PERAN LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT (LSM) SOLIDARITAS PEREMPUAN DALAM ADVOKASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN AIR DI JAKARTA Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S. Sos) Oleh: Suci Fitriah Tanjung 1111112000012 PROGRAM STUDI ILMU POLITIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2018
108
Embed
PERAN LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT (LSM) SOLIDARITAS … · 2019. 1. 31. · Suci Fitriah Tanjung 1111112000012 ... 6. Kepada semua dosen pada Program Studi Ilmu Politik yang tidak
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PERAN LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT (LSM) SOLIDARITAS
PEREMPUAN DALAM ADVOKASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN AIR
DI JAKARTA
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S. Sos)
Oleh:
Suci Fitriah Tanjung
1111112000012
PROGRAM STUDI ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2018
i
ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai peran Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM) Solidaritas Perempuan dalam advokasi kebijakan pengelolaan air di
Jakarta. Tujuannya adalah untuk melihat peran LSM Solidaritas Perempuan dalam
mendorong perubahan kebijakan pengelolaan air di Jakarta yang dilakukan baik
melalui jalur litigasi maupun non litigasi. Teori yang digunakan dalam penelitian
ini adalah teori peran dengan pendekatan perilaku yang dipaparkan Soerjono
Soekanto serta teori advokasi kebijakan dengan tahapan advokasi yang ditinjau
dari sudut pandang sistem hukum yang dikemukakan oleh Roem Topatimasang,
termasuk pembagian peran di dalamnya. Di mana pembagian peran tersebut
dibagi menjadi tiga, yakni tim kerja basis, tim kerja pendukung, dan tim garis
depan. Selain itu, strategi advokasi juga ditentukan berdasarkan aras advokasi
yang terbagi ke dalam aras mikro, mezzo, dan makro dengan pembagian tipe
advokasi, yakni advokasi kasus dan kelas sebagaimana dipaparkan oleh Edi
Suharto.
Dapat disimpulkan bahwa Aras yang digunakan dalam advokasi kebijakan
pengelolaan air di Jakarta merupakan aras makro yang menggunakan tipe
advokasi kelas dengan masyarakat Jakarta sebagai kliennya sehingga peran dari
pekerja sosial, dalam hal ini LSM, lebih cenderung sebagai analis kebijakan yang
melakukan analisis serta aksi-aksi sosial untuk mendorong lahirnya perubahan
kebijakan. Dalam advokasi tersebut, Solidaritas Perempuan berperan sebagai tim
kerja basis yang berfungsi melakukan mobilisasi serta pengorganisasian dalam
kerangka pendidikan politik kepada masyarakat, khususnya perempuan. Namun,
Solidaritas Perempuan sebagai satu-satunya organisasi perempuan yang
melakukan advokasi kebijakan pengelolaan air di Jakarta masih perlu melakukan
pendekatan pada organisasi perempuan lainnya agar kebijakan pengelolaan air di
Jakarta dapat membawa substansi sesuai dengan kepentingan masyarakat yang
dibela, yakni perempuan yang juga merupakan mandat dari LSM Solidaritas
Perempuan itu sendiri.
Kata Kuci: Peran, LSM, Solidaritas Perempuan, Tim Basis, Advokasi, Kebijakan,
Pengelolaan Air.
ii
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb
Seiring berjalannya penulisan karya ilmiah ini, dalam prosesnya penelitian ini
melibatkan banyak pihak yang sangat membantu penulis dalam menyusun
argumentasi dan analisa bahkan menjadi penentu dalam penyelesaian skripsi ini.
Hasil dari penelitian ini tentunya tidak akan muncul tanpa adanya bantuan dan
dorongan dari berbagai pihak. Oleh karenanya, penulis ingin mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Prof. Dede Rosyada, selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Prof. Dr. Dzulkifli selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
(FISIP) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Dr. Dzuriyatun Thoyibah, M.Si, Dr. Bakir Ikhsan, M.Si, dan Dr. Agus
Nugraha, MA. Selaku Wakil Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Dr. Iding Rosyidin Hasan sebagai Ketua Program Studi Ilmu Politik Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
sekaligus selaku dosen pembimbing yang sabar dan penuh perhatian dalam
menyelesaikan skripsi ini.
5. Suryani, M.Si sebagai Sekretaris Program Studi Ilmu Politik Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
iii
6. Kepada semua dosen pada Program Studi Ilmu Politik yang tidak bisa
disebutkan satu per satu. Terima kasih atas segala ilmu yang telah diberikan
dalam perjalanan akademik penulis selama menimba ilmu di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
7. Kedua Orang Tua penulis: Zakiah dan Akhlak Abdul Ghalib. Tiada kata yang
pantas untuk membalas segala bentuk kasih sayang dan doa yang tidak henti-
hentinya diberikan. Doa selalu dipanjatkan untuk kesehatan dan keselamatan
keduanya, Rabbighfirli Wali Walidayya Warhamhuma Kama Rabbayani
Shagiraa.
8. Untuk adik-adik tercinta Putri Lalla Tanjung yang selalu memotivasi dan
berdiskusi tentang banyak hal terkait penelitian ini dan Fani Afnanil Jannah
yang selalu menjadi penghibur selama menyusun skripsi ini.
Tabel II.B.2. Strategi Advokasi menurut Dubois dan Miley ................................. 33
Tabel IV.B.1. Daftar Penggugat CLS Kebijakan Pengelolaan Air Jakarta .............. 53
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar II.1. Sasaran dan Strategi Advokasi menurut Topatimasang, dkk ........... 32
Gambar III.2. Struktur Pengurus Solidaritas Perempuan ........................................ 48
Gambar III.3. Struktur Kerja Sekretariat Nasional Solidaritas Perempuan ............ 49
Gambar IV.4 Pembagian Peran dalam Lingkaran Inti KMMSAJ ......................... 64
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah
Air sangat berhubungan erat dengan kehidupan manusia dan telah diakui oleh
Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) sebagai bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM)
pada Juli 2010 melalui sidang Majelis Umum PBB yang disetujui oleh 122 Negara,
termasuk Indonesia.1 Sebelumnya, pada tahun 2002, Komite Hak Ekonomi, Sosial,
Budaya (Ekosob) merilis komentar umum mengenai Hak Atas Air yang menyatakan
bahwa hak atas air merupakan hak semua manusia dengan memenuhi standar cukup,
aman, dan terjangkau baik secara fisik maupun finansial untuk penggunaan pribadi
atau rumah tangga. Komentar umum tersebut merupakan penerjemahan dari Kovenan
Hak Ekosob yang telah diratifikasi oleh Indonesia melalui Undang-Undang (UU)
Nomor 11 Tahun 2005.
Selain itu, dalam secara konstitusi sebagaimana yang terdapat dalam pasal 33
Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang berbunyi “bumi, air, dan kekayaan alam
yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-
besar kemakmuran rakyat” juga menjadi satu instrument yang memberikan jaminan
1 “General Assembly Adopts Resolution Recognizing Access to Clean Water, Sanitation as
Human Right, by Recorded Vote of 122 in Favour, None Against, 41 Abstention” (United Nation, 2010), diakses melalui https://www.un.org/press/en/2010/ga10967.doc.htm pada 1 April 2018
pelanggan Palyja dan sebanyak 22,49 persen atau 86.670 pelanggan Aertra mendapat
pasokan air yang minim, yakni maksimal hanya 10 meter kubik perhari.
7
Selain itu, tingkat kebocoran air juga relatif tinggi di Jakarta. Menurut, Tim
Investigasi yang dibentuk PAM Jaya, tingkat kebocoran air di Jakarta mencapai 46
persen dengan jumlah air sekitar 245,4 juta meter kubik. Tingkat kebocoran tersebut
menghasilkan kerugian hingga Rp. 1.764 Milyar. Tingkat kebocoran tersebut terjadi
karena infrastruktur dalam distribusi air sangat buruk. Hal tersebut tidak sebanding
dengan tingginya tarif air Jakarta , yakni sebesar Rp. 7.800 per meter kubik untuk
Palyja dan Rp. 6.800 per meter kubik untuk Aertra.8 Tarif tersebut merupakan tarif
tertinggi dibanding kota-kota besar lainnya di Asia.
Sementara, beban shortfall9 yang harus ditanggung oleh PAM Jaya adalah
sebesar Rp. 266,5 Milyar untuk Palyja dan Rp. 273,8 Milyar untuk Aertra. Hal ini
juga sejalan dengan data yang dikeluarkan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan DKI Jakarta sebagaimana dikutip oleh Tirto.id, beban kerugian negara
akibat perjanjian kerja sama tersebut per tahun 2016 mencapai Rp. 1,2 Triliyun.10
Menurut Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), pengaduan atas
buruknya pelayanan air di Jakarta ke YLKI masuk ke dalam urutan 10 besar
7 Maurits Napitupulu, Kondisi Pelayanan Air Minum di DKI Jakarta, Presentasi pada tanggal
10 Juni 2011, slide ke 4 8 Ibid, slide ke 6
9 Shortfall adalah selisih yang harus dibayarkan oleh PAM Jaya kepada pihak swasta akibat
realisasi pendapatan lebih rendah daripada yang telah ditetapkan dalam perjanjian. 10
Pengelolaan Air Bersih Jakarta: Swasta Untuk, PAM Jaya Buntung, diakses melalui https://tirto.id/pengelolaan-air-bersih-jakarta-swasta-untung-pam-jaya-buntung-cJ7l pada 8 Mei 2018
tidak dikirim; 6) kualitas dan kuantitas debit air.11
Situasi tersebut membuat kelompok Lembaga Swadaya Masyarakat yang
tergabung dalam Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta (KMMSAJ)
melayangkan gugatan warga negara atau dikenal dengan Citizen Law Suit12
ke
Pengadilan Negeri Jakarta pada tahun 2011. Gugatan tersebut ditujukan kepada
Presiden Indonesia, Wakil Presiden Indonesia, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri
Keuangan, Gubernur Provinsi DKI Jakarta, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD) DKI Jakarta, PT. PAM Jaya, PT. Palyja, dan PT. Aertra karena dianggap
memiliki andil terhadap kerugian negara dan tidak terpenuhinya hak masyarat atas
pemenuhan kebutuhan air di Jakarta. Pada 24 Maret 2015, Majelis Hakim Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat mengabulkan permohonan penggugat melalui putusan Nomor
527/PDT.G/2012/PN/JKT.PST dan menyatakan bahwa tergugat lalai dalam
melakukan pemenuhan hak asasi manusia atas air bagi warga DKI Jakarta.
11
Catatan Hitam Layanan Air PAM, diakses melalui https://ylki.or.id/2012/02/catatan-hitam-layanan-air-pam/ pada 2 April 2018
12 Citizen LawSuit (CLS) adalah satu mekanisme hukum yang memberikan hak kepada warga
negara untuk menggugat negara dan institusi pemerintah yang melahirkan kebijakan yang bertentangan dengan undang-undang atau yang melakukan kegagalan dalam memenuhi kewajiban dalam pelaksanaan undang-undang. Dalam CLS, penggugat diperbolehkan bukan berasal dari masyarakat terdampak langsung karena pembuktian kerugian negara yang bersifat nyata tidak diperlukan. (lihat: Hukum Indonesia Sudah Akui Konsep Citize Lawsuit, diakses melalui http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5191da19d9d8b/hukum-indonesia-sudah-akui-konsep-icitizen-law-suit-i pada tanggal 13 Juni 2018)
Tidak selesai sampai di situ, tergugat kemudian mengajukan banding ke
Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Pada 12 Januari 2016, melalui putusan Nomor
588/PDT/2015/PT DKI Pengadilan Tinggi membatalkan putusan Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat. KMMSAJ kemudian mengajukan kembali kasasi ke tingkat Mahkamah
Agung dan pada Oktober 2017, gugatan kembali dimenangkan oleh masyarakat sipil
melalui putusan MA Nomor 31/K/Pdt/2017.
Putusan tersebut memerintahkan kepada tergugat untuk menghentikan
pengelolaan air oleh swasta di Jakarta dan membatalkan Putusan Pengadilan Tinggi
Jakarta yang memenangkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Putusan tersebut
direspon oleh Pemerintah Provinsi DKI dengan mengambil langkah-langkah untuk
restrukturisasi dan melakukan pengambilalihan pengelolaan air di Jakarta.13
Saat ini,
pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui PAM Jaya baru melakukan restrukturisasi
perjanjian dengan Aertra melalui Perjanjian Restrukturisasi Nomor
003/PAM/F/K.KH/III/2018 atau Nomor 018/AGR-PAM/III/2018 Oleh dan Antara
Perusahaan Daerah Air Minum Daerah Ibu Kota Jakarta (PAM JAYA) dan PT.
Aertra Air Jakarta.
Solidaritas Perempuan merupakan satu-satunya organisasi perempuan yang
tergabung dalam KMMSAJ. Persoalan air yang dekat dengan kehidupan perempuan
di mana perempuan memiliki kebutuhan spesifik terhadap air menjadi motif utama
keterlibatan Solidaritas Perempuan dalam advokasi tersebut. Terlebih, Solidaritas
13
MA Larang Swastanisasi Air, PAM Jaya Restrukturisasi Palyja dan Aertra, diakses melalui https://news.detik.com/berita/3696190/ma-larang-swastanisasi-air-pam-jaya-restrukturisasi-palyja-aetra pada 8 Mei 2018
Perempuan merupakan organisasi yang berkerja langsung di basis masa, khususnya
basis masa perempuan dan memberikan kontribusinya terhadap perubahan-perubahan
kebijakan yang terjadi terkait dengan pengelolaan air di Jakarta sejak tahun 2011
melalui berbagai pengerahan sumber daya organisasi. Sehingga perubahan kebijakan
yang terjadi tidak terlepas dari peran-peran yang dilakukan Solidaritas Perempuan.
Oleh karenanya, penulis berkeinginan untuk melihat bagaimana Solidaritas
Perempuan menjalankan peran-perannya untuk mendorong perubahan kebijakan
pengelolaan air di Jakarta melalui proses advokasi yang dilakukan bersama koalisi.
Penelitian ini dilaksanakan dengan judul “PERAN LEMBAGA SWADAYA
MASYARAKAT (LSM) SOLIDARITAS PEREMPUAN DALAM ADVOKASI
KEBIJAKAN PENGELOLAAN AIR DI JAKARTA”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan penyataan masalah di atas, penulis merumuskan masalah tersebut
ke dalam sebuah pertanyaan, yakni: bagaimana peran Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM) Solidaritas Perempuan dalam advokasi kebijakan pengelolaan air di Jakarta?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk melihat peran Lembaga Swadaya
masyarakat dalam mendorong perubahan kebijakan melalui pembelaan/advokasi
9
yang dilakukan. Peran LSM sendiri dalam keilmuan politik dapat menjadi kekuatan
yang dapat mendorong terjadinya perubahan, khususnya dalam kebijakan. Namun,
penelitian ini juga memiliki tujuan khusus yang dibagi berdasarkan targetnya, yakni
sebagai berikut:
1. Manfaat untuk Masyarakat Luas
Penelitian ini diharapkan mampu menjadi pemicu bagi masyarakat dalam
memahami haknya sebagai warga negara sekaligus juga memberi pemahaman
mengenai mekanisme dan tahapan kebijakan di mana warga negara berhak
mengajukan keberatan melalui berbagai cara yang telah diakui oleh hukum termasuk
berdampingan dengan organisasi/kelompok masyarakat sipil dalam mendorong
perubahan kebijakan.
2. Manfaat untuk Pemerintah
Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dan bahan
pertimbangan dalam pengambilan kebijakan. Bahwa kebijakan publik harus melalui
berbagai proses dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan.
3. Manfaat untuk Akademisi
10
Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi, khususnya
dalam kajian kebijakan serta memperkaya analisis mengenai LSM sebagai kekuatan-
kekuatan politik, khususnya mengenai perannya didalam advokasi kebijakan.
D. Tinjauan Pustaka
Telah banyak sekali penelitian yang memaparkan tentang peran Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM). Seperti penelitian skripsi di Universitas Indonesia yang
dilakukan oleh Lovely Christina Manafe (2012) yang berjudul Peran NGO dalam
Penanggulangan Isu Perubahan Iklim: Studi Kasus Peran Friends Of The Earth dalam
Mendorong Climate Change Act di Inggris melalui Kampanye “The Big Ask”.14
Penelitian ini pada dasarnya memiliki kemiripan pendekatan dengan penulis, namun
yang membedakan adalah objek yang diangkat dalam penelitian tersebut merupakan
lembaga Internasional yang berbasis di Inggris di mana proses advokasi kebijakan
yang dilakukan menggunakan mekanisme yang berbeda karena sistem hukum yang
berkembang di setiap negara berbeda pula.
Selain itu, terdapat pula penelitian skripsi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yang dilakukan oleh Jajang Heriyana (2008) yang berjudul “Peran LSM Forum
Peduli Pendidikan (FORPPENDIK) dalam Monitoring Pendidikan di Kota Depok
14
Lovely Christina Manafe, Skripsi: Peran NGO dalam Penanggulangan Isu Perubahan Iklim: Studi Kasus Peran Friends Of The Earth dalam Mendorong Climate Change Act di Inggris melalui Kampanye “The Big Ask” (Depok: UI, 2012), 1-89
11
(Studi Kasus SDN Tugu 8 Cimanggis).15
Penelitian tersebut juga menggunakan teori
peran sebagai pendekatan penelitian. Namun, sudut pandang yang digunakan adalah
pada aspek fungsi pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat sipil.
Terdapat pula sebuah penelitian skripsi yang berjudul “Partisipasi LSM
Pendidikan dalam Perumusan Kebijakan di Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olah
Raga DIY” yang dilakukan oleh Rohajji Nugroho (2015) dari Universitas Negeri
Yogyakarta.16
Penelitian ini menggunakan studi kebijakan, namun dilihat dari proses
perumusan kebijakan.
Dari ketiga penelitian yang telah ada dan dipaparkan di atas, penulis lebih
banyak menggunakan pendekatan dengan menggunakan teori peran namun ditinjau
dari proses advokasi kebijakan yang dilakukan LSM dengan menggunakan berbagai
perangkat demokrasi yang ada.
E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Metode penelitian adalah cara sistematik yang digunakan penulis dalam
pengumpulan data yang diperlukan untuk proses identifikasi dan penjelasan
15
Jajang Heriyana, Skripsi: Peran LSM Forum Peduli Pendidikan (FORPPENDIK) dalam Monitoring Pendidikan di Kota Depok (Studi Kasus SDN Tugu 8 Cimanggis) (Tangerang Selatan: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), 1-84
16 Rohajji Nugroho, skripsi: Partisipasi LSM Pendidikan dalam Perumusan Kebijakan di Dinas
E. Solidaritas Perempuan Sebagai Lembaga Swadaya Masyarakat
Solidaritas Perempuan lahir karena kritik para pendirinya terhadap sistem
otoritarian Orde Baru yang banyak melahirkan berbagai ketidakadilan yang
dialami, khususnya terhadap perempuan.
Meski mendeklarasikan diri sebagai organisasi perserikatan, namun
Solidaritas Perempuan dapat dikategorikan sebagai LSM. Terbukti dari
karakteristiknya yang independen dan tidak berorientasi pada kekuasaan ataupun
profit serta bekerja secara sukarela dengan didasarkan pada satu tujuan yang telah
dirumuskan bersama dan memiliki mekanisme kepemimpinan dan pengambilan
keputusan yang jelas namun tidak bersifat birokratis.
Namun salah satu karakteristik Solidaritas Perempuan sedikit berbeda
dengan apa yang dinyatakan oleh Abidin dan Rukmini, bahwa LSM bekerja untuk
melayani masyarakat umum, bukan anggota maupun aktivisnya.68
Solidaritas
Perempuan, pada prinsipnya, bekerja untuk perempuan marjinal yang tidak
memiliki akses dan kontrol terhadap pendidikan, pelayanan publik, hukum,
sumber daya ekonomi, dsb. Dari 781 anggota Solidaritas Perempuan,
mayoritasnya merupakan bagian dari perempuan yang dimaksudkan menjadi
sasaran dari kerja-kerja Solidaritas Perempuan. Meski tetap terdapat perbedaan
antara perempuan yang menjadi anggota dengan yang bukan anggota.
“Secara umum, sasaran dari kerja-kerja SP (Solidaritas Perempuan)
adalah perempuan akar rumput karena mereka yang termarjinalkan dan tidak
memiliki akses dan kontrol ke banyak hal. Anggota kami juga gak banyak dari
kalangan terpelajar atau aktivis. Lebih banyak adalah perempuan yang memang
pernah dikuatkan oleh SP, tetapi dengan menjadi anggota memang mereka punya
68
Hamid Abidin dan Mimin Rukmini, Kritik dan Otokritik LSM (Jakarta; Piramedia, 2004), 21
51
hak dan kewajiban yang diatur dalam AD/ART . Walaupun sama-sama jadi
sasaran tapi dalam hal yang berbeda”.69
69
Wawancara dengan Puspa Dewy, Ketua Badan Eksekutif Nasional Solidaritas Perempuan di Kantor Solidaritas Perempuan, Jakarta Selatan pada 5 Juni 2018
52
BAB IV
PERAN SOLIDARITAS PEREMPUAN DALAM ADVOKASI
KEBIJAKAN PENGELOLAAN AIR DI JAKARTA
A. Advokasi Kebijakan Pengelolaan Air di Jakarta
Pada tahun 2012, beberapa LSM yang terdiri dari Solidaritas Perempuan,
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Koalisi Rakyat untuk Hak Air
(KRuHA), Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), Urban Poor
Consortium (UPC), Jaringan Rakyat Miskin Kota (JRMK), Wahana Lingkungan
Hidup Indonesia (Walhi) Jakarta, dan Indonesia Corruption Watch (ICW) yang
tergabung dalam Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta
(KMMSAJ) melayangkan gugatan Citizen Law Suit (CLS) yang ditujukan kepada
Presiden, Wakil Presiden, Kementerian Keuangan, Kementerian Pekerjaan
Umum, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi DKI Jakarta,
Gubernur Provinsi DKI Jakarta, dan Perusahaan Air Minum (PAM) Jaya ke
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan register Perkara Nomor:
527/PDT.G/2012/PN.JKT.PST. Dalam gugatan tersebut, menjadi turut tergugat
diantaranya Palyja dan Aertra, dua perusahaan konsorsium yang mengelola air di
Jakarta. Saat itu, KMMSAJ menuntut pengelolaan air dikembalikan ke Negara,
dalam hal ini, PAM Jaya dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebagaimana yang
tercantum dalam Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perusahaan
Daerah Air Minum Jakarta. Berikut adalah daftar nama para penggugat dimana
53
dua di antaranya, yakni Nurhidaya dan Risma Umar, merupakan penggugat yang
berasal dari Solidaritas Perempuan.
Tabel IV.B.1. Daftar Penggugat (Citizen Lawsuit) Kebijakan Pengelolaan Air
Jakarta70
No. Nama Pekerjaan Kewarganegaraan Alamat
1. Nurhidayah Ketua Badan
Eksekutif
Komunitas
Solidaritas
Perempuan
Indonesia Jl. Kalibaru Timur
VIII L No. 8
RT/RW 015/003,
Kelurahan
Kalibaru,
Kecamatan
Cilincing, Jakarta
Utara
2. Suhendi Nur Swasta Indonesia Jln. Merbabu No.
7 RT/RW 005/001
Guntur, Setia
Budi, Jakarta
Selatan.
3. Achmad
Djiddan
Safwan
Swasta Indonesia Jl. Kereta No. 1
Komplek PLN,
Klender, Jakarta
13930
4. Aguswandi
Tanjung
Wiraswasta Indonesia Muara Karang
Blok E7 S/20
RT/RW 01/08
Jakarta Utara
5. Hamong
Santono
Koordinator
Nasional
Koalisi Rakyat
untuk Hak
atas Air
Indonesia Jln. Rambutan VI.
No. 2 Kav. A2,
Pejaten Barat,
Pasar Minggu,
Jakarta Selatan
70
Dokumen Perbaikan Gugatan Perbuatan Melawan Hukum (Gugatan Warga Negara) dalam Perkara Nomor: /PDT.G/2012/PN.JKT.PST, Tim Advokasi Hak atas Air.
54
6. Ecih
Kusumawati
Ibu Rumah
Tangga
Indonesia Jln. Muara Baru
Ujung RT/RW
020/017,
Kelurahan
Penjaringan,
Kecamatan
Penjaringan,
Jakarta Utara
7. Wahidah Ibu Rumah
Tangga
Indonesia Kp. Japat RT/RW
001/001,
Kelurahan Ancol,
Kecamatan
Pademangan,
Jakarta Utara
8. Abdul Rasid Buruh Indonesia Jl. Kp. Melayu
Kec I no. 47
RT/RW 12/10 –
Bukit Duri, Tebet,
Jakarta Selatan
9. Risma Umar Ketua Badan
Eksekutif
Nasional
Solidaritas
Perempuan
Indonesia Kalibata Tengah
RT/RW 004/003
Kelurahan
Kalibata,
Kecamatan
Pancoran, Jakarta
Selatan
10. Beka Ulung
Hapsara
Karyawan
Swasta
Indonesia Kemanggisan
Gang C3/52
RT/RW 007/009,
Palmerah, Jakarta
Barat
11. Edi Saidi Koordinator
Urban Poor
Consortium
Indonesia Jelambar Ilir
RT/RW 10/10
No.17, Kel.
Jelambar Baru,
Jakarta Barat
12. Ubaidilah Direktur
Walhi Jakarta
Indonesia Jln. Lada Dalam
No. 2, Taman Sari,
Jakarta Barat
55
11110
Pada 27 Maret 2013, KMMAJ melakukan dialog dengan Joko Widodo
yang saat itu menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Saat itu, Gubernur
memberikan dukungan kepada LSM atas Gugatan CLS yang dilayangkan. Saat itu
Gubernur DKI Jakarta mengakui bahwa negara mengalami kerugian yang tidak
sedikit akibat Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan pihak swasta dalam
pengelolaan air di Jakarta. Namun, pada November 2013, Gubernur menarik
dukungannya dan mengajukan tawaran perdamaian serta berjanji akan mengambil
alih pengelolaan air di Jakarta dengan mengakuisisi seluruh saham Palyja dan
Aertra. Pada tanggal 10 April 2014, KMMSAJ menjawab tawaran tersebut dengan
mengeluarkan kertas posisi yang disampaikan kepada Gubernur DKI Jakarta
sebagai syarat dari tawaran perdamaian tersebut. Tuntutan yang dilakukan di
antaranya: 1) Pemerintah mengakui telah melakukan perbuatan melawan hukum
kerena menyerahkan pengelolaan air kepada swasta; 2) Pemerintah dituntut untuk
mengumumkan kepada publik tentang kerugian materi dan imateri yang dialami
Negara dan warga Negara; 3) Pemerintah harus mengambil langkah taktis dan
strategis dalam rangka pembatalan kontrak kerja sama antara PT. PAM Jaya
dengan dua konsorsium perusahaan penyedia layananan air, Palyja dan Aertra; 4)
Negara harus melakukan evaluasi yang komperhensif. Selain itu, Solidaritas
Perempuan juga menuntut untuk
1) Memastikan konsultasi publik yang sejati dengan membuka rencana
pengelolaan air Jakarta dari, oleh dan untuk publik, dengan
56
memastikan keterlibatan penuh (meaningful participation)
perempuan;
2) Memastikan akses air bagi masyarakat miskin kota, khususnya
perempuan dan masyarakat pesisir, di mana perempuan karena
peran gendernya terkena dampak yang berlapis dan yang menjadi
kelompok rentan di mana 1/3 masyarakat miskin Indonesia berada di
pesisir;
3) Pembentukan kelembagaan dan mekanisme pengawasan pengelolaan
air oleh publik. Pembentukan kelembagaan dan mekanisme
pengawasan pengelolaan air oleh publik, dengan menerapkan prinsip
inklusif, sensitif dan responsif gender.71
Pada 24 Maret 2015, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutuskan
memenangkan penggugat dan menyatakan bahwa: 1) tergugat telah lalai
memenuhi dan melindungi hak atas air warga Jakarta; 2) Tergugat telah
melakukan perbuatan melawan hukum karena melakukan swastanisasi air di
Jakarta; 3) tergugat merugikan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Masyarakat;
4) perjanjian kerjasama dengan Palyja dan Aertra dinyatakan batal demi hukum
dan tidak berlaku; 5) menghentikan swastanisasi air di Jakarta dan
mengembalikan pengelolaan air minum sesuai prinsip hak atas air.72
Pada 8 April 2015, tergugat dari pemerintah pusat mengajukan banding
sementara pemerintah provinsi DKI Jakarta dan PAM Jaya menerima gugatan
tersebut. Pada 12 Januari 2016, Pengadilan Tinggi Jakarta memutuskan melalui
putusan Nomor 588/PDT/2015/PT DKI membatalkan putusan Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat.
71
Kertas Posisi Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta (KMMSAJ) atas Tawaran Perdamaian oleh Gubernur DKI Jakarta yang disampaikan pada 10 April 2014
72 Hasil Pemantauan Hak Perempuan atas Air di Jakarta, (Jakarta: Solidaritas Perempuan
Jabotabek, 2016), 24
57
Tidak hanya sampai di situ, para penggugat mengajukan kasasi ke
Mahkamah Agung dan memenangkan perkara pada 11 Oktober 2017 melalui
putusan Mahkamah Agung Nomor 31 K/Pdt/2017 yang menyatakan tergugat lalai
dalam memenuhi hak atas air warga Jakarta. Putusan MA tersebut sekaligus
membatalkan putusan yang dikeluarkan Pengadilan Tinggi Jakarta.73
Sepanjang proses tersebut, LSM-LSM dalam KMMSAJ juga melakukan
kajian dan dialog dengan berbagai pemangku kepentingan.
B. Landasan Solidaritas Perempuan Terlibat dalam Advokasi Kebijakan
Pengelolaan Air di Jakarta
Setiap organisasi tidak dapat dilepaskan dari nilai dan karakteristik yang
terbentuk menjadi budaya organisasi. Sistem nilai ini kemudian yang menjadi
etika dan landasan bertindak.
Solidaritas Perempuan, sejak awal berdirinya, telah mendeklarasikan diri
sebagai organisasi yang membela kepentingan perempuan dalam kerangka
berfikir feminisme yang didefinisikan sebagai“Paham atau ideologi yang
meyakini bahwa perempuan mengalami penindasan sehingga perempuan harus
sadar dan bergerak melawan penindasan dan ketidakadilan yang dialami”74
73
MA Batalkan Privatisasi Air Jakarta, Pengusaha Tunggu Langkah Pemprov, diakses melalui https://katadata.co.id/berita/2017/10/11/ma-batalkan-privatisasi-air-jakarta-pengusaha-tunggu-langkah-pemprov pada 15 Juni 2018
74 Wawancara dengan Puspa Dewy, Ketua Badan Eksekutif Nasional Solidaritas
Perempuan di Kantor Solidaritas Perempuan, Jakarta Selatan pada 5 Juni 2018
masyarakat. Oleh karenanya, sejak awal advokasi dilakukan, LSM telah berpihak
pada masyarakat, khususnya pada masyarakat marjinal yang tidak cakap hukum
serta sulit mengakses informasi. Begitu pula pada advokasi kebijakan pengelolaan
air di Jakarta. Pun halnya dengan Solidaritas Perempuan yang tergabung dalam
Koaliasi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta (KMMSAJ)
Sebagai sebuah perangkat tingkah atau tindakan individu maupun
organisasi, sebesar atau sekecil apapun peran yang dilakukan oleh individu
maupun organisasi merupakan upaya untuk melaksanakan hak dan kewajiban
untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
Solidaritas Perempuan sebagai sebuah LSM, tentu diharapkan oleh
masyarakat untuk menjalankan peran idealnya, namun di sisi lain Solidaritas
Perempuan juga telah mengambil peran-peran tertentu, yakni hadir untuk
menumbuhkan pemahaman dan membangun kesadaran perempuan untuk
memperjuangkan hak-haknya. Peran-peran tersebut dilakukan sebagai
konsekuensi dari nilai-nilai yang sejak awal diteguhkan sebagai identitas
organisasi.
Dapat dilihat dari kerja-kerjanya, Solidaritas Perempuan menerapkan tiga
strategi utama, yakni: pengorganisasian, advokasi, dan kampanye. Tiga hal
tersebut menjadi satu kesatuan strategi yang dilakukan untuk semua permasalahan
yang didampingi.
a) Pengorganisasian, dilakukan untuk menguatkan sasaran
(perempuan akar rumput) baik dari segi pemahaman, kesadaran,
61
dan kapasitas agar dapat membangun kekuatan bersama untuk
menghadapi berbagai permasalahan yang dihadapi. Selain itu,
pengorganisasian juga dilakukan untuk mengkonsolidasikan data
dan informasi yang dapat digunakan untuk memperkuat kerja
advokasi.
b) Advokasi, dilakukan untuk membawa permasalahan yang terjadi di
lapangan ke dalam ranah pengambil kebijakan, baik melalui jalur
lembaga peradilan hukum maupun legislasi, agar dapat mendorong
perubahan dan menjawab permasalahan yang ada. Advokasi dalam
kerja Solidaritas Perempuan harus bermula dari hasil
pengorganisasian. Solidaritas Perempuan kemudian membangun
strategi dan berkonsolidasi dengan kelompok atau organisasi lain
yang memiliki keselarasan pemahaman dan cara pandang.
c) Kampanye, merupakan upaya dari Solidaritas Perempuan untuk
menyuarakan masalah yang dihadapi perempuan rumput yang
biasanya sulit mengakses media komunikasi. Hal tersebut
dilakukan untuk menggugah kesadaran publik dan menggalang
dukungannya untuk kepentingan perubahan kebijakan.
“ketiga strategi itu gak bisa dipisahkan. gak bisa kita melakukan advokasi
tanpa melakukan pengorganisasian. Nanti advokasinya dianggap mengawang-
ngawang. Kita bisa melakukan advokasi tanpa pengorganisasian kalau ada
respon aktual aja tetapi effort dan energi yang dikeluarkan juga gak banyak dan
harus tetap berlandaskan prinsip organisasi atau memang ada permintaan secara
langsung dari masyarakat yang wilayahnya tidak menjadi basis pengorganisasian
SP…….. selanjutnya, SP hanya memfasilitasi perempuan saja, yang bergerak
harus tetap mereka, yang bicara harus tetap mereka. SP hanya berbicara
berdasarkan hasil data yang telah dihimpun dan dianalisis, secara fakta di
62
lapangan kan perempuan-perempuan itu yang lebih tau karena mengalami dan
menghadapi langsung.”77
Dari penyataan di atas, sebagai LSM, Solidaritas Perempuan dapat
disimpulkan telah mengambil peran sebagai fasilitator, Komunikator, dan juga
dinamisator di masyarakat. Sebagaimana peran-peran tersebut merupakan peran-
peran LSM yang telah dirumuskan oleh berbagai sarjana sosial. Begitu pula pada
advokasi kebijakan pengelolaan air di Jakarta di mana peran Solidaritas
Perempuan dapat dianalisis dalam setiap tahap advokasi.
1. Tahapan Advokasi Kebijakan Pengelolaan Air di Jakarta
Topatimasang, dkk membagi jenis advokasi berdasarkan kebijakan yang
dilihat dalam sudut pandang sistem hukum, yakni: Isi Hukum, Tata Laksana
Hukum, dan Budaya Hukum.78
Sementara Edi Suharto, yang mengutip Dubois
dan Miley, membagi tipe advokasi menjadi dua, yakni: Advokasi kasus dan
advokasi kelas. Jenis advokasi yang dipilih dipengaruhi oleh ruang lingkupnya,
yakni mikro, mezzo, dan makro.79
Berdasarkan pada pernyataan Topatimasang dan Suharto, tipe advokasi
yang dilakukan oleh Solidaritas Perempuan untuk mendorong kebijakan
pengelolaan air di Jakarta merupakan advokasi kelas dalam skala makro yang
menyangkut pada keseluruhan kebijakan, baik isi hukum, tata laksana hukum,
77
Wawancara dengan Puspa Dewy, Ketua Badan Eksekutif Nasional Solidaritas Perempuan di Kantor Solidaritas Perempuan, Jakarta Selatan pada 5 Juni 2018
78
Roem Topatimasang, dkk, Mengubah Kebijakan Publik (Yogyakarta: Intipress, 2007), 45
79 Edi Suharto, Pekerjaan Sosial di Dunia Industri (Bandung: Alfabeta, 2009), 165
63
maupun budaya hukum. Hal tersebut didasari pada advokasi yang dilakukan
merupakan pembelaan atas kepentingan kelas atau masyarakat untuk memperoleh
hak-haknya dan mengarahkan advokasinya pada perubahan kebijakan pengelolaan
air di Jakarta.
Berikut adalah tahapan yang dilalui dalam advokasi kebijakan yang
berskala makro dalam pengelolaan air di Jakarta di mana Solidaritas Perempuan
terlibat di dalamnya:
a. Membentuk Lingkaran Inti
Pada Hari Air Sedunia tahun 2011, kelompok LSM yang terdiri
dari Solidaritas Perempuan, Koalisi Rakyat untuk Hak Air (KRuHA),
Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), Urban Poor
Consortium (UPC), Jaringan Rakyat Miskin Kota (JRMK), Wahana
Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jakarta, dan Indonesia
Corruption Watch (ICW), Indonesia Human Right Comitte for Social
Justice (IHCS) dan Koalisi Anti Utang (KAU) berkumpul untuk
melakukan peringatan Hari Air Sedunia. Pada Juni 2011, LSM-LSM
tersebut bersepakat untuk membentuk sebuah koalisi yang dinamakan
Koalisi Menolak Swastanisasi Air Jakarta (KMMSAJ).
Solidaritas Perempuan merupakan salah satu organisasi yang
menjadi inisiator dari pembentukan koalisi tersebut. Berawal dari
lahirnya Komunitas Solidaritas Perempuan Jabotabek pada 2004 yang
bekerja di wilayah Rawa Badak dan Cilincing di mana perempuan
64
pada dua wilayah tersebut telah sejak lama menjadi pelanggan Aertra
namun mengalami masalah kesulitan air. Ketika perluasan wilayah
kerja dilakukan ke Duri Kepa, perempuan yang rumah tangganya
menjadi pelanggan Palyja juga mengalami persoalan yang sama.
Berdasarkan permasalahan tersebut, Solidaritas Perempuan dan
LSM lainnya berinisiatif untuk membentuk koalisi dan melakukan
pembagian peran untuk mendorong perubahan kebijakan melalui
proses advokasi.
Gambar IV.4 Pembagian Peran dalam Lingkaran Inti KMMSAJ80
Peran tersebut dibagi berdasarkan fokus kerja dan kapasitas
setiap LSM. Seperti, LSM yang fokus kerjanya melakukan
pendampingan hukum seperti IHCS dan LBH Jakarta diposisikan
menjadi tim kerja garis depan. Sementara KIARA menjadi tim garis
80
Wawancara melalui telepon dengan Aliza Yuliana, Ketua Divisi Kedaulatan Perempuan atas Tanah pada 19 Juni 2018
65
depan karena dalam LSMnya memiliki sumber daya pengacara.
Sementara ICW, KRUHA, dan KAU memiliki fokus dan kapasitas
dalam melakukan penelitian-penelitian kebijakan. Sementara, LSM
yang memiliki basis masa dan bekerja pada tataran masyarakat seperti
Solidaritas Perempuan, UPC, Walhi Jakarta dan JRMK diperankan
untuk menjadi tim kerja basis yang bergerak pada tataran masyarakat
untuk melakukan penguatan dan memobilisasi masa untuk menjadi
kelompok penekan. Namun, panjangnya masa advokasi yang
dilakukan (2011 sampai sekarang) membuat dinamika dalam koalisi
juga terus bergerak dan cukup mengganggu proses advokasi. Pada tim
basis, praktis hanya tinggal Solidaritas Perempuan yang bertahan.
JRMK, UPC, dan Walhi Jakarta memutuskan untuk tidak terlibat
dalam koalisi di tengah-tengah perjalanan advokasi. Sehingga
Solidaritas Perempuan menjadi satu-satunya organisasi di dalam
koalisi yang diharapkan menjalankan peran penguatan dan mobilisasi
masa saat diperlukan tekanan dalam proses advokasi.
Sebagai tim basis, Solidaritas Perempuan melalui
Komunitasnya di Jabotabek melakukan penguatan kesadaran dan
pemahaman di tiga wilayah, yakni Cilincing, Rawa Badak, dan Duri
Kepa. Penguatan kesadaran dan pemahaman tersebut dilakukan dengan
metode diskusi kampung di mana perempuan berkumpul untuk
membicarakan berbagai masalah air yang dihadapi oleh perempuan
sehari-hari. Dari diskusi tersebut ditemukan fakta bahwa air yang
66
didistribusikan oleh Palyja dan Aertra tidak dapat memenuhi standar
kualitas dan kuantitas yang memadai. Air hanya mengalir pada pukul
19.00 sampai 20.00 WIB bahkan pada dini hari dengan debit yang
kecil. Selain itu, biaya yang dikeluarkan untuk membayar tagihan
bulanan juga menjadi masalah tersendiri. Dalam satu bulan, setiap
rumah tangga harus membayar tagihan air ke perusahaan lebih dari Rp.
100.000 dengan kualitas dan kuantitas yang tidak memenuhi standar.
Untuk menutupi kebutuhan air, masyarakat memutuskan untuk
membeli air keliling dengan biaya Rp. 15.000 per jeriken sebanyak dua
jeriken per hari. Untuk memenuhi kebutuhan air rumah tangga, setiap
Kepala Keluarga (KK) harus menyisihkan 30 persen pendapatannya.81
Solidaritas Perempuan Jabotabek juga melakukan pemantauan
hak atas air yang dilakukan di lima wilayah di Jakarta, yakni;
Kecamatan Kebon Jeruk; Kecamatan Koja; Kecamatan Tebet;
Kecamatan Cilincing; dan Kecamatan Penjaringan. Pemantauan air
tersebut dilakukan selama lima bulan sejak September 2015 hingga
Februari 2016. Dalam pemantauan tersebut, terlibat di dalamnya 1.158
perempuan dan 10 laki-laki. Pemantauan tersebut bertujuan untuk
assessment fakta di lapangan mengenai persoalan air yang kemudian
digunakan sebagai materi advokasi dan kampanye.82
sebelumnya,
perempuan di wilayah kerja Solidaritas Perempuan telah menerapkan
81
Wawancara melalui telepon dengan Aliza Yuliana, Ketua Divisi Kedaulatan Perempuan atas Tanah pada 19 Juni 2018
82 Hasil Pemantauan Hak Perempuan atas Air di Jakarta (Solidaritas Perempuan
Jabotabek, 2016), 5-7
67
sistem kalender air dan mencatat setiap kali air mengalami masalah
seperti debit yang kurang, kualitas yang buruk, dsb. Data tersebut
kemudian juga dipakai sebagai materi advokasi dan kampanye.
Dari fakta dan penguatan yang dilakukan, Solidaritas
Perempuan mengajukan dua orang yang bersedia menjadi saksi di
pengadilan, yakni Halimah, ibu rumah tangga dari bilangan Rawa
Badak, Jakarta Utara dan Habibah, seorang nelayan dari wilayah
Marunda Kepu.83
b. Memilih Isu Strategis
Pemilihan isu strategis dilakukan melalui berbagai kajian dan
diskusi serta dengan memperhatikan aspek kebutuhan dan hak
masyarakat. Kerugian negara dan tidak terpenuhinya hak masyarakat
Jakarta atas air bersih yang memenuhi standar kelayakan juga
dilakukan dengan berbagai kajian dan penghimpunan data dari
berbagai sumber.
Dari kajian-kajian tersebut kemudian dirangkum dan dijadikan
basis argumentasi dari tuntutan besar yang ditujukan kepada para
pengambil kebijakan, yakni agar negara mengambil alih pengelolaan
air di Jakarta dan harus melakukan pengelolaan dengan mengacu pada
kewajiban negara dalam memenuhi hak masyarakat atas air.
83
Sidang Gugatan Warga Negara: Perempuan Bersaksi Memperjuangkan Hak atas Air, diakses melalui http://www.solidaritasperempuan.org/sidang-gugatan-warga-negara-perempuan-bersaksi-memperjuangkan-hak-atas-air-di-pengadilan-negeri/ pada 22 Juni 2018
Solidaritas Perempuan dalam hal ini berperan melakukan
assessment dan mengkaji dampak yang terjadi kepada perempuan
akibat dari kebijakan pengelolaan air Jakarta yang diselenggarakan
dengan kerja sama pemerintah dan swasta. Namun, karena gugatan
bersifat umum dan Solidaritas Perempuan tidak terlibat dalam proses
advokasi di lembaga peradilan, maka substansi yang dibawa
Solidaritas Perempuan tidak masuk ke dalam memori putusan.
Substansi berupa informasi dan fakta yang dihimpun Solidaritas
Perempuan banyak digunakan dalam proses advokasi non litigasi
(proses melalui lembaga non peradilan) dan kampanye yang akan
penulis paparkan kemudian.
c. Merancang Sasaran dan Strategi
Perubahan kebijakan pengelolaan air di Jakarta sebagai tujuan
advokasinya, menggunakan tiga strategi yang dirancang dengan
menggunakan beberapa pendekatan, yakni menggunakan proses
legislasi dan yurisdiksi untuk mendorong perubahan isi hukum,
menggunakan proses politik dan birokrasi untuk mendorong perubahan
tata laksana hukum, serta menggunakan proses sosialisasi dan
mobilisasi untuk mendorong perubahan budaya hukum.84
1) Proses Legislasi dan Yurisdiksi
84
Roem Topatimasang, dkk, Mengubah Kebijakan Publik (Yogyakarta: Intipres, 2007), 45
69
LSM yang terlibat dalam advokasi kebijakan pengelolaan
air di Jakarta menganggap Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, PAM Jaya, serta dua perusahaan
konsorsium Palyja dan Aertra bertentangan dengan berbagai
peraturan hukum baik pada tingkat nasional maupun daerah.
Sehingga perlu menggunakan lembaga peradilan
(litigasi/yurisprudensi) untuk mendorong perubahan kebijakan.
Citizen Lawsuit (Gugatan Warga Negara) dipilih karena gugatan
ditujukan pada penyelenggara negara yang berkewajiban
memenuhi hak atas air dan dimungkinkan setiap individu untuk
melayangkan gugatan meski bukan menjadi bagian dari
masyarakat terdampak.85
Penentuan sasaran gugatan juga
dilakukan dengan melakukan kajian kronologis ditandatanganinya
perjanjian kerja sama antara PAM Jaya dengan Palyja dan Aertra.
Hal tersebut dilakukan untuk menentukan kepada pihak mana
gugatan dilayangkan.
2) Proses Politik dan Birokrasi
Proses politik dan birokrasi juga menjadi satu bagian dari
strategi yang dipilih di luar jalur peradilan resmi, yang dikenal
sebagai proses non litigasi. LSM yang tergabung dalam KMMSAJ
juga merancang strategi untuk melakukan pendekatan ke berbagai
85
Wawancara melalui telepon dengan Aliza Yuliana, Ketua Divisi Kedaulatan Perempuan atas Tanah pada 19 Juni 2018
70
lembaga negara yang relevan dengan advokasi kebijakan
pengelolaan air di Jakarta, seperti Pemerintahan Provinsi DKI
Jakarta, PAM Jaya, dll. Hal tersebut dilakukan untuk memberikan
pandangan dan mempengaruhi lembaga tersebut, tetapi juga untuk
mendapatkan pandangan baru yang berguna bagi proses advokasi.
Seperti proses dialog dengan Gubernur DKI Jakarta, yang saat itu
masih dijabat oleh Joko Widodo, yang dilakukan pada 10 April
2014. Dalam dialog tersebut, Solidaritas Perempuan
menyampaikan beberapa fakta yang dihadapi perempuan yang
merupakan hasil assessment yang dilakukan sebelumnya. Proses
ini melahirkan kesepakatan bahwa Pemerintah Provinsi DKI
Jakarta akan mengakuisisi saham Palyja dan Aertra melalui jalur
hukum atau proses b-to-b (bussiness to bussines).86
Dalam
pertemuan ini juga, Pemerintah Provinsi menginisiasi pengelolaan
air dilakukan oleh PT. Jakarta Propertindo yang merupakan Badan
Usaha Milik Daerah (BUMD) DKI Jakarta, 87
namun usulan
tersebut ditolak oleh Solidaritas Perempuan dan anggota koalisi
lainya karena dilakukan tanpa melakukan pemutusan kontrak
dengan Palyja dan Aertra di mana kontrak tersebut baru akan
berakhir pada 2022.
86
Akuisisi Palyja, Koalisi dan Pemda DKI Sepakat, 11 Maret 2014, 1 87
Belum “Go Public”, Jakpro Dipercaya Basuki Pimpin Palyja, Data Media Covering Solidaritas Perempuan, 22-23 (diakses oleh Solidaritas Perempuan melalui: http://megapolitan.kompas.com/read/2013/08/27/1258393/Belum.Go.Public.PT.Jakpro.Dipercaya.Basuki.Pimpin.Palyja pada 27 Agustus 2013.
kit seperti poster, leaflet, dll yang disebarkan baik secara langsung
maupun tidak langsung, yakni menggunakan media sosial, dan lain
sebagainya. Solidaritas Perempuan juga menggalang opini publik
dengan memasukan pendapatnya dalam media masa baik melalui
siaran pers maupun penulisan opini seperti The Jakarta Post, The
Jakarta Globe, dll.
e. Mengajukan Rancangan Tanding
Dalam hal merancang dan mengajukan rancangan tanding, organisasi
yang tergabung dalam KMMSAJ masih memperdebatkan mengenai
konsepnya. Mengingat sumber air di Jakarta tidak cukup memadai
karena aliran sungai tercemar limbah, di sisi lain menyedotan air tanah
mengakibatkan penurunan permukaan tanah yang akan mengakibatkan
genangan air jika musim hujan tiba atau ketika air laut pasang.
Rancangan tanding yang semula didorong agar negara memfasilitasi
pengelolaan air berbasis komunitas menjadi sulit direalisasikan tanpa
tersedianya sumber air yang layak.
Selain itu, rancangan tanding pasca putusan Mahkamah Agung juga
masih diperdebatkan. LBH Jakarta yang bekerja sama dengan Amrta
Insitute for Water Literacy dan salah satu lembaga internasional
mengambil contoh pengelolaan air di Paris, Perancis. Di mana Dewan
Kota Paris menghentikan perjanjian kerja sama dengan swasta dan
74
melakukan konsep remunisipalisasi.90
Sementara, anggota koalisi yang
lain menganggap bahwa konsep remunisipalisasi tidak cocok
diterapkan di Jakarta dan mendorong konsep deprivatisasi. Meski
secara definisi keduanya berarti pengembalian sarana publik dari pihak
swasta namun konsep yang diterapkan berbeda. Remunisipalisasi
dianggap masih memberikan peluang bagi swasta untuk melakukan
privatisasi air. Sebagaimana yang terjadi di Mali di mana pemerintahan
setempat masih membuka peluang bagi kerja sama internasional terkait
investasi air.91
Dalam hal ini, Solidaritas Perempuan belum percaya diri untuk
mengeluarkan konsep tandingan yang diharapkan berbentuk
pengelolaan air berbasis komunitas karena belum melakukan banyak
kajian.
D. Tantangan Solidaritas Perempuan dalam Melaksanakan Perannya
pada Advokasi Kebijakan Pengelolaan Air di Jakarta
Dalam menjalankan perannya, Solidaritas Perempuan mengadapi berbagai
tantangan, diantaranya:
90
Remunisipalisasi: Negara dan Kota yang Telah Berhasil, Amrta Institute for Water Literacy, diakses melalui http://www.waterjustice.org/uploads/attachments/Remunisipalisasi-amrta-bahasa.pdf pada 22 Juni 2018, 1
91 Amrta Institute for Water Literacy, Remunisipalisasi: Negara dan Kota yang Telah
Berhasil, diakses melalui http://www.waterjustice.org/uploads/attachments/Remunisipalisasi-amrta-bahasa.pdf pada 22 Juni 2018, 2