PERAN MIKOR (Acaci RIZA DALAM PERTUMBUHAN SEMAI ia mangium Willd.) PADA TAILING EMA (Skripsi) Oleh ULFA LUTHFIANA FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2019 MANGIUM AS
PERAN MIKORIZA DALAM PERTUMBUHAN SEMAI MANGIUM(Acacia mangium Willd.) PADA TAILING EMAS
(Skripsi)
Oleh
ULFA LUTHFIANA
FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2019
PERAN MIKORIZA DALAM PERTUMBUHAN SEMAI MANGIUM(Acacia mangium Willd.) PADA TAILING EMAS
(Skripsi)
Oleh
ULFA LUTHFIANA
FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2019
PERAN MIKORIZA DALAM PERTUMBUHAN SEMAI MANGIUM(Acacia mangium Willd.) PADA TAILING EMAS
(Skripsi)
Oleh
ULFA LUTHFIANA
FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2019
Ulfa Luthfiana
ABSTRAK
PERAN MIKORIZA DALAM PERTUMBUHAN SEMAI MANGIUM (Acaciamangium Willd.) PADA TAILING EMAS
Oleh
ULFA LUTHFIANA
Tailing emas merupakan limbah pemurnian emas yang telah diambil mineralnya.
Pemurnian emas oleh masyarakat secara tradisional sebagian besar masih
menggunakan bahan beracun berbahaya yang mencemari tanah, sungai maupun
danau sehingga dapat mencemari lingkungan dan berbahaya bagi makhluk hidup.
Fitoremediasi merupakan salah satu cara reklamasi dalam mengurangi cemaran
limbah tersebut menggunakan tanaman. Mangium (Acacia mangium) merupakan
salah satu tanaman yang sering digunakan untuk reklamasi lahan tambang. Namun,
kondisi tailing tersebut membuat mangium sulit untuk dapat bertahan maupun
tumbuh dan berkembang sehingga dibutuhkan input tambahan berupa fungi
ektomikoriza jenis Scleroderma sp. Penelitian ini bertujuan menguji kemampuan
hidup mangium dan menganalisis peran mikoriza dalam pertumbuhan mangium pada
media tailing emas. Metode yang digunakan yaitu metode eksperimental
Ulfa Luthfianamenggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 6 perlakuan dan masing-
masing 5 ulangan. Perlakuan yang diberikan yaitu campuran topsoil dan arang sekam
(1:1) bermikoriza, campuran top soil dan arang sekam (1:1) tanpa mikoriza,
campuran top soil, tailing dan arang sekam (1:1:1) bermikoriza, campuran top soil,
tailing dan arang sekam (1:1:1) tanpa mikoriza, campuran tailing dan arang sekam
(1:1) bermikoriza, dan campuran tailing dan arang sekam (1:1) tanpa mikoriza. Total
keseluruhan percobaan yang dilakukan adalah 90 satuan percobaan. Data diolah
menggunakan analisis ragam (Anara) dan diuji lanjut menggunakan uji Beda Nyata
Terkecil (BNT). Hasil penelitian ini adalah bahwa mangium memiliki kemampuan
hidup yang cukup tinggi pada media tailing meskipun memiliki pertumbuhan yang
kurang baik. Pertumbuhan terbaik yaitu pada perlakuan media tanah tanpa mikoriza.
Kolonisasi ektomikoriza pada akar mangium belum berperan dalam membantu
pertumbuhan mangium dan kolonisasi terbesar ada pada media tailing.
Kata Kunci: Acacia mangium, ektomikoriza, fitoremediasi, Scleroderma sp.,tailing emas.
Ulfa Luthfiana
ABSTRACT
THE ROLE OF MYCORRHIZA IN GROWTH OF MANGIUM (Acaciamangium Willd.) IN GOLD MAINING TAILINGS
Oleh
ULFA LUTHFIANA
Gold tailings was the waste of the gold mining processing that the mineral has been
taken. The processing of gold mining carried out by the community mostly used
hazardous toxic materials which polluted the soil, rivers and lakes. It polluted the
environment and harmful to living things. Phytoremediation is one way of
reclamation in reduced contamination of hazardous waste using plants. Mangium
(Acacia mangium) is one of the plants that is often used for mining land reclamation.
However, the land conditions such as tailings make it difficult for mangium to
survive and grow and develop so that additional input is needed in the form of
ectomycorrhiza fungi (Scleroderma sp.). This study aimed to examine the ability of
life of mangium in gold tailings media and analyze the role of mycorrhiza in the
growth of mangium in gold tailings media. The method used the experimental
method using a Completely Randomized Design (CRD) with 6 treatments and each of
Ulfa Luthfiana5 replications. The treatments given were a mixture of topsoil and husk charcoal (1:
1) with mycorrhiza, a mixture of top soil and husk charcoal (1: 1) without
mycorrhizae, top soil mixtures, tailings and husk charcoal (1: 1: 1) with mycorrhiza,
mixtures top soil, tailings and husk charcoal (1: 1: 1) without mycorrhiza, mixtures of
tailings and husk charcoal (1: 1) with mycorrhiza, and mixtures of tailings and husk
charcoal (1: 1) without mycorrhiza. The total number of trials conducted was 90
experimental units. Data was processed using variance analysis and tested further
using the Least Significant Difference (LSD) test. The results obtained in this study
were mangium had a fairly high life ability in tailings media even though it has poor
growth. The best growth is owned by the treatment of soil media without mycorrhiza.
Colonization of ectomycoriza in mangium root has not yet played a role in helping
the growth of mangium and the largest colonization in the tailings medium.
Keywords: Acacia mangium, ectomycorrhiza, gold tailings, phytoremediation,Scleroderma sp.
PERAN MIKORIZA DALAM PERTUMBUHAN SEMAI MANGIUM(Acacia mangium Willd.) PADA TAILING EMAS
Oleh
ULFA LUTHFIANA
Skripsi
sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai GelarSARJANA KEHUTANAN
pada
Jurusan KehutananFakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2019
PERAN MIKORIZA DALAM PERTUMBUHAN SEMAI MANGIUM(Acacia mangium Willd.) PADA TAILING EMAS
Oleh
ULFA LUTHFIANA
Skripsi
sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai GelarSARJANA KEHUTANAN
pada
Jurusan KehutananFakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2019
PERAN MIKORIZA DALAM PERTUMBUHAN SEMAI MANGIUM(Acacia mangium Willd.) PADA TAILING EMAS
Oleh
ULFA LUTHFIANA
Skripsi
sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai GelarSARJANA KEHUTANAN
pada
Jurusan KehutananFakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2019
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kotabumi, Kabupaten Lampung
Utara pada 11 November 1996, sebagai anak pertama dari
dua bersaudara dengan adik bernama Luthfi Isnaini Afifah,
dari Bapak Purwanto dan Ibu Nurhayati. Penulis
menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar (SD) di SDS Citra Insani tahun
2009, Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMPN 1 Rawajitu Timur pada
tahun 2012, Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMAN 4 Kotabumi pada
tahun 2015.
Tahun 2015, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Kehutanan
Fakultas Pertanian Universitas Lampung melalui jalur SMPTN tertulis
(SBMPTN). Selama menjadi mahasiswa penulis pernah menjadi asisten
dosen Silvikultur, Statistika Dasar, Silvika dan Bioteknologi Hutan serta
aktif di Organisasi Himpunan Mahasiswa Kehutanan (Himasylva).
Pada tahun 2018, penulis melakukan kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di
Desa Marga Jaya Kecamatan Gunung Agung Kabupaten Tulang Bawang
Barat, Lampung. Pada tahun 2018 juga, penulis melakukan kegiatan Praktik
Umum (PU) di BKPH Magelang, BKPH Ambarawa, BKPH Temanggung,
BKPH Candiroto dan BKPH Wonosobo KPH Kedu Utara Perum Perhutani
Unit 1 Divisi Regional Jawa Tengah.
BismillahirrahmanirrahimKupersembahkan untuk Ayahanda dan Ibunda Ku Tersayang
SANWACANA
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya
penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Peran Mikoriza terhadap
Pertumbuhan Semai Mangium (Acacia mangium Willd.) pada Tailing Emas”
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana kehutanan pada Jurusan
Kehutanan Fakultas PertanianUniversitas Lampung. Tidak lupa shalawat beserta
salam selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW beserta para sahabatnya
hingga ke akhir zaman.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian skripsi. Ucapan terima
kasih penulis sampaikan kepada beberapa pihak sebagai berikut :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si. selaku Dekan Fakultas
Pertanian Universitas Lampung.
2. Ibu Dr. Melya Riniarti, S.P., M.Si. selaku Ketua Jurusan Kehutanan sekaligus
dosen pembimbing utama atas kesediaannya dalam memberikan bimbingan,
kritik, saran serta motivasi dengan penuh kesabaran dalam proses
penyelesaian skripsi ini.
iii
3. Bapak Drs. Afif Bintoro, M.P. selaku dosen pembimbing kedua atas
kesediaannya dalam memberikan bimbingan, kritik, saran serta motivasi
dengan penuh kesabaran dalam proses penyelesaian skripsi ini.
4. Bapak Duryat, S.Hut., M.Si. selaku dosen penguji atas kesediaannya dalam
memberikan kritik, saran serta motivasi dalam proses penyelesaian skripsi ini.
5. Bapak Dr. Ir. Slamet Budi Yuwono, M.S. selaku dosen pembimbing akademik
atas semua kritik dan saran, nasihat serta motivasi yang telah diberikan kepada
penulis.
6. Bapak Dr. Indra Gumay Febryano, S.Hut., M.Si., selaku ketua tim percepatan
skripsi dan seluruh tim percepatan skripsi yang telah mencurahkan waktu,
pikiran dan motivasi kepada penulis untuk mewujudkan skripsi berjalan
dengan lancar dan lulus tepat waktu
7. Segenap dosen Jurusan Kehutanan yang telah memberikan ilmu pengetahuan
wawasan serta nasihat selama penulis menuntut ilmu di Jurusan Kehutanan
Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
8. Kedua orangtua tercinta Ayah Purwanto dan Ibu Nurhayati serta adik
tersayang Luthfi Isnaini Afifah yang tidak pernah berhenti memberikan kasih
sayang, do’a, dukungan, arahan dengan penuh kesabaran yang tiada henti
hingga penulis bisa melangkah sejauh ini
9. Teman seperjuangan Kehutanan 2015 “TW15TER”, Budidaya squad, KPH
Kedu Utara khususnya Elsa Indriyani, S.Hut., Khusnul Khotimah, S.Hut.,
Destia Novasari, S.Hut., Selin Handayani, Debi Pratiwi Putri, Endah
Susilowati, S.Hut., Beny Kurniawan, S.Hut., Devi Aprillia, S.Hut., atas segala
bantuan, dukungan dan kebersamaan yang telah kalian berikan.
iv
10. Semua sahabat penulis atas semua dukungan yang diberikan selama ini.
11. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu yang telah banyak
membantu penulis dalam proses perkuliahan hingga penyusunan skripsi ini
selesai.
Semoga Allah SWT senantiasa membalas setiap amal kebaikan kalian. Penulis
menyadari penyusunan skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, akan tetapi
sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat
bagi kita semua. Amin.
Bandar Lampung, Agustus 2019Penulis,
Ulfa Luthfiana
v
DAFTAR ISI
HalamanDAFTAR TABEL ......................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... ix
I. PENDAHULUAN 11.1 Latar Belakang ................................................................................ 11.2 Tujuan Penelitian ............................................................................ 41.3 Manfaat Penelitian ........................................................................... 41.4 Kerangka Pemikiran ....................................................................... 41.5 Hipotesis ......................................................................................... 5
II. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 62.1 Pertambangan Emas ........................................................................ 62.2 Fitoremediasi .................................................................................. 72.3 Mangium (Acacia mangium Willd.) ............................................... 82.4 Ektomikoriza ................................................................................... 10
III. METODE PENELITIAN .................................................................... 123.1 Tempat dan Waktu Penelitian ......................................................... 123.2 Bahan dan Alat Penelitian .............................................................. 123.3 Rancangan Penelitian ...................................................................... 133.4 Prosedur Penelitian ......................................................................... 133.5 Parameter yang Diamati ................................................................. 163.6 Pengumpulan Data .......................................................................... 183.7 Analisis Data ................................................................................... 18
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 204.1 Persentase Hidup Semai Mangium .................................................. 204.2 Hasil Analisis Ragam terhadap Parameter
Pengamatan ...................................................................................... 224.2.1. Persentase kolonisasi ektomikoriza ....................................... 244.2.2. Pertambahan tinggi dan diameter batang .............................. 284.2.3. Pertambahan jumlah daun dan luas daun .............................. 31
vi
Halaman4.2.4. Pertambahan panjang akar semai .......................................... 324.2.5. Berat kering tajuk, akar dan total .......................................... 34
V. SIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 375.1 Simpulan ......................................................................................... 375.2 Saran ............................................................................................... 37
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 38
LAMPIRAN ................................................................................................... 44Tabel 2-24 ....................................................................................................... 44-51
vii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman1. Rekapitulasi hasil analisis ragam perlakuan terhadap pertumbuhan
semai mangium untuk seluruh variabel penelitian ................................... 23
2. Rekapitulasi uji homogenitas perlakuan terhadap pertumbuhan semai mangiumuntuk seluruh variabel pengamatan .......................................................... 44
3. Data persen hidup semai mangium selama 3 bulan ................................. 44
4. Analisis ragam untuk persen hidup semai mangium selama3 bulan....................................................................................................... 44
5. Data persentase kolonisasi ektomikoriza pada akar mangiumselama 3 bulan........................................................................................... 45
6. Analisis ragam persentase kolonisasi ektomikoriza pada akarmangium selama 3 bulan .......................................................................... 45
7. Data jumlah bintil pada akar semai mangium selama 3 bulan.................. 45
8. Analisis ragam jumlah bintil pada akar mangium selama 3 bulan ........... 46
9. Data pertambahan panjang akar semai mangium selama 3 bulan ............ 46
10. Analisis ragam pertambahan panjang akar pada semaimangium selama 3 bulan .......................................................................... 46
11. Data pertambahan tinggi pada semai mangium selama 3 bulan ............... 46
12. Analisis ragam pertambahan tinggi pada semai mangiumselama 3 bulan .......................................................................................... 47
13. Data pertambahan diameter batang pada semai mangiumselama 3 bulan .......................................................................................... 47
viii
Tabel Halaman14. Analisis ragam pertambahan diameter batang pada semai
mangium selama 3 bulan ......................................................................... 48
15. Data pertambahan jumlah daun pada semai mangium selama3 bulan ...................................................................................................... 48
16. Analisis ragam pertambahan jumlah daun pada semai mangiumselama 3 bulan .......................................................................................... 48
17. Data pertambahan luas daun pada semai mangium selama3 bulan ...................................................................................................... 49
18. Analisis ragam pertambahan luas daun pada semai mangiumselama 3 bulan .......................................................................................... 49
19. Data berat kering tajuk pada semai mangium selama 3 bulan ................. 49
20. Analisis ragam berat kering tajuk pada semai mangium selama3 bulan ...................................................................................................... 50
21. Data berat kering akar pada semai mangium selama 3 bulan .................. 50
22. Analisis ragam berat kering akar pada semai mangium selama3 bulan ...................................................................................................... 50
23. Data berat kering total pada semai mangium selama 3 bulan .................. 50
24. Analisis ragam berat kering total pada semai mangium selama3 bulan ...................................................................................................... 51
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman1. Persentase hidup mangium pada perlakuan media tailing dan
pemberian Scleroderma sp........................................................................ 20
2. Perbandingan pertumbuhan mangium masing-masing perlakuanterhadap parameter pertumbuhan ............................................................. 24
3. Persentase kolonisasi mikoriza pada akar mangium pada perlakuanmedia tailing dan pemberian Scleroderma sp ........................................... 25
4. Bagian akar semai mangium yang terinfeksi oleh ektomikoriza .............. 26
5. Jumlah bintil pada akar mangium pada perlakuan media tailing danpemberian Scleroderma sp........................................................................ 27
6. Bintil yang tumbuh pada akar mangium pada media tanah tanpaPemberian mikoriza ................................................................................. 28
7. Pertambahan tinggi pada semai mangium pada perlakuan media tailingdan pemberian Scleroderma sp ................................................................ 29
8. Pertambahan diameter pada semai mangium pada perlakuan mediatailing dan pemberian Scleroderma sp. .................................................... 29
9. Jumlah daun mangium pada perlakuan media tailing dan pemberianScleroderma sp ......................................................................................... 31
10. Luas daun mangium pada perlakuan media tailing dan pemberianScleroderma sp.......................................................................................... 31
11. Panjang akar mangium pada perlakuan media tailing dan pemberianScleroderma sp. ........................................................................................ 32
x
Gambar Halaman12. Berat kering tajuk dan akar mangium pada perlakuan media tailing
dan pemberian Scleroderma sp. ............................................................... 34
13. Berat kering total mangium pada perlakuan media tailing dan pemberianScleroderma sp. ........................................................................................ 34
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Industri pertambangan dan lingkungan merupakan dua hal yang selalu terkait satu
sama lain (Herman, 2006). Kegiatan penambangan umumnya menimbulkan
kerusakan lingkungan sekitarnya (Mirdat dkk., 2013). Usaha pertambangan
termasuk ke dalam industri mineral yang diharapkan berwawasan lingkungan,
sehingga limbah yang mengandung bahan beracun berbahaya (B3) tidak
mencemari dan merusak lingkungan. Sebagian besar penambangan oleh pabrik
sudah menerapkan konsep tersebut (Mukhtar dan Heriyanto, 2012). Akan tetapi,
penambangan lokal yang dilakukan oleh masyarakat setempat belum menerapkan
konsep lingkungan tersebut, sehingga lingkungan menjadi terkontaminasi oleh
limbah penambangan yang mencemari tanah, sungai, maupun danau. Proses
penambangan dan ekstraksi mineral terutama emas yang menggunakan B3 dapat
merusak lingkungan dan berbahaya bagi kesehatan penambang dan juga makhluk
hidup lainnya (makhluk mikro dan makro) (Ainun dkk., 2013).
Tailing merupakan bahan sisa (residu) tambang yang telah digerus dan telah
diambil mineral emas, perak dan logam lainnya. Limbah tailing emas
mengandung unsur merkuri (Hg) dan senyawa sianida (CN) yang tergolong logam
berat yang dapat meracuni baik terhadap tanaman, hewan, maupun manusia
2(Lesmanawati, 2012; Prasetyo dkk., 2010; Susintowati dan Hadisusanto, 2014).
Tanah dengan karakter seperti tailing tersebut tidak dapat digunakan secara
langsung untuk ditanami suatu jenis tumbuhan atau sejenisnya karena rendahnya
kandungan unsur hara pada tanah (Prasetyo dkk., 2010; Suharno dan
Sancayaningsih, 2013).
Reklamasi merupakan salah satu upaya mengatasi masalah kerusakan atau
perubahan lahan akibat pertambangan. Hasil yang diharapkan dari reklamasi
tersebut yaitu mampu memperbaiki iklim mikro, memperbaiki kondisi lahan dan
meningkatkan kondisi lahan ke arah yang lebih produktif. Salah satu metode
reklamasi pada lahan bekas tambang adalah teknik fitoremediasi (Riswan dkk.,
2015). Fitoremediasi merupakan penggunaan tumbuhan untuk menghilangkan
polutan dari tanah atau perairan yang terkontaminasi (Rondunuwu, 2014). Teknik
reklamasi menggunakan fitoremediasi berkembang sangat pesat karena
metodenya yang tergolong lebih murah dibandingkan metode lainnya. Logam
berat termasuk salah satu bahan yang keberadaanya dapat menjadikannya sebagai
polutan sehingga perlu dilakukan upaya untuk menghilangkannya. Keberhasilan
teknik fitoremediasi salah satunya ditentukan dari pemilihan jenis tanaman
sebaiknya yang mempunyai sifat-sifat cepat tumbuh, mempunyai kemampuan
yang tinggi dalam menyerap logam dan menghasilkan biomassa yang besar
(Widyati, 2011).
Lahan yang mengalami proses kerusakan fisik, kimia dan biologi termasuk
kategori lahan kritis yang dapat membahayakan fungsi hidrologis, orologis,
produksi pertanian, pemukiman dan kehidupan sosial ekonomi serta lingkungan.
3Salah satu tanaman yang potensial dalam merehabilitasi lahan-lahan kritis yaitu
Acacia mangium Willd. yang selanjutnya disebut mangium. Mangium mampu
tumbuh dan berkembang dalam kondisi lahan yang kritis (Hidayati dkk., 2015).
Jenis tumbuhan ini memiliki sifat invasif yang rendah, sehingga dapat direkomen-
dasikan untuk reklamasi pada lahan kritis (Sutedjo dan Warsudi, 2017).
Ulfa dkk. (2011) menyatakan bahwa tanah merupakan tempat hidup bagi
tumbuhan tingkat tinggi yang sebagian besar bersimbiosis dengan fungi dalam
tanah untuk meningkatkan penyerapan unsur hara dan menjaga kelembaban
perakaran. Hubungan seperti ini biasa disebut mikoriza. Mangium merupakan
salah satu tumbuhan yang dapat berkolonisasi dengan banyak jenis mikoriza
(Pujawati, 2009).
Salah satu fungi ektomikoriza yaitu Scleroderma sp. Jenis fungi ini berpotensi
dalam meningkatkan pertumbuhan bibit tanaman kehutanan (Alamsjah dkk.,
2015). Pemanfaatan simbiosis tanaman dengan mikoriza merupakan fenomena
yang banyak dijumpai dalam kolonisasi di lahan-lahan kritis atau miskin hara
seperti tailing. Herdina dkk., (2013) mengungkapkan bahwa inokulasi
ektomikoriza mampu meningkatkan kandungan C-organik tanah. Husna dkk.,
(2007) juga menambahkan bahwa pemberian ektomikoriza dapat meningkatkan P
pada tanah karena mikoriza mampu menyediakan fosfor dari tanah. Akibat lahan
pasca tambang yang minim unsur hara, hal tersebut dapat membantu pertumbuhan
tanaman dengan menyediakan unsur hara yang dibutuhkan bagi tanaman. Oleh
karena itu, penelitian ini penting untuk dilakukan dalam upaya rehabilitasi lahan
rusak akibat tambang emas.
41.2 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian yang dilakukan sebagai berikut.
1. Menguji kemampuan hidup mangium pada media tailing emas.
2. Menganalisis peran mikoriza dalam pertumbuhan mangium pada tailing emas.
1.3 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian yang dilakukan sebagai berikut.
1. Menyediakan data mengenai jenis tumbuhan yang mampu tumbuh pada tailing
emas.
2. Menyediakan data tentang manfaat dari mikoriza pada lahan kritis.
1.4 Kerangka Pemikiran
Mikoriza terdiri dari endomikoriza, ektomikoriza dan ektendomikoriza, dari
ketiga tipe tersebut ektomikoriza memiliki jumlah jenis jamur terbanyak dengan
miselium jamur menyelubungi permukaan akar di antara dinding sel korteks
(interselluler) akar tumbuhan dan membentuk jaringan hartignet (Diagne et al.,
2012). Riniarti (2005) mengemukakan bahwa ektomikoriza mampu membantu
menyerap unsur hara, meningkatkan ketahanan terhadap kekeringan,
menghasilkan zat yang dapat dimanfaatkan tanaman, bahkan dapat melindungi
perakaran dari serangan patogen. Bahkan dalam kondisi lingkungan yang telah
terpapar suhu tinggi, ektomikoriza masih mampu membantu pertumbuhan
dimensi tanaman (Riniarti dkk., 2017).
Perkembangan daun pada tumbuhan bermikoriza akan lebih baik yang
mengakibatkan tanaman dapat melakukan fotosintesis lebih optimal, sehingga
pertumbuhan tanamannya juga akan lebih baik (Jannah, 2011). Mikoriza mampu
5meningkatkan pertumbuhan tanaman pada tingkat kesuburan tanah yang rendah,
dan lahan terdegradasi. Hifa pada mikoriza dapat membantu memperluas fungsi
sistem perakaran dalam upaya memperoleh nutrisi bagi tanaman (Suharno dkk.,
2014).
Akasia merupakan salah satu jenis tumbuhan yang ditemukan di lahan reklamasi
pascatambang batubara (Riswan dkk., 2015; Nugroho, 2015). Hal ini
menunjukkan bahwa akasia dapat tumbuh pada suatu lahan kritis yang
mengandung logam. Menurut penelitian Widyati (2011) bahwa bibit akasia yang
diinokulasi dengan mikoriza cenderung untuk meningkatkan akumulasi logam di
dalam jaringan (Widyati, 2011). Namun hingga saat ini belum ada yang
menyatakan akasia mampu tumbuh pada lahan pascatambang emas.
1.5 Hipotesis
Mangium mampu tumbuh pada media tailing emas dan ektomikoriza Scleroderma
sp. berperan dalam meningkatkan pertumbuhan mangium pada tailing emas.
6
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pertambangan Emas
Definisi pertambangan menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4
Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yaitu sebagian atau
seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan
mineral atau batubara yang meliputi eksplorasi, penyelidikan umum, studi
kelayakan, penambangan, konstruksi, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan
dan penjualan, serta kegiatan pascatambang. Sektor pertambangan termasuk salah
satu penggerak roda perekonomian dan pembangunan nasional yang terbesar bagi
Indonesia, namun juga dapat memberikan dampak negatif bagi kerusakan hutan.
Kontribusi sektor pertambangan terhadap kerusakan hutan di Indonesia mencapai
10% dan kini melaju mencapai dua juta hektar per tahun (Setyowati dkk, 2017).
Daerah Bangka Belitung, luas lahan bekas pertambangan timah sudah mencapai
400.000 ha yang terdiri dari 65% lahan tandus dan 35% berbentuk telaga (Sitorus
et al, 2008).
Negara Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang memiliki kekayaan
alam yang besar. Sumberdaya tambang merupakan jenis kekayaan alam yang
tidak dapat diperbaharui, contohnya adalah emas (Sujatmiko, 2012). Inswiasri
dan Martono (2007) menyatakan bahwa banyak perusahaan emas menyerbu
7pelosok bumi dituntun oleh Bank Dunia. Potensi endapan emas terdapat di
hampir setiap daerah di Indonesia, seperti di Pulau Sumatera, Kepulauan Riau,
Pulau Kalimantan, Pulau Jawa, Pulau Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan
Papua.
Penelitian Abidjulu (2008) menyatakan bahwa daerah pertambangan khususnya
tambang emas menghasilkan limbah yang mengandung banyak senyawa toksik
(logam berat) seperti merkuri (Hg) dan sianida (CN). Sebagian besar sungai
tersebut sudah menjadi tempat pembuangan limbah yang berasal dari berbagai
kegiatan manusia seperti limbah rumah tangga. Limbah pembuangan yang
dibuang jenisnya dapat berupa limbah organik maupun anorganik, namun
sebagian besar limbah anorganik yang bersifat toksik (Gania dkk, 2017).
2.2 Fitoremediasi
Dampak positif pertambangan di antaranya meningkatkan pendapatan negara,
menciptakan lapangan pekerjaan, mempercepat pembangunan nasional. Selain
itu, pertambangan juga dapat menimbulkan permasalahan lingkungan hidup,
diantaranya kerusakan bentang alam, erosi, sedimentasi, hilangnya kesuburan
tanah,pencemaan air dan kontaminasi lahan (Ricardo, 2016). Juhaeti dkk (2009)
menyatakan bahwa salah satu penyebab terjadinya kontaminasi lahan oleh logam
adalah kegiatan PETI (Penambangan Emas Tanpa Izin). Hal ini terjadi karena
para penambang menggunakan logam berat untuk mendapatkan emas.
Saat ini telah dikembangkan teknologi alternatif reklamasi lahan yang dikenal
dengan istilah fitoremediasi. Fitoremediasi yaitu pencucian polutan yang
dimediasi oleh tumbuhan berfotosintesis, termasuk pohon, rumput-rumputan dan
8tumbuhan air. Teknologi ini telah terbukti lebih mudah diaplikasikan karena
menawarkan biaya yang lebih rendah dibandingkan metode lain seperti pencucian
secara kimiawi ataupun pengerukan (Juhaeti dkk, 2009; Moreno et.al, 2005).
Akar tanaman mampu menstabilkan substrat, mengurangi pencucian hara, serta
berkontribusi besar dalam pembentukan karbon organik pada tanah, sehingga
mampu merehabilitasi lahan terdegradasi. Tanaman mampu mengekstrak nutrisi,
mengumpulkan logam berat dan radionuklida, serta mengubah atau menurunkan
beberapa kontaminan (Moreno et.al, 2005). Berdasarkan pernyataan tersebut,
diketahui bahwasannya untuk mengusulkan sistem berbasis tanaman untuk
remediasi tanah yang tercemar Hg ataupun CN, telah disarankan bahwa tanaman
terestrial dapat berfungsi baik sebagai remediasi logam berat.
2.3 Mangium (Acacia mangium)
Acacia mangium yang juga dikenal dengan nama mangium merupakan salah satu
spesies pohon yang tergolong ke dalam tumbuhan fast growing yang paling
banyak digunakan dalam program ilmu kehutanan dan perkebunan di seluruh Asia
dan Pasifik. Selain pertumbuhannya yang cepat, kualitas kayunya baik dan
kemampuan toleransinya tinggi terhadap berbagai jenis tanah dan lingkungan
(Wahyuningtiyas dkk, 2014).
Tjitrosoepomo (1993) menuliskan dalam bukunya, taksonomi mangium sebagai
berikut.
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
9Kelas : Dicotyledoneae
Subkelas : Dialypetalae
Ordo : Rosales
Familia : Mimosaceae
Genus : Acacia
Spesies : Acacia mangium Willd.
Pohon mangium pada umumnya besar dan bisa mencapai ketinggian 30 m,
dengan tinggi batang bebas cabang lurus yang dapat mencapai lebih dari setengah
total tinggi pohon. Semai mangium memiliki daun majemuk yang terdiri dari
banyak anak daun mirip dengan Albizia, Leucaena, dan jenis lain dari sub-famili
Mimosoideae. Setelah beberapa minggu, daun majemuk ini tidak lagi terbentuk,
melainkan tangkai daun dan sumbu utama setiap daun majemuk tumbuh melebar
dan berubah menjadi phyllode. Phyllode ini berbentuk sederhana dengan tulang
daun paralel, dan bisa mencapai panjang 25 cm dan lebar 10 cm. Bunga mangium
tersusun dari banyak bunga kecil berwarna putih atau krem seperti paku. Pada
saat mekar, bunga menyerupai sikat botol dengan aroma yang agak harum.
Setelah pembuahan, bunga berkembang menjadi polong-polong hijau yang
kemudian berubah menjadi buah masak berwarna coklat gelap. Bijinya berwarna
hitam mengilap dengan bentuk bervariasi dari longitudinal, elips, dan oval sampai
lonjong berukuran 3–5 mm × 2–3 mm. Biji melekat pada polong dengan tangkai
yang berwarna oranye-merah (Krisnawati dkk, 2011).
Kemampuannya untuk tumbuh di lahan kritis membuat tumbuhan ini pada awal
tahun 1990-an dijadikan tanaman reboisasi sekaligus pengendali alang-alang di
10wilayah kritis hutan penelitian dan pendidikan Universitas Mulawarman di Bukit
Soeharto. Jika dilihat di dunia kehutanan dan perkebunan, sejumlah species
polong/kekacangan (legumes species) terindikasi memmpunyai sifat invasif
sekaligus punya sifat allelopatic seperti Acacia nilotica, Leucaena leucocephala,
Lathyrus sativus L., Brassica nigra., juga Acacia mearnsii dan Mimosa spp.
Terakhir adalah termasuk juga potensi invasif yang dipunyai Acacia mangium
Willd. (Sutedjo dan Warsudi, 2017).
Hasil evaluasi membuktikan bahwa jumlah tanaman per ha (kerapatan) pohon
mangium menurun (kurang dari jumlah saat ditanam atau sekitar 800 individu/ha).
Jumlah yang menurun itupun cenderung mengelompok. Sebagian pohon bahkan
ditemukan dalam kondisi mati generasi (standing dead trees). Sementara itu
jumlah spesies pohon setempat (local trees species) juga mulai muncul di antara
tegakan mangium. Hal ini membuktikan bahwa mangium bukanlah tipe invasif
yang sesungguhnya dan tidak ada alasan utuk menolak penggunaannya sebagai
tanaman pengendali lahan kritis selama potensi ancaman terjadinya kebakaran
lahan hutan dapat dicegah (Sutedjo dan Warsudi, 2017).
2.4 Ektomikoriza
Mikoriza merupakan salah satu kelompok organisme biologis yang heterogen di
dalam tanah yang berinteraksi dengan berbagai tanaman (~ 80–90%) seperti hutan
tropis, padang rumput, alpine dan lahan tanaman (Bonfante dan Genre, 2010).
Salah satu ciri fungi ektomikoriza adalah bersifat spesifik untuk setiap jenis
tumbuhan inang dan kondisi tapak tertentu. Satu jenis tumbuhan inang
memungkinkan adanya beberapa jenis fungi ektomikoriza yang menjadi
11simbionnya dan dari satu jenis fungi ektomikoriza dapat bersimbiosis dengan
beberapa jenis tumbuhan inang (Darwo dan Sugiarti, 2008).
Asidifikasi tanah karena pengendapan kering dan/atau basah dapat menghambat
penyerapan unsur mineral dan air dari tanah yang penting untuk pertumbuhan
tanaman dan meningkatkan penyerapan logam beracun karena diferensiasi yang
buruk dari meristem akar (Izuta et al., 2004). Namun, kolonisasi dengan jamur
ektomikoriza dapat meningkatkan penyerapan nutrisi penting dan air dan
mengurangi toksisitas logam berat (Choi et al., 2005). Ini harus mengarah pada
peningkatan aktivitas fisiologis, pertumbuhan, dan kelangsungan hidup spesies
larch ektomikoriza pada tanah yang diasamkan (Ahonen-Jonnarth et al., 2003).
Penularan mikoriza dengan pemberian inokulum alami pada bibit di persemaian
dapat meningkatkan kemampuan bersaing dan bertahan terhadap stres yang dapat
terjadi setelah penanaman, utamanya jika penanaman dilakukan pada kondisi
lingkungan yang kritis. Disamping itu, inokulan alami mampu mengurangi
keperluan akan pupuk di persemaian sehingga mengurangi biaya pemeliharaan di
persemaian dan efek negatif terhadap serangan hama dan penyakit akibat
penggunaan pupuk (Karmilasanti dan Andrian, 2012).
12
III. METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca untuk pengamatan pertumbuhan dan
perkembangan bibit mangium. Pengukuran parameter pertumbuhan tanaman
dilaksanakan di Laboratorium Lapangan Terpadu dan Laboratorium Silvikultur
dan Perlindungan Hutan Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan
penghitungan kolonisasi dilaksanakan di Laboratorium Hama dan Penyakit
Tanaman. Penelitian dilakukan selama 3 bulan dimulai dari pertengahan Februari
sampai dengan pertengahan Mei 2019.
3.2 Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian yaitu semai mangium berumur 1 bulan,
inokulum spora Scleroderma sp., larutan tween 80, aquades, pasir, media tanah
top soil, media tailing emas, dan polybag berwarna putih dan hitam dengan
ukuran 15 cm x 15 cm. Peralatan yang digunakan dalam penelitian yaitu bak
kecambah, timbangan digital, mikroskop stereo, tabung erlenmeyer, shaker,
caliper digital, leaf area meter, gelas ukur, petridis, pitameter, oven, nampan, dan
hand sprayer.
133.3 Rancangan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL)
dengan 6 perlakuan, masing-masing perlakuan memiliki 5 ulangan dengan
masing-masing ulangan terdiri dari 3 tanaman. Perlakuan yang diberikan yaitu
campuran topsoil dan arang sekam (1:1) dengan mikoriza, campuran top soil dan
arang sekam (1:1) tanpa mikoriza, campuran top soil, tailing dan arang sekam
(1:1:1) dengan mikoriza, campuran top soil, tailing dan arang sekam (1:1:1) tanpa
mikoriza, campuran tailing dan arang sekam (1:1) dengan mikoriza, dan campuran
tailing dan arang sekam (1:1) tanpa mikoriza. Total keseluruhan percobaan yang
dilakukan adalah 90 satuan percobaan.
3.4 Prosedur Penelitian
Tahapan penelitian yang dilaksanakan dalam penelitian sebagai berikut.
3.4.1. Persiapan Media Tumbuh
Media yang digunakan pada penelitian ini yaitu tanah top soil dan tailing.
Tailing yang digunakan, diambil dari Desa Bunut Kecamatan Padang
Cermin Kabupaten Pesawaran. Daerah ini merupakan salah satu tempat
adanya kegiatan penambangan emas rakyat yang masih menggunakan
limbah merkuri sebagai zat pengekstrak. Tanah top soil diambil dari
Lapangan Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung yang
kemudian disterilisasi dengan cara dikukus. Kedua jenis media tumbuh
tersebut kemudian dimasukkan ke dalam polybag berwarna putih yang
dilapisi dengan warna hitam dengan ukuran 15 cm x 15 cm. Hal tersebut
dimaksudkan untuk memudahkan melihat kolonisasi akar dengan
ektomikoriza tanpa harus membongkarnya. Tanah dan tailing dimasukkan
14dalam polybag berbeda dengan masing-masing jenis perlakuan yang
diberikan.
3.4.2. Persiapan Penyemaian
Benih yang digunakan yaitu mangium yang sudah dilakukan skarifikasi
terlebih dahulu. Cara skarifikasi yang dilakukan yaitu dengan merendam
benih pada air mendidih suhu awal 100oC selama 24 jam. Kemudian
proses seleksi dengan memisahkan benih yang mengambang. Selanjutnya
merendam benih pada air dingin selama 2–3 jam. Kemudian menyeleksi
benih kembali. Selanjutnya membungkus benih menggunakan koran basah
selama semalaman. Kemudian menyemai benih pada media pasir yang
sudah disterilisasi terlebih dahulu menggunakan wadah nampan. Proses
sterilisasinya yaitu menjemur pasir pada sinar matahari hingga pasir kering
sempurna.
Semai yang digunakan untuk penelitian adalah semai dengan kondisi sehat
(bebas hama dan penyakit) dan memiliki pertumbuhan yang seragam. Hal
ini dimaksudkan agar data yang didapat lebih valid. Pemeliharaan semai
dilakukan dengan menyiram semai rutin sehari sekali dengan menggunakan
hand sprayer dan pengendalian gulma.
3.4.3. Persiapan Inokulum Spora Scleroderma sp.
Inokulum yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk spora yang
berasal dari tubuh buah Scleroderma sp. Sumber inokulum spora diperoleh
dari tubuh buah yang diambil di bawah tegakan mangium. Langkah
selanjutnya yaitu tubuh buah yang telah dipilih dibersihkan dan
15dikeringanginkan lalu dibelah dan dikerok bagian dalamnya untuk
mendapatkan spora. Selanjutnya spora yang diperoleh dikeringanginkan
untuk mengurangi kelembabannya.
3.4.4. Persiapan Suspensi Inokulum Spora Scleroderma sp.
Inokulum spora Scleroderma sp. yang digunakan berupa suspensi yang
diperoleh dengan mencampurkan 5 gram spora ke dalam 1000 ml aquades
dan ditambahkan 8 tetes larutan tween dalam tabung erlenmeyer.
Kemudian tabung erlenmeyer campuran spora, aquades, dan larutan tween
80 diaduk menggunakan shaker. Hasil akhir yang didapatkan yaitu
suspensi spora Scleroderma sp.
3.4.5. Penyapihan
Pada proses ini, dilakukan pemilihan semai mangium dengan keadaan yang
sehat (bebas dari hama dan penyakit) dan pertumbuhannya normal. Semai
yang dipilih yaitu semai yang memiliki tinggi yang seragam agar data yang
diperoleh homogen. Semai kemudian disapih dan dipindahkan ke polybag.
3.4.6. Aplikasi Scleroderma sp. pada Akar Mangium
Suspensi Scleroderma sp. dituang menggunakan gelas ukur ukuran 15 ml
pada perakaran mangium. Dosis ektomikoriza yang digunakan pada bibit
mangium adalah 10 ml/polybag.
3.4.7. Pemeliharaan
Pemeliharaan dilakukan dengan penyiraman 1x sehari dan pengendalian
gulma. Hal ini agar bibit mangium dapat tumbuh dalam kondisi yang baik.
163.5 Parameter yang Diamati
Parameter yang diamati pada penelitian ini sebagai berikut.
3.5.1. Pertambahan diameter batang (mm)
Pengukuran diameter batang dilakukan pada jarak 1 cm di atas kolet.
Pengukuran diameter batang dilakukan menggunakan caliper digital yang
dilakukan setiap sebulan sekali.
3.5.2. Pertambahan tinggi (cm)
Pengukuran tinggi semai yang dilakukan menggunakan penggaris. Tinggi
semai diukur dari kolet hingga buku-buku batang teratas semai.
Pengukuran dilakukan setiap sebulan sekali.
3.5.3. Jumlah daun
Jumlah daun dihitung tiap sebulan sekali. Daun yang dihitung adalah daun
yang telah terbuka. Daun yang telah membuka sempurna melakukan
fotosintesis lebih optimal. Daun muda yang masih menggulung yang
berada di pucuk semai tidak dihitung.
3.5.4. Luas daun (cm2)
Pengukuran luas daun dilakukan di Laboratorium Lapangan Terpadu
Fakultas Pertanian Universitas Lampung dengan menggunakan leaf area
meter. Pengukuran dilakukan pada akhir penelitian. Daun dipotong
terlebih dahulu dari tangkainya kemudian dimasukkan ke alat leaf area
meter satu per satu dengan satu tanaman satu kali pengukuran.
173.5.5. Panjang akar (cm)
Pengukuran panjang akar dilakukan pada akhir penelitian. Panjang akar
diukur dari akar teratas sampai dengan bagian akar paling ujung
menggunakan pitameter.
3.5.6. Berat kering akar dan berat kering tajuk
Berat kering akar dan berat kering tajuk diketahui pada akhir penelitian.
Bagian tajuk dan akar dipisahkan dengan cara memotong semai pada
bagian kolet. Selanjutnya kedua bagian tersebut dioven dengan suhu 80oC
kemudian ditimbang kembali dengan menggunakan timbangan digital.
Bobot kering tajuk menggambarkan pertumbuhan semai mangium.
3.5.7. Berat kering total
Berat kering total didapatkan dari penjumlahan berat kering akar dan berat
kering tajuk. Berat kering total dihitung untuk mengetahui biomassa
tanaman. Rumus yang digunakan untuk berat kering total di bawah ini.
Berat kering total = Berat kering akar + Berat kering tajuk
3.5.8. Kolonisasi ektomikoriza
Pengamatan kolonisasi dilakukan secara langsung terhadap akar yang
terkolonisasi Scleroderma sp. dengan metode Gridline Intersection Method.
Sebelum dilakukan penghitungan akar dicuci bersih dengan air secara
perlahan, setelah itu akar dipotong sepanjang 1 cm yang kemudian disebar
di atas petridis yang telah dibuat gridline 1 cm x 1 cm secara acak tanpa
menghitung jumlah akar yang disebar. Jumlah akar yang terkolonisasi
dihitung secara langsung di bawah mikroskop stereo pada garis vertikal dan
18horizontal gridline petridis. Pengamatan kolonisasi ektomikoriza dilakukan
pada akhir penelitian. Perhitungan persen kolonisasi menggunakan rumus:
% akar terkolonisasi =∑ ∑ 100%
3.6 Pengumpulan Data
Jenis pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data primer.
Data primer didapatkan dari pengamatan langsung yang meliputi tinggi bibit,
diameter bibit, jumlah daun, luas daun, panjang akar, berat kering akar, berat
kering total dan kolonisasi ektomikoriza. Pengambilan data tinggi bibit, diameter
bibit, dan jumlah daun dilakukan setiap sebulan sekali. Sedangkan luas daun,
panjang akar, berat kering akar dan tajuk, berat kering total, dan kolonisasi
ektomikoriza dilakukan pada akhir penelitian.
3.7 Analisis Data
Analisis data yang dilakukan setelah didapatkan data sebagai berikut.
3.7.1. Analisis Ragam (Anara)
Analisis yang dilakukan yaitu analisis ragam (Anara) uji-F sesuai dengan
rancangan yang digunakan pada taraf 1% dan 5%. Pengujian ini dilakukan
untuk menguji hipotesis tentang faktor perlakuan terhadap keragaman data
hasil percobaan atau untuk menyelidiki ada tidaknya pengaruh perlakuan.
Selanjutnya jika uji F menunjukkan perbedaan yang signifikan (Fhitung >
Ftabel) maka dilakukan uji lanjut dengan pemisahan nilai tengah
menggunakan BNT (Beda Nilai Terkecil). Namun jika Fhitung < Ftabel maka
19tidak ada pengaruh nyata dari perlakuan yang diberikan, sehingga tidak
perlu dilakukan uji lanjut.
3.7.2. Uji Beda Nyata Terkecil (BNT)
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui pertumbuhan mangium terbaik
antara mangium dengan mikoriza dan tanpa mikoriza. Penghitungan
dilakukan pada taraf nyata 5%. Rumus yang digunakan sebagai berikut.
BNT : tα(v). Sd
Sd : √2r
Keterangan: tα(v) = nilai baku student pada taraf α dan derajat bebas galat v
37
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Simpulan yang didapat dari penelitian yang dilakukan adalah.
1. Mangium mampu hidup pada lahan kritis seperti tailing emas. Semai mangium
memiliki potensi untuk dapat hidup serta tumbuh dan berkembang pada lahan
kritis meskipun pertumbuhannya kurang baik.
2. Ektomikoriza belum mampu berperan dalam membantu pertumbuhan
mangium pada lahan kritis seperti tailing emas. Kolonisasi ektomikoriza pada
akar mangium masih dalam perkembangan sehingga belum aktif bekerja dalam
membantu pertumbuhan mangium.
5.2 Saran
Perkembangan ektomikoriza pada akar tanaman membutuhkan waktu sekitar 5-8
bulan sehingga nantinya akan didapatkan hasil yang lebih maksimal pada
penggunaan mikoriza pada tanaman. Saran kepada peneliti selanjutnya adalah
diharapkan menggunakan kurun waktu tersebut untuk mendapat hasil yang lebih
nyata. Pada penggunaan tanaman mangium dengan media tailing akan lebih baik
jika tanaman sudah memiliki daun semu, sehingga proses fotosintesis berjalan
lebih baik dan tanaman lebih tahan terhadap limbah B3 pada tailing emas.
38
DAFTAR PUSTAKA
38
DAFTAR PUSTAKA
Abidjulu, J. 2008. Analisis kualitas air sungai tanoyan di kota kotamobaguprovinsi sulawesi utara. Chemistry Progress. 1 (2): 105–110.
Ahonen-Jonnarth, U., Göransson, A., dan Finlay, R.D. 2003. Growth and nutrientuptake of ectomycorrhizal pinus sylvestris seedlings in a natural substratetreated with elevated al concentrations. Tree Physiology. 23: 157–167.
Ainun, N., Aiyen, dan Samudin, S. 2013. Pengaruh bahan organik pada tailingemas terhadap pertumbuhan dan translokasi merkuri (Hg) pada sawi (brassicaparachinensis l.) dan tomat (lycopersicum esculentum Mill.). J. Agrotekbis. 1(5): 435–442.
Alamsjah, F., Husin, E.F., Santoso, E., Putra, D.P., dan Syamsuardi. 2015. Effectsof indigenous fagaceae-inhabiting ectomycorrhizal fungi scleroderma spp., ongrowth of lithocarpus urceolaris seedling in greenhouse studies. J. ofBiological Sciences. 18 (3): 135–140.
Aprilia, D.D. dan Purwani, K.I. 2013. Pengaruh pemberian mikoriza glomusfasciculatum terhadap akumulasi logam timbal (pb) pada tanaman euphorbiamilii. J. Sains dan Seni Pomits. 2 (1): 79–83.
Asmarahman, C. 2008. Pemanfaatan Mikoriza dan Rhizobium untukMeningkatkan Pertumbuhan Semai Kayu Energi pada Media Tanah BekasTambang Semen. Tesis. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 101 hlm.
Bonfante, P. dan Genre, A. 2010. Mechanisms underlying beneficial plant-fungusinteractions in mycorrhizal symbiosis. Nature Communication. 1 (48): 1–11.
Choi, D.S., Quoreshi, A.M. Maruyama, Y., Jin, H.O., dan Koike, T. 2005. Effectof ectomycorrhizal infection on growth and photosynthetic characteristics ofpinus densiflora seedlings grown under elevated CO2 concentrations.Photosynthetica. 43 (2): 223–229.
Darwo dan Sugiarti. 2008. Beberapa jenis cendawan ektomikoriza di kawasanhutan sipirok, tongkoh, dan aek nauli, sumatera utara. J. Penelitian Hutan danKonservasi Alam. 5 (2): 157–173.
39Diagne, N., Thioulouse, J., Sanguin, H., Prin, Y., Krasova-Wade, T., Sylla, S.,
Galiana, A., Baudoin, E., Neyra, M., Svistoonoff, S., Lebrun, M., danDuponnois, R. 2012. Ectomycorrhizal diversity enhances growth and nitrogenfixation of Acacia mangium seedlings. Soil Biology and Biochemistry. 57:468–476.
Febrianingrum, H.W. 2014. Pruning Akar untuk Meningkatkan KeberhasilanInfeksi Fungi Ektomikoriza pada Bibit Melinjo (Gnetum gnemon) Umur 7Bulan. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 15 hlm.
Gania, P.R., Abidjulua, J., dan Wuntu, A.D. 2017. Analisis air limbahpertambangan emas tanpa izin desa bakan kecamatan lolayan kabupatenbolaang mongondow. J. Mipa Unsrat Online. 6 (2): 6–11.
Gusmiaty, Restu, M. dan Lestari, A. 2012. Pengaruh dosis inokulan alami(ektomikoriza) terhadap pertumbuhan semai tengkawang (shorea pinanga).Jurnal Perennial. 8 (02): 69–74.
Hadi, S. 2000. Status ektomikoriza pada tanaman hutan di Indonesia. ProsidingSeminar Nasional Mikoriza I. Bogor. 25–55.
Hajek, P., Hertel, D., dan Leuschner, C. 2013. Intraspecific variation in root andleaf traits and leaf-root trait linkages in eight aspen demes (populus tremulaand p. tremuloides). Frontiers in Plant Sciences. 4 (415). 1–11.
Hendrati, R.L. dan Nurrohmah, S.H. 2016. Penggunaan rhizobium dan mikorizauntuk pertumbuhan calliandra calothyrsus unggul. J. Pemuliaan TanamanHutan. 10 (2): 71–81.
Herdina, J., Noli, Z.A., dan Chairul. 2013. Pertumbuhan beberapa tanaman untukrevegetasi yang diinokulasi ektomikoriza pada lahan bekas tambang batubaraombilin. J. Biologika. 2 (1): 47–58.
Herman, D.Z. 2006. Tinjauan terhadap tailing mengandung unsur pencemar arsen(as), merkuri (hg), timbal (pb), dan kadmium (cd) dari sisa pengolahan bijihlogam. J. Geologi Indonesia. 1 (1): 31–36.
Hidayati, N, Faridah, E dan Sumardi. 2015. Peran mikoriza pada semai beberapasumber benih mangium (acacia mangium willd.) yang tumbuh pada tanahkering. J. Pemuliaan Tanaman Hutan. 9 (1): 13–29.
Husna, Tuheteru, F.D., dan Mahfudz. 2007. Aplikasi mikoriza untuk memacupertumbuhan jati di muna. Info Teknis. 5 (1): 1-4.
Inswiasri dan Martono, H. 2007. Pencemaran di wilayah tambang emas rakyat.Media Litbang Kesehatan. 17 (3): 42–50.
40Izuta, T., Yamaoka, T., Nakaji, T., Yonekura, T., Yokoyama, M., Funada, R.,
Koike, T., dan Totsuka, T. 2004. Growth, net photosynthesis and leaf nutrientstatus of fagus crenata seedlings grown in brown forest soil acidified withH2SO4 or HNO3 solution. Trees. 18: 677–685.
Jannah, H. 2011. Respon tanaman kedelai terhadap asosiasi fungi mikorizaarbuskular di lahan kering. GaneÇ Swara. 5 (2): 28–31.
Juhaeti, T., Hidayati, N., Syarif, F., dan Hidayat, S. 2009. Uji potensi tumbuhanakumulator merkuri untuk fitoremediasi lingkungan tercemar akibat kegiatanpenambangan emas tanpa izin (peti) di kampung leuwi bolang, desa bantarkaret, kecamatan nanggung, bogor. J. Biologi Indonesia. 6 (1): 1–11.
Karmilasanti dan Fernandes, A. 2012. Pengaruh dosis inokulan alami terhadappertumbuhan cabutan shorea macrophylla asal pt. gunung gajah abadikalimantan timur di persemaian. J. Penelitian Dipterokarpa. 6 ( 2): 111–119.
Keltjen, WG. 1997. Plant adaptation and tolerance to acid soils; its possible Alavoidance. A review. Dalam: Plant-Soil interactions at low pH. Sustainableagriculture and forestry production. Eds. Moniz AC, Furlani AMC, SchaffertRE, Fageria NK, Rosolem dan Cantarella H. Brazilian Soil Sci. Soc.,Campinas, Brazil. 159–164.
Krisnawati, H., Kallio, M., dan Kanninen, M. 2011. Acacia mangium Willd.:Ekologi, Silvikultur dan Produktivitas. Buku. Cifor. Bogor. 16 hlm.
Lesmanawati, I.R. 2012. Respon pertumbuhan tanaman gmelina arborea roxb danparaserianthes falcataria l. Nielsen dengan penggunaan thiobacillus thioparusdan kompos dalam upaya biodegradasi sianida yang terkandung dalam tailingemas. J. Scientiae Educatia. 1 (1): 26–39.
Mardji, D. 2010. Identifikasi jenis jamur mikoriza di hutan alam dan lahan pascatambang batu bara pt trubaindo coal mining muara lawa. J. KehutananTropika Humida. 3 (1): 42–53.
Mirdat, Patadungan, Y.S., dan Isrun. 2013. Status logam berat merkuri (hg) dalamtanah pada kawasan pengolahan tambang emas di kelurahan poboya, kotapalu. J. Agrotekbis. 1 (2): 127–134.
Moreno, F.N., Anderson, C.W.N., Stewart, R.B., Robinson, B.H., Nomura, R.,Ghomshei, M., dan Meech, J.A. 2005. Effect of thioligands on plant-hgaccumulation and volatilisation from mercury-contaminated mine tailings.Plant and Soil. 275: 233–246.
Mukhtar, A.S., dan Heriyanto, N.M., 2012. Keadaan suksesi tumbuhan padakawasan bekas tambang batubara kalimantan timur. J. Penelitian hutan danKonservasi Alam. 9 (4): 341–350.
41Nugroho, Y. 2015. Aplikasi silvikultur intensif untuk pertumbuhan tanaman
pengayaan pada lahan reklamasi tambang batubara. J. Hutan Tropis. 3 (3):241–246.
Permatasari, M. 2011. Uji Inokulum Rhizobia dan Pengaruhnya terhadapPertumbuhan Acacia mangium pada Tanah Masam Bekas Tambang. Skripsi.Institut Pertanian Bogor. Bogor. 59 hlm.
Pijut, P. M., Woeste, K. E., dan Michler, C. H. 2011. Promotion of AdventitiousRoot Formation of Difficult-to-Root Hardwood Tree Species. Buku.Horticultural Reviews. Willey-Blackwell. 38 hlm.
Prasetyo, B., Krisnayanti, B.D., Utomo, W.H., dan Anderson, C.W.N. 2010.Rehabilitation of artisanal mining gold land in west lombok, indonesia. 2.arbuscular mycorrhiza status of tailings and surrounding soils. J. AgriculturalScience. 2 (2): 202–209.
Pujawati, E.D. 2009. Jenis-jenis fungi tanah pada areal revegetasi acacia mangiumwilld. di kecamatan cempaka banjarbaru. J. Hutan Tropis Borneo. 10 (28):305–312.
Ricardo, A. 2016. Pelaksanaan Pengendalian Kerusakan Lingkungan sebagaiAkibat Pertambangan Emas Ilegal di Sungai Menyuke Kabupaten Landak,Kalimantan Barat. Tesis. Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Yogyakarta. 10hlm.
Riniarti, M. 2005. Pemberian asam organik dan inokulasi ektomikoriza untukmeningkatkan pertumbuhan semai shorea mecistopteryx. Prosiding SeminarNasional dan Workshop Mikoriza. Universitas Jambi. Jambi. 111–119.
Riniarti, M., Wahyuni, A.E., dan Surnayanti. 2017. Dampak perlakuan pemanasaninokulum tanah terhadap kemampuan ektomikoriza untuk mengkolonisasiakar shorea javanica. EnviroScienteae. 13 (1): 54–61.
Riswan, Harun, U., dan Irsan, C. 2015. Keragaman flora di lahan reklamasi pascatambang batubara pt. ba sumatera selatan. J. Manusia dan Lingkungan. 22(2): 160–168.
Rondonuwu, S.B. 2014. Fitoremediasi limbah merkuri tanaman dan sistemreaktor. J. Ilmiah Sains. 14 (1): 52–59.
Siran, A.S., Bismark, M., Samsoedin, I., Suhaendi, H., Pratiwi, Haryono, danMardiah 2006. Konservasi dan Rehabilitasi Sumber Daya Alam. ProsidingEkspose Hasil-Hasil Penelitian. Bogor. 71–80.
Setiadi, Y. 2004. Arbuscular mycorrhizal inoculum production. Prosiding:Teknologi Produksi dan Pemanfaatan Inokulan Endo-Ektomikoriza untuk
42Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan. Asosiasi Mikoriza Indonesia-JawaBarat. ISBN 979-98255-0-4.
Setyowati, R.D.N., Amala, N.A., dan Aini, N.N.U. 2017. Studi pemilihantanaman revegetasi untuk keberhasilan reklamasi lahan bekas tambang. J.Teknik Lingkungan. 3 (1): 14–20.
Siahaan, B. C., Utami, S. R. dan Handayanto, E. 2014. Fitoremediasi tanahtercemar merkuri menggunakanlindernia crustacea, digitaria radicosaa, dancyperus rotundus serta pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan produksitanaman jagung. Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan. 1 (2): 35–51.
Sitorus, S.R.P., Kusumastuti, E., dan Badri, L.N. 2008. Karakteristik dan teknikrehabilitasi lahan pasca penambangan timah di pulau bangka dan singkep. J.Tanah dan Iklim. 27: 57–74
Smith, S.E, dan Read, D.J. 2008. Mycorrhizal Symbiosis. Buku. Elsevier.Amsterdam. 803 Hlm.
Suharno dan Sancayaningsih, R.P. 2013. Fungi mikoriza arbuskula: potensiteknologi mikorizoremediasi logam berat dalam rehabilitasi lahan tambang. J.Bioteknologi. 10 (1): 31–42.
Suharno, Sancayaningsih R.P., Soetarto, E.S., dan Kasiamdari, R.S. 2014.Keberadaan fungi mikoriza arbuskula di kawasan tailing tambang emastimika sebagai upaya rehabilitasi lahan ramah lingkungan. J. Manusia danLingkungan. 21 (3): 295–303.
Sujatmiko, B. 2012. Penambangan emas tanpa izin di daerah aliran sungai (das)arut kecamatan arut utara ditinjau dari undang-undang nomor 4 tahun 2009.J. Socioscientia Kopertis Wilayah Xi Kalimantan. 4 (1): 1–17.
Suryaningrum, R., Purwanto, E. dan Sumiyati. 2016. Analisis pertumbuhanbeberapa varietas kedelai pada perbedaan intensitas cekaman kekeringan.Agrosains. 18 (2): 33–37.
Susintowati dan Hadisusanto, S. 2014. Bioakumulasi merkuri dan strukturhepatopankreas pada terebralia sulcata dan nerita argus (moluska: gastropoda)di kawasan bekas penggelondongan emas, muara sungai lampon,banyuwangi, jawa timur. J. Manusia dan Lingkungan. 21 (1): 34–40.
Sutedjo dan Warsudi. 2017. Menakar sifat invasif spesies akasia mangium (acaciamangium willd.) di hutan penelitian dan pendidikan bukit soeharto. J. HutanTropika. 1(1): 82–89.
Tjitrosoepomo, G. 1993. Taksonomi Tumbuhan (Spermatophyta). Buku. GadjahMada University Press. Yogyakarta. 477 hlm.
43Triadriani, L. N., Handayant, E. dan Utami, S. R. 2014. Penggunaancaladium
bicolor, paspalum conjugatum, dan comelina nudiflora untuk remediasi tanahtercemar merkuri limbah tambang emas serta pengaruhnya terhadappertumbuhan dan produksi tanaman jagung. Jurnal Tanah dan SumberdayaLahan. 1 (1): 69–78.
Ulfa, M., Kurniawan, A., Sumardi, dan Sitepu, I. 2011. Populasi fungi mikorizaarbuskula (fma) lokal pada lahan pasca tambang batubara (population ofindigenous arbuscular mycorrhizal fungi (amf) in post coal-mining land). J.Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. 8 (3): 301–309.
Wahyuningtiyas, L., Resmisari, R.S., dan Nashichuddin, A. 2014. Induksi kalusakasia (acacia mangium) dengan penambahan kombinasi 2,4-d dan bap padamedia ms. Artikel. http://etheses.uin-malang.ac.id/376/12/10620033%20-Rangkuman.pdf//. Diakses pada 17 April 2018.
Widyati,E. 2007. Formulasi inokulum mikroba: ma, bpf dan rhizobium asal lahanbekas tambang batubara untuk bibit acacia crassicarpa cunn. ex-benth.Biodiversitas. 8 (3): 238–241.
Widyati, E. 2011. Optimasi pertumbuhana acacia crassicarpa cunn. ex benth.pada tanah bekas tambang batubara dengan ameliorasi tanah. J. PenelitianHutan Tanaman. 8 (1): 19–30.