Page 1
PERAN BADAN PENGELOLA PERBATASAN KABUPATEN NATUNA DALAM
PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN PULAU-PULAU KECIL DAN
TERLUAR DI KECAMATAN SUBI
NASKAH PUBLIKASI
Oleh
FITRIYATI
NIM : 120563201151
JURUSAN ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TANJUNGPINANG
2017
Page 2
1
PERAN BADAN PENGELOLA PERBATASAN KABUPATEN NATUNA DALAM
PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN PULAU-PULAU KECIL DAN
TERLUAR DI KECAMATAN SUBI
Oleh : FITRIYATI
ABSTRAK
Perbatasan merupakan bagian Wilayah yang terpencil dan rendah aksesbilitasnya oleh
moda transportasi umum, terbelakang dan masih belum berkembang secara maksimal. Sebagian
besar wilayah perbatasan di Indonesia masih merupakan daerah tertinggal dengan infrastruktur
yang masih terbatas. Tidak dipungkiri daerah perbatasan memiliki nilai strategis dan seluruh
pilar komponen bangsa hendaknya bersatu padu dengan visi dan misi untuk membangun daerah
perbatasan dan pentingnya daerah perbatasan sebagai pondasi untuk menopang kehidupan
masyarakat. Kondisi masyarakat di Wilayah perbatasan selama ini kurang mendapat perhatian
dari pemerintah. Membangun daerah perbatasan akan memberikan efek positif bagi kemajuan
bangsa dan Negara, terutama dalam mempercepat kesejahteraan rakyat di Wilayah tertinggal.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui Peran dan Kendala Badan Pengelola Perbatasan
Kabupaten Natuna dalam Program Percepatan Pembangunan Pulau-Pulau Kecil dan Terluar di
Kecamatan Subi. Metode didalam penelitian ini yaitu metode kualitatif. Kesimpulan dalam
penelitian ini yaitu dalam peran pencarian alur Badan Pengelola Perbatasan masih belum
maksimal dalam mengawal pembangunan kawasan perbatasan, untuk peran Penyelaras belum
terjalin kerjasama dengan SKPD-SKPD yang lain dalam memaksimalkan pembangunan, dan
untuk peran sebagai pemberdaya Badan Pengelola Perbatasan masih belum optimal terkait
sasaran yang dibutuhkan masyarakat.
Kata Kunci : Peran BPPD, Perbatasan, Pengelola
Page 3
2
ABSTRACT
The border is part of the remote areas and low aksesbility by public
transportation,backward and still not develop optimally. Most of the border areas in Indonesia
is still an underdeveloped area with limited infrastructure. No doubt the border area has
strategic value and all the pillars of the components of the nation should be united with the
vision and mission to build the border area and the importance of the border areas as a
foundation to support life in the community. Condition of the people side of the border so far
received less attention from the government. Build border regions will give positive effect for
the advancement of the nation, particularly in accelerating the welfare of the people in the
disadvantaged areas.The purpose of this study to determine the role and constraits of the
Natuna regency border services in the program as the accelerated development of small islands
and the outer districts Subi. Method in this study is a qualitative method. Conclusion in this
research is the role of the search groove border services is not yet maximal in guarding the
border area development, for harmonizing role has not been established cooperation with local
work units others in maximizing development, and for the role as enabler border services are
still not optimally required target related community.
Keywords : Role BPPD, Border, manager
Page 4
3
PERAN BADAN PENGELOLA PERBATASAN KABUPATEN NATUNA DALAM
PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN PULAU-PULAU KECIL DAN
TERLUAR DI KECAMATAN SUBI
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan Negara kepulauan (archipelago state) terbesar di dunia, terdiri dari
pulau besar dan kecil. Namun pulau-pulau kecil yang dimiliki Indonesia kurang mendapatkan
perhatian dari pemerintah, terlebih pulau-pulau kecil yang berbatasan langsung dengan negara
tetangga. Padahal potensi pulau-pulau kecil di Indonesia diperkirakan mencapai 10.000 pulau
dari jumlah 17.508 pulau (Kusumastanto, 2003). Jika berhasil dikembangkan secara optimal
dan berkelanjutan, pulau-pulau kecil ini bukan saja akan menjadi sumber pertumbuhan baru,
melainkan akan mengurangi kesenjangan pembangunan antar wilayah dan kelompok sosial.
Kepulauan Riau adalah salah satu Provinsi yang sekitar (95,79%) atau 241.215,30 km²
terdiri atas laut, sedangkan luas daratannya hanya 10.595.41 km² (4,21%) , dimana untuk
menjangkau pulau yang satu dengan yang lainnya sangat sulit. Di Kepulauan Riau terdapat 20
pulau terluar yang tersebar di seluruh Kabupaten dan Kota, salah satunya adalah Kabupaten
Natuna (Sumber: Kepulauan Riau dalam Angka, BPS Kepri Tanjungpinang, 2006, hlm.61)
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Natuna, yaitu Ir Wahyu Nugroho
menyebutkan dalam diskusi Publik Penyusunan Rencana Zonasi Serta Masterplan
Pengembangan Kawasan Kelautan Dan Perikanan Terintegrasi (PKKPT) dan Pulau-Pulau
Kecil dan Terluar (PPKT). Di Kabupaten Natuna yang memiliki 7 pulau terluar, lebih
difokuskan kepada pulau Subi yang telah berpenghuni. Oleh karena itu, mendapatkan prioritas
dari pemerintah dalam program pengembangan kawasan kelautan dan perikanan. Prioritas ini
diberikan mengingat letak wilayah Kabupaten Natuna yang berbatasan langsung dengan
Page 5
4
beberapa negara tetangga dan kerap menjadi sasaran pencurian ikan oleh nelayan asing
(Http://keprinet.com diakses 20 maret 2016, 15.00 Wib).
Tabel I.1
Daftar Pulau Terluar Natuna
NO Nama
Pulau
Koordinat titik
terluar
Negara terdekat Karakteristik
1. Kepala 2°38′42″LU 109°10
′4″BT
Malaysia (Tidak
berpenghuni)
2. Sebetul 4°42′25″LU 107°54
′20″BT
Vietnam (Tidak
berpenghuni)
3. Sekatung 4°47′45″LU 108°1′
19″BT
Vietnam (Tidak
berpenghuni)
4. Semiun 4°31′9″LU 107°43′
17″BT
Malaysia (Tidak
berpenghuni)
5. Senua 4°0′48″LU 108°25′
4″BT
Malaysia (Tidak
berpenghuni)
6. Subi 3°1′51″LU 108°54′
52″BT
Malaysia (Berpenghuni)
7. Tokong
Boro
4°4′1″LU 107°26′9
″BT
Malaysia (Tidak
berpenghuni)
Sumber : Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia
dan Menteri Negara Perumahan Rakyat
Pulau Subi adalah pulau terluar Indonesia yang terletak di laut Natuna atau bagian dari
Laut Cina Selatan yang berbatasan dengan Malaysia bagian timur. Moda transportasi yang
dimiliki ataupun diusahakan secara swadaya oleh masyarakat setempat, dan menjadi andalan
untuk menjangkau daerah-daerah lain. Dengan pompong dan kapal perintis, masyarakat Subi
dapat bepergian ke Ranai (ibukota Kabupaten Natuna) dengan waktu tempuh ±8 jam. Waktu
tempuh tersebut dapat dicapai dengan syarat cuaca relatif cerah dan ketinggian ombak yang
tidak begitu berarti, serta berlayar dengan kecepatan normal antara 12 s.d 14 knot. Adapun
untuk mencapai Tanjungpinang, Ibukota Provinsi Kepulauan Riau, perjalanan dengan kapal
laut dapat ditempuh dengan rute Subi -Serasan-pontianak-Tambelan-Tanjungpinang memakan
Page 6
5
waktu hampir 4 hari dan rute Subi-Ranai-Pulau laut-Kelarik-Sedanau-Pulau tiga-Midai-
Tarempa-Kuala maras-Tanjungpinang. Total perjalanan dengan rute tersebut memakan waktu
hampir 5 hari.
Menurut Afiffudin (2010:42) pembangunan adalah membangun masyarakat atau bangsa
secara menyeluruh, demi mencapai kesejahteraan rakyat. Untuk bisa membangun lebih baik,
masyarakat harus berpendidikan dan bermoral lebih baik. Setidaknya pembangunan pada
umumnya merupakan kehendak masyarakat yang terwujud dalam keputusan-keputusan
yang diambil oleh para pemimpinnya, yang kemudian disusun dalam suatu perencanaan
yang selanjutnya dilaksanakan. Perencanaan dan strategi intervensi pembangunan bagi
masyarakat di pulau-pulau kecil terluar dan perbatasan. Nasib mereka yang tinggal di pulau
kecil terluar tidaklah seberuntung mereka yang mendiami pulau besar dan daratan utama.
Ditengah kehidupan yang serba terbatas, mereka juga adalah bagian yang tak terpisahkan dan
pemilik sah republik ini.
Sesuai Peraturan Presiden No 78/2005 tentang Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar
(PPKT) dilakukan secara terpadu antara pemerintah bersama-sama dengan pemerintah daerah.
Pengelolaan pulau-pulau kecil dan terluar dikoordinasikan oleh Tim Koordinasi. Tim tersebut
bertugas untuk mengkoordinasikan dan merekomendasikan penetapan rencana dan
pelaksanaan pengelolaan pulau-pulau kecil terluar serta melakukan monitoring dan evaluasi
terhadap pelaksanaannya. Selain tim koordinasi dan tim kerja, pengelolaan pulau-pulau kecil
terluar juga melibatkan pemerintah daerah sebagai pemilik kewenangan pembangunan dimana
pulau tersebut berada.
Dalam Perpres tersebut, memuat strategi, mekanisme koordinasi dan fokus progam yang
perlu dilakukan dalam pengelolaan PPKT. Pada kenyataannya, pembangunan PPKT masih
Page 7
6
jauh dari harapan. Perbedaan cara pandang dan pendekatan sektoral menjadi kendala utama
implementasi program pembangunan. Ketiadaan sinergitas pembangunan bisa terlihat pada
fase 10 tahun ini, dimana dalam periode 2005-2015, wajah PPKT belum banyak berubah.
Seiring dengan perkembangan, lahirnya Undang-Undang No 43 tahun 2008 tentang wilayah
negara semestinya memperkuat kehadiran negara dalam pengelolaan perbatasan darat dan laut
(http://dfw.or.id diakses 13 April 2015, 15.00 Wib).
Badan Pengelola Perbatasan perlu mereformulasi pendekatan dan strategi program agar
bisa memberi manfaat bagi masyarakat. Dalam Pasal 2 ayat 1 Badan Pengelola Perbatasan
dalam pengelolaan wilayah Negara dan kawasan perbatasan mempunyai wewenang,
Melaksanakan kebijakan Pemerintah dan menetapkan kebijakan lainnya dalam rangka
otonomi daerah dan tugas pembantuan, Menjaga dan memelihara tanda batas, Melakukan
koordinasi dalam rangka pelaksanaan tugas pembangunan daerah. Dalam Pasal 3 ayat 1
Badan Pengelola Perbatasan Kabupaten Natuna dalam melaksanakan wewenang sebagaimana
dimaksud dalam pasal 2, mempunyai tugas menetapkan kebijakan program pembangunan
perbatasan, menetapkan rencana kebutuhan anggaran, mengoordinasikan pelaksanaan, dan
melaksanakan evaluasi dan pengawasan di Kabupaten Natuna.
Peran pemerintah baik pusat, Provinsi maupun Kabupaten/Kota dalam pembangunan
pulau-pulau kecil dan terluar perlu dilakukan secara tepat dan menekankan pada tiga hal
pokok yaitu : Regulator, Eksekutor, dan Fasilitator. Pemerintah sebagai regulator
berkewajiban mendorong penataan aturan-aturan yang ada didalam pengembangan dan
pemanfaatan pulau-pulau kecil oleh semua pengambil keputusan. Sebagai eksekutor,
pemerintah melaksanakan sebagai program kebijakan yang secara langsung menyentuh semua
lapisan masyarakat. Sebagai fasilitator, pemerintah mendorong terciptanya iklim yang
Page 8
7
kondusif bagi pengembangan dan pemanfaatan wilayah pulau-pualu kecil melalui penyediaan
berbagai bentuk infrastruktur pendukung di wilayah yang dimaksud
(http://21galeri.blogspot.com diakses 24 Mei 2016 jam 16.00 Wib)
Berbagai isu dan permasalahan strategis mewarnai potret dan kondisi pulau-pulau kecil
saat ini antara lain kemiskinan masyarakat, minimnya infrastruktur dasar, ancaman pertahanan
keamanan, penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan, termasuk illegal fishing,
rendahnya tingkat pendidikan, kesehatan, serta minimnya sarana komunikasi dan informasi
(http://kkp.go.id.diakses 17 desember 2015 jam 09.00 Wib). Pada prakteknya, kondisi sosial
dan ekonomi masyarakat di Kecamatan Subi, masih sangat terbelakang. Beberapa masalah
mendasar yang sering dihadapi adalah ketersediaan energi, pangan, ekonomi, dan infrastruktur
yang terbatas, tidak adanya pelabuhan Kapal untuk turun naik penumpang, sehingga turun
naik penumpang dilakukan di tengah laut dengan menggunakan pompong. Listrik di pulau
subi ini pun dilakukan secara swadaya oleh masyarakat. Tahun 2015 lalu, perusda mengelola
listrik dengan 500 KV di wilayah Kecamatan Subi. setelah Kabupaten Natuna mengalami
defisit angggaran terpaksa masyarakat patungan mengelolanya, walaupun listrik cuma bisa
menyala dari jam 17.30-23.00 WIB itupun dengan mengeluarkan dana yang cukup tinggi
(http://haluankepri.com diakses 24 Mei 2016 jam 17.00 Wib).
Padahal kita tahu bahwa tanggung jawab dan kehadiran Negara sangat diperlukan, ketika
masyarakat didera kesulitan sosial dan ekonomi. Wajah perbatasan termasuk PPKT
sesungguhnya bisa mewakili potret pembangunan Nasional. Bagaimana pun, pada wilayah
yang sesungguhnya memiliki potensi untuk berkembang, kemudian tertinggal karena
keterlambatan pemerintah dalam menyediakan infrastruktur dasar dan meningkatkan kapasitas
masyarakat. Kesemuanya membutuhkan pendekatan lintas sektor agar intervensi yang
Page 9
8
dilakukan dapat dilakukan secara strategis dan memberi hasil nyata di lapangan. Selain itu
membangun halaman yang selama ini terpinggirkan melalui upaya sistematis yang berdampak
langsung pada rakyat. Dengan cara demikian, mereka akan memiliki kebanggaan berada di
garis depan Negara Kesatuan Republik Indonesia, terdepan dalam arti yang sesungguhnya,
bukan terdepan dalam keterbelakangan. Untuk itulah peneliti ingin meneliti “Peran Badan
Pengelola Perbatasan Kabupaten Natuna dalam Program Percepatan Pembangunan
Pulau-Pulau Kecil dan Terluar di Kecamatan Subi”.
B. Konsep Teori
1. Peran
Menurut Suharto (2001:45) peranan adalah suatu yang menjadi bagian dari
aktivitas manusia yang diharapkan mendapat manfaat. Jadi pada dasarnya batasan-
batasan tersebut menekankan pada aktifitas seseorang yang membawa manfaat.
Selanjutnya peranan adalah aspek dinamis dari status, peranan ini selanjutnya berwujud
kegiatan yang merupakan suatu fungsi kepemimpinan yang berusaha melaksanakan,
menyaksikan sesuatu yang menjadi kepentingan bersama.
Menurut Soekanto (2004:212) Peranan atau role merupakan aspek dinamis dari
kedudukan, dalam pendapatnya lebih lanjut menjelaskan (2009:212) :
“Apabila seseorang melakukan hak dan kewajibannya sesuai dengan
kedudukannya, dia menjalankan suatu peran, perbedaan antara kedudukan dan
peranan adalah untuk kepentingan ilmu pengetahuan keduanya tidak dapat
dipisahkan karena yang satu tergantung pada yang lainnya ”.
Menurut Soekanto (2009:213), menyatakan peranan mencakup tiga hal yaitu :
1. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat
seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan-
peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan masyarakat.
2. Peranan merupakan suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu
dalam masyarakat organisasi
Page 10
9
3. Peranan dapat dikatakan juga sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur
sosial masyarakat.
Dalam sebuah organisasi, menurut Rivai (2004:147), ada terdapat dua peranan yang
berbeda yaitu :
1. Peran kepemimpinan yaitu mengerjakan hal yang benar, ini ada hubungannya
dengan visi dan arah
2. Perananan manajemen yaitu mengerjakan hal secara benar atau pelaksanaan.
Menurut Rivai, Peran dapat diartikan sebagai perilaku yang diatur dan dihadapkan
dari seseorang dalam posisi tertentu. Covey dalam Rivai (2004:149), membagi peran
dalam tiga bagian yaitu :
1. Pencarian alur (Pathfinding) yaitu peran untuk mencari visi dan misi yang pasti
2. Penyelaras (Aligining) yaitu peran untuk memastikan bahawa struktur, sistem, dan
proses operasioanal organisasi memberikan dukungan pada pencapaian visi dan misi
3. Pemberdaya (Empowering) yaitu peran untuk menggerakkan semangat dalam diri
orang-orang dalam mengungkapkan bakat, kecerdikan, dan kreativitas laten untuk
mampu mengerjakan apapun dan konsisten dengan prinsip-prinsip yang disepakati.
2. Perencanaan dan Pembangunan
Perencanaan atau yang sudah akrab dengan istilah planning adalah satu dari
fungsi management yang penting. Bahkan kegiatan perencanaan ini selalu melekat
pada kegiatan hidup kita sehari-hari, baik disadari maupun tidak. Sebuah rencana akan
sangat mempengaruhi sukses dan tidaknya suatu pekerjaan. Karena itu pekerjaan yang
baik adalah yang direncakan. Bintoro Tjokroaminoto (2004 : 90) mendefinisikan
perencanaan sebagai proses mempersiapkan kegiatan-kegiatan secara sistematis yang
akan dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu.
Lebih lanjut Afiffudin (2010:87) menjelaskan perencanaan merupakan keputusan
untuk waktu yang akan datang mengenai apa yang dilakukan? Bilamana akan
Page 11
10
dilakukan ? dan siapa yang akan melakukan? Perencanaan pembangunan merupakan
tugas pokok dalam administrasi atau manajemen pembangunan.
Melalui perencanaan ingin dirumuskan kegiatan pembangunan secara efektif dan
efisien yang dapat memberikan hasil optimal dalam memanfaatkan sumber daya yang
tersedia dan mengembangkan potensi yang ada. Pada dasarnya perencanaan sebagai
salah satu fungsi manajemen adalah proses pengambilan keputusan dari sejumlah
pilihan untuk mencapai suatu tujuan yang dikehendaki. Perencanaan pembangunan
pada umumnya harus memiliki, mengetahui, dan memperhitungkan beberapa unsur
pokok, yaitu :
1. Tujuan akhir yang ingin dicapai
2. Sasaran-sasaran dan prioritas untuk merealisasikan tujuan akhir
3. Jangka waktu yang diperlukan dalam mencapai sasaran-sasaran tersebut.
4. Masalah-masalah yang dihadapi.
Afiffudin (2010:42) hakikat pembangunan adalah membangun masyarakat atau
bangsa secara menyeluruh, demi mencapai kesejahteraan rakyat. Untuk bisa
membangun lebih baik, masyarakat harus berpendidikan dan bermoral lebih baik.
Untuk melakukan pembangunan yang lebih efektif masyarakat perlu mempelajari
sejarah bangsa-bangsa. Persepsi yang lebih mendekati kebenaran ialah bahwa istilah
“pembangunan” harus dipahami dalam konteks yang luas. Alasan untuk mengatakan
demikian dikarenakan terdapat kesepakatan yang mengatakan bahwa pembangunan
harus mencakup segala segi kehidupan dan penghidupan bangsa dan Negara yang
bersangkutan, meskipun dengan skala prioritas yang berbeda dari suatu Negara
dengan Negara lain.
Page 12
11
Dalam konteksnya yang luas tersebut, Pembangunan mempunyai beberapa
pengertian, yang didasarkan pada sudut pandang yang berbeda-beda pula. Beberapa
pengertian pembangunan tersebut adalah :
1. Pembangunan adalah perubahan
Perubahan dalam arti mewujudkan suatu kondisi kehidupan bernegara dan
bermasyarakat yang lebih baik dari kondisi sekarang. Kondisi yang lebih baik itu
harus dilihat dalam cakupan keseluruhan segi kehidupan bernegara dan
bermasyarakat, oleh karenanya tidak hanya baik dalam arti peningkatan taraf
hidup saja, akan tetapi dalam segi kehidupan yang lainnya ( Ermaya, 2003).
2. Pembangunan adalah pertumbuhan
Yang dimaksud pertumbuhan adalah kemampuan suatu Negara untuk
terus selalu berkembang baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Cakupannya
pun seluruh segi kehidupan. Sebagai wujud implementasinya tidak ada satu pun
segi kehidupan yang luput dari usaha pembangunan. Adalah hal yang tepat dan
wajar apabila ide pertumbuhan mendapat penekanan dan sorotan pembangunan,
karena secara filsafat dapat dilakukan bahwa suatu organisme suatu Negara dapat
dikatakan sebagai suatu organism (Pamudji,S : 1989) yang berhenti bertumbuh
sesungguhnya sudah mulai dengan awal dan akhir kehidupannya.
3. Pembangunan adalah rangkaian usaha yang secara sadar dilakukan
Keadaan yang lebih baik, yang didambakan oleh suatu masyarakat, serta
pertumbuhan yang diharapkan akan terus berlangsung, tidak akan terjadi dengan
sendirinya, apalagi secara kebetulan.
4. Pembangunan adalah sesuatu rencana yang tersusun secara rapi
Page 13
12
Perencanaan mutlak dilakukan oleh dan dalam setiap organisasi, apapun
tujuannya, apa pun kegiatannya, tanpa melihat apakah organisasi bersangkutan
besar atau kecil. Negara merupakan organsisasi, sehingga dalam usaha
pencapaian tujuan pembangunan para pimpinannya mau tidak mau pasti terlibat
dalam kegiatan-kegiatan perencanaan.
5. Pembangunan adalah cita-cita akhir dari perjuangan Negara atau bangsa.
Pada umumnya, komponen-komponen dari cita-cita akhir dari Negara-
negara modern di dunia, baik yang sudah maju maupun yang sedang berkembang,
adalah hal-hal yang pada hakikatnya bersifat relatif dan sukar membayangkan
tercapainya ” titik jenuh yang absolut”.
3. Perbatasan
Pengertian kawasan perbatasan akan berbeda, sesuai padanan rujukannya,
sehingga implikasi kebijakan perwilayahan-nya akan berbeda pula. Dalam dokumen
perencanaan yang diintodusir oleh Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP),
rujukan pengertian perbatasan adalah menurut Undang-undang Nomor 43 Tahun
2008 tentang Wilayah Negara, yang mengartikan kawasan perbatasan Negara
adalah bagian dari Wilayah Negara yang terletak pada sisi dalam batas wilayah
Indonesia dengan Negara lain.
Sementara merujuk pada Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2006 tantang Tata
Ruang, yang selanjutnya dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun
2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), menyebutkan bahwa
ruang lingkup kawasan perbatasan Negara adalah wilayah Kabupaten/Kota yang
secara geografis dan demografis berbatsan langsung dengan Negara tetangga dan atau
Page 14
13
laut lepas. Selanjutnya kawasan perbatasan Negara meliputi kawasan perbatasan darat
dan kawasan perbatasan laut, termasuk pulau-pulau kecil dan terluar.
C. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah deskriptif, dengan desain penelitian adalah kualitatif.
Sugiyono (2009 : 11) menjelaskan bahwa :
“Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel
mandiri, baik satu variabel atau lebih (independen) tanpa membuat perbandingan, atau
menghubungkan antara variabel satu dengan variabel yang lain.”
2. Lokasi dan objek penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Subi, Kabupaten Natuna. Penulis memandang
bahwa masalah pembangunan pulau-pulau kecil dan terluar sangat menarik untuk diteliti.
Untuk itulah Pertimbangan utama dilakukan penelitian dilokasi ini berdasarkan
pemantauan awal yang dilakukan, menunjukkan bahwa Peran Badan Pengelola
Perbatasan Daerah Kabupaten Natuna dalam Program Percepatan Pembangunan Pulau-
Pulau Kecil dan Terluar di Kecamatan Subi belum optimal. Sehingga dalam pelaksanaan
pembangunan pulau-pulau kecil dan terluar cenderung lambat.
3. Jenis dan sumber data
Jenis dan sumber data yang diperlukan untuk dihimpun dan diolah dalam penelitian
kualitatif adalah sebagai berikut :
a. Data primer
Data primer adalah berbagai informasi dan keterangan yang diperoleh langsung dari
sumbernya, yaitu para pihak yang dijadikan informan penelitian. Jenis data ini
Page 15
14
meliputi informasi dan keterangan mengenai Peran Badan Pengelola Perbatasan
daerah Kabupaten Natuna dalam program percepatan pembangunan pulau-pulau kecil
dan terluar di Kecamatan Subi. Informan penelitian yang menjadi sumber data primer
ditentukan dengan metode purposive sampling. Kriteria penentuan informan penelitian
didasarkan pada pertimbangan kedudukan/jabatan, kompetensi dan penguasaan
masalah yang relevan dengan obyek penelitian.
b. Data Sekunder
Sumber data sekunder adalah berbagai teori dan informasi yang diperoleh tidak
langsung dari sumbernya, yaitu berbagai buku yang berisi teori Peran, teori
perenecanaan dan pembangunan, teori perbatasan serta berbagai dokumen, dan juga
data lainnya yang relevan dengan kebutuhan dan tujuan penelitian.
4. Informan
Informan adalah objek penting dalam sebuah penelitian. Informan adalah orang-orang
dalam latar penelitian yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi dalam penelitian.
Teknik penunjukan informan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik
purposive sampling. Menurut Arikunto (2006:139) purposive sampling adalah sampel
bertujuan dilakukan dengan cara mengambil subjek bukan didasarkan atas strata, random,
atau daerah tetapi didasarkan atas adanya tujuan tertentu.
Tabel I.2
Informan
No Informan Pertimbangan Jumlah
1 Kepala BPPD Penanggung Jawab
umum
1 orang
2 Sub bagian Perencanaan 1 orang
Page 16
15
perencanaan program
3 Camat Kecamatan
Subi
Pimpinan tertinggi
di Kecamatan Subi
1 orang
4 TokohMasyarakat
(RT/RW)
Masyarakat yang
merasakan dampak
dari pembangunan
2 orang
Jumlah 5 orang
Sumber : Data olahan peneliti, 2016
5. Teknik dan alat pengumpulan data
Dalam penelitian ini, data yang dibutuhkan adalah terdiri dari data primer dan data
sekunder yang diperlukan melalui teknik-teknik sebagai berikut :
a) Penelitian Kepustakaan (Library Research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan
teknik mengumpulkan data-data dengan membaca dan mencatat bahan-bahan tertulis
dari berbagai sumber, seperti literature/buku bacaan, karya ilmiah, teori-teori dari
internet, dan sumber-sumber lain yang ada relevansinya dengan judul penelitian.
b) Wawancara, menurut Arikunto (2010:198) wawancara adalah sebuah dialog yang
dilakukan oleh pewawancara untul memperoleh informasi dari terwawancara.
Penulis mengajukan pertanyaan secara langsung kepada informan terpilih untuk
mendapatkan data yang berkaitan dengan penelitian melalui pedoman wawancara.
c) Observasi, Sutrisno Hadi (dalam Sugiyono 2009 : 165) mengemukakan bahwa
observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari
pelbagai proses biologis dan psikhologis diantaranya yang terpenting adalah proses-
proses pengamatan dan ingatan. yaitu mengamati secara langsung aktivitas yang
dilakukan oleh Badan Pengelola Perbatasan Natuna, sehubungan dengan upaya
Page 17
16
mereka dalam melaksanakan tugas-tugas yang berkaitan dengan program percepatan
pembangunan pulau terluar.
D. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Analisis Peran Badan Pengelola Perbatasan Kabupaten Natuna dalam program
percepatan pembangunan pulau-pulau kecil dan terluar di Kecamatan Subi.
Didalam melakukan suatu percepatan pembangunan PPKT harus mempunyai peran
yang baik dari Badan Pengelola Perbatasan Kabupaten Natuna agar mampu memberikan
dampak yang baik bagi pembangunan PPKT. Sesuai dengan Pemendagri No. 2 Tahun 2011
tentang Pedoman pembentukan Badan Pengelola Perbatasan di daerah, maka disebutkan
dalam pasal 9, BPPD mempunyai tugas menetapkan kebijakan program pembangunan
perbatasan, menetapkan rencana kebutuhan anggaran, mengkoordinasikan pelaksanaan, dan
melaksanakan evaluasi dan pengawasan di Kabupaten/ Kota. Pada kondisi saat ini BPPD
sebagai lembaga pengelola perbatasan didaerah tidak hanya bertugas mengkoordinasikan,
memfasilitasi, melakukan evaluasi dan pengawasn kawasan perbatasan, akan tetapi juga
sebagai lembaga pengelola yang juga (eksekutor) pelaku pembangunan kawasan perbatasan.
Kinerja pelayanan Badan Pengelola Perbatasan Kabupaten Natuna mengacu pada
uraian tugas, fungsi dan struktur organisasi, pelaksanaan kapasitas pelayanan Badan
Pengelola Perbatasan Kabupaten Natuna dapat dikategorikan pada 2 (dua) peran utama yang
saling terkait yaitu :
1. Menetapkan kebijakan program pembangunan perbatasan
2. Mengkoordinasikan pelaksanaan program kegiatan antar pusat, provinsi dan daerah.
Dalam penelitian ini peniliti menggunakan teori menurut Covey dalam Rivai
(2004:149) untuk mengetahui Peran Badan Pengelola Perbatasan dalam program
Page 18
17
percepatan Pembangunan PPKT di Kecamatan Subi Kabupaten Natuna yaitu sebagai
berikut :
1. Pencarian alur (Pathfinding)
2. Penyelaras (Aligining)
3. Pemberdaya (Empowering)
Penelusuran jawaban informan atas Peran Badan Pengelola Perbatasan Kabupaten
Natuna dalam program percepatan pembangunan Pulau-Pulau Kecil dan Terluar di
Kecamatan Subi dalam melaksanakan peran Percepatan pembangunan PPKT dengan
komponen pertanyaan :
1. Peran pencarian alur ( Pathfinding)
Peran Badan Pengelola Perbatasan dalam program percepatan pembangunan PPKT
di Kecamatan Subi Kabupaten Natuna adalah pembangunan PPKT yang programnya
dilaksanakan oleh BPPD yang bisa menjadi kesejahteraan masyarakat dan pembangunan
PPKT. Peran sebagai pencarian alur (pathfinding) merupakan suatu peranan yang
dilakukan oleh Badan Pengelola Perbatasan sebagai tokoh utama didalam mencari visi
dan misi organisasi. Dalam percepatan pembangunan PPKT di Kecamatan Subi, peran
sebagai pencarian alur (Pathfinding) bertujuan untuk mengetahui apakah percepatan
pembangunan yang selama ini dilakukan berdampak positif.
Minimnya dukungan sarana dan prasarana serta basis kewenangan yang belum
spesifik merupakan salah satu faktor penyebab belum optimalnya pembangunan Pulau-
Pulau Kecil dan Terluar. Badan Pengelola Perbatasan daerah sebagai aktor utama
didaerah perlu menata kembali tata kelola Pulau-Pulau Kecil dan Terluar berbasis
Page 19
18
kewenangan yang sesuai dengan kebutuhan, serta berperan dalam upaya peningkatan
kualitas sarana dan prasarana, melaui strategi-strategi :
1. Mengembangkan tata kelola perbatasan daerah berbasis kewenangan dan
kelembagaan yang spesifik/ asimetris sesuai kebutuhan kawasan perbatasan
2. Membangun atau meningkatkan kualitas sarana dan prasarana penyelenggaraan
PPKT
3. Menyusun/menyiapkan kebijakan dan mengembangkan program peningkatan
kapasitas PPKT
Bagan IV.1
Proses Perencanaan Program Percepatan Pembangunan PPKT
Sumber : Data Olahan Peneliti, 2016
2. Penyelaras (Aligining)
Peran Badan Pengelola Perbatasan dalam program percepatan pembangunan PPKT
di Kecamatan Subi Kabupaten Natuna adalah pembangunan PPKT yang programnya
dilaksanakan oleh BPPD yang bisa menjadi kesejahteraan masyarakat dan pembangunan
Musrentas tingkat Desa
( Bulan Januari)
Musrentas tingkat Kecamatan
( Bulan Januari)
Musrentas tingkat Kabupaten
( Bulan Maret)
Musrentas tingkat Provinsi
( Bulan April)
Musrentas tingkat Nasional
( Bulan Mei)
Page 20
19
PPKT. Peran sebagai Penyelaras (Aligining) yaitu peran untuk memastikan bahwa
struktur, sistem, dan proses operasional organisasi memberikan dukungan pada
pencapaian visi dan misi. Dalam percepatan pembangunan PPKT di Kecamatan Subi,
peran sebagai Penyelaras (Aligining) agar bisa memberikan manfaat yang baik demi
tercapainya suatu pembangunan.
Bagan IV.2 Proses penetapan Program
Sumber : Data Olahan Peneliti, 2016
Badan Pengelola Perbatasan Daerah, yang merupakan perangkat daerah yang
dibentuk dalam rangka melaksanakan tugas dan fungsi untuk melaksanakan pengelola
perbatasan Negara di daerah (permendagri No. 2 Tahun 2011 pasal 1). Sejauh ini,
• Jalan, pelabuhan, listrik, komunikasi, penerbangan perintis, dan air bersih
Program Kabupaten
• Jalan, pelabuhan, listrik, komunikasi, penerbangan perintis, dan air bersih
Program Provinsi
• Jalan, pelabuhan, listrik, komunikasi, penerbangan perintis, dan air bersih
Program Nasional
Pembangunan Pulau Subi
Page 21
20
beberapa kebutuhan dan permasalahan kelembagaan pengelolaan perbatasan
diantaranya adalah :
1. Belum optimalnya mekanisme dan pelaksanaan koordinasi
2. Terbatasnya sumber daya, sarana dan prasarana pendukung, serta SDM lembaga
pengelola perbatasan
Pada kondisi saat ini BPPD sebagai lembaga pengelola perbatasan didaerah tidak
hanya bertugas mengkoordinasi, memfasilitasi, melakukan evaluasi dan pengawasan
perbatasan, akan tetapi juga sebagai lembaga pengelola yang juga (eksekutor) pelaku
pembangunan PPKT. Selain isu tersebut, juga terdapat beberapa isu lainnya terkait
fungsi Badan Pengelola Perbatasan di daerah, antara lain :
1. Belum dipahami secara jelas posisi dan kedudukan BPPD terhadapap SKPD teknis
yang berkaitan erat dengan pembangunan PPKT.
2. Belum terdapat pengaturan atau panduan yang jelas secara teknis mengenai
mekanisme koordinasi BPPD
3. Masih ada beberapa BPPD yang masih tergabung dengan lembaga lain. Hal ini
menghambat tugas dan peran BPPD sebagai lembaga pengelola perbatasan daerah
Dari beberapa wawancara dengan informan mengenai kendala Badan Pengelola
Perbatasan Kabupaten Natuna dalam percepatan pembangunan PPKT khususnya di
Kecamatan Subi, penulis dapat simpulkan bahwa Kendalanya itu apabila cuaca tidak
bersahabat untuk membawa material bangunan, jarang sinkron antara SKPD dan BPP,
kesenjangan dalam kewenangan, lebih ke perencanaan, faktor biaya juga menjadi
kendala.
Page 22
21
3. Pemberdaya (Empowering)
Minimnya dukungan sarana dan prasarana serta basis kewenangan yang belum
spesifik merupkan salah satu penyabab belum optimalnya percepatan pembangunan
Pulau-Pulau Kecil dan Terluar. BPP sebagai aktor utama percepatan pembangunan
Pulau-Pulau Kecil dan Terluar perlu menata kembali tata kelola pembangunan PPKT
dalam peningkatan pembangunan PPKT. Peran sebagai Pemberdaya (Empowering)
yaitu peran untuk menggerakkan semangat dalam diri orang-orang dalam
mengungkapkan bakat, kecerdikan, dan kreativitas laten untuk mampu mengerjakan
apapun dan konsisten dengan prinsip-prinsip yang disepakati.
Bagan IV.3
Kerangka Program Pemberdayaan
Sumber : Data Olahan Peneliti, 2016
Dengan demikian perlunya meningkatkan partisipasi masyarakat dalam
pembangunan dan pengawasan sumber daya. Luasnya kawasan perbatasan harus
diawasi menyebabkan kegiatan pengawasan menjadi sulit dilakukan apalagi
jarak/rentang kendali dari Kecamatan Subi ke Ibukota Kabupaten Natunayang sangat
jauh jika hanya dibebankan pada alat-alat Negara semata. Kondisi riil dilapangan masih
Pemberdayaan
• Masyarakat
Sasaran
•Kelembagaan Masyarakat
Fungsi
•Untuk pembangunan di Pulau Subi
Page 23
22
terdapat kendala untuk menyediakan infrastruktur penunjang bagi kegiatan pengawasan
yang ideal. Oleh karena itu pelibatan masyarakat menjadi mutlak dibutuhkan.
Kondisi infrastruktur dasar permukiman di Kecamatan Subi seperti pelayanan air
bersih, distribusi energi listrik, kapasitas sinyal telekomunikasi, kemampuan pengaliran
drainase, pengolahan air limbah, infrastruktur antisipasi bencana teridentifikasi
masih dalam keterbatasan. Masyarakat harus mengatur pemakaian energi ataupun
mengeluarkan biaya lebih mahal agar mendapatkan infrastruktur dasar di lingkungan
permukiman. Kebijakan peningkatan infrastruktur dasar permukiman dipilih sebagai
peningkatan taraf hidup masyarakat dikawasan perbatasan agar mendapatkan prasarana
sarana dasar sesuai dengan amanat UUD RI Tahun 1945, pasal 28 H ayat 1, “setiap
orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan
lingkungan hidup yang baik dan sehat”.
Pelibatan masyarakat wajib dilakukan, agar pembangunan tidak sekedar agenda
pemerintah pusat dan daerah saja, selain itu agar sesuai dengan nilai, norma, kebiasaan,
serta tata cara yang ada pada masyarakat, sehingga mereka merasa memiliki. Hal ini pun
dalam upaya untuk meningkatkan kualitas SDM masyarakat dalam pembangunan
kawasan perbatasan.
Aktor utama di daerah yang memiliki peran sebagai Pengelola Perbatasan adalah
Pemerintah Daerah Kab/Kota. Beradasarkan pasal 30 Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 2 Tahun 2011 tentang Pedoman Pembentukan Badan Pengelola Perbatasan di
Daerah, pendanaan oleh Badan Perbatasan Daerah dalam pengelolaan perbatasan
dibebankan pada APBD dan sumber anggaran lainnya yang sah dan tidak mengikat.
Page 24
23
Pendanaan yang bersifat teknis operasional pengelolaan perbatasan yang dilakukan oleh
Satuan Kerja Perangkat Daerah dikoordinasikan oleh Badan Pengelola Perbatasan.
Sesuai dengan amanat Perpres 12 Tahun 2010, untuk menegaskan mana urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan pusat atau daerah dalam pembangunan PPKT,
diperlukan pengaturan pembagian dalam peraturan pemerintah. Dengan demikian, dari
segi sistem penganggaran dan akuntabilitasnya, Badan Pengelola Perbatasan di daerah ini
dibiayai dari APBD. Sedangkan dalam hal badan didaerah ini mengelola urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan pusat, pembiayaannya berasal dari APBN
melalui mekanisme dekonsentrasi atau pembantuan.
Lemahnya tugas dan fungsi Lembaga Pengelola Perbatasan dapat dikarenakan tiga
hal baik itu dari pelaku/aktor yang menjalankan, aturan/regulasi terkait, maupun sumber
daya yang ada di dalam kelembagaan tersebut. Perlu adanya tindakan nyata untuk ketiga
aspek yang mempengaruhi kinerja Lembaga Pengelola Perbatasan tersebut. Untuk aspek
aktor/pelaku tujuan utamanya adalah meningkatan SDM yang sesuai dengan kebutuhan
wilayah PPKT ditunjang dengan peningkatan pelibatan aktor masyarakat. Sedangkan
aturan/regulasi adalah menguatkan payung hukum kebutuhan-kebutuhan dalam
menjalankan tupoksi Lembaga Pengelola Perbatasan. Dan sumber daya adalah
penguatan sarana dan prasarana yang bersifat fisik seperti alat operasional dan lainnya,
serta pengaturan penganggaran PPKT pada lembaga pengelola daerah yang didukung
oleh aturan mengenai mekanisme pendanaan PPKT selain APBD dan APBN, seperti
keefektifan DAK, dana swasta, asing, dsb.
Page 25
24
Infrastruktur dasar merupakan sarana utama dalam melaksanakan pembangunan
dan sangat berpengaruh terhadap peningkatan ekonomi serta pengembangan daerah.
Tanpa jalan atau akses penghubung, pembangunan fasilitas masyarakat dan fasilitas
pemerintah sulit direalisasikan. Bagi para petani, tanpa jalan yang baik, mereka akan
mengalami kesulitan dalam menyalurkan hasil pertanian dan perkebunan menuju sentral
perdagangan. Begitupun dengan para nelayan, tanpa pelabuhan dan akses yang memadai,
mereka akan kesulitan dalam memasarkan hasil tangkapan yang mengakibatkan
tersendatnya perekonomian di sektor perikanan dan terisolasi dari proses dinamika
pembangunan itu sendiri.
Faktanya adalah Kecamatan Subi sebagian besar cenderung terlambat dalam
memperoleh arus informasi dan bahkan terisolir. Hal itu terjadi karena pelayanan
infrastruktur dasar telekomunikasi yang sangat rendah. Oleh karena itu usaha
membangun atau meningkatkan kualitas pelayanan infrastruktur dasar telekomunikasi.
Jangkaun pelayanan sinyal yang rendah menjadi permasalahan yang cukup pelik sebab
menjadi penghambat warga yang ada di Kecamatan Subi berinteraksi dengan dunia luar.
Belum lagi, apabila ada satu kejadian yang harus segera ditangani secepatnya akan
menjadi terkendala akibat pelayanan infrastruktur dasar telekomunikasi yang rendah.
Dari beberapa wawancara dengan informan mengenai apakah sudah ada kemajuan
atau belum dari pembangunan PPKT, Penulis dapat simpulkan Belum optimal karena
masih banyak pembangunan yang tertinggal dan masyarakat belum sepenuhnya bisa
menikmati listrik, air bersih, transfortasi yang memadai, dan komunikasi.
Page 26
25
Menurut analisa penelilti apa yang dikemukakan oleh Covey dalam Rivai
(2004:149) memang benar, bahwa keberhasilan peran tersebut amat ditentukan oleh
tingkat peran seorang pemimpin. Peran BPPD di Kecamatan Subi Kabupaten Natuna
pada dasarnya sudah cukup mendukung tetapi ada beberapa indikator yang belum
mendukung, sehingga beberapa indikator yang menjadi kendala tersebut mengahambat
bagi kelancaran pencapaian tersebut. Dimana peran BPPD tersebut di Kecamatan subi
belum berjalan sesuai yangg diharapkan.
Kebutuhan akan kewenangan yang kuat Badan Pengelola membutuhkan strong
leadership. Bagi Badan Pengelola di tingkat Kabupaten/Kota, kewenangan yang kuat
dapat diperoleh dari tingkat pimpinan Badan Pengelola yang berada tidak sejajar dengan
pimpinn lembaga lain yang menjadi anggotanya. Dalam kelembagaan ini juga
dimungkinkan untuk membentuk gugus tugas yang menjadi ruang partisipasi yang lebih
luas bagi masyarakat untuk ikut serta dalam pengelolaan perbatasan di daerah.
Keberadaan Pulau-Pulau Kecil dan Terluar (PPKT) adalah salah satu kawasan yang
secara geografis sangat strategis, karena dari pulau kecil terluar inilah ditentukan batas
wilayah Negara. Sayangnya, peran pemerintah pusat maupun daerah dalam mengelola
kawasan ini masih sangat rendah bahkan banyak juga yang belum tersentuh sehingga
tidak heran masih banyak permasalahan dan pelanggaran yang terjadi di PPKT maupun
kawasan perbatasan laut lainnya yang ada di pelosok.
2. Analisis Faktor/Kendala dalam Program Percepatan Pembangunan Pulau-Pulau Kecil
dan Terluar di Kecamatan Subi
Kendala dalam program percepatan pembangunan PPKT di Kecamatan Subi adalah
Belum optimalnya mekanisme dan pelaksanaan koordinasi Terbatasnya sumber daya, sarana
Page 27
26
dan prasarana pendukung, SDM lembaga pengelola perbatasan, Prakteknya selalu terabaikan
karena lebih ke perencanaan, dan kurangnya anggaran untuk pembangunan PPKT.
Rendahnya pelayanan infrastruktur transportasi regional dan lokal di kawasan perbatasan
laut. Kondisi pelabuhan-pelabuhan yang ada di Kecamatan Subi dalam kondisi kurang baik,
tidak mempunyai sandaran kapal atau tidak mempunyai pos pendataan. Padahal masyarakat
di pulau-Subi mengandalkan transportasi laut untuk mobilisasi. Keterbatasan juga terjadi
rute pelayaran dan kapal angkut, sehingga masyarakat harus mencari cara menyiasati dengan
menumpang kapal-kapal yang akan berlayar.
faktor penghambat dalam percepatan pembangunan PPKT itu rentang kendali yang
sangat jauh dari Ibukota Kabupaten Natuna dan belum optimalnya kapal yang berlayar di
daerah Kecamatan Subi, sehingga masyarakat harus menyewa pompong yang terbuat dari
kayu untuk ke Ranai (Ibukota Kabupaten Natuna) yang memakan biaya yang sangat besar
kisaran antara 3 atau 4 juta itupun tergantung dari ukuran kapal. Mengenai transfortasi, hal
yang penting dilakukan adalah membuka keterisolasian kawasan perbatasan.
E. Kesimpulan
Dari permasalahan yang ada di Badan Pengelola Perbatasan Kabupaten Natuna dalam
percepatan Pembangunan Pulau-Pulau Kecil dan terluar di Kecamatan Subi sesuai dengan
peran yang telah dilakukan tetapi belum maksimal di dalam pelaksanaannya. Ada beberapa
masalah-masalah yang menyebabkan peran Badan Pengelola Perbatasan belum maksimal.
Apabila masalah-masalah tersebut tidak ada maka masyarakat kecamatan subi bisa menikmati
pembangunan. Kesimpulan didalam penelitian ini mengenai peran Badan Pengelola
Perbatasan dalam program percepatan pembangunan Pulau-Pulau Kecil dan Terluar di
Page 28
27
Kecamatan Subi, maka dapat disimpulkan dilihat dari teori covey dalam Rivai (2004:149),
maka dapat diambil kesimpulan bahwa :
1. Untuk dimensi Pencarian alur (Pathfinding), dapat disimpulkan bahwa peran Badan
Pengelola Perbatasan dalam program percepatan pembangunan Pulau-Pulau Kecil dan
Terluar di Kecamatan Subi masih dalam proses perencanaan agar pelaksanaan
pembangunan bisa lebih maksimal sehingga menjadi lebih baik lagi dalam pelaksanaan.
Badan Pengelola Perbatasan seringkali kurang berperan dalam mengawal pembangunan
dan pengembangan kawasan. Hal tersebut ditunjukkan dengan minimnya kualitas sarana
dan prasarana di Kecamatan Subi dengan jangkauan akses yang sulit. Didalam pencarian
alur ini Badan Pengelola Perbatasan membuat program sesuai dengan visi dan misi
organisasi kedalam bentuk perencanaan program dan pelaksanaan.
2. Dimensi yang kedua yaitu Peran Penyelaras (Aligining) yaitu peran yang memberikan
dukungan dalam pencapaian visi dan misi didalam memaksimalkan pembangunan Pulau-
Pulau Kecil dan Terluar di Kecamatan Subi bukan hanya Kepala Badan Pengelola
Perbatasan saja yang berpartisipasi didalamnya, melainkan juga SKPD-SKPD yang lain
untuk mencapai visi dan misi tersebut. Badan Pengelola Perbatasan juga terkendala dari
segi anggaran untuk pembangunan PPKT tersebut.
3. Dimensi yang ketiga yaitu peran sebagai Pemberdaya (Empowering), peran Badan
Pengelola Perbatasan ini masih belum optimal terkait sasaran yang dibutuhkan masyarakat
Kecamatan Subi, karena masyarakat Kecamatan Subi masih belum sepenuhnya bisa
menikmati Listrik, air bersih, transfortasi yang memadai dan komunikasi yang sulit di
akses.
Page 29
28
DAFTAR PUSTAKA
A. Sumber Buku
Afiffuddin. 2010. Pengantar Administrasi Pembangunan. Bandung : Alfabeta
Arikunto, S. Jabar, C.2010. Evaluasi Program Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara
Bintoro Tjokroamojo. 2004. Pengantar Administrasi Pembangunan. LP3ES, Jakarta
Dam, Syamsumar, 2010. Politik Kelautan. Jakarta : Bumi Aksara
HB Sutopo, 2002. Pengantar Penelitian Kualitatif (Dasar-Dasar Teoritis dan Praktis), Pusat
Penelitian Surakarta
Kusumastanto, Teridoyo. 2004. Ocean Policy dalam Membangun Negeri Bahari di Era
Otonomi Daerah. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Moleong. Lexy. 2002. “Metodelogi Penelitian Kualitatif”. Bandung : PT Remaja Rosda Karya.
Rivai, Veithzal. 2004. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi (edisi kedua). Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Soekanto, Soerjono. 2009. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada.
Subyantoro,AriefL2006, Metode dan Teknik Penelitian Sosial, Yogyakarta : C.V Andi offset.
Sugiyono, 2009, Metode Penelitian Administrasi, Bandung, Alfabeta.
Suharto 2001, Otonomi Kampung dan Pemberdayaan, Penerbit Tim Lapera Jakarta.
Suharto,E.2006.Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, Kajian Strategis
Pembangunan Kesejahteraan Sosial & Pekerjaan Sosial. Bandung : PT.Refika Aditama
B. Dokumen
Aviandri, Aldo. 2015. Skripsi. Peranan Badan Permusyawaratan Desa dalam menjalankan
fungsi pengawasan pemerintahan desa. 117 Halaman (Http://eprints.upnjatim.ac.id
diakses 17 April 2016, 16.15 Wib)
Chandra Pratama, Fandy.2016.Skripsi.Peran pemerintah dalam pengembangan objek wisata
pantai gandorioh dan pulau angso duo di kota pariaman. 79 halaman
(http://repository.uin-suska.ac.id diakses 17 April 2016, 12.00 Wib).
Hardiani, Puput.2015.Skripsi. peran dinas pertanian dan kehutanan dalam pemberdayaan
petani karet di kecamatan telok sebong kabupaten bintan.
Kasmiah.2014.skripsi. peranan pemerintah desa untuk meningkatkan partisipasi masyarakat
dalam pembangunan.
Nilamsari, Dian Putri,2012. Skripsi. Peranan bappeda dalam implementasi pnpm mandiri
perkotaan di kabupaten banjarnegara studi kasus pada Kelurahan
Page 30
29
Sokanandi,Kecamatan Banjarnegara. 111 Halaman (http://eprints.uny.ac.id diakses 17
April 2016, 12.15 Wib).
Sunarsih, 2015. Skripsi. Peran kepala desa dalam pembangunan desa gunung bayan
Kecamatan Muara Pahu Kabupaten Kutai Barat.106 halaman(
http://www.portal.fisip-unmul.ac.id diakses 17 april 2016, 15.00 Wib).
Yuliana, Siti, 2009. Skripsi. peranan departemen agama dalam p enyelenggaraan ibadah haji di
Kabupaten Madiun Universitas Sebelas Maret. Surakarta.121 halaman
(https://safesearch.avira.com diakses 17 April 2016, 11.30 Wib).
C. Peraturan Perundang-Undangan
Grand Design Pengelolaan Batas Wilayah Negara Dan Kawasan Perbatasan Di Indonesia
Tahun 2011 – 2025
Peraturan Badan Pengelola Perbatasan Kabupaten Natuna tentang Rencana Strategis
(RENSTRA ) Tahun 2012-2016
Peraturan Daerah Kabupaten Natuna Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Badan
Pengelola Perbatasan Kabupaten Natuna
Peraturan Kepala Badan Pengelola Perbatasan Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana
Strategis Badan Pengelola Perbatasan Tahun 2015-2019
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Pulau-
Pulau Kecil Terluar
D. Sumber Internet
http://www.kecamatansubi.natunakab.go.id diakses 13 oktober 2015
http://diddyrusdiansyah.blogspot.co.id/2013/02/konsep-pembangunan-kawasan-perbatasan.html
diakses 14 Januari 2016