

disempurnakan dengan membuat aturan hukum baru yang cukup memadai dan

terakomodasi yaitu Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang

diharapkan lebih efektif mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran

gelap narkotika, termasuk untuk menghindarkan wilayah Negara Republik Indonesia

dijadikan ajang transaksi maupun sasaran peredaran gelap narkotika.

Ketentuan Pasal 64 Ayat (1) Undang-Undang No 35 Tahun 2009 menyebutkan

bahwa dalam rangka pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran

gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika, dengan Undang-Undang ini dibentuk Badan

Narkotika Nasional, yang selanjutnya disingkat BNN, selanjutnya pada Ayat (2)

menyebutkan BNN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan lembaga

pemerintah nonkementerian yang berkedudukan di bawah Presiden dan bertanggung

jawab kepada Presiden. Sehingga BNN memegang peranan penting yang ditetapkan

oleh undang-undang dalam hal pemberantasan peredaran gelap serta pencegahan

penyalahgunaan narkoba. Pula sesuai visinya BBN menjadi lembaga yang profesional

dan mampu berperan sebagai focal point Indonesia di bidang pencegahan dan

pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, psikotropika, prekursor

dan bahan adiktif lainnya di Indonesia.5

Pada tahap implementasi aparat penegak hukum juga telah gencar menghentikan

laju penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba antara lain dengan melakukan razia,

ataupun penjatuhan sanksi yang berat. Dalam sistem pemidanaan di Indonesia hukuman

yang paling berat dijatuhkan adalah pidana mati namun pemberlakuannya selalu

mengundang kontroversi, beberapa pendapat menyebutkan bahwa pidana mati tidak

sesuai dengan ajaran hukum Islam, Pancasila dan UndangUndang Dasar 1945. Selain

itu pidana mati bertentangan dengan Hak Asasi Manusia berdasarkan Pasal 28 A UUD

1945 perubahan kedua, Pasal 4 dan Pasal 33 ayat (2) Undang-undang HAM No. 39

5 http://www.bnn.go.id

Page 9: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN … · Penelitian hukum dengan aspek empiris tetap bertumpu pada premis normatif dengan fokus kajiannya pada esensi hukum yang tertuang

9

Tahun 1999 bahwa setiap orang bebas dari penghilangan paksa dan penghilangan

nyawa. Timbul pertanyaan apakah dengan pemidanaan berat cukup bagi

penganggulangan penyalahgunaan narkoba?

Kasus Pilot Lion Air Syaiful Salam, yang tertangkap basah nyabu di Hotel

Golden Palace tanggal 4 Februari 2012, dalam putusannya Hakim Pengadilan Negeri

Surabaya menjatuhi sanksi penjara selama satu tahun, sebelumnya majelis hakim telah

menolak permintaan rehab dari terdakwa6. Terdakwa dianggap melanggar ketentuan

Pasal 127 UU No 35 Tahun 2009, pemberian sanksi pidana penjara ini merupakan

contoh pengenaan sanksi pidana terhadap penyalahgunaan narkoba. Selain sanksi

pidana yang dijatuhkan terhadap penyalahgunaan narkoba, ada kasus, pengguna hanya

dikenakan sanksi rehabilitasi medis dan/atau rehabilitasi sosial, seperti pengguna

narkoba di Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, hanya dikenakan rehabilitasi7. Hal kedua

ini sejalan dengan SEMA No. 3 Tahun 2011 tentang Penempatan Korban

Penyalahgunaan Narkotika di dalam Lembaga Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi

Sosial, yang menempatkan agar hakim memberikan perintah penempatan pada lembaga

rehabilitasi sosial dan medik baik dalam bentuk penetapan ataupun putusan bagi

penyalah guna, korban penyalahgunaan dan pecandu narkoba.

Hingga terkait penyalahgunaan narkoba, dalam memutus suatu perkara otoritas

hakim yang begitu besar dalam memutuskan perkara yang mengakibatkan banyak

terjadi disparitas putusan dalam perkara yang sejenis. Hal ini ditandai dengan adanya

perbedaan secara substansial yang tajam antara putusan hakim Pengadilan Negeri yang

satu dengan yang lain atau hakim Pengadilan Tinggi dan hakim Mahkamah Agung

mengenai perkara yang sama, padahal semuanya mengacu pada peraturan yang sama.8

Dengan demikian ada kemungkinan terjadi disparitas putusan hakim dalam

kasus narkoba dapat terjadi terhadap pemakai yang satu dengan yang lain atau antara

pengedar yang satu dengan pengedar yang lain atau hukuman untuk pemakai yang satu

6 Nyuciek Asih, 2012, Nyabu, Eks Pilot Lion Air Diganjar Satu Tahun,

http://www.beritajatim.com diakses 12 April 2013. 7 Lima Pengguna Narkoba Di Sumenep Jalani Rehabilitasi, http://www.ciputranews.com,

diakses 12 April 2013. 8 Bambang Sutiyoso, 2007, Metode Penemuan Hukum Upaya Mewujudkan Hukum yang Pasti

dan Berkeadilan, UII Press, Yogyakarta, hal.10.

Page 10: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN … · Penelitian hukum dengan aspek empiris tetap bertumpu pada premis normatif dengan fokus kajiannya pada esensi hukum yang tertuang

10

bisa berupa sanksi penjara sedangkan pemakai yang lain dapat di kenakan rehabilitasi.

Diharapkan akan ada putusan–putusan Hakim yang progresif dalam menyikapi

situasi para pemakai narkotika. Hal ini tentunya akan dapat dilakukan manakala

kebijakan atas pemakai narkotika terutama mereka yang mengalami kecanduan sesuai

dengan hak atas kesehatan dan hak asasi mereka. Putusan yang progresif membutuhkan

landasan kebijakan negara yang juga progresif.

Kebijakan tersebut tentu akan muncul manakala peraturan dan penengak hukum

peka atas hak asasi manusia.Sayangnya, hingga kini, UU Narkotika dan RUU Narkotika

masih jauh dari semangat penyembuhan bagi mereka yang mengalami adiksi. Hal ini

dapat dilihat dari semangat pemidanaan yang muncul dalam Berkas Acara Pemeriksaan

(BAP) yang dibuat ditingkatan kepolisian dan kemudian dilanjutkan dengan tuntutan

para Jaksa yang sesuai dengan UU dan RUU tentang Narkotika mengkriminalkan para

pengguna.

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam perkara nomor

798/Pid.B/2009/PN Jkt.Pst, dengan ketua H. Makmun Masduki, SH, MH menjatuhkan

vonis rehabilitasi kepada seorang pecandu narkotika yang mengalami ketergantungan.

Dalam pertimbangan putusannya, hakim menyatakan bahwa banyak narapidana

narkotika yang dari sisi kesehatan adalah orang sakit yang butuh terapi kesehatan.

Selanjutnya penjara bukanlah tempat yang tepat untuk para pecandu narkotika yang

mengalami ketergantungan. Oleh karena itu hakim memerintahkan terdakwa untuk

menjalani rehabilitasi di RSKO Cibubur terlebih dahulu.

Sedangkan khususnya di Propinsi Bali yang merupakan daerah tujuan wisata

tidak sedikit terjadi kasus penyalahgunaan narkoba. Seperti dikatakan Kepala Badan

Narkotika Provinsi Bali Gusti Ketut Budiarta dalam keteranganya di Denpasar

(7/2/2013) mengatakan tingginya angka prevalensi penyalahgunaan narkotika di Bali

karena daya imunitas dan kesadaran akan ancaman narkotika di Bali masih rendah

Hasil penelitian Badan Narkotika Nasional dan Pusat Penelitian Kesehatan

Universitas Indonesia menunjukkan bahwa tingkat prevalensi penyalahgunaan narkotika

di Bali mencapai 1,8 persen dari jumlah penduduk atau mencapai 50.530 orang.9

Sejak tanggal 2 Maret 2012, telah diresmikan Kantor BNN (Badan Narkita

9 Pengguna Narkotika di Bali Mencapai 50.530 Orang, http://www.beritabali.com, diakses 12

April 2013.

Page 11: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN … · Penelitian hukum dengan aspek empiris tetap bertumpu pada premis normatif dengan fokus kajiannya pada esensi hukum yang tertuang

11

Nasional) RI Provinsi Bali, yang diresmikan oleh Gories Mere, Ketua BNN RI Pusat.

Pemelaspasan atau sejenis upacara keagamaan umat Hindu dengan tujuan

membersihkan objek upacara dalam hal ini kantor baru BNN Provinsi Bali, dipandu

langsung oleh salah satu pemuka agama, Pedanda asal Griya Yang Batu, Renon,

Denpasar. Dihadiri secara langsung Kombes Pol I Gusti Ketut Budiarta, Ketua BNN

Bali, beserta sebagian besar staf atau jajaran pegawai kantor setempat. Ditemui usai

pelaksanaan prosesi upacara, Budiartha, menuturkan harapannya dalam mengomandani

BNN RI Provinsi Bali kedepan. Kantor yang berlokasi diseputuran Jalan Kamboja,

Denpasar, diharapkan membawa dampak baik terhadap institusi dalam menjalankan

tugas dan kewajiban. Minimal mampu menekan peningkatan kasus yang terjadi di Bali,

prediksi sekitar 15 % lebih meningkat dari tahun sebelumnya.10

Bahkan BNN telah berencana membangun pusat rehabilitasi di Bali untuk

merehabilitasi pencandu narkotika. Rencana BNN itu mendapat dukungan dari

Gubernur Bali. Kepala BNN Provinsi Bali Gusti Ketut Budiartha mengatakan, pihaknya

sudah menemui Gubernur Bali untuk menyampaikan rencana pembangunan pusat

rehabilitasi BNN di Bali. "Gubernur mendukung sebab pada prinsipnya pusat

rehabilitasi itu untuk kepentingan masyarakat Bali," Direncanakan dibangun di Bangli.

Pusat rehabilitasi BNN itu akan memakai lahan milik pemerintah seluas dua hektar, dan

diperkirakan dapat menampung 300 orang.11

Pada akhirnya penyalahgunaan narkoba pastinya sangat merusak generasi muda secara

umum di negeri kita ini. Berdasarkan pemahaman diatas antara lain maraknya kasus

penyalahgunaan narkoba serta adanya disparitas terhadap sanksi yang dijatuhkan,

dengan penelitian ini peneliti ingin mengetahui bagaimana penanggulangan

penyalahgunaan Norkoba khususnya di Provinsi Bali. Dan diharapkan kedepannya

dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam dunia akademisi maupun praktik

pemidanaan terhadap pelaku penyalah guna narkoba di indonesia dan khususnya di Bali.

10 Roelly Rosuli, 2012, Kantor Baru BNN Bali Dipelaspas,

http://balinasionalnews.blogspot.com, diakses 11 April 2013. 11 Cokorda Yudhistira, 2013, BNN Bangun Pusat Rehabilitasi di Bali,

http://nasional.kompas.com, diakses 11 April 2013.

Page 12: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN … · Penelitian hukum dengan aspek empiris tetap bertumpu pada premis normatif dengan fokus kajiannya pada esensi hukum yang tertuang

12

2. PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah, yaitu sebagai berikut:

1. Bagaimana penanggulangan tindak pidana penyalahgunaan narkotika di Kota

Denpasar?

2. Hambatan-hambatan apa yang di hadapi serta upaya BNN di wilayah Kota

Denpasar dalam mengatasi kasus penyalahgunaan narkotika?

3. Bagaimana penentuan sanksi pidana atau rehabilitasi terhadap pelaku

penyalahgunaan narkotika?

Page 13: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN … · Penelitian hukum dengan aspek empiris tetap bertumpu pada premis normatif dengan fokus kajiannya pada esensi hukum yang tertuang

13

BAB : II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tugas BNN Dalam Pencegahan Penyalahgunaan Narkotika

Akhir-akhir ini kejahatan narkotika dan obat-obatan terlarang telah bersifat

transnasional yang dilakukan dengan modus operandi yang tinggi dan teknologi yang

canggih, aparat penegak hukum di harapkan mampu mencegah dan menanggulangi

kejahatan tersebut guna meningkatkan moralitas dan kualitas sumber daya manusia di

Indonesia khususnya bagi generasi penerus bangsa.

Pencegahan dan Pemberantasan terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap

narkotika dilakukan dengan membangun upaya pencegahan yang berbasis masyarakat,

termasuk didalamnya melalui jalur pendidikan sekolah maupun luar sekolah dengan

menggugah dan mendorong kesadaran masyarakat, kepedulian san peran serta aktif

masyarakat.

Pemerintah juga mengupayakan kerjasama bilateral, regional, multilateral

dengan negara lain dan/atau badan internasional guna mencegah dan memberantas

penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika sesuai dengan kepentingan nasional.

Pemerintah membentuk sebuah badan koordinasi narkotika tingkat nasional yang

bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Badan ini mempunyai tugas melakukan

koordiansi dalam rangka ketersediaan, pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan

dan peredaran gelap narkotika.

Di dalam penjelasan Keputusan Presiden no 17 Tahun 2002 dinyataka bahwa

Badan Narkotika Nasional (BNN) dalam kegiatan Pencegahan, Pemberantasan,

Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika melaksanakan beberapa peran yaitu

sebagai berikut :

a. Bidang Pencegahan, dengan memberikan pembinaan kepada

masyarakat tentang bahaya narkotika, mendorong dan menggugah

kesadaran masyarakat untuk tidak mengkonsumsi narkotika, serta

membangktikan peran aktif serta kepedulian masyarakat untuk

memerangi narkotika.

b. Bidang Rehabilitasi, dilakukan dengan cara medis dan sprtitual dalam

mengobati orang yang telah mengkonsumsi narkotika yang bertujuan

Page 14: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN … · Penelitian hukum dengan aspek empiris tetap bertumpu pada premis normatif dengan fokus kajiannya pada esensi hukum yang tertuang

14

untuk menyembuhkan dan memulihkan kesehatan fisik dan mental jiwa

dri pda pemakai narkotika. Rehabilitasi sosial bekas pecandu narkotika

dilakukan pada lembaga rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh Menteri

Sosial.

c. Bidang Penegakan Hukum, menggelar operasi rutin dengan target

daerah merah (kawasan jual-beli) untuk dijadikan kawasan hijau

(wilayah bebas narkoba). Hal ini merupakan langkah untuk

meminimalkan atau membendung penyalahgunaan narkoba yang tidak

mengenal waktu, lokasi dan korbannya.

Pada masa ini merupakan perkembangan ketiga dari BNN, akan tetapi badan

narkotika nasional pada masa itu dianggap kurang begitu efektif dikarenakan lembaga

tersebut hanya bersifat koordinatif dan administratif.

Masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk berperan serta

dalam membantu upaya pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran

gelap narkotika. Masyarakat wajib melaporkan kepada pejabat yang berwenang apabila

mengetahui adanya penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika.

B. Peranan BNN dalam Pencegahan Tindak Pidana Narkotika

Peran Badan Narkotika Nasional jika dikaitkan dengan pencegahan tindak

pidana narkotika adalah suatu realitas yang tidak mungkin dilepaskan, sesuai dengan

Pasal 3, Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2007 tentang Badan Narkotika Nasional,

Badan Narkotika Provinsi, dan Badan Narkotika Kabupaten/Kota adalah sebagai berikut

:

a) Melakukan pengkoordinasian dengan instansi pemerintah terkait dalam

penyusunan kebijakan dan pelaksanaan kebijakan operasional di bidang

ketersediaan dan pencegahan, pemberantasan penyalahgunaan dan

peredaran gelap narkotika, psikotropika, prekursor dan bahan adiktif

lainnya atau dapat disingkat dengan P4GN. Pengkoordinasian ini

meliputi berbagai hal yaitu :

1) Pengoordinasian instansi pemerintah terkait dalam penyiapan dan

penyusunan kebijakan di bidang ketersediaan dan P4GN.

Page 15: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN … · Penelitian hukum dengan aspek empiris tetap bertumpu pada premis normatif dengan fokus kajiannya pada esensi hukum yang tertuang

15

2) Pengoordinasian instansi pemerintah terkait dalam pelaksanaan

kebijakan di bidang ketersediaan dan P4GN serta pemecahan

permasalahan dalam pelaksanaan tugas.

3) Pengoordinasian instansi pemerintah terkait dalam kegiatan

pengadaan, pengendalian, dan pengawasan di bidang narkotika

psikotropika, prekursor, dan bahan adiktif lainnya.

4) Pengoordinasian BNP dan BNK/Kota berkaitan dengan

pelaksanaan kebijakan di bidang P4GN

5) Pengoordinasian antara instansi pemerintah terkait maupun

komponen masyarakat dalam pelaksanaan rehabilitasi dan

penyatuan kembali ke dalam masyarakat serta perawatan lanjutan

bagi penyalahguna dan/atau pecandu narkotika dan psikotropika

serta bahan adiktif lainnya kecuali bahan adiktif untuk tembakau

dan alkohol di tingkat pusat dan daerah;

6) Pengoordinasian peningkatan kemampuan lembaga rehabilitasi

medis dan rehabilitasi sosial pecandu narkotika dan psikotropika

serta bahan adiktif lainnya, kecuali bahan adiktif untuk tembakau

dan alkohol yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun

masyarakat;

b) Membentuk satuan satgas yang terdiri atas unsur instansi pemerintah

terkait sesuai dengan tugas, fungsi dan kewenangannya masing-masing.

c) Menyusun perumusan kebijakan nasional di bidang pencegahan dan

pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika,

psikotropika, dan prekursor serta bahan adiktif lainnya kecuali bahan

adiktif untuk tembakau dan alkohol yang selanjutnya disingkat dengan

P4GN;

d) Menyusun dan perumusan kebijakan teknis pencegahan, pemberdayaan

masyarakat, pemberantasan, rehabilitasi, hukum dan kerja sama di bidang

P4GN;

e) Melaksanakan pembinaan teknis di bidang P4GN kepada instansi vertikal

di lingkungan BNN;

Page 16: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN … · Penelitian hukum dengan aspek empiris tetap bertumpu pada premis normatif dengan fokus kajiannya pada esensi hukum yang tertuang

16

f) Menyelenggarakan pembinaan dan pelayanan administrasi di lingkungan

BNN;

g) Melaksanakan fasilitasi dan pengoordinasian wadah peran serta

masyarakat;

h) Melaksanakan penyelidikan dan penyidikan penyalahgunaan dan

peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika

i) Melakukan pemutusan jaringan kejahatan terorganisasi di bidang

narkotika, psikotropika, dan prekursor serta bahan adiktif lainnya, kecuali

bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol;

j) Peningkatan kemampuan lembaga rehabilitasi penyalahguna dan/atau

pecandu narkotika dan psikotropika serta bahan adiktif lainnya, kecuali

bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol berbasis komunitas terapeutik

atau metode lain yang telah teruji keberhasilannya;

k) Melaksanakan kerja sama nasional, regional, dan internasional di bidang

P4GN;

l) Melakukan pengawasan fungsional terhadap pelaksanaan P4GN di

lingkungan BNN;

Kemudian di dalam Bab II, Pasal 15 tentang peranan Badan Narkotika Propinsi

dalam bidang pencegahan tindak pidana narkotika, adalah sebagai berikut :

a. Melakukan pengkoordinasian antara perangkat daerah dan instansi

pemerintah di provinsi dalam penyusunan kebijakan dan pelaksanaan

kebijakan operasional BNN di bidang ketersediaan dan P4GN.

b. Membentuk satuan satgas sesuai kebijakan operasional BNN yang terdiri

dari atas unsur perangkat daerah dan instansi pemerintah di provinsi

sesuai dengan tugas, fungsi dan kewenangan masing-masing.

Selanjutnya peranan Badan Narkotika Nasional Kabupaten/Kota di dalam

bidang pencegahan tindak pidana narkotika adalah sebagai berikut :

a. Melakukan pengkoordinasian antara petangkat daerah dan instansi

pemerintah di Kabupaten/Kota, dalam penyiapan dan penyusunan

kebijakan pelaksanaan operasional di bidang P4GN

b. Melakukan pengoperasian satgas yang terdiri dari atas unsur perangkat

daerah dan instansi pemerintah di Kabupaten/Kota di bidang P4GN

Page 17: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN … · Penelitian hukum dengan aspek empiris tetap bertumpu pada premis normatif dengan fokus kajiannya pada esensi hukum yang tertuang

17

sesuai dengan bidang tugas, dan fungsi dan kewenangannya masing-

masing

c. Pelaksanaan pemutusan jaringan peredaran gelap narkotika, psikotropika,

prekursor dan bahan adiktif lainnya melalui satuan tugas di lingkungan

Kabupaten/Kota sesuai dengan kebijakan operasional BNN

d. Pembangunan dan pengembangan sistem informasi sesuai dengan

kebijakan operasional BNN

Seiring dengan perkembangannya, pemerintah telah memberlakukan Undang-

Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Dalam Undang-Undang ini

disebutkan bahwa setiap pengguna narkoba yang setelah vonis pengadilan terbukti tidak

mengedarkan atau memproduksi narkotika, dalam hal ini mereka hanya sebatas

pengguna saja, maka mereka berhak mengajukan untuk mendapatkan pelayanan

rehabilitasi. Melihat hal tersebut, Undang-Undang ini memberikan kesempatan bagi

para pecandu yang sudah terjerumus dalam penyalahgunaan narkotika agar dapat

terbebas dari kondisi tersebut dan dapat kembali melanjutkan hidupnya secara sehat dan

normal.

Badan Narkotika Nasional mempunyai tugas membantu Presiden dalam

mengoordinasikan instansi pemerintah terkait dalam penyusunan kebijakan dan

pelaksanaan kebijakan operasional di bidang ketersediaan dan pencegahan,

pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, psikotropika, prekursor

dan bahan adiktif lainnya atau dapat disingkat dengan P4GN. Melaksanakan P4GN

dengan membentuk satuan tugas yang terdiri atas unsur instansi pemerintah terkait

sesuai dengan tugas, fungsi dan kewenangannya masing masing di bidang Pencegahan,

Pemberantasan, Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika pencegahan yang

ditempuh oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) adalah sebagai berikut :

Pencegahan Primer, ditujukan pada anak-anak dan generasi muda yang belum

pernah menyalahgunakan narkoba. Semua sektor masyarakat yang berpotensi

membantu generasi muda untuk tidak menyalahgunakan narkoba Kegiatan pencegahan

primer terutama dilaksanakan dalam bentuk penyuluhan, penerangan dan pendidikan12

Strategi pencegahan primer bertujuan untuk mencegah pergeseran populasi yang

12 http://www.beritaindonesia.co.id/nasional/narkoba-menyebar-ke-penjuru-negeri, Jan 6, 2013

at 22:40 pm

Page 18: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN … · Penelitian hukum dengan aspek empiris tetap bertumpu pada premis normatif dengan fokus kajiannya pada esensi hukum yang tertuang

18

awalnya pengguna tak berkala menjadi pengguna rutin yang seharusnya masuk dalam

informasi kategori frekuensi penggunaan narkoba, jumlah narkoba yang digunakan serta

faktor-faktor yang berhubungan dalam proses transisi pecandu narkoba berat 13

Pencegahan Sekunder adalah pencegahan yang ditujukan pada anak-anak atau

generasi muda yang sudah mulai mencoba-coba menyalahgunakan narkoba. Sektor-

sektor masyarakat yang dapat membantu anak-anak, generasi muda berhenti

menyalahgunakan narkoba. Kegiatan pencegahan sekunder menitikberatkan pada

kegiatan deteksi secara dini terhadap anak yang menyalahgunakan narkoba, konseling

perorangan dan keluarga pengguna, bimbingan sosial melalui kunjungan rumah.

Pencegahan Tertier ditujukan pada korban Narkoba atau bekas korban

narkoba. Sektor-sektor masyarakat yang bisa membantu bekas korban Narkoba untuk

tidak menggunakan Narkoba lagi. Kegiatan pencegahan tertier dilaksanakan dalam

bentuk bimbingan sosial dan konseling terhadap yang bersangkutan dan keluarga serta

kelompok sebayanya, penciptaan lingkungan sosial dan pengawasan sosial yang

menguntungkan bekas korban untuk mantapnya kesembuhan, pengembangan minat,

bakat dan keterampilan kerja, pembinaan org tua, keluarga, teman dmn korban tinggal,

agar siap menerima bekas korban dgn baik jgn sampai bekas korban kembali

menyalahgunakan Narkotika.

Kuratif disebut juga program pengobatan. Program kuratif ditujukan kepada

pemakai narkoba. Tujuannya adalah mengobati ketergantungan dan menyembuhkan

penyakit sebagai akibat dari pemakaian narkoba, sekaligus menghentikan pemakaian

narkoba. Tidak sembarang orang boleh mengobati pemakai narkoba. Pemakaian

narkoba sering diikuti oleh masuknya penyakit-penyakit berbahaya serta gangguan

mental dan moral. Pengobatannya harus dilakukan oleh dokter yang mempelajari

narkoba secara khusus. Pengobatan terhadap pemakai narkoba sangat rumit dan

membutuhkan kesabaran luar biasa dari dokter, keluarga, dan penderita. Inilah sebabnya

mengapa pengobatan pemakai narkoba memerlukan biaya besar tetapi hasilnya banyak

yang gagal.

Kunci sukses pengobatan adalah kerjasama yang baik antara dokter, keluarga dan

penderita. Rehabilitasi adalah upaya pemulihan kesehatan jiwa dan raga yang ditujukan

13 http://www. cribd.com/doc/43029701/Untitled , Mart 7, 2013 at 10.48 am

Page 19: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN … · Penelitian hukum dengan aspek empiris tetap bertumpu pada premis normatif dengan fokus kajiannya pada esensi hukum yang tertuang

19

kepada pemakai narkoba yang sudah menjalani program kuratif. Tujuannya agar ia tidak

memakai lagi dan bebas dari penyakit ikutan yang disebabkan oleh bekas pemakaian

narkoba. Seperti kerusakan fisik (syaraf, otak, darah, jantung, paru-paru, ginjal, dati dan

lain-lain), kerusakan mental, perubahan karakter ke arah negatif, asocial dan penyakit-

penyakit ikutan (HIV/AIDS, hepatitis, sifili dan lain-lain). Itulah sebabnya mengapa

pengobatan narkoba tanpa upaya pemulihan (rehabilitasi) tidak bermanfaat. Setelah

sembuh, masih banyak masalah lain yang akan timbul. Semua dampak negatif tersebut

sangat sulit diatasi. Karenanya, banyak pemakai narkoba yang ketika ”sudah sadar”

malah mengalami putus asa, kemudian bunuh diri.

Program represif adalah program penindakan terhadap produsen, bandar,

pengedar dan pemakai berdasar hukum. Program ini merupakan instansi pemerintah

yang berkewajiban mengawasi dan mengendalikan produksi maupun distribusi semua

zat yang tergolong narkoba.Selain mengendalikan produksi dan distribusi, program

represif berupa penindakan juga dilakukan terhadap pemakai sebagai pelanggar undang-

undang tentang narkoba. Instansi yang bertanggung jawab terhadap distribusi, produksi,

penyimpanan, dan penyalahgunaan narkoba adalah : Badan Obat dan Makanan (POM),

Departemen Kesehatan, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Direktorat Jenderal

Imigrasi, Kepolisian Republik Indonesia, Kejaksaan Agung/ Kejaksaan Tinggi/

Kejaksaan Negeri, Mahkamah Agung (Pengadilan Tinggi/ Pengadilan Negeri).

Upaya pencegahan di bidang Penegakan Hukum adalah upaya terpadu dalam

pemberantasan narkoba secara kompherehensif, organisasi kejahatan narkoba dengan

menerapkan undang–undang dan peraturan–peraturan secara tegas , konsisten dan

dilakukan dengan sungguh–sungguh, serta adanya kerjasama anatar instansi dan

kerjasama internasional yang saling menguntungkan. Strategi yang dilakukan dalam

pengakan hukum dimaksudkan untuk :

a. Mengungkap dan memutus jaringan sindikat perdagangan dan peredaran

gelap narkoba, baik nasional maupun internasional.

b. Melakukan proses penanganan perkara sejak penyidikan sampai lembaga

pemasyarakatan secara konsisten dan sungguh – sungguh.

c. Mengungkapkan motivasi/latar belakang dari kejahatan penyalahgunaan

dan peredaran gelap narkoba.

Page 20: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN … · Penelitian hukum dengan aspek empiris tetap bertumpu pada premis normatif dengan fokus kajiannya pada esensi hukum yang tertuang

20

d. Pemusnahan barang bukti narkoba yang berhasil disita, khususnya

terhadap narkotika dan psikotropika golongan I.

e. Pelaksanaan pengawasan dan pengendalian terhadap ketersediaan dan

peredaran prekursor serta penyitaan terhadap asset milik pelaku

kejahatan perdagangan dan peredarn gelap narkoba

Untuk memperlancar pelaksanaan dan penyelenggaraan tugas dan fungsi BNN,

yang diketuai oleh Kepala Kepolisian Negara Repbulik Indonesia, dibentuklah

Pelaksana Harian BNN, yang selanjutnya disebut sebagai Lakhar BNN yang berada

dibawah dan bertanggung jawab kepada Ketua BNN. Lakhar BNN dipimpin oleh

Kepala Pelaksana Harian yang selanjutnya disebut Kalakhar BNN. Lakhar BNN

mempunyai tugas memberikan dukungan teknis dan administratif kepada BNN di

bidang ketersediaan dan P4GN. Lakhar BNN terdiri atas sekretariat, inspektorat, pusat

dan satuan tugas.

BNN dalam operasionalnya ditingkat provinsi dilaksanakan oleh Badan

Narkotika Provinsi (BNP) dan pada tingkat kabupaten Kota oleh Badan narkotika

Kabupaten/Kota (BNK). Sampai saat ini telah terbentuk 31 BNP dari 33 provinsi dan

baru terbentuk 270 BNK dari 460 Kabupaten Kota di seluruh Indonesia.14

Badan Narkotika Kabupaten/Kota juga mempunyai peran yang sama dengan

Badan Narkotika Nasional dan Badan Narkotika Propinsi yaitu mengkoordinasikan

perangkat daerah dan instansi pemerintah di Kabupaten/Kota. Dalam melaksanakan

tugas, setiap pempinan satuan organisasi di lingkungan Lakhar BNN, Lakhar BNP,

Lakhar BNK/Kota wajib melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap satuan

organisasi di bawahnya.

Ketua BNN wajib melaporkan pelaksanaan dan penyelenggaraan tugas dan

fungsi BNN kepada Presiden secara berkala atau sewaktu – waktu jika dipandang perlu.

Ketua BNP melaporkan pelaksanaan dan penyelenggaraan tugas dan fungsi BNP

kepada Gubernur secara berkala atau sewaktu – waktunya jika dipandang perlu dan

tembusannya disampaikan kepada BNN. Ketua BNK/Kota melaporkan pelaksanaan dan

penyelenggaraan tugas dan fungsi BNK/Kota kepada Bupati/Walikota secara berkala

atau sewaktu – waktu jika dipandang perlu dan tembusannya disampaikan kepada BNN

14 Pedoman P4GN ( Handbook Badan Narkotika Nasional , 2007) , hlm:70-73

Page 21: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN … · Penelitian hukum dengan aspek empiris tetap bertumpu pada premis normatif dengan fokus kajiannya pada esensi hukum yang tertuang

21

dan BNP. Dalam melaksanakan tugas BNN,BNP,BNK/Kota dapat mengikutsertakan

peran masyarakat.

Program kegiatan upaya Pencegahan, Pemberantasan Penyalahgunaan dan

Peredaran Gelap Narkotika atau P4GN terhadap tindak pidana narkotika yang dilakukan

oleh Badan Narkotika Nasional didasari oleh kebijakan dan strategi nasional.15

Strategi Nasional P4GN berupa : Peningkatan kampanye anti Narkotika di

lingkungan kerja, sekolah dan keluarga, untuk mengurangi tingkat prevalensi

penyalahguna Narkotika yang saat ini berjumlah 1,99 % dari total populasi penduduk

indonesia. Mengupayakan agar korban yang sembuh meningkat dan korban yang

relapse berkurang. Pengungkapan jaringan sindikat meningkat.

Adapun Kebijakan nasional P4GN yaitu menjadikan masyarakat imun terhadap

penyalahgunaan Narkotika, menyembuhkan korban penyalahguna Narkotika melalui

proram terapi dan rehabilitasi dan terus menerus memberantas jaringan sindikat

Narkotika.

Pelaksanaan program kegiatan yang difokuskan pada dua bidang, yaitu :

a. Supply Reduction (pemberantasan jaringan sindikat Narkotika), BNN melalui

satgas-satgas di bidang penegakan hukum telah dilakukan berbagai langkah dan

upaya untuk menghentikan serta memutus mata rantai jaringan dan pasokan

Narkotika di pasaran, melalui upaya-upaya antara lain :

a) Pengawasan terhadap peredaran Narkotika, khususnya prekursor yang

merupakan bahan utama pembuat Narkotika, dengan cara memonitor

para importir atau distributor bahan prekursor.

b) Latihan operasi maritim bersama -- interdiksi antara BNN dengan TNI

Angkatan Laut yang merupakan tindak lanjut dari penandatanganan nota

kesepahaman beberapa waktu lalu.

c) Sosialisasi dan pengawasan prekursor untuk para penegak hukum di 11

propinsi. Melalui kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan

pengetahuan para petugas di lapangan mengenai mekanisme dan proses

pengawasan prekursor.

15http://www.bnn.go.id/portalbaru/portal/konten.php?nama=PressRelease&op=detail_press_relea

se&id=68&mn=2&smn=e, Jakarta, 31 Peb 2013

Page 22: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN … · Penelitian hukum dengan aspek empiris tetap bertumpu pada premis normatif dengan fokus kajiannya pada esensi hukum yang tertuang

22

d) Peningkatan kemampuan aparat penegak hukum di bidang penyelidikan

tindak pidana Narkotika melalui pelatihan controlled delivery dan

computer based training.

b. Primary Demand Reduction (aktualisasi partisipasi masyarakat). Guna

mendorong partisipasi masyarakat dalam menekan penyalahgunaan Narkotika,

juga telah dilaksanakan berbagai kegiatan preventif. Penyuluhan dan penerangan

tentang bahaya penyalahgunaan Narkotika di 33 propinsi kepada berbagai

lapisan masyarakat, seperti lingkungan pendidikan, tokoh agama, tokoh

masyarakat, instansi pemerintah dan swasta, para ibu, mahasiswa, pelajar, LSM,

dan pemuda. Selain itu juga dilaksanakan upaya pemberdayaan masyarakat yang

melibatkan 3.220 orang yang berasal dari lingkungan pendidikan, tenaga kerja,

media massa, dan penyandang cacat.

c. Demand Reduction (penyembuhan penyalahguna Narkotika),

diimplementasikan dalam kegiatan terapi dan rehabilitasi korban

penyalahgunaan Narkotika. Kemudian melaksanakan kegiatan - kegiatan lain di

bidang terapi rehabilitasi yaitu :

a) Family support group, untuk memberikan pemahaman dan keterampilan

praktis bagi orang tua dan keluarga dalam mendukung kesembuhan para

pecandu.

b) Recovery dari segi sosial bagi para pecandu, Narkotika melalui kegiatan

bermusik dan olahraga sepakbola.

c) Pengembangan sistem dan metode dengan memberikan akses kunjungan

untuk keperluan penelitian, studi banding ataupun konsultasi seputar

upaya penanggulangan korban Narkotika.

Analisis mengenai penanggulangan penyalahgunaan narkotika sesuai Undang–

undang Nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika berdasarkan pada teori kebijakan. Teori

efektivitas hukum, teori kepatuhan dan ketaatan hukum serta teori sistem hukum

digunakan untuk menganalisis hambatan-hambatan dalam menanggulangi dan

memberantas tindak pidana narkotika.

Page 23: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN … · Penelitian hukum dengan aspek empiris tetap bertumpu pada premis normatif dengan fokus kajiannya pada esensi hukum yang tertuang

23

Tindak pidana narkotika begitu membahayakan kelangsungan generasi muda,

oleh sebab itu tindak pidana ini perlu ditanggulangi dan diberantas. Marjono

Reksodiputro merumuskan penanggulangan sebagai untuk mengendalikan kejahatan

agar berada dalam batas-batas toleransi masyarakat. Selanjutnya Barda Nawawi Arief

menyatakan bahwa:

Kebijakan penanggulangan dalam hukum pidana pada hakikatnya merupakan

bagian dari kebijakan penegakan hukum (khususnya hukum pidana). Kebijakan

penanggulangan kejahatan lewat pembuatan undang-undang pidana merupakan bagian

integral dari kebijakan perlindungan masyarakat serta merupakan bagian integral dari

politik sosial. Politik sosial tersebut dapat diartikan sebagai segala usaha yang rasional

untuk mencapai kesejahteraan masyarakat dan sekaligus mencakup perlindungan

masyarakat.16

Pemberantasan tindak pidana narkotika merupakan usaha-usaha yang dilakukan

penegak hukum dalam pemberantasan tindak pidana penyalahgunaan narkotika, serta

konsekuensi yuridis terhadap pelanggaran Undang-undang Nomor 35 tahun 2009

tentang Narkotika. Pemberantasan tindak pidana narkotika dihubung dengan fakta–fakta

sosial. Pound sangat menekankan efektif bekerjanya dan untuk itu ia sangat

mementingkan beroperasinya hukum di dalam masyarakat. Oleh karena itu Pound

membedakan pengertian Law in hook’s di satu pihak dan law in action di pihak lain.

Pembedaan ini dapat diterapkan pada seluruh bidang hukum. Ajaran itu menonjolkan

masalah apakah hukum yang diterapkan sesuai dengan pola -pola prikelakuan.

Pada dasarnya, pemerintah telah berupaya keras untuk mengatasi masalah

pecandu yang masih minim direhabilitasi. Turunnya Peraturan Pemerintah (PP) No.25

Tahun 2011 Tentang Wajib Lapor Bagi Penyalahguna Narkoba, merupakan wujud

komitmen negara untuk mengakomodir hak pecandu dalam mendapatkan layanan terapi

dan rehabililtasi termasuk didalamnya dapat diketahui kepribadiannya dengan

pemeriksaan MMPI yang dapat menetapkan kepribadian yang akan terganggu fungsi

berpikirnya, perilaku dan emosi.

Masih dalam konteks penanganan penyalahguna narkoba, BNN segera

membentuk tim persiapan pelaksanaan Hari Anti Narkotika Internasional (HANI)

16 Arief Amrullah, 2010, Politik Hukum Pidana Dalam Perlindungan Korban kejahatan

Ekonomi di Bidang Perbankan, Bayumedia, Jakarta, hal. 22.

Page 24: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN … · Penelitian hukum dengan aspek empiris tetap bertumpu pada premis normatif dengan fokus kajiannya pada esensi hukum yang tertuang

24

tanggal 26 Juni 2012 yang untuk tahun ini akan diselenggarakan di Sulawesi Selatan.

Menjelang HANI 2012 tersebut, BNN dengan terobosan baru dalam bidang terapi

rehabilitasi, yaitu dengan mulai memfokuskan pada program Pasca Rehabilitasi untuk

pemulihan pecandu berbasis konservasi alam di bidang Kehutanan dan Pertanian di

Tambling Lampung juga di Bengo Bengo Sulawesi Selatan; sedangkan untuk yang

berbasis konservasi alam di bidang Kelautan dan Perikanan di Pulau Sebaru DKI

Jakarta dan Wakatobi Sulawesi Tenggara. Konsep pemulihan para pecandu dengan

metode ini, mulai digerakkan sejak akhir tahun 2011 lalu

Selain itu, BNN juga telah membentuk banyak kader anti narkoba di berbagai

provinsi, yang diharapkan bisa menjadi corong untuk menyampaikan pesan-pesan

bahaya penyalahgunaan narkoba pada orang lain di sekitarnya. Mengatasi masalah

narkoba,memang bukan persoalan gampang, tapi dengan sinergi yang kuat di antara

elemen masyarakat dan juga pemerintah serta dukungan dari seluruh komponen bangsa,

maka wacana Menuju Indonesia Negeri Bebas Narkoba 2015, akan menjadi nyata.

Page 25: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN … · Penelitian hukum dengan aspek empiris tetap bertumpu pada premis normatif dengan fokus kajiannya pada esensi hukum yang tertuang

25

BAB : III

TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

TUJUAN PENELITIAN

a) Untuk mengetahui bagaimanakah langkah-langkah yang dilakukan oleh para

penegak hukum yang terkait

b) Untuk melihat hambatan-hambatan apa yang di hadapi para penegak hukum dan

BNN serta bagaimanakah upaya BNN mengahatasi kasus-kasus narkotika yang

terjadi di Kota Denpasar

c) Untuk melihat cara pengambilan keputusan dalam pemberian saksi pidana

maupun rehabilitasi bagi pelaku penyalahgunaan narkotika

3. URGENSI KEGIATAN

1. Untuk mengupayakan langkah-langkah yang lebih efektif bagi penanggulangan

bahaya narkotika

2. Untuk meminimalisasi hambatan-hambatan yang terjadi dalam penanggulangan

narkotika baik oleh penegak hukum maupun BNN

3. Untuk meningkatkan perlindungan hukum dan kepastian hukum bagi pelaku dan

pengguna narkotika dalam pemberian saksi pidana maupun rehabilitasi.

Page 26: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN … · Penelitian hukum dengan aspek empiris tetap bertumpu pada premis normatif dengan fokus kajiannya pada esensi hukum yang tertuang

26

BAB : IV

METODE PENELITIAN

1. Konsep, Jenis Penelitian dan Metode Pendekatan.

A. Konsep Penelitian

Konsep hukum yang dikedepankan adalah konsep hukum yang berkeadilan

holistik bagi masyarakat, serta berkeadilan dan kemanfaatan bagi masyarakat pengguna

(end user) dalam dimensi fair used. Konsep keadilan holistik dalam penelitian ini

adalah keadilan yang berbasis masyarakat secara keseluruhan dan keadilan dalam

konteks deep ecology.

B. Jenis Penelitian

Jenis Penelitian ini adalah penelitian hukum dalam ranah Socio Legal. Penelitian

ini mengkaji hukum Undang-Undang sebagaimana oleh berbagai faktor sosial yang

melahirkan aliran-aliran baru yang amat kritis pada pengkajian hukum yang yang

beraliran legisme murni. Milovanovic dan pengikutnya juga menyebutnya sebagai

kajian dalam ranah the sociological jurisprudence, the functional jurisprudence, dan the

critical legal studies.17

Penelitian dengan aspek empiris ini menggunakan data sekunder sebagai data

awal yang kemudian dilanjutkan dengan penggunaan dengan data primer yang diperoleh

melalui studi lapangan. Penelitian hukum dengan aspek empiris tetap bertumpu pada

premis normatif dengan fokus kajiannya pada esensi hukum yang tertuang dalam bentuk

norma-norma, baik dalam bentuk peraturan perundang-undangan ataupun ketentuan

hukum lainnya yang kemudian dihubungkan dengan kenyataan yang terjadi di lapangan.

Morris L.Chohen dan Kent C. Olson mengemukakan legal research is an essential

component of legal practice. It is the process offending the law that governs an activity

and materials that explain or analyze that law.18

17 Soetandyo Wignjosoebroto,2008, Bahan Bacaan Penulisan Disertasi (Selanjutnya disebut

Soetandyo Wignjosoebroto III), UNDIP Semarang. 18 Morris L. Cohen, Kent C. Olson, 2000, Legai Research, West Group,USA, p.. 1

Page 27: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN … · Penelitian hukum dengan aspek empiris tetap bertumpu pada premis normatif dengan fokus kajiannya pada esensi hukum yang tertuang

27

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif naturalistik. Melalui penggunaan

metode kualitatif ini diharapkan dapat ditemukan makna-makna yang tersembunyi di

balik objek maupun subjek yang akan diteliti. Sebagaimana suatu penelitian naturalistik,

maka penelitian inipun berpedoman pada kreteria sebagai berikut : sumber data adalah

situasi yang wajar (natural setting), peneliti sebagai instrumen penelitian, sangat

deskriftif, mementingkan proses maupun produk, mencari makna, mengutamakan data

langsung, triangulasi, menonjolkan rincian kontekstual, subjek yang diteliti dipandang

berkedudukan sama dengan peneliti, mengutamakan perspektif emic, verifikasi,

sampling yang purposif, serta mengadakan analisis sejak awal. 19

C. Metode Pendekatan

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini : Conceptual approach, Statute

approach, serta comparative approach. Teori yang digunakan untuk menganalisis

permasalahan adalah : Legal System Theory dari W. Friedman, Natural Rights Theory

dari John Locke, serta Social Planning Theory dari William Fisher.

2. Data dan Sumber Data

Data yang diteliti dalam penelitian ini adalah Data Primer dan Data Sekunder.

Data Primer adalah data yang sumbernya langsung dari pihak- pihak yang terlibat dalam

objek penelitian atau dengan kata lain data yang diperoleh dari penelitian lapangan.

Sedangkan Data Sekunder adalah terdiri dari : a. Bahan Hukum Primer yang

bersumber dari peraturan perundang-undangan dan dokumen hukum; b. Bahan Hukum

Sekunder yang bersumber dari buku-buku dan tulisan- tulisan hukum dan textbooks;20 c.

Bahan Hukum Tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan

terhadap Bahan Hukum Primer dan Bahan Hukum Sekunder.

Selain meneliti Bahan Hukum Primer, juga diteliti Bahan Hukum Sekunder yang

terdiri dari Case Law dari Jurnal Hukum baik Digital Journal maupun konvensional

Jurnal Hukum maupun Buku-Buku Literatur. Mengingat kegiatan penelitian ini juga

dilanjutkan dengan kegiatan pengkajian, pendokumentasian, pendaftaran dan

19 S. Nasution, 1996, Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif, Tarsito, Bandung, hal.9-12. 20 Ibid.

Page 28: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN … · Penelitian hukum dengan aspek empiris tetap bertumpu pada premis normatif dengan fokus kajiannya pada esensi hukum yang tertuang

28

pembublikasian, maka amat penting untuk mengumpulkan data yang bersumber dari

data sekunder dalam bentuk Buku-Buku atau tulisan dalam format lainnya yang telah

memuat berbagai informasi tentang permasalahan yang di kaji.

3. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini teknik pengumpulan Data Sekunder dilakukan dengan cara

Studi Kepustakaan (studi dokumen) serta studi perbandingan yaitu serangkaian usaha

untuk memperoleh data dengan jalan membaca, menelaah, mengklasifikasikan,

mengidentifikasikan, memotret dan melakukan scanning atas dokumen-dokumen

kemudian dilakukan pemahaman serta pengkajian terhadap data yang diperoleh. Hasil

dari kegiatan pengkajian tersebut kemudian dianalisis secara sistematis sebagai intisari

hasil pengkajian studi dokumen yang nantinya akan dideskripsikan serta di-input.

Teknik pengumpulan Data Primer, dilakukan melalui studi lapangan yaitu suatu

cara untuk memperoleh data dengan cara terjun langsung ke lapangan melakukan

wawancara (interview), dengan menggunakan pedoman wawancara, untuk mendapatkan

data kualitatif. Instrumen penelitian adalah peneliti sendiri, pedoman wawancara, alat

perekam dan kamera, serta video. Sumber informasi berasal dari informan kunci

dengan menggunakan teknik snow bowling. Selain itu dalam penelitian ini juga

digunakan teknik penyebaran kwesioner pada responden untuk memperoleh data

sekunder guna menunjang data kualitatif. Instrumen penelitian adalah tenaga lapangan,

kwesioner, kamera, serta video

.

4. Lokasi Penelitian

Dalam penelitian ini akan mengambil lokasi: BNN di wilayah Kota Denpasar,

BNN Provinsi Bali, Kejaksaan, Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi, LSM yang

berkaitan dengan permasalahan, LAPAS, BAPPAS.

5. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Sebagai komponen-komponen analisis data digunakan model interaktif yang

dikembangkan oleh Milles Huberman. Dalam penelitian ini, data yang diperoleh

dianalisis dengan menggunakan model analisis mengalir (flow model of analysis).21

Page 29: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN … · Penelitian hukum dengan aspek empiris tetap bertumpu pada premis normatif dengan fokus kajiannya pada esensi hukum yang tertuang

29

Secara lebih rinci data yang diperoleh dari penelitian, baik yang bersumber dari

data primer maupun dari data sekunder akan diolah dan dianalisis secara kritis analitis

dan disajikan secara deskriptif analitis. Tahap analisis data merupakan satu tahapan

yang penting dalam suatu proses penelitian.

6. Teknik Pengecekan Validitas Data

Uji validitas digunakan untuk mengetahui apakah setiap pertanyaan dalam

variabel dapat dimengerti oleh responden maupun informan sehingga dapat memberikan

jawaban yang tepat. Suatu instrumen dalam penelitian dikatakan valid apabila mampu

mengukur apa yang diinginkan untuk diukur, dan dapat mengungkapkan data dari

variabel-variabel yang diteliti secara tetap. Dalam pengecekan terhadap validitas data

dalam penelitian kualitatif dapat digunakan triangulasi data, yakni tehnik pemeriksaan

keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan

pengecekan atau sebagai pembanding data itu.

Penelitian ini menggunakan tehnik pengecekan keabsahan ketekunan

pengamatan dan triangulasi. Melalui tehnik pengecekan ketekunan pengamatan akan

dapat diketahui unsur-unsur yang relevan dengan pokok permasalahan yang diteliti.

Sementara itu dengan tehnik triangulasi sumber dapat diperbandingkan perbedaan dan

persamaan situasi sumber saat penyampaian data dan kesesuaiannya dengan dokumen –

dokumen dalam format data sekunder yang menjadi data penelitian. Triangulasi metode

digunakan untuk mengecek validitas data yang diperoleh melalui observasi, wawancara

mendalam serta data yang diperoleh melalui penyebaran kwesioner pada pengumpulan

data primer.

21 Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman, 1992, Analisis Data Kualitatif, UI Press,

Jakarta, hal 19-20.

Page 30: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN … · Penelitian hukum dengan aspek empiris tetap bertumpu pada premis normatif dengan fokus kajiannya pada esensi hukum yang tertuang

30

BAB : V

HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika

Istilah tindak pidana berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum pidana

Belanda, yaitu strafbaarfeit.22 Kata strafbaarfeit terdiri dari feit yang dalam

bahasa belanda berarti sebagian dari suatu kenyataan atau een gedeelte van de

werkelijkheid, sedangkan strafbaar berarti dapat dihukum, sehingga secara

harafiah perkataan strafbaarfeit diterjemahkan sebagai “sebagian dari suatu

kenyataan yang dapat dihukum.”23

Seorang ahli hukum pidana, yaitu Moeljatno yang berpendapat bahwa

pengertian tindak pidana yang menurut istilah beliau yakni perbuatan pidana

adalah: ”Perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai

ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa melanggar

larangan tersebut.”24

Wiryono Prodjodikoro memberi pandangan mengenai tindak pidana atau

dalam Bahasa Belanda strafbaarfeit yang menyatakan bahwa:

Tindak pidana atau strafbaarfeit yang sebenarnya merupakan istilah resmi dalam straafwetbook atau Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang sekarang berlaku di Indonesia. Ada istilah dalam bahasa asing, yaitu delict atau tindak pidana yang berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana dan pelaku ini dapat dikatakan merupakan subjek tindak pidana.25

22

Adami Chazawi, 2002, Pelajaran Hukum Pidana I; Stelsel Pidana, Tindak Pidana, Teori-Teori

Pemidanaan & Batas Berlakunya Hukum Pidana, P.T Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 67.

23

P. A. F Lamintang, 1984, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Sinar Baru, Bandung, h. 172.

24Moeljatno, 1987, Asas-Asas Hukum Pidana, Bina Aksara, Jakarta, h. 54.

25

Wiryono Prodjodikoro, 2002, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, P.T. ERESCO, Jakarta, h. 50.

Page 31: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN … · Penelitian hukum dengan aspek empiris tetap bertumpu pada premis normatif dengan fokus kajiannya pada esensi hukum yang tertuang

31

Seorang ahli hukum, yaitu Simons merumuskan unsur-unsur tindak pidana

sebagai berikut:

1. Diancam dengan pidana oleh hukum.

2. Bertentangan dengan hukum.

3. Dilakukan oleh orang yang bersalah.

4. Orang itu dipandang bertanggung jawab atas perbuatannya.26

Unsur-unsur tindak pidana dapat dikelompokkan dalam 2 (dua) kelompok, yaitu:

1. Unsur obyektif terdapat di luar pelaku yang berupa perbuatan yang dilarang

dan diancam undang-undang, akibat, serta keadaan yang dilarang.

2. Unsur subyektif, yaitu unsur-unsur yang terdapat di dalam diri pelaku yang

berupa hal yang dapat dipertanggungjawabkan dan kesalahan.27

Adapun pengertian dari narkotika itu sendiri, Sudarto mengatakan bahwa:

“Kata narkotika berasal dari perkataan Yunani“Narke” , yang berarti terbius

sehingga tidak merasa apa-apa.”28 Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang

Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, pengertian narkotika adalah zat atau

obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun

semisintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran,

hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat

menimbulkan ketergantungan yang dibedakan ke dalam golongan-golongan

sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang ini.

26Andi Hamzah, 2004, Asas-Asas Hukum Pidana, PT. Rineka Cipta, Jakarta, h. 88.

27P. A. F Lamintang dan Djisman Samosir, 1981, Tindak Pidana-Tindak Pidana Khusus Kejahatan

Yang Ditujukan Terhadap Hak Milik dan Lain-Lain Hak Yang Timbul dari Hak Milik, Tarsito, Bandung, h.

25.

28

Taufik Makarao, 2005, Tindak Pidana Narkotika, Ghalia Indonesia, Jakarta, h. 17.

Page 32: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN … · Penelitian hukum dengan aspek empiris tetap bertumpu pada premis normatif dengan fokus kajiannya pada esensi hukum yang tertuang

32

Berdasarkan Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009

tentang Narkotika, jenis-jenis narkotika dibagi menjadi 3 (tiga) golongan. Setiap

golongan narkotika memiliki fungsi yang berbeda-beda, yaitu:

1. Narkotika Golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan

untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam

terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.

Contoh : heroin, kokain, ganja.

2. Narkotika Golongan II adalah narkotika yang berkhasiat untuk pengobatan,

digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau

untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi

mengakibatkan ketergantungan. Contoh : morfin, petidin.

3. Narkotika Golongan III adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan dan

banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan

ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan

ketergantungan. Contoh: codein.

Tindak pidana penyalahgunaan narkotika termasuk kualifikasi tindak

pidana khusus karena tindak pidana penyalahgunaan narkotika tidak menggunakan

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana sebagai dasar pengaturannya, akan tetapi

menggunakan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Di

dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, kelompok

kejahatan di bidang narkotika terdiri atas: kejahatan yang menyangkut produksi

narkotika, kejahatan yang menyangkut jual beli narkotika, kejahatan yang

menyangkut pengangkutan dan transito narkotika, kejahatan yang menyangkut

penguasaan narkotika, kejahatan yang menyangkut penyalahgunaan narkotika,

Page 33: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN … · Penelitian hukum dengan aspek empiris tetap bertumpu pada premis normatif dengan fokus kajiannya pada esensi hukum yang tertuang

33

kejahatan yang menyangkut tidak melaporkan pecandu narkotika, kejahatan yang

menyangkut label dan publikasi narkotika, kejahatan yang menyangkut jalannya

peradilan narkotika, kejahatan yang menyangkut penyitaan dan pemusnahan

narkotika, kejahatan yang menyangkut keterangan palsu, dan kejahatan yang

menyangkut penyimpangan fungsi lembaga.29

Sanksi pidana maupun denda terhadap orang yang menyalahgunakan

narkotika terdapat dalam ketentuan pidana pada Bab XV mulai dari Pasal 111

sampai dengan Pasal 148 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang

Narkotika. Ketentuan mengenai sanksi dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun

2009 tentang Narkotika sangat besar. Sanksi pidana paling sedikit 1 (satu) tahun

penjara sampai 20 (dua puluh) tahun penjara bahkan pidana mati. Denda yang

dicantumkan dalam Undang-Undang Narkotika tersebut berkisar antara

Rp.1.000.000,00 (satu juta rupiah) sampai dengan Rp 20.000.000.000,00 (dua

puluh miliar rupiah). Secara filosofis pembentukan Undang-Undang Narkotika

dengan mencantumkan sanksi yang besar dan tinggi dalam ketentuan pidana

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika adalah menunjukkan

bahwa terdapat suatu makna untuk melindungi korban dari kejahatan

penyalahgunaan narkotika. Dengan demikian, korban yang pernah dipidana akan

menjadi takut untuk mengulangi kejahatannya lagi.

2.2 Penegakan Hukum Pidana

Jimly Asshiddiqie menulis dalam makalahnya, penegakan hukum adalah

proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma

29

Gatot Supramono, 2002, Hukum Narkoba Indonesia, Djambatan, Jakarta, h. 200.

Page 34: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN … · Penelitian hukum dengan aspek empiris tetap bertumpu pada premis normatif dengan fokus kajiannya pada esensi hukum yang tertuang

34

hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalu lintas atau hubungan-

hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.30

Menurut Satjipto Raharjo, penegakan hukum merupakan suatu usaha untuk

mewujudkan ide-ide kepastian hukum, kemanfaatan sosial, dan keadilan menjadi

kenyataan. Proses perwujudan ketiga ide inilah yang merupakan hakekat dari

penegakan hukum. Penegakan hukum dapat diartikan pula penyelenggaraan

hukum oleh petugas penegak hukum dan setiap orang yang mempunyai

kepentingan dan sesuai kewenangannya masing-masing menurut aturan hukum

yang berlaku.31

Penegakan hukum pidana adalah upaya untuk menerjemahkan dan

mewujudkan keinginan-keinginan hukum pidana menjadi kenyataan, yaitu hukum

pidana menurut Van Hammel adalah keseluruhan dasar dan aturan yang dianut

oleh negara dalam kewajibannya untuk menegakkan hukum, yakni dengan

melarang apa yang bertentangan dengan hukum (on recht) dan mengenakan

nestapa (penderitaan) kepada yang melanggar larangan tersebut.32

Dalam menegakkan hukum pidana harus melalui beberapa tahap yang

dilihat sebagai usaha atau proses rasional yang sengaja direncanakan untuk

mencapai tujuan tertentu yang merupakan suatu jalinan mata rantai aktifitas yang

tidak termasuk bersumber dari nilai-nilai dan bermuara pada pidana dan

pemidanaan. Tahap-tahap tersebut adalah:

1. Tahap Formulasi Tahap penegakan hukum pidana in abstracto oleh badan pembuat undang-undang yang melakukan kegiatan memilih yang sesuai dengan

30Jimly Asshiddiqie, “Makalah Penegakan Hukum”, available from: URL: http://www.jimly.com diakses tanggal 10 Oktober 2014.

31Satjipto Raharjo, 1980, Hukum dan Masyarakat, Cetakan Terakhir, Angkasa, Bandung, h. 15.

32Sudarto, 1986, Hukum dan Hukum Pidana, Alumni, Bandung, h. 60.

Page 35: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN … · Penelitian hukum dengan aspek empiris tetap bertumpu pada premis normatif dengan fokus kajiannya pada esensi hukum yang tertuang

35

keadaan dan situasi masa kini dan yang akan datang, kemudian merumuskannya dalam bentuk peraturan perundang-undangan yang paling baik dalam arti memenuhi syarat keadilan dan daya guna. Tahap ini disebut dengan tahap kebijakan legislatif.

2. Tahap Aplikasi Tahap penegakan hukum pidana (tahap penerapan hukum pidana) oleh aparat penegak hukum, mulai dari kepolisian sampai ke pengadilan. Dengan demikian aparat penegak hukum bertugas menegakkan serta menerapkan peraturan- peraturan perundang-undangan pidana yang telah dibuat oleh pembuat undang- undang, dalam melaksanakan tugas ini aparat penegak hukum harus berpegang teguh pada nilai-nilai keadilan dan daya guna. Tahap ini disebut sebagai tahap yudikatif.

3. Tahap Eksekusi Tahap penegakan pelaksanaan hukum serta secara konkret oleh aparat-aparat pelaksana pidana. Pada tahap ini aparat-aparat pelaksana pidana bertugas menegakkan peraturan perundang-undangan yang telah dibuat oleh pembuat undang-undang melalui penerapan pidana yang telah diterapkan dalam putusan pengadilan. Dengan demikian, proses pelaksanaan pemidanaan yang telah ditetapkan dalam pengadilan, aparat-aparat pelaksana pidana itu dalam pelaksanaan tugasnya harus berpedoman pada peraturan perundang-undangan pidana yang telah dibuat oleh pembuat undang-undang dan undang-undang daya guna.33

Sementara itu, proses penegakan hukum dalam pandangan Soerjono

Soekanto dipengaruhi oleh 5 (lima) faktor, yaitu:

1. Faktor hukumnya sendiri, yaitu berupa undang-undang. 2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun

menerapkan hukum. 3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum. 4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku

atau diterapkan. 5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang

didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.34

Kelima faktor tersebut saling berkaitan dengan eratnya, oleh karena merupakan

esensi dari penegakan hukum juga merupakan tolak ukur daripada efektivitas

penegakan hukum.

33

Sudarto. 1986, Kapita Selekta Hukum Pidana, Alumni, Bandung, h. 25-26.

34Soerjono Soekanto, 1983, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Rajawali,

Jakarta, h. 4-5.

Page 36: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN … · Penelitian hukum dengan aspek empiris tetap bertumpu pada premis normatif dengan fokus kajiannya pada esensi hukum yang tertuang

36

2.3 Korban Penyalahgunaan Narkotika

Secara umum yang dimaksud dengan korban adalah mereka yang

menderita jasmaniah dan rohaniah sebagai akibat tindakan orang lain yang

mencari pemenuhan kepentingan diri sendiri atau orang lain yang bertentangan

dengan kepentingan dan hak asasi yang menderita.35 Menurut Black’s Law

Dictionary, victims adalah The person who is the object of a crime or tort, as the

victim of robbery is the person robbed.36

Menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2006 tentang

Perlindungan Saksi dan Korban menyatakan korban adalah seseorang yang

mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang

diakibatkan oleh suatu tindak pidana.

Dalam Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang

Narkotika menyatakan bahwa penyalah guna adalah orang yang menggunakan

narkotika tanpa hak atau melawan hukum. Penyalahgunaan narkotika dapat

diartikan sebagai tindakan atau perbuatan yang tidak sebagaimana mestinya

(menyimpang atau bertentangan dengan yang seharusnya) yang mempergunakan

narkotika secara berlebihan (overdosis) sehingga membahayakan diri sendiri,

baik secara fisik maupun psikis.37

Pengertian korban penyalahgunaan narkotika menurut Penjelasan Pasal 54

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika menyatakan bahwa

korban penyalahgunaan narkotika adalah seseorang yang tidak sengaja

35

Arif Gosita, 1993, Masalah Korban Kejahatan, Akademika Pressindo, Jakarta, h. 6.

36Henry Campbell Black, 1979, Black’s Law Dictionary, West Publishing Company, St. Paul Minn.

37A. W. Widjaya,1985, Masalah kenakalan Remaja dan Penyalahgunaan Narkotika, Amirco, Bandung, h. 13.

Page 37: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN … · Penelitian hukum dengan aspek empiris tetap bertumpu pada premis normatif dengan fokus kajiannya pada esensi hukum yang tertuang

37

menggunakan narkotika karena dibujuk, diperdaya, ditipu, dipaksa, dan/atau

diancam untuk menggunakan narkotika.

Ditinjau dari perspektif tingkat keterlibatan korban dalam terjadinya

kejahatan, Ezzat Abdel Fattah menyebutkan beberapa tipologi korban, yaitu:

1. Nonparticipating victims adalah mereka yang menyangkal atau menolak kejahatan dan penjahat tetapi tidak turut berpartisipasi dalam penanggulangan kejahatan;

2. Latent or predisposed victims adalah mereka yang mempunyai karakter tertentu cenderung menjadi korban pelanggaran tertentu;

3. Propocative victims adalah mereka yang menimbulkan kejahatan atau pemicu kejahatan;

4. Participating victims adalah mereka yang tidak menyadari atau memiliki perilaku lain sehingga memudahkan dirinya menjadi korban;

5. False victims adalah mereka yang menjadi korban karena dirinya sendiri.38

Apabila ditinjau dari perspektif tanggung jawab korban itu sendiri maka

Stephen Schafer mengemukakan tipologi korban itu menjadi tujuh bentuk, yaitu:

1. Unrelated victims adalah mereka yang tidak ada hubungan dengan si pelaku dan menjadi korban karena memang potensial. Untuk itu, dari aspek tanggung jawab sepenuhnya ada di pihak korban.

2. Proactive victims merupakan korban yang disebabkan peranan korban untuk memicu terjadinya kejahatan. Karena itu, dari aspek tanggung jawab terletak pada diri korban dan pelaku secara bersama-sama.

3. Participating victims hakikatnya perbuatan korban tidak disadari dapat mendorong pelaku melakukan kejahatan. Misalnya, mengambil uang di bank dalam jumlah besar yan tanpa pengawalan, kemudian dibungkus dengan tas plastik sehingga mendorong orang untuk merampasnya. Aspek ini pertanggungjawaban sepenuhnya ada pada pelaku.

4. Biologically weak victims adalah kejahatan disebabkan adanya keadaan fisik korban seperti wanita, anak-anak, dan manusia lanjut usia (manula) merupakan potensial korban kejahatan. Ditinjau dari pertanggungjawabannya terletak pada masyarakat atau pemerintah setempat karena tidak dapat memberi perlindunga kepada korban yang tidak berdaya.

5. Socially weak adalah korban yang tidak diperhatikan oleh masyarakat bersangkutan seperti gelandangan dengan kedudukan sosial yang

38Lilik Mulyadi, 2003, Kapita Selekta Hukum Pidana Kriminologi dan Viktimologi, Djambatan,

Denpasar, h. 124.

Page 38: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN … · Penelitian hukum dengan aspek empiris tetap bertumpu pada premis normatif dengan fokus kajiannya pada esensi hukum yang tertuang

38

lemah. Untuk itu, pertanggungjawabannya secara penuh terletak pada penjahat atau masyarakat.

6. Self victimizing victims adalah korban kejahatan yang dilakukan sendiri (korban semu) atau kejahatan tanpa korban. Untuk itu pertanggungjawabannya sepenuhnya terletak pada korban sekaligus sebagai pelaku kejahatan.

7. Political victims adalah korban karena lawan polotiknya. Secara sosiologis, korban ini tidak dapat dipertnggungjawabkan kecuali adanya perubahan konstelasi politik.39

Selain dari prespektif yang dikemukakan kedua tokoh tersebut, sebagai

suatu perbandingan perlu pula dikemukakan beberapa tipologi yang

dikemukakan oleh Sellin dan Wolfgang sebagai berikut:

1. Primary victimization adalah korban individual. Jadi korbannya adalah orang perorangan (bukan kelompok);

2. Secondary victimization, yang menjadi korban adalah kelompok, misalnya badan hukum;

3. Tertiary victimization, yang menjadi korban adalah masyarakat luas; 4. Mutual victimization, yang menjadi korban adalah si pelaku sendiri,

misalnya pelacuran, perzinahan, dan narkotika; 5. No victimization, yang dimaksud bukan berarti tidak ada

korbanmelainkan korban tidak segera dapat diketahui. Misalnya konsumen yang tertipu dalam menggunakan suatu hasil produksi.40

Berdasarkan tingkat keterlibatan korban dalam terjadinya kejahatan,

korban penyalahgunaan narkotika termasuk dalam tipologi false victims, yaitu

pelaku yang menjadi korban karena dirinya sendiri. Merujuk perspektif

tanggung jawab korban, Stephen Schafer menyatakan adanya self victimizing

victims, yakni pelaku yang menjadi korban karena kejahatan yang dilakukannya

sendiri. Untuk itu pertanggungjawabannya sepenuhnya terletak pada korban

sekaligus sebagai pelaku kejahatan. Sedangkan menurut Sellin dan Wolfgang

korban penyalahgunaan narkotika merupakan mutual victimization, yaitu pelaku

39Ibid, h. 123.

40Dikdik M. Arief Mansur dan Elisatri Gultom, 2006, Urgensi Perlindungan Korban Kejahatan

Antara Norma Dan Realita, Raja Grafindo, Jakarta, (selanjutnya disingkat Dikdik M. Arief Mansur dan Elisatris Gultom II), h. 49.

Page 39: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN … · Penelitian hukum dengan aspek empiris tetap bertumpu pada premis normatif dengan fokus kajiannya pada esensi hukum yang tertuang

39

yang menjadi korban adalah si pelaku sendiri. Seperti halnya pelacuran, dan

perzinahan.

Selain itu, penyalah guna narkotika juga dapat dikategorikan sebagai

kejahatan tanpa korban (crime without victim). Pengertian kejahatan tanpa korban

berarti kejahatan ini tidak menimbulkan korban sama sekali akan tetapi si pelaku

sebagai korban. Sementara dalam kategori kejahatan, suatu perbuatan jahat haruslah

menimbulkan korban dan korban itu adalah orang lain (an act must take place that

involves harm inflicted on someone by the actor). Artinya, apabila hanya diri sendiri

yang menjadi korban, maka hal tersebut tidak dapat dikatakan sebagai kejahatan.41

3.1 Pengguna Narkotika Berdasarkan Perundang-Undangan

Jika dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang

Narkotika, hakikatnya pengguna narkotika adalah orang yang menggunakan zat

atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun

semisintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran,

hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat

menimbulkan ketergantungan yang dibedakan ke dalam golongan-golongan

sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang Narkotika.

Pengguna narkotika dapat dibagi menjadi 2 (dua), yaitu pengguna

narkotika terhadap orang lain (Pasal 116, Pasal 121, Pasal 126 Undang-Undang

Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika) dan pengguna narkotika untuk diri

sendiri (Pasal 127 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika).

Pengguna narkotika terhadap orang lain adalah setiap orang yang tanpa

hak atau melawan hukum memberikan narkotika untuk digunakan oleh orang lain.

Melawan hukum dalam bahasa Belanda adalah wederrechtelijk (weder:

bertentangan dengan, melawan; recht: hukum). Melawan hukum berarti pula

41

http://www.gepenta.com/artikel-Rehabilitasi+Korban+Pengguna+Narkoba-.phpx diakses tanggal

10 Oktober 2014.

Page 40: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN … · Penelitian hukum dengan aspek empiris tetap bertumpu pada premis normatif dengan fokus kajiannya pada esensi hukum yang tertuang

40

dengan tanpa hak atau ijin dari pihak yang berwenang. Sedangkan pengguna

narkotika untuk diri sendiri adalah penggunaan narkotika yang dilakukan oleh

seseorang tanpa hak atau melawan hukum. Jika orang yang bersangkutan dapat

dibuktikan atau terbukti sebagai korban penyalahgunaan narkotika, maka ia harus

menjalani rehabilitasi medis maupun rehabilitasi sosial dan masa rehabilitasinya

akan diperhitungkan sebaga masa menjalani hukuman.

Penggunaan istilah “pengguna narkotika” digunakan untuk memudahkan

dalam penyebutan bagi orang yang menggunakan narkotika dan untuk

membedakan dengan penanam, produsen, penyalur, kurir, dan pengedar narkotika.

Walaupun penanam, produsen, penyalur, kurir, dan pengedar narkotika juga

menggunakan narkotika, namun yang dimaksud dengan pengguna narkotika

adalah orang yang menggunakan narkotika bukan penanam, produsen, penyalur,

kurir dan pengedar narkotika.42

Jika dikaitkan dengan orang yang menggunakan narkotika, dalam Undang-

Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dapat ditemukan berbagai

istilah antara lain:

1. Pasal 1 angka 13 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

yang menyebutkan bahwa “Pecandu narkotika adalah orang yang

menggunakan atau menyalahgunakan narkotika dan dalam keadaan

ketergantungan pada narkotika, baik secara fisik maupun psikis”.

2. Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

yang menyebutkan bahwa: “Penyalah guna adalah orang yang menggunakan

narkotika tanpa hak atau melawan hukum”.

42

http://www.slideshare.net/adeblonde/kedudukan-hukum-pengguna-narkotiska-dalam-uu-ri-no-

35-thn-2009 diakses tanggal 21 Oktober 2014.

Page 41: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN … · Penelitian hukum dengan aspek empiris tetap bertumpu pada premis normatif dengan fokus kajiannya pada esensi hukum yang tertuang

41

3. Penjelasan Pasal 54 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

yang dimaksud dengan korban penyalahgunaan narkotika adalah seseorang

yang tidak sengaja menggunakan narkotika karena dibujuk, diperdaya, ditipu,

dipaksa, dan/atau diancam untuk menggunakan narkotika.

4. Penjelasan Pasal 58 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

yang dimaksud dengan mantan pecandu narkotika adalah orang yang telah

sembuh dari ketergantungan terhadap narkotika secara fisik dan psikis.

Keberagaman istilah untuk pengguna narkotika tersebut berpotensi

membingungkan dan dapat menimbulkan ketidakjelasan baik dalam merumuskan

berbagai ketentuan didalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang

Narkotika maupun pada pelaksanaannya. Salah satu permasalahan akibat

banyaknya istilah adalah kerancuan pengaturan, yaitu didalam Pasal 4 huruf d

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika menyatakan bahwa

“Undang-Undang tentang Narkotika bertujuan: menjamin pengaturan upaya

rehabilitasi medis dan sosial bagi penyalah guna dan pecandu narkotika”, namun,

dalam Pasal 54 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

menyebutkan bahwa “Pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika

wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial”. Berdasarkan Pasal 54

hak penyalah guna untuk mendapat rehabilitasi menjadi diabaikan.

Penyalah guna yang pada awalnya mendapatkan jaminan rehabilitasi

namun dengan memandang asas legalitas yang diterapkan di Indonesia, maka

dalam pelaksanaannya penyalahguna narkotika harus menghadapi resiko ancaman

pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 127 Undang-Undang Nomor 35 Tahun

2009 tentang Narkotika yang menyatakan bahwa:

Page 42: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN … · Penelitian hukum dengan aspek empiris tetap bertumpu pada premis normatif dengan fokus kajiannya pada esensi hukum yang tertuang

42

(1) Setiap Penyalah Guna:

a. Narkotika Golongan I bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara

paling lama 4 (empat) tahun;

b. Narkotika Golongan II bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara

paling lama 2 (dua) tahun; dan

c. Narkotika Golongan III bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara

paling lama 1 (satu) tahun.

(2) Dalam memutus perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hakim wajib

memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54, Pasal 55,

dan Pasal 103.

(3) Dalam hal penyalah guna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat

dibuktikan atau terbukti sebagai korban penyalahgunaan narkotika, penyalah

guna tersebut wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.

Namun, hakim juga diberikan kemungkinan untuk tidak menjatuhkan

pidana penjara karena dalam pasal-pasal yang berkaitan dengan Pasal 127

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika terdapat pula

penjatuhan sanksi tindakan rehabilitasi oleh hakim. Pasal yang dimaksud, yaitu

Pasal 54 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang

menyatakan bahwa, "Pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika

wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial” dan Pasal 55 Undang-

Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang berbunyi:

(1) Orang tua atau wali dari pecandu narkotika yang belum cukup umur wajib

melaporkan kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau

lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh

Page 43: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN … · Penelitian hukum dengan aspek empiris tetap bertumpu pada premis normatif dengan fokus kajiannya pada esensi hukum yang tertuang

43

Pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui

rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.

(2) Pecandu narkotika yang sudah cukup umur wajib melaporkan diri atau

dilaporkan oleh keluarganya kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit,

dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh

Pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui

rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.

(3) Ketentuan mengenai pelaksanaan wajib lapor sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Selanjutnya, Pasal 103 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

yang menyatakan bahwa:

(1) Hakim yang memeriksa perkara pecandu narkotika dapat:

a. Memutus untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan

dan/atau perawatan melalui rehabilitasi jika pecandu narkotika tersebut

terbukti bersalah melakukan tindak pidana Narkotika;atau

b. Menetapkan untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani

pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi jika pecandu narkotika

tersebut tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana narkotika.

(2) Masa menjalani pengobatan dan/atau perawatan bagi pecandu narkotika

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diperhitungkan sebagai masa

menjalani hukuman.

3.2 Kriteria Pengguna Narkotika Dapat Dikatakan Sebagai Korban

Penyalahgunaan Narkotika

Page 44: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN … · Penelitian hukum dengan aspek empiris tetap bertumpu pada premis normatif dengan fokus kajiannya pada esensi hukum yang tertuang

44

Di dalam Pasal 127 ayat (3) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009

tentang Narkotika disebutkan bahwa penyalah guna wajib menjalani rehabilitasi

medis dan rehabilitasi sosial jika dapat dibuktikan atau terbukti sebagai korban

penyalahgunaan narkotika.

Pada Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang

Narkotika disebutkan bahwa yang dimaksud dengan penyalah guna adalah orang

yang menggunakan narkotika tanpa hak atau melawan hukum. Sedangkan di

dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

disyaratkan bahwa narkotika hanya digunakan untuk kepentingan pelayanan

kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, selanjutnya di

dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika lebih

membatasi penggunaan Narkotika Golongan I dilarang digunakan untuk

kepentingan pelayanan kesehatan dan dalam jumlah terbatas, Narkotika Golongan

I hanya dapat digunakan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi dan untuk reagensia diagnostik, serta reagensia laboratorium setelah

mendapatkan persetujuan Menteri atas rekomendasi Kepala Badan Pengawas Obat

dan Makanan. Sehingga bila seseorang yang menggunakan narkotika melanggar

aturan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dan 8 Undang-Undang Nomor 35

Tahun 2009 tentang Narkotika, maka pelaku tersebut tidak mempunyai hak atau

perbuatannya bersifat melawan hukum.

Selanjutnya yang dimaksud dengan korban penyalahgunaan narkotika,

menurut penjelasan Pasal 54 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang

Narkotika adalah seseorang yang tidak sengaja menggunakan narkotika karena

dibujuk, diperdaya, ditipu, dipaksa, dan/atau diancam untuk menggunakan

Page 45: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN … · Penelitian hukum dengan aspek empiris tetap bertumpu pada premis normatif dengan fokus kajiannya pada esensi hukum yang tertuang

45

narkotika. Dengan demikian, seorang korban penyalahgunaan narkotika harus

terbukti tidak mempunyai unsur kesengajaan dikarenakan adanya keadaan yang

memaksa untuk menggunakan narkotika atau ketidaktahuan yang bersangkutan

jika yang digunakannya adalah narkotika.

Pembuktian penyalah guna narkotika merupakan korban penyalahgunaan

narkotika merupakan hal yang sulit karena harus melihat awal penyalah guna

narkotika menggunakan narkotika dan diperlukan pembuktian bahwa penyalah

guna narkotika ketika menggunakan narkotika dalam kondisi dibujuk, diperdaya,

ditipu, dipaksa, dan/ atau diancam untuk menggunakan narkotika.

Dalam implementasinya, Mahkamah Agung mengeluarkan terobosan

dengan mengeluarkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 04 Tahun

2010 tentang Penetapan Penyalahgunaan, Korban Penyalahgunaan, dan Pecandu

Narkotika ke Dalam Lembaga Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial yang

menjadi pertimbangan hakim dalam memutus suatu persoalan hukum terhadap

pengguna narkotika, maka ditentukan klasifikasi tindak pidana sebagai berikut:

1. Terdakwa pada saat ditangkap oleh penyidik Polri dan penyidik Badan

Narkotika Nasional dalam kondisi tertangkap tangan.

2. Pada saat tertangkap tangan sesuai butir a diatas ditemukan barang bukti

pemakaian 1 (satu) hari dengan perincian antara lain sebagai berikut:

a. Kelompok Methamphetamine (sabu-sabu) seberat 1 gram.

b. Kelompok MDMA (ectasy) seberat 2,4 gram/ sebanyak 8 butir.

c. Kelompok Heroin seberat 1,8 gram.

d. Kelompok Kokain seberat 1,8 gram.

e. Kelompok Ganja seberat 5 gram.

Page 46: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN … · Penelitian hukum dengan aspek empiris tetap bertumpu pada premis normatif dengan fokus kajiannya pada esensi hukum yang tertuang

46

f. Daun Koka seberat 5 gram.

g. Meskalin seberat 5 gram.

h. Kelompok Psilosybin seberat 3 gram.

i. Kelompok LSD (d-lysergic acid diethylamide) seberat 2 gram.

j. Kelompok PCP (Phencyclidine) seberat 3 gram.

k. Kelompok Fentanil seberat 1 gram.

l. Kelompok Metadon seberat 0,5 gram.

m. Kelompok Morfin seberat 1,8 gram.

n. Kelompok Petidine seberat 0,96 gram.

o. Kelompok Kodein seberat 72 gram.

p. Kelompok Bufrenorfin seberat 32 gram.

3. Surat uji laboratorium positif menggunakan narkotika berdasarkan permintaan

penyidik.

4. Perlu surat keterangan dari dokter jiwa/psikiater pemerintah yang ditunjuk

oleh hakim.

5. Tidak terdapat bukti bahwa yang bersangkutan terlibat dalam peredaran gelap

narkotika.

Dalam hal hakim menjatuhkan pemidanaan berupa perintah untuk

dilakukan tindakan hukum berupa rehabilitasi atas diri terdakwa, majelis hakim

harus menunjuk secara tegas dan jelas tempat rehabilitasi yang terdekat dalam

amar putusannya. Tempat-tempat rehabilitasi yang dimaksud adalah:

a. Lembaga rehabilitasi medis dan sosial yang dikelola dan/atau dibina dan

diawasi oleh Badan Narkotika Nasional.

b. Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Cibubur, Jakarta.

Page 47: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN … · Penelitian hukum dengan aspek empiris tetap bertumpu pada premis normatif dengan fokus kajiannya pada esensi hukum yang tertuang

47

c. Rumah Sakit Jiwa di seluruh Indonesia (Departemen Kesehatan Republik

Indonesia).

d. Panti Rehabilitasi Departemen Sosial Republik Indonesia dan Unit Pelaksana

Teknis Daerah (UPTD).

e. Tempat-tempat rujukan lembaga rehabilitasi yang diselenggarakan oleh

masyarakat yang mendapat akreditasi dari Departemen Kesehatan atau

Departemen Sosial (dengan biaya sendiri).

Untuk menjatuhkan lamanya proses rehabilitasi, hakim harus sungguh-

sungguh mempertimbangkan kondisi atau taraf kecanduan terdakwa sehingga

wajib diperlukan adanya keterangan ahli dan sebagai standar dalam proses terapi

dan rehabilitasi adalah sebagai berikut:

a. Program Detoksifikasi dan Stabilisasi, lamanya 1 (satu) bulan.

Pada fase ini, pecandu menghadapi gejala putus zat (withdrawal). Untuk

membantu melewati masa putus zat digunakan pendekatan pharmakoterapi

dengan cara simptomatik atau substitusi.

b. Program Primer, lamanya 6 (enam) bulan.

Fase dilakukannya perubahan-perubahan yang bersifat internal. Pada fase ini

dibangun kembali sikap, pola hidup, kemampuan mengelola emosi,

pemahaman dan penerimaan diri, dan intelektual. Fase ini merupakan landasan

bagi proses pertumbuhan seorang pecandu dalam menjalankan pemulihannya.

c. Program Re-Entry, lamanya 6 (enam) bulan.

Maksud dari re-entry adalah kembali berintegerasi dengan kehidupan sosial

masyarakat (mainstream). Pada fase ini seorang pecandu di dalam program

sudah mulai kembali berintegerasi dengan lingkungan sosial masyarakat.

Page 48: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN … · Penelitian hukum dengan aspek empiris tetap bertumpu pada premis normatif dengan fokus kajiannya pada esensi hukum yang tertuang

48

Hakim dalam menjatuhkan pemidanaan berupa rehabilitasi terhadap

pengguna narkotika yang telah dibuktikan atau terbukti sebagai korban penyalahgunaan

narkotika merupakan makna dan hakikat pembaharuan hukum pidana dilihat dari sudut

pendekatan kebijakan sosial, yaitu upaya untuk mengatasi masalah-masalah sosial

(termasuk masalah kemanusiaan) dalam rangka mencapai tujuan nasional (kesejahteraan

masyarakat). Tindakan rehabilitasi berupa rehabilitasi medis maupun rehabilitasi sosial

terhadap korban penyalahgunaan narkotika dapat menjadikan hukum positif menjadi

lebih baik.

Sanksi Yang Dijatuhkan Oleh Hakim Pada Pengguna Narkotika

Dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang

Narkotika, sanksi bagi pengguna narkotika diatur dalam pasal sebagai berikut:

Pasal 116:

(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menggunakan Narkotika

Golongan I terhadap orang lain atau memberikan Narkotika Golongan I

untuk digunakan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5

(lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling

sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak

Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

(2) Dalam hal penggunaan narkotika terhadap orang lain atau pemberian

Narkotika Golongan I untuk digunakan orang lain sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) mengakibatkan orang lain mati atau cacat permanen, pelaku

dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana

penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun

dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah

1/3 (sepertiga).

Pasal 121:

Page 49: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN … · Penelitian hukum dengan aspek empiris tetap bertumpu pada premis normatif dengan fokus kajiannya pada esensi hukum yang tertuang

49

(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menggunakan Narkotika

Golongan II tehadap orang lain atau memberikan Narkotika Golongan II

untuk digunakan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4

(empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling

sedikit Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak

Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).

(2) Dalam hal penggunaan narkotika terhadap orang lain atau pemberian

Narkotika Golongan II untuk digunakan orang lain sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) mengakibatkan orang lain mati atau cacat permanen, pelaku

dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana

penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun

dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah

1/3 (sepertiga).

Pasal 126:

(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menggunakan Narkotika

Golongan III tehadap orang lain atau memberikan Narkotika Golongan III

untuk digunakan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3

(tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling

sedikit Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) dan paling banyak

Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

(2) Dalam hal penggunaan narkotika tehadap orang lain atau pemberian

Narkotika Golongan III untuk digunakan orang lain sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) mengakibatkan orang lain mati atau cacat permanen, pelaku

dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling

Page 50: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN … · Penelitian hukum dengan aspek empiris tetap bertumpu pada premis normatif dengan fokus kajiannya pada esensi hukum yang tertuang

50

lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 127:

(1) Setiap Penyalah Guna:

a. Narkotika Golongan I bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara

paling lama 4 (empat) tahun;

b. Narkotika Golongan II bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara

paling lama 2 (dua) tahun; dan

c. Narkotika Golongan III bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara

paling lama 1 (satu) tahun.

(2) Dalam memutus perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hakim wajib

memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54, Pasal 55,

dan Pasal 103.

(3) Dalam hal penyalah guna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat

dibuktikan atau terbukti sebagai korban penyalahgunaan narkotika, penyalah

guna tersebut wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.

Pasal 128:

(1) Orang tua atau wali dari pecandu yang belum cukup umur, sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) yang sengaja tidak melapor, dipidana

dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda

paling banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).

(2) Pecandu narkotika yang belum cukup umur dan telah dilaporkan oleh orang

tua atau walinya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) tidak

dituntut pidana.

Page 51: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN … · Penelitian hukum dengan aspek empiris tetap bertumpu pada premis normatif dengan fokus kajiannya pada esensi hukum yang tertuang

51

(3) Pecandu narkotika yang telah cukup umur sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 55 ayat (2) yang sedang menjalani rehabilitasi medis 2 (dua) kali masa

perawatan dokter di rumah sakit dan/atau lembaga rehabilitasi medis yang

ditunjuk oleh pemerintah tidak dituntut pidana.

(4) Rumah sakit dan/atau lembaga rehabilitasi medis sebagaimana dimaksud

pada ayat (3) harus memenuhi standar kesehatan yang ditetapkan oleh

Menteri.

Pasal 134:

(1) Pecandu narkotika yang sudah cukup umur dan dengan sengaja tidak

melaporkan diri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (2) dipidana

dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda

paling banyak Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah).

(2) Keluarga dari pecandu narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang

dengan sengaja tidak melaporkan pecandu narkotika tersebut dipidana

dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau pidana denda paling

banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).

Page 52: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN … · Penelitian hukum dengan aspek empiris tetap bertumpu pada premis normatif dengan fokus kajiannya pada esensi hukum yang tertuang

52

BAB : VI

PENUTUP

KESIMPULAN

Berdasarkan uraian permasalahan yang telah dibahas, maka dapat ditarik

simpulan sebagai berikut:

1. Pengguna narkotika yang dimaksud sebagai korban penyalahgunaan narkotika

sebagaimana menurut Penjelasan Pasal 54 Undang-Undang Nomor 35 Tahun

2009 tentang Narkotika yang menyatakan bahwa korban penyalahgunaan

narkotika adalah seseorang yang tidak sengaja menggunakan narkotika karena

dibujuk, diperdaya, ditipu, dipaksa, dan/atau diancam untuk menggunakan

narkotika.

2. Pertimbangan hakim di Pengadilan Negeri Denpasar dalam menjatuhkan

sanksi pada pengguna narkotika antara lain:

a. Dibuktikan adanya perbuatan melawan hukum yang artinya tanpa hak atau

tanpa ijin dari pihak yang berwenang.

a. Adanya rekam medis bahwa orang tersebut positif mengkonsumsi

narkotika.

b. Barang bukti berdasarkan uji laboratorium forensik positif mengandung

sediaan narkotika.

c. Adanya barang bukti berupa alat hisap narkotika (bong).

Saran

Page 53: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN … · Penelitian hukum dengan aspek empiris tetap bertumpu pada premis normatif dengan fokus kajiannya pada esensi hukum yang tertuang

53

Berdasarkan uraian dan simpulan di atas, maka diajukan saran sebagai

berikut:

1. Kualifikasi pengguna narkotika sebagai korban penyalahgunaan narkotika

sebaiknya memenuhi hasil pemeriksaan penyidik Polri yang dituangkan dalam

berkas perkara bahwa yang bersangkutan telah menyalahgunakan narkotika

minimal 6 (enam) bulan yang lalu dan dalam rangka pelaksanaan rehabilitasi

medis dan rehabilitasi sosial bagi pecandu narkotika dan korban

penyalahgunaan narkotika, di Bali belum ada tempat khusus untuk

melaksanakan rehabilitasi sosial. Oleh karena itu, diharapkan agar pihak yang

berkompeten dibidang ini menyediakan tempat khusus untuk melaksanakan

rehabilitasi sosial.

2. Hakim dalam memberikan putusannya terhadap korban penyalahgunaan

narkotika selain berdasarkan pertimbangan hakim juga harus ada bukti secara

tertulis yang dikeluarkan oleh pihak yang berwenang (dokter) tentang hasil test

darah dan urine terdakwa yang positif telah menggunakan narkotika secara

melawan hukum (tanpa seijin dokter). Hal ini diajukan saran mengingat dalam

putusan hakim walaupun hasil test darah dan urine terdakwa negatif (tidak ada

indikasi telah menggunakan narkotika), tetapi oleh hakim diputus berdasarkan

Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang

Narkotika.

Page 54: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN … · Penelitian hukum dengan aspek empiris tetap bertumpu pada premis normatif dengan fokus kajiannya pada esensi hukum yang tertuang

54

DAFTAR PUSTAKA

BUKU Soetandyo Wignjosoebroto, 2008, Bahan Bacaan Penulisan Disertasi (Selanjutnya

disebut Soetandyo Wignjosoebroto III), UNDIP Semarang. Siswanto Sunarso, 2004, Penegakan Hukum Psikotropika dalam Kajian Sosiologi

Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta S. Nasution, 1996, Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif, Tarsito, Bandung Pedoman P4GN ( Handbook Badan Narkotika Nasional , 2007) Morris L. Cohen, Kent C. Olson, 2000, Legai Research, West Group,USA Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman, 1992, Analisis Data Kualitatif, UI Press,

Jakarta Lydia Harlina Martono & Satya Joewana, 2006, Membantu Pemulihan Pecandu

Narkoba & Keluarganya, Balai Pustaka, Jakarta Bambang Sutiyoso, 2007, Metode Penemuan Hukum Upaya Mewujudkan Hukum yang

Pasti dan Berkeadilan, UII Press, Yogyakarta Arief Amrullah, 2010, Politik Hukum Pidana Dalam Perlindungan Korban kejahatan

Ekonomi di Bidang Perbankan, Bayumedia, Jakarta INTERNET Roelly Rosuli, 2012, Kantor Baru BNN Bali Dipelaspas,

http://balinasionalnews.blogspot.com, diakses 11 April 2013. Cokorda Yudhistira, 2013, BNN Bangun Pusat Rehabilitasi di Bali,

http://nasional.kompas.com, diakses 11 April 2013. BNN: Kasus Penyalahgunaan Narkotika di Indonesia Naik Tajam

http://www.majalahpotretindonesia.- com, diakses 14 April 2013. http://www.bnn.go.id Nyuciek Asih, 2012, Nyabu, Eks Pilot Lion Air Diganjar Satu Tahun,

http://www.beritajatim.com diakses 12 April 2013. Lima Pengguna Narkoba Di Sumenep Jalani Rehabilitasi, http://www.ciputranews.com,

diakses 12 April 2013. Pengguna Narkotika di Bali Mencapai 50.530 Orang, http://www.beritabali.com,

diakses 12 April 2013.

Page 55: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN … · Penelitian hukum dengan aspek empiris tetap bertumpu pada premis normatif dengan fokus kajiannya pada esensi hukum yang tertuang

55

http://www.beritaindonesia.co.id/nasional/narkoba-menyebar-ke-penjuru-negeri, Jan 6,

2013 at 22:40 pm http://www. cribd.com/doc/43029701/Untitled , Mart 7, 2013 at 10.48 am http://www.bnn.go.id/portalbaru/portal/konten.php?nama=PressRelease&op=detail_pre

ss_release&id=68&mn=2&smn=e, Jakarta, 31 Peb 2013