PERAN PEKERJA SOSIAL MEDIS TERHADAP PASIEN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT KANKER DHARMAIS JAKARTA Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos) Oleh Muhammad Hikmah Nikmatulloh NIM: 1112054100013 PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1439 H. /2017 M.
165
Embed
PERAN PEKERJA SOSIAL MEDIS TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37455/1/MUHAMM… · E. Program dan Kegiatan yang Dilakukan Instalasi Rehabilitasi Medik
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PERAN PEKERJA SOSIAL MEDIS TERHADAP PASIEN
RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT KANKER DHARMAIS
JAKARTA
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh
Muhammad Hikmah Nikmatulloh
NIM: 1112054100013
PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439 H. /2017 M.
i
ABSTRAK
Muhammad Hikmah Nikmatulloh
Peran Pekerja Sosial Medis Terhadap Pasien Rawat Inap Di Rumah Sakit
Kanker Dharmais Jakarta.
Pekerja sosial medis berperan penting dalam melayani pasien, khususnya
dalam mendampingi pasien rawat inap. Salah satu peran pekerja sosial medis disini
yaitu advokasi. Advokasi dapat memberikan manfaat penting seperti standarisasi
pelayanan yang wajib diberikan pekerja sosial medis kepada pasien yang
membutuhkan pelayanan disetiap rumah sakit, serta terpenuhinya hak-hak bagi
pasien dan keluarga pasien yang seharusnya mereka dapatkan selama pasien berada
di rumah sakit.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana peran yang dilakukan
oleh pekerja sosial medis terhadap pasien rawat inap di Rumah Sakit Kanker
Dharmais Jakarta. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif.
Dalam pengumpulan data, teknik yang peneliti gunakan dengan melakukan
observasi, wawancara dan mengumpulkan dokumentasi. Informan dalam penelitian
ini adalah satu orang pekerja sosial medis dan dua pasien rawat inap di Rumah Sakit
Kanker Dharmais Jakarta.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peran yang dilakukan pekerja
sosial medis merupakan suatu bentuk pendampingan dalam memberikan layanan
terbaik bagi pasien rawat inap, mulai dari membantu pasien untuk menerima hak-
haknya selama di Rumah Sakit misalnya terkait pengobatan yang harus dijalanin,
membantu mengurus kamar rawat inap, administrasi yang harus diselesaikan serta
terus membantu dalam memotivasi pasien secara langsung. Dalam proses advokasi,
pekerja sosial medis juga memiliki beberapa metode yang diterapkan kepada
pasiennya yaitu case work, metode ini termasuk kedalam jenis advokasi kasus,
dimana pekerja sosial medis membantu pasien dalam mengkaji suatu permasalahan
yang dihadapi pasien dan group work, termasuk dalam jenis advokasi kelas, dimana
pekerja sosial medis mendampingi pasien dengan menggunakan pengalaman
komunitas dan lingkungan keluarga sebagai sarana utama dalam memecahkan
masalah bagi pasien. Pekerja sosial medis juga melakukan evaluasi dengan tujuan
untuk melihat bagian mana yang memang sudah sesuai dan bagian mana yang harus
diperbaiki.
Kata Kunci: Peran, Pekerja Sosial Medis, Pasien Rawat Inap.
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur peneliti haturkan kehadirat Allah S.W.T yang telah
memberikan nikmat kesehatan dan kesempatan, serta memberikan taufik, hidayah,
dan inayah-Nya, sehingga peneliti mendapatkan kekuatan, kemudahan, kesabaran
serta pemahaman hingga dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Peran
Pekerja Sosial Medis Terhadap Pasien Rawat Inap Di Rumah Sakit Kanker
Dharmais Jakarta”. Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada
junjungan Nabi besar Muhammad SAW yang telah menjadi suri teladan bagi
umatnya terutama dalam hal mendidik.
Skripsi ini, peneliti ajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi untuk memenuhi salah satu persyaratan guna memperoleh gelar strata
satu Sarjana Sosial (S.Sos) pada Program Studi Kesejahteraan Sosial.
Peneliti menyadari skripsi ini tidak akan pernah terselesaikan tanpa adanya
bantuan, bimbingan serta dorongan dari berbagai pihak baik itu secara individu
maupun secara umum terutama bimbingan dan pengarahan yang tulus dan ikhlas
dari pembimbing, untuk itu peneliti menyampaikan rasa terima kasih yang sedalam-
dalamnya kepada:
1. Dr. Arief Subhan, MA, Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Hj. Roudhonah, MA., Wakil Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
iii
3. Ibu Lisma Dyawati Fuaida, M.Si, Ketua Program Studi Kesejahteraan Sosial
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Nunung Khoiriyah, MA, Sekretaris Program Studi Kesejahteraan Sosial
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Ibu Nurhayati Nurbus, SE, M.Si, Dosen Pembimbing Skripsi bagi peneliti,
yang tulus dan ikhlas untuk membimbing dan memberikan pengarahan serta
bersedia meluangkan waktu untuk peneliti dalam menyelesaikan skripsi.
6. Seluruh Dosen Program Studi Kesejahteraan Sosial dan Staf Akademik
Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dan seluruh Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan
ilmu pengetahuan serta bantuan kepada peneliti selama masa perkuliahan,
semoga ilmu yang telah bapak dan ibu berikan mendapatkan keberkahan dari
Allah SWT.
7. Ibu Rolianna Harianja, S.Sos, M.Si Pekerja Sosial Medis Rumah Sakit Kanker
Dharmais Jakarta dan juga pembimbing bagi peneliti selama melakukan
praktek dan telah memberikan informasi yang dibutuhkan. Dengan bimbingan
beliau skripsi ini bisa diselesaikan.
8. Terkhusus untuk kedua Orang tuaku, Ayah Mohammad Nasir dan Mamah
Sutini terima kasih atas semua do’a, kasih sayang, serta rela mendengar keluh
kesah peneliti, hingga tiada hentinya memberikan dukungan moril dan materil
kepada peneliti sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi. Skripsi ini ku
persembahkan untuk kalian. Semoga kalian selalu berada dalam lindungan
Allah SWT. Amin
iv
9. Kakakku yang kusayangi, Dessy Wulandari, S.S, yang memberikan
dukungannya serta kasih sayang kepada peneliti sehingga peneliti tidak pernah
bosan untuk berusaha menyelasaikan skripsi ini
10. Keponakanku satu-satunya, Danish Ara Lu’lu yang memberikan canda dan
tawa disaat peneliti merasa jenuh.
11. Sahabat Terbaikku, Muhammad Taqiyyudin, Willy Andrian Cahyadi, S.Kom,
dan Sabilal Muhtadin. Yang selalu berbagi pengetahuan dan pengalaman serta
kisah-kisah menarik dari zaman kita awal bertemu sampai kita bisa menjadi
sahabat.
12. Sahabat Perempuan Terbaikku, Desty Rahmayanti. Yang selalu meluangkan
waktu dan tenaganya serta menjadi seseorang yang bisa diajak untuk bertukar
pikiran demi menyelesaikan skripsi ini.
13. Dan kepada seluruh pihak yang tidak bisa peneliti sebutkan satu persatu.
Terimakasih atas dukungan dan semangatnya.
Harapan peneliti semoga skripsi ini akan membawa manfaat yang sebesar-
besarnya bagi peneliti khususnya dan bagi pembaca sekalian umumnya. Peneliti
menyadari dalam penyusunan skripsi ini dirasakan dan ditemui berbagai macam
kekurangan dan kelemahan. Karena itu, kritik dan saran dari siapa saja yang
membaca skripsi ini akan peneliti terima dengan hati terbuka.
Jakarta, 8 September 2017
Peneliti,
Muhammad Hikmah Nikmatulloh
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK ....................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................................ 1
B. Tinjauan Pustaka ................................................................................... 7
C. Pembatasan Masalah ............................................................................. 9
D. Rumusan Masalah ............................................................................... 10
E. Tujuan Penelitian .................................................................................. 10
F. Manfaat Penelitian ............................................................................... 10
G. Metode Penelitian ................................................................................ 11
H. Karakteristik Penelitian ........................................................................ 12
I. Sistematika Penulisan ........................................................................... 17
BAB II LANDASAN TEORI
A. Advokasi ............................................................................................ 19
MHSc, SpPD KHOM diatas bahwa pasien yang mengalami kanker
membutuhkan dukungan lebih, karena pada dasarnya pasien kanker memiliki
gejala-gejala gangguan psikologis seperti kemarahan, kecemasan, depresi,
dan tidak mempunyai harapan. Kondisi ini sayangnya jika tidak ditangani
dengan baik akan memperburuk kesehatan pasien kanker dan menyebabkan
penurunan kualitas hidupnya. Kondisi emosional seseorang akan
mempengaruhi tingkat kekebalan tubuh manusia. Orang yang berada pada
tingkat emosional yang rapuh akan lebih cepat tertularkan penyakit karena
tingkat kekebalan tubuhnya menurun akibat kondisi emosi yang buruk tadi.
Kondisi emosi yang positif dan penuh pengharapan akan meningkatkan daya
tahan tubuh kita, sedangkan sikap negatif, takut, dan pasrah akan menurunkan
daya kekebalan tubuh.
Adapun lima fase reaksi manusia bila dihadapkan dengan kanker,
yaitu pada fase pertama adalah penyangkalan dimana umumnya penderita
memberikan pengelakan atas diagnosa yang diberikan. Sikap ini terbilang
wajar terjadi pada penderita yang baru saja mengetahui diagnosanya. Pada
fase kedua orang ini akan marah dan berkata “mengapa saya?” dimana
biasanya penderita akan muncul rasa marah, tidak bisa menerima mengapa
dirinya bisa menderita penyakit kanker. Pada fase ketiga bersikap menawar,
dimana akan mengatakan “saya rela mati, tetapi kalau boleh berikan saya
waktu sedikit”. Yang hakikatnya mereka merasa putus asa dan pasrah akan
hidupnya. Pada fase keempat adalah depresi dimana orang ini akan
menyendiri, tidak berkomunikasi, dan tidak merasakan cinta maupun
5
perhatian yang diberikan orang di sekelilingnya. Pada saat ini tidak ada
gunanya mengihibur pasien ini. Dia perlu berdamai dengan dirinya. Terakhir
adalah fase kelima yaitu penerimaan dimana pada fase ini pasien akan
berkata, “baiklah, saya akan hadapi dengan sebaik-baiknya” dan sudah bisa
menerima penyakitnya dengan kesungguhan hati. Fase-fase yang sudah
dijelaskan sebelumnya tidak selalu secara teratur dilalui, dapat saja dilampaui
dengan cepat dari fase 1 ke fase 4, tergantung dari kondisi psikis pasien. 3
Hal lain yang dikhawatirkan oleh pasien dan keluarga bagi penderita
kanker adalah tarif pengobatan yang sangat mahal. Untuk mengobati satu
macam penyakit kanker, dibutuhkan biaya yang terbilang fantastis dimana
untuk kelas III khusus dewasa membutuhkan biaya minimal Rp.300.000,00
perhari untuk rawat inapnnya, sedangkan untuk biaya operasi dan satu kali
kemoterapi membutuhkan biaya deposit minimal Rp.4.500.000,00. Lalu
untuk perbandingan harga, pada kelas VVIP khusus dewasa membutuhkan
minimal Rp.1.750.000,00 perhari untuk rawat inapnya, sedangkan untuk
biaya operasi dan satu kali kemoterapi membutuhkan biaya deposit minimal
Rp.22.500.000,00.4 Oleh sebab itu, dibutuhkan sosok yang bisa memediasi
dan memberikan solusi kepada masyarakat dalam menangani masalahnya
sendiri. Seperti halnya yang dijelaskan pada al- Qur’an surat an- Nahl ayat
90, sebagai berikut:
3Anonim, Kondisi Psikologis Penderita Kanker, diakses
http://www.purtierplacenta.com/kondisi-psikologis-penderita-kanker/ pada 10 Oktober 2017 4 Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta, Tarif Pelayanan, diakses http://dharmais.co.id/tarif-
rujukan/konsultasi dari petugas ruang Rawat Inap kepada dokter Spesialis
Rehabilitasi Medik.
8. Pelayanan Posy Mastektomi, Post Histerektomi dan SIDA dapat langsung
dilayani oleh dokter Spesialis Rehabilitasi Medik.
9. Tugas pelayanan kepada anggota tim rehabilitasi medik dilaksanakan sesuai
kebutuhan pasien, mengacu kepada program rehabilitasi.
10. Terapi dapat dilaksanakan di ruang rawat inap ataupun di poli Instalasi
Rehabilitasi Medik, sesuai pertimbangan kondisi klinis pasien, yang
ditentukan oleh dokter Spesialis Rehabilitasi Medik yang bertanggungjawab
atas pasien tersebut.
11. Dilakukan evaluasi program pasien secara priodik bersama tim rehabilitasi,
melalui: ronde, konferensi, diskusi kasus; dan menyusun program-program
lanjutan. Bila perlu, konferensi tim dapat mengundang dokter atau disiplin
ilmu lain ataupun keluarga pasien.
12. Bila pasien pulang, dengan evaluasi/asesmen ulang oleh Dokter Spesialis
Rehabilitasi Medik (rawat jalan) ataupun pelayanan di rumah (oleh terapis)
dengan tanpa mengabaikan sistem sentral ke Instalasi Rehabilitasi Medik
Rumah Sakit Kanker Dharmais.
66
66
13. Setiap pasien juga akan dievaluasi dari sudut pandang sosial medis oleh
Pekerja Sosial Medis dan Petugas Kerohanian, secara langsung dengan atau
tanpa menunggu surat konsultasi dokter. Selanjutnya petugas yang
bersangkutan wajib menginformasikan kepada dokter Spesialis Rehabilitasi
Medik.
14. Tindakan pelayanan setiap hari dicatat dalam buku register pelayanan Rawat
Inap dan di Billing melalui data entry SIRS Rumah Sakit Kanker Dharmais
oleh petugas administrasi Rumah Sakit Kanker Dharmais.
15. Pelayanan psikologis dilaksanakan psikolog sebagai konsulen.
16. Pelayanan ortotik prostetik dilaksanakan bekerjasama dengan pihak ketiga.
17. Pelayanan pasien Timja atau pasien pribadi berlaku ketentuan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku di Rumah Sakit Kanker Dharmais.
18. Tarif pelayanan rehabilitasi medik, dipisahkan antara tarif pelayanan
konsultasi dokter dan tindakan terapi, sesuai dengan tarif baku rawat inap
Instalasi Rehabilitasi Medik yang berlaku di Rumah Sakit Kanker
Dharmais.45
F. Pendanaan Instalasi Rehabilitasi Medik di Rumah Sakit Kanker
Dharmais
Pada dasarnya Rumah Sakit Kanker Dharmais merupakan salah satu
rumah sakit milik pemerintah berakreditasi A. Berdasarkan kepemilikan dan
penyelenggaraannya rumah sakit milik pemerintah dibiayai, dipelihara, dan
45 Data diperoleh dari Perpustakaan Bagian Pendidikan dan Pelatihan Rumah Sakit
Kanker Dharmais Lt. 5, Jakarta, 23 November 2016
67
67
diawasi oleh Departemen Kesehatan, Pemerintah Daerah, ABRI, dan
departenmen lainnya, termasuk BUMN.
Intalasi Rehabilitasi Medik memiliki sumber pendanaan yang berasal
dari bantuan dana dari Pegawai dan Dokter-Dokter Instalasi Rehabilitasi
Medik. Bantuan Dana juga didapatkan dari pihak Swasta yang diberikan oleh
Indonesia Power pada tahun 2000 sampai dengan sekarang. Dana yang
terkumpul tersebut digunakan untuk bantuan dana sosial bagi pasien yang tidak
mampu dan diberikan setiap minggunya.
G. Sarana dan Prasarana di Rumah Sakit Dharmais
Fasilitas peralatan yang tersedia pada Rumah Sakit Kanker Dharmais
terinci sebagaimana tersebut di bawah ini:
1. Ruang Radio Diagnostik, dilengkapi peralatan-peralatan antara lain :
a. Urological X-ray unit
b. Gastro int X-ray
c. Gamma Camera
d. CT-scan
e. Dark Room Equipment
f. Angiography with DSA
2. Ruang radiotherapy, dilengkapi peralatan-peralatan antara lain:
a. Linear Accelerator 15 MV
b. Linear Accelerator 20 MV
c. Deep Therapy-stabilipan
d. Hyperthermia
e. Micro selectron HDR Ir 192
68
68
f. Simulator
g. Mould room equipment
h. Mevaplan-computerized treatment planning system
i. Sistem WP 600-fully automatic computerized water phantom
j. Hot laboratory equipment
k. After loading
l. CT-Scan planning sistem
3. Ruang Bedah Pusat, dilengkapi peralatan-peralatan antara lain:
a. Operating microscope
b. Electrosurgical unit
c. CO2 Lasser
d. Anaesthestic Machine
e. Minor Operation Table
f. Mayor Operation Table
g. Defibrillator + monitor
h. Micro Wave Surgery
i. Instrument Bedah
4. Ruang ICU, dilengkapi peralatan-peralatan antara lain:
a. Rescituation Kit for Adult, pediatric & infant
b. Servo ventilator
c. Central monitor
d. Bed side monitor
e. CO2 Analyzer
f. Multi channel ECG Recorder
69
69
5. Ruang Laboratorium dan Poliklinik, dilengkapi peralatan-peralatan antara
lain:
a. Peralatan laboratorium
b. Peralatan pelayanan klinik
6. Ruang Pemeriksaan dan Tindakan, dilengkapi peralatan-peralatan antara
lain:
a. Peralatan prosedur diagnostic
b. Peralatan recovery room
7. Fasilitas Tempat Tidur Pasien pada Ruang-Ruang, Terdiri dari:
a. Ruang perawatan kelas VVIP, VIP
b. Ruang perawatan kelas 1
c. Ruang perawatan kelas II & III
d. Ruang recovery
e. Ruang Isolasi46
H. Jaringan Kerja di Rumah Sakit Dharmais
Rumah Sakit Kanker Dharmais beberapa yayasan guna menunjang
proses pendampingan dan bimbingan kepada penderita penyakit kanker.
Adapun yang yayasan yang bekerjasama dengan Rumah Sakit Kanker
Dharmais yaitu:
1. Yayasan Kasih Anak Kanker Indonesia (YKAKI) dengan pemberian
kegiatan Sekolah Pasien.
46 Data diperoleh dari Perpustakaan Bagian Pendidikan dan Pelatihan Rumah Sakit
Kanker Dharmais Lt. 5, Jakarta, 23 November 2016
70
70
2. Cancer Information and Support Centre (CISC) pendampingan pasien
dengan pemberian kegiatan Sekolah Pasien.
3. Yayasan Kanker Payudara Indonesia (YKPI) dengan kegiatan
pendampingan pasien penderita kanker payudara dan pengoperasian
Mobilmamografi.
4. Yayasan Rumah Rachel memberikan bantuan berupa Penyelenggaraan
Asuhan Paliatif kepada pasien yang akan terminasi.
5. Komunitas Laras Kasih dengan kegiatan Bimbingan Melukis.
6. Yayasan Onkologi Anak Indonesia (YOAI) yang melakukan kegiatan
pendampingan pasien anak penderita kanker.47
47 Data diperoleh dari Perpustakaan Bagian Pendidikan dan Pelatihan Rumah Sakit
Kanker Dharmais Lt. 5, Jakarta, 23 November 2016
71
BAB IV
TEMUAN DAN ANALSIS DATA
A. Peran Pekerja Sosial Medis Terhadap Pasien Rawat Inap
Pekerja sosial medis di Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta,
mempunyai peran yang sangat penting dalam mendampingi klien, salah satu
perannya ialah advokasi. Advokasi pekerja sosial medis adalah suatu tindakan
yang dilakukan untuk menolong, mendampingi serta berkontribusi pada
pelayanan bagi pasien untuk mendapatkan hak-haknya. Advokasi pekerja
sosial medis juga bermanfaat untuk mendapatkan layanan atau sumber daya
untuk pasien yang dinyatakan tidak akan disediakan, serta untuk
memodifikasi kebijakan yang masih ada, prosedur atau praktek yang
berdampak negatif bagi pasien.
Dari pengertian advokasi diatas sesuai dengan advokasi yang
dipaparkan menurut Ibu Roliana Harianja, atau biasa di panggil dengan
sebutan Ibu Ana selaku pekerja sosial medis di Rumah Sakit Kanker
Dharmais, merupakan pendampingan yang bertujuan membantu
memecahkan masalah, dimana dalam hal ini pekerja sosial medis dituntut
untuk siap menerima keluhan dan kemungkinan hambatan yang dihadapi
pasien dan keluarga serta membantu mencari alternatif atas masalah tersebut.
72
1. Prinsip-prinsip Advokasi
Advokasi pekerja sosial medis adalah kombinasi antara
pendekatan atau kegiatan individu dan sosial untuk memperoleh
komitmen antara pekerja sosial medis dengan pasien, serta adanya
dukungan kebijakan, penerimaan sosial, dan adanya sistem yang
mendukung terhadap suatu program kesehatan. Oleh sebab itu, prinsip-
prinsip advokasi ini yang dilakukan oleh pekerja sosial medis dalam
mengadvokasi pasien sebagai berikut:
f. Bertindak dalam kepentingan terbaik klien
Bahwa bertindak dalam kepentingan terbaik pasien yaitu
advokasi yang dilakukan harus selalu ingat kepada siapa kita
bertindak dan apa tujuan advokasi ini dilakukan48. Ibu Ana juga
mengatakan demikian, bahwa pekerja sosial medis berperan untuk
dan pekerja sosial medis membantu pasien dalam mempertahankan
suatu prinsip apabila pasien tidak bersedia untuk di operasi. Dengan
alasan keluarga tidak tega atau ada hal-hal yang dengan kepentingan
keluarga atau alasan khusus seperti rasa takut akan terjadi hal yang
lebih buruk terjadi setelah operasi. Berikut pemaparan secara
langsung pada saat di wawancara:
48 BAB II halaman 21
73
“..... Pekerja sosial medis juga membantu pasien dalam hal
mempertahankan prinsip untuk tidak bersedia di operasi.
Hal ini sering terjadi karena keluarga tidak tega atau ada
hal-hal yang terkait dengan kepentingan keluarga atau
alasan khusus seperti rasa takut lebih buruk terjadi setelah
operasi.” 49
Dari pernyataan diatas sudah dijelaskan bagaimana proses
advokasi itu berlangsung, dilihat dari prinsip advokasi poin (a)
dirasakan pula oleh pasien Tn. TA dimana Ibu Ana membantu untuk
membangun koneksi dengan keluarga yang awalnya kurang baik.
Tn. H menambahkan bahwa Ibu Ana juga Ibu Ana membantunya
dalam memberikan semangat dan dukungan aktif secara langsung
mulai dari membantu administrasi dengan BPJS sampai
mendapatkan kamar rawat inap. Berikut disampaikan Tn. TA dan
Tn. H pada saat wawancara langsung:
“…. Ibu Ana juga memberi dukungan dengan cara
membantu membangun koneksi dengan keluarga saya yang
awalnya mungkin tidak cukup baik sehingga membuat saya
semakin semangat lagi….”50
“… beliau begitu sabar dan ramah mendampingi saya,
malahan saya yang bawel gini masih aja dilayanin hehehe.
Dari proses bantuin BPJS saya sampai akhirnya dapat
kamar Ibu Ana bantuin saya.” 51
g. Bertindak sesuai dengan keinginan dan instruksi klien
Bahwa pekerja sosial bertindak sesuai dengan keinginan dan
instruksi pasien, yang dimana hubungan instruksional antara
pekerja sosial medis dan pasien adalah hal mendasar. Hal ini yang
menjadi tanda besar dalam proses advokasi, karena advokasi yang
49 Wawancara Pribadi dengan Ibu Ana, Jakarta, 14 November 2016 50 Wawancara Pribadi dengan Tn. TA, Jakarta, 28 November 2016 51 Wawancara Pribadi dengan Tn. H, Jakarta, 25 November 2016
74
dilakukan harus ada dorongan dari keinginan dan instruksi
pasien52. Yang dimana hal ini serupa dengan pernyataan Ibu Ana
bahwa advokasi merupakan pendampingan yang bertujuan
membantu memecahkan masalah, dimana dalam hal ini pekerja
sosial medis dituntut untuk siap menerima keluhan dan
kemungkinan hambatan yang dihadapi pasien dan keluarga serta
membantu mencari alternatif atas masalah tersebut. Berikut
pemaparan secara langsung pada saat wawancara:
“advokasi dalam pekerja sosial medis itu merupakan
pendampingan yang bertujuan membantu memecahkan
masalah. Jadi maksudnya gini hikmah, pekerja sosial itu
harus siap menerima keluhan dan kemungkinan hambatan-
hambatan yang dihadapi pasien dan keluarga, jadi nanti
untuk selanjutnya membantu mencari alternatif pemecahan
masalah atau sistem sumber.”53
Dari prinsip advokasi pada poin (b) dijelaskan advokasi yang
dilakukan harus ada dorongan dari keinginan dan instruksi pasien.
Dalam hal ini juga dirasakan oleh pasien Tn. TA bahwa Ibu Ana
memberikan dukungan dan penyadaran jika seseorang yang tidak
mengidap penyakit kanker saja mau untuk mendukung si pasien,
apalagi ia yang mengalami secara langsung hal ini, maka harus pula
memiliki semangat yang luar biasa. Tn. H juga merasakan bahwa
Ibu Ana memberikan dukungan dalam menjalani kemoterapi dan
Ibu Ana juga berusaha membangun kembali koneksi dengan
52 BAB II halaman 22 53 Wawancara Pribadi dengan Ibu Ana, Jakarta, 14 November 2016
75
keluarga Tn. H secara lebih baik. Berikut pemaparan secara
langsung pada saat di wawancara:
“.... Ibu Ana tetap memberi saya support dan membuat saya
berfikir bahwa orang yang tidak diposisi saya saja mau
mendukung saya, masa saya sendiri tidak ingin berusaha
untuk membahagiakan orang-orang disekeliling saya....” 54
“.... dia selalu menyemangati saya saat ingin menjalani
kemoterapi, bahkan beliau tidak sungkan untuk
menghubungi keluarga saya untuk datang ke rumah sakit
menemani saya ya seperti yang saya bilang dia suka
ngerangkul pasien dan memberikan dorongan semangat.”55
h. Klien terinformasikan dengan benar
Bahwa ada alasan khusus mengapa pasien harus terinformasi
dengan baik. Saat pekerja sosial medis merasa terjadi
kesalahpahaman terhadap pasien, maka pekerja sosial medis bisa
melakukan pembaharuan informasi dengan melakukan diskusi
bersama pasien56. Dalam hal ini pun terdapat pula pada unsur
advokasi yang dikemukakan oleh Ritu R. Sharma pada poin (d)
mengembangkan dan menyampaikan pesan advokasi57. Dimana
pekerja sosial menerima berbagai macam sasaran advokasi serta
memberikan tanggapan terhadap pesan yang berbeda-beda.
Adapun tujuan dalam melakukan advokasi yang dilakukan
oleh Ibu Ana sebagai pekerja sosial medis yaitu untuk mengubah
terjadinya kebijakan program atau kegiatan layanan dari pasien yang
kurang mengetahui informasi terkait pelayanan yang seharusnya
54 Wawancara Pribadi dengan Tn. TA, Jakarta, 28 November 2016 55 Wawancara Pribadi dengan Tn. H, Jakarta, 25 November 2016 56 BAB II halaman 22-23 57 BAB II halaman 28
76
diperoleh. Sehingga pasien dan keluarga mendapatkan informasi
berupa edukasi dan mengerti tindakan atau pelayanan yang akan
diperoleh sampai mengetahui protokol atau jadwal tindakan selama
di Rumah Sakit atau suatu tindakan untuk mempengaruhi atau
mendukung sesuatu atau seseorang. Berikut pemaparan secara
langsung pada saat di wawancara:
“Tujuannya adalah untuk mengubah terjadinya kebijakan
program atau kegiatan layanan dari pasien yang tidak tahu
terkait pelayanan yang seharusnya diperoleh. Sehingga
pasien dan keluarga mendapatkan informasi berupa edukasi
dan mengerti tindakan atau pelayanan yang akan diperoleh
sampai mengetahui protokol atau jadwal tindakan selama di
Rumah Sakit atau suatu tindakan untuk mempengaruhi atau
mendukung sesuatu atau seseorang.” 58
Dari prinsip advokasi pada poin (c) dirasakan pula oleh
pasien Tn. TA dimana Ibu Ana secara rinci menjelaskan berbagai
macam penanganan yang mungkin akan pasien ambil terkait
masalah yang dihadapinya, sedangkan Tn. H merasa Ibu Ana
memberikannya banyak pelajaran mulai dari memberinya sebuah
penyadaran bahwa kegiatan yang dilakukan selama ini merupakan
kegiatan yang kurang sehat untuk dijadikan rutinitas. Berikut
pemaparan secara langsung pada saat di wawancara:
“Ya memang begitu, Bu Ana awalnya juga menjelaskan
beberapa hal terkait beberapa penanganan yang mungkin
saya ambil. Bukan sekedar memberikan pilihan saja,
melainkan memberikan penjelasan sampai saya benar-
benar mengerti dan punya keputusan yang tepat untuk
mengatasi permasalahan yang saya hadapi ini.” 59
58 Wawancara Pribadi dengan Ibu Ana, Jakarta, 23 November 2016 59 Wawancara Pribadi dengan Tn. TA, Jakarta, 28 November 2016
77
“Ibu Ana memberikan saya banyak pelajaran (edukasi),
saya senang dengan beliau, soalnya suka bikin saya sadar
kalo kegiatan saya sebenernya gak sehat...” 60
i. Melaksanakan instruksi dengan ketekunan dan kompetensi
Melaksanakan instruksi dengan ketekunan dan kompetensi,
pekerja sosial medis tidak dituntut untuk menjadi sempurna juga
tidak dituntut untuk tidak pernah membuat kesalahan61. Pekerja
sosial medis harus memahami kapan bantuan akan diperlukan dan
paham akan batasan advokasi yang dilakukan. Ketekunan yang
dimaksud dalam advokasi itu, merupakan keterampilan dalam
menghubungkan fakta-fakta yang relevan dalam suatu informasi
lalu diinterpretasikan dengan baik menjadi sebuah kebijakan atau
hukum. Sedangkan kompetensi merupakan upaya pekerja sosial
medis dalam melakukan adovkasi dengan atas nama pasien serta
membangun hak-hak pasien demi mencapai kesepakatan yang
dibutuhkan.
Dari pemaparan diatas dijelaskan bahwa dalam prinsip
advokasi secara umum dituntut untuk bertindak dengan keinginan
serta instruksi yang diberikan oleh pasien. Hal ini serupa dengan
pernyataan Ibu Ana terkait dengan proses pekerja sosial medis yang
diterapkan di Rumah Sakit Kanker Dharmais yang dimana pekerja
sosial medis berperan dalam membantu pasien dan keluarga untuk
mendapatkan haknya saat berada di Rumah Sakit, membantu pasien
60 Wawancara Pribadi dengan Tn. H, Jakarta, 25 November 2016 61 BAB II halaman 23
78
dalam menerima sumber dan pelayanan untuk memberikan
dukungan secara langsung terhadap suatu perubahan, berikut
pemaparan Ibu Ana ketika di wawancara:
“Advokasi yang dilakukan pekerja sosial medis dalam
menangani pasien itu yang pasti adalah membantu pasien
dan keluarga dalam mendapatkan hak-haknya selama
perawatan di Rumah Sakit, lalu perkerja sosial medis juga
membantu pasien dalam menerima sumber-sumber dan
pelayanan-pelayanan untuk memberikan dukungan aktif
atau dukungan secara langsung terhadap suatu
perubahan.....” 62
Dari prinsip advokasi pada poin (d) dirasakan pula oleh Tn.
TA dimana menurutnya Ibu Ana rajin mengunjungi pasien setiap
pagi untuk mengecek secara langsung kondisi pasien tersebut,
sedangkan Tn. H berpendapat bahwa Ibu Ana membantunya dalam
mendapatkan solusi atau alternatif lain dalam menjalani pengobatan
yang akan dihadapi. Berikut pemapran secara langsung dari Tn. TA
dan Tn. H pada saat di wawancarai:
“Ibu Ana membantu saya mendapatkan solusi lain yang bisa
saya lakukan untuk megatasi masalah saya. Ya kurang lebih
Ibu Ana mencarikan alternatif dimana mungkin saya akan
mengambil solusi yang diberikan tersebut.”63
“... Bu Ana, beliau rajin kunjungi pasien tiap pagi bahkan
yang dateng duluan buat ngecek kondisi saya dan pasien lain
itu bu ana, suster ma dokter aja masih kalah cepet hehehe...”
64
Pasien Tn. TA juga merasakan hal lain dimana Ibu Ana
membantunya dalam memberikan semangat dan dukungan aktif
secara langsung serta selalu mengingat adanya Tuhan dalam
62 Wawancara Pribadi dengan Ibu Ana, Jakarta, 14 November 2016 63 Wawancara Pribadi dengan Tn. TA, Jakarta, 28 November 2016 64 Wawancara Pribadi dengan Tn. H, Jakarta, 25 November 2016
79
keadaan apapun. Tn. H menambahkan bahwa Ibu Ana juga
memberikan penyadaran masalah yang pasien alami sendiri, bahwa
pasien dalam mencari nafkah pasien juga harus memperhatikan
kondisi fisiknya sendiri. Berikut disampaikan Tn. TA dan Tn. H
pada saat wawancara langsung:
“.... Bu Ana juga membantu saya untuk tetap semangat dan
yakin bahwa Tuhan tidak akan memberikan ujian kepada
hambanya apabila ia tidak mampu. Jadi ya sebenarnya saya
mampu melewati ini semua meskipun rasanya begitu susah.
Bu Ana juga menyadarkan saya tentang hal ini bukan satu
kali atau dua kali saja melainkan beberapa kali bahkan
ketika saya dalam posisi terpuruk”65
“.... Tapi setelah dapat arahan dari Bu Ana, buat apa nyari
duit kalo fisiknya malah sakit, yang ada keluarga saya juga
ikutan sakit, terutama dompet deh juga ikutan sakit hahaha...
Bu Ana sering ngasih saya saran agar mengajak keluarga
saya, pas sedang ada penyadaran masalah, jadinya gak
cuma saya aja yang tau soal penyakit saya tapi istri saya dan
anak-anak saya pun juga tau.”66
j. Bertindak independen dan mengutamakan keujujuran
Bertindak independen dan mengutamakan kejujuran dimana
hak asasi manusia merupakan inti dari terlaksananya advokasi67.
Advokasi merupakan tindakan yang sesuai untuk menyelesaikan
masalah yang terstruktur dan terikat. Advokasi tidak akan berjalan
efektif jika dalam berjalannya advokasi masih ada keberpihakan
terhadap pihak lain. Dalam kegiatan advokasi, pekerja sosial harus
transparan dalam memberikan informasi, terutama informasi yang
kurang baik bagi pasien, namun hal itu diperlukan agar pasien
65 Wawancara Pribadi dengan Tn. TA, Jakarta, 28 November 2016 66 Wawancara Pribadi dengan Tn. H, Jakarta, 25 November 2016 67 BAB II halaman 24
80
mengetahui seluruh proses advokasi yang terjadi meskipun solusi
yang akan diberikan masih belum bisa dipastikan. Setiap orang
mempunyai hak untuk mengetahui dimana mereka berdiri dan
memilki kemampuan untuk memilih pilihannya yang didasari oleh
kejujuran dan independen.
Dari penjelasan diatas pemantauan disini dapat disebut juga
sarana atau evaluasi yang merupakan sarana tertentu yang ingin
dicapai setelah dilaksanakannya advokasi itu sendiri, lalu adanya
indikator untuk melihat keberhasilan jangka panjang dalam suatu
kegiatan dan adanya sistem sumber yang sudah digunakan. Berikut
pemaparan Ibu Ana secara langsung saat di wawancara :
“Yang dilakukan pekerja sosial medis dalam pemantauan
pasien setelah advokasi yaitu sarana atau evaluasi yang
dimana merupakan suatu keadaan tertentu yang ingin
dicapai setelah di laksanakan advokasi, lalu ada indikator
untuk melihat keberhasilan atau tujuan jangka panjang
dalam kegiatan dan setelah itu adanya sistem-sistem sumber
yang sudah digunakan.”68
Setelah dilakukannya proses advokasi pasien diharapkan
untuk berkomitmen dengan pilihannya, seperti yang dipaparkan oleh
Tn. TA dan Tn. H bahwa ia akan berusaha untuk berkomitmen
dengan treatment yang disarankan oleh Ibu Ana. Yang dimana
sebelumnya Ibu Ana sudah menjelaskan kelebihan dan kekurangan
dari treatment yang telah dipilih pasien.
“Saya berusaha untuk komitmen dengan treatment yang
sudah disarankan Ibu Ana karena bagaimanapun juga ia
sudah membantu saya dan menjelaskan kekurangan dan
68 Wawancara Pribadi dengan Ibu Ana, Jakarta, 23 November 2016
81
kelebihan dari treatment yang disarankan, jadi saya pasti
usahakan untuk komitmen. Tapi ya apabila dalam treatment
tersebut saya merasa kurang puas saya diizinkan untuk
menggantinya atau meminta untuk lebih meningkatkan
kuaitas treatment tersebut sehingga saya tidak perlu
menggantinya.”69
“Tentu saya harus berkomitmen, soalnya Ibu Ana selalu
memperingati saya jika ingin masalah atau penyakit saya
bisa teratasi, saya harus komit.”70
k. Mengutamakan kode etik kerahasiaan klien
Mengutamakan kode etik kerahasiaan klien dimana pada
poin ini pasien merasa aman dalam setiap ucapan yang dikeluarkan
oleh pasien, karena pekerja sosial medis harus mengutamakan
kerahasiaan pasien71.
Ibu Ana sebagai pekerja sosial medis di Rumah Sakit Kanker
Dharmais juga menerapkan kode etiknya untuk menjaga
kerahasiaan pasien dan menghormati hak pasien serta meningkatkan
pelayanan dalam perawatan, dimana hal ini tercantum dalam Kode
Etik Profesi Pekerja Sosial pada Bab IV pasal 7 ayat 372 bahwa
pekerja sosial medis menjunjung tinggi pelayanan yang terbaik
untuk pasien. Sehingga hak-hak yang diterima pasien bisa terpenuhi
dan proses advokasi yang dilakukan terhadap pasien bisa berjalan
dengan lancar.
Dari penjelasan diatas sesuai dengan pernyataan Ibu Ana
terkait identifikasi terhadap pasien pada saat proses advokasi
69 Wawancara Pribadi dengan Tn. TA, Jakarta, 28 November 2016 70 Wawancara Pribadi dengan Tn. H, Jakarta, 25 November 2016 71 BAB II halaman 24 72 BAB II halaman 25
82
berlangsung. Pekerja sosial medis melakukan identifikasi terhadapat
pasien dengan memperhatikan pengetahuan, nilai dan keterampilan.
Lalu memberikan pelayanan terhadap pasien terkait pada
identifikasi dimana terdapat kerahasiaan, menghormati hak pasien
dan meningkatkan pelayanan dalam perawatan. Berikut pemaparan
secara langsung Ibu Ana pada saat diwawancarai :
“berbicara bagaimana pekerja sosial medis melakukan
identifikasi terhadap pasien yaitu tentang prosedur yang
melayani sebagai profesi yang memiliki pengetahuan, nilai
dan keterampilan, lalu memberikan pelayananan terhadap
pasien terkait pada identifikasi dimana terdapat
kerahasiaan, dan menghormati hak pasien dan
meningkatkan pelayananan dalam perawatan. Semuanya ini
ada pada status pasien.”73
Dalam penjelasan pada prinsip advokasi poin (f) dirasakan
pula oleh Tn. TA terkait identifikasi masalah yang dijelaskan pula
oleh Ibu Ana sebelumnya bahwa memang dalam proses identifikasi
atau pengenalan, Tn. TA merasa sudah tidak canggung dan merasa
nyaman, lalu Tn. H menambahkan bahwa memang ia juga merasa
yakin apabila harus bercerita apapun yang dialaminya selama di
rawat. Hal ini dapat diterjemahkan bahwa Tn. TA dan Tn. H merasa
segala kerahasiannya di jaga oleh Ibu Ana.
“Awalnya sih gak yakin ya, soalnya kan saya fikir belum
kenal juga masa udah mau cerita macam-macam. Tetapi
setelah dua dan tiga kali ketemu, terus saya juga sudah
mulai merasa nyaman dan tidak canggung lagi, ya akhirnya
coba cerita pelan-pelan....”74
“sejauh ini saya merasa yakin dengan bantuan beliau,
walopun saya belum bisa pulang, saya juga ikut aja gimana
73 Wawancara Pribadi dengan Ibu Ana, Jakarta, 23 November 2016 74 Wawancara Pribadi dengan Tn. TA, Jakarta, 28 November 2016
83
instruksi Ibu Ana. Masalah yang saya punya bisa dibantu
untuk diselesaikan dengan sebaik-baiknya, dia selalu
mendampingi saya dari awal masuk rumah sakit sampai
nanti saya akan keluar dari rumah sakit.”75
2. Keterampilan Advokasi (Advocacy Skills)
Dalam proses advokasi yang telah dilakukan oleh pekerja sosial
medis peneliti menyimpulkan bahwa pekerja sosial medis di Rumah
Sakit Kanker Dharmais Jakarta memiliki keterampilan-keterampilan
advokasi sebagai berikut:
a. Wawancara (Interview)
Pekerja sosial juga perlu dalam melakukan wawancara
kepada pasien terkait hal-hal yang dialami pasien, dimana maksud
dari wawancara disini ialah mampu dalam membangun relasi,
mengassesment suatu permasalahan pasien, mendengarkan pasien,
memahami bahasa tubuh, objektif dan memberikan feedback76. Hal
ini juga sesuai dengan pernyataan Ibu Ana terkait dengan pernyataan
sebelumnya bahwa proses advokasi yang dilakukan melalui
wawancara berupa penguatan dalam bentuk terapi psikososial yang
dilakukan pada tahapan persiapan yaitu sosialisasi, kontak,
pencatatan, assessment, rencana intervensi dan lain-lain.”
Keterampilan advokasi terkait wawancara ini, peneliti
menyaksikan saat observasi bahwa pekerja sosial medis melakukan
pencarian data secara mendalam dengan wawancara, seperti
mengajak pasien berbincang-bincang.
b. Ketegasan
Dalam proses advokasi adanya keterampilan yang harus
dimiliki oleh pekerja sosial medis. Pekerja sosial membutuhkan
ketarmpilan dalam hal ketegasan, yakni mampu mengekspresikan
diri secara langsung kejujuran, kerendahan hati, berjuang atas nama
pasien, memahami fakta-fakta seputar pasien dan memenuhi hak-
hak pasien77.
Begitu pula yang dipaparkan oleh Ibu Ana bahwa memang
advokasi yang dilakukan pekerja sosial medis dalam menangani
pasien itu adalah membantu pasien dan keluarga dalam mendapatkan
hak-haknya selama perawatan di Rumah Sakit, serta pekerja sosial
medis ini juga membantu pasien dalam menerima sumber-sumber
dan pelayanan-pelayanan untuk memberikan dukungan aktif atau
dukungan secara langsung terhadap suatu perubahan. Berikut
pemaparan Ibu Ana secara langsung pada saat diwawancarai:
“Advokasi yang dilakukan pekerja sosial medis dalam
menangani pasien itu yang pasti adalah membantu pasien
77 Pada Bab II halaman 26
85
dan keluarga dalam mendapatkan hak-haknya selama
perawatan di Rumah Sakit, lalu perkerja sosial medis juga
membantu pasien dalam menerima sumber-sumber dan
pelayanan-pelayanan untuk memberikan dukungan aktif
atau dukungan secara langsung terhadap suatu
perubahan…”78
Keterampilan advokasi terkait ketegasan ini, peneliti
menyaksikan saat observasi bahwa pekerja sosial medis dengan
tegas dan sangat rendah hati dalam memulai atau menjalin relasi
dengan pasien. Seperti pada saat pekerja sosial medis menanyakan
kondisi pasien, lalu menanyakan perihal kenyamanan pasien di
ruang rawat inap dan menawarkan bantuan jika pasien merasa tidak
nyaman, pekerja sosial medis menegaskan kepada pasien, bahwa
mereka bisa mengutarakan keberatannya secara langsung dan
terbuka, jika ada salah satu pelayanan rumah sakit yang membuat
mereka tidak nyaman atau adanya praktek percaloan.
c. Negosiasi
Pekerja sosial juga harus pandai dalam membuat negosiasi,
dimana upaya negosiasi atau diskusi ini diperlukan jika solusi tidak
ditemukan dan kebijakan tidak memihak kepada pasien79. Hal ini
juga serupa dengan pernyataan Ibu Ana bahwa pekerja sosial medis
juga berperan untuk membantu pasien dalam mempertahankan
prinsip untuk tidak bersedia di operasi. Berikut pemaparan secara
langsung yang di paparkan Ibu Ana pada saat diwawancarai:
78 Wawancara Pribadi dengan Ibu Ana, Jakarta, 14 November 2016 79 Pada Bab II halaman 26
86
“…. Pekerja sosial medis juga membantu pasien dalam hal
mempertahankan prinsip untuk tidak bersedia di operasi
….”80
Keterampilan advokasi terkait negosiasi ini, peneliti
menyaksikan saat observasi bahwa pekerja sosial medis membantu
keluarga pasien yang telah meninggal. Pekerja sosial medis
membantu agar keluarga pasien tidak terjebak oleh permainan para
oknum yang ada di rumah sakit, sehingga tarif mengurusi jenazah
bisa lebih mahal dari tarif yang ditentukan. Namun dengan adanya
pekerja sosial medis praktek tersebut bisa dicegah dan bisa
meringankan beban pasien.
d. Manajemen diri
Dalam proses advokasi berlangsunng pekerja sosial medis
harus mampu dalam hal manajemen diri, hal ini sudah dijelaskan
sebelumnya oleh Neil Bateman pada poin (d) bahwa manajemen diri
ini ialah mengatur waktu pribadi, mengatur laporan tertulis, kreatif
dalam berpikir dan membuat keputusan serta mengatur tingkat stres
bagi pribadi atau pasien81. Hal ini serupa dengan pernyataan Ibu Ana
terkait waktu yang disediakan ketika ingin melakukan proses
advokasi, dimana proses advokasi dilakukan ketika ada rujukan dari
dokter atau hal-hal yang berkaitan langsung dengan pekerja sosial
medis itu sendiri. Berikut pemaparan Ibu Ana secara langsung pada
saat di wawancarai:
80 Wawancara Pribadi dengan Ibu Ana, Jakarta, 14 November 2016 81 Pada Bab II halaman 26
87
“Berbicara kapan dapat dikatakan tentatif (belum pasti) ya,
karena advokasi itu sendiri dapat dilakukan ketika ada
rujukan atau konsul dari dokter atau hal-hal yang berkaitan
langsung dengan pekerja sosial medis itu sendiri.” 82
Keterampilan advokasi terkait manajemen diri ini, peneliti
menyaksikan saat observasi bahwa pekerja sosial medis mampu
mengatur waktunya, baik bagi keluarga atau dengan profesinya di
rumah sakit. PSM selalu mencatat segala aktifitasnya dengan pasien
ke dalam log book, tidak hanya di log book, PSM juga membuat
catatan-catatan penting dan menempelkannya di dinding ruangan ia
bekerja. Setiap satu bulan sekali, laporan kegiatan PSM akan
disetorkan ke pihak administrasi Instalasi Rehabilitasi Medik untuk
dilakukan evaluasi. PSM selalu rendah hati dan menghormati
pasiennya dalam menentukan pilihannya guna mencapai titik terang
dalam permasalahan pasien.
e. Litigasi atau proses peradilan
Dalam keterampilan advokasi pekerja sosial perlu
melakukan tindakan litigasi atau proses peradilan, yang sebelumnya
sudah dijelaskan oleh Neil Bateman pada poin (f) dimana tindakan
litigasi atau proses peradilan ini merupakan upaya dalam
menggambarkan proses advokasi baik dalam berbentuk presentasi,
negosiasi langsung atau dalam surat menyurat83. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Ibu Ana bahwa adanya proses advokasi dalam
bentuk presentasi dimana Ibu Ana melakukan penjelasan pasien
82 Wawancara Pribadi dengan Ibu Ana, Jakarta, 23 November 2016 83 Pada Bab II halaman 26
88
yang akan di advokasi kepada Kepala Instalasi Rehabilitasi Medis,
negosiasi langsung atau dalam surat menyurat dilakukan terhadap
pasien dalam mengurus administrasi. Berikut pemaparan secara
langsung Ibu Ana pada saat di wawancarai:
“Untuk keterlibatan dalam penanganan advokasi ini cukup
banyak ya, diantaranya manajemen Rumah Sakit terkait
BPJS itu sendiri, lalu ada Kepala Instalasi Rehabilitasi
Medis, Kepala Instalasi Rawat Inap, keluarga dan
masyarakat, perusahaan juga ikut terlibat apabila pasien
sebelum sakit aktif di perusahaan tempat pasien bekerja dan
tentunya yang terlibat dalam penanganan advokasi ini yaitu
pekerja sosial medis.”84
Keterampilan advokasi terkait litigasi atau proses peradilan
ini, peneliti menyaksikan saat observasi bahwa pekerja sosial medis
melakukan kegiatan surat-menyurat terhadap staf administrasi BPJS
agar salah satu pasien yang berada di Papua dapat segera
diverifikasi, untuk melakukan penebusan obat.
3. Unsur-unsur Pokok Advokasi
Dalam unsur-unsur pokok advokasi ini peneliti menemukan
bahwa unsur-unsur ini tidak harus dilakukan secara berurutan oleh
pekerja sosial medis, namun proses advokasi akan berhasil dan berjalan
dengan adanya unsur-unsur vital sebagai berikut85:
84 Wawancara Pribadi dengan Ibu Ana, Jakarta, 14 November 2016 85 BAB II halaman 27-30
89
Sumber: Pengantar Advokasi Panduan Latihan
Gambar 4.1
a. Memilih Tujuan Advokasi
Pada poin ini peneliti menemukan bahwa Ibu Ana dalam
melakukan advokasi, yaitu untuk mengubah terjadinya kebijakan
program atau kegiatan layanan dari pasien yang kurang mengetahui
informasi terkait pelayanan yang seharusnya diperoleh. Sehingga
pasien dan keluarga mendapatkan informasi berupa edukasi dan
mengerti tindakan atau pelayanan yang akan diperoleh sampai
mengetahui protokol atau jadwal tindakan selama di Rumah Sakit
atau suatu tindakan untuk mempengaruhi atau mendukung sesuatu
atau seseorang. Berikut pemaparan secara langsung pada saat di
wawancara:
“…Sehingga pasien dan keluarga mendapatkan informasi
berupa edukasi dan mengerti tindakan atau pelayanan yang
akan diperoleh sampai mengetahui protokol atau jadwal
tindakan selama di Rumah Sakit atau suatu tindakan untuk
mempengaruhi atau mendukung sesuatu atau seseorang.”
Advokasi
Koalisi
Tujuan
Data
Sasaran Advokas
i Pesa
n
Pelaksan
a
an
Evaluasi
Pengumpul-an Dan
a
90
b. Menggunakan Data dan Penelitian Untuk Advokasi
Ibu Ana, selaku pekerja sosial medis dalam melakukan
identifikasi terhadap pasien merupakan prosedur yang harus dijalani
sebagai profesi yang memiliki pengetahuan, nilai dan keterampilan.
Agar pasien dan keluarga mendapatkan informasi berupa edukasi
dan mengerti tindakan atau pelayanan yang akan diperoleh sampai
mengetahui jadwal tindakan selama di Rumah Sakit. Berikut
pemaparan secara langsung pada saat di wawancarai:
“berbicara bagaimana pekerja sosial medis melakukan
identifikasi terhadap pasien yaitu tentang prosedur yang
melayani sebagai profesi yang memiliki pengetahuan, nilai
dan keterampilan, lalu memberikan pelayananan terhadap
pasien terkait pada identifikasi dimana terdapat
kerahasiaan, dan menghormati hak pasien dan
meningkatkan pelayananan dalam perawatan. Semuanya ini
ada pada status pasien.”86
c. Mengidentifikasi Sasaran Advokasi
Ibu Ana menyatakan bahwa dalam melakukan identifikasi
terhadap pasien merupakan prosedur yang harus dijalani sebagai
profesi yang memiliki pengetahuan, nilai dan keterampilan. Agar
supaya pasien dan keluarga mendapatkan informasi berupa edukasi
dan mengerti tindakan atau pelayanan yang akan diperoleh sampai
mengetahui jadwal tindakan selama di Rumah Sakit. Berikut
pemaparan secara langsung pada saat di wawancarai:
86 Wawancara Pribadi dengan Ibu Ana, Jakarta, 23 November 2016
91
“berbicara bagaimana pekerja sosial medis melakukan
identifikasi terhadap pasien yaitu tentang prosedur yang
melayani sebagai profesi yang memiliki pengetahuan, nilai
dan keterampilan, lalu memberikan pelayananan terhadap
pasien terkait pada identifikasi dimana terdapat
kerahasiaan, dan menghormati hak pasien dan
meningkatkan pelayananan dalam perawatan. Semuanya ini
ada pada status pasien.”87
d. Mengembangkan dan Menyampaikan Pesan Advokasi
Pada poin ini serupa dengan apa yang disampaikan oleh Ibu
Ana terkait tujuan dalam melakukan advokasi yaitu untuk mengubah
terjadinya kebijakan program atau kegiatan layanan dari pasien yang
kurang mengetahui informasi terkait pelayanan yang seharusnya
diperoleh. Sehingga pasien dan keluarga mendapatkan informasi
berupa edukasi dan mengerti tindakan atau pelayanan yang akan
diperoleh sampai mengetahui protokol atau jadwal tindakan selama
di Rumah Sakit atau suatu tindakan untuk mempengaruhi atau
mendukung sesuatu atau seseorang. Berikut pemaparan secara
langsung pada saat di wawancara:
“…Sehingga pasien dan keluarga mendapatkan informasi
berupa edukasi dan mengerti tindakan atau pelayanan yang
akan diperoleh sampai mengetahui protokol atau jadwal
tindakan selama di Rumah Sakit atau suatu tindakan untuk
mempengaruhi atau mendukung sesuatu atau seseorang.”
e. Membentuk Koalisi
Ibu Ana menyampaikan terkait pihak-pihak yang terlibat
dalam penanganan advokasi terhadap pasien, diantaranya
manajemen Rumah Sakit terkait BPJS itu sendiri, lalu ada kepala ada
87 Wawancara Pribadi dengan Ibu Ana, Jakarta, 23 November 2016
92
Kepala Instalasi Rehabilitasi Medis, Kepala Instalasi Rawat Inap,
keluarga dan masyarakat, perusahaan juga ikut terlibat apabila
pasien sebelum sakit aktif di perusahaan tempat pasien bekerja dan
tentunya yang terlibat dalam penanganan advokasi ini yaitu pekerja
sosial medis. Dari pemaparan tersebut dijelaskan bahwa dalam
sebuah advokasi dibutuhkannya dukungan beberapa orang agar
terciptanya tujuan dari advokasi itu sendiri. Adanya demokrasi
dalam proses advokasi yang melibatkan sejumlah orang yang
berjumlah besar mampu mewakili kepentingan yang berbeda-beda.
Berikut ini pemaparan secara langsung pada saat di wawancara:
“Untuk keterlibatan dalam penanganan advokasi ini cukup
banyak ya, diantaranya manajemen Rumah Sakit terkait
BPJS itu sendiri, lalu ada Kepala Instalasi Rehabilitasi
Medis, Kepala Instalasi Rawat Inap, keluarga dan
masyarakat, perusahaan juga ikut terlibat apabila pasien
sebelum sakit aktif di perusahaan tempat pasien bekerja dan
tentunya yang terlibat dalam penanganan advokasi ini yaitu
pekerja sosial medis.”88
f. Membuat Presentasi yang Persuasif
Pada poin ini peneliti menemukan pihak-pihak yang terlibat
dengan Ibu Ana dalam penanganan advokasi terhadap pasien,
diantaranya manajemen Rumah Sakit terkait BPJS itu sendiri, lalu
ada kepala ada Kepala Instalasi Rehabilitasi Medis, Kepala Instalasi
Rawat Inap, keluarga dan masyarakat, perusahaan juga ikut terlibat
apabila pasien sebelum sakit aktif di perusahaan tempat pasien
bekerja dan tentunya yang terlibat dalam penanganan advokasi ini
88 Wawancara Pribadi dengan Ibu Ana, Jakarta, 14 November 2016
93
yaitu pekerja sosial medis. Dari pemaparan tersebut dijelaskan
bahwa dalam sebuah advokasi dibutuhkannya dukungan beberapa
orang agar terciptanya tujuan dari advokasi itu sendiri. Adanya
demokrasi dalam proses advokasi yang melibatkan sejumlah orang
yang berjumlah besar mampu mewakili kepentingan yang berbeda-
beda. Berikut ini pemaparan secara langsung pada saat di
wawancara:
“Untuk keterlibatan dalam penanganan advokasi ini cukup
banyak ya, diantaranya manajemen Rumah Sakit terkait
BPJS itu sendiri, lalu ada Kepala Instalasi Rehabilitasi
Medis, Kepala Instalasi Rawat Inap, keluarga dan
masyarakat, perusahaan juga ikut terlibat apabila pasien
sebelum sakit aktif di perusahaan tempat pasien bekerja dan
tentunya yang terlibat dalam penanganan advokasi ini yaitu
pekerja sosial medis.”89
g. Mengumpulkan Dana Untuk Advokasi
Mengumpulkan dana untuk advokasi dimana sebagian besar
kegiatan, termasuk advokasi, memerlukan sumber dana. Usaha
untuk melakukan advokasi secara berkelanjutan dalam waktu yang
panjang berarti menyediakan waktu dan energi dalam
mengumpulkan dana atau sumber daya yang lain untuk mendukung
tugas advokasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ibu Ana pada saat
di wawancarai :
“.... meninjau kembali asesmen yang telah dilakukan apakah
kebutuhan pasien terpenuhi atau bahkan membutuhkan dana
sosial, perencanaan dan pelaksanaan; memberikan dana
sosial yang telah disiapkan dari pihak rumah sakit,
terminasi; bisa membantu pasien dalam pengurusan
admisnistrasi atau pasien meninggal dan membantu dalam
89 Wawancara Pribadi dengan Ibu Ana, Jakarta, 14 November 2016
94
proses pengurusan jenazah, dan follow up maksudnya
menindak lanjuti kebutuhan pasien setelah dia keluar dari
Rumah Sakit, apakah dia masih membutuhkan Ibu Ana atau
tidak. Tapi hal seperti itu jarang sih terjadi.”90
h. Mengevaluasi Usaha Advokasi
Mengevaluasi usaha advokasi dimana untuk menjadi
pelaksana advokasi yang efektif, diperlukan umpan balik dan
evaluasi secara terus-menerus. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ibu
Ana pada saat di wawancarai :
“.... monitoring dan evaluasi; meninjau kembali asesmen
yang telah dilakukan apakah kebutuhan pasien terpenuhi
atau bahkan membutuhkan dana sosial, perencanaan dan
pelaksanaan; memberikan dana sosial yang telah disiapkan
dari pihak rumah sakit, terminasi; bisa membantu pasien
dalam pengurusan admisnistrasi atau pasien meninggal dan
membantu dalam proses pengurusan jenazah, dan follow up
maksudnya menindak lanjuti kebutuhan pasien setelah dia
keluar dari Rumah Sakit, apakah dia masih membutuhkan
Ibu Ana atau tidak. Tapi hal seperti itu jarang sih terjadi.”91
Memang jelas bahwa adanya proses secara terstruktur yang
dilakukan pekerja sosial medis itu sendiri dalam mengadvokasi
pasien. Menurut pasien Tn. TA yang mengalami secara langsung
proses tersebut mengungkapkan bahwa Ibu Ana memberikan
dukungan secara langsung dan membantu dalam membangun
koneksi dengan keluarganya. Ibu Ana juga menjadikan pasien lain
yang sebelumnya pernah ditangani beliau sebagai contoh
pembelajaran bagi Tn. TA agar Tn. TA lebih bersyukur lagi dengan
kondisinya saat ini. Tn. H juga menambahkan bahwa Ibu Ana juga
90Wawancara Pribadi dengan Ibu Ana, Jakarta, 14 November 2016 91Wawancara Pribadi dengan Ibu Ana, Jakarta, 14 November 2016
95
berperan dalam mendampingi pasien, seperti membantu dalam
proses administrasi, upaya mendapatkan kamar rawat inap dan
membantu menghubungi keluarga serta rekan kerja Tn. H. Berikut
disampaikan Tn. TA dan Tn. H pada saat wawancara langsung:
“Bu Ana memberikan dukungan kepada saya secara
maksimal. Ya maksudnya meskipun ada momen dimana saya
belum ingin cerita tapi Bu Ana tetap memberi saya support
dan membuat saya berfikir bahwa orang yang tidak diposisi
saya saja mau mendukung saya masa saya sendiri tidak ingin
berusaha untuk membahagiakan orang-orang disekeliling
saya. Bu Ana juga memberi dukungan dengan cara
membantu membangun koneksi dengan keluarga saya yang
awalnya mungkin tidak cukup baik sehingga membuat saya
semakin semangat lagi. Lalu Bu Ana pernah juga
menceritakan pengalamannya memiliki pasien yang
kondisinya jauh lebih sulit daripada saya tapi memiliki
semangat yang luar biasa sehingga membuat saya merasa
perlu untuk lebih bersyukur dan bersyukur lagi dengan
keadaan saya saat ini.”92
“Bu Ana dari saya pertama masuk, dia selalu dampingi saya
loh, dari bantu proses BPJS saya, dapetin kamar rawat inap
bahkan jika saya sudah diperbolehkan pulang kekampung
beliau gak sungkan buat bantu saya nanti. dalam membantu
menangani masalah dan penyakit saya, dia seperti bisa
melihat dari berbagai sisi dari masalah saya yang saya
hadapi, disaat keluarga saya sulit dihubungi, dia justru
menghubungi rekan-rekan saya di tempat kerja untuk bisa
membantu dalam permasalahan adminstrasi yang harus
dilengkapi di rumah sakit.”93
Ibu Ana juga menjelaskan kembali secara lebih rinci melalui
tujuh poin diantaranya menjalin sebuah relasi, rencana intervensi,
implementasi rencana, pengawasan dan evaluasi, terminasi dan poin
ketujuh adalah follow up atau menindak lanjuti. Hal ini serupa
dengan pernyataan yang disampaikan oleh Karen Kay Krist Ashman
92 Wawancara Pribadi dengan Tn. TA, Jakarta, 28 November 2016 93 Wawancara Pribadi dengan Tn. H, Jakarta, 25 November 2016
96
dan Grafton H. Hull, Jr.94 bahwa model intervensi generalis adalah
model praktik yang mengambarkan langkah demi langkah tentang
bagaimana melakukan proses perubahan yang direncanakan yang
umumnya dikhususkan dalam mengatasi masalah.
Pekerja sosial perlu untuk mengadvokasi dan berjuang
untuk perubahan dalam suatu kebijakan publik yang
mendiskriminasi orang-orang yang tidak mampu mengemukakan
pendapat dan tidak mampu mengikuti kebijakan rumit untuk
menerima manfaat. Terlepas dari apa masalah yang dibahas, upaya
perubahan rencana mengikuti tindakan yang sama. model intervensi
generalis inti memiliki tujuh langkah proses perubahan terencana
yang menekankan azas ukuran yang assesment kekuatan pasien.
Dari pernyataan diatas sesuai dengan pernyataan Ibu Ana
terkait tujuh poin yang merupakan standar awal dalam pelayanan
advokasi itu sendiri diantaranya engagement atau menjalin relasi,
asesmen atau adanya pengkajian masalah terhadap pasien, rencana
intervensi atau keterlibatan pekerja sosial medis dengan pasien
dalam menyusun langkah yang akan diambil oleh pasien itu sendiri,
implementasi rencana atau memilih dan melakukan langkah yang
telah diambil oleh pasien, pengawasan dan evaluasi atau meninjau
kembali asesmen yang telah dilakukan apakah sudah sesuai yang
dibutuhkan oleh pasien atau belum, terminasi atau pemutusan
94 BAB II halaman 30-31
97
hubungan dengan pasien yang dianggap sudah mampu
menyelesaikan masalahnya sendiri namun tidak menutup
kemungkinan apabila pasien masih membutuhkan bantuan dari
pekerja sosial medis hal tersebut tidak dibatasi dan bisa dilakukan
sesuai dengan perjanjian yang akan dilakukan. Terminasi dianggap
terjadi apabila pasien yang bersangkutan meninggal dunia dan sudah
dikategorikan “bersih” dari penyakit kanker. Selanjutnya, poin
ketujuh adalah follow up atau menindak lanjuti hal-hal terkait
dengan pelayanan bagi pasien, hal ini bersifat tentatif karena
bergantung pada persetujuan antara pekerja sosial medis dan pasien.
Dari tujuh poin yang disebutkan diatas merupakan pernyataan dari
Ibu Ana pada saat di wawancara sebagai berikut:
“Standar awal dalam pelayanan advokasi ada tujuh poin
yang tidak jauh dari yang biasa dilakukan hikmah, yang pasti
sudah diajarkan juga di perkuliahan yaitu menjalin relasi
dengan pasien, asesmen; dari bantu proses BPJS sampai
dapat kamar rawat inap, rencana intervensi; salah satu
pasien ada yang datang sendiri tanpa keluarga maka kita
bantu cari cara buat menghubungi keluarganya,
implementasi rencana intervensi; setelah bertemu atau
menemukan kontak salah satu keluarganya PSM akan
menghubunginya untuk segera menemui pasien, monitoring
dan evaluasi; meninjau kembali asesmen yang telah
dilakukan apakah kebutuhan pasien terpenuhi atau bahkan
membutuhkan dana sosial, perencanaan dan pelaksanaan;
memberikan dana sosial yang telah disiapkan dari pihak
rumah sakit, terminasi; bisa membantu pasien dalam
pengurusan admisnistrasi atau pasien meninggal dan
membantu dalam proses pengurusan jenazah, dan follow up
maksudnya menindak lanjuti kebutuhan pasien setelah dia
keluar dari Rumah Sakit, apakah dia masih membutuhkan
Ibu Ana atau tidak. Tapi hal seperti itu jarang sih terjadi.”95
95Wawancara Pribadi dengan Ibu Ana, Jakarta, 14 November 2016
98
4. Jenis-jenis Advokasi
Jenis-jenis advokasi yang dilakukan oleh pekerja sosial medis
dalam mengadvokasi pasien dapat dipaparkan sebagai berikut:
a. Advokasi Kasus
Dalam proses advokasi terdapat pula adanya jenis advokasi
yang mendukung proses terjadinya advokasi itu sendiri, yang
dipaparkan oleh Sheafron yaitu advokasi kasus merupakan kegiatan
yang dilakukan seorang Pekerja Sosial untuk membantu pasien agar
mampu menjangkau sumber atau pelayanan sosial yang lembaga,
dunia bisnis atau kelompok profesional terhadap pasien dan pasien
sendiri tidak mampu merespon situasi tersebut dengan baik96.
Dari pemaparan diatas sama halnya yang dijelaskan oleh Ibu
Ana dalam melakukan proses advokasi yaitu metode pertama case
work atau suatu metode dimana pekerja sosial membantu pasien
dalam mengkaji masalahnya secara pribadi serta membantu pasien
dalam penyesuaiannya terhadap lingkungan. Peneliti juga
menemukan praktek advokasi dalam membantu pasien yang sulit
dalam menemukan keluarganya, dengan cara menghubungi pihak
terkait seperti teman satu kamar pasien yang ternyata memiliki
saudara yang berprofesi sebagai polisi yang bertugas di kampung
halaman pasien, sehingga proses pelacakan bisa selesai. Hal ini
96 BAB II halaman 31 – 32
99
serupa dengan pernyataan Ibu Ana pada saat wawancara sebagai
berikut:
“… case work merupakan suatu metode untuk membantu
individu-individu dalam mencapai penyesuaian satu sama
lain dan penyesuaian individu dengan lingkungan, dalam
case work ini kalau diambil secara garis besar
komponennya, itu ada individu, masalah, lembaga,
proses…”97
Hal ini juga diperkuat dari pernyataan pasien Tn. H dan Tn.
TA yang merasakan secara nyata metode tersebut di aplikasikan
kepada mereka. Dari metode case work Tn. TA pribadi berpendapat
bahwa Ibu Ana menyadarkannya untuk tetap semangat dan meyakini
akan ujian yang diberikan Tuhan kepada hambanya bahwa Tuhan
tidak akan memberikan ujian kepada hambanya apabila ia tidak
mampu. Berikut disampaikan Tn. TA pada saat wawancara
langsung:
“Awalnya sih saya emang putus asa dengan keadaan saya
saat ini, tapi Ibu Ana membantu saya untuk lepas
mencurahkan isi hati berupa keluhan atau semacamnya. Ibu
Ana juga membantu saya untuk tetap semangat dan yakin
bahwa Tuhan tidak akan memberikan ujian kepada
hambanya apabila ia tidak mampu. Jadi ya sebenarnya saya
mampu melewati ini semua meskipun rasanya begitu susah.
Ibu Ana juga menyadarkan saya tentang hal ini bukan satu
kali atau dua kali saja melainkan beberapa kali bahkan
ketika saya dalam posisi terpuruk.”98
b. Advokasi Kelas
Adapun jenis advokasi lain yang mendukung proses
terjadinya advokasi itu sendiri, yang dipaparkan oleh Epstein yaitu
97 Wawancara Pribadi dengan Ibu Ana, Jakarta, 23 November 2016 98 Wawancara Pribadi dengan Tn. TA, Jakarta, 28 November 2016
100
advokasi kelas merupakan sebuah aksi atau intervensi untuk
mempromosikan dalam mengubah kebijakan-kebijakan dan praktek
yang mempengaruhi semua orang dalam beberapa kelompok atau
kelas yang memiliki kecenderungan masalah atau status yang
sama99.
Dari pemaparan diatas sama halnya yang dijelaskan oleh Ibu
Ana dalam melakukan proses advokasi yaitu pada metode kedua
group work atau dimana pekerja sosial medis mendampingi pasien
dengan menggunakan pengalaman komunitas dan lingkungan
keluarga sebagai sarana utama dalam memecahkan masalahnya, dan
metode ketiga lingkungan atau masyarakat (CO-CD). Peneliti juga
menemukan hal serupa pada saat observasi berlangsung bahwa
adanya advokasi kelas dalam proses advokasi terhadap pasien,
peneliti menyaksikan kegiatan PSM dalam mengadvokasi pasien di
ruang lingkup rumah sakit yang semua pasiennya mengidap penyakit
kanker. Hal ini serupa dengan pernyataan Ibu Ana pada saat
wawancara sebagai berikut:
“…group work yang dimana metode ini merupakan
pendampingan sosial menggunakan pengalaman komunitas,
lingkungan keluarga sebagai sarana utama untuk membantu
meningkatkan kemampuan individu dalam memecahkan
masalahnya. Dan ketiga ini ada lingkungan atau masyarakat
(CO-CD) atau selain dengan tiga metode tersebut ada tiga
metode alternatif contohnya pekerja sosial dengan individu
bertujuan untuk membantu pasien dalam pemenuhan
kebutuhan serta dalam menghadapi dan memecahkan
99 BAB II halaman 32-33
101
masalahnya, lalu ada juga intervensi krisis dan konseling
sebagai pendukung dari metode ketiga ini.”100
Dari metode group work ini diperkuat juga oleh pasien Tn.
H yang berpendapat bahwa ia mendapat banyak pelajaran setelah
bertemu dengan Ibu Ana bahwa dari kegiatan rutin yang dilakukan
olehnya merupakan kegiatan yang tidak sehat karena padatnya
pekerjaan di lingkungan pabrik dan dengan jarak yang jauh pula ia
bisa melupakan kebutuhan pokok untuk dirinya sendiri yaitu
kebutuhan akan nutrisi. Dalam hal ini Ibu Ana membuat ia sadar
akan kondisinya sendiri, bahkan Ibu Ana juga menyarankan untuk
menghadirkan pihak keluarga pada saat penyadaran berlangsung.
Ibu Ana juga pernah menceritakan pengalamannya memiliki pasien
yang kondisinya jauh lebih sulit daripada Tn. H tapi memiliki
semangat yang luar biasa sehingga membuat saya merasa perlu
untuk lebih bersyukur dan bersyukur lagi dengan keadaannya saat
ini. Berikut disampaikan Tn. H pada saat wawancara langsung:
“Ibu Ana memberikan saya banyak pelajaran (edukasi), saya
senang dengan beliau, soalnya suka bikin saya sadar kalo
kegiatan saya sebenernya gak sehat, bayangin aja saya
tinggal di lingkungan pabrik dan bekerja dengan jarak yang
jauh seterusnya sampai saya lupa dengan makan saya, ya
memang dibalik itu saya berusaha buat anak dan istri juga.
Tapi setelah dapat arahan dari Ibu Ana, buat apa nyari duit
kalo fisiknya malah sakit, yang ada keluarga saya juga
ikutan sakit, terutama dompet deh juga ikutan sakit hahaha...
Ibu Ana sering ngasih saya saran agar mengajak keluarga
saya, pas sedang ada penyadaran masalah, jadinya gak
Cuma saya aja yang tau soal penyakit saya tapi istri saya
dan anak-anak saya pun juga tau.” 101
100 Wawancara Pribadi dengan Ibu Ana, Jakarta, 23 November 2016 101 Wawancara Pribadi dengan Tn. H, Jakarta, 25 November 2016
102
5. Dinamika Proses Advokasi
Dinamika proses advokasi yang dimaksud disini merupakan
tahapan dalam mengadvokasi pasien yang dilakukan oleh pekerja sosial
medis di Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta, sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi masalah
Tahap ini mengacu pada penetapan agenda. Pekerja sosial
sebagai advokat harus menentukan masalah mana yang perlu dituju
dan diusahakan untuk mencapai lembaga yang menjadi sasaran agar
diketahui bahwa isu tersebut memerlukan tindakan102.
Dari penjelasan diatas sesuai dengan pernyataan Ibu Ana
terkait identifikasi terhadap pasien pada saat proses advokasi
berlangsung. Pekerja sosial medis melakukan identifikasi terhadapat
pasien dengan memperhatikan pengetahuan, nilai dan keterampilan.
Lalu memberikan pelayanan terhadap pasien terkait pada identifikasi
dimana terdapat kerahasiaan, menghormati hak pasien dan
meningkatkan pelayanan dalam perawatan. Berikut pemaparan
secara langsung Ibu Ana pada saat diwawancarai :
“berbicara bagaimana pekerja sosial medis melakukan
identifikasi terhadap pasien yaitu tentang prosedur yang
melayani sebagai profesi yang memiliki pengetahuan, nilai
dan keterampilan, lalu memberikan pelayananan terhadap
pasien terkait pada identifikasi dimana terdapat kerahasiaan,
dan menghormati hak pasien dan meningkatkan pelayananan
dalam perawatan. Semuanya ini ada pada status pasien.”103
102 Pada BAB II halaman 33 103 Wawancara Pribadi dengan Ibu Ana, Jakarta, 23 November 2016
103
b. Merumuskan solusi
Merumuskan solusi dimana pekerja sosial berperan sebagai
advokat yang harus merumuskan solusi mengenai masalah yang
telah di identifikasi dan memiliki salah satu yang paling fleksibel
ditangani secara politis, ekonomis dan sosial104.
Ibu Ana juga menjelaskan kembali secara lebih rinci melalui
tujuh poin diantaranya menjalin sebuah relasi, rencana intervensi,
implementasi rencana, pengawasan dan evaluasi, terminasi dan poin
ketujuh adalah follow up atau menindak lanjuti. Hal ini serupa
dengan pernyataan yang disampaikan oleh Karen Kay Krist Ashman
dan Grafton H. Hull, Jr.105 bahwa model intervensi generalis adalah
model praktik yang mengambarkan langkah demi langkah tentang
bagaimana melakukan proses perubahan yang direncanakan yang
umumnya dikhususkan dalam mengatasi masalah. Pekerja sosial
perlu untuk mengadvokasi dan berjuang untuk perubahan dalam
suatu kebijakan publik yang mendiskriminasi orang-orang yang
tidak mampu mengemukakan pendapat dan tidak mampu mengikuti
kebijakan rumit untuk menerima manfaat. Terlepas dari apa masalah
yang dibahas, upaya perubahan rencana mengikuti tindakan yang
sama. model intervensi generalis inti memiliki tujuh langkah proses
perubahan terencana yang menekankan azas ukuran yang assesment
kekuatan pasien.
104 BAB II halaman 34
105 BAB II halaman 30
104
Dari pernyataan diatas sesuai dengan pernyataan Ibu Ana
terkait tujuh poin yang merupakan standar awal dalam pelayanan
advokasi itu sendiri diantaranya engagement atau menjalin relasi,
asesmen atau adanya pengkajian masalah terhadap pasien, rencana
intervensi atau keterlibatan pekerja sosial medis dengan pasien
dalam menyusun langkah yang akan diambil oleh pasien itu sendiri,
implementasi rencana atau memilih dan melakukan langkah yang
telah diambil oleh pasien, pengawasan dan evaluasi atau meninjau
kembali asesmen yang telah dilakukan apakah sudah sesuai yang
dibutuhkan oleh pasien atau belum, terminasi atau pemutusan
hubungan dengan pasien yang dianggap sudah mampu
menyelesaikan masalahnya sendiri namun tidak menutup
kemungkinan apabila pasien masih membutuhkan bantuan dari
pekerja sosial medis hal tersebut tidak dibatasi dan bisa dilakukan
sesuai dengan perjanjian yang akan dilakukan. Terminasi dianggap
terjadi apabila pasien yang bersangkutan meninggal dunia dan sudah
dikategorikan “bersih” dari penyakit kanker. Selanjutnya, poin
ketujuh adalah follow up atau menindak lanjuti hal-hal terkait
dengan pelayanan bagi pasien, hal ini bersifat tentatif karena
bergantung pada persetujuan antara pekerja sosial medis dan pasien.
Dari tujuh poin yang disebutkan diatas merupakan pernyataan dari
Ibu Ana pada saat di wawancara sebagai berikut:
105
“Standar awal dalam pelayanan advokasi ada tujuh poin
yang tidak jauh dari yang biasa dilakukan hikmah, yang pasti
sudah diajarkan juga di perkuliahan yaitu menjalin relasi
dengan pasien, asesmen; dari bantu proses BPJS sampai
dapat kamar rawat inap, rencana intervensi; salah satu
pasien ada yang datang sendiri tanpa keluarga maka kita
bantu cari cara buat menghubungi keluarganya,
implementasi rencana intervensi; setelah bertemu atau
menemukan kontak salah satu keluarganya PSM akan
menghubunginya untuk segera menemui pasien, monitoring
dan evaluasi; meninjau kembali asesmen yang telah
dilakukan apakah kebutuhan pasien terpenuhi atau bahkan
membutuhkan dana sosial, perencanaan dan pelaksanaan;
memberikan dana sosial yang telah disiapkan dari pihak
rumah sakit, terminasi; bisa membantu pasien dalam
pengurusan admisnistrasi atau pasien meninggal dan
membantu dalam proses pengurusan jenazah, dan follow up
maksudnya menindak lanjuti kebutuhan pasien setelah dia
keluar dari Rumah Sakit, apakah dia masih membutuhkan
Ibu Ana atau tidak. Tapi hal seperti itu jarang sih terjadi”.106
c. Melaksanakan kebijakan
Melaksanakan kebijakan dimana pekerja sosial membantu
dalam memberikan solusi107. Dari pernyataan sesuai dengan
pernyataan Ibu Ana terkait tujuh poin yang merupakan standar awal
dalam pelayanan advokasi itu sendiri diantaranya engagement atau
menjalin relasi, asesmen atau adanya pengkajian masalah terhadap
pasien, rencana intervensi atau keterlibatan pekerja sosial medis
dengan pasien dalam menyusun langkah yang akan diambil oleh
pasien itu sendiri, implementasi rencana atau memilih dan
melakukan langkah yang telah diambil oleh pasien, pengawasan dan
evaluasi atau meninjau kembali asesmen yang telah dilakukan
apakah sudah sesuai yang dibutuhkan oleh pasien atau belum,
106Wawancara Pribadi dengan Ibu Ana, Jakarta, 14 November 2016 107 BAB II halaman 34
106
terminasi atau pemutusan hubungan dengan pasien yang dianggap
sudah mampu menyelesaikan masalahnya sendiri namun tidak
menutup kemungkinan apabila pasien masih membutuhkan bantuan
dari pekerja sosial medis hal tersebut tidak dibatasi dan bisa
dilakukan sesuai dengan perjanjian yang akan dilakukan. Terminasi
dianggap terjadi apabila pasien yang bersangkutan meninggal dunia
dan sudah dikategorikan “bersih” dari penyakit kanker. Selanjutnya,
poin ketujuh adalah follow up atau menindak lanjuti hal-hal terkait
dengan pelayanan bagi pasien, hal ini bersifat tentatif karena
bergantung pada persetujuan antara pekerja sosial medis dan pasien.
Dari tujuh poin yang disebutkan diatas merupakan pernyataan dari
Ibu Ana pada saat di wawancara sebagai berikut:
“Standar awal dalam pelayanan advokasi ada tujuh poin
yang tidak jauh dari yang biasa dilakukan hikmah, yang pasti
sudah diajarkan juga di perkuliahan yaitu menjalin relasi
dengan pasien, asesmen; dari bantu proses BPJS sampai
dapat kamar rawat inap, rencana intervensi; salah satu
pasien ada yang datang sendiri tanpa keluarga maka kita
bantu cari cara buat menghubungi keluarganya,
implementasi rencana intervensi; setelah bertemu atau
menemukan kontak salah satu keluarganya PSM akan
menghubunginya untuk segera menemui pasien, monitoring
dan evaluasi; meninjau kembali asesmen yang telah
dilakukan apakah kebutuhan pasien terpenuhi atau bahkan
membutuhkan dana sosial, perencanaan dan pelaksanaan;
memberikan dana sosial yang telah disiapkan dari pihak
rumah sakit, terminasi; bisa membantu pasien dalam
pengurusan admisnistrasi atau pasien meninggal dan
membantu dalam proses pengurusan jenazah, dan follow up
maksudnya menindak lanjuti kebutuhan pasien setelah dia
keluar dari Rumah Sakit, apakah dia masih membutuhkan
Ibu Ana atau tidak. Tapi hal seperti itu jarang sih terjadi”.108
108Wawancara Pribadi dengan Ibu Ana, Jakarta, 14 November 2016
107
d. Evaluasi
Evaluasi dimana pekerja sosial menilai kembali efektifitas
advokasi yang telah dilakukan109. Ibu Ana juga menjelaskan hal
serupa terkait standar awal yang dilakukan dalam proses advokasi
dimana adanya proses pengawasan dan evaluasi atau meninjau
kembali asesmen yang telah dilakukan apakah sudah sesuai yang
dibutuhkan oleh pasien atau belum.
“....monitoring dan evaluasi; meninjau kembali asesmen
yang telah dilakukan apakah kebutuhan pasien terpenuhi
atau bahkan membutuhkan dana sosial….”110
B. Pendukung dan Kendala Dalam Proses Advokasi
1. Pendukung
Dalam proses advokasi ini tidak akan berhasil apabila tidak
disertai oleh beberapa aspek pendukung. Adapun pihak-pihak yang
terlibat di dalam proses advokasi ini yaitu adanya keterlibatan
manajemen Rumah Sakit terkait BPJS, lalu ada pula Kepala Instalasi
Rehabilitasi Medis, Kepala Instalasi Rawat Inap, keluarga dan
masyarakat, bahkan perusahaan pun juga ikut terlibat dalam proses
advokasi ini apabila pasien sebelum sakit merupakan pegawai aktif di
perusahaan tersebut dan tentunya yang terlibat dalam penanganan
109 BAB II halaman 34 110Wawancara Pribadi dengan Ibu Ana, Jakarta, 14 November 2016
108
advokasi ini yaitu pekerja sosial medis itu sendiri. Berikut pemaparan
yang disampaikan oleh Ibu Ana pada saat di wawancarai :
“Untuk keterlibatan dalam penanganan advokasi ini cukup
banyak ya, diantaranya manajemen Rumah Sakit terkait BPJS itu
sendiri, lalu ada Kepala Instalasi Rehabilitasi Medis, Kepala
Instalasi Rawat Inap, keluarga dan masyarakat, perusahaan juga
ikut terlibat apabila pasien sebelum sakit aktif di perusahaan
tempat pasien bekerja dan tentunya yang terlibat dalam
penanganan advokasi ini yaitu pekerja sosial medis.”111
Pasien Tn. TA merasakan dukungan yang diberikan oleh Ibu Ana
sebagai pekerja sosial medis, bahwa Ibu Ana memberikan dukungan
dan penyadaran jika seseorang yang tidak mengidap penyakit kanker
saja mau untuk mendukung si pasien, apalagi ia yang mengalami secara
langsung hal ini, maka harus pula memiliki semangat yang luar biasa.
Tn. H juga merasakan bahwa Ibu Ana memberikan dukungan dalam
menjalani kemoterapi dan Ibu Ana juga berusaha membangun kembali
koneksi dengan keluarga Tn.H secara lebih baik. Berikut pemaparan
secara langsung pada saat di wawancara:
“.... Ibu Ana tetap memberi saya support dan membuat saya
berfikir bahwa orang yang tidak diposisi saya saja mau
mendukung saya, masa saya sendiri tidak ingin berusaha untuk
membahagiakan orang-orang disekeliling saya....” 112
“dukungan yang Ibu Ana berikan dia selalu menyemangati saya
saat ingin menjalani kemoterapi, bahkan beliau tidak sungkan
untuk menghubungi keluarga saya untuk datang ke rumah sakit
menemani saya ya seperti yang saya bilang dia suka ngerangkul
pasien dan memberikan dorongan semangat.”113
Ibu Ana juga mengatakan bahwa pekerja sosial medis berperan
untuk dan pekerja sosial medis membantu pasien dalam
111 Wawancara Pribadi dengan Ibu Roliana Harianja, Jakarta, 30 November 2016 112 Wawancara Pribadi dengan Tn. TA, Jakarta, 28 November 2016 113 Wawancara Pribadi dengan Tn. H, Jakarta, 25 November 2016
109
mempertahankan suatu prinsip apabila pasien tidak bersedia untuk di
operasi. Dengan alasan keluarga tidak tega atau ada hal-hal yang
dengan kepentingan keluarga atau alasan khusus seperti rasa takut akan
terjadi hal yang lebih buruk terjadi setelah operasi. Berikut pemaparan
secara langsung pada saat di wawancara:
“..... Pekerja sosial medis juga membantu pasien dalam hal
mempertahankan prinsip untuk tidak bersedia di operasi. Hal ini
sering terjadi karena keluarga tidak tega atau ada hal-hal yang
terkait dengan kepentingan keluarga atau alasan khusus seperti
rasa takut lebih buruk terjadi setelah operasi.” 114
Dari pernyataan diatas sudah dijelaskan bagaimana proses
advokasi itu berlangsung, dilihat dari prinsip advokasi poin (a)
dirasakan pula oleh pasien Tn. TA dimana Ibu Ana membantu untuk
membangun koneksi dengan keluarga yang awalnya kurang baik. Tn.
H menambahkan bahwa Ibu Ana juga Ibu Ana membantunya dalam
memberikan semangat dan dukungan aktif secara langsung mulai dari
membantu administrasi dengan BPJS sampai mendapatkan kamar
rawat inap. Berikut disampaikan Tn. TA dan Tn. H pada saat
wawancara langsung:
“…. Ibu Ana juga memberi dukungan dengan cara membantu
membangun koneksi dengan keluarga saya yang awalnya
mungkin tidak cukup baik sehingga membuat saya semakin
semangat lagi….”115
“… beliau begitu sabar dan ramah mendampingi saya, malahan
saya yang bawel gini masih aja dilayanin hehehe. Dari proses
bantuin BPJS saya sampai akhirnya dapat kamar Ibu Ana
bantuin saya.” 116
114 Wawancara Pribadi dengan Ibu Ana, Jakarta, 14 November 2016 115 Wawancara Pribadi dengan Tn. TA, Jakarta, 28 November 2016 116 Wawancara Pribadi dengan Tn. H, Jakarta, 25 November 2016
110
Hal ini serupa dengan pernyataan Ibu Ana terkait dengan proses
pekerja sosial medis yang diterapkan di Rumah Sakit Kanker Dharmais
yang dimana pekerja sosial medis berperan dalam membantu pasien dan
keluarga untuk mendapatkan haknya saat berada di Rumah Sakit,
membantu pasien dalam menerima sumber dan pelayanan untuk
memberikan dukungan secara langsung terhadap suatu perubahan,
berikut pemaparan Ibu Ana ketika di wawancara:
“Advokasi yang dilakukan pekerja sosial medis dalam menangani
pasien itu yang pasti adalah membantu pasien dan keluarga
dalam mendapatkan hak-haknya selama perawatan di Rumah
Sakit, lalu perkerja sosial medis juga membantu pasien dalam
menerima sumber-sumber dan pelayanan-pelayanan untuk
memberikan dukungan aktif atau dukungan secara langsung
terhadap suatu perubahan.....”117
2. Kendala
Adapun kendala atau hambatan yang terjadi pada saat proses
advokasi ini berlangsung yaitu terbatasnya sumber daya manusia terkait
profesi pekerja sosial medis itu sendiri maksudnya jumlah pasien rawat
inap dan rawat jalan tidak sebanding dengan jumlah pekerja sosial
medis yang ada di Rumah Sakit yang bersangkutan. Serta sulitnya
dalam berkomunikasi karena keterbatasan bahasa apabila pasien
tersebut dari daerah, sehingga pekerja sosial medis harus menghubungi
pemda daerah yang bertempat di Jakarta untuk menjembatani
komunikasi pekerja sosial medis dengan pasien. Hal ini di sampaikan
langsung oleh Ibu Ana saat di wawancarai :
117 Ibid,.
111
“Ehm untuk hambatan sih ya biasanya karena keterbatasan
sumber daya manusia terkait profesi pekerja sosial medis dalam
pelayanan dengan jumlah pasien rawat inap dan rawat jalan,
lalu umumnya juga pasien dari daerah keterbatasan pekerja
sosial dalam mengerti bahasa sehingga pekerja sosial harus
menghubungi pemda daerah yang di Jakarta untuk menjembatani
pekerja sosial dan pasien.”118
Kendala lain dialami langsung oleh pasien Tn. H dimana
sebelumnya Tn. H merasa putus asa dengan kondisinya pada saat itu,
sehingga membuatnya berfikir bahwa menyerah menjadi solusi terkahir
untuknya. Begitupula yang dialami oleh Tn. TA dimana rasa putus asa
itu selalu datang menyelimutinya. Berikut pemaparan Tn. H dan Tn. TA
secara langsung pada saat di wawancarai:
“ Saya merasa putus asa dengan kondisi saya, sehingga membuat
saya berfikir bahwa sebaiknya saya menyerah saja dengan
kondisi seperti ini.”119
“.... Jujur saya merasa putus asa, namun di satu sisi saya
mempunyai keyakinan bahwa saya masih bisa kembali normal
(sembuh). Karena itu saya jadi terus berusaha berobat dan
mencari tau segala sebab-sebabnya.”120
Terkadang sikap pasien yang selalu merasa dirinya lemah juga
menjadi kendala dalam proses advokasi dimana Tn. TA menganggap
118 Wawancara Pribadi dengan Ibu Roliana Harianja, Jakarta, 30 November 2016 119 Wawancara Pribadi dengan Tn. H, Jakarta, 25 November 2016 120 Wawancara Pribadi dengan Tn. TA, Jakarta, 28 November 2016
112
dirinya tidak layak akibat penyakit yang dideritanya, sedangkan Tn.H
menganggap dirinya sangat bawel.
“.... bahkan dengan kondisi saya yang tidak layak ini....” 121
“.... beliau begitu sabar dan ramah mendampingi saya, malahan
saya yang bawel gini masih aja dilayanin hehehe...”122
121 Ibid,. 122 Wawancara Pribadi dengan Tn. H, Jakarta, 25 November 2016
113
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dalam penelitian ini, penulis
menyimpulkan bahwa peran pekerja sosial medis merupakan suatu bentuk
pelayanan dalam mendampingi pasien untuk mendapatkan hak-haknya, hal
ini dilihat dari proses pendampingan yang diberikan oleh Ibu Ana selaku
pekerja sosial medis di Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta. Advokasi
disini merupakan pendampingan yang bertujuan membantu memecahkan
masalah, dimana dalam hal ini pekerja sosial medis dituntut untuk siap
menerima keluhan dan kemungkinan hambatan yang dihadapi pasien dan
keluarga serta membantu mencari alternatif atas masalah tersebut.
Hal tersebut sesuai dengan temuan yang didapat dari masing-masing
indikator advokasi pekerja sosial medis sebagai berikut:
1. Prinsip-prinsip advokasi, dimana pekerja sosial medis harus siap
menerima keluhan serta hambatan yang akan terjadi, pekerja sosial
juga harus mampu dalam memberikan edukasi dan informasi
mengenai pelayanan atau tindakan di Rumah Sakit Kanker Dharmais
Jakarta. Pekerja sosial medis juga perlu memberikan bantuan
terhadap pasien dalam menerima hak-haknya serta memberikan
dukungan aktif. Pekerja sosial medis dituntut pula dalam menjaga
kerahasiaan pasien agar supaya pasien tetap merasa nyaman apabila
harus bercerita hal-hal yang lebih pribadi. Dalam
114
proses advokasi pekerja sosial medis perlu melakukan adanya
monitoring serta evaluasi terhadap pasien terkait advokasi yang telah
dilakukan sebelumnya.
2. Keterampilan, dalam melakukan advokasi pekerja sosial medis harus
memiliki ketrampilan seperti halnya pekerja sosial harus mampu
dalam mewawancarai pasien terkait apa yang ia alami, pekerja sosial
juga diminta untuk bersikap tegas dalam menangani suatu masalah.
Dalam proses advokasi juga diperlukan adanya negosiasi atau
diskusi antara pasien dan pekerja sosial medis itu sendiri terkait hal-
hal yang perlu diketahui oleh pasien. Pekerja sosial juga harus
mampu untuk memanajemen dirinya dengan baik dan benar,
sehingga bisa mengatur waktu atau kepentingan antara keperluan
pribadi dengan keperluan pekerjaan sebagai pekerja sosial medis.
Pekerja sosial perlu melakukan litigasi atau proses peradilan kepada
Instalasi Rehabilitasi Medis yaitu untuk mendiskusikan tindakan
advokasi.
3. Unsur-unsur advokasi, dalam proses advokasi pekerja sosial medis
perlu menetukan tujuan advokasi agar terbentuknya kebijakan
program atau kegiatan pelayanan bagi pasien,pekerja sosial medis
menggunakan status pasien dalam mengidentifikasi pasien. Pekerja
sosial juga perlu mengembangkan dan menyampaikan pesan agar
pasien terinformasi dengan baik. Dalam proses advokasi
diperlukannya koalisi atau keterlibatan dengan beberapa unsur staf
seperti kepada Instalasi Rehabilitasi Medis, Instalasi Rawat Inap dan
115
keluarga. Selain adanya keterlibatan dari berbagai pihak, pekerja
sosial medis juga mampu mempengaruhi pihak terkait agar
tercipatanya proses advokasi yang seimbang. Dalam proses advokasi
pekerja sosial menggunakan dana sosial untuk memenuhi kebutuhan
pasien. Pekerja sosial juga perlu melakuakn evaluasi advokasi untuk
menentukan efektif atau tidaknya advokasi yang telah dilaksanakan.
4. Jenis-jenis advokasi, adapun jenis-jenis advokasi yang dilakukan
pekerja sosial medis di Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta
diantaranya metode case work yang digunakan pekerja sosial medis
dalam mengadvokasi pasien, termasuk kedalam salah satu jenis
advokasi yaitu advokasi kasus, dimana pekerja sosial medis
membantu pasien dalam mengkaji suatu permasalahan yang
dihadapi pasien. Metode lainnya yang digunakan adalah metode
group work yang digunakan pekerja sosial medis dalam
mengadvokasi pasien termasuk kedalam salah satu jenis advokasi
yaitu advokasi kelas, dimana pekerja sosial medis mendampingi
pasien dengan menggunakan pengalaman komunitas dan lingkungan
keluarga sebagai sarana utama dalam memecahkan masalah bagi
pasien.
5. Dinamika proses advokasi, dalam proses advokasi adapula dinamika
proses advokasi dimana dalam hal ini pekerja sosial medis
mengidentifikasi masalah dengan melibatkan status pasien untuk
mengambil langkah tindakan kebijakan. Pekerja sosial medis
berperan untuk merumuskan solusi dalam mengintervensi
116
permasalahan pasien. Pekerja sosial medis juga berperan dalam
melaksanakan kebijakan, baik itu dari pihak pasien yang
menentukan atau dari pihak rumah sakit. Dalam dinamika proses
advokasi ini pekerja sosial medis juga mengevaluasi hasil dari
advokasi yang sudah dilaksanakan.
B. Saran
Merujuk pada kesimpulan diatas, maka penulis mencoba
memberikan dan mengemukakan masukan atau rekomendasi yang kiranya
dapat menjadi bahan pertimbangan kedepannya, sebagai berikut:
1. Bagi Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta
Berdirinya Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta, diharapkan
mampu menambah sumber daya manusia terkait profesi pekerja
sosial profesional di bidang medis, sehingga unit Instalasi
Rehabilitasi Medis dimana unit ini adalah tempat pekerja sosial
medis bernaung, dapat berperan penuh dalam proses penyembuhan
baik dari segi fisik, psiko, sosial serta ekonomi pasien. Serta
melakukan kerjasama terhadap universitas-universitas yang
memiliki program studi kesejahteraan sosial, sehingga ilmu pekerja
sosial akan terus berkembang dan lebih dikenal oleh masyarakat.
2. Bagi Program Studi Kesejahteraan Sosial
Diharapkan program studi kesejahteraan sosial lebih meningkatkan
pengenalan pada awal semester terkait penempatan profesi pekerja
sosial dalam segala bidang, baik itu di latar panti sosial, rumah sakit
atau di bidang industri.
117
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Peneliti menyadari akan keterbatasan dalam pembuatan penelitian
ini, maka peneliti mengharapkan adanya penelitian selanjutnya dari
pihak lain dan hasil penelitian ini dapat digunakan juga sebagai
tambahan informasi dalam melakukan penelitian dengan tema yang
berbeda, contohnya mengenai Advokasi Pekerja Sosial Medis
Terhadap Pasien Rawat Jalan dan Peran Pekerja Sosial Dalam Proses
Penerimaan Pasien Terhadap Penyakitnya.
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Aminto, Wiku. Sistem Kesehatan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada 2010) Cet
ke-3
Bateman, Neil. Advocacy Skills: A Handbook for Human Service Professionals,
(England: Ashgate Publishing Limited)
Bracht, Neil. F. 1978. Social Work In Health Care: A Guide to Professional