PERAN CAMAT DALAM PENGAWASAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR GAMPONG DI KECAMATAN MEUREUBO KABUPATEN ACEH BARAT SKRIPSI OLEH: IRFAN NIM: 07C20201060 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS TEUKU UMAR MEULABOH ACEH BARAT TAHUN 2015
76
Embed
PERAN CAMAT DALAM PENGAWASAN PEMBANGUNAN ...repository.utu.ac.id/800/1/I-V.pdfvii ABSTRAK Irfan. Nim: 07C20201060. Peran Camat Dalam Pengawasan Pembangunan Infrastruktur Gampong di
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PERAN CAMAT DALAM PENGAWASAN PEMBANGUNAN
INFRASTRUKTUR GAMPONG DI KECAMATAN
MEUREUBO KABUPATEN ACEH BARAT
SKRIPSI
OLEH:
IRFAN
NIM: 07C20201060
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS TEUKU UMAR
MEULABOH ACEH BARAT
TAHUN 2015
vii
ABSTRAK
Irfan. Nim: 07C20201060. Peran Camat Dalam Pengawasan Pembangunan
Infrastruktur Gampong di Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat. Di
bawah bimbingan Sudarman Alwy dan Yuhdi Fahrimal.
Camat mempunyai peran yang sangat penting dalam pengawasan pembangunan
infrastruktur gampong. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peran camat
dalam pengawasan pembangunan infrastruktur gampong di Kecamatan Meureubo
Kabupaten Aceh Barat. Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Meuereubo
Kabupaten Aceh Barat pada bulan april 2015. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah kualitatif. Teknik penentuan informan adalah purposive
sampling yang terdiri dari 6 informan. Teknik pengumulan data yang digunakan
adalah wawancara, obeservasi dan dokumentasi. Teknik analisis data penelitian ini
yaitu reduksi data, penyajian data dan verifikasi data. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa peran Camat dalam pengawasan pembangunan infrastruktur
gampong adalah dengan mengunjungi langsung lokasi pembangunan untuk melihat
secara langung pengerjaan proyek pembangunan dan bertemu dengan panitia
pembangunan untuk meminta kepala proyek agar menjelaskan proyek pembangunan
yang dilakukan. Berdasarkan pendapat yang disampaikan oleh Keuchik Gampong
Langueng, Keuchik Meuereubo, Keuchik Peunga, Keuchik Paya Peunaga, dan
Keuchik Peunaga Rayeuk berkaitan dengan peran Camat, diketahui peran Camat
sudah sangat baik dalam pengawasan pembangunan infrastruktu gampong di
Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat.
Kata Kunci: Camat, Infrastruktur, Peran, Pengawasan, Pembangunan.
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah, kecamatan disebutkan tidak lagi merupakan satuan wilayah kekuasaan
pemerintahan, melainkan sebagai satuan wilayah kerja atau pelayanan. Status
kecamatan kini merupakan perangkat daerah kabupaten/kota yang setara dengan
dinas dan lembaga teknis daerah bahkan kelurahan, hal ini dinyatakan dengan
jelas dalam Pasal 120 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 yakni, “Perangkat
daerah kabupaten/kota terdiri atas sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas
daerah, lembaga teknis daerah, kecamatan dan kelurahan”.
Menurut Koeswara (2007, h.2) pemerintah kecamatan merupakan tingkat
pemerintahan yang mempunyai peranan penting dalam pelaksanaan pelayanan
terhadap masyarakat, hal ini yang kemudian menjadikan Camat sebagai ujung
tombak dalam pelaksanaan tugas-tugas umum pemerintahan serta sebagian urusan
otonomi yang dilimpahkan oleh Bupati/Walikota untuk dilaksanakan dalam
pemerintahan kecamatan.
Sejalan dengan itu, Camat tidak lagi ditempatkan sebagai Kepala Wilayah
dan Wakil Pemerintah Pusat seperti yang terdapat dalam Undang-undang Nomor
5 tahun 1974, melainkan sebagai perangkat daerah. Seperti yang dikatakan oleh
Koeswara (2007, h.3), Camat tidak lagi berkedudukan sebagai kepala wilayah
kecamatan dan sebagai alat pemerintah pusat dalam menjalankan tugas-tugas
dekonsentrasi, namun telah beralih menjadi perangkat daerah yang hanya
2
memiliki sebagian kewenangan otonomi daerah dan penyelengaraan tugas-tugas
umum pemerintahan dalam wilayah kecamatan.
Selanjutnya dalam Pasal 126 ayat (3) huruf (a) Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa Camat memiliki
kewenangan untuk membina penyelenggaraan pemerintahan desa. Yang dimaksud
membina dalam ketentuan ini adalah dalam bentuk fasilitasi pembuatan peraturan
desa dan terwujudnya administrasi tata pemeritahan yang baik.
Dalam penyelenggaraan pembinaan dan pengawasan pemerintahan desa,
Camat mempunyai peranan yang sangat penting, karena dalam hirarki
pemerintahan kecamatan merupakan salah satu lembaga supra desa, yang mana
salah satu tugasnya adalah melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap
pemerintahan desa/kelurahan dalam rangka tertib. Lembaga supra desa dimaksud
selalu melakukan pembinaan kepada desa melalui tugas pembantuan yang
diberikan kepada desa. Sedangkan Camat tetap menjalankan fungsi pengawasan
terhadap peyelenggaraan pemerintahan di desa, meskipun desa memiliki otonomi
asli dengan struktur pemerintahan yang berbeda, yakni kepala desa sebagai unsur
eksekutif di desa yang dipilih oleh masyarakat bukan ditunjuk oleh level
pemerintahan diatasnya, begitu juga dengan ketua dan anggota Badan
Permusyawaratan Desa sebagai unsur legislatif di desa. (Koeswara, 2007, h.3).
Kecamatan Meureubo merupakan salah satu kelurahan yang ada di
Kabupaten Aceh Barat terdiri dari 25 desa/gampong. Peristiwa gempa bumi dan
tsunami yang terjadi pada tanggal 26 Desember 2004 membawa dampak yang
sangat besar bagi Kecamatan Meureubo yang mengalami rusak sangat parah
3
terutama rumah penduduk, sekolah, meunasah, jalan, selokan dan sarana serta
prasarana lain di desa-desa kecamatan Meureubo.
Setelah 10 tahun kejadian tsunami, menyadari banyaknya kebutuhan,
permasalahan dan berbagai tantangan yang harus diatasi secara bijaksana dan
terprogram, peran Camat di Kecamatan Meureubo perlu dikaji dalam rangka
menggali masalah pengawasan pembangunan infrastruktur di setiap gampong-
gampong di Kecamatan Meureubo sehingga dapat diketahui bahwa ada peran
camat dalam perencanaan pembangunan infrastruktur gampong secara partisipatif
bersama masyarakat di Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat.
Hal ini dikarenakan perkembangan pembangunan infrastruktur dan tata
pengelolaan pemerintahan gampong di setiap Gampong Kecamatan Meureubo
Kabupaten Aceh Barat perlu masih diperhatikan terutama dalam membina dan
mengelola gampong yang sesuai dengan perkembangan dan kemajuan teknologi
yang saat ini terus berkembang, karena ini sangatlah penting, menngingat karena
sumber daya manusia pemerintah gampong yang masih terbatas dan belum
maksimal dalam menjalankan pemerintahan gampong.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka bagi penulis sangat menarik
untuk dilakukan penelitian dalam karya tulis/skripsi dengan judul ”Peran Camat
dalam Pengawasan Pembangunan Infrastruktur Gampong di Kecamatan
Meureubo Kabupaten Aceh Barat”.
4
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimanakah peran Camat dalam pengawasan pembangunan
infrastruktur gampong di Kecamatan Meureubo Kabuaten Aceh Barat?
2. Bagaimanakah pendapat Keuchik terhadap peran Camat dalam
pengawasan pembangunan infrastruktur gampong di Kecamatan Meureubo
Kabupaten Aceh Barat?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk:
1. Mengetahui peran Camat dalam pengawasan pembangunan infrastruktur
gampong di Kecamatan Meureubo Kabuaten Aceh Barat.
2. Mengetahui pendapat Keuchik terhadap peran Camat dalam pengawasan
pembangunan infrastruktur gampong di Kecamatan Meureubo Kabupaten
Aceh Barat.
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini bermaksud mendeskripsikan fenomena dan konsep-
konsep teoritis untuk memperkuat teori-teori yang erat kaitannya dengan peran
camat dalam pengawasan pembangunan infrastruktur gampong di Kecamatan
Meureubo Kabupaten Aceh Barat.
1.4.2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat kepada:
5
1. Penulis dalam mengembangkan dan meningkatkan kemampuan berfikir
dan menulis karya ilmiah sebagai syarat menyelesaikan studi akhir pada
Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Teuku Umar.
2. Institusi perguruan tinggi dalam mengembangkan khasanah pengetahuan
ilmiah terhadap teori-teori yang telah ada dan dapat menjadi bahan kajian
dan pertimbangan bagi pelaksanaan penelitian lanjutan.
3. Pemerintahan Kecamatan dalam menciptakan tata kelola pemerintahan
publik dalam mewujudkan tujuan penyelengaraan pemerintahan.
1.5. Sistematika Penulisan
BAB I Pendahuluan, terdiri dari latar belakang, rumusan masalah,
tujuan penulisan, manfaat penelitian, dan sistematika
penulisan.
BAB II Tinjuan Pustaka, terdiri dari kajian terdahulu dan teori-teori
yang berkaitan dan mendukung kajian penelitian.
BAB III Metodologi Penelitian, terdiri dari metode penelitian, sumber
data dan teknik pengumpulan data, subjek penelitian,
penentuan informan, teknik analisis data, pengujian kredibilitas
data, dan jadwal penelitian.
BAB IV Hasil Penelitian Dan Pembahasan, terdiri dari gambaran umum
kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat dan hasil
penelitian serta pembahasan tentang peran Camat dalam
pengawasan pembangunan infrastrukur gampong.
BAB V Kesimpulan dan Saran, penutup skripsi terdiri dari simpulan
dan saran-saran hasil penelitian.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Afrianti (2009), tentang “Peranan
Camat dalam Membina Perangkat Desa di Kecamatan Lirik Kabupaten Indragiri
Hulu (Studi Pembinaan Bidang Administrasi)”. Penelitian ini dilakukan dengan
tujuan untuk mengetahui peran Camat dalam membina perangkat Desa dalam
penataan Administrasi Pemerintahan Desa di Kecamatan Lirik dan faktor-faktor
penghambat peranan camat dalam membina perangkat desa. Di lihat dari lingkup
masalah dan tujuan yang akan dicapai, maka tipe penelitian ini adalah survey
deskriptif, yaitu menggambarkan fakta-fakta yang ada untuk mengemukakan
kondisi dari gejala-gejala secara lengkap tentang objek yang diteliti.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peran Camat sebagai pembina
perangkat desa baik itu melalui ceramah, diskusi, pelatihan dapat dikatakan cukup
baik. Dilihat dari sumber daya manusia dan pelaksanaan fungsi dan perangkat
lembaga-lembaga yang ada di desa belum berjalan sesuai dengan mekanisme,
belum berjalannya fungsi dan tugas pemerintah desa akibat kurangnya pembinaan
yang dilaksanakan oleh Camat. Apalagi perangkat lembaga-lembaga desa seperti
Badan Pengawas Desa (BPD) dikatakan berjalan secara sendiri-sendiri karena
kurangnya pembinaan oleh Camat. Dalam penelitian ini terdapat faktor-faktor
penghambat peranan Camat dalam membina perangkat desa antara lain (a) Dalam
memberikan ceramah kepada bawahannya Camat kurang memiliki perencanaan-
perencanaan sehingga pelaksanaan pekerjaan tidak mendekati tindakan yang riil. (b)
7
Jauhnya letak lokasi Kecamatan Lirik dengan Ibukota propinsi sehingga kurang
memungkinkan untuk memberikan kesempatan pelatihan yang lebih baik kepada
pegawai karena memakan biaya dan waktu (c) Jarangnya waktu pertemuan antara
Camat dengan aparat pemerintahan desa kecuali pada momen tertentu, sehingga
Camat tidak bisa menilai aparat pemerintah desa yang dinilai berhasil atau mampu
bekerja untuk diberikan penghargaan.
Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Suawah (2013) dalam penelitian
yaitu “Peran Camat Dalam Pelaksanaan Pembangunan di Kecamatan Tikala Kota
Manado”. Tujuan penelitian ini adalah Untuk mengetahui Peran Camat dalam
pelaksanaan pembangunan di Kecamatan Tikala Manado. Penelitian ini adalah
deskriptif kualitatif untuk memberikan gambaran atau uraian suatu keadaan pada
objek yang diteliti yaitu peran camat dalam pembangunan kecamatan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peran camat sebagai pelaku tugas–
tugas pemerintahan di wilayah Tikala ternyata dari 25 responden yang di
wawancarai menyatakan 15 orang atau 60 persen peranan camat itu baik, sementara
8 orang atau 32 persen menyatakan bahwa peran camat terhadap penyelenggaraan
pemerintahan cukup baik, sedangkan sisanya 2 orang atau 8 persen menyatakan
peranan camat kurang baik. Dari data tersebut di atas ternyata camat memiliki
kemampuan yang cukup baik dalam menyelenggarakan tugas-tugas pemerintahan.
Menyangkut penggalian sumber-sumber kekayaan juga turut menjadi target
program camat dengan mengintensifkan semua potensi yang ada di tiap-tiap
kelurahan, sehingga di harapkan akan dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat.
peranan camat dalam menggerakkan masyarakat adalah baik namun penulis teliti
lebih lanjut bentuk partisipasi yang paling besar dalam pembangunan adalah tenaga.
8
Tapi pada kenyataannya juga masyarakat sudah menyadari bahwa partisipasi untuk
menyalurkan pendapat, termasuk ide, buah pikiran termasuk pengambilan
keputusan serta partisipasi harta benda mendapat perhatian yang sangat penting.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh
Afrianti (2013) dan Suawah (2013), adalah penelitian ini meneliti tentang peran
camat dalam pelaksanaan pengawasan pembangunan desa. Sedangkan persamaan
penelitian ini dengan penelitian terdahulu di atas, adalah penelitian ini memiliki
kesamaan dalam meneliti peran camat dalam menjalankan tugas dan fungsinya
terhadap pelaksanaan pembangunan desa.
2.2. Pengertian Peran
Peran adalah perilaku atau lembaga yang punya arti penting bagi struktur
sosial. Dalam hal ini maka, kata peranan lebih banyak mengacu pada penyesuaian
diri pada suatu proses. Menurut Poerwadarminta (2004) peran adalah sesuatu yang
jadi bagian atau yang memegang pimpinan yang terutama (dalam terjadinya
sesuatu hal atau peristiwa). Berdasarkan pengertian tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa peran adalah tugas yang menjadi tanggung jawab seseorang
melaksanakan sesuatu. Peran yang dimaksud adalah peran camat dalam
pembangunan infrastruktur. Selanjutnya menurut Soeharto (2002), Peran
merupakan aspek yang dinamis dalam kedudukan (status) terhadap sesuatu.
Apabila seseorang melakukan hak dan kewajibannya sesuai dengan
kedudukannya, maka ia menjalankan suatu peran.
Menilik dari beberapa pernyataan mengenai peranan diatas tergambar
bahwa peranan menyangkut pelaksanaan sebuah tanggung jawab seseorang atau
organisasi untuk berprakarsa dalam tugas dan fungsinya. Hal lain yang
9
menggambarkan mengenai peran, Santosa (2003), yang mengemukakan beberapa
dimensi peran sebagai berikut :
a. Peran sebagai suatu kebijakan. Penganut paham ini berpendapat bahwa
peran merupakan suatu kebijkasanaan yang tepat dan baik untuk
dilaksanakan.
b. Peran sebagai strategi. Penganut paham ini mendalilkan bahwa peran
merupakan strategi untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat (public
supports). Pendapat ini didasarkan pada suatu paham bahwa bilamana
masyarakat merasa memiliki akses terhadap pengambilan keputusan dan
kepedulian masyarakat pada tiap tingkatan keputusan didokumentasikan.
c. Peran sebagai alat komunikasi. Peran didayagunakan sebagai instrumen
atau alat untuk mendapatkan masukan berupa informasi dalam proses
pengambilam keputusan. Persepsi ini dilandaskan oleh suatu pemikiran
bahwa pemerintahan dirancang untuk melayani masyarakat, sehingga
pandangan dan preferensi dari masyarakat tersebut adalah masukan yang
bernilai guna mewujudkan keputusan yang responsif dan responsibel.
d. Peran sebagai alat penyelesaian sengketa, peran didayagunakan sebagai
suatu cara untuk mengurangi atau meredam konflik melalui usaha
pencapaian konsesus dari pendapat-pendapat yang ada. Asumsi yang
melandasi persepsi ini adalah bertukar pikiran dan pandangan dapat
meningkatkan pengertian dan toleransi serta mengurangi rasa
ketidakpercayaan (mistrust) dan kerancuan (biasess)
e. Peran sebagai terapi. Menurut persepsi ini, peran diakukan sebagai upaya
”mengobati” masalah-masalah psikologis masyarakat seperti halnya
10
perasaan ketidakberdayaan (sense of powerlessness), tidak percaya diri dan
perasaan bahwa diri mereka bukan komponen penting dalam masyarakat.
Menurut Toha (1997, h. 10) pengertian peranan dapat dijelaskan bahwa
“suatu peranan dirumuskan sebagai suatu rangkaian perilaku yang teratur yang
ditimbulkan karena suatu jabatan tertentu atau karena adanya suatu kantor yang
mudah dikenal.” Selanjutnya menurut Thoha (1997, h.80) “Dalam bahasa
organisasi peranan diperoleh dari uraian jabatan. Uraian jabatan itu merupakan
dokumen tertulis yang memuat persyaratan-persyaratan dan tanggung jawab atas
suatu pekerjaan“. Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa hak dan kewajiban
dalam suatu organisasi diwujudkan dalam bentuk uraian jabatan atau uraian tugas.
Oleh karena itu, maka dalam menjalankan peranannya seseorang/lembaga, uraian
tugas/uraian jabatan merupakan pedomannya.
Menurut Ralph Linton dalam Soekanto (1969, h.14) membedakan peranan
dalam dua bagian yakni “peranan yang melekat pada diri seseorang dan peranan
yang melekat pada posisi tepatnya dalam pergaulan masyarakat”.
Menyimak pendapat tersebut dapat ditarik beberapa pokok pikiran
mengenai peranan yaitu adanya kedudukan yang bersifat statis, adanya hak dan
kewajiban serta adanya hubungan timbal-balik antara peranan dan kedudukan.
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa istilah peran dapat
diartikan sebagai perilaku seseorang yang dapat mendatangkan manfaat bagi
masyarakat dan berkaitan dengan hak dan kewajiban.
11
2.3. Pemerintahan Kecamatan
2.3.1. Pengertian Kecamatan
Penyelenggaraan pemerintahan kecamatan memerlukan adanya seorang
pemimpin yang selalu mampu untuk menggerakkan bawahannya agar dapat
melaksanakan tugas dan tanggung jawab untuk berpartisipasi dalam kegiatan
pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan secara berdayaguna dan berhasil
guna. Keberhasilan pembangunan akan terlihat dari tingginya produktivitas,
penduduk makmur dan sejahtera secara merata (Budiman, 1995, h. 4). Kecamatan
merupakan line office dari pemerintah daerah yang berhadapan langsung dengan
masyarakat dan mempunyai tugas membina desa/kelurahan. Kecamatan merupakan
sebuah organisasi yang hidup dan melayani kehidupan masyarakat.
Kecamatan adalah salah satu entitas pemerintahan yang memberikan
pelayanan langsung maupun tidak langsung kepada masyarakat. Sebagai sub-
sistem pemerintahan di Indonesia, kecamatan mempunyai kedudukan cukup
strategis dan memainkan peran fungsional dalam pelayanan dan administrasi
pemerintahan, pembangunan serta kemasyarakatan.
Studi tentang kecamatan di Indonesia telah dilakukan oleh para ahli baik
dari dalam maupun luar negeri, meskipun jumlahnya masih relatif terbatas.
Beberapa studi yang menonjol misalnya oleh D.D.Fagg Tahun 1958 yang
mengkaji camat dengan kantornya. Selain itu terdapat studi lain yang dilakukan
oleh Nico Schulte Nordholt yang mengkaji organisasi pemerintah kecamatan
dengan menitikberatkan pada hubungan camat dengan lurah atau kepala desa.
Menurut Nordholt (1987, h. 23-24), kajian tentang kecamatan berarti mencakup
tiga lingkungan kerja yaitu:
12
a. Kecamatan dalam arti kantor camat;
b. Kecamatan dalam arti wilayah, dalam arti seorang camat sebagai
kepalanya;
c. Camat sebagai bapak “pengetua wilayahnya”.
Perubahan mendasar dalam penyelenggaraan pemerintahan kecamatan
sebagaimana diatur dalam Undang- Undang Nomor 22 Tahun 1999, kemudian
dilanjutkan pada Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004. Perubahan mencakup
mengenai kedudukan kecamatan menjadi perangkat daerah kabupaten/ kota, dan
camat menjadi pelaksana sebagian urusan pemerintahan yang menjadi wewenang
Bupati/ Walikota. Di dalam Pasal 120 ayat (2) Undang- Undang Nomor 32 Tahun
2004 dinyatakan bahwa, “Perangkat daerah kabupaten/kota terdiri atas sekretariat
daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah, lembaga teknis daerah, kecamatan, dan
kelurahan”. Pasal tersebut menunjukkan adanya dua perubahan penting yaitu:
a. Kecamatan bukan lagi wilayah administrasi pemerintahan dan
dipersepsikan merupakan wilayah kekuasaan camat. Dengan paradigma
baru, kecamatan merupakan suatu wilayah kerja atau areal tempat camat
bekerja.
b. Camat adalah perangkat daerah kabupaten dan daerah kota dan bukan lagi
kepala wilayah administrasi pemerintahan, dengan demikian camat bukan
lagi penguasa tunggal yang berfungsi sebagai administrator pemerintahan,
pembangunan dan kemasyarakatan, akan tetapi merupakan pelaksana
sebagian wewenang yang dilimpahkan oleh Bupati/Walikota.
Perubahan kedudukan kecamatan dan kedudukan camat, membawa
dampak pada kewenangan yang harus dijalankan oleh camat. Namun demikian
13
ada karakter yang berbeda antara status perangkat daerah yang ada pada
kecamatan dengan instansi/lembaga teknis daerah. Bila ditelaah lebih lanjut,
kewenangan camat justru lebih bersifat umum dan menyangkut berbagai aspek
dalam pemerintahan dan pembangunan serta kemasyarakatan.
2.3.2. Pengertian Camat
Menurut Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2008 tentang Kecamatan
disebutkan bahwa Camat atau sebutan lain adalah pemimpin dan koordinator
penyelenggaraan pemerintahan di wilayah kerja kecamatan yang dalam
pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan kewenangan pemerintahan dari
Bupati atau Walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah, dan
menyelenggarakan tugas umum pemerintahan. Camat diangkat oleh Bupati atau
Walikota atas usul sekretaris daerah kabupaten/kota dari Pegawai Negeri Sipil
(PNS) yang menguasai pengetahuan teknis pemerintahan dan memenuhi
persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Dengan demikian secara sederhana peran camat dapat didefinisikan
sebagai: “seorang pegawai negeri sipil yang diberi peran untuk membantu tugas
bupati/walikota dalam menyelenggarakan pemerintahan, pembangunan dan
pembinanaan kehidupan kemasyarakatan diwilayah kecamatan” (PP Nomor 19
Tahun 2008). Pedoman tersebut hendaknya dapat dipakai oleh seorang camat
sebagai pimpinan di organisasi kecamatan, karena peranan camat sangat penting
dalam meningkatkan kinerja perangkat kecamatan yang diharapkan mampu
memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat. Berdasarkan hal tersebut maka
seorang camat hendaknya mengetahui kedudukan, tugas dan fungsinya
14
(Suradinata, 2006, h. 144). Menurut pendapat di atas kedudukan, tugas dan fungsi
Camat adalah:
1. Kedudukan camat, sebagai kepala pemerintahan di kecamatan.
2. Tugas camat, memimpin penyelenggaraan pemerintahan, pembinaan
pemerintahan desa dan kelurahan, pembangunan dan pembinaan
kehidupan kemasyarakatan, menyelenggaraan koordinasi atas kegiatan
instansi vertikal dengan dinas di daerah dan diantara instansi vertikal
lainnya di dalam wilayah kecamatan.
3. Fungsi camat yaitu penyelenggaran tugas-tugas pemerintahan umum dan
pembinaan desa dan kelurahan, pembinaan ketentraman dan pembinaan
lingkungan hidup, pembinaan kesejahteraan sosial, pembinaan pelayanan
umum, penyusun rencana dan program, pembinaan administrasi,
ketatausahaan dan rumah ketertiban wilayah, pembinaan pembangunan
masyarakat desa yang meliputi pembinaan sarana dan prasarana
perekonomian, produksi, dan pembinaan pembangunan pada umumnya.
Berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah telah mengubah status pemerintah kecamatan. Hal ini sebagaimana yang
dikemukakan Suhariyono (1999, h. 40), bahwa kecamatan selama ini merupakan
tingkatan wilayah administratif paling rendah, menjadi wilayah atau daerah kerja
operasional daerah yang kedudukannya akan disejajarkan dengan dinas dan
lembaga teknis daerah yang sama-sama sebagai perangkat daerah.
Tugas-tugas pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan yang
semakin komplek di tingkat kecamatan, menuntut adanya pendelegasian
wewenang kepada perangkat kecamatan. Salah satunya adalah dengan
15
memberdayakaan perangkat kecamatan. Hal tersebut sejalan dengan pendapat
Revida (2005, h.110) bahwa munculnya konsep pemberdayaan pada awalnya
merupakan gagasan yang ingin menempatkan manusia sebagai subjek dari
dunianya sendiri. Pendapat di atas menjelaskan bahwa seorang pimpinan dalam
memberdayakan bawahannya dimulai dengan memberikan tanggung jawab atas
pekerjaannya, sehingga bawahannya mempunyai wewenang penuh untuk dapat
mengambil keputusan yang berkaitan dengan perbaikan hasil kerjanya. Hal
tersebut sebagaimana dikemukakan oleh Keban (2004, h.124) diharapkan kontrol
hirarkis dalam organisasi dialihkan ke tangan para pegawai yang berhadapan
langsung dengan pelayanan terhadap masyarakat.
2.4. Pengawasan
2.4.1. Pengertian Pengawasan
Sarwoto (2005, h.12) mengatakan bahwa: ”Pengawasan adalah kegiatan
manajer yang mengusahakan agar pekerjaan-pekerjaan terlaksana sesuai dengan
rencana yang ditetapkan dan atau hasil yang dikehendaki”. Dari pendapat Sarwoto
ini secara implisit dapat terlihat tujuan dari pengawasan yaitu mengusahakan agar
pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana. Seluruh pekerjaan yang dimaksud
adalah pekerjaan yang sedang dalam pelaksanaan dan bukan pekerjaan yang telah
selesai dikerjakan.
Berkaitan dengan arti pengawasan sebagai suatu proses Situmorang dan
Juhir (1994, h.20) menyatakan bahwa: “Pengawasan adalah suatu proses yang
menentukan tentang apa yang harus dikerjakan, agar apa yang dikerjakan sejalan
dengan rencana”.
16
Ukas (2004, h. 337) menyatakan bahwa: Pengawasan adalah suatu proses
kegiatan yang dilakukan untuk memantau, mengukur dan bila perlu melakukan
perbaikan atas pelaksanaan pekerjaan sehingga apa yang telah direncanakan dapat
dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang diinginkan.
Hal senada juga diungkapkan oleh Admosudirdjo (2005, h.11) yang
mengatakan bahwa: Pada pokoknya controlling atau pengawasan adalah
keseluruhan daripada kegiatan yang membandingkan atau mengukur apa yang
sedang atau sudah dilaksanakan dengan kriteria, norma, standar atau rencana yang
telah ditetapkan sebelumnya.
Siagian (1990, h.107) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan
pengawasan adalah: “Proses pengamatan daripada pelaksanaan seluruh kegiatan
organisasi untuk menjamin agar supaya semua pekerjaan yang sedang dilakukan
berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya.” Ciri
terpenting dari konsep yang dikemukan oleh Siagian ini adalah bahwa
pengawasan hanya dapat diterapkan bagi pekerjaan yang sedang berjalan dan
tidak dapat diterapkan untuk pekerjaan yang sudah selesai dilaksanakan.
Winardi (1986, h.395) berpendapat tentang pengertian pengawasan bahwa:
Pengawasan berarti mendeterminasi apa yang dilaksanakan, maksudnya
mengevaluasi prestasi kerja dan apabila perlu menerapkan tindakan-tindakan
korektif sehingga hasil pekerjaan sesuai dengan rencana.
Jadi pengawasan dapat dianggap sebagai aktivitas untuk menemukan dan
mengoreksi penyimpangan penting dalam hasil yang dicapai dari aktivitas yang
direncanakan. Pengawasan sebagai fungsi manajemen sepenuhnya adalah
tanggung jawab setiap pimpinan pada tingkat mana pun. Hakikat pengawasan
17
adalah untuk mencegah sedini mungkin terjadinya penyimpangan, pemborosan,
penyelewengan, hambatan, kesalahan dan kegagalan dalam pencapaian tujuan dan
sasaran serta pelaksanaan tugas organisasi.
Hal senada dikemukakan oleh Manullang (1997, h.136) bahwa:
“Pengawasan adalah suatu proses untuk menetapkan pekerjaan apa yang sudah
dilaksanakan, menilainya dan mengoreksi bila perlu dengan maksud supaya
pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan rencana semula”. Pada hakekatnya,
pandangan Manullang di atas juga menekankan bahwa pengawasan merupakan
suatu proses dimana pekerjaan itu telah dilaksanakan kemudian diadakan
penilaian apakah sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan ataukah terjadi
penyimpangan, dan tidak hanya sampai pada penemuan penyimpangan tetapi juga
bagaimana mengambil langkah perubahan dan perbaikan sehingga organisasi
tetap dalam kondisi yang sehat.
Bertitik tolak dari pengertian para ahli tentang pengawasan sebagai mana
diungkapkan di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud
dengan pengawasan adalah sebagai suatu proses kegiatan pimpinan yang
sistematis untuk membandingkan (memastikan dan menjamin) bahwa tujuan dan
sasaran serta tugas organisasi yang akan dan telah terlaksana dengan baik sesuai
dengan standard, rencana, kebijakan, instruksi, dan ketentuan-ketentuan yang
telah ditetapkan dan yang berlaku, serta untuk mengambil tindakan perbaikan
yang diperlukan, guna pemanfaatan manusia dan sumber daya lain yang paling
efektif dan efisien dalam mencapai tujuan.
18
2.4.2. Tujuan Pengawasan
Terwujudnya tujuan yang dikehendaki oleh organisasi sebenarnya tidak
lain merupakan tujuan dari pengawasan. Sebab setiap kegiatan pada dasarnya
selalu mempunyai tujuan tertentu. Oleh karena itu pengawasan mutlak diperlukan
dalam usaha pencapaian suatu tujuan. Menurut Situmorang dan Juhir (1994, h.22)
maksud pengawasan adalah untuk :
1. Mengetahui jalannya pekerjaan, apakah lancar atau tidak
2. Memperbaiki kesalahan yang dibuat oleh pegawai dan mengadakan
pencegahan agar tidak terulang kembali kesalahan-kesalahan yang sama
atau timbulnya kesalahan yang baru.
3. Mengetahui apakah penggunaan budget yang telah ditetapkan dalam
rencana terarah kepada sasarannya dan sesuai dengan yang telah
direncanakan.
4. Mengetahui pelaksanaan kerja sesuai dengan program (fase tingkat
pelaksanaan) seperti yang telah ditentukan dalam planning atau tidak.
5. Mengetahui hasil pekerjaan dibandingkan dengan yang telah ditetapkan
dalam planning, yaitu standard.
Rachman dalam Situmorang dan Juhir (1994, h.22), juga mengemukakan
tentang maksud pengawasan, yaitu:
1. Untuk mengetahui apakah segala sesuatu berjalan sesuai dengan rencana
yang telah ditetapkan
2. Untuk mengetahui apakah segala sesuatu telah berjalan sesuai dengan
instruksi serta prinsip yang telah ditetapkan
19
3. Untuk mengetahui apakah kelemahan serta kesulitan-kesulitan dan
kegagalan, sehingga dapat diadakan perubahan untuk memperbaiki serta.
mencegah pengulangan kegiatan yang salah.
4. Untuk mengetahui apakah segala sesuatu berjalan efisien dan apakah dapat
diadakan perbaikan lebih lanjut, sehingga mendapat efisiensi yang lebih
benar.
Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa maksud pengawasan
adalah untuk mengetahui pelaksanaan kerja, hasil kerja, dan segala sesuatunya
apakah sesuai dengan yang direncanakan atau tidak, serta mengukur tingkat
kesalahan yang terjadi sehingga mampu diperbaiki ke arah yang lebih baik.
Sementara berkaitan dengan tujuan pengawasan, Ukas (2004, h.337)
mengemukakan:
1. Menyuplai pegawai manajemen dengan informasi yang tepat, teliti dan
lengkap tentang apa yang akan dilaksanakan.
2. Memberi kesempatan pada pegawai dalam meramalkan rintangan-
rintangan yang akan mengganggu produktivitas kerja secara teliti dan
mengambil langkah-langkah yang tepat untuk menghapuskan atau
mengurangi gangguan-gangguan yang terjadi.
3. Setelah kedua hal di atas telah dilaksanakan, kemudian para pegawai dapat
membawa kepada langkah terakhir dalam mencapai produktivitas kerja
yang maksimum dan pencapaian yang memuaskan dari pada hasil yang
diharapkan.
Situmorang dan Juhir (1994, h.26) mengatakan bahwa tujuan pengawasan
adalah :
20
1. Agar terciptanya aparat yang bersih dan berwibawa yang didukung oleh
suatu sistem manajemen pemerintah yang berdaya guna (dan berhasil guna
serta ditunjang oleh partisipasi masyarakat yang konstruksi dan terkendali
dalam wujud pengawasan masyarakat (kontrol sosial) yang obyektif, sehat
dan bertanggung jawab.
2. Agar terselenggaranya tertib administrasi di lingkungan aparat pemerintah,
tumbuhnya disiplin kerja yang sehat.
3. Agar adanya keluasan dalam melaksanakan tugas, fungsi atau kegiatan,
tumbuhnya budaya malu dalam diri masing aparat, rasa bersalah dan rasa
berdosa yang lebih mendalam untuk berbuat hal yang tercela terhadap
masyarakat dan ajaran agama.
Lebih lanjut Situmorang dan Juhir (1994, h.26) mengemukakan bahwa
secara langsung tujuan pengawasan adalah untuk:
1. Menjamin ketetapan pelaksanaan sesuai dengan rencana, kebijaksanaan
dan perintah.
2. Menertibkan koordinasi kegiatan
3. Mencegah pemborosan dan penyelewengan
4. Menjamin terwujudnya kepuasan masyarakat atas barang atau jasa yang
dihasilkan
5. Membina kepercayaan masyarakat terhadap kepemimpinan organisasi
Sementara tujuan pengawasan menurut Safrudin, 1965, h.36) adalah untuk
mengetahui apakah sesuatu berjalan sesuai dengan rencana, mengetahui apakah
sesuatu dilaksanakan sesuai dengan instruksi serta asas yang ditentukan,
mengetahui kesulitan dan kelemahan dalam bekerja, mengetahui apakah sesuatu
21
berjalan efisien atau tidak, dan mencari jalan keluar jika ternyata dijumpai
kesulitan, kelemahan, atau kegagalan ke arah perbaikan.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat diketahui bahwa pada
pokoknya tujuan pengawasan adalah:
1. Membandingkan antara pelaksanaan dengan rencana serta instruksi-
instruksi yang telah dibuat.
2. Untuk mengetahui ada tidaknya kesulitan, kelemahan-kelemahan atau
kegagalan serta efisiensi dan efektivitas kerja.
3. Untuk mencari jalan keluar apabila ada kesulitan, kelemahan dan
kegagalan, atau dengan kata lain disebut tindakan korektif.
2.4.3. Teknik Pengawasan
Situmorang dan Juhir (1994, h.27) mengklasifikasikan teknik pengawasan
berdasarkan berbagai hal, yaitu :
1. Pengawasan Langsung dan Pengawasan Tidak Langsung.
a. Pengawasan langsung, adalah pengawasan yang dilakukan secara
pribadi oleh pimpinan atau pengawas dengan mengamati, meneliti,
memeriksa, mengecek sendiri secara “on the spot” di tempat pekerjaan,
dan menerima laporan-laporan secara langsung pula dari pelaksana. Hal
ini dilakukan dengan inspeksi.
b. Pengawasan tidak langsung, diadakan dengan mempelajari laporan-
laporan yang diterima dari pelaksana baik lisan maupun tertulis,
mempelajari pendapat-pendapat masyarakat dan sebagainya tanpa
pengawasan “on the spot”.
22
2. Pengawasan Preventif dan Represif.
a. Pengawasan preventif, dilakukan melalui pre audit sebelum pekerjaan
dimulai. Misalnya dengan mengadakan pengawasan terhadap