PERAN ORGANISASI PERGERAKAN DALAM PEMISAHAN BRUNEI- MALAYSIA TAHUN (1946-1962) Skripsi Studi ini Dilaksanakan Sebagai Salah Satu Tugas Akademik untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S. Hum) Oleh: Abdul Fajri NIM: 1112022000056 PROGRAM STUDI SEJARAH PERADABAN ISLAM FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1439 H/2018 M
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PERAN ORGANISASI PERGERAKAN DALAM PEMISAHAN BRUNEI-MALAYSIA TAHUN (1946-1962)
Skripsi
Studi ini Dilaksanakan Sebagai Salah Satu Tugas Akademik untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S. Hum)
Oleh:
Abdul Fajri NIM: 1112022000056
PROGRAM STUDI SEJARAH PERADABAN ISLAM FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 1439 H/2018 M
LEMBAR PERSETUttAN PEMBIMBING SKRIPSI
PERAN ORGANISASIPERGERAKAN DALAM PEMISAⅡ AN BRUNEI―MALAYSIA TAHUN(1946-196幼
SkripsiDiajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S.Hum)
C)lch:
Abdul Fairi
NIM。 1112022000056
Pembimbing
NIP.195901151994031002
PROGRAIVISTUDISEJARAH PERADABAN ISLAPIFAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
A. Perjuangan Melalui Meja Perundingan ............................... 36
B. Pembentukan Federasi Malaysia ......................................... 37
C. Revolusi Brunei Tahun 1962 ............................................... 40
D. Perpisahan Brunei dengan Malaysia ................................... 43
viii
BAB V PENUTUP ................................................................................. 46
A. Kesimpulan ............................................................................ 46
B. Saran ...................................................................................... 48
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 49
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada awal abad ke 18, Benua Asia khususnya kawasan Asia Tenggara
mengalami penjajahan atau Kolonialisme oleh Bangsa-bangsa Eropa. Adapun
contoh dari penjajahan itu antara lain, Indonesia dikuasai oleh Belanda,
Filipina dicaplok oleh Spanyol, Prancis menduduki Indo-China dan Inggris
menyatakan bahwa Semenanjung Malaya dan Pulau Singapura adalah
Koloninya1.
Kekuasaan Inggris di Semenanjung Malaya menjadi ancaman bagi
eksistensi Kesultanan Brunei. Pengaruh Inggris di Brunei dimulai saat
kedatangan James Brooke ke Kuching, Serawak pada tahun 18392. James
Brooke adalah seorang petualang berkebangsaan Inggris yang lahir di India,
ia meminjam uang dari ayahnya untuk membeli sebuah kapal guna berdagang
ke Timur Jauh. James Brooke tiba di Sarawak, dimana ia kemudian menjalin
persahabatan dengan Sultan dan membantu memadamkam pemberontakan
yang dilakukan etnis Minoritas „Bidayuh‟. Atas jasa-jasanya, James Brooke
diangkat sebagai gubernur Serawak,3
Pada tahun 1843 terjadi konflik antara James Brooke dan Sultan
Saifudin II yang berakhir dengan kekalahan di pihak Brunei. Sultan Saifudin
II akhirnya terpaksa mengakui kemerdekaan Serawak, dimana James Brooke
mengangkat dirinya sebagai Raja disana. Terpisahnya Serawak membuat
gerakan Inggris menjadi semakin mudah karena memiliki kawasan yang lebih
strategis.
Wilayah kekuasaan Brunei pun semakin mengecil, Pada tahun 1877,
James Brooke juga memaksa Brunei untuk menandatangani perjanjian
1 Paul Kratoska. South East Asia, Colonial History: Imperialism before 1800. (London :
Taylor & Francis, 2001),hlm 23 2 Robert Payne. The White Rajahs of Sarawak. (London : Weidenfield &
Nicholson,1960),hlm 98 3Gertrude Le Grand Jacob. The Raja of Saráwak: An Account of Sir James Brooks. London:
MacMillan, 1876,hlm 13
2
penyewaan tanah kosong yang ada disebelah timur (kini bernama Sabah)
kepada Perusahaan Borneo Utara milik Inggris. Wilayah Brunei yang
awalnya begitu luas pun berubah menjadi kecil akibat dikikis oleh Inggris.4
Pada tahun 1888, demi mempertahankan kedaulatan Brunei, Sultan
Hashim Jalilu Alam telah menandatangami perjanjian kekuasaan dengan
Inggris. Perjanjian itu berisi tentang keinginan Sultan Hashim agar Brunei
berada di bawah pelindungan Inggris
Pada masa Brunei dibawah kekuasaan Inggris, memang banyak
kemajuan yang terjadi, terutama di bidang ekonomi dan pendidikan. Namun
Pemerintah Kolonial Inggris mengganti hukum dan peraturan yang
berlandaskan syariat Islam menjadi hukum dan perundang-undangan ala
Barat yang menganut paradigma sekularistik. Kebijakan Inggris ini
menimbulkan percikan api nasionalisme di kalangan Pemuda Brunei5.
Pasca Perang Dunia II, Seluruh wilayah Kalimantan Utara yang tadinya
dirampas oleh Jepang, dikendalikan oleh British Millitary Administration
(BMA) yang mewakili Kerajaan Inggris. Pemerintahan Administratif ini
bersikap diskriminatif pada etnis Melayu Brunei, karena para pegawainya
kebanyakan adalah orang Inggris atau orang India yang dibawa dari
Myanmar, selain itu pula dibuat aturan bahwa Bendera Brunei hanya boleh
dikibarkan di bawah bendera Inggris6.
Setelah terjadinya kekerasan Rasial antara Mayoritas Melayu dan
Minoritas Cina pada tanggal 24 Maret 1946 di Bandar Sri Begawan, pada
tanggal 12 April 1946, di rumah Awang Yusuf bin Awang Othman, berdirilah
gerakan Pemuda yang menentang Penjajahan Inggris, yang dinamai „Barisan
Pemuda‟ (BARIP) yang didirikan oleh Pangeran Mohammad Yusuf yang
baru kembali dari Jepang setelah kuliah di Jurusan Ilmu Pemerintahan,
Universitas Hiroshima. Gerakan tersebut dibentuk atas dasar nasib rakyat
4 Hussainmiya, B.A. (1995) Sultan Omar Ali Saifuddin II and Britain: The Making of
Brunei Darussalam. Kuala Lumpur: Oxford University Press,hlm.80 5 Alun Chafont. By Gods Will, a Portrait of the Sultan of Brunei. (London : Weidenfield &
Nicholson,1989),hlm.41 6 Haji Awang Mohammad Jamil al-Sufri. Tarsilah Brunei : Sejarah Awal Perkembangan
Islam. (Bandar sri Begawan : Pusat Sejarah Brunei,1998), hlm.6
3
Brunei yang dikesampingkan dan bertujuan untuk menyatukan semangat
pemuda guna memperjuangkan hak bangsa Melayu Brunei di negerinya
sendiri dan menjadi barisan terdepan dalam menegakkan dan
mempertahankan kekuasaan Sultan serta rakyat Brunei. Gerakan itu dibentuk
bersama para pemuda yang berasal dari guru-guru lulusan Maktab Perguruan
Sultan Idris (MPSI), lulusan Persekutuan Guru-Guru Melayu Brunei
(LLPGMB)7.
Setelah BARIP, pada tahun yang sama, berdiri pula Persatuan Melayu
Brunei (PMB) yang didirikan oleh Pangeran Muhammad Omar Ali Saifuddin
dan Pangeran Abu Bakar bin Pangeran Omar. PMB didirikan untuk
mempersatukan rakyat Melayu Brunei serta memperjuangkan hak-haknya.
BARIP dan PMB sebenarnya sama - sama tergolong organisasi Nasionalis.
Setelah kedua organisasi tersebut, tidak aktif lagi maka dibentuklah
Angkatan Pemuda Brunei (APB) yang dipimpin oleh Awang Abdul Hamid
bin Awang Othman dan Persatuan Murid Tua (Mutu) yang dipimpin oleh
Pangeran Anak Saifudin bin Pangeran Bendahara Anak Mohammad Yasin.
Tujuan kedua organisasi ini sebenarnya mirip dengan PMB dan BARIP,
hanya lebih berfokus pada masalah pendidikan8.
Pada pertengahan tahun 1948, British Millitary Administration
mengembalikan kekuasaan Brunei kepada Kesultanan, namun para Pejabat
Inggris tidak juga hengkang dari tanah Brunei, mereka tetap mencampuri
urusan dalam negeri Inggris dan hanya membiarkan Sultan mengurusi
masalah Agama serta Adat. Di tahun yang sama, Pangeran Hassanal Bolkiah
yang berusia 16 tahun naik tahta menjadi Sultan Brunei9.
Pada 22 Januari 1956, para Pemuda Brunei yang dipimpin oleh Awang
Muhammad Azahari mendirikan Partai Rakyat Brunei (PRB). Organisasi ini
bukan hanya bertujuan untuk menciptakan Kesultanan Brunei yang berdaulat
7 Haji Awang Mohammad Jamil al-Sufri. Brunei Darussalam : The Road to Independence.
(Bandar sri Begawan : Pusat Sejarah Brunei,1998), hlm.15 8 Peter Poole. Politic & Society in South East Asia. (Singapore :
McFarland,2009),hlm.115 9 Alun Chafont. By Gods Will, a Portrait of the Sultan of Brunei. (London : Weidenfield
& Nicholson,1989),hlm.51
4
secara utuh, menjamin kemakmuran rakyat dan menjaga kehormatan
Keluarga Kesultanan; namun memiliki visi yang lebih jauh untuk
mewujudkan konsep Greater Brunei yang mencakup pula wilayah Serawak
dan Sabah10
.
Pada bulan Mei 1957, para petinggi Partai Rakyat Brunei pergi ke
Inggris untuk meminta nasihat mengenai system pemerintahan pada seorang
Pakar Sosial bernama W.A.E Raeburn. Beliau memberikan nasihat seputar
bentuk parlemen,komposisi Kabinet dan pemilihan umum. Setelah itu, Partai
Rakyat Brunei mengirimkan Memorandum kepada Pemerintah Inggris11
.
Setelah kembali dari Inggris, para petinggi Partai Rakyat Brunei
mengajukan beberapa tuntutan pada Sultan, seperti Hak Sultan untuk
melantik dan memecat anggota Kabinet, mengadakan pemilihan umum dan
yang terpenting, Partai Rakyat Brunei menghendaki agar Sultan
memerdekakan diri menjadi Negara yang berdaulat dan lepas dari pengaruh
Inggris12
.
Dari uraian di atas, ada beberapa hal yang menurut penulis menarik
untuk diteliti, yaitu Eksistensi Brunei yang dahulu merupakan Negara besar,
menjadi kecil karena digerogoti Inggris. Posisi Strategis Brunei di Mata
Inggris yang Notabene sebagai tempat yang sangat penting baik dari aspek
strategi militer maupun ekonomi. Wilayah yang strategis dan sumber daya
alam berupa minyak, membuat Inggris memiliki kepentingan di wilayah
tersebut.
Dipilihnya Brunei Darussalam sebagai Objek Kajian dikarenakan
Brunei merupakan Negara yang sangat menarik untuk diteliti, karena Negara
Brunei mempunyai banyak hal sejarah yang menarik yang belum banyak
orang mengetahuinya, diantaranya tentang yang di tulis oleh penulis kali ini
10
Haji Awang Mohammad Jamil al-Sufri. Liku-Liku Perjuangan Pencapaian
Kemerdekaan Brunei Darussalam. (Bandar sri Begawan : Pusat Sejarah Brunei,1998),hlm.15 11
Haji Zaini bin Haji Ahmad. Pertumbuhan Nasionalisme di Brunei (1939-1962). (Brunei
: Asia Printer,2004),hlm.38 12
Naimah Talib. „A Resilient Monarchy : The Sultanate of Brunei & Regime Legitimacy
in Era Democratic Nation State‟. New Zealand Journal of Asian Studies. Vol.4 no.2 (December
2002),hlm.139-140l
5
Selain itu, dari Sumber Sumber Tertulis, Peneliti menelaah
bahwasanya usaha para pemuda untuk berjuang mencapai kemerdekaan
adalah faktor kunci keberhasilan perjuangan mendirikan Negara Brunei yang
merdeka.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Penelitian ini difokuskan pada akhir masa penjajahan Inggris di Brunei
Darussalam dan bekas wilayahnya seperti Sabah dan Serawak pada tahun
1946-1962,dari awal Berdirinya Barisan Pemuda‟ pada tahun 1946 hingga
berakhirnya penjajahan Inggris dan batal bergabungnya Negara Brunei
Darussalam dengan Malaysia pada tahun 1962. Adapun dalam Objek
Penelitian tersebut mencakup juga kebijakan Inggris dan respon rakyat
Brunei serta fakor faktor yang mendorong keberhasilan.
Adapun masalahnya sebagai berikut:
1. Bagaimana sejarah Brunei Darusalam?
2. Bagaimana kebangkitan pegerakan nasional di Brunei Darussalam?
3. Bagaimana peranan perlawanan organisasi pergerkan dan berpisahnya
Brunei dan Malaysia?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Dengan sejumlah permasalahan di atas, tujuan studi ini ingin
menjelaskan keberhasilan Brunei mencapai kemerdekaan berkat perjuangan
para pemuda lewat sumber-sumber tertulis.
Karena pada dasarnya, Sejarah dapat memberikan faedah atau akan
mendatangkan pencerahan bagi pembaca pada masa kini dan yang akan
datang, maka manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Secara Edukatif, dapat memberikan pelajaran bagi Rakyat Brunei dan
bangsa-bangsa yang mengalami hal serupa, bahwa kemerdekaan mereka
bukanlah hadiah dari pihak Penjajah, melainkan hasil dari Perjuangan
para pemuda di masa lampau yang telah mengorbankan harta, benda,
maupun nyawa
6
2. Sebagai Cermin bagi Bangsa-Bangsa Lain, bahwa untuk mencapai suatu
tujuan yang mulia seperti mendirikan sebuah Negara atau
mempertahankan Eksistensi suatu Negara, perlu rasa solidaritas yang
kuat dan perasaan senasib sepenanggungan.
D. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan
Menurut Sartono Kartodirdjo penggambaran kita mengenai suatu
peristiwa sangat tergantung pada pendekatan, ialah dari segi mana kita
memandangnya, dimensi mana yang diperhatikan, unsur-unsur mana yang
diungkapkan, dan lain sebagainya13
. Mengingat penjelasan Sartono
Kartodirdjo tersebut, maka peneliti memutuskan untuk menggunakan
Pendekatan sejarah dalam Studi ini.
Adapun metode Penelitian sejarah adalah seperangkat aturan dan tata
cara untuk mengumpulkan sumber-sumber sejarah secara efektif, menilainya
secara kritis dan mengajukannya secara sistematis hasil yang dicapai dalam
bentuk tulisan.14
Sedangkan tujuan dari penelitian historis adalah untuk membuat
rekontruksi masa lampau secara sistematis dan objektif, dengan cara
mengumpulkan, mengevaluasi serta mensistensiskan metode pemecahan
bukti-bukti untuk menegakkan fakta dan memperoleh kesimpulan yang
kuat15
.
Sebagaimana metode dan tujuannya maka dalam hal ini peneliti
menggunakan (Library Research) yaitu serangkaian kegiatan yang berkenaan
dengan metode pengumpulan data pustaka.16
dalam mengumpulkan data data.
dengan merujuk kepada sumber-sumber yang berhubungan dengan tema
dalam skripsi ini. Dalam hal ini penulis mengunjungi beberapa perpustakaan
13
Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah, (Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 1992), hlm.4. 14
Dudung Abdurrahman, Metodologi Penelitian Sejarah. (Yogyakarta; Ar Ruzz Media),
hlm.43-44 15
Taufik Abdullah, Sejarah Lokal di Indonesia,(Yogyakarta:Gadjah Mada University
(Singapura), iapun memeluk Islam dan mengganti nama menjadi „Sultan
Muhammad Syah5.
Berdirinya Kesultanan Brunei, dipastikan pula oleh Kronik Dinasti
Ming. Pada tahun 1370, Kaisar Hongwu mengirimkan Utusan ke Poni
(Brunei) yang diketuai oleh Chang Ching Tze bersama seorang Pejabat
Prefektur Fujien bernama Sin Tze. Kedua utusan itu melaporkan pada Kaisar
Hongwu bahwa sekarang Poni telah berubah menjadi Kesultanan Islam yang
dipimpin Ma-Ho-Ma-Sha, Ejaan Mandarin dari „Muhammad Syah”6.
Adapun Mazhab Islam yang dianut oleh mayoritas masyarakat Brunei
adalah Mazhab Syafii, seperti halnya masyarakat di tanah Melayu dan seluruh
kepulauan Nusantara7. Bahkan dalam Silabus dan Kurikulum Pendidikan di
Brunei, kita dapat menemukan Kitab-kitab Fiqih Klasik seperti Sabiqul
Muhtadin, Al-Mukhtasar, Ghayatul Taghrib Fil-Irthi wa-Taasib; serta Kitab
Tasawuf macam Misyaful Arfah dan Hidayah Walid Lil Walad8.
Dari Pernikahan Sultan Muhammad Shah dengan putri Raja Sang Nila
Utama, ia dikaruniai anak perempuan bernama Putri Ratna Dewi. Putri Ratna
Dewi kemudian diperisteri oleh seorang Utusan dari Dinasti Ming bernama
Huang Senping. Karena menikahi Putri Sultan, Huang Senping dianugerahi
Gelar „Pangeran Maharaja Lela‟ dan juga hadiah berupa tanah di daerah
Sabah, yang kemudian dinamai „Kinabatangan‟ yang artinya „Sungai Cina‟,
karena itu Huang Senping juga dikenal sebagai „Adipati Kinabatangan‟9.
Sepeninggal Sultan Muhammad Syah, Tahta Kesultanan Brunei
diwarisi oleh Maharaja Karna atau yang lebih dikenal sebagai Sultan Abdul
Madjid Hasan. Pada tahun 1408, untuk mempererat hubungan dengan
Kekaisaran Ming Tiongkok, Sultan Abdul Madjid pergi ke Daratan Cina
5 Yura Salim. Ririsej Kesultanan Brunei.(Bandar Sri Begawan : Dewan Bahasa & Pustaka
Brunei,2002),hlm.1 6 Mahmud Seddon bin Awang Othman. Pemimpin Era Baru. (Bandar Sri Begawan :
Univeristas Brunei Darussalam,1996),hlm.4 7Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII
& XVIII (Jakarta: Prenada Media, 2005),hlm.29-30 8 Haji Zain bin Haji Serudin. Pendekatan Mengenai Islam di Brunei Darussalam : Studi
Islam di Asia Tenggara. (Surakarta : Muhammadiyah University Press,1999),hlm.82-83 9Vadime Elisseeff. The Silk Roads: Highways of Culture and Commerce. (Berghahn
Books,2000). hlm. 145–157
13
namun ia tidak sempat bertemu Kaisar karena sakit mendadak. Sultan Abdul
Madjid kemudian wafat pada usia 28 tahun, jenazahnya tidak dibawa pulang
ke Brunei melainkan dikebumikan di Nanjing, Cina10
.
Setelah Sultan Abdul Madjid meninggal, Adik Sultan Muhammad Shah
yang bernama Awang Pateh Barbai naik tahta dengan gelar „Sultan Ahmad‟.
Selama Pemerintahan Sultan Muhammad Syah dan Sultan Abdul Madjid,
Sultan Ahmad mengabdi sebagai Pengiran Bendahara (Perdana Menteri).
Sultan Ahmad juga menikahi adik perempuan Huang Senping dan dikaruniai
seorang Putra bernama Nahkoda Angging dan seorang Puteri bernama Ratna
Kesuma11
.
Karena Nahkoda Angging menjadi Raja di Sulu, maka yang mewarisi
tahta Kesultanan Brunei adalah menantu Sultan Ahmad, suami dari Ratna
Kesuma yang bernama Syarif Ali. Beliau adalah anggota Keluarga Keturunan
Rasulullah dari jalur Hassan bin Ali yang mengabdi sebagai Sharif Mekkah
dibawah Pemerintahan Dinasti Mamluk. Ayahnya adalah Syarif Ajlan bin
Rumaithah dan kakeknya adalah Syarif Muhammad Abu Numaie Al-
Awwal12
.
Pada masa Sultan Syarif Ali, usaha dakwah Islam yang serius mulai
digalakan. Para ulama dan mubaligh dikirim ke seluruh wilayah Pesisir dan
Pedalaman Kalimantan Utara untuk mengajak masyarakat agar mau memeluk
Islam. Walaupun ada hambatan dari masyarakat yang masih banyak memeluk
agama Hindu-Buddha maupun Animisme, namun Sultan Syarif Ali tidak
menyerah. Selain aktif dalam berdakwah, Sultan Syarif Ali juga banyak
menulis Kitab dan mendirikan Masjid, karena ketakwaannya inilah beliau
dijuluki oleh masyarakat Brunei sebagai „Sultan Berkat‟13
.
10
Gordon Melton. Faiths Across Time: 5,000 Years of Religious History. (California : ABC
Clio, 2014). hlm.958 11
Vadime Elisseeff. The Silk Roads: Highways of Culture and Commerce. (Berghahn
Books,2000). hlm. 145–157 12
Al Habib Ali bin Thahir al Hadad. Sejarah Masuknya Islam di Timur Jauh. (Jakarta :
Penerbit Lentera,2001),hlm.144-145 13
Haji Awang Mohammad Jamil al-Sufri. Tarsilah Brunei : Sejarah Awal Perkembangan
Islam. (Bandar sri Begawan : Pusat Sejarah Brunei,1998),hlm.33
14
Dari Pernikahan antara Ratna Kesuma dan Syarif Ali, lahirlah seorang
Putera Mahkota bernama Sulaiman. Karena pemerintahannya yang adil dan
selalu memprioritaskan kesejahteraan rakyat, Sultan Sulaiman dijuluki oleh
rakyat sebagai „Sang Aji Brunei‟ & „Adipati Agong‟, semua itu tak lepas dari
pendidikan agama yang diajarkan oleh ayahnya, Syarif Ali sedari kecil.
Sultan Sulaiman juga berjasa membangun Benteng Batu untuk
mempertahankan garis Pantai Brunei14
.
Pemimpin Brunei yang terbesar dan teragung adalah Putra Sultan
Sulaiman yang bernama Sultan Bolkiah. Nama beliau diabadikan menjadi
nama Wangsa/Dinasti keluarga Kesultanan Brunei yang masih berkuasa
hingga hari ini. Sultan Bolkiah terkenal karena melakukan perjalanan keliling
Nusantara, sehingga ia dijuluki „Nahkoda Ragam‟15
.
Ketika Sultan Bolkiah mendarat di Jawa, ia melihat ladang-ladang
berwarna hijau, ditumbuhi padi. Bahkan beras merupakan bahan pokok utama
di Asia Tenggara dan Nasi adalah makanan utama penduduk di Nusantara.
Pada abad ke 15, Padi menjadi Tanaman Favorit yang dapat tumbuh dimana
saja16
.
Melihat fakta tersebut, Sultan Bolkiah berkesimpulan bahwa Padi
sangat penting bagi kesejahteraan hidup masyarakat Jawa, ia yakin bahwa
jika Padi ditanam di Brunei maka penduduk Brunei akan semakin sejahtera.
Maka Sultan Bolkiah memboyong orang orang Jawa ke Brunei untuk
mengajari penduduk Brunei bercocok tanam Padi17
.
Pada masa Sultan Bolkiah, Kesultanan Brunei memperluas wilayahnya
dengan melakukan ekspansi ke seluruh Kalimantan Utara, menjadikan
14
Vadime Elisseeff. The Silk Roads: Highways of Culture and Commerce. (Berghahn
Books,2000). hlm. 145–157 15
Yura Salim. Ririsej Kesultanan Brunei.(Bandar Sri Begawan : Dewan Bahasa & Pustaka
Brunei,2002),hlm.45-46 16
Anthony Reid. Asia Tenggara DalamKurun Niaga 1450-1680: Tanah di Bawah Angin.
(California : Yale University Press, 1957),hlm.23 17
Ahmad Ibrahim dkk. Islam di Asia Tenggara : Perkembangan Kontemporer. (Jakarta :
LP3ES,1990),hlm.388-389
15
wilayah Brunei membentang dari Sabah di Timur hingga Serawak di Barat.
Sultan Bolkiah juga menundukkan Wilayah Sulu dan Kepulauan Filipina18
.
Pada tahun 1500, Sultan Bolkiah menyerang Kerajaan Tondo di
Filipina. Namun ia kemudian mengampuni Kerajaan tersebut dan mendirikan
Kesultanan Maynila di wilayah Tondo dengan sebuah kota berarsitektur
Melayu sebagai ibukotanya, dinamai Selurong. Dengan demikian, Kerajaan
Tondo menjadi Negara bawahan Brunei yang dikendalikan lewat Kesultanan
Maynila19
.
Pada tahun 1524, Sultan Bolkiah wafat dan puteranya yang bernama
Abdul Kahar naik tahta. Ia mewarisi wilayah yang luas dari ayahnya meliputi
seluruh Kalimantan Utara, Kepulauan Sulu, dan Mindanao. Sayangnya, ia
turun tahta pada tahun 1830 untuk memberi kesempatan pada keponakannya,
Saiful Rijal untuk menjadi Sultan20
.
Pada masa ini, Brunei harus menghadapi ancaman Penjajah Barat.
Armada Spanyol yang dipimpin oleh Ruy Lopez de Villalobos dan Miguel
Lopez de Legaspi mendarat di Filipina. Penaklukan Kepulauan Filipina
dilakukan oleh pasukan ekspedisi Spanyol pada tahun 1525, dan berhasil
menaklukkan Kesultanan Maynila. Tentara Spanyol kemudian mendirikan
kota Manila sebagai Basis Pemerintahannya. Pada tahun 1529, Karl von
Habsburg selaku Raja Spanyol menandatangi Perjanjian Zaragossa, ia
melepaskan Klaimnya atas Maluku pada Portugis & mendapatkan Filipina21
.
Pada tahun 1578, hubungan Brunei-Spanyol memburuk karena Spanyol
mencaplok Kesultanan Sulu. Tak hanya itu, Spanyol bahkan juga melakukan
Invasi terhadap wilayah Kesultanan Brunei. Sultan Saiful Rijal kemudian
memberikan Ultimatum kepada Spanyol agar pergi dari Sulu atau Brunei
18
Muhammad Yusoff Hashim. Sejarah Malaysia (Kuala Lumpur : Dewan Bahasa Dan
Pustaka,1990),hlm.250 19
William Henry Scott. Barangay: Sixteenth Century Philippine Culture and Society.
(Quezon City: Ateneo de Manila University Press,1994),hlm.37 20
Vadime Elisseeff. The Silk Roads: Highways of Culture and Commerce. (Berghahn
Books,2000). hlm. 145–157 21
Agoncillo, Teodoro A. (1990), History of the Filipino People (Eighth ed.), University of
the Philippines,,hlm73
16
akan melakukan penyerangan dengan menggunakan armada besar guna
merebut Kesultanan Sulu.22
Gubernur Filipina, Fransisco de Sande menuntut Brunei untuk tidak
menyebarkan dakwah Islam di Filipina karena dianggap mengganggu
kegiatan missionaris. Selain itu Spanyol juga menuntut Brunei agar membuka
diri terhadap para missionaris di kawasan tersebut. Sayangnya upaya Spanyol
untuk menguasai kawasan Brunei tidak membuahkan hasil karena negeri itu
sedang dilanda oleh penyakit disentri dan kolera23
Wabah tersebut membuat Spanyol mengalami kerugian besar dan
akhirnya meninggalkan Brunei dan mundur kembali ke Manila pada tanggal
26 Juni 1578. Spanyol begitu kuat dalam menghadapi alat untuk berperang
tetapi lemah dalam menghadapi penyakit, pendudukan atas Brunei pun
akhirnya hanya bertahan selama 72 hari. Kerugian yang diderita oleh Brunei
akibat pertempuran tersebut tidak terlalu besar karena Putra Sultan Saiful
Rijal, yaitu Sultan Muhammad Hasan berhasil merebut kembali Kesultanan
Sulu dan mendudukkan Putranya, Pengiran Tengah sebagai Sultan Sulu,
walaupun Sultan Muhammad Hasan tetap tak berhasil merebut Luzon dan
Mindanao.24
Setelah Sultan Muhammad Hassan wafat, Penguasa Brunei berturut
turut adalah Abdul Jalilul Akbar, Abdul Jalilul Jabbar dan Muhammad Ali.
Pada era Sultan Muhammad Ali, terjadi perselisihan diantara Pengiran Muda
Bongsu dan Pengiran Muda Alam yang berawal dari Adu Ayam. Pengiran
Muda Bongsu membunuh Pengiran Muda Alam karena mengejek beliau, ia
juga mencekik Sultan Muhammad Ali hingga tewas. Pengiran Muda Bongsu
lantas menobatkan diri sebagai Sultan Abdul Mubin. Perang saudara ini
akhirnya di menangi oleh cucu Sultan Muhammad Ali yang bernama Sultan
Muhyiddin. Karena kemenangan beliau terjadi berkat bantuan Sultan Sulu,
beliau menghadiahkan sebagian wilayah Sabah kepada Sultan Sulu. Sejak
Berakhirnya Perang dunia kedua mengakibatkan terjadinya
dekolonisasi di seluruh kawasan Asia. Tuntutan akan kemerdekaan di hampir
semua negeri yang tunduk pada kekuasaan Penjajah Barat semakin kuat.
Dimulai dari Indonesia pada tahun 1945, efek berantai dari dekolonisasi
mulai menerpa kawasan Asia lain, termasuk Asia Tenggara1.
Rasa nasionalis mulai tumbuh pada rakyat Brunei pada tahun 1946,
terutama pada kaum intelektualnya. Muncul keinginan dari para nasionalis
dan kaum intelektual untuk mendirikan organisasi masa yang bertujuan
sebagai wadah untuk menyalurkan paham nasionalisme yang pada masa itu
sedang berkembang pesat. Orang-orang yang mendirikan organisasi pemuda
merupakan para pemuda yang belajar di Maktab Perguruan Sultan Idris
(MPSI).2 MPSI merupakan perguruan tinggi yang melahirkan para pemimpin
dan tokoh intelektual di wilayah melayu. MPSI juga berperan sebagai tempat
pelatihan guru guru yang saling bertukar corak kebudayaan dan politik di
wilayah Melayu.
Semangat Kemerdekaan tersebut juga menjamur di Tanah Melayu. Hal
tersebut mengakibatkan tumbuhnya Nasionalisme Melayu dan Semangat
untuk mendirikan Negara Melayu guna menegakkan Hegemoni Bangsa
Melayu melawan Kolonialis Barat dan etnis minoritas Cina. Adapun 3
Elemen Pembentukan Nasionalisme Melayu adalah Islam, Identitas Melayu,
dan kesetiaan pada Kesultanan3.
Salah satu Ideologi yang mempengaruhi Nasionalisme di kawasan Asia
Tenggara adalah Komunisme. Alasannya, karena Doktrin Sosialis-Komunis
1 Ensiklopedia Islam. Dinamika Masa Kini. (Jakarta : PT.Ikhtiar Baru van Hoeve,2002),
hlm.10 2 Perguruan tinggi yang lulusannya banyak berpengaruh dalam perkembangan
nasionalisme di negaranya 3 Radin Soenarno. ‘Malay Nationalism : 1896-1941’. Journal of Southeast Asian History.
Vol. No.1 (Maret 1960),hlm.1-28
29
seperti Perjuangan Buruh dan Revolusi Kelas sangat menarik perhatian
Golongan Marjinal yang senantiasa hidup dalam kekurangan dan
mendambakan kebebasan, termasuk di Brunei. Keinginan untuk bebas itulah
yang mendasari mereka untuk mendirikan organisasi pergerakkan guna
mewujudkan aspirasinya4.
Setelah terjadinya kekerasan Rasial antara Mayoritas Melayu dan
Minoritas Cina pada tanggal 24 Maret 1946 di Bandar Sri Begawan, Pada
tanggal 12 April 1946, di rumah Awang Yusuf bin Awang Othman, berdirilah
gerakan Pemuda yang menentang Penjajahan Inggris, yang dinamai ‘Barisan
Pemuda’ (BARIP) yang didirikan oleh Pengiran Mohammad Yusuf yang baru
kembali dari Jepang setelah kuliah di Jurusan Ilmu Pemerintahan, Universitas
Hiroshima. Gerakan tersebut dibentuk atas dasar nasib rakyat Brunei yang
dikesampingkan dan bertujuan untuk menyatukan semangat pemuda guna
memperjuangkan hak bangsa Melayu Brunei di negerinya sendiri dan
menjadi barisan terdepan dalam menegakkan dan mempertahankan kekuasaan
Sultan serta rakyat Brunei. Gerakan itu dibentuk bersama para pemuda yang
berasal dari guru-guru lulusan Maktab Perguruan Sultan Idris (MPSI),
lulusan Persekutuan Guru-Guru Melayu Brunei (LLPGMB)5.
Maktab Perguruan Sultan Idris (MPSI) & Persekutuan Guru-Guru
Melayu Brunei (LLPGMB) memiliki peran yang sangat krusial dalam
berdirinya Barisan Pemuda (BARIP). Hal itu dikarenakan kedua lembaga
pendidikan tersebut membantu mengembangkan kesadaran politik, melatih
kepemimpinan serta menumbuhkan kesadaran untuk memperjuangkan
eksistensi khazanah sastra dan kebudayaan Melayu. Bisa disimpulkan bahwa
kedua lembaga itu adalah STOVIA nya Brunei, karena dari situlah
‘Kebangkitan Nasional’ mulai muncul di negeri itu6.
4 Fujiro Hara. ‘The North Kalimantan Communist Party & The People Republic of China’.
The Developing Economies. Vol.13 no.4 (December 2005),hlm.460 5 Haji Awang Mohammad Jamil al-Sufri. Brunei Darussalam : The Road to Independence.
(Bandar sri Begawan : Pusat Sejarah Brunei,1998),hlm.15 6 William Roff. ‘The Origin of Malay Nationalism’. Journals of Politics. Vol.30 no.2 (May
1968),hlm.564-566
30
Walau Barisan Pemuda (BARIP) pada dasarnya bukanlah Organisasi
Politik semacam Indische Partij di Indonesia namun Sultan Ahmad
Tajaluddin sendiri mengakui bahwa Barisan Pemuda (BARIP) melakukan
Agitasi pada para pemuda agar diberikan jabatan sebagai Pegawai Negeri di
Pemerintahan. Barisan Pemuda (BARIP) menjadi forum bagi kaum
Nasionalis untuk menyuarakan ide seputar kemerdekaan. Dalam waktu
singkat Barisan Pemuda (BARIP) sudah memiliki cabang di Kinabalu,
Labuan, Papar, dll. Pada tahun 1947, Barisan Pemuda (BARIP) berhasil
menjaring sekitar 1047 anggota. Dewan pimpinan Barisan Pemuda (BARIP)
terdiri atas 36 orang, adapun para petingginya yang terkenal adalah Haji
Muhammad Saleh, Pengiran Yusuf, Awang Mohammad bin Awang Usman,
Awang Abdullah bin Awang Jafar,dan Jassin Affandi7.
Barisan Pemuda (BARIP) juga terpengaruh oleh Perjuangan
kemerdekaan Indonesia. Salah satu bukti nyatanya adalah penggunaan Warna
Sang Saka Merah Putih sebagai warna Benderanya dan mengajak para
anggotanya untuk mencontoh semangat orang orang Indonesia dalam
memperjuangkan kemerdekaan. Pengaruh itu muncul karena masyarakat
sering mendengarkan siaran Radio Republik Indonesia (RRI) yang mulai
sejak Agustus 1945. Saat itu Brunei belum memiliki siaran Radio sendiri,
maka bukan hal yang aneh apabila rakyat Brunei dapat mendengarkan siaran
Radio dari Negara tetangga. Selain itu, majalah majalah dari Indonesia juga
turut mempengaruhi pikiran para pemuda Brunei untuk memperjuangkan
kemerdekaan8.
Para anggota Barisan Pemuda (BARIP) juga sudah mulai memikirkan
untuk menggunakan media tertulis sebagai sarana untuk mempropagandakan
ide-ide perjuangan. Pengiran Yusuf pernah menulis buah pemikirannya di
7Haji Awang Mohammad Jamil al-Sufri. Liku-Liku Perjuangan Pencapaian Kemerdekaan
Brunei Darussalam. (Bandar sri Begawan : Pusat Sejarah Brunei,1998),hlm.6 8 Peter Poole. A Politic & Society in Southeast Asia. (Singapore : McFarland,2009),hlm.21
31
Koran Melayu Raya. Pengiran Yusuf juga pernah menulis sajak berjudul
Merdeka9.
Sayangnya mulai awal tahun 1950an, Barisan Pemuda (BARIP) mulai
melemah. Hal itu disebabkan karena semangat pergerakan rakyat mulai
menurun. Selain itu para tokoh Barisan Pemuda (BARIP) seperti Haji
Muhammad Saleh, Pengiran Yusuf, Awang Mohammad bin Awang Usman,
Awang Abdullah bin Awang Jafar,dan Jassin Affandi mulai menjauhi
kehidupan politik karena harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan
keluarganya. Boleh dikatakan, kaum intelektual ketika itu tak mampu
berjuang karena kemiskinan sehingga tiada lagi yang memberi semangat pada
rakyat untuk berjuang10
.
Setelah Barisan Pemuda (BARIP), tidak aktif lagi maka dibentuklah
Angkatan Pemuda Brunei (APB) yang dipimpin oleh Awang Abdul Hamid
bin Awang Othman dan Persatuan Murid Tua (Mutu) yang dipimpin oleh
Pengiran Anak Saifudin bin Pengiran Bendahara Anak Mohammad Yasin.
Tujuan organisasi ini sebenarnya mirip dengan Barisan Pemuda (BARIP),
hanya lebih berfokus pada sektor pendidikan; mirip seperti PNI Pendidikan
yang didirikan oleh Bung Hatta11
.
B. Organisasi Perfilman Brunei (BRUFIPCO)
Organisasi Pergerakan Pemuda di Brunei muncul kembali pada tahun
1952. AM Azahari, Alumni Institut Pertanian Bogor (IPB) yang terinspirasi
oleh tokoh tokoh Partai Komunis Indonesia (PKI) seperti DN Aidit, Njoto
dan Sudisman selama ia menetap di Indonesia, memiliki ide untuk membuat
organisasi pergerakan sendiri, yang disebut Organisasi Perfilman Brunei atau
yang lebih dikenal dengan nama Bahasa Inggrisnya Brunei Film Corporation,
disingkat BRUFIPCO. Organisasi ini berbeda dengan Barisan Pemuda
9 Muhammad Abdul Latif. Sejarah Kesusastraan Melayu. (Brunei : Dewan Pustaka&
Bahasa,1980),hlm.28 10
Haji Awang Mohammad Jamil al-Sufri. 8 Disember : Dalangnya Siapa ?. Bandar sri
Begawan : Pusat Sejarah Brunei,1998,hlm.34 11
Peter Poole. Politic & Society in South East Asia. (Singapore : McFarland,2009),hlm.115
32
(BARIP) yang lebih banyak bergerak di bidang Sosial-Budaya, BRUFIPCO
lebih menekankan bidang perfilman dalam perpolitikan Brunei dengan tujuan
utamanya adalah memprovokasi para pemuda agar mau melawan Pemerintah
Inggris12
.
Azari sendiri merupakan pemuda yang naisonalis akan Negara nya
tersebut yaitu Brunei yang di kirim ke Indonesia untuk menuntut ilmu di
Perguruan Tinggi bentukan Jepang pada tahun 1942. Semasa di Indonesia
Azhari turut ikut serta dalam Partai Pemuda Nasional Indonesia (PPNI) yang
aktif berjuang dalam pertahanan kemerdekaan Indinesia pada tahun 1945-
194613
.
Pada tahun 1951 Azhari pulang ke Brunei setelah mengetahui kondisi
Brunei yang mengalami masa-masa kemiskinan. Setelah sepulangnya dari
Indonesia Azhari mangadakan acara pertemuan dengan para tamu yang
datang ke rumah ayahnya di kampung halamannya yaitu di Padang14
. Dalam
pertemuan itu Azhari berpidato tentang keikut sertaannya dalam perjuangan
nya melawan Belanda di Indonesia. Dia banyak menggambarkan kegigihan
bangsa Indonesia dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaannya dan
dia menginginkan hal itu terjadi juga di Brunei.Banyak dari masyarakat yang
datang dalam pertemuan tersebut merupakan tokoh-tokoh intelektual Brunei
yang mendirikan organisasi masa seperti BARIP, PGGMB, APB, MUTU.
Tujuan Azhari mengadakan pertemuan tersebut adalah tiada lain untuk
menyadarkan kepada masyarakat dan tokoh-tokoh intelektual tentang
keburukan dan kekejaman sistem pemerintahan penjajah. Azhari juga
mengecamkan kepada masyarakat Brunei bahwa masyarakat Brunei harus
memiliki rasa anti penjajah. Hal ini juga didasari terjadinya kesenjangan
ekonomi antara orang Melayu dengan yang bukan Melayu serta ketidakadilan
12
Haji Awang Mohammad Jamil al-Sufri. Brunei Darussalam : The Road to Independence.
(Bandar sri Begawan : Pusat Sejarah Brunei,1998),hlm.10 13
Haji Awang Mohd. Jamil Al Sufri. Brunei Darussalam : The Road To Independence.
Bandar Sri Begawan: Pusat Sejarah Brunei. 1998. hlm.19 14
Ibid.hlm.23
33
penjajah yang telah merampok kekayaan alam Brunei berupa minyak dan
rakyat tidak mendapatkan apa-apa.
Setelah berhsil mendapat dukungan dari masyarakat pada tanggal 28
Oktober 1952, Azhari mengadakan suatu pertemuan atau rapat di Sekolh
Chung Hwa di Bandar Brunei. Tujuan dari rapat itu adalah untuk
menumbuhkan sebuah lembaga bisnis perfilman, Azhari sendiri yang menjadi
penggagasnya. Setelah di sepakati oleh semua peserta rapat akhirnya di
putuskan untuk mendirikan Brunei Film Production Company atau di singkat
menjadi (BRUFIPCO). Hal ini di dasari dari sedang maraknya perfilman
Brunei dan masyarakat sangat membutuhkan itu yang sedang mengalami
kondisi yang memperihatinkan15
Ketika BRUFIPCO berdiri, tidak ada yang menyangka bahwa
organisasi tersebut memiliki tujuan lain selain berbisnis. Waktu itu bisnis
Film sedang marak di Brunei, karena rakyat membutuhkan hiburan untuk
mengalihkan pikiran dari kemiskinan yang melanda mereka.Namun Azahari
memanfaatkan organisasi ini untuk mempropagandakan isu-isu kemerdekaan.
Adapun film-film yang diputar mulai dari film Perjuangan kemerdekaan
Amerika besutan Hollywood sampai film-film documenter yang memancing
rakyat agar melawan penjajah16
.
Sayangnya, hal tersebut tercium oleh Pemerintah Inggris dan
Kesultanan Brunei. Sir Anthony Campbell selaku Komisaris Besar Inggris
mengatakan bahwa BRUFIPCO hanyalah kedok bagi kampanye politik
Azahari dan semua uang yang ia dapatkan dari organisasi tersebut digunakan
demi perjuangan politiknya. Berdasarkan hal tersebut lah, Pemerintah Inggris
mendesak para Bankir agar tidak memberikan kredit usaha tambahan bagi
BRUFIPCO. Namun Azahari masih terus berkeras melanjutkan
propagandanya hingga Izin Usaha BRUFIPCO dicabut dan ia bersama tokoh
tokoh BRUFIPCO seperti Haji Mohammad Manggol dan Jas Karim
15
Ibid.hlm.25 16
Haji Awang Mohammad Jamil al-Sufri. 8 Disember : Dalangnya Siapa ?. Bandar sri
Begawan : Pusat Sejarah Brunei,1998,hlm.6
34
ditangkap Polisi Inggris. Mereka dituduh telah merencanakan kudeta dan
divonis hukuman penjara selama 1 tahun17
.
C. Partai Rakyat Brunei (PRB)
Kegagalan BRUFIPCO, membuat Azahari yang baru keluar dari
Penjara, memikirkan ide untuk menciptakan Organisasi Pergerakan yang
baru. Pada tanggal 12 Agustus 1956, Azahari mendirikan Partai Politik yang
bernama Partai Rakyat Brunei (PRB). PRB adalah Partai Politik Pertama
dalam Sejarah Brunei. Landasan Ideologinya adalah Nasionalisme yang
dipengaruhi oleh Perjuangan Kemerdekaan Indonesia. Tujuan utama partai ini
adalah penghapusan segala bentuk penjajahan, Pemerataan kesejahteraan
dengan pengalokasian pendapatan Negara bersumber migas dan membentuk
sebuah Negara Federasi Brunei Raya yang juga mencakup wilayah Serawak
dan Sabah18
.
Pengaruh PRB dalam pergerakannya sangat tidak disukai oleh Sultan
karena PRB menginginkan bentuk Pemerintahan diubah dari Monarki
Absolut menjadi Monarki Konstitusional,selain itu PRB merupakan sebuah
organisasi yang kurang dalam pendanaan karena tidak mempunyai sumber
keuangan. Meski demikian, popularitas PRB dalam masyarakat sangat pesat
berkat propaganda yang intens, hanya dalam waktu 5 bulan PRB sudah
memiliki 12 cabang dan 47 ranting di Brunei Darussalam19
.
Selain itu dalam area politik luar negeri PRB mengadakan hubungan
kerjasama dengan partai-partai nasionalis di Singapura, Malaysia, dan
Indonesia. Di Singapura PRB mengadakan kerjasama dengan Partai Rakyat
Singapura (PRS) yang merupakan partai yang menginginkan Singapura untuk
17
Haji Zaini bin Haji Ahmad. Pertumbuhan Nasionalisme di Brunei (1939-1962). (Brunei :
Asia Printer,2004),hlm.44-45 18
Ooi Keat Gin. Southeast Asia: A Historical Encyclopedia, from Angkor Wat to East
PERLAWANAN PARA PEMUDA DAN BERDIRINYA NEGARA BRUNEI
A. Perjuangan Melalui Meja Perundingan
Pada bulan Mei 1957, para petinggi Partai Rakyat Brunei pergi ke
Inggris untuk meminta nasihat mengenai system pemerintahan pada seorang
ahli hukum tata Negara bernama W.A.E Raeburn. Beliau memberikan nasihat
seputar bentuk parlemen,komposisi kabinet dan pemilihan umum. Setelah itu,
Partai Rakyat Brunei mengirimkan Memorandum kepada Pemerintah Inggris
yang isinya antara lain menghendaki system Residen diganti system
Kementrian yang dipimpin oleh seorang Menteri Besar dan posisi Raja
hanyalah sebagai Kepala Negara yang menerima nasihat dari Menteri Besar
selaku Kepala Pemerintahan. Dengan kata lain, PRB menghendaki Brunei
meniru Wesminster System ala Inggris1.
Para petinggi Partai Rakyat Brunei juga mengirimkan surat yang
berisikan beberapa tuntutan pada Sultan, seperti meniadakan Hak Sultan
untuk melantik dan memecat anggota Kabinet, mengadakan pemilihan umum
dan yang terpenting, Partai Rakyat Brunei menghendaki agar Sultan
memerdekakan Brunei menjadi Negara yang merdeka dan berdaulat
meskipun masih tetap menjalin aliansi dengan Inggris dengan menjadi
anggota British Commonwealth. Adapun mengenai wilayah, Partai Rakyat
Brunei menghendaki agar Sabah dan Serawak menjadi Negara bagian
Kesultanan Brunei yang berbentuk ‘Monarki Federal’2.
Misi Partai Rakyat Brunei itu diterima oleh Secretary of Colonial
Affairs, Alexander Lennox Boyd. Namun, beliau memberi nasihat kepada
Azahari dan rekan-rekannya agar mengikuti rencana politik dan postur
pemerintahan yang sesuai dengan kehendak Sultan, karena menurut beliau,
1 Haji Zaini bin Haji Ahmad. Pertumbuhan Nasionalisme di Brunei (1939-1962). (Brunei :
Asia Printer,2004),hlm.38 2 Naimah Talib. ‘A Resilient Monarchy : The Sultanate of Brunei & Regime Legitimacy in
Era Democratic Nation State’. New Zealand Journal of Asian Studies. Vol.4 no.2 (December
2002),hlm.139-140l
37
hal itu tersebut lebih tepat bagi kondisi Brunei saat ini. Adapun proposal yang
ditawarkan Azahari dan rekan-rekannya dapat diimplementasikan apabila
Brunei sudah memiliki pengalaman sekitar 10-15 tahun menjadi Negara
dibawah asuhan Inggris (terhitung sejak BMA mengembalikan mandat pada
Sultan di tahun 1948). Kegagalan misi PRB ini telah membuat transformasi
penting di tubuh PRB, Salleh bin Masri dan Awang Zaini bin Awang Ahmad
dari kubu Moderat mengundurkan diri. Dukungan masyarakat pun menurun.
Namun, rencana Inggris untuk membuat Federasi Malaysia di tahun 1961
merupakan isu bagi PRB untuk menjaring dukungan public.
Tapi keengganan dari pihak Inggris untuk berunding dengan PRB telah
memberi alasan bagi PRB untuk menempuh metode perjuangan yang lebih
radikal3.
B. Pembentukan Federasi Malaysia
Pasca Invasi Jepang ke Semenanjung Malaya dan pendudukan
beruntunnya selama Perang Dunia II, dukungan rakyat untuk kemerdekaan
tumbuh. Pasca perang, Inggris berencana ingin menyatukan pengelolaan
Malaya di bawah entitas tunggal yang disebut Uni Malaya didirikan dengan
penentangan yang hebat dari Suku Melayu, yang melawan upaya pelemahan
para Sultan Melayu dan mengizinkan kewarganegaraan ganda kepada etnis
Cina dan minoritas lainnya. Uni Malaya, didirikan pada 1946 dan terdiri atas
semua jajahan Inggris di Semenanjung Malaya, kecuali Singapura,
dibubarkan pada tahun 1948 dan diganti oleh Persekutuan Tanah Melayu,
yang memberikan otonomi para para Sultan-Sultan di Semenanjung Malaya
namun dibawah Protektorat Inggris4.
Selama masa itu, terjadi pemberontakan Partai Komunis Malaya di
bawah kepemimpinan Chin Peng yang melancarkan operasi gerilya guna
3 AJ Stockwell. ‘Britain & Brunei 1945-1963 : Imperial Retreat & Royal Ascendancy’.
Modern Asian Studies. Vol.38. no.4 (2004),hlm 789 4 Ken'ichi Goto. Tensions of Empire: Japan and Southeast Asia in the Colonial and
Postcolonial World (Athens: Ohio University Press, 2003), hlm. 222
38
mengusir Inggris dari Malaya5. Darurat Malaya, begitulah dikenalnya,
berlangsung sejak 1948 dan melibatkan sejumlah operasi Counter Insurgency
oleh Inggris di Semenanjung Malaya6. Meskipun pemberontakan dengan
cepat ditumpas namun tentara Inggris masih saja bercokol di Semenanjung
Malaya bersamaan dengan masuknya Era Perang Dingin. Akhirnya, Inggris
memberikan kemerdekaan pada Persekutuan Tanah Melayu pada 31 Agustus
1957 namun tetap terikat dalam British Commonwealth (Persemakmuran
Inggris)7.
Gagasan pembentukan federasi Malaysia pertama kali dilontarkan
Perdana menteri Malaysia, Tungku Abdul Rachman pada 27 Mei 1961 di
hadapan Foreign Correspondent Association di Singapura. Menurutnya,
federasi yang akan dibentuk terdiri atas Malaya, Singapura, Brunei, Serawak,
dan Sabah8.
Pada bulan Oktober 1961 diadakan perundingan antara Perdana Mentri
Malaysia, Tungku Abdul Rachman dan Perdana Mentri Inggris Sir Harold
McMillan di London, Inggris. Dari hasil pertemuan itu, Inggris
menyampaikan dukungannya terhadap cita-cita pembentukan Federasi
Malaysia. Hal ini disebabkan Malaya merupakan bekas wilayah jajahan
Inggris yang terikat dalam British Commonwealth (Persemakmuran Inggris).
Berdasarkan pertemuan pada tanggal 13 Oktober 1961 di London,
sebuah panitia penyelidikan Fact-Finding Comission yang diketuai Lord
Cobbald akan dibentuk untuk mengumpulkan jajak pendapat masyarakat
mengenai rencana pembentukan tersebut.9
Inggris sebagai negara besar yang memiliki negara persemakmuran-nya
di Asia Tenggara, berupaya memperkuat dirinya di kawasan Asia Tenggara,
5 C. C. Chin & Karl Hack. Dialogues with Chin Peng: New Light on the Malayan
Communist Party. (Singapore : NUS Press, 2004),hlm.295 6 Karl Hack. 'Iron Claws on Malaya : The Historiography of the Malayan Emergency'.
Journal of Southeast Asian Studies. Vol. 30, No. 1 (Mar., 1999), pp. 99-125 7 Clive J Christie. Southeast Asia in the Twentieth Century: A Reader. (London : I.B.Tauris,
1998),hlm.183 8 R. S. Milne. 'Malaysia: A New Federation in the Making'. Asian Survey, Vol. 3, No. 2,
(Feb., 1963), hlm. 76-82 9 Willard A. Hanna, The Formation of Malaysia: New Factor in World Politics. (New York
: American Universities Field Staff,1962). hlm. 16
39
dengan meragukan eksistensi Indonesia di bawah pemerintahan Soekarno
yang sudah mulai disusupi oleh kelompok elit Komunis. Di samping itu,
Indonesia juga memiliki hubungan baik dengan Uni Soviet sebagai negara
Komunis terbesar di dunia. Sejalan dengan keraguan tersebut, maka Inggris
mempengaruhi Malaya untuk membentuk negara federasi10
.
Soekarno menentang pembentukan negara federasi itu, dan
menganggapnya sebagai proyek neokolonialisme Inggris yang
membahayakan revolusi Indonesia. Selain Indonesia, Filipina juga menentang
dan menolak pembentukan negara Federasi Malaysia itu, karena mereka
berpendapat bahwa daerah Sabah yang akan dimasukkan ke dalam Federasi
Malaysia secara historis dan yuridis adalah milik Sultan Sulu yang disewakan
kepada Inggris. Akibatnya, timbul sengketa antara Indonesia dan Filipina di
satu pihak dan Persekutuan Tanah Melayu di pihak lain. Akhirnya ketiga
negara sepakat meminta sekjen PBB, yaitu untuk menyelidiki keinginan
rakyat di daerah-daerah diatas, apakah mereka setuju dengan pembentukan
negara federasi atau tidak11
.
Sementara, di Brunei sendiri, Sultan Omar Ali Saifuddin III
mengimplementasikan konstitusi baru yang mulai diberlakukan pada tahun
1959 yang menjadi dasar pembentukan Dewan Legislatif yang anggotanya
sebagian dipilih berdasarkan pemilihan umum. Dalam pemilihan umum ini,
dukungan rakyat Brunei terhadap Partai Rakyat Brunei (PRB) sangat besar.
Pada pemilu Dewan Legislatif Brunei yang digelar pada Agustus 1962, PRB
menang besar: memenangkan 16 dari 33 kursi Dewan Legislatif, adapun
Azahari sebagai Ketua Partai Rakyat Brunei (PRB) dilantik menjadi Ketua
Parlemen 12
.
10
John Subritzky. Confronting Sukarno: British, American, Australian and New Zealand
Diplomacy in the Malaysian-Indonesian Confrontation 1961-5. (London : Palgrave
Macmillan,2000),hlm.67 11
Manai Sophiaan. Kehormatan bagi yang berhak: Bung Karno tidak terlibat G30S/PKI.
(Jakarta : VisiMedia, 2008),hlm.63 12
B A Hussainmiya, Sultan Omar Ali Saifuddin III and Britain: The Making of Brunei
Darussalam (Kuala Lumpur: Oxford University Press, 1995),hlm.125
40
Namun, terjadi pertikaian dalam sidang istimewa pertama, pertikaian
itu dipicu dua kepentingan yang berseberangan antara Eksekutif vs Legislatif.
Sultan ingin bergabung dengan koloni Inggris lain di Semenanjung Malaya
dan membentuk Federasi Malaysia. Sementara Partai Rakyat Brunei (PRB)
yang mendominasi Parlemen ingin bergabung dengan Serawak dan Sabah,
membentuk sebuah Negara Brunei Raya yang disebut ‘Federasi Kalimantan
Utara’. Sultan Omar Ali Saifuddin III tidak menyetujui keputusan parlemen
tersebut dan mengancam tidak akan membuka sidang parlemen berikutnya.
Langkah Sultan itu telah memaksa Azahari dan para Politikus Parlemen untuk
berjuang sendiri dengan cara sporadis untuk mewujudkan rencana mereka13
.
C. Revolusi Brunei Tahun 1962
Pada tanggal 8 Desember 1962, A.M. Azahari, pemimpin Partai Rakyat
Brunei, partai terbesar di Brunei, memproklamirkan berdirinya Negara
Nasional Kalimantan Utara (NNKU) dan membentuk Tentara Nasional
Kalimantan Utara (TNKU) yang berasal dari Sayap Militer Partai Rakyat
Brunei (PRB). Azahari mengklaim wilayah NNKU meliputi daerah Sarawak,
Brunei dan Sabah14
.
Untuk menyukseskan Revolusi ini, Azahari telah merekrut beberapa
sukarelawan yang telah dilatih dalam peperangan gerilya di Indonesia. total
anggora TNKU kira-kira berjumlah 4000 anggota, dilengkapi dengan
sejumlah senjata berat dan kira-kira 1000 pucuk senapan15
.
Para Prajurit TNKU dibawah pimpinan Jassin Affandi memulai
serangan terhadap kota minyak Seria, mengincar instalasi minyak milik
Dutch Royal Shell dan menyerang pos polisi dan fasilitas pemerintahan di
sekitar wilayah ini. Adapun alasan dipilihnya Kilang Minyak di Seria, adalah
karena lokasi itu merupakan symbol ‘Penjajah Asing’ dan titik vital yang
13
Hidayat Mukmin. TNI Dalam Politik Luar Negeri. (Jakarta, Pustaka Sinar Harapan,
1991),hlm.89 14
Soemadi. Peranan Kalimantan Barat Dalam Menghadapi Subversi Komunis Asia