KAREBA PALU KORO KABAR PENANGANAN BENCANA SULTENG Februari 2019 - I edisi #7 Warga di Desa Salua memanfaatkan fasilitas MCK yang dibangun oleh ERCB. Foto: Martin Dody/ERCB AIR, SANITASI DAN KEBERSIHAN, PERAN SEMUA PIHAK Pembentukan gugus tugas di tingkat Kabupaten Sigi disampaikan oleh Sekretaris Daerah Kabupaten Sigi, Muhammad Basir, dalam pertemuan organisasi-organisasi yang melaksanakan intervensi di sektor WASH (water, sanitation, and hygiene - air, sanitasi dan kebersihan) pada 31 Januari 2019. Pertemuan yang diadakan di ruang rapat bupati yang bertempat di Biromaru, Sigi ini bertujuan untuk mengkoordinasikan dan memetakan pelaku di sektor WASH di Kabupaten Sigi. Selain itu ingin juga dilihat bagaimana peran pemerintah daerah setelah masa transisi bencana, terutama rencana rehabilitasi dan rekonstruksi di masa mendatang. Gugus tugas yang sudah terbentuk di Kabupaten Sigi meliputi gugus tugas di bidang infastruktur, sosial budaya, dan ekonomi. Pembentukan gugus tugas inilah salah satu upaya pemerintah Kabupaten Sigi untuk mempersiapkan jajarannya untuk lebih siap untuk memasuki masa rehabiliasi dan rekonstruksi. Diakui bahwa hal mitigasi bencana, pemerintah daerah kurang siap. “Dinas-dinas yang terkait tidak berfungsi dengan baik, permintaan bantuan tidak segera bisa ditanggapi,” kata Basir. Kehadiran lembaga swadaya masyarakat (LSM) dari masa tanggap bencana hingga masa transisi ini diapresiasi karena banyak hal yang bisa diintervensi pemerintah daerah berkat peran LSM di berbagai sektor. Untuk mengoordinasikan siapa, apa yang dilakukan, dan dimana melakukan intervensi, pertemuan-pertemuan per-klaster seperti klaster WASH ini dilaksanakan. “Harapannya adalah agar bisa bersama-sama membuat perencanaan yang bermanfaat bagi masyarakat,” tambahnya. Pemenuhan kebutuhan akan air ke tempat-tempat pengungsian masih dirasa kurang mencukupi untuk saat ini. Ditambah, pemenuhan kebutuhan air ini difokuskan juga untuk ke hunian sementara (huntara). Pemenuhan kebutuhannya baik dengan mobil tangki air (MTA) maupun dengan membuat sumur bor di sekitar huntara. “Selama masih menggunakan MTA maka biaya agak mahal dan akan selalu terasa kurang,” kata Caco Laratu, Kepala Satuan Kerja (Satker) Direktorat Penyehatan Lingkungan Permukiman (PLP) Ditjen Cipta Karya Kementerian PUPR Sulawesi Tengah. Bersambung ke halaman 6...
8
Embed
PERAN SEMUA PIHAK - humanitarianresponse.info filePenetapan Data Korban Bencana Alam Gempa Bumi, Tsunami dan Likuefaksi tahun 2018 dan surat permohonan bantuan kepada kepala Badan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
KAREBA PALU KOROKABAR PENANGANAN BENCANA SULTENG
Februari 2019 - I edisi #7
Warga di Desa Salua memanfaatkan fasilitas MCK yang
dibangun oleh ERCB. Foto: Martin Dody/ERCB
AIR, SANITASI DAN KEBERSIHAN, PERAN SEMUA PIHAK
Pembentukan gugus tugas di tingkat Kabupaten Sigi
disampaikan oleh Sekretaris Daerah Kabupaten Sigi, Muhammad
Basir, dalam pertemuan organisasi-organisasi yang melaksanakan
intervensi di sektor WASH (water, sanitation, and hygiene - air,
sanitasi dan kebersihan) pada 31 Januari 2019. Pertemuan yang
diadakan di ruang rapat bupati yang bertempat di Biromaru,
Sigi ini bertujuan untuk mengkoordinasikan dan memetakan
pelaku di sektor WASH di Kabupaten Sigi. Selain itu ingin juga
dilihat bagaimana peran pemerintah daerah setelah masa transisi
bencana, terutama rencana rehabilitasi dan rekonstruksi di masa
mendatang.
Gugus tugas yang sudah terbentuk di Kabupaten Sigi meliputi
gugus tugas di bidang infastruktur, sosial budaya, dan ekonomi.
Pembentukan gugus tugas inilah salah satu upaya pemerintah
Kabupaten Sigi untuk mempersiapkan jajarannya untuk lebih siap
untuk memasuki masa rehabiliasi dan rekonstruksi. Diakui bahwa
hal mitigasi bencana, pemerintah daerah kurang siap.
“Dinas-dinas yang terkait tidak berfungsi dengan baik,
permintaan bantuan tidak segera bisa ditanggapi,” kata Basir.
Kehadiran lembaga swadaya masyarakat (LSM) dari masa
tanggap bencana hingga masa transisi ini diapresiasi karena
banyak hal yang bisa diintervensi pemerintah daerah berkat
peran LSM di berbagai sektor. Untuk mengoordinasikan
siapa, apa yang dilakukan, dan dimana melakukan intervensi,
pertemuan-pertemuan per-klaster seperti klaster WASH ini
dilaksanakan.
“Harapannya adalah agar bisa bersama-sama membuat
perencanaan yang bermanfaat bagi masyarakat,” tambahnya.
Pemenuhan kebutuhan akan air ke tempat-tempat
pengungsian masih dirasa kurang mencukupi untuk saat ini.
Ditambah, pemenuhan kebutuhan air ini difokuskan juga untuk
ke hunian sementara (huntara). Pemenuhan kebutuhannya baik
dengan mobil tangki air (MTA) maupun dengan membuat sumur
bor di sekitar huntara.
“Selama masih menggunakan MTA maka biaya agak mahal dan
akan selalu terasa kurang,” kata Caco Laratu, Kepala Satuan Kerja
(Satker) Direktorat Penyehatan Lingkungan Permukiman (PLP)
Ditjen Cipta Karya Kementerian PUPR Sulawesi Tengah.
Bersambung ke halaman 6...
KAREBA PALU KORO
PALU - Kabar gembira bagi warga korban bencana gempa bumi,
tsunami dan likuifaksi di Kota Palu, Sigi, Donggala dan Parigi
Moutong. Usulan dana stimulan dan uang santunan duka akan
dicairkan awal Februari. Pemerintah Propinsi Sulawesi Tengah
mengajukan Rp2,6 triliun untuk dua hal tersebut.
Hal itu disampaikan Wakil Presiden HM Jusuf Kalla (JK) usai
memimpin Rapat Evaluasi Penanganan Bencana Sulawesi Tengah,
Kamis, 31 Januari 2019 di Kantor Gubernur Sulawesi Tengah.
Kata Jusuf Kalla, untuk warga yang direlokasi masih menunggu
status tanah. Sedangkan warga yang rumahnya rusak berat,
sedang dan ringan akan diberikan dana stimulan untuk
membangun kembali. Begitu pula uang duka juga akan dicairkan
bersamaan dengan dana stimulan pemukiman.
Pemerintah, kata Jusuf Kalla menargetkan pembangunan
hunian tetap selama dua tahun.
"Yang mendapatkan dana stimulan tidak lagi direlokasi.
Pembangunan hunian untuk warga yang direlokasi akan
dilakukan oleh pemerintah melalui PUPR atau swasta dan
targetnya dua tahun pembangunan," kata JK.
Sedangkan untuk pembangunan kembali bangunan milik
pemerintah, sekolah, rumah sakit, puskesmas, jalan masih
menunggu hasil assemen.
"Dana stimulan bagi kerusakan pemukiman dan uang duka cair
pekan depan," kata Jusuf Kalla.
Hanya saja untuk pencairan dana santunan duka bagi korban
jiwa akibat gempa bumi, tsunami dan likuifaksi masih ada sedikit
kendala terkait ahli waris yang belum lengkap.
Sebelumnya, Gubernur Sulawesi Tengah (Sulteng) Longki
Djanggola memimpin rapat koordinasi evaluasi terkait finalisasi
data dan informasi rekapitulasi progres korban bencana di
wilayahnya yang berlangsung di Ruang Polibu kantor gubernur
setempat, Selasa (29/1/2019).
Dalam rapat koordinasi itu Gubernur Longki didampingi Ketua
DPRD Sulteng Aminuddin Ponulele, Sekretaris Provinsi Hidayat
Lamakarate serta Satgas Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat
Dalam keterangannya, gubernur telah menetapkan Surat
Keputusan (SK) Nomor: 360/006/BPBD-G-ST/2019 tentang
Penetapan Data Korban Bencana Alam Gempa Bumi, Tsunami dan
Likuefaksi tahun 2018 dan surat permohonan bantuan kepada
kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana RI untuk realisasi
pemberian dana stimulan berdasarkan datanama penerima
manfaat dan alamatnya.
Menurut gubernur, berdasarkan data, jumlah korban jiwa yang
meninggal dunia di Kota Palu akibat bencana sebanyak 2.141
orang, di Sigi 289 orang, Donggala 212 orang, dan Parigi Moutong
15 orang.
Total korban jiwa yang meninggal 2.657 orang, hilang 667
orang, korban jiwa tak teridentifikasi 1.016, total korban jiwa 4.340
orang.
Untuk data kondisi rumah rusak ringan di Kota Palu sebanyak
17.293 unit, sedang 12.717 unit, berat 9.181 unit, dan hilang 3.673,
total 42.864 rumah.
Sementara di Kabupaten Sigi rumah rusak ringan 10.612 unit,
sedang 6.480 unit, berat 12.842, hilang 302, dengan total 30.236
unit rumah.
Kabupaten Donggala rusak ringan 7.989, sedang 6.099, berat
7.215, hilang 75 unit, total 21.378 unit rumah. Di Kabupaten Parigi
Moutong rusak ringan 4.191 unit, sedang 826 unit, dan berat 533
unit, total 5.550 unit rumah.
Dalam rapat koordinasi tersebut selanjutnya didiskusikan
untuk disepakati hal-hal yang meliputi hak mendapatkan hunian
sementara, hunian tetap, dana stimulan jaminan hidup dan
santunan duka oleh Walikota Palu, Bupati Sigi, Bupati Donggala,
serta Bupati Parigi Moutong.
Terdapat enam poin utama yang menjadi pembahasan yang
penyerahannya nya paling lambat diterima gubernur dari bupati
yang daerahnya terdampak bencana sebelum Wakil Presiden
Jusuf Kalla tiba di Sulteng.
Poin tersebut meliputi masyarakat terdampak berhak
mendapatkan hunian sementara dan hunian tetap serta
mendapatkan jaminan hidup selama 60 hari sejak menempati
hunian sementara, berhak mendapatkan dana stimulan masing-
masing maksimal Rp 25 juta untuk rusak sedang dan maksimum
Rp 10 juta bagi rumah rusak ringan, dan . Untuk mendapatkan hal
tersebut masyarakat harus menunjukkan surat kepemilikan atau
surat keterangan dari pemerintah setempat.
Pada kesempatan itu pula juga diserahkan data hasil akuisisi
pemetaan dasar pemulihan pasca bencana Sulawesi Tengah
dari Kepala Pusat Pemetaan Rupa Bumi dan Toponimi Badan
Informasi Geospasial kepada Gubernur Sulteng, Bupati Sigi, Bupati
Donggala, Wakil Bupati Parigi Moutong, Sekretaris Kota Palu,
dan Ketua Satgas PUPR. (Pataruddin, Kabar Sulteng Bangkit, 1 Februari 2019)
Foto: Wapres RI Yusuf Kalla dalam Rapat Evaluasi Penanganan Bencana Sulawesi Tengah, foto oleh: Pataruddin.
DANA STIMULAN DAN SANTUNAN DICAIRKAN AWAL FEBRUARI
02
KAREBA PALU KORO
Rencana Induk Pemulihan dan Pembangunan Kembali Wilayah
Pascabencana Provinsi Sulawesi Tengah telah disusun bersama
oleh lintas kementerian dan lembaga pemerintah, mencakup
Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas),
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional
(ATR/BPN), Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB),
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Badan
Meterologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), dan Badan
Informasi Geospasial (BIG) bekerja sama dengan Pemerintah
Daerah Provinsi dan Kabupatan/Kota di Sulawesi Tengah serta
lembaga-lembaga yang terkait. Dalam dokumen ini, dimuat
rancangan langkah-langkah rehabilitasi dan rekonstruksi yang
akan dilakukan di Provinsi Sulawesi Tengah.
Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan seluruh
aspek layanan publik/masyarakat sampai tingkat memadai
pada wilayah pascabencana, sedangkan rekonstruksi adalah
pembangunan kembali seluruh prasarana dan sarana serta
kelembagaan pada wilayah pascabencana. Rehabilitasi
dan rekonstruksi terbagi menjadi beberapa sektor yaitu
Perumahan dan permukiman, infrastruktur, sosial, dan budaya,
perekonomian wilayah dan masyarakat, serta lintas sektor.
Penyelenggaraan rehabilitasi dan rekonstruksi merupakan
upaya penanggulangan bencana pada tahap pascabencana
di mana dalam pelaksanaannya harus selaras dengan rencana
pembangunan di tingkat nasional maupun daerah.
Kebijakan-kebijakan yang akan diambil oleh pemerintah
provinsi Sulawesi Tengah untuk tahap rehabilitasi dan
rekonstruksi tersebut antara lain:
1. Rehabilitasi dan Rekonstruksi Perumahan dan Permukiman. Kebijakan ini diambil karena akibat bencana gempa, tsunami,
dan likuefaksi sektor perumahan dan permukiman ini yang
megalami kerusakan dan kerugian terberat dengan nilai
kerusakan ditaksir sebesar Rp 8,1 triliun dan kerugian sebesar
Rp. 1,23 triliun.
2. Rehabilitasi dan Rekonstruksi Infrastruktur
Dengan nilai kerugian sebesar Rp. 59,4 miliar, jika tidak
dilakukan rehabilitasi dan rekonstruksi di sektor ini maka
akan berdampak pada terganggunya aktivitas masyarakat
akibat rusaknya sistem transportasi dan komunikasi,
contohnya. Selain dapat mengganggu perekonomian
masyarakat, juga bisa menimbulkan rasa tidak aman atau
trauma pada masyarakat.
3. Rehabilitasi dan Rekonstruksi Sosial dan Budaya Kejadian bencana pada tanggal 28 September 2018 lalu
menimbulkan efek jangka panjang dari sisi psikologis
warga terdampak. Penyebabnya antara lain kehilangan
sanak keluarga, tertundanya berbagai kegiatan seperti
kegiatan pendidikan, menurunnya kondisi kesehatan para
warga terdampak. Di sektor budaya, bencana tersebut
menyebabkan hilangnya bukti sejarah setempat dan tokoh-
tokoh masyarakat yang menjadi korban.
4. Rehabilitasi dan Rekonstruksi Perekonomian Wilayah dan Masyarakat
Kerusakan dan kerugian di sektor ekonomi dengan nilai
kerugian sebesari Rp. 1,9 triliun menyebabkan lumpuhnya
roda perekonomian akibat rusaknya sarana dan prasarana
yang mendukung kegiatan ekonomi.
5. Rehabilitasi dan Rekonstruksi Lintas Sektor Yang dimaksud dengan lintas sektor adalah sektor keamanan
dan ketertiban, fungsi pemerintahan, perempuan, anak-
anak dan kelompok rentan (disabilitas). Terkait perempuan
dan anak-anak, beberapa kali ditemukan kasus pelecehan
dan kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak di lokasi
pengungsian. Hilangnya dokumen kependudukan juga
mempersulit dalam melakukan pendataan.
Selain rancangan kebijakan untuk rehabilitasi dan rekonstruksi
serta pembangunan serta kembali di beberapa sektor.
Diantaranya (1) Penataan Ruang Kawasan Permukiman Baru, (2)
Penataan Administrasi Kependudukan Wilayah Permukiman
Bersambung ke halaman 5...
RENCANA INDUK PEMULIHAN DAN PEMBANGUNAN KEMBALI WILAYAH PASCABENCANA PROVINSI SULAWESI TENGAH
03
KAREBA PALU KORO
Pertemuan dua mingguan untuk Sub
Klaster Hunian kembali dilaksanakan
di kantor Dinas Sosial Provinsi Sulawesi
Tengah pada tanggal 1 Februari 2019. Sub
Klaster Hunian ini berada di bawah Klaster
Nasional Pengungsian dan Perlindungan
yang dikoordinasikan oleh Kementerian
Sosial. Ada beberapa perkembangan
yang disampaikan oleh Wahyu Widayanto
selaku Koordinator Tim Pendukung Klaster
Hunian terkait pembangunan hunian
sementara (huntara) di Palu, Sigi, dan
Donggala (Pasigala).
Wahyu menyampaikan bahwa saat
kunjungan Wakil Presiden Republik
Indonesia, Yusuf Kalla, ke Palu, Sulawesi
Tengah dibahas tentang kesiapan dana
stimulan dan dana santunan bersama dengan Gubernur Sulawesi
Tengah, Longki Djanggola, menteri/kepala Bappenas (Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional), menteri PUPR (Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat), menteri ATR (Agraria dan Tata
Ruang), kepala BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana)
dan wakil Menteri Keuangan. Ditegaskan oleh wakil presiden
bahwa bupati atau walikota harus segera menyiapkan dan
mengajukan data penerima manfaat yang jelas dan valid, baik
nama, alamat, usia, dan data pendukung lainnya.
“Belum adanya petunjuk pelaksanaan (juklak) dan petunjuk
teknis (juknis) mungkin akan menjadi kendala dalam penyaluran
dana stimulan ke masyarakat nantinya,” kata Wahyu.
Penyaluran dana stimulan tersebut rencananya akan melalui
mekanisme transfer tunai langsung ke masing-masing kepala
keluarga (KK). Kekhawatiran yang muncul terkait penggunaan
dana tersebut yang tidak sesuai peruntukannya. Pemberian
jaminan hidup (jadup) sebesar sepuluh ribu rupiah per kepala per
hari selama dua bulan juga dibahas dalam pertemuan tersebut.
Terkait pembangunan hunian tetap (huntap), Wahyu
menyampaikan bahwa banyak pihak yang menyatakan tentang
rencana pembangunan huntap ini.
“Pembangunan huntap sebenarnya sudah diinisiasi juga oleh
pemerintah, dengan luas bangunan 27 meter persegi di luas tanah
150 meter persegi dari kesepakatan awal luas bangunan 32 meter
persegi,” kata Wahyu.
Pembebasan lahan sedang berlangsung di Duyu. Sementara
ini, huntap hanya diperuntukkan untuk rumah yang hilang di area
likuefaksi dan akan direlokasi.
“Akan tetapi hal ini masih dikaji kembali apakah hanya untuk
rumah yang hilang di area likuefaksi atau bisa juga untuk rumah
rusak berat di sekitar area likuefaksi,” tambahnya.
Pembangunan Huntara kolektif saat ini juga sedang dievaluasi
oleh PUPR. Dari target sebanyak 699 unit, saat baru sekitar
lebih dari 200 unit yang sudah selesai. Pembangunannya untuk
sementara dihentikan karena kendala administratif.
Wahyu dalam menyampaikan pesan Hidayat Lamakarate,
Sekretaris Daerah Provinsi Sulawesi Tengah, pemerintah daerah
akan mendorong berbagai pihak untuk pemenuhan kebutuhan
akan huntara. Pembangunan huntara juga harus memenuhi
kualitas bangunan, misalnya pemilihan bahan, pengerjaan dan
kekuatan bangunan.
Selain bangunan huntaranya, pemenuhan kebutuhan akan
logistik, air bersih, dan pemeriksaan kesehatan masih dirasa
kurang, terutama di area huntara kolektif.
Ada catatan penting bahwa dalam pembangunan huntara
ataupun huntap, organisasi-organisasi yang terlibat hendaknya
memperhatikan beberapa aspek, diantaranya pelibatan
masyarakat dari perencanaan hingga pembangunannya
(partisipatif).
Emergency Response Capacity Building (ERCB) sendiri
berencana untuk membangun sebanyak 223 unit huntara dengan
konsep “rumah tumbuh” . Sebanyak 223 unit huntara yang
direncanakan untuk dibangun tersebut dibagi ke dua kabupaten:
178 unit di Kabupaten Sigi dan 45 unit di Kabupaten Donggala.
(mdk)
Para pekerja konstruksi sedang mengerjakan pembangunan huntara
di Kabupaten Donggala. Foto: Martin Dody/ERCB
HUNTARA: PARTISIPATIF DAN MENINGKATKAN KAPASITAS MASYARAKAT
04
KAREBA PALU KORO
Baru, (3) Pembangunan Perumahan pada Permukiman Baru,
(4) Pembangunan Infrastruktur pada Permukiman Baru, (5)
Pembangunan Sosial Budaya dan Perekonomian Wilayah,
dan (6) Pembangunan Kelembagaan Pemerintah dan
Kemasyarakatan. Keenam hal di atas terangkum dalam rencana
Pembangunan Kawasan Permukiman Baru. Kebutuhan akan
lahan atau lokasi untuk relokasi, penolakan warga akibat
beberapa faktor, dan masalah pembiayaan menjadi kendala.
Untuk itu, pemerintah daerah Provinsi Sulawesi Tengah
mengambil langkah kebijakan antara lain: melibatkan
masyarakat dalam pembangunan perumahan yang baru dalam
hal penentuan lokasi, keinginan masyarakat atas permukiman
berkelompok atau perorangan, atau juga dalam pemilihan
bahan baku yang mengadopsi kearifan lokal. Terdapat pula
kegiatan untuk peningkatan kapasitas dengan melakukan
pelatihan-pelatihan untuk para tukang yang terlibat dalam
pembangunan. Kajian risiko juga dilaksanakan atas wilayah
yang dipilih untuk membangun permukiman tersebut.
Pengurangan risiko bencana wilayah pascabencana dan
rawan bencana dimasukkan pula dalam Rencana Induk
Pemulihan dan Pembangunan Kembali Wilayah Pascabencana
Provinsi Sulawesi Tengah ini. Untuk wilayah-wilayah yang
rawan bencana, dilakukan pemetaan kawasan rawan
bencana dan dilakukan analisa risiko bencana untuk masing-
masing kawasan. Untuk pembangunan di kawasan-kawasan
tersebut harus mempertimbangkan risiko bencana dan
tidak menghasilkan kerentanan baru. Untuk wilayah-wilayah
pascabencana, pembangunan kewilayahan berbasis mitigasi
risiko bencana ditekankan dalam perencanaannya. Perumusan
kembali rencana tata ruang yang berbasis risiko bencana serta
perumusan dan pengesahan detail tata ruang dan peraturan
zonasi sebagai instrument pengendalian pemanfaatan ruang
tertuang di bagian ini. Demikian juga peningkatan kapasitas
dan kelembagaan kota dan kabupaten untuk mendorong
kesiapsiagaan dan kemampuan untuk melakukan mitigasi
bencana. (mdk)
Sumber: Rencana Induk Pemulihan dan Pembangunan Kembali Wilayah Pascabencana Provinsi Sulawesi Tengah, Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah 2018
Diterbitkan oleh: Kedeputian Bidang Pengembangan Regional, Kementerian PPN/ BappenasJalan Taman Suropati Nomor 2, Jakarta 10130
Sambungan halaman 3...
05
KAREBA PALU KORO
Untuk pembuatan sumur bor untuk kebutuhan huntara, di
Petobo misalnya, dengan bekerja sama dengan LSM, dapat dibuat
2 titik sumur bor dengan debit air 7 liter per detik dan 5 liter per
detik.
“Menurut perhitungan kami bisa untuk mencukupi kebutuhan
air 60 liter per orang per hari di lokasi huntara tersebut,”
tambahnya.
Di Kabupaten Sigi ada satu titik di Kelurahan Mpanau
dengan debit air 5 liter per detik. Upaya membuat sumur bor
ini sebetulnya disambut oleh banyak pihak, terutama untuk
pemenuhan kebutuhan di Huntara. Namun kendalanya, tidak
semua wilayah bisa dengan mudah dilakukan pengeboran.
“Contohnya di Gawalise, mata bor patah tidak hanya sekali,
bahkan ganti mesin,” cerita Caco.
Terkait air bersih, yang membutuhkan perhatian tidak
hanya untuk pemenuhannya saja. Namun juga perlu adanya
pendampingan atau semacam advokasi kepada para penyintas
yang tinggal di lokasi-lokasi pengungsian atau huntara mengenai
penggunaan air. Dalam kondisi normal, penggunaan air per
orang per hari mungkin bisa hingga 150 liter per orang per hari.
Namun hal ini tidak bisa diterapkan dalam kondisi di area-area
pengungsian atau Huntara. Terbatasnya jumlah air yang mampu
disuplai membuat pola penggunaanya harus diubah.
“Tidak bisa seperti kondisi normal dimana air melimpah di
masing-masing rumah,” kata Caco.
Permasalahan lain terkait WASH di lokasi-lokasi pengungsian
sebetulnya sudah muncul sejak masa tanggap darurat, yaitu
terkait limbah dan sampah. Limbah yang dimaksud adalah limbah
yang berasal dari fasilitas MCK darurat yang menggunakan septic
tank darurat. Permintaan penyedotan tinja di Kabupaten Sigi
cukup tinggi. Operasional cukup tinggi di kabupaten ini karena
pemerintah daerah belum memiliki kendaraan penyedot tinja
dan pembuangannya harus ke Instalasi Pengolahan Lumpur
Tinja (IPLT) di Palu karena IPLT yang di Kabupaten Sigi belum
Berita Foto
Air, Sanitasi dan Kebersihan,...Sambungan halaman 1...
06
KAREBA PALU KORO
Berita fotoPenyediaan Ruang Ramah Anak di lingkungan
Huntara perlu dipertimbangkan. Tidak hanya sebagai
tempat belajar dan bermain mereka, namun juga
menghindarkan mereka dari kemungkinan pelecehan
atau tindak kekerasan lainnya. Foto: Martin Dody/ERCB
beroperasi.
“Di Pasigala hanya ada 6 unit truk sedot tinja. 4 unit untuk
kebutuhan di Kota Palu, dimana operasionalnya dibantu oleh teman-
teman LSM, yang 2 unit kami gunakan untuk kebutuhan di Sigi dan
Donggala,” tambah Caco.
Tantangan ke depan adalah bagaimana mengupayakan untuk
memindahkan para penyintas ke lokasi-lokasi pengungsian ke
huntara agar penanganannya lebih terpusat, tidak terbagi ke banyak
titik. Disini peran dari LSM sangat diharapkan oleh pemerintah daerah,
untuk mendukung intervensi yang dilakukan untuk pemenuhan
kebutuhan air, penanganan sanitasi, dan promosi kebersihan dan
kesehatan di lokasi-lokasi huntara akibat keterbatasan baik anggaran
maupun sumber daya dari pemerintah daerah.
Oleh karenanya dalam pertemuan ini kembali dipetakan
organisasi yang terlibat, melakukan apa, dimana, dan kapan untuk
mempermudah koordinasi. Ketika intervensi sudah dilakukan,
ada tindak lanjut dari sisi pemerintah daerah: bagaimana peran
pemerintah untuk melakukan perawatan agar pemanfaatan dapat
berlangsung untuk jangka panjang. Peran masyarakat
pun didorong, salah satunya dengan pembentukan
Kelompok Masyarakat (Pokmas) di huntara-huntara untuk
lebih mendukung pengelolaan Huntara, salah satunya
kebutuhan yang terkait WASH. (mdk)
07
KAREBA PALU KORO
Kareba Palu Koro adalah media penyebaran informasi terkait penanganan bencana di Sulawesi Tengah yang dikelola oleh Jaringan Emergency Response Capacity Building (ERCB) pada masa tanggap darurat hingga masa rehabilitasi pasca bencana gempa, tsunami, dan likuifaksi 28 September 2018 di Palu, Sigi, dan Donggala, Sulawesi Tengah. Media ini didukung oleh pendanaan dari SHO dan Cordaid dan terbit dua mingguan.
Pemimpin Redaksi: Arfiana Khairunnisa (ERCB Indonesia)
Redaksi: Martin Dody Kumoro
Saran dan masukan dapat dikirimkan melalui [email protected] atau dialamatkan ke Jl. Karanja Lembah, Lorong BTN Polda, Samping Perum Kelapa GadingDesa Kalukubula, Kec. Sigi Biromaru, Kab. Sigi, Sulteng
REDAKSIONALPERENCANAAN YANG BAIK UNTUK PENANGANAN PASIGALA
“Negara harus hadir dalam penanganan
bencana,” kata Andika, Sekretaris Jendral
Pasigala Center, pada pertemuan berbagi
praktik baik (best practice) Pemerintah Daerah
Kabupaten Sigi pada 30 Januari 2019 di
Kantor Yayasan Tanah Merdeka, Jalan Tanjung
Manimbaya, Palu. Pertemuan ini terkait peran
Kabupaten Sigi terkait peranannya dalam masa
tanggap darurat pasca becana gempa, tsunami,
dan likuefaksi tanggal 28 September 2018 yang
lalu hingga masa transisi saat ini.
Yang dimaksud dengan negara harus hadir
adalah harapan agar negara, dalam hal ini
pemerintah daerah, membangun semacam
skema untuk penanganan bencana hingga ke
tahap rehabilitasi dan rekonstruksi nantinya.
“Hal ini karena bencana ini bukan (dinyatakan)
bencana nasional tapi penanganannya (dirasa)
sangat terpusat dari Jakarta,” kata Andika.
Oleh karenanya pertemuan ini diadakan
agar daerah-dearah lain dapat belajar tentang
praktik-praktik baik yang telah dilakukan
oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Sigi dan
mereplikasi atau mengadaptasinya untuk
diterapkan di daerah masing-masing.
Melihat kembali apa yang terjadi pada saat
bencana gempa, tsunami, dan likuefaksi yang
lalu, dimana kesiapan dan penanganan dari
pemerintah daerah masih sangat kurang, juga
tidak berfungsinya fasilitas-fasilitas umum,
maka langkah mitigasi dirasa sangat perlu.
“Hal ini sudah coba saya tuangkan dalam
Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah (RPJMD) dengan melibatkan teman-
teman dari LSM,” kata Bupati Kabupaten Sigi, M.
Irwan Lapata.
Pelibatan lembaga sosial masyarakat (LSM)
dalam langkah ini dirasa perlu, karena LSM
dipandang bisa langsung terjun ke masyarakat
dibanding organisasi perangkat daerah (OPD)
yang mungkin harus melalui proses birokrasi
yang cukup panjang. Selain itu kolaborasi antar
OPD juga didorong. OPD tidak bisa berjalan
sendiri-sendiri tanpa perencanaan bersama
yang baik.
Gugus TugasAda tiga gugus tugas di tingkat kabupaten
yang dibentuk untuk membuat perencanaan,
yaitu gugus tugas infrastruktur, gugus tugas
ekonomi, dan gugus tugas sosial budaya.
Pembentukan gugus tugas tersebut melalui
OPD yang terkait.
“Gugus tugas ekonomi, misalnya, terdiri dari
Kepala Dinas (Kadis) Pemberdayaan Masyarakat
Desa (PMD), Kadis Pertanian, Kadis Sosial, dan
Kadis Tanaman Pangan, saling menyampaikan
program kegiatannya berdasarkan Tugas Pokok
dan Fungsi (Tupoksi) masing-masing. Sehingga
kebutuhan masyarakat di sektor ekonomi
dapat diakomodasi secara lengkap dan tepat,”
tambahnya.
Hadir dalam acara ini Bupati Kabupaten Sigi,
M. Irwan Lapata, sebagai narasumber utama
untuk berbagi tentang hal-hal baik apa yang
sudah diupayakan oleh Pemerintah Daerah Sigi
selama penanganan bencana di kabupaten
tersebut. Kepala Badan Perencanaan Penelitian
dan Pengembangan Daerah (BP3D) Kabupaten
Sigi, Sutopo Sapto Condro, Kepala Dinas Sosial
Kabupaten Sigi, Sitti Ulfah, serta perwakilan
organisasi pemerintah daerah lainnya. (mdk)
Bupati Kabupaten Sigi, M. Irwan Lapata, berbagi praktik baik yang