1 Peran Pemerintah Kota Dalam Mendukung Batik Khas Salatiga Sebagai Daya Tarik Pariwisata Artikel Ilmiah Diajukan kepada Fakultas Teknologi Informasi Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Terapan Pariwisata Peneliti : Noni Nugrahaningsih (732013609) Pembimbing : Yesaya Sandang, M.Hum. Program Studi Destinasi Pariwisata Fakultas Teknologi Informasi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga Februari 2015
33
Embed
Peran Pemerintah Kota Dalam Mendukung Batik Khas ......Salatiga dalam rangka mendukung batik khas Salatiga sebagai daya tarik pariwisata dilihat dari fokus pengembangan wirausaha dan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
Peran Pemerintah Kota Dalam Mendukung Batik Khas Salatiga
Sebagai Daya Tarik Pariwisata
Artikel Ilmiah
Diajukan kepada
Fakultas Teknologi Informasi
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Terapan Pariwisata
Peneliti :
Noni Nugrahaningsih (732013609)
Pembimbing :
Yesaya Sandang, M.Hum.
Program Studi Destinasi Pariwisata
Fakultas Teknologi Informasi
Universitas Kristen Satya Wacana
Salatiga
Februari 2015
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Peran Pemerintah Kota Dalam Mendukung Batik Khas Salatiga
Indonesia is a country with diverse cultures. The diverse cultures can be used as a tourist
attraction that attract tourists. One of the culture that can be dipotential as a tourist attraction is
the batik. Batik is known as a result of the cultural heritage that has been recognized by
UNESCO as an intangible cultural heritage of Indonesia in 2009. The development of batik as a
tourism attraction begins with the introduction of batik as a souvenir, the establishment of a
museum of batik and batik tourist village in which there is learning batik. The development of
batik business into a tourist attraction involves the role of government. Government is the
institution that plays an important role for the development of batik as a tourist attraction. This
study describes how the role of government Salatiga (in this case Disperindagkop and tourism
department Salatiga) to determine the extent of the role played by the employers to make batik
batik as a tourist attraction. This study focuses on the role of government Salatiga through
stimulation of business development and entrepreneurship.
Keywords:
Batik of Salatiga,Batik as a Tourist Attraction, Eentrepreneurial Development and Stimulation
1 Mahasiswi Fakultas Teknologi Informasi Program Studi Destinasi Pariwisata, Universitas Kristen Satya Wacana 2 Staf Pengajar Fakultas Teknologi Informasi Program Studi Destinasi Pariwisata, Universitas Kristen Satya Wacana
11
1. Pendahuluan
Indonesia merupakan negara yang memiliki berbagai potensi pariwisata karena kekayaan
alam, sejarah, maupun beragam budaya yang ada. Salah satu program pemerintah dalam slogan
visit Indonesia merupakan ajakan melalui promosi yang dilakukan untuk mengajak wisatawan
berkunjung ke Indonesia. Program tersebut muncul karena besarnya potensi wisata yang ada di
Indonesia dan beragamnya kebudayaan yang ada di Indonesia sebagai negara multikulturalisme.3
Beragamnya kebudayaan yang ada di Indonesia menjadikan Indonesia unggul dalam hal
pariwisata karena kebudayaan yang unik dan berbeda di tiap tempat dapat dijadikan sebagai daya
tarik utamanya. Wisata kebudayaan telah diminati oleh banyak wisatawan, dengan menampilkan
berbagai kebudayaan yang berbeda dan memiliki kekhasan masing-masing di setiap daerah.
Perbedaan inilah yang dirasa unik dan khas sehingga menjadi magnet yang dapat menarik
perhatian wisatawan. Wisatawan mengunjungi suatu daerah tujuan wisata antara lain didorong
oleh keinginan untuk mengenal, megetahui, atau mempelajari daerah dan kebudayaan
masyarakat lokal (Pitana, 2005: 81). Wisata budaya turut menyumbang pelestarian terhadap
warisan budaya, karena warisan budaya merupakan daya tarik utama yang ditawarkan bagi
wisatawan. Salah satu warisan budaya yang saat ini berkembang dan mampu dijadikan sebagai
salah satu daya tarik dalam pariwisata ialah batik.
Menurut Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, pada tahun 2009
batik diakui UNESCO sebagai warisan budaya tak benda dari Indonesia.4 Batik dikenal sebagai
warisan budaya yang mengandung unsur seni dan sangat bernilai harganya. Setiap seni lukis
batik mendeskripsikan sebuah makna yang terselubung di dalamnya. Seni membatik telah
diwariskan secara turun-temurun hingga saat ini. Inilah sebabnya mengapa batik perlu
dilestarikan dan jika dikelola dengan baik, maka dapat dikembangkan menjadi sebuah potensi
daya tarik wisata. Wisata membatik telah ada di beberapa tempat di Indonesia dengan
didirikannya kampung batik atau museum batik yang di dalamnya selain kegiatan memasarkan
kain batik, namun juga pengunjung dapat melakukan kegiatan belajar membatik.
Berkembangnya industri batik sebagai bagian dalam pariwisata ditandai dengan
berdirinya industri batik, mulai dari pemasaran produk batik sebagai souvenir sehingga mampu
3 Negara multikulturalisme merupakan negara yang memiliki beragam kebudayaan, salah satu contohnya ialah
Indonesia 4 Sumber: http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/ diakses terakhir pada tanggal 19 Januari 2015
12
mendatangkan pengunjung untuk mengunjungi dan menikmati belanja kain batik, didirikannya
museum batik, dan kampung wisata batik. Batik semakin berkembang luas menjadi tujuan wisata
ketika dibangunnya fasilitas mengenai perbatikan, seperti kampung wisata batik, pasar batik,
bahkan museum batik yang menyimpan barbagai koleksi perbatikan. Beberapa kota di Indonesia
yang telah sukses menjadikan batik sebagai salah satu daya tarik pariwisata misalnya
Pekalongan, Jogjakarta, dan Solo. Kota tersebut mampu mendatangkan para wisatawan baik
dalam negeri maupun manca negara untuk mengunjungi sentra batik yang sudah sangat terkenal
itu. Kota Pekalongan dikenal sebagai Kota Batik dengan adanya ikon-ikon obyek wisata sebagai
sarana promosi batik yaitu Museum Batik Indonesia, Pasar Grosir Setono, dan Kampung Batik
Kauman. Solo terkenal dengan museum batik Danar Hadi, Kampung Batik Laweyan, Pasar
Klewer, dan lain sebagainya. Sedangkan Jogjakarta juga mempunyai Museum Batik Yogyakarta
yang menyimpan lebih dari 1.200 koleksi perbatikan dan Kampung Batik Ngasem yang
merupakan salah satu kampung sentra penjual batik di kota Jogjakarta.5
Selain kota tersebut, ternyata kota Salatiga juga memiliki batik khas sendiri. Batik khas yang
terkenal di kota Salatiga ialah batik Plumpungan dan Selotigo.6 Setiap kota tentunya memiliki
batik tersendiri dengan corak khas tertentu yang menjadi ciri khas di masing-masing daerah,
demikian halnya dengan kota Salatiga. Batik khas Salatiga memiliki motif dasar yang sangat
khas dengan motif dasar batu yang terinspirasi dari sejarah berdirinya kota Salatiga. Salah satu
batik yang terkenal di Salatiga dan menjadi cikal bakal lahirnya batik-batik Salatiga saat ini ialah
batik Plumpungan. Batik Plumpungan mengacu pada prasasti Plumpungan yang merupakan
sejarah lahirnya kota Salatiga. Batik Plumpungan dipelopori oleh Bapak Bambang Pamulardi,
yang beralamat di Perumahan Puri Satya Permai Blok IV-5, Kemiri, Salatiga. Batik Plumpungan
ditemukan motifnya pada tahun 2004, mulai berkembang pada tahun 2008 sebagai satu-satunya
batik baru di kota Salatiga, dan baru dipatenkan tahun 20117 yang diproduksi dalam skala
industri oleh Usaha Dagang “Prasasti”. Ciri batik Plumpungan ini bergambar dua bulatan sedikit
lonjong berukuran besar dan kecil saling berhimpit yang menyerupai Prasasti Plumpungan. Batik
tersebut diproduksi dalam jenis batik cap dan batik tulis.
5 Sumber: http://travel.detik.com/ diakses terakhir pada tanggal 19 Januari 2015
6 Hasil wawancara dengan narasumber DISPERINDAGKOP kota Salatiga, 30 Desember 2014 7 Hasil wawancara dengan pegawai Batik Plumpungan, 10 Oktober 2014
13
Contoh motif batik Plumpungan (Sumber: http://fedep.salatigakota.go.id/ diakses terakhir
pada tanggal 24 Februari 2015).
Melihat penelitian terdahulu yang pernah dilakukan pada batik tenun Gedog Tuban (Handini:
2013), pemerintah Kabupaten Tuban telah menyiapkan hal-hal yang perlu untuk mendukung
pengembangan desa wisata batik Gedog, seperti menetapkan batik Gedog sebagai warisan
budaya, bimbingan masyarakat, pelatihan, memperbaiki jalan menuju ke desa wisata dan
kelembagaan. Jurnal lain mengenai peran pemerintah terhadap pengembangan batik tulis tenun
Gedog (Mukmin, Ariem, dkk) menunjukkan bahwa peran pemerintah sangat membantu, seperti
perluasan pemasaran di dalam dan luar kota dengan fasilitas TI berbasis web, pelatihan
peningkatan keterampilan membatik dan pewarnaan, kursus belajar membatik bagi ibu-ibu dan
remaja putri, serta rencana penetapan beberapa desa sebagai kampung batik. Sedangkan
penelitian terdahulu mengenai peran pemerintah, swasta, dan masyarakat setempat untuk
mengembangkan Pasar Batik Setono Pekalongan (Ristyanto: 2008), telah melakukan beberapa
upaya untuk meningkatkan kunjungan wisatawan. Upaya tersebut antara lain: pembukaan batas
jalan yang ditengah menuju ke pintu gerbang Pasar Setono Pekalongan, pengaspalan, dan paving
untuk jalan di depan kios, serta tempat parkir tengah dan tempat parkir belakang. Bantuan
pendidikan untuk para pedagang, rehab mushola, meja dan kursi untuk pertemuan, kursi meja
tamu, computer, AC untuk ruangan, dan dinding penyekat kantor, serta almari etalase, payung
berteduh, pengadaan acara seperti Fashion Show Batik, peragaan busana batik, petugas
keamanan, petugas parkir, petugas kebersihan, penjual makanan, dan peliputan Pasar Batik
Setono Pekalongan dalam salah satu acara di televisi swasta (TRANS TV). Penelitian-penelitian
mengenai pengembangan usaha batik menjadi suatu daya tarik pariwisata tidak jauh dari peran
pemerintah. Pemerintah memiliki peranan yang penting dalam pengembangan usaha batik
sehingga dapat menjadi daya tarik pariwisata karena pemerintah merupakan lembaga yang ikut
memberikan stimulasi atau dorongan bagi para pengusaha batik. Stimulasi tersebut dapat berupa
14
bantuan-bantuan yang membuat para pengusaha bertahan dan dapat terus menjalankan bisnis
usahanya.
Berdasar pada penelitian tersebut peneliti tertarik untuk mengetahui seberapa jauh peran
dinas pariwisata dan disperindagkop kota Salatiga dalam mendukung pengembangan usaha batik
Salatiga sebagai daya tarik pariwisata. Apakah usaha yang telah dilakukan selama ini sudah
cukup optimal untuk membuat batik Salatiga menjadi daya tarik yang dapat mendatangkan
wisatawan. Penelitian ini berfokus kepada peran pemerintah kota Salatiga melalui fungsi
pengembangan wirausaha dan stimulasi.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan paparan tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul “Peran Pemerintah Kota Dalam Mendukung Batik Khas Salatiga Sebagai Daya
Tarik Pariwisata”. Peran pemerintah kota bagi pengusaha batik yang bergerak dalam UMKM
adalah dengan pengembangan wirausaha dan stimulasi melalui berbagai bantuan, seperti
pemasaran, peningkatan kualitas produk, pinjaman modal, dan sebagainya.
Pertanyaan penelitian ini adalah upaya apa yang telah dilakukan oleh pemerintah kota
Salatiga dalam rangka mendukung batik khas Salatiga sebagai daya tarik pariwisata dilihat dari
fokus pengembangan wirausaha dan stimulasi. Apakah usaha-usaha tersebut sudah cukup
optimal untuk menjadikan kota Salatiga sebagai kota dengan daya tarik pariwisata batik seperti
yang ada di kota lain (misalnya Pekalongan, Solo, Jogjakarta).
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peran pemerintah kota Salatiga
bagi pengusaha batik yang bergerak dalam rangka mendukung pengembangan batik khas kota
Salatiga sebagai daya tarik pariwisata, dan apakah peran tersebut sudah terimplementasi dengan
baik kepada pengusaha batik Salatiga. Manfaat penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk
dijadikan sebagai bahan evaluasi bagi pemerintah kota Salatiga untuk dapat mendukung
pengembangan batik khas Salatiga sebagai daya tarik pariwisata.
3. Batik Sebagai Daya Tarik Pariwisata
Segala hasil kekayaan budaya dapat disebut sebagai warisan budaya. Warisan Budaya
mencakup budaya yang berwujud (seperti gedung, monumen, pemandangan alam, buku, karya
seni, dan artefak), budaya yang tidak berwujud (seperti cerita rakyat, tradisi, bahasa, dan
15
pengetahuan), dan warisan alam (termasuk budaya dalam bentuk lanskap, dan keanekaragaman
hayati).8 Pelestarian warisan budaya menjadi tanggung jawab semua generasi saat ini, tanpa
terkecuali supaya warisan budaya tetap terjaga turun-temurun dan tidak punah.
Suatu warisan budaya dapat dijadikan sebagai daya tarik pariwisata. Seperti diungkapkan
oleh Picard (2006) bahwa pariwisata mengintegerasikan warisan budaya dalam lintas
perekonomiannya, maka dengan sendirinya pelestarian warisan budaya itu turut terjamin. Hal ini
dikarenakan dapat memberikan motivasi kepada para pengambil kebijakan (pemimpin-pemimpin
negara yang bersangkutan), untuk memotivasi maupun memberikan dana yang diperlukan bagi
pelestarian dan pengelolaan warisan yang bersangkutan. Sehingga dengan demikian, pariwisata
dapat menghidupkan kembali warisan budaya suatu negara serta memperkaya pengunjungnya
secara kultural (Picard, 2006: 154).
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Mari Elka Pangestu dalam
Pertemuan Tahunan World Economic Forum (WEF) 2014 di Davos, Swiss, Minggu (26/1/2014)
menyatakan bahwa:
"Warisan budaya akan menjadi daya tarik wisata berkelanjutan asalkan
dalam menjadi atraksi untuk dikunjungi dan diapresiasi oleh pengunjung
dijaga dan dilindungi, dikembangkan agar komunitas setempat
mendapatkan manfaat dari perkembangan wisata".9
Apa yang diungkapkan oleh Mari Elka Pangestu tersebut, merupakan suatu seruan terhadap
pentingnya pelestarian suatu budaya. Pada satu sisi warisan budaya merupakan daya tarik dalam
pariwisata, namun di sisi lain merupakan suatu kekayaan yang patut dijaga dan dilindungi.
Sehingga untuk melibatkan warisan budaya ke dalam daya tarik pariwisata, memerlukan
perhatian khusus dalam menjaga dan melindunginya.
Pariwisata yang mengutamakan warisan budaya sering dikenal dengan istilah pariwisata
budaya. Dengan adanya kebudayaan yang diangkat menjadi salah satu daya tarik pariwisata
misalnya, akan membuka peluang pekerjaan bagi masyarakat yang tinggal di tempat tersebut.
Bahkan masyarakat dapat ikut terlibat untuk melestarikan budaya dan bahkan sebagai pelaku
kebudayaan tersebut, yang saat ini dikenal dengan istilah pariwisata berbasis masyarakat
(Community Based Tourism).
8 Sumber: http://www.ecoflores.org/id/warisan+budaya/ diakses terakhir pada tanggal 19 Januari 2015 9 Sumber: http://travel.kompas.com/ diakses terakhir pada tanggal 20 Januari 2015
16
Batik merupakan salah satu warisan budaya asli Indonesia yang sudah tidak asing lagi di
telinga seluruh masyarakat Indonesia. Batik dikenal oleh masyarakat luas sebagai seni yang
sangat berharga nilainya. Seni batik di Indonesia telah dikenal sejak jaman kerajaan Majapahit
dan terus berkembang pada raja-raja berikutnya dan akhirnya menyebar ke pelosok wilayah
Indonesia (Hidayat dan Putut, 2008: 605). Secara etimologi kata batik berasal dari bahasa Jawa,
yaitu”tik” yang berarti titik / matik (kata kerja, membuat titik) yang kemudian berkembang
menjadi istilah ”batik”.10
Pada awalnya batik merupakan pakaian yang hanya dikenakan oleh
para raja dan keluarga, serta pengikutnya. Namun, seiring perkembangan waktu batik dikenakan
oleh masyarakat luas, bahkan semakin berkembang dan mendunia, sehingga batik sering
dikenakan pada acara-acara formal tertentu bahkan masa kini batik sering dibuat sebagai
seragam di lembaga pemerintah maupun swasta.
Yang paling menarik dari membatik adalah seni melukisnya yang menggunakan canting.
Canting merupakan alat yang dipakai untuk menuliskan pola batik ke atas kain dengan cairan
malam. Cairan malam itu sendiri merupakan pewarna alami yang dipakai untuk membatik.
Bahan-bahan pewarna yang dipakai tersebut terdiri dari tumbuh-tumbuhan asli Indonesia yang
dibuat sendiri, antara lain dari pohon mengkudu, tinggi, soga, nila, dan bahan sodanya dibuat
dari soda abu, serta garamnya dibuat dari tanah lumpur. Bahan tersebut yang kemudian dicampur
dan dijadikan sebagai bahan pewarna alami untuk membatik atau yang sering disebut dengan
istilah “malam”.
Batik yang semakin mendunia ini telah dilirik sebagai daya tarik wisata yang mengenalkan
batik sebagai souvenir yang diminati maupun cara membatik sebagai tujuan utama wisatawan
berkunjung. Salah satu upaya pengenalan akan batik adalah dengan diberlakukannya aturan
untuk mengenakan kain batik bagi pengunjung Candi Borobudur yang mengenakan celana
pendek. Cara ini selain untuk menghormati tempat ibadah umat beragama di Indonesia, juga
sebagai upaya untuk melestarikan perbatikan di Indonesia. Selain itu, dengan diadakannya acara
festival yang mengusung tema batik akan semakin menambah daya tarik pariwisata terhadap
batik.
Sebutan kota batik untuk kota Pekalongan sudah akrab di telinga masyarakat luas. Ini karena
industri batik di kota Pekalongan berkembang dengan sangat pesat. Bahkan inovasi
perkembangan produk dan motif mampu mendorong tumbuhnya industri kreatif sub-sektor
10 Sumber: http://indonesia.gunadarma.ac.id/batik/ diakses terakhir pada tanggal 19 Januari 2015
17
fesyen, desain dan kerajinan serta menciptakan pusat-pusat atau kampoeng-kampoeng wisata
minat khusus belanja batik secara signifikan (Poerwanto: 2012). Di Pekalongan, perkembangan
terus dilakukan mulai dari inovasi motif yang meliputi warna dan pola, serta produk baru dalam
bentuk selendang atau syal, kain sarung, kerudung, aksesoris rumah tangga, korden, handuk, kemeja,
lukisan dinding, alas kaki. Perkembangan pesat inilah yang menyebabkan Pekalongan terkenal
sebagai kota tujuan wisata belanja batik. Bahkan hadirnya museum batik yang tidak saja ada di
kota Pekalongan, namun ada pula di Solo dan Jogjakarta merupakan usaha untuk
membangkitkan batik sebagai tujuan wisata yang melestarikan warisan budaya Indonesia.
4. Peran Pemerintah Dalam Fungsi Pengembangan Wirausaha dan Stimulasi
Pariwisata merupakan industri yang melibatkan banyak pihak. Salah satu pihak yang
berperanan penting ialah pemerintah, baik itu pemerintah daerah maupun pemerintah pusat.
Menurut Hall and Williams (2008: 91), salah satu peran pemerintah dalam pariwisata yang
sangat penting ialah peran pemerintah melalui pengembangan wirausaha dan stimulasi.
Pemerintah dalam hal ini memberikan bantuan bagi para pengusaha agar dapat berdiri sendiri
dan berfokus pada wirausaha. Berdasarkan Undang-Undang No.20.Tahun.2008. Tentang Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah (Bab VI) mengenai pengembangan usaha, dinyatakan bahwa
pemerintah ikut memfasilitasi pengembangan usaha, baik itu produksi dan pengolahan;
pemasaran untuk memperluas jaringan dalam mempromosikan produk; peningkatan SDM
melalui pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan; serta pengembangan desain dan teknologi.
Melalui stimulasi bagi pengembangan wirausaha ini pemerintah dapat memberikan bantuan
seperti memperluas jaringan dan kerjasama antara pengusaha dan pelanggan dalam hal
pemasaran, pemberdayaan, ataupun pinjaman modal. Sehingga para pengusaha dapat
meningkatkan kualitas produk yang ditawarkan. Berikut merupakan bagian dari pengembangan
wirausaha dan stimulasi yang dapat dilakukan oleh pemerintah kota Salatiga mendukung
pengembangan batik sebagai daya tarik dalam pariwisata :
a. Perencanaan
Pada dasarnya tujuan perencanaan adalah upaya untuk menyediakan informasi tindakan
kebijaksanaan, inovasi, dan solusi teknis bagi proses alokasi sumber daya publik, pengarahan
masyarakat, serta optimasi pemanfaatan sumber daya yang tersedia. Edgell mengungkapkan
bahwa :
18
“Strategic planning in the tourism industry is usually a
policy/planning/management tool to assist the tourism entity (national
tourism office, destination, local community) in organizing to accomplish
its desired goals, while focusing on available resources for obtaining the
greatest benefits.” (Edgell, et al), 2008: 299)
Strategi perencanaan dalam pariwisata menjadi alat yang digunakan untuk membantu
pengembangan pariwisata, baik itu pemerintah yang terlibat dalam pariwisata, daya tarik
pariwisata, serta masyaraka lokal itu sendiri. Perencanaan dalam pariwisata memegang fungsi
dalam rangka menyediakan sumber daya yang diharapkan serta dapat memperoleh keuntungan
yang besar bagi semua pihak. Lebih jauh lagi Edgell menyatakan :
[......] “The strategic tourism plan is no more, and no less, than a set of
decisions about what to do, why to do it and how to do it.” (Edgell, et al),
2008: 299)
Pendapat tersebut menyatakan bahwa rencana dalam pariwisata berfokus kepada : cara yang
akan dilakukan dalam pengembangan pariwisata, mengapa menggunakan cara tersebut, serta
bagaimana cara tersebut dilakukan. Dalam kegiatan pariwisata peran pemerintah melalui
perencanaan ialah merancangkan berbagai upaya yang akan dilakukan ke depan untuk mencapai
sebuah tujuan yang diharapkan.
b. Legislasi dan Regulasi
Fungsi legislasi secara umum adalah fungsi untuk membuat peraturan perundang-undangan
atau pembuatan kebijakan, sedangkan regulasi merupakan suatu aturan yang menjadi payung
untuk membuat kebijakan. Tanpa adanya suatu fungsi legislasi dan regulasi dalam pariwisata,
maka kegiatan pariwisata tidak akan dapat berjalan karena tidak ada suatu aturan yang
memberlakukan suatu kebijakan dan perundang-undangan dalam kegiatan tersebut (Hall, 2008:
91).
c. Koordinasi
Menurut Siagian (dalam Fajriana: 2014) koordinasi adalah pengaturan tata hubungan dari
usaha bersama untuk memperoleh kesatuan tindakan dalam usaha pencapaian tujuan bersama
pula. Melalui sidang yang dilakukan para Menteri Pariwisata APEC ke-8 di Macau, Tiongkok,
pada pertengahan September 2014, Ketua Harian Tim Koordinasi, Menparekraf Mari Pangestu
menjelaskan bahwa semua anggota APEC, termasuk beberapa negara maju, telah
mengidentifikasi bahwa pariwisata merupakan pilar perekonomian sehingga penting untuk
19
membangun komitmen serta koordinasi antara Kementerian dan Lembaga (K/L) terkait di
tingkat paling tinggi. Misalnya negara Amerika Serikat, yang pertama kalinya telah membentuk
National Travel and Tourism Office (sebelumnya hanya di tingkat negara bagian) untuk
koordinasi antar K/L dan melaksanakan brand Amerika Serikat (USA). Australia memiliki
platform terintegrasi antara perdagangan, investasi, dan pariwisata sebagai platform “diplomasi
ekonomi”. Korea Selatan juga memiliki visi dari Kepala Negaranya untuk meningkatkan kualitas
hidup dan ekonomi kreatif melalui pariwisata.11
Koordinasi merupakan kunci dalam pariwisata untuk membangun sebuah kerjasama yang
dilakukan untuk mencapai tujuan yang diharapkan, baik itu antara masyarakat, lembaga
pemerintah, maupun non-pemerintah. Apabila koordinasi yang dilakukan tidak saling
bertentangan dan terintegerasi maka pembangunan pariwisata secara ekonomi dapat terealisasi
secara berkelanjutan dan inklusif.
d. Promosi
Promosi merupakan salah satu cara yang paling efektif untuk menarik para konsumen.
Promosi dalam pariwisata tentunya melibatkan banyak pihak, baik itu pemerintah maupun
swasta. Promosi wisata adalah variabel kunci dalam rencana strategi pemasaran pariwisata dan
dapat dipandang sebagai suatu unsur untuk menciptakan kesempatan-kesempatan menguasai
pasar (Lifska: 2008). Dalam pariwisata, apabila promosi berhasil dilakukan maka akan menarik
minat wisatawan, dan mereka tidak akan sungkan mengeluarkan uang untuk berkunjung (dan
selama kunjungan) di tempat wisata tersebut.
Pada bagian ini pemerintah dapat melakukan promosi dengan cara membuat strategi
pemasaran yang baru, menghasilkan branding yang hendak ditampilkan sebagai daya tarik
pariwisata, menentukan target pasar yang akan dituju, dan juga memfasilitasi jalur-jalur
distribusi agar produk yang ada dapat terserap bagi pangsa pasar lokal maupun internasional
(Hall, 2008: 91).
e. Perlindungan
Perlindungan terhadap warisan budaya yang harus menjadi perhatian serius. Pariwisata
budaya tidak dapat dikatakan sebagai pariwisata budaya lagi apabila warisan budaya yang
menjadi produk utamanya sudah tidak lagi ada. Di Indonesia banyak kasus mengenai
11 Sumber : http://indonesiatravelmagz.com/travel/index.php/ diakses terakhir pada tanggal 24 Februari 2015
20
kebudayaan yang dijiplak dan diambil oleh pihak lain. Salah satu penyebabnya ialah karena
masih kurangnya perlindungan yang dikeluarkan, seperti peraturan pemerintah ataupun
penindakan tegas melalui ancaman tindak pidanan bagi yang melanggar. Salah satu prinsip kode
etik pariwisata dunia menyatakan bahwa:
“Kebijakan dan kegiatan pariwisata harus diarahkan dalam rangka
penghormatan terhadap warisan kekayaan seni, arkeologi dan budaya,
yang harus dilindungi dan diserahkan kepada generasi penerus;
pemeliharaan secara khusus harus diberikan guna pelestarian dan
peningkatan monumenmonumen, tempattempat suci dan museum,
demikian pula tempattempat bersejarah atau arkeologis, yang harus
dibuka secara luas bagi kunjungan wisatawan; umum harus didorong
agar dapat masuk ke dalam kekayaan dan monumenmonumen budaya
swasta / pribadi, dengan menghormati hakhak pemiliknya, demikian
pula ke dalam bangunanbangunan keagamaan, tanpa merugikan
normanorma agama.”12
Ini berarti pemerintah memiliki peran yang sangat krusial untuk melindungi berbagai aset
warisan budaya, khususnya yang berhubungan dengan pariwisata. Hal ini dapat dilakukan
dengan memberikan peraturan pemerintah bagi yang melanggar. Apabila pemerintah tidak
melakukan tindakan tegas bagi siapapun yang melanggar peraturan tersebut, segala warisan
budaya dapat dengan mudahnya dijiplak dan diambil alih oleh pihak lain.
5. Metode Penelitian
Metode yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan dalam penelitian ini adalah
metode analisis deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif kualitatif merupakan penggambaran
secara kualitatif fakta, data, atau objek material yang bukan berupa rangkaian angka, melainkan
berupa ungkapan bahasa atau wacana (apapun itu bentuknya) melalui interpretasi yang tepat dan
sistematis (Wibowo, 2011: 43). Oleh sebab itu data yang dibutuhkan untuk menjawab pertanyaan
dalam penelitian ini antara lain:
a. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari lapangan penelitian, seperti data yang
diperoleh dari kuesioner yang dibagikan atau dari wawancara langsung dengan objek penelitian
12 Kode etik pariwisata dunia pasal (4) ayat (2)
21
(Maryati dan Suryawati, 2006: 110). Untuk menjawab pertanyaan dalam penelitian ini melalui
data primer, maka akan dilakukan teknik wawancara.
Wawancara merupakan proses interaksi atau komunikasi secara langsung antara
pewawancara dengan responden (Budiarti dan Anggraeni, 2003: 40). Wawancara digunakan
untuk mendapatkan data dari tangan pertama (primer). Teknik wawancara pada penelitian ini
akan ditujukan pemerintah kota Salatiga yang terkait dengan batik khas Salatiga sebagai daya
tarik pariwisata, yaitu dinas pariwisata kota Salatiga dan dinas perindustrian, perdagangan, dan
UMKM (disperindagkop) kota Salatiga, dan pengusaha batik Salatiga.
Wawancara dilakukan dengan kepala dinas pariwisata dan dinas perindustrian, perdagangan,
dan UMKM mengenai peran pemerintah terhadap batik khas Salatiga terkait dengan
pengembangan usaha batik Salatiga menjadi daya tarik pariwisata berfokus kepada
pengembangan wirausaha dan stimulasi. Wawancara kemudian juga dilakukan kepada salah satu
pengusaha batik Salatiga, yaitu pemilik batik Plumpungan untuk mengetahui apakah data hasil
temuan yang diperoleh dari instansi pemerintah sama dengan data yang diperoleh dari pengusaha
batik. Dengan demikian hasilnya akan dapat ditarik kesimpulan, apakah usaha yang dilakukan
pemerintah tersebut sudah cukup optimal dan sudah dapat membuat batik di Salatiga berpotensi
sebagai daya tarik pariwisata.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah keterangan yang diperoleh dari pihak kedua, baik berupa orang
maupun catatan, seperti buku, laporan, buletin, dan majalah yang sifatnya dokumentasi (Waluya,
2007: 79). Dalam penelitian ini data sekunder didapatkan dari :
1) Studi pustaka dan berbagai literatur-literatur mengenai peran pemerintah dalam
membantu pengembangan usaha batik yang berpotensi sebagai daya tarik pariwisata.
2) Dokumen-dokumen yang berasal dari instansi-instansi yang terkait, dan dapat dijadikan
sebagai acuan untuk mengembangkan pariwisata kota Salatiga, khususnya dokumen yang
menyangkut batik Salatiga sebagai salah satu warisan budaya.
6. Temuan & Pembahasan
Dalam penelitian ini data diambil dari wawancara langsung kepada dua belah pihak. Yang
pertama kepala dinas pariwisata kota Salatiga, yang kedua kepala UMKM disperindagkop kota
Salatiga, kemudian peneliti melakukan wawancara kepada pengusaha batik Plumpungan untuk
22
mengetahui apakah kinerja dinas yang terkait tersebut sudah diimplementasikan secara maksimal
kepada usaha batik Salatiga.
a) Pemberdayaan
Pemberdayaan terhadap batik Plumpungan telah dilakukan oleh disperindag kota Salatiga
dengan mengadakan latihan membatik atau magang dan melalui studi banding ke kota lain.
1. Pembinaan Sumber Daya Manusia (SDM), yaitu melalui penyelenggaraan belajar-
mengajar untuk meningkatkan kemampuan, misalnya dengan diadakannya latihan
membatik. Berikut petikan pernyataan dari Bapak Amin selaku kepala bagian UMKM
disperindag kota Salatiga, 30 Desember 2014 :
“Pembinaan SDM melalui magang atau latihan membatik mulai dari
proses awal sampai proses akhir, kerjasama ini dilakukan dengan dinas
provinsi Jawa Tengah.”
2. Studi banding di tempat pengrajin batik. Perencanaan ini dipersiapkan dengan tujuan
untuk memperoleh pengalaman membatik dari kota lain yang sudah lebih dikenal