PERAN GURU PAI DALAM PENANAMAN PENDIDIKAN KARAKTER DI SMP PGRI 1 CIPUTAT Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) Oleh: NURLAELA SITI AZIZAH 1113011000051 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2020
117
Embed
PERAN GURU PAI DALAM PENANAMAN PENDIDIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif deskriftif analitis,
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PERAN GURU PAI DALAM PENANAMAN PENDIDIKAN KARAKTER
DI SMP PGRI 1 CIPUTAT
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh:
NURLAELA SITI AZIZAH
1113011000051
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2020
ABSTRAK
i
Nurlaela Siti Azizah (1113011000051). Peran Guru PAI dalam Penanaman
Pendidikan Karakter di SMP PGRI 1 Ciputat.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran guru pendidikan agama
islam dalam menanamkan pendidikan karakter. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode kualitatif deskriftif analitis, yaitu menggambarkan
dan menganalisa suatu keadaan, situasi dan kondisi yang ada dilingkungan SMP
PGRI 1 Ciputat, serta bagaimana kegiatan maupun pembelajaran pendidikan
karakter yang diajarkan oleh guru pendidikan agama islam di SMP PGRI 1
Ciputat.
Hasil penelitian yang dapat disimpulkan bahwa guru pendidikan agama
islam menanamkan pendidikan karakter dalam kegiatan terprogram seperti proses
pembelajaran di dalam kelas, maupun kegiatan tidak terprogram di luar jam
pembelajaran seperti ROHIS dan BTQ. Pendidikan karakter yang diterapkan
3. Hambatan dalam Pembentukan Karakter ......................... 58
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan .......................................................................... 60
B. Saran..................................................................................... 61
viii
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 62
LAMPIRAN – LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
ix
Tabel 4.1: Daftar Nama Guru dan Karyawan SMP PGRI 1 Ciputat
Tabel 4.2: Data Siswa SMP PGRI 1 Ciputat
Tabel 4.3: Sarana SMP PGRI 1 Ciputat
Tabel 4.4: Prasarana SMP PGRI 1 Ciputat
LAMPIRAN
x
Lampiran 1 : Kalender Pendidikan SMP PGRI 1 Ciputat
Lampiran 2 : Wawancara
Lampiran 3 : Dokumentasi
Lampiran 4 : Rancangan Rencana Pembelajaran
Lampiran 5 : Susunan Acara Rohis
Lampiran 6 : Surat Keterangan Penelitian dari Sekolah
Lampiran 7 : Pedoman Observasi
Lampiran 8 : Lembar Uji Referensi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam dunia pendidikan, peserta didik merupakan komponen yang sangat
penting dan tidak bisa ditinggalkan. Berlangsungnya kegiatan belajar
mengajar disebabkan adanya kehadiran peserta didik. Seseorang tidak bisa
dikatakan sebagai pendidik atau guru apabila tidak mempunyai peserta didik.
Peserta didik merupakan komponen manusiawi yang menempati posisi
sentral dalam proses belajar-mengajar. Di dalam proses belajar mengajar,
peserta didik merupakan pihak yang ingin meraih cita-cita, mempunyai tujuan
serta ingin mencapainya dengan sempurna.
Menurut Tatang S, peserta didik merupakan objek para pendidik dalam
melakukan tindakan yang bersifat mendidik. Peserta didik dapat dilihat dari
beberapa segi, yaitu usia, kondisi ekonomi, juga minat dan bakat
intelegensinya. Dengan mengetahui itu semua, tindakan pendidik akan
mengutamakan fleksibelitas dalam mendidik.1
Dalam beberapa hal tertentu peserta didik bisa menjadi subjek dari
pendidikan, peserta didik tidak hanya terus menerima materi dari pendidik
akan tetapi harus berperan aktif dan kreatif dalam berinteraksi dengan
pendidik hal ini bisa menjadikan upaya peserta didik dalam mengembangkan
ilmunya. Peserta didik mengalami banyak perkembangan dan perubahan,
karena hal inilah perlu adanya bimbingan dan arahan dalam membentuk
kepribadian peserta didik tersebut.
Menurut Saleh Abdul Aziz sebagaimana dikutip oleh H. Ramayulis
mengatakan bahwa peserta didik merupakan makhluk individu, yang
mempunyai kepribadian dengan ciri – ciri khas sesuai dengan perkembangan
dan pertumbuhannya, hal tersebut mempengaruhi sikap dan tingkah lakunya.
1 Tatang S, Ilmu Pendidikan, (Bandung: Pustaka setia, 2012), h. 55
1
2
Sementara perkembangan dan pertumbuhannya dipengaruhi oleh lingkungan
dimana ia berada.2
Pada saat ini banyak sekali kasus dimana seorang siswa dengan berani
menantang gurunya sendiri, contohnya seperti kasus yang terjadi di daerah
Sampang, seorang siswa mencekik dan memukul leher seorang guru ketika
pelajaran melukis. Guru tersebut menegur siswanya agar tidak menganggu
siswa lainnya dalam belajar, akan tetapi siswa tersebut tidak mendengarkan
teguran tersebut. Pada akhirnya guru mencoret wajah siswa tersebut, karena
siswa tersebut tidak terima akhirnya siswa mencekik dan memukul guru
tersebut. setelah kejadian tersebut kondisi sang guru tidak membaik dan
meninggal dunia.3
Kasus lain yang terjadi di sebuah MTs di Desa Purbalingga seorang siswa
menantang gurunya karena tidak terima dengan pembinaan yang dilakukan
gurunya, pada awalnya siswa tersebut dan teman – temannya membolos
untuk tidak mengikuti upacara, karena mendapatkan laporan dari warga
beberapa guru datang untuk menjemput para siswa tersebut. Para guru dan
siswa berjalan kaki sekitar 1,5 kilometer menuju sekolah, sedangkan motor
yang dipakai oleh siswa diangkut ke dalam mobil bak terbuka yang telah
disiapkan oleh sekolah, sesampainya di sekolah para siswa digiring ke ruang
kantor untuk diberikan pembinaan, namun salah satu siswa yang bernama TG
tidak terima dengan pembinaan tersebut. TG mengancam akan mencegat
salah seorang guru sambil mendongakkan kepala dan mengacungkan jari ke
arah guru tersebut.4
Melihat dari kasus–kasus tersebut, dapat dilihat bahwa kemerosotan
akhlak, nilai dan moral merupakan permasalahan yang terjadi pada bangsa
indonesia. Hal ini terjadi karena beberapa faktor salah satunya adalah kurang
efektifnya penanaman nilai–nilai moral maupun karakter di lingkungan
2 H. Ramayulis, Dasar – dasar Kependidikan Suatu Pengantar Ilmu Pendidikan, (Jakarta:
Kalam Mulia, 2015), h. 159 3 https://www.m.tribunnews.com/amp/regional/2018/02/02/guru-budi-dicekik-dan-
dipukul-di-leher-oleh-muridnya. Diunduh pada tanggal 04 April 2018 pukul 17.20 WIB 4 https://jogja.tribunnews.com/amp/2018/02/05/viral-siswa-smp-di-purbalingga-nekat-
tantang-gurunya-berkelahi. Diunduh pada tanggal 04 April 2018 pukul 17.40 WIB
keluarga, sekolah dan masyarakat. Untuk mengimbangi permasalahan
tersebut perlu adanya upaya yang dilakukan, dalam hal ini dengan
membentuk karakter pada siswa melalui sebuah pendidikan.
Pendidikan merupakan suatu bentuk pengajaran yang dilakukan di sekolah
sebagai lembaga untuk mendidik. Pendidikan mempengaruhi segala upaya
yang dilakukan oleh sekolah untuk peserta didik sehingga peserta didik
mempunyai kemampuan kognitif, mental maupun sosial. pendidikan adalah
upaya humanisasi (memanusiakan manusia) yaitu suatu upaya dalam rangka
untuk membantu manusia (peserta didik) agar mampu hidup sesuai dengan
martabat kemanusiaannya. Hal ini diharapkan akan berguna bagi peserta didik
di masa yang akan datang, kesiapan dalam mengahadapi masyarakat serta
melaksanakan tanggung jawabnya sebagai makhluk individu maupun sosial.5
Pendidikan dilaksanakan bukan hanya untuk melahirkan generasi–generasi
yang cerdas saja, akan tetapi sekaligus generasi–generasi yang berbudi luhur,
yang merupakan cerminan dari kecerdasan itu sendiri.6
Tujuan pendidikan nasional UU sisdiknas no. 20 tahun 2003 bahwa
pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa pada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.7
Jika melihat undang–undang tersebut maka tujuan pendidikan akan
mampu mengembangkan potensi yang ada pada dirinya serta menghasilkan
sumber daya manusia yang memiliki kekuatan spritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan untuk dirinya sendiri, masyarakat, bangsa dan negara.
Melihat fenomena yang terjadi di dunia pendidikan saat ini, tentunya
banyak sekali halangan yang harus dihadapi agar harapan untuk memiliki
5 Nurani Soyomukti, Teori – teori Pendidikan Tradisional, (Neo) Liberal, Marxis-
Sosialis, Postmodern, (Jogjakarta: Arr-Ruzz Media, 2013), h. 40 - 41 6 Ibid. h.13 7 UU RI N0. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, BAB II, Pasal 3
4
generasi yang bukan hanya cerdas tapi juga berakhlak mulia tercapai.
Kurangnya kemampuan pendidikan dalam menanamkan nilai–nilai yang baik
pada siswa mengakibatkan tertanamnya karakter buruk pada peserta didik di
masa sekarang maupun di masa yang akan datang. Dengan bantuan seorang
pendidik dalam hal ini adalah guru pendidikan agama Islam diharapkan
mampu mencapai tujuan pendidikan dalam membentuk karakter pada peserta
didik akan tercapai. Upaya pembimbingan prilaku siswa agar mengetahui,
mencintai, dan melakukan kebaikan. Fokus pada tujuan-tujuan etika melalui
proses pendalaman apresiasi dan pembiasaan.
Pembiasaan dalam pendidikan karakter mestinya dipupuk sejak dini,
dimulai dari keluarga. Keluarga adalah lingkungan yang paling utama untuk
menentukan masa depan anak. Demikian pula karakter/budi pekerti anak
yang baik dimulai dari dalam keluarga terutama Ibu.8 Akan tetapi untuk
memaksimalkan hal tersebut, peran pendidikan dalam pembentukan
karakter/budi pekerti anak di sekolah tidak kalah penting.
Guru sebagai salah satu komponen dalam pendidikan juga diharuskan
mendidik siswanya, menurut Nurla Isna Ainullah mendidik adalah kegiatan
memberikan pengajaran kepada peserta didik, membuatnya mampu
memahami sesuatu, dan dengan pemahaman yang dimilikinya, ia dapat
mengembangkan potensi dirinya dengan menerapkan sesuatu yang telah
dipelajarinya.9 Dalam proses belajar mengajar siswa dapat memahami
pembelajaran yang telah disampaikan oleh gurunya, dan setelahnya siswa
dapat memilah maupun menganalisis hal-hal terkait apakah hal tersebut
menjurus ke arah negatif atau positif. Guru bukan hanya sebagai sumber
mentransfer ilmu, akan tetapi juga sebagai orang tua kedua, pembentukan
karakter anak merupakan tanggung jawab bersama.Guru mestinya harus
menjadi tauladan para siswa yang bukan hanya sekedar menyampaikan
pelajaran apa adanya. Tetapi guru harus menjadi titik sentral, pribadi yang
8 Prof. H. Maswardi Muhammad Amin, Pendidikan karakter Anak Bangsa, (Jakarta:
Baduose Media Jakarta, 2011), h. 44 9 Nurla Isna Aunillah, Panduan Menerapkan Pendidikan Karakter di Sekolah,
(Jogjakarta: Laksana, 2011), h. 11
5
berkarakter baik. Sehingga dengan itu, para siswa mendapat dua ilmu dari
dua arah sekaligus, yaitu pengetahuan secara teoritis yaitu Pelajaran Ilmu
agama dan pelajaran secara aplikatif yang dipraktekkan guru secara langsung,
baik ketika didalam kelas maupun diluar kelas.
Pendidikan agama Islam tidak hanya mengajarkan ilmu pengetahuan
dalam bidang agama saja, tetapi disertai dengan mental dan akhlak yang
mulia. Seorang guru pendidikan agama Islam menjadi sosok utama dalam
panutan, karena pendidikan agama Islam sendiri erat kaitannya dengan akhlak
maupun karakter. Pendidikan dilakukan bukan hanya mengasah otak dengan
ilmu saja, lebih dari itu pendidikan meliputi semua aspek, baik spiritual
ataupun emosional. apabila komponen Intelektual, spiritual dan emosional
siswa bisa di optimalkan dengan baik melalui pendidikan kepada peserta
didik, maka kemerosotan akhlak, nilai dan moral peserta didik akan dapat
diatasi dengan baik.
Mestinya pendidikan karakter menjadi bagian tersendiri dalam diri
seseorang, misalkan di sekolah, seorang siswa melakukan kecuranga saat
ujian (menyontek) pada saat ujian, hal ini tidak terjadi sekali tetapi terus
berulang ketika menghadapi ujian. Apabila hal tersebut dibiarkan maka akan
ada pembiasaan yang menjadi karakter anak tersebut, jika menghadapi ujian
maka mencontek adalah hal biasa. Untuk mengatasi sifat buruk dari siswa
saat menjalani ujian, diperlukan suatu usaha dari seorang guru untuk
menanamkan sifat kejujuran. Bukan hanya sekedar menjelaskan pengertian
sifat jujur baik pengertian secara bahasa dan istilah, tetapi juga menguji
kepada para siswa sejauh mana sifat kejujuran yang ditanamkan guru PAI
baik didalam kelas maupun diluar kelas apakah berhasil atau tidak. Jika
memang belum berhasil, maka metode pengajaran yang harus di rubah.
Namun jika berhasil menanamkan sifat kejujuran yang merupakan bagian
dari pada pendidikan karakter maka metode pengajaraannya lebih
doitingkatkan menjadi lebih baik untuk menanamkan karakter yang menjadi
tujuan dari pada pendidikan.
6
Apabila sifat tersebut dibiarkan, dan tidak ada usaha menanamkan sifat
jujur agar menjadi karakter terhadap siswa, dikhawatirkan siswa tersebut di
masa depan jika sudah lulus dan bekerja, bisa saja mereka menjadi calon-
calon koruptor atau sejenisnya. Karena pendidikan berbasis karakter adalah
upaya yang dilakukan pendidik untuk membantu anak didik supaya
mengerti, memperdulikan, dan bertindak berdasarkan nilai-nilai etika.
Persoalan pendidikan yang dialami oleh sekolah-sekolah tersebut, SMP
PGRI 1 Ciputat juga memiliki masalah-masalah yang sama. Seperti
misalnya kenakalan remaja. Siswa-siswa yang kurang sopan terhadap guru,
mencontek saat ujian, mengikuti tauran antar sekolahan dan bahkan bolos
saat jam pelajaran berlangsung. Pihak sekolah berupaya memaksimalkan
penanganan agar hal-hal tersebut dapat diatasi, pada saat siswa mengikuti
tauran pihak sekolah langsung memanggil polisi untuk memberikan
pembelajaran dan arahan, dikarenakan pembelajaran dan arahan guru belum
mampu membuat siswa jera. Ini merupakan salah satu contoh usaha dari
pihak sekolah dalam menanamkan pendidikan karakter kepada para siswa.
Akan tetapi dikarenakan pendidikan karakter cakupannya sangat luas,
maka pasti ada upaya-upaya lebih yang harus dilakukan oleh guru dalam
menanamkan nilai-nilai karakter pada siswa. Usaha inilah yang menjadi
pokok utama yang diteliti untuk melakukan kajian di SMP PGRI 1 Ciputat,
sebagai bahan penelitian skripsi yang akan penulis lakukan dengan judul
“Peran Guru PAI Dalam Menanamkan Pendidikan Karakter Di SMP
PGRI 1 Ciputat ”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, masalah dapat
di identifikasikan sebagai berikut:
1. Pentingnya lembaga pendidikan agama sebagai upaya untuk
menjadikan seorang siswa yang mempunyai karakter dan akhlak yang
baik.
7
2. Peran guru agama dalam menanamkan pendidikan karakter bagi
peserta didik sangat penting.
3. Tujuan dalam penanaman pendidikan karakter yang diharapkan
mampu menanggulangi masalah-masalah sosial yang dilatarbelakangi
oleh degradasi moral.
C. Pembatasan Masalah
Agar hasil penelitian ini dapat terarah untuk mencapai tujuan dan tidak
menyimpang dari judul yang telah ditetapkan sebelumnya, maka peneliti
membatasi kajian tentang peran guru pendidikan agama islam, lebih
difokuskan pada kaitannya dengan pendidikan karakter. Hal ini disebabkan
juga oleh banyaknya ruang lingkup yang membahas tentang peran guru
agama dalam menanamkan pendidikan karakter.
D. Perumusan Masalah
1. Bagaimana peran guru PAI dalam penanaman pendidikan karakter pada
siswa di SMP PGRI 1 Ciputat?
2. Hambatan apa yang dihadapi guru PAI dalam Penanaman pendidikan
karakter pada siswa di SMP PGRI 1 Ciputat?
E. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui peran guru PAI dalam penanaman pendidikan karakter
pada siswa di SMP PGRI 1 Ciputat
2. Untuk mengetahui hambatan-hambatan apa saja yang dihadapi dalam
Penanaman pendidikan karakter pada siswa di SMP PGRI 1 Ciputat.
8
F. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan batasan baik sebagai
kajian ilmiah maupun sebagai bentuk aplikasi langsung terhadap upaya
peningkatan mutu pendidikan. Beberapa pihak diharapkan dapat
merasakan manfaatnya baik secara langsung maupun tidak langsung,
kegunaan tersebut dapat dilihat dari dua sisi sebagai berikut:
a. Segi akademis
Sebagai bahan rujukan, tambahan referensi atau perbandingan
penelitian, Selanjutnya bagi bidang study ilmu tarbiyah dan keguruan
mengenai bagaimana peran guru PAI dalam penanaman pendidikan
karakter.
b. Segi praktis
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai penambah wawasan
hasil pengetahuan dan referensi bagi mahasiswa maupun masyarakat,
sehingga diharapkan bahwa teori ini bisa diterapkan di sekolah-sekolah
melihat dari banyaknya manfaat yang akan diperoleh.
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Kajian Teori
1. Hakikat Guru
a. Pengertian Guru
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, guru adalah orang yang
pekerjaannya (mata pencahariaanya, profesinya) mengajar.1 Dalam
bahasa inggris guru memiliki beberapa sebutan yaitu “teacher”,
“tutor“, “educator” dan “instructor”. Dalam kamus Webster’s teacher
diartikan seorang yang mengajar, tutor diartikan sebagai guru yang
memberikan pengajaran kepada siswa, dan Educator diartikan sebagai
seseorang yang mempunyai tanggung jawab pekerjaan mendidik yang
lain.2
Dalam undang – undang No. 14 Tahun 2005 tentang guru dan
dosen dijelaskan bahwa “Guru merupakan pendidik profesional
dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengawasi peserta didik pada
pendidikan anak usia dini. Melalui jalur formal, pendidikan dasar,
dan pendidikan menengah”.3
Para ahli mendefinisikan kata guru atau pendidik sebagai berikut,
Zakiah Darajat, mendefinisikan “guru (pendidik) adalah pendidik
profesional, karenanya secara implisit ia telah merelakan dirinya
menerima dan memikul tanggung jawab untuk membimbing peserta
didik menjadi manusia yang manusiawi”.4
Tatang S mendefinisikan “pendidik atau guru adalah tokoh
masyarakat dan mereka yang memfungsikan dirinya untuk mendidik”.5
Moh. Uzer Usman mendefinisikan “guru sebagai jabatan atau
profesi yang memerlukan keahlian khusus sebagai guru”.6
1 Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), hal. 497 2 Ramayulis, Profesi dan Etika Keguruan, (Jakarta: Kalam Mulia, 2013), h. 1 - 2 3 UU RI No. 14 Tahun 2005 pasal 1 tentang Guru dan Dosen 4 H. Ramayulis, Dasar – dasar Kependidikan Suatu Pengantar Ilmu Pendidikan, (Jakarta:
Kalam Mulia, 2015), h. 3 5 Tatang S, Ilmu Pendidikan, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2012), h. 54
9
10
Menurut Made Pidarta pendidik atau guru mempunyai dua arti,
yaitu arti luas dan sempit. Dalam arti luas pendidik atau guru adalah
semua orang yang berkewajiban membina anak – anak. Sedangkan
dalam arti sempit pendidik atau guru adalah orang – orang yang
disiapkan secara sengaja untuk menjadi guru dan dosen.7
Pendidik atau guru merupakan orang dewasa secara jasamani dan
rohani, memiliki kompetensi untuk mendewasakan peserta didik ke
arah kesempurnaan dengan menggunakan cara – cara dan pendekatan
kependidikan. Pendidik memiliki kepribadian luhur berhak untuk
mendidik orang lain agar memiliki kedewasaan berpikir.8
Seorang guru adalah orang yang memiliki kemampuan untuk
merancang program pembelajaran serta mampu menata dan mengelola
kelas sehingga siswa dapat belajar dan pada akhirnya siswa dapat
mencapai tingkat kedewasaan sebagai tujuan akhir dari proses
pendidikan.9
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
pendidik atau guru merupakan orang – orang yang terpilih dan memiliki
keterampilan dan pemahaman dalam bidang pendidikan, melalui jalur
kependidikan yang telah dilaluinya.seorang guru bisa disebut sebagai
sebuah profesi yang bertugas dalam membina dan mendidik peserta
didik karena sudah dianggap mampu melakukan hal tersebut.
b. Peranan Guru
Adam dan Dickey, mengemukakan bahwa peran guru
sesungguhnya adalah lebih luas meliputi guru sebagai pengajae,
pembimbing dan guru sebagai peribadi (teladan).10
6 Moh Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2005), h. 6 7 H. Ramayulis, op.cit., h. 135 8 Ibid, h. 137 9 Hamzah B. Uno, Profesi Kependidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), cet ke – 5, h. 15 10 Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2005), cet, ke – 4,
h. 123
11
Guru berperan penting dalam interaksi edukatif di sekolah, peran
dan kedudukan guru yang tepat dalam interaksi tersebut akan menjamin
tercapainya tujuan pendidikan yang diharapkan. Oleh karena itu guru
harus mengetahui sifat – sifat khusus setiap murid dan ia harus tabah
menghadapi serta berusaha untuk memecahkan kesulitannya.11
Banaldi Sutadipura, mengemukakan beberapa peran guru di
sekolah, sebagai berikut:
1. Suri tauladan dalam sikap. Ucapan tingkah laku yang dewasa,
baik mental maupun spritual
2. Director of learning, pemberi arah dalam proses perubahan
tingkah laku si peserta didik
3. Inovator, penyebar dan pelaksana idea – idea baru demi
peningkatan mutu pendidikan / pengajaran.
4. Motivator, penggali, pemupuk, pengembang motivasi, seperti
mengapa anak – anak didik itu harus belajar dengan giat,
mengapa hendaknya mereka jurusan ini dan itu dan mengapa
mereka harus memilih sekolah ini dan itu dan sebagainya.
5. Conductor of learning, guru seolah – olah seorang dirigent
suatu orkes, yang dimainkan oleh anak – anak didiknya.
6. Manager of learning, dalam hal ini tugas guru selain mengelola
kelas juga melakukan pengawasan atas anak – anak didiknya.12
Ramayulis mengatakan bahwa peranan guru dalam pendidikan
modern sebagai berikut:
1. Pengembang sumber daya manusia
2. Sebagai “pelabuhan” budaya yang akan disampaikan kepada
anak – anak
3. Sebagai orang yang bertanggung jawab untuk mecapai tujuan
pendidikan
11 H. Ramayulis, op. Cit., h. 138 12Ibid, h. 141 - 142
12
13 Ibid, h. 142
4. Sebagai orang yang bertanggung jawab atas perkembangan
kondisi mental anak
5. Menyiapkan warga negara yang cerdas
6. Menyiapkan generasi mendatang dengan generasi yang lebih
baik
7. Sebagai orang yang bertanggung jawab dalam proses belajar
mengajar disekolah
8. Sebagai orang yang bertanggung jawab terhadap
pengembangan kurikulum
9. Menciptakan kondisi lingkungan yang kondusif 13
Menurut Moh Uzer Usman mengemukakan beberapa peran guru
sebagai berikut:
1. Guru sebagi demonstrator
Guru sebagai pengajar diharuskan menguasai bahan materi
pelajaran yang akan diajarkannya kepada siswa, serta mampu
meningkatkan kemampuan dan mengembangkan keilmuan
yang dimilikinya. Hal ini akan menentukan hasil belajar yang
akan dicapai oleh siswa. Oleh karena itu guru harus terus
belajar, dengan demikian ia mampu memperkaya dirinya
dengan ilmu pengetahuan yang dimilikinya dan mampu
melaksanakan tugasnya sebagai pengajar yang profesional.
2. Guru sebagai pengelola kelas
Guru harus mampu mengelola kelas sebagai lingkungan
belajar yang merupakan aspek dari lingkungan sekolah yang
perlu diorganisasi. Hal ini diperlukan agar kegiatan – kegiatan
belajar terarah pada tujuan – tujuan pendidikan. Pengawasan
dalam pembelajaran juga menentukan lingkungan belajar yang
baik.
13
14 Moh. Uzer Usman, op.cit., h. 9 -12
3. Guru sebagai Mediator dan Fasilitator
Guru harus memiliki pengetahuan, pemahaman dan
keterampilan tentang media pendidikan. Media pendidikan
merupakan alat komunikasi agar proses belajar mengajar lebih
aktif. Media pembelajaran harus disesuaikan dengan tujuan,
materi, metode, evaluasi, kemampuan guru serta minat dan
kemampuan siswa. Sedangkan guru sebagai fasilitator adalah
mampu mengusahakan sumber belajar yang berguna dan dapat
menunjang proses belajar mengajar.
4. Guru sebagai evaluator
Guru hendaknya terus mengikuti hasil belajar yang telah
dicapai oleh siswanya dari waktu ke waktu. Hal ini dapat
dijadikan sebagai informasi yang merupakan sebuah umpan
balik (feed back) terhadap proses belajar mengajar yang
dijadikan sebagai tolak ukur dalam memperbaiki dan
meningkatkan proses belajar mengajar agar memperoleh hasil
yang optimal.14
Sardiman mengatakan bahwa peranan guru adalah sebagai berikut:
1. Informator
Guru sebagai pelaksana cara mengajar informatis,
laboratorium, studi lapangan dan sumber informasi kegiatan
akademik maupun umum
2. Pengarah/director
Guru harus menjadi pemimpin yang dapat membimbing
dan mengarahkan kegiatan pembelajaran sesuai dengan tujuan
yang yang ingin dicapai.
3. Fasilitator
Guru memberikan fasilitas dan kemudahan dalam proses
belajar mengajar. Contohnya seorang guru harus mampu
menciptakan suasana belajar yang sedemikian rupa, yang
14
serasi dengan perkembangan siswa, sehingga interaksi belajar
mengajar akan berlangsung secara efektif.
4. Mediator
Guru sebagai mediator berarti guru sebagai penengah
dalam kegiatan belajar siswa. Misalnya memberikan arahan
atau menengahi kemacetan pada saat siswa berdiskusi.
5. Evaluator
Guru mempunyai otoritas sebagai orang yang menilai
prestasi anak didiknya dalam bidang akademis maupun
sosialnya, hal tersebut dapat menentukan bagaimana anak
didiknya berhasil atau tidak. Perlu adanya kehati – hatian
dalam menentukan nilai atau kriteria keberhasilan.15
Mulyasa mengemukakan beberapa peran guru, antara lain:
1. Guru sebagai pendidik
Guru sebagai pendidik artinya guru menjadi seorang tokoh
yang menjadi panutan bagi peserta didik dan lingkungannya.
Guru harus memiliki standar kualitas pribadi tertentu, yang
mencakup tanggung jawab, wibawa, mandiri dan displin.
2. Guru sebagai pengajar
Peran guru sebagai pengajar adalah membantu peserta didik
dalam mengembangkan dan mempelajari sesuatu yang belum
diketahuinya, membentuk kompetensi, dan memahami materi
standar yang dipelajarinya.
3. Guru sebagai pembimbing
Dalam hal ini guru merumuskan tujuan secara jelas,
menetapkan waktu perjalanan, menetapkan jalan yang harus
ditempuh, menggunakan petunjuk perjalanan, serta menilai
kelancarannya sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan
peserta didik.
15 Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011), h. 146
15
17Tatang S, op. Cit., h. 55
4. Guru sebagai emansipator
Peran guru dalam melakukan tugasnya sebagai emansipator
sebenarnya telah dilakukan, guru memberikan motivasi dan
dorongan sehingga siswa memiliki kepercayaan diri ketika ia
merasa putus asa, merasa dirinya dicampakkan, atau merasa
tidak berharga. Hal ini memerlukan ketelatenan, keuletan dan
seni memotivasi agar timbul kembali kesadaran dan
harapannya kembali.16
Menurut Nur Uhbiyati sebagaimana dikutip oleh Tatang S,
mengatakan bahwa guru mempunyai peran sebagai berikut:
1. Perbuatan memberikan keteladanan, yaitu berbuat yang terbaik
agar layar ditiru oleh anak didiknya.
2. Perbuatan memberikan pembinaan, yaitu memberikan arahan
kepada perbuatan yang terpuji.
3. Perbuatan menuntun ke arah yang dijadikan tujuan dalam
pendidikan.17
Dari beberapa pernyataan di atas, penulis menyimpulkan bahwa
guru sebagai tokoh yang menjadi panutan bagi siswanya bukan hanya
sekedar mengajar di dalam kelas saja, akan tetapi guru harus memiliki
kemampuan, keterampilan, dan pemahaman dalam membimbing,
membina dan mengarahkan siswanya dalam proses pembelajaran dan
perkembangan diri siswanya.
c. Tugas Guru
Dalam proses belajarmengajar, guru mempunyai tugas untuk
mendorong, membimbing, dan memberi fasilitas belajar bagi siswa
untuk mencapai tujuan. Secara lebih terperinci tugas guru berpusat
pada:
16 E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya: 2008), cet
ke-7, h. 37 - 60
16
19 H. Ramayulis, Profesi dan Etika Keguruan, (Jakarta: Kalam Mulia, 2013), h. 13
1. Mendidik dengan titik berat memberikan arah dan motivasi
pencapaian tujuan baik jangka pendek maupun jangka panjang.
2. Memberi fasilitas pencapaian tujuan melalui pengalaman belajar
yang memadai.
3. Membantu perkembangan aspek-aspek pribadi seperti sikap, nilai-
nilai, dan penyesuaian diri.18
Tugas guru dibagi menjadi dua macam, yakni tugas secara umum,
dan tugas secara khusus. Pertama tugas secara umum, adalah sebagai
warasatulanbiya yang pada hakikatnya mengemban tugas hampir sama
dengan tugas seorang Rasul. Kedua tugas secara khusus, adalah:
1. Sebagai pengajar (instruksional) yang bertugas merencanakan
program pengajaran dan melaksanakan program pengajaran yang
telah disusun, dan penilaian setelah program itu dilaksanakan.
2. Sebagai pemimpin (manajerial), yang memimpin dan
mengendalikan diri sendiri, murid dan masyarakat terkait.
pembelajaran yang efektif, menjadi model bagi peserta didik,
memberi nasehat, melaksanakan evaluasi hasil belajar dan
mengembangkan peserta didik.
18
3. Tanggung jawab dalam bidang kemasyarakatan
Setiap guru harus turut serta mensukseskan pembangunan,
harus kompeten dalam membimbing, mengabdi dan melayani
masyarakat.
4. Tanggung jawab dalam bidang keilmuan
Setiap guru harus turut serta memajukan ilmu, terutama
yang menjadi spesifikasinya, dengan melaksanakan penelitian
dan pengembangan.21
Tanggung jawab guru adalah membentuk peserta didik agar menjadi
peribadi yang kompeten, mandiri serta cakap, berguna bagi agama, bangsa
dan negara. Setiap tingkah laku, ucapan maupun perbuatan seorang guru
akan menjadi tolak ukur dalam mengembangkan kepribadian dan jiwa
peserta didik.
2. Hakikat Pendidikan Agama Islam
a. Pengertian Pendidikan Agama Islam
Menurut Zakiah Dardjat pengertian agama islam dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Pendidikan agama islam ialah usaha berupa bimbingan dan asuhan
terhadap anak didik agar kelak setelah selesai pendidikannya dapat
memahami dan mengamalkan ajaran agama islam serta
menjadikannya sebagai pandangan hidup.
2. Pendidikan agama islam ialah pendidikan yang dilaksanakan
berdasarkan ajaran islam.
Pendidikan agama islam merupakan pendidikan dengan melalui
ajaran – ajaran agama islam, yaitu berupa bimbingan dan arahan
terhadap peserta didik agar nantinya setelah selesai dari pendidikan ia
dapat memahami, mengahayti, dan mengamalkan ajaran – ajaran agama
islam yang telah diyakininya secara menyeluruh, serta menjadikan
21 E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), cet ke – 4, h. 18
19
ajaran agama islam sebagai suatu pandangan hidupnya demi
keselamatan dan kesejahteraan hidup di dunia maupun akhirat kelak.22
Pendidikan agama islam mempunyai dua jenis dasar yaitu Al –
qur’an dan hadist, guru bisa merujuk apabila merasa ada kekeliruan
atau ragu – ragu dalam tindakannya. Al – qur’an dan hadist dapat
langsung memberi petunjuk tentang pendidikan, sebagai sumber –
sumber penelaahan atau perenungan.23
Maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan agama islam adalah
pendidikan yang merajuk pada Al – quran dan hadist, dimana seorang
guru memberikan bimbingan dan pengajaran kepada peserta didik.
Melalui pendidikan agama islam guru dapat mempersiapkan peserta
didik agar meyakini, memahami dan mengamalkan ajaran agama islam
yang dianutnya.
b. Fungsi dan Tujuan Pendidikan Agama Islam
Menurut Marimba Ahmad akhir dari fungsi dan tujuan agama islam
yaitu:24
1. Untuk menjadi hamba Allah, hamba Allah mengandung
implikasi kepercayaan dan penyerahan diri.
2. Manusia hanya diperkenankan memilih satu agama yaitu agama
islam, tujuan hidupnya ialah penyerahan diri sepenuhnya kepada
Allah SWT.
Adapun kurikulum pendidikan agama islam berfungsi untuk sekolah
atau madrasah sebagai berikut:
1. Pengembangan, yaitu meningkatkan keimanan dan ketakwaan
peserta didik kepada Allah SWT yang telah ditanamkan dalam
lingkungan keluarganya.
22 Zakiah Dardjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), h. 86 23 D. Marimba Ahmad, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: PT Al – Maarif,
1989), h. 42 24 Ibid, h. 48 - 49
20
2. Penanaman nilai, yaitu sebagai pedoman hidup untuk mencari
kebahagiaan hidup dunia dan akhirat.
3. Penyesuaian mental, yaitu untuk menyesuaikan diri dengan
lingkungannya baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial
yang dapat mengubah lingkungannya sesuai dengan ajaran agama
islam
4. Perbaikan, yaitu untuk memperbaiki kesalahan – kesalahan,
kekurangan – kekurangan dan kelemahan – kelemahan peserta didik
dalam keyakinan, pemahaman dan pengalaman – pengalaman
ajaran dalam kehidupan sehari – hari.
5. Pencegahan, yaitu untuk menangkal hal – hal negatif dari
lingkungannya atau dari budaya lain yang dapat membahayakan
dirinya dan menghambat perkembangannya menuju manusia
seutuhnya.
6. Pengajaran, yaitu tentang ilmu pengetahuan keagamaan secara
umum, sistem dan fungsionalnya.
7. Penyaluran, yaitu yaitu untuk menyalurkan anak – anak yang
memiliki bakat khusus dibidang agama islam agar dapat
berkembang secara optimal sehingga dapat dimanfaatkan untuk
dirinya sendiri dan orang lain.25
Jadi pada dasarnya tujuan pendidikan agama islam adalah menjadikan
umat manusia yang bertakwa kepada Allah SWT dalam hal ini
melaksanakan perintahnya dan menjauhi larangannya, dan berpedoman
kepada Al – qur’an dan sunnah. Pendidikan agama islam juga bertujuan
kepada terbentuknya kepribadian yang islami, sebagaimana yang telah
dicontohkan oleh Rasulullah SAW sebagai suri tauladan.
25 Abdul Majid, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, h. 134 - 135
21
3. Hakikat Pendidikan Karakter
a. Pengertian Pendidikan Karakter
Karakter berasal dari bahasa latin“Kharakter”, “Kharassein”,
“Kharax” atau dalam bahasa inggris character dan dalam bahasa
indonesia adalah karakter.26Menurut kamus besar bahasa indonesia
(KBBI) karakter berarti sifat – sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti
yang membedakan seseorang dengan yang lain, atau bermakna bawaan,
hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat tabiat,
tempramen watak.27
Sedangkan para tokoh mengemukakan pendapat tentang karakter
sebagai berikut : Wynne mengemukakan bahwa karakter berasal dari
bahasa Yunani yang berarti “to mark” (menandai) dan memfokuskan
pada bagaimana menerapkan nilai-nilai kebaikan dalam tindakan nyata
atau prilaku sehari-hari.28
Aristoteles mendefinisikan bahwa karakter yang baik adalah
seseorang yang hidup dengan melakukan perbuatan – perbuatan baik
dan benar untuk dirinya maupun orang lain.
Micheal Novak yang merupakan seorang filsuf kontemporer
karakter merupakan gabungan dari semua hal dari seluruh kebaikan
yang didefinisikan baik dari segi keagamaan, cerita – cerita masa
lampau, para cendikiawan maupun orang – orang yang mampu berfikir
dengan akal sehat yang ada dalam sejarah.29
26 Abdul Majid dkk, Pendidikan Karakter Persfektif Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya Offset, 2011), h. 11
27 Heri Gunawan, Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi, (bandung: Alfabeta,
2012), cet ke – 2, h. 1 - 2 28 Dr. H. E. Mulyasa, M.pd., Manajemen Pendidikan Karakter, (Jakarta: PT Bumi
Aksara, 2012), h. 3 29 ThomasLickona,. Educating For Character, Mendidik Untuk Membentuk Karakter
Bagaimana Sekolah Dapat Memberikan Pendidikan tentang Sikap Hormat dan Bertanggung
Jawab, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2012), h. 81
22
Menurut Tadkiroatun Musfiroh karakter mengacu kepada
Karakter adalah nilai-nilai yang khas baik (tahu nilai kebaikan,
mauberbuat baik, nyata berkehidupan baik, dan berdampak baik
terhadap lingkungan) yang terpatri dalam diri dan terwujud dalam
prilaku. Karakter secara koheran memancar dari hasil olah pikir, olah
hati, olah raga, serta olah rasa dan karsa seseorang atau sekelomok
orang. Karakter merupakan ciri khas seseorang atau sekelompok orang
yang mengandung nilai, kemampuan, kapasitas moral, dan ketegaran
dalam menghadapi kesulitan dan tantangan.31
Karakter kehidupan memiliki dua sisi: prilaku benar dalam
hubungan dengan orang lain dan prilaku benar dalam kaitannya dengan
diri sendiri. Kehidupan yang penuh dengan kebajikan berisi kebajikan
berorientasi-orang lain. Seperti keadilan, kejujuran, rasa syukur, dan
cinta, tetapi juga termasuk kebajikan berorientasi-diri sendiri seperti
kerendahan hati, ketabahan, kontrol diri, dan berusaha yang terbaik
daripada menyerah pada kemalasan.32
Berbicara bagaimana karakter itu penting, karakter yang baik
merupakan kunci terhadap hormat atas diri sendiri, terhadap
pemerolehan rasa hormat dari orang lain, terhadap hubungan positif,
terhadap rasa pemenuhan, terhadap prestasi yang dapat di banggakan33
Secara khusus pengertian karakter adalah nilai – nilai yang khas
baik (tahu nilai kebaikan, mau berbuat baik, nyata berkehidupan baik,
30 Sofan Amri, S.Pd, dkk, Implementasi Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran,
(Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2011), h. 3 31 Anas Salahudin dan Irwanto Alkrienciehie, Pendidikan Karakter Pendidikan Berbasis
Agama dan Budaya Bangsa, (Bandung: Pustaka Setia, 2013), h. 42 32Thomas Lickona, Character Matters, Persoalan karakter Bagaimana Membantu Anak
Mengembangkan Penilaian yang Baik, Integritas, dan Kebajikan Penting Lainnya, (Jakarta: PT
Bumi Aksara, 2013), h. 21 33 Ibid, h. 244
23
dan berdampak baik terhadap lingkungan) yang terpatri dalam diri dan
terwujud dalam perilaku.34
Pada dasarnya manusia memiliki dua potensi, yaitu karakter baik
dan karakter buruk. Karakter baik ini sudah ada sejak seseorang itu
lahir, hal ini dijelaskan dalam Al – Qur’an surat Al – Syams ayat 8 :35
Jadi dapat disimpulkan bahwa karakter merupakan ciri khas yang
melekat berupa sifat yang terdapat pada diri seseorang sejak lahir, sifat
maupun tindakan yang dilakukannya itu akan mempengaruhi
lingkungan disekitarnya. Baik atau buruknya karakter seseorang
tergantung pada bagaimana kebiasaan atau pilihan yang
ditanamkannya. Seperti contoh apabila seseorang hidup di lingkungan
yang baik maka kemungkinan besar karakter yang dia miliki pun akan
baik. Karakter mencirikan apa yang dilihat oleh orang lain.
Dalam kurikulum yang disusun oleh pemerintah terutama
kurikulum 2013, karakter dijadikan sebagai poin utama dalam
pendidikan. Sebab karakter yang dibangun sejak dini akan berkembang
pada sifat – sifat anak setelah ia dewasa. Maka pendidikan karakter
sangat penting ditanamkan dilingkungan keluarga, sekolah maupun
masyarakat.
Dalam hubungannya dengan pendidikan, pendidikan karakter
dapat dimaknai sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti,
pendidikan moral, pendidikan watak, yang bertujuan untuk
mengembangkan kemampuan siswa untuk memberikan keputusan baik
buruk, memelihara kebaikan, mewujudkan dan menebar kebaikan
dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati.36
Pendidikan karakter adalah sebuah system yang menanamkan nilai-
nilai karakter pada pesertadidik, yang mengandung komponen
pengetahuan, kesadaran individu, tekad, serta adanya kemauan dan
34 Anas Salahudin M., dan Irwanto Alkhrienche. Loc. Cit. 35 Agus Zaenal Fitri, Reinventing Human Character: Pendidikan Karakter Berbasis Nilai
& Etika di Sekolah, (Jogjakarta: Ar – Ruzz Media, 2012), h. 20 36 Anas Salahudin dan Irwanto Alkrienciehie, loc. Cit.
24
tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai, baik terhadap Tuhan Yang
Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, maupun bangsa,
sehingga akan terwujud insan kamil.37
Menurut Barnawi dan Arifin “pendidikan karakter merupakan
ihwal karakter, atau pendidikan yang mengajarkan hakikat karakter
dalam ketiga ranah cipta, rasa, dan karsa”.38
Menurut H Teguh Sunaryo sebagaimana dikutip oleh Symsul
Kurniawan mengatakan pendidikan karakter menyangkut bakat (potensi
dasar alami), harkat (derajat melalui penguasaan ilmu dan teknologi),
dan martabat (harga diri melalui etika dan moral).39
Sedangkan menurut M. Jafar Anwar dan M. A. Salam “pendidikan
karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan guru, yang mampu
mempengaruhi karakter peserta didik. Guru membantu membentuk
watak peserta didik. Hal ini mecakup keteladanan bagaimana prilaku
guru, cara menyampaikan materi, bertoleransi, dan hal lainnya”.40
Deni Damayanti juga berpendapat pendidikan karakter merupakan
suatu usaha yang direncanakan secara bersama yang bertujuan
menciptakan generasi penerus memiliki dasar – dasar pribadi yang baik,
dalam pengetahuan, perasaan dan tindakan.41
Dari beberapa penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa
pendidikan karakter merupakan pendidikan yang meranah pada moral,
watak, budi pekerti dan nilai – nilai. Melalui pendidikan karakter ini
peserta didik dimasa yang akan datang mampu menjadi manusia yang
37Nurla Isna Aunillah, Panduan Menerapkan Pendidikan Karakter di Sekolah,
(Jogjakarta: Laksana, 2011), h. 18 38 Barnawi & M. Arifin, Strategi & Kebijakan Pembelajaran Pendidikan Karakter,
(Jogjakarta: Ar – Ruzz Media, 2012), h. 22 39 Syamsul Kurniawan, Pendidikan Karakter Konsep dan implementasinya secara
terpadu di lingkungan keluarga, Sekolah, Perguruan Tinggi dan Masyarakat, (Yogyakarta: Ar –
Ruzz Media, 2013), h. 30 40 Muhammad Jafar Anwar dan Muhammad A Salam, Membumikan Pendidikan Karakter
Implementasi Pendidikan Berbobot Nilai dan Moral, (Jakarta: CV Suri Tatu’uw, 2015), h. 33 41 Deni Damayanti, Panduan Implementasi Karakter di Sekolah, (Yogyakarta: Araska,
2014), h. 12
25
bermartabat, memiliki kepribadian yang baik, serta pengetahuan
maupun tindakannya yang dapat dipertanggung jawabkan.
b. Tujuan dan Fungsi Pendidikan Karakter
1) Fungsi
Sebagai mana dikutip oleh Anas Salahudin dan Irwanto
Alkrienciehie, Ahmad Fikri mengatakan bahwa fungsi pendidikan
karakter adalah:
a) Pengembangan: pengembangan potensi dasar peserta didik
agar berhati, berpikiran, dan berprilaku baik.
b) Perbaikan: memperkuat dan membangun perilaku bangsa yang
multikul turuntuk menjadi bangsa yang bermartabat
c) Penyaring: untuk menyaring budaya negative dan menyerap
budaya yang sesuai dengan nilai budaya dan karakter bangsa
untuk meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam
pergaulan dunia.42
Menurut Sahrudin, pendidikan karakter memiliki fungsi –
fungsi berikut:
a) Mengembangkan potensi dasar peserta didik agar ia tumbuh
menjadi sosok yang berhati baik, perpikiran baik, dan
berperilaku baik.
b) Memperkuat dan membangun perilaku masyarakat yang
multikultur
c) Meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam
pergaulan dunia43
2) Tujuan
Secara umum tujuan pendidikan karakter adalah untuk
membangun dan mengembangkan karakter/ budi pekerti peserta
didik pada setiap jalur, jenis, dan jenjang pendidikan agar dapat
42 Anas Salahudin dan Irwanto Alkrienciehie, op, cit., h. 104 43Nurla Isna Aunillah, op, cit., h. 106
26
menghayati dan mengamalkan nilai – nilai luhur menurut ajaran
agama dan nilai – nilai luhur dari setiap butir sila dari pancasila.
Secara khusus bertujuan mengembangkan potensi anak didik agar
berhati baik, berpikiran baik, berkelakuan baik, memiliki sikap
percaya diri, bangga pada bangsa dan Negara, dan mencintai
sesame umat manusia.44
Sebagaimana dikutip oleh Muhammad Jafar Anwar dan
Muhammad A Salam, Mulyasa menulis bahwa pendidikan karakter
bertujuan untuk meningkatkan mutu proses dan hasil pendidikan
yang mengarah pada pembentukan karakter da akhlak mulia peserta
secara utuh, terpadu, dan seimbang sesuai standar kompeten
silulusan pada setiap satuan pendidikan. Melalui pendidikan
karakter peserta didik diharapkan mampu secara mandiri
meningatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan
menginternalisasikan serta mempersonalisasikan nilai – nilai
karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari
– hari.45
Nurla isna mengatakan bahwa ada dua tujuan pendidikan
karakter, yaitu:
a) Versi Pemerintah
(1) Membentuk manusia Indonesia yang bermoral
(2) Membentuk manusia Indonesia yang cerdas dan rasional
(3) Membentuk manusia Indonesia yang inovatif dan suka bekerja
keras
(4) Membentuk manusia Indonesia yang optimis dan percaya diri
(5) Membentuk manusia Indonesia yang berjiwa patriot
b) Versi Pengamat
Sebagaimana dikutip oleh Nurla Isna, Sahrudin dan Sri Iriani
berpendapat bahwa pendidikan karakter bertujuan membentuk
44 Maswardi Muhammad Amin, Pendidikan Karakter Anak Bangsa, (Jakarta: Baduose Media Jakarta, 2011), h. 37
45 Muhammad Jafar Anwar dan Muhammad A. Salam, op, cit., h. 34
27
masyarakat yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral,
bertoleran, bergotong royong, berjiwa patriotik, berkembang
dinamis, serta berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi, yang
semuanya dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan yang Maha
Esa sekaligus berdsarkan pancasila.46
Menurut E Mulyasa pendidikan karakter bertujuan untuk
meningkatkan mutu proses dan hasil pendidikan yang mengarah pada
pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh,
terpadu, dan seimbang, sesuai standar kompetensi lulusan pada setiap
satuan pendidikan.47
Menurut Barnawi dan M. Arifin pendidikan karakter betujuan tiada
lain adalah perubahan kualitas tiga aspek pendidikan, yakni kognitif,
afektif dan psikomotorik.48
c. Nilai - nilai Pendidikan Karakter
Menurut Nurla Isna bentuk – bentuk nilai pendidikan karakter, antara
lain:
1) Jujur
Ada beberapahal yang perlu dilakukan oleh guru dalam
membangun karakter peserta didik, diantaranya:
a) Proses pemahaman terhadap kejujuran itu sendiri
b) Menyediakan sarana yang dapat merangsang tumbuhnya sikap
jujur
c) Keteladanan
d) Terbuka
e) Tidak bereaksi berlebihan
46Nurla Isna Aunillah, op, cit., h. 97 - 105 47 E. Mulyasa, Manajemen Pendidikan Karakter, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2013), h. 9 48 Barnawi dan M. Arifin, Strategi dan kebijakan pembelajaran Pendidikan Karakter,
(Jogjakarta, Ar-Ruzz Media, 2012), h. 28
28
2) Disiplin
Ada beberapa hal yang perlu dilakukan oleh guru untu
kmembentuk karakter peserta didik, diantaranya sebagai berikut:
a) Konsisten
b) Bersifa jelas
c) Memperhatikan harga diri
d) Sebuah alasan yang bisa dipahami
e) Memberikan hukuman
f) Melibatkan peserta didik
g) Bersikap tegas
h) Jangan emosional
3) Percaya Diri
Berikut ada beberapa cara yang dapat ditempuh oleh guru untuk
membangun percaya diri pada peserta didik:
a) Memberi pujian atas setiap pencapaian
b) Mengajari peserta didik untuk bertanggung jawab
c) Mengubah kesalahan menjadi bahan baku demi kemajuan
d) Mendukung sesuatu yang menjadi minat peserta didik
4) Peduli
Beberapa langkah yang perlu diterapkan dalam rangka
menanamkan dan menumbuh kembangkan karakter peduli pada
peserta didik adalah sebagai berikut:
a) Menanamkan rasa perduli terhadap diri sendiri
b) Peduli terhadap adikkelas
c) Peduli terhadap orang tua
d) Peduli terhadap teman sekelas
e) Peduli terhadap guru
f) Peduli terhadap lingkungan sosial
5) Mandiri
Peserta didik yang mandiri bisa melayani kebutuhannya sendiri
sekaligus bisa bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri.
29
6) Gigih
Kegigihan adalah semangat pantang menyerah yang diikuti
keyakinan kuat dan mantap untuk mencapai impian dan cita-cita.
Dalam kenyataanya, nilai – nilai tersebut sangat dibutuhkan oleh
semua orang agar mereka selalu memiliki semangat yang besar dan
tidak mudah putus asa dalam mencapai cita – cita.
7) Tegas
Ketegasan merupakan salah satu nilai yang perlu ditanamkan
pada peserta didik. Sikap ini diperlukan olehnya dalam menjalani
pergaulan, terutama agar ia mampu memutuskan hal yang benar dan
keliru.
8) Bertanggung Jawab
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan oleh guru dalam
menanamkan rasa tanggung jawab, diantaranya:
a) Memulai dari tugas – tugas sederhana
b) Menebus kesalahan saat berbuat salah
c) Segala sesuatu mempunyai konsekunsi
d) Sering berdiskusi tentang pentingnya rasa tanggung jawab49
9) Religius
Agama merupakan keseluruhan tingkah laku manusia, tingkah
laku tersebut membentuk manusia yang berbudi luhur. Artinya
agama mencakup totalitas tingkah laku manusia dalam kehidupan
sehari – hari. Di sekolah ada beberapa strategi yang dapat
ditanamkan untuk menumbuhkan sikap religius:
a) Pengembangan kegiatan religius secara rutin dalam belajar
sehari – hari
b) Menciptakan lingkungan yang mendukung dan dapat dijadikan
sebagai laboratorium bagi penyampaian warga sekolah.
49Nurla Isna Aunillah, op, cit,. h. 87
30
52Ibid, h. 152
c) Normatic reeducative, memberikan pendidikan tentang norma,
untuk menanamkan paradigma masyarakat lembaga yang lama
dengan yang baru. 50
10) Toleransi
Toleransi berarti membiarkan ketidaksepakatan dan tidak
menolak pendapat, sikap ataupun gaya hidup maupun sikap yang
berbeda. Sikap dan tindakan yang mengahargai perbedaan baik
agama, suku, etnis, ras, pendapat, sikap maupun pandangan yang
berbeda dari dirinya.51
11) Kreatif
Kreatif menjadikan seseorang agar tidak pasif, pemikirannya akan
terus berkembang dan melakukan hal – hal baru yang bermanfaat
bagi kehidupan secara luas. Setiap anak berhak mendapatkan
kesempatan untuk mengembangkan kreativitasnya secara luas.
Dalam pengembangan kreativitas perlu adanya proses,
melakukan, mempelajari dan menerapkan. Hal ini membuat
pengetahuan, pemahaman dan pengalaman bertambah seiring
aktivitas yang dilakukan setiap hari. Selain itu juga dapat mengasah
kreativitas seseorang.52
12) Demokratis
Menurut Masdar F. Mas’udi sebagaimana dikutip oleh Ngainum
Naim mengatakan bahwa demokratis dalam implementasinya ada
dua bentuk, yaitu demokratis formal – prosedural dan demokratis –
substansial. Demokratis formal – prosedural adalah demokrasi
tatanan bentuk, dimana di dalamnya terdapat hak dalam mengambil
sebuah keputusan, dalam hal ini adalah doktrin kedaulatan rakyat.
Sementara demokrasi material – substansial berkaitan dengan isi,
50Ngainum Naim, Character Building: Optimalisasi Peran Pendidikan dalam Ilmu dan
Pembentukan Karakter Bangsa, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), h. 131 - 132 51Ibid, h. 138
31
53Ibid, h. 165
substansi, dan tentang siapa yang harus diuntungkan dalam dengan
adanya sebuah keputusan.
Di indonesia masih berada pada demokrasi formal – prosedural,
kelebihan demokrasi ini adalah mempersatukan masyarakat dalam
perbedaan, hal ini disebabkan karena mempunyai dasar dan tujuan
yang sama. Demokrasi berarti memiliki cara berpikir, bersikap,
bertindak, maupun menilai bahwa seseorang hak maupun
kewajibannya sama dengan orang lain.53
13) Rasa ingin tahu
Berarti sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk
mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang
dipelajarinya, dilihat, maupun yang didengarnya.
14) Semangat kebangsaan
Dalam hal ini cara berpikir, bersikap, dan berwawasan yang
menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan
diri dan kelompoknya.
15) Cinta tanah air
Bagaimana seseorang berpikir, bersikap dan berbuat yang
menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi
terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan
politik bangsa.
16) Menghargai prestasi
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan
sesuatu yang berguna bagi masyarakat dan mengakui serta mengakui
keberhasilan orang lain.
17) Bersahabat / komunikatif
Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul,
dan bekerja sama dengan orang lain.
32
54Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter: Konsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga
Pendidikan, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), h. 75
18) Cinta damai
Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain
merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.
19) Gemar membaca
Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan
yang memberikan kebajikan bagi dirinya.54
20) Mencintai Tuhan dan segenap ciptaannya
Apabila seseorang mencintai Tuhannya berarti ia pun mencintai
sesama manusia, hewan, tumbuhan, dan seluruh alam ini (ciptaan-
Nya). Orang yang mempunyai karakter tersebut akan berusaha
berprilaku penuh cinta dan kebaikan.
21) Hormat dan santun
Pendidikan perlu membangun karakter anak didiknya agar
mempunyai sifat hormat dan santun dalam pergaulan. Dengan
demikian mereka akan menjadi pribadi – pribadi yang
menyenangkan.
22) Dermawan, suka menolong, dan kerja sama
Hal terpenting harus dibangun dalam diri anak didik adalah
menjadi dermawan dan suka menolong tanpa syarat. Memberikan
bantuan tanpa melihat terlebih dahulu orang tersebut.
23) Kepemimpinan dan keadilan
Setiap manusia pasti akan menjadi pemimpin baik untuk dirinya
maupun pemimpin di dilingkungan masyarakat. Oleh karena itu
perlu peserta didik perlu dibangun keperibadiannya agar mempunyai
jiwa kepemimpinan, jiwa kepemimpinan yang baik sudah tentu juga
harus mempunyai karakter yang bisa bersikap adil.
24) Baik dan rendah hati
Pendidikan berkewajiban membangun karakter yang baik dan
rendah hati kepada para peserta didik, apabila hal ini bisa diajarkan
33
55Akhmad Muhaimin Azzet, Urgensi Pendidikan Karakter di Indonesia, (Ar – ruzz
media), h. 30 - 33
dengan baik maka pendidikan berhasil mencetak manusia – manusia
yang cerdas secara intelektual maupun karakter dan perilaku yang
baik.55
B. Hasil Penelitian yang Relevan
1. Implementasi Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran PAI tahun 2014
yang ditulis oleh Pipit Sofani mahasiswa jurusan PAI UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Jenis penilitian yang digunakan adalah metode
deskriftip dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Peneliti
menggunakan teknik wawancara, observasi, dokumentasi, dan angket. Dari
hasil penelitian yang dilakukan oleh peniliti bahwa metode yang dilakukan
oleh guru PAI, sebagian besar sudah mencakup dalam penerapan
pendidikan berbasis karakter. Adapun nilai karakter yang sudah terbentuk
adalah religius, jujur, toleransi, disiplin, kreatif, mandiri, demokratis, rasa
ingin tahu, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat, gemar
membaca, peduli lingkungan dan peduli sesama. Sedangkan penulis
menuliskan tentang bagaimana peran guru PAI dalam penerapan
pendidikan karakter.
2. Implementasi Program Pendidikan Karakter ( studi kasus di sekolah dasar
islam terpadu (SDIT) Darul Muttaqien Parung-Bogor) tahun 2016 yang
ditulis oleh Nuning Yulistika mahasiswa jurusan Manajemen Pendidikan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Peneliti menggunakan metode deskriptif
dengan pendekatan kualitatif. Peneliti menggunakan teknik wawancara,
observasi dan dokumentasi. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh
peneliti penerapan pendidikan karakter sudah terprogram melalui
pembelajaran formal dan kegiatan ekstrakulikuler. Sedangkan penulis
menuliskan tentang bagaimana peran guru PAI dalam penerapan
pendidikan karakter.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
1. Tempat penelitian
Adapun tempat yang dijadikan sebagai tempat untuk menelitian adalah
SMP PGRI 1 Ciputat, yang terletak di Jl. Pendidikan No. 30 Ciputat,
dimana peneliti dapat memperoleh data atau informasi yang diperlukan
dan berkaitan dengan permasalahan penelitian.
2. Waktu penelitian
Penelitian dilaksanakan di mulai pada bulan Februari 2020 sampai
dengan Juni 2020 Tahun pelajaran 2019/2020.
B. Metode Penelitian
Di dalam penelitian ini, penulis menggunakan penelitian dengan
pendekatan kualitatif, dimana penelitian kualitatif adalah penelitian yang
berangkat dari inkuari naturalistic yang temuan – temuannya tidak diperoleh
dari prosedur perhitungan secara statistik. Penelitian kualitatif dapat memberi
rincian yang kompleks tentang penomena yang sulit diungkapkan oleh
metode kuantitatif.1 dan metode yang digunakan dalam penulisan penelitian
ini adalah metode deskriptif. Yaitu penulisan yang bermaksud
menggambarkan menggambarkan tentang suatu variable, gejala atau keadaan
apa adanya, dan tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesis tertentu.2
Menurut Bogdan dan Taylor menyatakan bahwa metode kualitatif sebagai
prosedur penelitian yang mengahsilkan data-data deskriptif yang berupa kata-
kata tertulis atau lisan dari oang-orang dan perilaku yang diamati.3