BAB I PEMBUKAAN 1.1. Latar Belakang Fenomena yang terjadi empat puluh tahun terakhir ini menurut salah satu pakar ilmu sosial bahwa peliknya perubahan-perubahan pola sosial yang ada di masyarakat sudah tidak dapat dielakkan lagi. Meningkatnya angka perceraian,meresapnya pengaruh TV dan media, kurangnya rasa hormat anak kepada orang yang lebih tua dan semakin sedikitnya waktu yang disediakan oleh orang tua untuk anak-anak mereka, menjadi salah satu pemicu perubahan sosial yang ada saat ini. Upaya untuk memperbaiki ketidakharmonisan tersebut salah satunyaadalah dengan mengolah kecerdasan emosional seseorang. Awalnya konsep kecerdasan emosional ini dimulai dari peran membesarkan dan mendidik anak2 anak. Selanjutnya orang menyadari bahwa konsep tersebut sangat penting dalam keberhasilan hidup seseorang baik dalam hal pekerjaan maupun dalam kehidupan rumah tangga. Kecerdasan emosional diungkapkan pertama kali oleh psikolog Peter Salovy dari Harvard University dan John Mayer dari University Of New Hampshire untuk mengungkapkan kualitas-kualias emosional yang tampaknya penting bagi keberhasilan hidup. 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PEMBUKAAN
1.1. Latar Belakang
Fenomena yang terjadi empat puluh tahun terakhir ini menurut salah satu
pakar ilmu sosial bahwa peliknya perubahan-perubahan pola sosial yang ada di
masyarakat sudah tidak dapat dielakkan lagi. Meningkatnya angka
perceraian,meresapnya pengaruh TV dan media, kurangnya rasa hormat anak
kepada orang yang lebih tua dan semakin sedikitnya waktu yang disediakan oleh
orang tua untuk anak-anak mereka, menjadi salah satu pemicu perubahan sosial
yang ada saat ini.
Upaya untuk memperbaiki ketidakharmonisan tersebut salah
satunyaadalah dengan mengolah kecerdasan emosional seseorang. Awalnya
konsep kecerdasan emosional ini dimulai dari peran membesarkan dan mendidik
anak2 anak. Selanjutnya orang menyadari bahwa konsep tersebut sangat penting
dalam keberhasilan hidup seseorang baik dalam hal pekerjaan maupun dalam
kehidupan rumah tangga.
Kecerdasan emosional diungkapkan pertama kali oleh psikolog Peter
Salovy dari Harvard University dan John Mayer dari University Of New
Hampshire untuk mengungkapkan kualitas-kualias emosional yang tampaknya
penting bagi keberhasilan hidup.
Kualitas ini antara lain: empati, mengungkapkan dan memahami perasaan,
mengendalikan amarah, kemandirian, kemampuan menyesuaikan diri, disukai,
kemampuan memecahkan masalah antarpribadi, ketekunan, kesetiakawanan,
keramahan dan sikap hormat.
Menurut Lawrence E. Shapiro (1998:8) kecerdasan emosional sebagai bagian dari
kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan memantau perasaan dan emosi
baik pada diri sendiri maupun pada orang lain, memilah-milah semuanya dan
menggunakan informasi untuk membimbing pikiran dan tindakan.
Penelitian-penelitian telah membuktikan bahwa kecerdasan emosional
sebaiknya mulai di kembangkan sedini mungkin karena dapat membuat anak
1
mempunyai semangat yang tinggi dalam belajar atau disukai teman-temannya di
arena bermain. Dengan memiliki kecerdasan emosional sedini mungkin dapat
membantu seseorang memasuki dunia kerja atau ketika berkeluarga kelak. Selain
itu, kecerdasan emosional juga memegang peranan penting dalam hubungan kita
dengan orang lain juga dengan sang pencipta, sehingga anak-anak kita mampu
menghargai dirinya, orang lain dan terutama yang menciptakan-Nya. Kecerdasan
emosi bermula dari adanya sambungan antara neokorteks 3 sebagai pusat pikiran
dengan amigdala sebagai pusat emosi, yang fungsinya bisa saling berlawanan
sekaligus saling kerjasama antara otak dengan hati. Dengan adanya keterlibatan
rasa atau emosi terhadap keputusan rasio atau pikiran, membuat keputusan
rasional yang diambil seseorang dapat selaras dengan pengalaman kehidupan dan
budaya disekitarnya. Kerjasama antara pikiran dan
hati inilah yang merupakan inti dari kecerdasan emosional
1.2 Masalah Penulisan
1. Pengertian kecerdasan emosional ?
2. Bagaimana cara memberikan stimulus yang sesuai dengan kematangan dan
perkembangan anak ?
3. Apa saja Peran orang tua dalam kecerdasan emosional ?
4. Apa saja Bahaya jika keliru memfasilitasi kecerdasan emosional anak ?
5. Apa saja Nutrisi yang baik bagi kecerdasan emosional anak?
1.3 Tujuan
Penulis bertujuan untuk menambah pengetahuan, wawasan untuk pembaca
dan orang tua tentang pentingnya peran orang tua dalam perkembangan anak dan
cara memberikan stimulus yang sesuai untuk meningkatkan perkembangan
kecerdasan emosional anak.
2
BAB II
ISI
2.1 Pengembangan Kecerdasan Sosial Emosional Anak
Anak usia dini merupakan masa usia emas dimana perkembangan otak
atau berkembang sangat pesat atau lebih tepatnya saat yang penting untuk
merangsang kemampuan berpikir anak secara optimal. Belajar sejak kecil berarti
menerapkan pengetahuan yang dibutuhkan otak anak selama tahun-tahun awal
perkembangan mereka. Pembelajaran yang tepat sejak dini diharapkan dapat
menunjang perkembangan mental yang dapat meningkatkan motivasi belajar agar
lebih bergairah dan lebih cerdas. Anak selain tumbuh secara fisik, juga
berkembang secara psikologis. Tidak bisa anak yang dulu sewaktu masih bayi
tampak begitu lucu dan penurut, sekarang pada usia 3 tahun misalnya, juga tetap
dituntut untuk lucu dan penurut.
Ada fase-fase perkembangan yang dilaluinya dan anak menampilkan
berbagai perilaku sesuai dengan ciri-ciri masing-masing fase perkembangan
tersebut.
Anak usia 3-4 tahun sudah mempunyai kemampuan empati meskipun
masih sesuai dengan egosentrisnya. Meskipun masih sangat kecil kemampuan
empatinya, kalau kita kembangkan dengan baik tentunya anak usia prasekolah dan
sekolah dasar mempunyai ketahanan mental yang luar biasa. Kalau kita amati
secara cermat, anak usia 3 – 4 tahun senang bermain dengan berpura-pura menjadi
orang dewasa. Mereka meniru tingkah laku orang dewasa yang sedang bekerja,
misalnya mencuci piring, memasak, mengendarai mobil, menggendong bayi,
menjadi guru dan sebagainya. Bagi anak-anak, kegiatan menirukan tersebut
sebagai kesempatan untuk belajar memahami orang lain dan rasa
keingintahuannya dapat tersalurkan.
Secara garis besar ada dua hal utama dalam kecerdasan emosi, yaitu mengenali
dan mengelola emosi. Langkah pertama mengajarkan kecerdasan emosi adalah
mengenalkan berbagai jenis emosi kepada anak. Bagaimana caranya? Apabila
3
anak sedari usia dini sering dilatih untuk peka dalam mengenali emosi, maka
semakin dewasa akan semakin mudah mengenali emosi, dan akhirnya dapat
menyesuaikan sikapnya dengan situasi emosi yang ada.
2.2 MENSTIMULUS KECERDASAN EMOSIONAL ANAK
Menurut Goleman (dalam Ayriza:2006) untuk menstimulus kecerdasan
emosional anak pada awalnya adalah dengan mengoptimalkan peran anak dalam
kehidupan sehari-hari. Langkah tersebut dapat diawali dengan mengembangkan
lima wilayah kecerdasan emosional, antara lain kemampuan mengenali emosi diri,
mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain serta
membina hubungan yang baik dengan orang lain.
1. Kemampuan Mengenali Emosi Diri
Kemampuan mengenali emosi diri adalah kemampuan seseorang dalam
mengenali perasaannya sendiri sewaktu perasaan atau emosi itu muncul. Ini sering
dikatakan sebagai dasar dari kecerdasan emosional. Seseorang yang mampu
mengenali emosinya sendiri adalah bila ia memiliki kepekaan yang tajam atas
perasaan mereka yang sesungguhnya dan kemudian mengambil keputusan-
keputusan secara mantap. Dalam hal ini misalnya sikap yang diambil dalam
menentukan berbagai pilihan, seperti memilih: sekolah, sahabat, pekerjaan,
sampai kepada pemilihan pasangan hidup kelak jika anak telah dewasa.
2. Kemampuan Mengelola Emosi
Kemampuan mengelola emosi adalah kemampuan untuk mengendalikan
perasaannya sendiri sehingga tidak meledak dan akhirnya dapat mempengaruhi
perilakunya untuk dapat mengendalikan diri agar tidak mengulangi kesalahannya
lagi. Mungkin dapat diibaratkan sebagai seorang pilot pesawat yang dapat
membawa pesawatnya ke suatu kota tujuan dan kemudian mendaratkannya secara
mulus meskipun dalam pendaratan tersebut mengalami hambatan atau masalah.
4
Selain itu dapat juga diibaratkan jika seseorang yang sedang marah, maka
kemarahan itu tetap dapat dikendalikan secara baik tanpa harus menimbulkan
akibat yang akhirnya disesalinya di kemudian hari. Dengan demikian anak akan
mampu menyesuaikan dirinya baik dalam keaadaan emosional maupun tidak.
3. Kemampuan Memotivasi Diri
Kemampuan memotivasi diri adalah kemampuan untuk
memberikansemangat kepada diri sendiri untuk melakukan sesuatu yang baik dan
bermanfaat. Dalam hal ini terkandung adanya unsur harapan dan optimisme yang
tinggi, sehingga seseorang memiliki kekuatan semangat untuk melakukan suatu
aktivitas tertentu. Misalnya dalam hal belajar, bekerja, menolong orang lain, dan
sebagainya. Anak-anak identik mempunyai semangat yang bergelora dalam
melaksanakan segala aktivitasnya. Mereka masih memiliki pemikiran yang
sederhana dalam menikmati kegiatannya. Dengan adanya kemampuan memotivasi
ini akan senantiasa memompa energi positif dalam diri anak.
4. Kemampuan Mengenali Emosi Orang Lain
Kemampuan mengenali emosi orang lain adalah kemampuan untuk
mengerti perasaan dan kebutuhan orang lain, sehingga orang lain akan merasa
senang dan dimengerti perasaannya. Anak-anak yang memiliki kemampuan ini,
yaitu sering pula disebut sebagai kemampuan berempati, mampu menangkap
pesan non-verbal dari orang lain tersebut. Dengan demikian anak-anak ini akan
cenderung disukai orang. Pada masa perkembangan praoperasional sifat anak
masih didominasi oleh sikap egosentris sudah mampu memahami gejala emosi
orang-orang terdekat. Kemampuan tersebut akan semakin berkembang seiring
dengan bertambahnya usia anak yang mencapai tahap perkembangan operasional
kongkrit yang sudah mempunyai kemauan untuk menyesuaikan diri dengan orang
lain. Setiap perkembangan yang terjadi pada diri anak harus selalu kita dukung
agar bisa mencapai perkembangan yang optimal.
5
5. Kemampuan Membina Hubungan
Kemampuan membina hubungan adalah kemampuan untuk mengelola
emosi orang lain, sehingga tercipta keterampilan sosial yang tinggi dan membuat
pergaulan seseorang menjadi lebih luas. Anak-anak dengan kemampuan ini
cenderung mempunyai banyak teman, pandai bergaul dan menjadi lebih populer.
Kemampuan membina hubungan ini mulai tumbuh ketika anak mencapai tahap
perkembangan operasional kongkrit. Kehadiran teman sebaya sangat berarti bagi
mereka, oleh karena itu keinginan untuk membina hubungan dengan teman dapat
memotivasi anak mengembangkan kecerdasan emosional dalam hal membina
hubungan dengan orang lain. Agar lima wilayah kecerdasan emosional yang
dikenalkan pada anak bisa tersampaikan dengan baik, perlu juga didukung dengan
kemampuan kecerdasan emosional orang tua maupun guru. Para orang tua dan
guru adalah orang terdekat anak-anak, oleh karena itu mereka perlu memberikan
teladan terlebih dahulu agar anak yang mempunyai potensi luar biasa bisa
mempelajari keterampilan emosional dari orang-orang dewasa terdekatnya secara
lebih baik
.
A. Kecerdasan Emosional Pada Anak
Kecerdasan emosional menuntut diri untuk belajar mengakui dan menghargai
perasaan diri sendiri dan orang lain dan untuk menanggapinya dengan tepat,
menerapkan dengan efektif energi emosi dalam kehidupan dan pekerjaan sehari-
hari. Tiga unsur penting kecerdasan emosional terdiri dari:
a. kecakapan pribadi (mengelola diri sendiri).
b. kecakapan sosial (menangani suatu hubungan).
c. keterampilan sosial (kepandaian menggugah tanggapan yang dikehendaki
pada orang lain).
Beberapa indikator yang dapat mendeskripsikan kualitas kecerdasan social
emosional pada anak, adalah sebagai berikut:
a. Empati (melibatkan perasaan orang lain).
b. Mengungkapkan dan memahami perasaan.
6
c. Mengalokasikan rasa marah.
d. Kemandirian.
e. Kemampuan menyesuaikan diri.
f. Perasaan disukai atau tidak.
g. Kemampuan memecahkan masalah antarpribadi.
h. Ketekunan.
i. Kesetiakawanan.
j. Kesopanan.
k. Sikap hormat.
B. Strategi Mengorganisasi Pengembangan Kecerdasan Emosional Anak
Strategi memiliki pengertian bagaimana menyiasati atau menentukan berbagai
tindakan yang dianggap efektif dalam mencapai suatu tujuan secara gemilang.
Agar para orang tua tidak tergelincir pada penyediaan lingkungan belajar yang
kurang sesuai atau bahkan keliru maka khusus pada bidang pengembangan
kecerdasan emosi diberikan sejumlah pedoman yang selayaknya diperhatikan,
yakni sbb:
1. Kegiatan mengorganisasikan berdasarkan kebutuhan, minat dan
karakteristik perkembangan anak yang menjadi sasaran pengembangan
kecerdasan emosi.
2. Kegiatan yang diorganisasikan bersifat holistik ( menyeluruh ).
3. Kegiatan diorganisasikan sesuai dengan tuntutan kondisivitas
pengembangan kecerdasan emosi, diantaranya dikondisikan dalam suasana
kekeluargaan, suasana yang penuh kasih sayang, suasana yang penuh
kesejukan dan kedamaian, tetapi tetap dapat menempatkan setiap
komponen secara bertanggung jawab atas setiap peran yang dipegangnya.
4. Kegiatan diorganisasikan pada suasana yang dapat memberikan
kesempatan kepada anak untuk menyampaikan gagasan-gagasannya,
memberikan kesempatan pada anak untuk memberikan masukan dalam
pengambilan keputusan.
7
5. Tugas orang tua diarahkan untuk membimbing dan memfasilitasi bukan
untuk mengatur berbagai prilaku secara otoriter.
6. Peraturan rumah diorganisasikan secara jelas batas-batasnya sehingga
tumbuh kesadaran untuk menaatinya secara utuh dan bertanggung jawab.
7. Pembimbingan dan kegiatan memfasilitasi dilakukan dengan penuh
kasih sayang sehingga dapat mempersiapkan anak menjadi pribadi dan
anggota masyarakat yang sehat dan mampu bersosialisasi dan
berkomunikasi.
8. Organisasi kegiatan juga memberikan kesempatan dan menganjurkan
agar orang tua dapat berpartisipasi dengan anak-anaknya dalam kegiatan
sekolah.
9. Komunikasi dan hubungan yang di bangun harus menciptakan suasana
yang tidak menuntut penilaian tapi menarik, menggairahkan, dan
menunujukan penerimaan sehingga dapat memberi landasan memadai
dalam pertumbuhan sosial dan emosi.
Tindakan yang dianjurkan oleh Tartila Tarsusi (1997) dan oleh Zirly Fera
Jamil (2002), terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pengembangan
atau pembelajaran emosi pada anak prasekolah, diantaranya berikut ini:
1. Menjadi contoh yang baik.
2. Mengajarkan pengenalan emosi.
3. Menanggapi perasaan anak.
4. Melatih pengendalian diri.
5. Melatih pengelolaan emosi.
6. Menerapkan disiplin dengan konsep empati.
7. Melatih keterampilan komunikasi.
8. Mengungkapkan emosi dengan kata-kata.
9. Memperbanyak permainan dinamis.
10. Memperdengarkan musik indah dengan ritme teratur.
11. Marah, sedih, cemas bukan hal tabu.
12. Menyelimuti dengan iklim positif.
8
Untuk memahami kedua belas hal yang harus diperhatikan dalam pengembangan
atau pembelajaran emosi pada anak prasekolah, berikut ini akan diuraikan secara
singkat.
1. Menjadi contoh yang baik
Untuk menjadi contoh bagaimana mengelola emosi yang baik, kecerdasan
emosi orang tua secara terus-menerus melalui berbagai pengalaman sehari-
hari.
2. Mengajarkan pengenalan emosi
Kemampuan memahami perasaan sendiri membuat orang memiliki kepekaan
tinggi dalam pengambilan keputusan, juga dalam beberapa hal lain.
3. Tanggapi perasaan anak
Apabila setiap perasaan anak didengarkan dan ditanggapi secara pas, anak
akan merasa bahwa dirinya merupakan sosok yang penting dimata orang
tuanya.
4. Melatih pengendalian diri
Pada mereka diberikan dua pilihan, boleh langsung mengambil satu permen
yang enak lalu keluar ruangan, atau menunggu beberapa menit dan bisa
mendapatkan dua permen.
5. Melatih pengelolaan emosi
Kemarahan hendaknya jangan dikubur tanpa diberi saluran karena hasilnya
adalah timbunan yang bisa meledak secara dahsyat. Namun, membiarkan
setiap kemarahan langsung tersalur begitu saja juga tidak tepat. Memang,
mengelola emosi secara pas baik itu kemarahan atau kegembiraan sungguh
tidaklah mudah. Tidak tercipta begitu saja, mesti melalui proses panjang dan
intensif. Sekali terkuasai maka kemampuan ini akan sungguh melicinkan
jalan anak menuju masa depan. Keterampilan ini membuang kemungkinan
terjadinya hal-hal yang tak mengenakkan dan merugikan karena kegagalan
mengelola emosi.
9
6. Menerapkan disiplin dengan konsep empati
Orang yang berempati akan lebih mampu menangkap sinyal sosial
tersembunyi tentang kebutuhan dan keinginan orang lain. Sinyal ini bisa
ditangkap lewat nada suara, raut wajah, dan hal nonverbal lainnya.
7. Melatih kemampuan komunikasi
Kemampuan dibidang ini, seperti menyatakan gagasan, perasaan, dan konsep
kepada orang lain, kemampuan bergaul dan menyesuaikan diri harus dilatih
sejak dini.
8. Mengungkapkan emosi dengan kata-kata
Anak yang tidak bisa mengungkapkan diri bahwa dia sesungguhnya “merasa
cemburu karena mainan adik atau temannya lebih bagus”, bisa jadi akan
bertindak agresif, dengan merusakkan mainan adik/ temannya atau memukul
orangnya. Bila anak kelihatan uring-uringan, murung, takut atau justru
bersemangat, tanyakan bagaimana perasaannya saat itu dan arahkan agar anak
mampu membuat ungkapan tentang emosinya saat itu.
9. Memperbanyak permainan dinamis
Permainan-permainan sederhana dari “masa lalu” seperti lompat tali, bermain
gundu dengan teman, main kucing-kucingan, sesungguhnya lebih
mencerdaskan emosi anak. Mengasah kemampuan bekerja sama, jujur dan
percaya diri. Permainan yang melibatkan beberapa anak akan mempertajam
kemampuan bersosialisasi anak, juga bisa menguji daya tahan emosi anak
selama proses bermain. Dengan permainan yang dinamis, amak belajar
memusatkan perhatian lebih pada proses yang baik, bukan pada hasil akhir.
Kalau keadaan menerima kemenangan dan kekalahan sering berlangsung dan
dirasakan, anak tidak akan terkaget-kaget lagi dengan kondisi apapun. Emosi
anakpun menjadi bisa terkontrol. Saat kalah ia tidak frustasi, ketika
menangpun tidak gembira berlebihan.
10. Musik indah dengan ritme teratur
Penelitian membuktikan bahwa musik sangat mempengaruhi perkembangan
IQ (Inteligent Quotient) dan EI (Emotional Inteligent) seseorang. Seseorang
yang sejak kecil terbiasa mendengarkan musik akan lebih berkembang
10
kecerdasan emosi dan inteligensinya dibandingkandengan anak yang jarang
mendengarkan musik. Namun, yang dimaksud disini adalah irama dan nada-
nada yang teratur yang didapat dari perpaduan yang seimbang antara heat,
ritme, dan harmoni. Beat dapat mempengaruhi tubuh, ritme dapat
mempengaruhi jiwa, sedangkan harmoni mempengaruhi “roh”. Contohnya
dalam suatu konser, sudah dapat dipastikan bahwa tidak ada satu
penontonpun atau pemusiknya yang tidak bergerak. Semuanya bergoyang,
bahkan kadang lepas kontrol.
11. Marah, sedih dan cemas bukan hal tabu
Mencerdaskan emosi anak bukan berarti orang tua atau guru harus selalu
tampil “sempurna”. Sesekali berselisih dengan pasangan, merasa sedih dan
kecewa, atau merasa cemas di depan anak-anak tidak menjadi soal sepanjang
mereka juga melihat bagaimana cara anda menyelesaikan semua persoalan itu
secara cerdas. Bisa jadi suatu ketika anda bersitegang dengan pasangan
tentang pekerjaan rumah yang tidak beres sehingga akhirnya anada berdua
mencapai kesepakatan, anada berdua lalu saling meminta maaf, tersenyum
dan berpelukan.
12. Selimuti dengan iklim positif
Iklim positif seperti kegembiraan, harapan, kasih sayang memberikan dampak
yang sungguh positif. Rasa tawa bahagia, menolong kita berpikir dengan
wawasan yang lebih luas dan memungkinkan kita bernegosiasi lebih bebas,
juga membantu kita menjadi lebih peka pada beragam hubungan, juga
harapan.
C. Pengalaman dan Lingkungan Menentukan Perkembangan Kecerdasan
Anak
John Lock (singgih, 1982) mengemukakan bahwa pengelaman dan lingkungan
anak merupakan faktor yang paling menentukan dalam perkembangan anak. Isi
kejiwaan anak ketika dilahirkan adalah ibarat secarik kertas yang masih kosong,
artinya bagaimanapun nantinya dan corak kertas tersebut bergantung pada cara
kertas ditulisi.
11
D. Meningkatkan peran Pembelajaran Untuk Pengembangan Kecerdasan
Emosional Anak
Perkembangan emosional adalah perkambangan perilaku anak dalam
pengendalikan dan menyesuaikan diri dengan aturan-aturan masyarakat dimana
anak itu berada. Dengan demikian, anak dapat meningkatkan peran dan aktualisasi
diri sesuai gendernya, sebab pada masa prasekolah anak memahami perannya
sebagai anak laki-laki dan perempuan.
1. Arah pembelajaran sosial emosiaonal bagi anak prasekolah
Beberapa arah pengembangan emosional yang ditunjukan pada hasil belajar
anak antara lain seperti:
a. Mampu melakukan hubungan dengan orang lain;
b. Terbiasa untuk bersikap sopan-santun;
c. Mampu mematuhi peraturan dan disiplin dalam kehidupan sehari-hari;
d. Mampu menunjukkan reaksi emosi yang wajar.
Keempat kemampuan tersebut dengan diikuti indikator-indikator, yaitu :
a. Tenggang rasa terhadap orang lain;
b. Bekerja sama dengan teman;
c. Mudah bergaul/berinteraksi dengan orang lain;
d. Mengenal dirinya sendiri;
e. Mulai dapat berimajinasi atau bermain pura-pura;
f. Mulai berkomunikasi dengan orang yang sudah dikenalnya;
g. Mulai bermain memisahkan diri dari orang tuanya terutama ibu;
h. Aktif bergaul dengan teman;
i. Mulai mengikuti aturan permainan;
j. Meniru kegiatan orang dewasa;
k. Menjadi ekstrem dan keras kepala;
l. Memetuhi peraturan yang ada;
m. Mulai mengenai konsep benar dan salah;
n. Mau berbagi dengan teman;
12
o. Mau bermain dengan teman sebaya;
p. Berani dan mempunyai rasa ingin tahu yang besar;
q. Merasa puas atas prestasi yang dicapai;
r. Mulai dapat mengendalikan emosi;
s. Menunjukkan reaksi emosi yang wajar karena, marah, senang, sakit,
takut, dan sebagianya;
t. Manjaga keamanan diri.
Peter Salovey dan John Mayer (1990), sasaran pengembangan emisoanal
adalah untuk membantu meningkatkan kualitas-kualitas emosi yang penting bagi
suatu keberhasilan anak. Mereka memerinci setidaknya terdapat sebelas indikator,
yaitu :
a. Kualitas empati (melihat perasaan orang lain);
b. Kualitas dalam mengungkapkan dan memahami perasaan;
c. Kualitas dalam mengalokasikan rasa marah;
d. Kualitas kemandirian;
e. Kualitas dalam kemampuan menyesuaikan diri;
f. Kulitas disukai atau tidak;
g. Kualitas dalam kemampuan memecahkan masalah anarpribadi;
h. Kualitas ketekunan;
i. Kualitas kesetiakawanan;
j. Kualitas kesopanan:
k. Kualitas sikap hormat;
Uraian di atas merupakan sasaran pengembangan emosional yang sifatnya
menyatu, apabila dipilah-pilah dapat dijelaskan sebagai berikut.
a. Arah pembelajaran sosial anak
1) Membantu pencapaian kematangan dalan hubungan sosial
2) Membantu kemampuan menyesuaikan diri dengan norma-norma
kelompok, tradisi dan moral (agama)
3) Membantu kemampuan dalam memperluas hubungan anak dengan
masyarakar (mulai dari teman sebaya hingga yang lebih luas)
13
b. Arah pembelajaran emosi anak
1) Membantu perolehan kemampuan mengendalikan diri atau
mengontrol ekspresi emosi
2) Membantu mengendalikan emosi diri sendiri
3) Membantu kemampuan memotivasi diri
4) Membantu mengendalikan emosi orang lain
5) Membantu kemampuan membina hubungan dengan orang lain
2. Cara anak mendapatkan pengalaman emosional
a. Trial & error
Trial and error, yaitu belajar dengan cara coba-ralat. Individu mendaptkan
intisari pembelajaran berdasarkan pada pengelaman yang dialaminya
secara langsung.
b. Imitasi
Imitasi, yaitu proses belajar anak dengan cara meniru dari lingkungan.
c. Conditioning
Conditioning merupakan proses belajar anak dengan cara mengkondisikan
reaksi-reaksi emosi tertentu dalam dirinya.
3. Prinsip-prinsip dalam membantu pengembangan emosional anak
Pengendalian emosi (emotional control), menitik beratkan pada penekanan
reaksi yang tampak terhadap rangsangan yang menimbulkan emosi. Mengapa
bantuan itu menjadi penting, setidaknya didasarkan atas 2 alasan, yaitu sebagai
berikut.
a. Kelompok sosial mengharap semua anak dapat belajar mengendalikan
emosi.
b. Apabila suatu pola ekspresi emosi telah dipelajari, ,aka sukar untuk
mengendalikannya bahkan lebih sukar lagi untuk menghilangkannya.
Menurut Maurice J. Ellias, dkk (1999) bahwa sejumlah prinsip badapt
dijadikan pegangan atau penuntun dalam membantu anak-anak dalam
14
pengembangan kecerdasan emosi dan peningkatan keterampilan sosialnya, yaitu
meliputi 3 kelompok.
a. Prinsip-prinsip keseharian
1) Memberi teladan
2) Mengingatkan dan menunjukkan keterampilan yang baru dipelajari
3) Paraphrading adalah menginagtkan kembali dengan kalimat sendiri
b. Teknik-teknik bertanya
1) Mengajukan pertanyaan terbuka
a) Pertanyaan kausal, “mengapa kamu memukulnya?”
b) Pertanyaan pilihan berganda, “kamu memukulnya karena dia
mengganggu, karena dia mengambil mainan atau karena kamu sedang
marah disebabkan sesuatu yang lain?”
c) Pertanyaan benar-salah, “apa kamu memukulnya, ya atau tidak?”
d) Pertanyaan terbuka, “apa yang terjadi antara kalian berdua?”
2) Dua pertanyaan berurutan dimana aturannya sedrhana
3) Teknik colombo, aspek penting colombo adalah sikap persahabatan
Kiat-kiat jangka panjang
1) Kesabaran dan kegigihan
2) Keluwesan dan kreativitas
3) Penyesuaian dengan
4) Perkembangan
2.3 PERAN ORANG TUA DALAM KECERDASAN ANAK
Para peneliti yang mempelajari reaksi orang tua terhadap anak-anaknya
menemukan bahwa ada tiga gaya bagaimana orang tua menjalankan perannya
sebagai orang tua, yaitu: otoriter, permisif dan otoratif. Orang tua otoriter
memberlakukan peraturan-peraturan yang ketat dan menuntut agar peraturan-
peraturan itu dipatuhi. Mereka yakin bahwa anak-anak harus berada di tempat
yang telah ditentukan dan tidak boleh menyuarakan pendapatnya. Hasil penelitian
membuktikan bahwa anak-anak yang berasal dari keluarga yang menerapkan
15
sistem otoriter menjadikan anak tidak bahagia, penyendiri dan sulit mempercayai
orang lain. Kadar harga dirinya paling rendah. Sebaliknya, orang tua yang
permisif, berusaha menerima dan mendidik sebaik mungkin, tetapi cenderung
sangat pasif ketika sampai ke masalah menanggapi kepatuhan. Orang tua permisif
tidak begitu menuntut dan cenderung tidak menetapkan sasaran yang jelas pada
anaknya. Sedangkan orang tua yang otoritatif berbeda dengan orang tua otoriter
dan permisif. Orang tua otoritatif menghargai kemandirian anak dan menuntut
mereka untuk memenuhi standar tanggung jawab yang tinggi kepada keluarga.
Anak dihargai keberadaan dan kemampuannya dengan memberikan peran dalam
kehidupan sehari-hari. Rasa kepercayaan inilah yang membuat anak diakui dan
dihargai keberadaannya. Langkah berikutnya setelah mengembangkan lima
wilayah kecerdasan, yang dapat dilakukan para orang tua maupun guru menurut
Lawrence E. Shapiro (1998) sebagai orang yang dianggap lebih tua dan punya
pengalaman yang lebih dari anak bisa mengenalkan kecerdasan emosional dengan
cara mengembangkan kasih sayang afirmasif, mengajarkan tata krama,
menumbuhkan empati serta mengajarkan arti kejujuran dan berpikir realistik.
Yang perlu dipahami adalah bagaimana menyesuaikan tuntutan dengan
perkembangan yang ada pada diri
anak, sehingga stimulisasi kecerdasan emosional ini tidak dipaksakan akan tetapi
disesuaikan dengan karakteristik masing-masing pribadi.
1. Mengembangkan kasih sayang afirmasif.
Penelitian membuktikan bahwa hubungan yang terbuka dan saling
menyayangi dengan anak akan memberikn efek jangka panjang berupa citra diri,
keterampilan menguasai situasi dan kesehatan anak.. Selain itu orang tua juga
dianjurkan meluangkan waktu khusus 20 menit per hari bersama anaknya sebagai
cara untuk menjamin mereka mendapatkan manfaat dari ungkapan sayang yang
afirmasif. Sikap saat meluangkan waktu dengan anak antara lain:
16
1. Memuji anak bila berperilaku benar (misalnya dengan mengatakan
”Wah tinggi sekali menara yang kamu bangun!”) diusahakan pujian itu akurat,
jujur dan tidak dibuat-buat.
2. Tunjukkan minat Anda akan apa yang sedang dilakukan anak dengan
berpartisispasi dalam kegiatannya, dengan mengatakan apa yang Anda lihat serta
dengan merefleksikan perasaannya.
3. Jangan bertanya atau memerintah. Jika anak Anda berusia 4 – 9 tahun,
cobalah membuat jadwal main untukwaktu teratur beberapa kegiatannya. Yang
dimaksud dengan disiplin afirmasifadalah Anda harus mempunyai cara yang telah
dipikir matang, terencana dan sesuai untuk menanggapi perilaku menyimpang
anak Anda.
Berikut ini beberapa prinsip dan strategi sederhana untuk mendisiplinkan
anak:
a. Membuat aturan dan batas yang jelas tentang kegiatan sehari-hari yang ditulis
dan ditempelkan.
b. Beri peringatan dan petunjuk apabila anak Anda mulai berbuat kesalahan.
Hal ini dilakukan untuk mengajari anak mengendalikan diri.
c. Membentuk perilaku positif dengan mendukung perilaku yang baik melalui
pujian dan perhatian.
d. Didiklah anak sesuai harapan Anda.
e. Cegah masalah sebelum terjadi.
f. Memberikan hukuman yang sesuai apabila ada yang melanggar peraturan yang
telah disepakati, antara lain:
Memberikan teguran
Bersikap konsekuensi wajar
Menyetrap atau time out
Menahan hak untuk menikmati sesuatu
Koreksi berlebihan
Sistem Angka
17
2. Mengajarkan Tata Krama
Jika anak Anda tidak mendapatkan nilai seperti yang Anda harapkan,
maka hal tersebut wajar karena sopan santun adalah sesuatu yang dapat
diekspresikan melalui perilaku dan relatif mudah mengubahnya jika dilakukan
sejak dini. Misalnya:
1. Memberikan arahan pada anak agar selalu memberi salam kepada orang
yang kita jumpai dengan mengatakan ”Selamat pagi”, atau kalau sudah kenal
dengan sapaan yang lebih hangat ” Assalamu’alaikum” dan bertanya ”Apa
kabar?”.
2. Jika baru dikenalkan orang baru yang sebelumnya belum dikenal, maka
jabatlah tangannya.
3. Selalu ucapkan terima kasih bila seseorang melakukan suatu kebaikan
pada anak, sekecil apapun.
Mengajarkan tata krama pada anak usia dini tentunya membutuhkan proses dan
waktu yang cukup panjang. Kalau nilai-nilai sopan santun dan keramahn kita
kenalkan tiap hari, maka anak akan menyerap dan mengikuti apa yang kita
ajarkan. Hal ini akan mudah diterima anak, karena pada usia mereka kemampuan
otak untuk menyerap sesgala sesuatu yang ada di depan mereka sangat cepat.
Tentunya kita juga harus konsekuensi untuk tidak melanggar sendiri apa yang
telah kita ajarkan pada anak, karena hal itu akan menimbulkan kebingungan pada
anak dan anak tidak lagi mengikuti arahan kita selanjutnya.
3. Menumbuhkan Empati Anak
Para psikolog menegaskan bahwa empati seseorang mulai berkembang
pada enam tahun pertama kehidupan. Mulai bayi sudah dapat mengikuti tangisan
bayi lain meskipun kejadian itu hanya bersifat empati global. Antara usia satu
sampai dua tahun mulai dapat melihat kesusahan orang lain. Terkadang batita
ingin meringankan penderitaan orang lain dengan keterbatasan kognitifnya yang
18
terkadang menjadikan mereka mengalami kebingungan empatik. Dengan
betambah matangnya wawasan dan kemampuan kognitif mereka, anak-anak
bertahap belajar mengenali kesedihan orang lain dan mampu menyesuaikan
kepeduliannya dengan perilaku yang tepat.
Menjelang berakhirnya masa kanak-kanak antara usia sepuluh dan
duabelas tahun, anak-anak mengembangkan empati mereka tidak hanya kepada
orang yang mereka kenal atau mereka lihat secara langsung, namun juga termasuk
kelompok orang yang belum mereka jumpai.
Dalam tahap ini, yang disebut empati abstrak, anak-anak mengungkapkan
kepeduliannya terhadap orang-orang yang kurang beruntung dibanding mereka.
Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengembangkan empati anak terhadap
sesama adalah:
1. Perketat tuntutan pada anak mengenai sikap peduli dan tanggungjawab
2. Ajari anak mempraktekkan perbuatan baik secara acak
3. Libatkan anak dalam kegiatan pelayanan masyarakat
Untuk menjadikan kebaikan hati sebagai suatu kebiasaan, latihlah anak
apada tahap awal dengan selalu mencatat perbuatan baiak yang telah dilakukan
oleh seluruh anggota keluarga tiap hari selama seminggu. Perbuatan baik ini bisa
berupa hanya membukakan pintu bagi orang lain atau menengok teman yang
sakit. Apabila kebaikan menjadi kebiasaan, Anda akan melihat bahwa anak akan
ketagihan dan mereka akan mencari jalan sendiri untuk melakukan lebih banyak
lagi kebaikan.
4. Mengajarkan Kejujuran dan Berpikir Realistis
Sebagaimana diketahui oleh semua orang tua, anak-anak berkata bohong
hampir sejak mereka mulai berbicara bahkan kadang-kadang lebih cepat.
Berbohong meskipun sering dimaklumi dari segi perkembangan anak ini akan
menjadi masalah bila berbohong menjadi kebiasaan atau bahkan penting dalam
hal-hal tertentu. Berbohong mengikis kedekatan dan keakraban, berbohong
19
menumbuhkan benih ketidakpercayaan, karena perbuatan ini menghianati
kepercayaan orang lain.
Yang dapat dilakukan untuk mengajarkan pentingnya kejujuran kepada
anak antara lain dengan membangun kepercayaan dan menghormati privasi anak
Anda. Kita dapat mengajarkan kisah-kisah keteladanan buah dari sutau kejujuran
melalui buku-buku dan video anak-anak untuk dinikmati bersama.
Dengan mengajarkan kejujuran sekaligus akan mengajarkan anak untuk
berpikir realistis. Anak-anak perlu belajar sejak dini untuk mengevaluasi
situasi mereka sendiri sesuai dengan kepentingannya. Mereka tidak dapat
belajar realistis jika orang tuanya merahasiakan sesuatu di depan mereka.
Sebagai orang tua ada kalanya di depan anak jujur terhadap perasaan kita,
tidak menyembunyikan kesalahan dan menceritakan kebenaran kepada anak
betapapun menyakitkan. Hal itu kita lakukan tentunya dengan memperhatikan
nilai etika agar anak tidak salah tafsir.
2.4 BAHAYA JIKA KELIRU MEMFASILITASI PERKEMBANGAN
EMOSIONAL ANAK
Terdapat sejumlah bahaya jika keliru memfasilitasi perkembangan
emosional anak (hurlock, 1980), diantaranya adalah sebagai berikut ini.
1. Pembicaraan atau perilaku anak tidak populer
Pembicaraan atau perilaku anak tidak popular diantara teman-teman sebaya, ia
tidak hanya merasa kesepian, tetapi yang terpenting ia kurang mempunyai
kesempatan belajar berperilaku sesuai dengan harapan teman-temannya.
2. Anak yang dipaksa justru berindak berlebihan
Anak yang secara keras dipaksa untuk bermain sesuai dengan jenis
kelaminnya akan bertindak secara berlebihan dan ini menjengkelkan teman-
teman sebaya. Misalnya, laki-laki berusaha untuk bersikap, seperti jantan dan
agresif dalam bermain sehingga terjadi pertentangan dengan teman-temannya,
akibatnya ia ditolak kelompoknya.
3. Hadirnya binatang peliharaan
20
Penggunaan binatang peliharaan atau teman khayalan untuk mengimbangi
kurangnya teman hanyalah penyelesaian sementara saja terhadap masalah
anak kesepian, dengan demikian sosialisasi anak menjadi sangat sedikit.
4. Dorongan orang tua untuk menghabiskan waktunya dengan teman-
temannya
Kalau anak menjadi terbiasa mempunyai teman diwaktu hendaknya bermain
maka saat seorang diri ia tidak dapat mengembangkan kemampuan untuk
menghibur diri.
2.5 NUTRISI BAGI KECERDASAN EMOSIONAL ANAK
Dua faktor penting perlu diperhatikan oleh orang tua dalam perkembangan anak pada periode emas ini, yaitu faktor nutrisi dan stimulasi. Nutrisi harus diperhatikan sesuai dengan usia perkembangan anak. Laman www.nlm.nih.gov memberikan panduan pemberian nutrisi pada anak sesuai dengan usia anak. Selama 6 bulan pertama kehidupan, anak wajib diberikan ASI secara eksklusif. Umur 4-6 bulan merupakan masa transisi anak dapat diberikan makanan padat. Anak dapat mulai diberikan makanan tambahan berupa sereal.
Namun beberapa hal harus diperhatikan sebelum memberikan makanan padat pada anak, yaitu :
(1) berat badan anak setidaknya dua kali berat badan lahir (2) anak mempunyai kontrol gerakan kepala dan leher yang baik (3) anak dapat duduk dengan bantuan (4) anak dapat menunjukkan tanda-tanda sudah kenyang dengan menjauhkan kepala atau dengan menutup mulutnya (5) anak mulai menunjukkan ketertarikan terhadap makanan ketika ada orang yang makan di sekitarnya.
Umur 6 – 8 bulan, anak dapat mulai diberikan buah-buahan dan sayur-sayuran sederhana. Buah-buahan yang dapat diberikan antara lain : pisang, apel, aprikot, pir, dan persik (peach). Sayur-sayuran yang dapat diberikan antara lain : kacang hijau, kentang, wortel, buncis, ubi manis, dan labu. Penting untuk tetap melanjutkan pemberian ASI pada periode ini. Pemberian susu sapi tidak dianjurkan untuk anak di bawah umur satu tahun. Umur 8 – 12 bulan, makanan diatas dapat dilanjutkan termasuk pemberian ASI. Pada periode ini anak perlu diberikan makanan yang mengandung zat besi, misalnya daging. Cadangan zat besi dalam tubuh anak hanya bertahan sampai anak berumur 8 bulan, sehingga penting untuk memberikan tambahan zat besi dari luar. Anak juga dapat diberikan telur, namun terbatas hanya kuningnya saja. Pemberian putih telur sebaiknya
21
ditangguhkan sampai anak berusia di atas satu tahun untuk mencegah terjadinya alergi.
Umur 1 tahun, anak mulai dapat diberikan susu untuk menggantikan pemberian ASI (namun tetap disarankan untuk memberikan ASI sampai anak berumur 2 tahun). Susu yang diberikan harus tidak rendah lemak karena anak masih memerlukan kalori dari susu untuk pertumbuhan dan perkembangannya yang optimal. Pada usia ini, anak lebih banyak mendapatkan sumber energinya dari daging, buah-buahan, padi-padian, sayur-sayuran, roti dan produk susu. Pemberian makanan yang bervariasi sangat penting untuk memastikan anak tercukupi kebutuhan vitamin dan mineralnya.
Anak usia diatas satu tahun harus diberikan berbagai variasi makanan. Anak diberikan makanan dari roti dan padi-padian, buahan-buahan, sayur-sayuran dan produk susu. Susu yang diberikan sebaiknya rendah lemak untuk mencegah obesitas pada anak (childhood obesity). Gizi pada anak direkomendasikan terpenuhi dari makanannya bukan dari suplemen makanan. Selain kebutuhan nutrisi, tata cara pemberian makan juga perlu diperhatikan. Anak merupakan peniru yang baik oleh karena itu orang tua perlu mencontohkan hal yang baik pada anak. Hal ini penting untuk memaksimalkan perkembangan otak dan menumbuhkan kebiasaan positif pada anak. Orang tua perlu memberikan contoh nyata, misalnya makan bersama dengan si kecil dengan berbagai variasi makanan sehat. Hal ini akan membuat si kecil memahami arti penting makanan sehat tersebut.
22
BAB III
SAP
(SATUAN ACARA PENYULUHAN)
1. Pokok bahasan : Kecerdasan Emosional
2. Sub Pokok bahasan : Peran Orang tua dalam kecerdasan emosional anak
3. Hari/tanggal :
4. Waktu Penyuluhan :
5. Tempat Penyuluhan : Desa sei ular
6. Tujuan Instruksional
Umum
Setelah mengikuti penyuluhan selama 1 x 30 menit, di harapkan para peserta akan
dapat mengenal bagaimana kecerdasan emosional pada anak
Khusus
Setelah mengikuti penyuluhan selama 1 x 30 menit, di harapkan para
peserta akan dapat
Meyebutkan pengertian Kecerdasan emosional,
Menyebutkan bagaimana stimulus kecerdasan emosional anak
Menyebutkan peran orang tua dalam kecerdasan emosional anak
Menyebutkan bahaya keliru memfasilitasi perkembangan
emosional anak
Menyebutkan nutrisi yang baik bagi emosional anak
7. Sasaran : Orang tua
8. Metode : Ceramah dan Tanya jawab
9. Media : Brosur dan poster yang ada di Balai desa
10. Kegiatan Penyuluhan
23
KEGIATAN PENYULUHAN PESERTA MEDIA WAKTU
Pembukaan
Isi
-Memberi salam
-Meyampaikan
tujuan
-Menanyakan
pengertian
kecedasan
emosional anak
pada peserta
penyuluhan
-Menjelaskan
stimulus
kecerdasan
emosioanal anak
pada peserta
penyuluhan
-Menjelaskan
peran orang tua
dalam kecerdasan
emosional anak
-Menjelaskan
bahaya jika keliru
memfasilitasi
kecerdasan
emosional
-Menjelaskan
nutrisi penting
bagi kecerdasan
-Menjawab salam
-Mendengarkan
dan
memperhatikan
-Menjawab
pertanyaan
-Mendengarkan
dan
memperhatikan
-Mendengarkan
dan
memperhatikan
- Mendengarkan
dan
-
-
-
menunjuk
kan poster
-menunjk
kan poster
5 mnt
15 mnt
24
Penutup
anak pada peserta
-Melakukan
evaluasi dan
menanyakan dari
keseluruhan
tujuan khusus tsb
-Membuat
kesimpulan
-Menutup
pertemuan dan
memberi brosur
memperhatikan
-Mendengarkan
dan
memperhatikan
-Menjawab
pertanyaan
Mendengar
-Menerima brosur
-
menunjuk
kan poster
10 mnt
25
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kecerdasan emosional sangat penting dikembangkan pada diri anak sedini
mungkin. Karena betapa banyak kita jumpai anak-anak, dimana mereka begitu
cerdas di sekolah, begitu cemerlang prestasi akademiknya, namun bila tidak dapat
mengelola emosinya, seperti mudah marah, mudah putus asa atau angkuh dan
sombong, maka prestasi tersebut tidak akan banyak bermanfaat untuk dirinya.
Ternyata kecerdasan emosional perlu lebih dihargai dan dikembangkan pada anak
sejak usia dini. Karena hal inilah yang mendasari keterampilan seseorang di
tengah masyarakat kelak, sehingga akan membuat seluruh potensinya dapat
berkembang secara lebih optimal.
Mengenalkan keterampilan EQ pada anak usia dini dimulai dengan
mengoptimalkan lima wilayah kecerdasan emosional, antara lain kemampuan
mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi
orang lain serta membina hubungan yang baik dengan orang lain. Selain itu orang
tua juga perlu belajar bagaimana menjadi orang tua yang ber-EQ. Hal itu bisa
dilakukan dengan cara mengembangkan kasih sayang afirmasif, mengajarkan tata
krama, menumbuhkan empati serta mengajarkan arti kejujuran dan berpikir
realistik.
1. Kecerdasan emosional menuntut diri untuk belajar mengakui dan menghargai
perasaan diri sendiri dan orang lain dan untuk menanggapinya dengan tepat,
menerapkan dengan efektif energi emosi dalam kehidupan dan pekerjaan
sehari-hari.
2. Strategi memiliki pengertian bagaimana menyiasati atau menentukan berbagai
tindakan yang dianggap efektif dalam mencapai suatu tujuan secara gemilang.
4.2 Saran
Diharapkan kepada pembaca dapat mengerti tentang makalah ini, terutama
orang tua atau orang dewasa harus dapat memberikan stimulus yang sesuai dalam