-
PENYUSUNAN RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN (RIPKA)
KABUPATEN GRESIK II -1
2.1 TINJAUAN KEBIJAKAN
2.1.1 Kebijaksanaan Tata Ruang Provinsi Jawa Timur
Kawasan peruntukan pariwisata di Provinsi Jawa timur meliputi
daya tarik wisata alam,
daya tarik wisata budaya, dan daya tarik wisata hasil buatan
manusia.
A. Daya Tarik Wisata Alam
Daya tarik wisata alam di Provinsi Jawa Timur meliputi:
1) Air Terjun Dlundung di Kabupaten Mojokerto;
2) Air Terjun Sedudo dan Pemandian Sumber Karya di Kabupaten
Nganjuk;
3) Air Terjun Madakaripura, Bromo-Ngadisari, dan Pantai Bentar
di Kabupaten
Probolinggo;
4) Air Terjun Watu Ondo di perbatasan Kabupaten Mojokerto dan
Kota Batu;
5) Api Abadi di Kabupaten Pamekasan;
6) Arak-Arak di Kabupaten Bondowoso;
7) Banyuanget, Gua Gong, Gua Tabuhan, dan Pantai Teleng Ria di
Kabupaten Pacitan;
8) Bukit Bededung dan Pantai Pasir Putih di Kabupaten
Situbondo;
9) Coban Glotak, Pantai Balekambang, dan Pantai Ngliyep di
Kabupaten Malang;
10) Danau Kastoba dan Pantai Labuhan di Pulau Bawean Kabupaten
Gresik;
11) Grajagan, Pantai Plengkung, Pantai Sukamade, dan Kawah Ijen
di Kabupaten
Banyuwangi;
12) Gua Lowo, Pantai Karanggongso, Pantai Prigi, dan Tirta
Jualita di Kabupaten
Trenggalek;
13) Gua Maharani dan Pantai Tanjung Kodok di Kabupaten
Lamongan;
14) Gunung Kelud di Kabupaten Blitar dan Kabupaten Kediri;
TINJAUAN KEBIJAKAN & PUSATAKA 2 PENYUSUNAN RENCANA INDUK
PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN (RIPKA) KABUPATEN GRESIK
-
L A P O R A N A K H I R
PENYUSUNAN RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN (RIPKA)
KABUPATEN GRESIK II -2
15) Gunung Wilis di Kabupaten Kediri, Kabupaten Madiun,
Kabupaten Nganjuk,
Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Trenggalek, dan Kabupaten
Tulungagung;
16) Hutan Bambu, Pantai Watu Godeg, Ranu Bedali, Ranu Klakah,
dan Ranu Pane di
Kabupaten Lumajang;
17) Hutan Surya, Pemandian Talun, dan Waduk Pondok di Kabupaten
Ngawi;
18) Kakek Bodo di Kabupaten Pasuruan;
19) Kayangan di Kabupaten Bojonegoro;
20) Kawah ijen di Kabupaten Banyuwangi dan Kabupaten
Bondowoso;
21) Pantai Lombang dan Pantai Slopeng di Kabupaten Sumenep;
22) Pantai Popoh di Kabupaten Tulungagung;
23) Pantai Rongkang di Kabupaten Bangkalan;
24) Pantai Watu Ulo di Kabupaten Jember;
25) Pemandian Air Panas Cangar Tahura R. Soerjo di Kota
Batu;
26) Tahura R. Soeryo di Kabupaten Jombang, Kabupaten Malang,
Kabupaten Mojokerto,
Kabupaten Pasuruan, dan Kota Batu;
27) Taman Nasional Bromo–Tengger–Semeru (BTS) di Kabupaten
Lumajang, Kabupaten
Malang, Kabupaten Pasuruan, dan Kabupaten Probolinggo;
28) Telaga Ngebel dan Tirto Manggolo di Kabupaten Ponorogo;
dan
29) Telaga Sarangan di Kabupaten Magetan.
B. Daya Tarik Wisata Budaya
Daya tarik wisata budaya di wilayah Provinsi Jawa Timur
meliputi:
1) Asta Yusuf, Asta Tinggi, Keraton, Masjid Agung, dan Museum di
Kabupaten
Sumenep;
2) Candi Jabung di Kabupaten Malang;
3) Candi Jabung Tirto di Kabupaten Probolinggo;
4) Candi Penampihan di Kabupaten Tulungagung;
5) Candi Penataran di Kabupaten Blitar;
6) Gereja Poh Sarang dan Petilasan Jayabaya di Kabupaten
Kediri;
7) Gua Akbar, Makam Bekti Harjo, Makam Ibrahim Asmorokondi, dan
Makam Sunan
Bonang di Kabupaten Tuban;
8) Kompleks Makam K.H. Hasyim Asy’ari, K.H. Wachid Hasyim, Gus
Dur, dan Sayid
Sulaiman di Kabupaten Jombang;
9) Makam Aer Mata Ebu di Kabupaten Bangkalan;
10) Makam Batoro Katong di Kabupaten Ponorogo;
11) Makam Proklamator Bung Karno di Kota Blitar;
12) Makam Ratu Ebu di Kabupaten Sampang;
13) Makam Sunan Ampel dan Mbah Bungkul di Kota Surabaya;
-
L A P O R A N A K H I R
PENYUSUNAN RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN (RIPKA)
KABUPATEN GRESIK II -3
14) Makam Sunan Drajat di Kabupaten Lamongan;
15) Makam Sunan Giri, Makam Maulana Malik Ibrahim, dan Fatimah
Binti Maemun di
Kabupaten Gresik;
16) Makam Troloyo di Kabupaten Mojokerto;
17) Pura Mandara Giri Semeru Agung di Kabupaten Lumajang;
dan
18) Situs Peninggalan Budaya Majapahit di Kabupaten
Mojokerto.
C. Daya Tarik Wisata Hasil Buatan Manusia
Daya tarik wisata hasil buatan manusia di wilayah Provinsi Jawa
Timur meliputi:
1) Bendungan Widas dan Taman Umbul di Kabupaten Madiun;
2) Kawasan Kaki Jembatan Suramadu (KKJS) di Kabupaten Bangkalan
dan Kota
Surabaya;
3) Kebun Binatang Surabaya di Kota Surabaya;
4) Kebun Raya Purwodadi dan Pemandian Banyubiru di Kabupaten
Pasuruan;
5) Kolam Renang Ubalan di Kabupaten Mojokerto;
6) Pemandian Blambangan, Pemandian Kebon Agung, dan Pemandian
Petemon di
Kabupaten Jember;
7) Pemandian Talun dan Waduk Pondok di Kabupaten Ngawi;
8) Sumber Boto dan Tirta Wisata di Kabupaten Jombang;
9) Taman Kosala Tirta, Taman Manunggal, dan Tirtosari di
Kabupaten Magetan;
10) Taman Safari di Kabupaten Pasuruan;
11) Taman Sengkaling dan Waduk Selorejo di Kabupaten Malang;
12) Taman Suruh di Kabupaten Banyuwangi;
13) Ubalan Kalasan di Kabupaten Kediri;
14) Waduk Gondang dan Wisata Bahari Lamongan (WBL) di Kabupaten
Lamongan; dan
15) Waduk Wonorejo di Kabupaten Tulungagung.
Arahan pengelolaan kawasan peruntukan pariwisata meliputi:
a) Pelengkapan sarana dan prasarana pariwisata sesuai dengan
kebutuhan, rencana
pengembangan, dan tingkat pelayanan setiap kawasan daya tarik
wisata;
b) Penguatan sinergitas daya tarik wisata unggulan dalam bentuk
koridor pariwisata;
c) Pengembangan daya tarik wisata baru di destinasi pariwisata
yang belum berkembang
kepariwisataannya; dan
d) Pengembangan pemasaran pariwisata melalui pengembangan pasar
wisatawan, citra
destinasi wisata, kemitraan pemasaran pariwisata, dan perwakilan
promosi pariwisata.
Pengembangan koridor pariwisata sebagai bagian dari pengembangan
kepariwisataan
di Provinsi Jawa Timur, terdiri dari:
A. Jalur pengembangan koridor A dengan pusat pelayanan wisata di
Kabupaten Tuban dan
Kota Surabaya, meliputi:
-
L A P O R A N A K H I R
PENYUSUNAN RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN (RIPKA)
KABUPATEN GRESIK II -4
1. Api Abadi di Kabupaten Pamekasan;
2. Asta Yusuf, Asta Tinggi, Keraton, Museum, Pantai Lombang, dan
Pantai Slopeng di
Kabupaten Sumenep;
3. Gua Akbar, Makam Bekti Harjo, Makam Ibrahim Asmorokondi, dan
Makam Sunan
Bonang di Kabupaten Tuban;
4. Gua Maharani, Makam Sunan Drajat, Pantai Tanjung Kodok, Waduk
Gondang, dan
Wisata Bahari Lamongan (WBL) di Kabupaten Lamongan;
5. Kawasan Kaki Jembatan Suramadu (KKJS), Kebun Binatang
Surabaya, dan Makam
Sunan Ampel di Kota Surabaya;
6. Kawasan Kaki Jembatan Suramadu (KKJS), Makam Aer Mata Ebu,
dan Pantai
Rongkang di Kabupaten Bangkalan;
7. Makam Sunan Giri, Makam Maulana Malik Ibrahim, dan Fatimah
Binti Maemun di
Kabupaten Gresik; dan
8. Makam Ratu Ebu di Kabupaten Sampang.
B. Jalur pengembangan koridor B dengan pusat pelayanan di
Kabupaten Magetan dan Kota
Surabaya, meliputi:
1. Air Terjun Dlundung, Candi Tikus, dan Kolam Renang Ubalan di
Kabupaten
Mojokerto;
2. Air Terjun Sedudo dan Pemandian Sumber Karya di Kabupaten
Nganjuk;
3. Bendungan Widas dan Taman Umbul di Kabupaten Madiun;
4. Hutan Surya, Pemandian Talun, dan Waduk Pondok di Kabupaten
Ngawi;
5. Sumber Boto dan Tirta Wisata di Kabupaten Jombang;
6. Taman Kosala Tirta, Taman Manunggal, Telaga Sarangan, dan
Tirtosari di Kabupaten
Magetan; dan
7. Kota Surabaya.
C. Jalur pengembangan koridor C dengan pusat pelayanan di
Kabupaten Pacitan dan Kota
Malang, meliputi:
1. Banyuanget, Gua Gong, Gua Tabuhan, dan Pantai Teleng Ria di
Kabupaten Pacitan;
2. Candi Penampihan dan Pantai Popoh di Kabupaten
Tulungagung;
3. Candi Penataran di Kabupaten Blitar;
4. Coban Glotak, Pantai Balekambang, Pantai Ngliyep, Taman
Sengkaling, dan Waduk
Selorejo di Kabupaten Malang;
5. Gereja Poh Sarang, Petilasan Jayabaya, dan Ubalan Kalasan di
Kabupaten Kediri;
6. Gua Lowo, Pantai Karanggongso, Pantai Prigi, dan Tirta
Jualita di Kabupaten
Trenggalek;
7. Makam Batoro Katong, Telaga Ngebel, dan Tirto Manggolo di
Kabupaten Ponorogo;
8. Makam Proklamator Bung Karno di Kota Blitar; dan
-
L A P O R A N A K H I R
PENYUSUNAN RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN (RIPKA)
KABUPATEN GRESIK II -5
9. Kota Malang.
D. Jalur pengembangan koridor D dengan pusat pelayanan di
Kabupaten Banyuwangi,
Kabupaten Situbondo, dan Kota Probolinggo, meliputi:
1. Arak-Arak, Bukit Bededung, dan Pantai Pasir Putih di
Kabupaten Situbondo;
2. Bromo-Ngadisan, Candi Jabung Tirto, dan Pantai Bentar di
Kabupaten Probolinggo;
3. Grajagan, Kawah Ijen, Pantai Plengkung, Pantai Sukamade, dan
Taman Suruh di
Kabupaten Banyuwangi;
4. Gunung Bromo, Kakek Bodo, Kebun Raya Purwodadi, Pemandian
Banyubiru, dan
Taman Safari di Kabupaten Pasuruan;
5. Hutan Bambu, Pantai Watu Godeg, Pura Mandara Giri Semeru
Agung, Ranu Bedali,
Ranu Klakah, dan Ranu Pane di Kabupaten Lumajang; dan
6. Pantai Watu Ulo, Pemandian Blambangan, Pemandian Kebon Agung,
dan Pemandian
Petemon di Kabupaten Jember.
2.1.2 Kebijaksanaan Tata Ruang Kabupaten Gresik
Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 8 Tahun 2011
tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Gresik Tahun 2010 – 2030,
kebijakan kawasan
peruntukan pariwisata, yaitu pengembangan kawasan pariwisata
yang ramah lingkungan.
Strategi pengembangan kawasan pariwisata yang ramah lingkungan,
meliputi :
a. mengembangkan obyek wisata andalan prioritas;
b. membentuk zona wisata dengan disertai pengembangan paket
wisata;
c. mengkaitkan kalender wisata dalam skala nasional;
d. meningkatkan sarana dan prasarana wisata yang ada di
masing-masing objek wisata;
e. melakukan diversifikasi program dan produk wisata;
f. melestarikan tradisi dan kearifan masyarakat lokal;
g. mengembangkan pusat kerajinan dan cinderamata;
h. meningkatan promosi dan kerjasama wisata;dan
i. meningkatkan potensi agroekowisata dan ekowisata.
Kegiatan pariwisata di Kabupaten Gresik ditinjau dari
karakteristik dan potensinya
dapat dikelompokkan menjadi pariwisata budaya, pariwisata alam,
dan pariwisata buatan
Objek Daya Tarik Wisata Budaya, yaitu Wisata Budaya Gresik Kota,
dan Pulau Bawean.
Objek wisata budaya antara lain meliputi Makam Sunan Giri, Makam
Maulana Malik
Ibrahim, Makam Raden Santri, Makam Nyi Ageng Pinatih, dan makam
Siti Fatimah binti
Maimun. Di Pulau Bawean, objek wisata ini adalah makam Siti
Zainab.
Objek Daya Tarik Wisata Alam, yaitu Wisata Alam Gresik Utara dan
Pulau Bawean.
Meliputi Pantai Delegan , Pantai Ujung Pangkah; Gua Gelang
Agung, Benteng Portugis,
-
L A P O R A N A K H I R
PENYUSUNAN RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN (RIPKA)
KABUPATEN GRESIK II -6
Pantai Pasir Putih dan Pantai Mengare. Di Pulau Bawean terdiri
dari pantai di Kecamatan
Sangkapura, Pantai Gili, Airpanas Kebundaya, Pantai Tingen,
Pantai Tanjung Karang,
Pantai Gili Barat, Pantai Pulau Cina, Pantai Pasir Putih, Pantai
Mayangkara, Pantai
Labuhan, Danau Kastoba dan hutan lindung. Dua ODTW utama yang
dapat dikunjungi di
hutan tersebut yaitu adalah Air Terjun Laccar, dan Air Terjun
Patar Selamat.
Kebijaksanaan penataan ruang untuk pengembangan kawasan
pariwisata adalah :
1. Pengembangan kawasan pariwisata dengan melakukan promosi
wisata baik secara
regional maupun nasional.
2. Penataan kawasan pariwisata dengan memperhatikan
keberlangsungan lingkungan.
3. Pengembangan kegiatan pendukung pariwisata (hotel, restoran,
dll) dengan
memperhatikan arahan RUTR/RDTR/RTRK yang ada.
4. Menerapkan paket-paket wisata. Paket wisata ini diharapkan
mampu menghubungkan
antara satu ODTW dengan ODTW lainnya.
5. Pengembangan event wisata budaya.
6. Pengembangan jalur transportasi wisata.
7. Pengembangan sentra perdagangan di masing-masing makam tujuan
perjalanan wisata.
8. Pengembangan pusat penginapan di Gresik Kota terutama di
Kecamatan Kebomas dan
Kecamatan Gresik.
2.1.3 Kebijaksanaan Pariwisata Kabupaten Gresik
Pada tahun 2011 terdapat Kajian Pengembangan Potensi Pariwisata
di Kabupaten
Gresik yang dilaksanakan dengan tujuan untuk mengidentifikasi
destinasi -destinasi wisata di
Kabupaten Gresik, potensi dan masalahnya, serta strategi
pengembangannya, yang pada
akhirnya berguna sebagai rekomendasi kebijakan pengembangan
pariwisata sehingga dapat
meningkatkan perekonomian di Kabupaten Gresik.
Karakteristik pariwisata di Kabupaten Gresik dibagi menjadi 3
jenis yaitu wisata alam,
wisata budaya, dan wisata minat khusus. Untuk pembagian
karakteristik masing-masing
destinasi wisata adalah sebagai berikut:
Wisata alam:
Bukit Surowiti
Pantai Dalegan
Telaga Ngipik (Giri Wana Tirta)
Air Panas Sangkapura
Air Terjun Laccar
Air Terjun Patar Selamat/Kuduk-Kuduk
Danau Kastoba
-
L A P O R A N A K H I R
PENYUSUNAN RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN (RIPKA)
KABUPATEN GRESIK II -7
Penangkaran Rusa Bawean
Hutan Mangrove
Kawasan Pantai Selayar
Kawasan Pulau Gili dan Noko
Pantai Pulau Cina
Pantai Labuhan
Pantai Nyimas
Pantai Tinggen
Wisata budaya:
Makam Maulana Malik Ibrahim
Makam Pusponegoro
Makam Raden Santri
Makam Sunan Giri
Makam Sunan Prapen
Makam Nyai Agen Pinatih
Makam Fatimah binti Maemun
Makam Kanjeng Sepuh Sidayu
Wisata minat khusus:
Kampung Kemasan
Sentra Industri Songkok dan Rebana
Kampung Adenium
Dari beberapa variabel yang dibobotkan menggunakan metode
anaisis IPA
(importance-performance analysis) pada masing-masing destinasi
wisata terhadap kepetingan
dan kepuasan pengunjung atau wisatawan yang terdapat pada
kuadran prioritas utama adalah
sebagai berikut:
Tabel 2.1Rekapitulasi Hasil Analisis IPA
DESTINASI WISATA VARIABEL YANG PERLU DITINGKATKAN
1. Pantai Dalegan Kebersihan kondisi lingkungan. Kebersihan
kondisi sarana wisata. Keserasian bangunan wisata dengan alam
sekitar. Adanya makanan dan minuman khas daerah. Adanya
cinderamata/ souvenir khas daerah yang unik. Jaringan jalan.
2. Bukit Surowiti Keteraturan penempatan sarana dan prasarana
wisata. Ketersediaan fasilitas sanitasi seperti MCK dan tempat
sampah. Ketersediaan tempat peristirahatan/ shelter
-
L A P O R A N A K H I R
PENYUSUNAN RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN (RIPKA)
KABUPATEN GRESIK II -8
DESTINASI WISATA VARIABEL YANG PERLU DITINGKATKAN
3. Makam Sunan Giri Adanya pusat informasi dan pelayanan
Kebersihan kondisi lingkungan. Keramah-tamahan pelaku usaha
(petugas parkir, para pedagang, dan
penyedia jasa lainya)
Jaringan jalan.
4. Makam Sunan Prapen Keamanan dari gangguan penjahat.
Terdapatnya pos keamanan. Keteraturan penempatan sarana dan
prasarana wisata. Ketersediaan fasilitas sanitasi seperti MCK dan
tempat sampah. Keserasian bangunan wisata dengan alam sekitar.
Keramah-tamahan pelaku usaha (petugas parkir, para pedagang,
dan
penyedia jasa lainya)
5. Makam Maulana Malik Ibrahim
Ketersediaan petugas dan tempat parkir Adanya pusat informasi
dan pelayanan Keramah-tamahan pelaku usaha (petugas parkir, para
pedagang, dan
penyedia jasa lainya)
6. Makam Pusponegoro Ketersediaan petugas dan tempat parkir Moda
transportasi.
7. Makam Raden Santri Terdapatnya pos keamanan. Ketersediaan
petugas dan tempat parkir Keteraturan sirkulasi internal. Adanya
pusat informasi dan pelayanan Ketersediaan fasilitas sanitasi
seperti MCK dan tempat sampah. Ketersediaan tempat
peristirahatan/shelter.
8. Makam Nyai Ageng Pinatih
Terdapatnya pos keamanan. Ketersediaan petugas dan tempat parkir
Adanya pusat informasi dan pelayanan Ketersediaan fasilitas
sanitasi seperti MCK dan tempat sampah. Keramah-tamahan pelaku
usaha (petugas parkir, para pedagang, dan
penyedia jasa lainya)
9. Makam Fatimah binti Maemun
Terdapatnya pos keamanan. Kebersihan kondisi sarana wisata.
Ketersediaan tempat peristirahatan/ shelter. Keramah-tamahan
petugas/pengelola pusat informasi wisata. Keramah-tamahan pelaku
usaha (petugas parkir, para pedagang, dan
penyedia jasa lainya)
Jaringan jalan. Moda transportasi.
10. Makam Kanjeng Sepuh Waktu perjalanan.
11. Telaga Ngipik Adanya pusat informasi dan pelayanan Jaringan
jalan.
12. Kampung Kemasan Ketersediaan petugas dan tempat parkir
Keteraturan penempatan sarana dan prasarana wisata. Keramah-tamahan
pelaku usaha (petugas parkir, para pedagang, dan
penyedia jasa lainya)
Adanya cinderamata/souvenir khas daerah yang unik. Jaringan
jalan.
Sumber : Kajian Pengembangan Potensi Pariwisata di Kabupaten
Gresik, 2011
Rekomendasi pengembangan menggunakan analisis SWOT berdasarkan
penilaian dari
faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi pariwisata, yaitu untuk
melihat kekuatan (strength),
-
L A P O R A N A K H I R
PENYUSUNAN RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN (RIPKA)
KABUPATEN GRESIK II -9
kelemahan (weakness), peluang (opportunit)y, ancaman (threat)
untuk masing-masing
destinasi wisata, dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 2.2 Rekapitulasi Hasil Analisis SWOT
NO DESTINASI WISATA STRATEGI
PENGEMBANGAN KETERANGAN
1. Danau Kastoba Conglomerate Strategy strategi pengembangan
yang dilakukan masing-masing sektor
dengan cara koordinasi tiap sektor
itu sendiri.
2. Pantai Labuhan 3. Pantai Nyimas 4. Pantai Hutan Lindung 5.
Pantai Tinggen 6. Pulau Noko dan Pulau Gili 7. Kawasan Pantai
Selayar 8. Air Terjun Laccar 9. Air Terjun Patar Selamat 10. Air
Panas Sangkapura 11. Penangkaran Rusa Bawean 12. Pantai Pulau
Cina
13. Sentra Industri Songkok dan Rebana
Agresif Maintenance
Strategy
Strategi pengembangan yang aktif
dan agesif seluruh pihak untuk
menjadikan desa ini menjadi
kampung wisata
14. Kampung Adenium Guirelle Strategy strategi pengembangan
dengan cara sambil operasional dilakukan,
diadakan pembangunan atau usaha
pemecahan masalah dan ancaman.
15. Pantai Dalegan Rapid Growth Strategy strategi pengembangan
yang perlu dilakukan strategi pengembangan
secara maksimal untuk target
tertentu dan dalam waktu singkat
dan dilakukan secara bertahap
dengan target disesuaikan dengan
kondisi.
16. Bukit Surowiti 17. Telaga Ngipik
18. Makam Sunan Giri Stabel Growth Strategy strategi
pengembangan yang dilakukan secara bertahap dengan
target yang disesuaikan dengan
kondisi.
19. Makam Sunan Prapen
20. Makam Maulana Malik Ibrahim
21. Makam Pusponegoro 22. Makam Raden Santri 23. Makam Nyai
Ageng Pinatih 24. Makam Fatimah binti
Maemun
25. Makam Kanjeng Sepuh
26. Kampung Kemasan Concentric Strategy strategi pengembangan
yang dilakukan secara bersamaan dalam
satu naungan atau koordinator oleh
satu pihak atau dinas terkait. Sumber : Kajian Pengembangan
Potensi Pariwisata di Kabupaten Gresik, 2011
Rekomendasi berdasarkan analisis IPA lebih dititik beratkan pada
prioritas utama yang
akan dikembangkan berdasarkan persepsi pengunjung atau
wisatawan. Sedangkan rekomendasi
pengembangan menggunakan analisis SWOT berdasarkan penilaian
dari faktor-faktor yang
mempengaruhi kondisi pariwisata, yaitu untuk melihat kekuatan
(strength), kelemahan
-
L A P O R A N A K H I R
PENYUSUNAN RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN (RIPKA)
KABUPATEN GRESIK II -10
(weakness), peluang (opportunit)y, ancaman (threat). Setelah
menganalisa 26 destinasi wisata,
dengan menggunakan analsis content, IPA, dan SWOT maka
didapatkan rekomendasi
pengembangan untuk tiap-tiap destinasi wisata sebagai
berikut.
Tabel 2.3 Rekapitulasi Hasil Analisis dan Rekomendasi
NO DESTINASI
WISATA IPA SWOT REKOMENDASI
1. Danau Kastoba
- Conglomerate
Strategy
Bisa dikembangkan Memaksimalkan potensi yang
ada, dan meminimalisir
ancaman, terutama
permasalahan aksesibilitas
menuju dan yang ada di Pulau
Bawean.
Selain itu harus ditunjang penembangan tiap-tiap sektor
yang dibutuhkan.
Perlu studi lanjutan untuk menjadikan wisata bawean ini
menjadi sebuah paket wisata.
Perlu pengembangan konsep eco-tourism untuk melindungi
kelestarian cagar alam dan
hutan lindung serta potensi
yang ada dari ancaman
kerusakan.
2. Pantai Labuhan
- Conglomerate
Strategy
3. Pantai Nyimas
- Conglomerate
Strategy
4. Pantai Hutan Lindung
- Conglomerate
Strategy
5. Pantai Tinggen
- Conglomerate
Strategy
6. Pulau Noko dan Pulau Gili
- Conglomerate
Strategy
7. Kawasan Pantai Selayar
- Conglomerate
Strategy
8. Air Terjun Laccar
- Conglomerate
Strategy
9. Air Terjun Patar Selamat
- Conglomerate
Strategy
10. Air Panas Sangkapura
- Conglomerate
Strategy
11. Penangkaran Rusa Bawean
- Conglomerate
Strategy
12. Pantai Pulau Cina
- Conglomerate
Strategy
13. Sentra Industri
Songkok dan
Rebana
-
Agresif
Maintenance
Strategy
Bisa dikembangkan Memaksimalkan potensi dan
peluang yang ada, serta
meninimalisir kelemahan yang
terdapat di desa sentra industri
tersebut.
Butuh pengembangan yang aktif dan agesif seluruh pihak
yang terlibat di dalam
pengembangan desa ini untuk
menjadi kampung wisata.
Perlu studi lanjutan untuk membuat masterplan rencana
dan penataan kampung wisata
sentra industri songkok dan
rebana.
14. Kampung Adenium
-
Guirelle
Strategy
Kurang bisa dikembangkan Potensi yang ada sekarang
sudah jauh berkurang daripada
dahulu.
Ancaman terbesar adalahminat pembeli, daya tarik pasar dan
trend yang terjadi sudah tidak
mengarah pada tanaman
adenium.
15. Pantai Kebersihan kondisi lingkungan. Rapid Growth Bisa
dikembangkan lebih
-
L A P O R A N A K H I R
PENYUSUNAN RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN (RIPKA)
KABUPATEN GRESIK II -11
NO DESTINASI
WISATA IPA SWOT REKOMENDASI
Dalegan Kebersihan kondisi sarana wisata.
Keserasian bangunan wisata dengan alam sekitar.
Adanya makanan dan minuman khas daerah.
Adanya cinderamata/ souvenir khas daerah yang unik.
Jaringan jalan.
Strategy lanjut
Posisi strategi pengembangan untuk destinasi-destinasi
wisata tersebut berada di
kuadran I atau growth.
Pengembangan untuk destinasi wisata yang telah ada ini lebih
mengarah pada peningkatan
pelayanan variabel-variabel
penunjang yang kurang
optimal serta perlu studi
lanjutan tentang penaatan
kawasan.
16. Bukit Surowiti
Keteraturan penempatan sarana dan prasarana wisata.
Ketersediaan fasilitas sanitasi seperti MCK dan tempat
sampah.
Ketersediaan tempat peristirahatan/ shelter
Rapid Growth
Strategy
17. Telaga Ngipik Adanya pusat informasi dan pelayanan
Jaringan jalan.
Rapid Growth
Strategy
18. Makam Sunan Giri
Adanya pusat informasi dan pelayanan
Kebersihan kondisi lingkungan. Keramah-tamahan pelaku usaha
(petugas parkir, para pedagang,
dan penyedia jasa lainya)
Jaringan jalan.
Stabel Growth
Strategy
19. Makam Sunan Prapen
Keamanan dari gangguan penjahat.
Terdapatnya pos keamanan. Keteraturan penempatan sarana
dan prasarana wisata.
Ketersediaan fasilitas sanitasi seperti MCK dan tempat
sampah.
Keserasian bangunan wisata dengan alam sekitar.
Keramah-tamahan pelaku usaha (petugas parkir, para pedagang,
dan penyedia jasa lainya)
Stabel Growth
Strategy
20. Makam Maulana
Malik Ibrahim
Ketersediaan petugas dan tempat parkir
Adanya pusat informasi dan pelayanan
Keramah-tamahan pelaku usaha (petugas parkir, para pedagang,
dan penyedia jasa lainya)
Stabel Growth
Strategy
21. Makam Pusponegoro
Ketersediaan petugas dan tempat parkir
Moda transportasi.
Stabel Growth
Strategy
22. Makam Raden Santri
Terdapatnya pos keamanan. Ketersediaan petugas dan
tempat parkir
Keteraturan sirkulasi internal. Adanya pusat informasi dan
pelayanan
Ketersediaan fasilitas sanitasi seperti MCK dan tempat
Stabel Growth
Strategy
-
L A P O R A N A K H I R
PENYUSUNAN RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN (RIPKA)
KABUPATEN GRESIK II -12
NO DESTINASI
WISATA IPA SWOT REKOMENDASI
sampah.
Ketersediaan tempat peristirahatan/shelter.
23. Makam Nyai Ageng Pinatih
Terdapatnya pos keamanan. Ketersediaan petugas dan
tempat parkir
Adanya pusat informasi dan pelayanan
Ketersediaan fasilitas sanitasi seperti MCK dan tempat
sampah.
Keramah-tamahan pelaku usaha (petugas parkir, para pedagang,
dan penyedia jasa lainya)
Stabel Growth
Strategy
24. Makam Fatimah binti
Maemun
Terdapatnya pos keamanan. Kebersihan kondisi sarana
wisata.
Ketersediaan tempat peristirahatan/ shelter.
Keramah-tamahan petugas/pengelola pusat
informasi wisata.
Keramah-tamahan pelaku usaha (petugas parkir, para pedagang,
dan penyedia jasa lainya)
Jaringan jalan. Moda transportasi.
Stabel Growth
Strategy
25. Makam Kanjeng
Sepuh
Waktu perjalanan. Stabel Growth Strategy
26. Kampung Kemasan
Ketersediaan petugas dan tempat parkir
Keteraturan penempatan sarana dan prasarana wisata.
Keramah-tamahan pelaku usaha (petugas parkir, para pedagang,
dan penyedia jasa lainya)
Adanya cinderamata/souvenir khas daerah yang unik.
Jaringan jalan.
Concentric
Strategy
Bisa dikembangkan Kampung kemasan sebagai
destinasi wisata minat khusus
yang masih baru, memiliki
potensi yang cukup besar
tetapi juga memiliki ancaman
yang besar pula.
Dibutuhkan Perda yang mengatur pengelolaan
kampung kemasan yang
selanjutnya baru bisa
dilakukan pengembangan
sebagai kampung wisata.
Pengelolaan untuk kampung kemasan sebaiknya masih
dalam naungan SKPD yang
terkait. Hal ini ditujukan agar
lebih bisa mengutamakan
fungsi kontrol terhadap
pemecahan masalah yang ada. Sumber : Kajian Pengembangan Potensi
Pariwisata di Kabupaten Gresik, 2011
-
L A P O R A N A K H I R
PENYUSUNAN RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN (RIPKA)
KABUPATEN GRESIK II -13
2.2 TINJAUAN KEBIJAKAN
2.2.1 Definisi dan Pengertian
2.2.1.1 Definisi Pariwisata
Menurut UU No.10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, Destinasi
Pariwisata adalah
kawasan geografis yang berada dalam satu atau lebih wilayah
administratif yang di dalamnya
terdapat daya tarik wisata, fasilitas umum, fasilitas
pariwisata, aksesibilitas, serta masyarakat
yang saling terkait dan melengkapi terwujudnya kepariwisataan.
Daerah tujuan pariwisata yang
selanjutnya disebut Destinasi Pariwisata.
2.2.1.2 Pariwisata
Beberapa pengertian pariwisata didefinisikan antara lain sebagai
berikut :
1. Pariwisata menurut UU No.10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan
Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung
berbagai fasilitas
serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha,
Pemerintah, dan Pemerintah
Daerah.
2. Pariwisata menurut BPS 1981, 1984, 1991
Keseluruhan rangkaian kegiatan yang berhubungan dengan gerakan
manusia yang
melakukan perjalanan atau persinggahan sementara dan tempat
tinggal, ke suatu atau
beberapa tempat tujuan di luar lingkungan tempat tinggal yang
didorong beberapa
keperluan tanpa bermaksud untuk mencari nafkah tetap.
3. Pariwisata menurut E. Guyer Freuler, ( dalam Yoeti, 1996 :
115 )
Pariwisata dalam artian modern merupakan fenomena dari jaman
sekarang yang
didasarkan atas kebutuhan akan kesehatan dan pergantian hawa
yang menimbulkan rasa
keindahan alam atau mendapat kesenangan.
4. Pariwisata menurut Spillane (1987)
Pariwisata didefinisikan sebagai perjalanan dari suatu tempat ke
tempat lain, bersifat
sementara, dilakukan perorangan maupun kelompok, sebagai usaha
mencari keseimbangan
atau keserasian dan kebahagiaan dengan lingkungan hidup dalam
dimensi sosial, budaya,
alam dan ilmu. Penerapan teori-teori yang akan digunakan pada
pembahasan akan
dikaitkan dengan pengembangan sektor pariwisata pada sisi supply
dan demand, kawasan
peninggalan sejarah sebagai kawasan konservasi, dan teori-teori
analisis yang mendukung.
2.2.1.3 Wisatawan
Pengertian wisatawan adalah orang yang melakukan kegiatan
wisata. Menurut
pengertian itu, semua orang yang melakukan kegiatan perjalanan
wisata dinamakan wisatawan
-
L A P O R A N A K H I R
PENYUSUNAN RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN (RIPKA)
KABUPATEN GRESIK II -14
apapun tujuannya yang penting perjalanan itu bukan untuk menetap
dan untuk mencari nafkah
ditempat yang dikunjungi.
Ciri-ciri wisatawan (Yoeti, 1996: 130) adalah sebagai berikut
:
• Melakukan suatu perjalanan di luar tempat tinggal, sehubungan
dengan berbagai
keperluan, seperti rekreasi, liburan, kesehatan, pendidikan,
Tugas-Tugas Pekerjaan, Usaha
Bisnis, Kesenian, Ilmu Pengetahuan, ibadah, olahraga dan
pameran.
• Melakukan perjalanan dan persinggahan di tempat lain untuk
sementara waktu tanpa
bermaksud untuk memperoleh penghasilan tetap ditempat yang
dikunjungi.
2.2.1.4 Jenis-Jenis Pariwisata
Berdasarkan ciri dan potensi yang dimiliki oleh suatu wilayah,
maka banyak
bermacam-macam jenis pariwisata yang ada, baik itu ditimbulkan
oleh pemanfaatan
keindahaan alam, budaya maupun lingkungan yang mempunyai
karakteristik dan kekhususan
tersendiri. Pariwisata memiliki jenis yang bermacam-macam,
beberapa diantaranya adalah :
A. Menurut sifatnya
1. Pariwisata aktif
Dimana unsur manusia lebih memegang peranan sedang obyeknya
sendiri berfungsi
sabagai alat manusia seperti : mengail, bersampan, berenang atau
mandi di laut.
2. Pariwisata pasif
Manusia bersifat pasif sedangkan obyek memegang peranan, seperti
melihat
pemandangan, menonton atraksi wisata, entertainment dan
lain-lain.
B. Menurut motifasi tujuan perjalanan
Pariwisata dapat dibedakan jenisnya berdasarkan motif tujuan
perjalanan dan obyek
yang ditawarkan. Definisi jenis pariwisata dalam studi ini
menggunakan definisi menurut
World Tourism Organization (WTO) 2001 yaitu :
1. Cultural Tourism, merupakan jenis pariwisata yang memiliki
daya tarik utama pada
kebudayaan masyarakat setempatnya.
2. Rural Tourism, merupakan jenis pariwisata yang menjual
suasana pedesaan dan
keadaan sosial ekonomi masyarakatnya yang biasanya memiliki
keunikan tersendiri.
3. Sun-beach Tourism, merupakan jenis pariwisata yang menjual
keindahan pantai sebagai
daya tarik utamanya.
4. Business Travel, tempat yang menjadi daerah tujuan pariwisata
jenis ini biasanya
memiliki fasilitas perdagangan yang lengkap, dengan para
pengunjungnya dan biasanya
terkait dengan motif Business Tourism.
5. Fitness-Wellness and Health Tourism, daya tarik utama yang
dicari oleh para
pengunjung jenis pariwisata ini adalah berbagai fasilitas yang
mendukung kegitan
olahraga maupun pemeliharaan kesehatan, contohnya fitness center
dan health spa.
-
L A P O R A N A K H I R
PENYUSUNAN RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN (RIPKA)
KABUPATEN GRESIK II -15
6. Nature Tourism, merupakan pariwisata yang memiliki sumber
daya alam dan
keanekaragaman hayati yang sangat beragam dan unik sebagai
faktor daya tarik utama
bagi pengunjungnya. Nature Tourism terbagi atas dua jenis
pariwisata yaitu :
• Adventure Tourism, merupakan pariwisata yang memiliki sumber
daya alam yang
relatif belum tersentuh atau rusak oleh manusia dengan
menawarkan berbagai
kegiatan pariwisata yang bersifat tantangan ataupun
petualangan.
• Ecotourism, merupakan pariwisata yang memiliki interaksi
dengan alam yang juga
digabungkan dengan keinginan untuk meminimalkan dampak negatif
pariwisata.
2.2.1.5 Sapta Pesona
Pesona wisata ialah unsur yang terkandung di setiap produk
pariwisata serta
dipergunakan sebagai tolak ukur meningkatkan kualitas produk
pariwisata. Unsur tersebut akan
memperbesar daya tarik pariwisata dan akan mendorong para
wisatawan untuk berkunjung dan
merasa betah di tempat yang dikunjunginya.
Pesona wisata pada hakekatnya, terdiri atas tujuh unsur yang
dikenal dengan istilah
Sapta Pesona Wisata (Pendit, 1999: 28). Berikut akan dikemukakan
makna dari Sapta Pesona
Wisata:
1. Aman, ialah suatu keadaan/kondisi lingkungan, dimana
seseorang merasa tentram, tidak
merasa takut, terlindung jiwa dan raga termasuk barangnya
dari:
a. bahaya tindak pidana, kekerasan, ancaman, misalnya
pencopetan, pemerasan,
penodongan, penipuan dan lain sebagainya
b. ancaman terserang penyakit menular, atau penyakit berbahaya
lainnya
c. bahaya kecelakaan karena alat perlengkapan dan fasilitas
seperti kendaraan, peralatan
untuk makan dan minuman, lift, alat perlengkapan untuk rekreasi
atau olahraga bila
tidak berada dalam keadaan yang baik, akan mengakibatkan
kecelakaan
d. gangguan oleh masyarakat, antara lain berupa pemaksaan oleh
pedagang asongan,
gangguan kelompok masyarakat tertentu, ucapan, dan tindakan
serta perilaku yang
tidak bersahabat
2. Tertib, ialah suatu keadaan/kondisi yang mencerminkan suasana
yang teratur, rapi dan
lancar serta adanya disiplin yang tinggi dalam semua segi
kehidupan masyarakat,
misalnya:
a. lalu lintas tertib, teratur, dan lancar, alat angkutan datang
dan berangkat tepat pada
waktunya
b. tidak nampak orang yang berdesakan atau berebutan untuk
mendapatkan atau membeli
sesuatu yang diperlukanbangunan, tanaman terletak secara teratur
dan rapi
c. bila memberi pelayanan dilakukan secara cepat dan tepat
-
L A P O R A N A K H I R
PENYUSUNAN RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN (RIPKA)
KABUPATEN GRESIK II -16
d. informasi yang diberikan benar adanya
3. Bersih, ialah suatu keadaan/kondisi lingkungan dan suasana
yang menampilkan kebersihan
dan kesehatan di semua tempat yang menjadi tempat kegiatan
manusia. Kebersihan yang
dikehendaki, meliputi:
a. kebersihan lingkungan dan tempat-tempat umum seperti hotel,
restoran, angkutan
umum tempat rekreasi, tempat buang air kecil/besar dan lain
sebagainya
b. kebersihan dan kesehatan untuk bahan makanan dan minuman yang
akan dikonsumsi
c. kebersihan dari alat perlengkapan yang dipakai seperti
sendok, piring, tempat tidur, alat
olahraga dan lain sebagainya
d. kebersihan dan kesehatan pramuwisata maupun pakaian yang
digunakan, hendaknya
rapi dan tidak mengeluarkan bau yang tidak sedap, dan lain
sebagainya.
4. Nyaman, ialah suatu keadaan/kondisi yang menampilkan
lingkungan dan suasana yang
sejuk dan tentram oleh karena lingkungan yang serba hijau,
bersih, segar dan rapi.
Keadaan yang serba hijau semata-mata tidak akan menjadi daya
tarik bila tidak bersih dan
rapi. Kesejukan yang dikehendaki tidak saja harus berada di luar
ruangan atau bangunan,
akan tetapi juga di dalam ruangan.
5. Indah atau keindahan, ialah sesuatu yang dinilai dan
dirasakan oleh seseorang, dan sangat
erat kaitannya dengan selera seseorang. Indah itu tidak selalu
mewah dan dikaitkan dengan
sesuatu yang mahal harganya. Ada patokan-patokan yang dapat
dipakai untuk membuat
sesuatu itu menjadi indah. Patokan-patokan yang dimaksud, ialah
menciptakan
keadaan/kondisi yang menampilkan suasana yang menunjukkan
keserasian dan
keselarasan suatu lingkungan, misalnya dalam hal tata warna,
tata letak, tata ruang, bentuk
ataupun gaya dan gerak yang serasi dan selaras sehingga memberi
kesan yang enak dan
cantik dilihat.
6. Ramah tamah, ialah suatu sikap dan perilaku yang menunjukkan
keakraban, sopan, suka,
tersenyun dan menarik hati. Ramah tamah sebagaimana yang
dimaksud di atas, tidaklah
berarti bahwa harus kehilangan kepribadian ataupun tidak tegas
dalam menentukan sesuatu
keputusan atau sikap. Bahkan sebaliknya kepribadian yang kuat
dan ketegasan seseorang
itu akan menjadikan keramah-tamahannya lebih menarik. Hanya saja
dalam mewujudkan
sikap tegas itu harus luwes. Suatu contoh dalam sikap tegas
tidak perlu seseorang itu
mengatakan ”tidak”, seseorang dapat mengatakannya dengan senyum,
akan tetapi dengan
hasil tetap tidak.
7. Kenangan/Keunikan, ialah kesan pada sesuatu yang melekat
dengan kuat pada ingatan dan
perasaan seseorang yang disebabkan oleh pengalaman yang
diperolehnya. Kenangan dapat
berupa hal yang indah dan menyenangkan, maupun hal yang tidak
menyenangkan.
Kenangan yang ingin diwujudkan dalam ingatan dan perasaan
wisatawan dari pengalaman
berpariwisata di Indonesia, dengan sendirinya adalah yang indah
dan menyenangkan.
-
L A P O R A N A K H I R
PENYUSUNAN RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN (RIPKA)
KABUPATEN GRESIK II -17
Sungguh banyak kenangan yang dapat diberikan kepada wisatawan,
misalnya aman, tertib,
sejuk, indah dan ramah-tamah sebagaimana yang diuraikan di atas
akan memberi
kenangan yang indah dan menyenangkan, disamping hal-hal tersebut
di atas. Kenangan
yang indah ini dapat pula diciptakan dengan antara lain:
a. Menyediakan akomodasi yang nyaman, bersih dan sehat,
pelayanan yang cepat, tepat
dan ramah, suasana yang mencerminkan ciri-ciri khas daerah dalam
bentuk dan gaya
bangunan serta dekorasinya dan lain sebagainya.
b. Menyediakan atraksi seni budaya daerah yang khas dan
mempesona, baik itu berupa
seni tari, seni suara, berbagai macam upacara. Kegemaran dan
tradisi masyarakat dan
lain sebagainya, yang hanya dapat disaksikan di Indonesia.
c. Menyediakan makanan dan minuman khas daerah, dengan
penampilan dan penyajian
yang menarik. Makanan dan minuman ini, merupakan salah satu daya
tarik yang kuat,
dan dapat pula dijadikan jati diri/identitas suatu daerah atau
negara.
d. Menyediakan cinderamata yang mungil yang mencerminkan
ciri-ciri khas daerah,
bermutu tinggi, mudah dibawa dan dengan harga yang terjangkau.
Cinderamata itu
mempunyai arti tersendiri bagi seseorang karena cinderamata itu
merupakan salah satu
bukti dan kenangan dari kunjungan ke suatu tempat/daerah/negara.
Cinderamata
biasanya dibeli tidak hanya untuk diri sendiri, akan tetapi juga
dibeli sebagai oleh-oleh
bagi keluarga dan teman-teman. Melalui cinderamata ini pula
suatu bangsa dan negara
diperkenalkan kepada negara dan bangsa lain.
Sapta pesona wisata dijadikan variabel dalam menilai tingkat
kepentingan dan
kepuasan wisatawan pada destinasi-destinasi wisata di Kabupaten
Gresik.
2.2.2 Faktor-Faktor Pengembangan Kegiatan Pariwisata
Faktor-faktor yang berpengaruh dalam pengembangan pariwisata
alam (Fandeli dalam
Dinanti, 2002:8) adalah sebagai berikut :
a. Penduduk. Faktor penduduk ini terdiri dari struktur (umur,
mata pencaharian dan
pendidikan) serta jumlah yang bertempat tinggal di kota maupun
di desa.
b. Dana. Faktor dana ini berhubungan dengan besarnya pendapatan
penduduk serta
kemampuannya untuk menabung.
c. Waktu. Faktor waktu berkaitan dengan pekerjaan dan mobilitas.
Jenis pekerjaan yang
berbeda dan kesempatan yang berbeda pula.
d. Komunikasi. Faktor ini sangat erat dengan mass media (koran,
majalah, leaflet,booklet)
akan memberikan pengaruh langsung.
e. Pasar. Faktor pasar terdiri dari dua aspek yaitu ketersediaan
obyek pariwisata dan tingkat
aksesibilitasnya.
-
L A P O R A N A K H I R
PENYUSUNAN RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN (RIPKA)
KABUPATEN GRESIK II -18
2.2.3 Unsur-Unsur Pokok Kepariwisataan
Mengembangkan kepariwisataan disuatu obyek wisata berarti
mengembangkan potensi
fisik pada obyek tersebut, sehingga fungsinya makin meningkat
sebagai obyek pariwisata yang
dapat dipasarkan. Di setiap obyek atau lokasi pariwisata
sebetulnya ada berbagai unsur yang
saling tergantung, yang diperlukan agar para wisatawan dapat
menikmati suatu pengalaman
yang memuaskan. Pola persyaratan terhadap daya tarik pariwisata
(Pendit dalam Dinanti,
2002:9) dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan dan
pertimbangan-pertimbangan, antara
lain :
Tabel 2.4Persyaratan Penelitian Daya Tarik Pariwisata
FAKTOR KRITERIA PERTIMBANGAN
Alam Keindahan Topografi umum seperti flora dan fauna di
sekitar
pantai, sungai, laut dsb
Iklim Sinar matahari, suhu udara, cuaca, angin, hujan,
panas, kelembaban dsb
Sosial Budaya Adat Istiadat Pakaian, makanan dan tata cara hidup
daerah, pesta
rakyat, kerajinan tangan dan produk-produk lokal
lainnya
Seni bangunan Arsitektur setempat seperti candi, masjid, pura,
gereja,
monumen, bangunan adat, bangunan kuno dan
sebagainya
Pentas, Pagelaran,
Festival.
Gamelan, musik, seni tari, pekan olehraga, kompetisi
dan pertandingan dan sebagainya
Pameran, Pekan Raya. Pekan raya bersifat industri komersial
Sejarah Peninggalan Purbakala Bekas-bekas istana, tempat
peribadatan, kota tua dan
bangunan-bangunan purbakala peninggalan sejarah,
dongegng atau legenda
Agama Kegiatan Masyarakat Kehidupan beragama tercermin dari
kegiatan
penduduk setempat sehari-harinya dalam soal
beribadat, opacara pesta dan sebagainya
Fasilitas
Rekreasi
Olahraga Berburu, memancing, berenang, voli pantai, berlayar
dsb
Edukasi Akuarium, Museum, dsb
Fasilitas
kesehatan
Untuk istirahat, berobat
dan ketenangan
SPA mengandung mineral, piknik, istirahat dsb
Fasilitas
Berbelanja
Beli ini-itu Toko-toko souvenir, toko-toko barang kesenian
dan
hadiah, kelontong toko-toko keperluan sehari-hari dsb
Waktu Hiburan Waktu malam Night club, diskotik, bioskop, teater,
sandiwara dsb
Infrastruktur Kualitas Wisata Jalan-jalan raya, taman, listrik,
air, pelayanan
keamanan, pelayanan kesehatan, komunikasi,
kendaraan umum dsb
Fasilitas Pangan
dan Akomodasi
Makanan dan Penginapan Hotel, motel, bungalow, inn, cottage,
restoran,
coffeshop, rumah makan dsb. Sumber : Ilmu Pariwisata Sebuah
Pengantar Perdana
-
L A P O R A N A K H I R
PENYUSUNAN RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN (RIPKA)
KABUPATEN GRESIK II -19
2.2.3.1 Daya Tarik (Attraction)
Merupakan pusat dari industri pariwisata. Menurut pengertiannya,
attraction mampu
menarik wisatawan yang ingin mengunjunginya. Meliputi Jenis
obyek yang akan dijual, yang
memenuhi 3 syarat antara lain :
• Apa yang dapat dilihat (Something to See)
• Apa yang dapat dilakukan (Something to Do)
• Apa yang dapat dibeli (Something to Buy)
Motivasi wisatawan untuk mengunjungi suatu tempat wisata adalah
untuk memenuhi
atau memuaskan beberapa kebutuhan dan permintaan. Biasanya
wisatawan tertarik pada suatu
lokasi karena ciri-ciri khas tertentu. Ciri-ciri khas yang
menarik wisatawan adalah:
a. Keindahan Alam
Yang dimaksud dengan alam adalah alam fisik, flora dan faunanya.
Meskipun sebagai
atraksi wisata ketiga-tiganya selalu berperan bersama-sama,
bahkan biasanya juga
bersama-sama dengan modal kebudayaan dan manusia. Alasan mengapa
alam menarik
bagi wisatawan adalah Banyak wisatawan tertarik oleh
kegiatan-kegiatan yang dapat
dilakukan di alam terbuka. Daerah terpenting untuk wisatawan
yang demikian itu adalah
pegunungan, hutan dan pantai. Dalam kegiatan pariwisata jangka
pendek, pada akhir
pekan atau dalam masa liburan, orang sering mengadakan
perjalanan sekedar untuk
menikmati pemandangan atau suasana pedesaan atau kehidupan di
luar kota. Banyak
wisatawan yang mencari ketenangan di tengah alam yang iklimnya
nyaman, suasananya
tentram, pemandangannnya bagus dan terbuka luas. Ada wisatawan
yang menyukai
tempat-tempat tertentu dan setiap kali ada kesempatan untuk
pergi, mereka kembali ke
tempat-tempat tersebut Pihak wisatawan tidak perlu ada
pengeluaran biaya dan adanya
keserbaragaman (variety) di suatu daerah bisa merupakan sesuatu
yang menambah daya
tarik dan dapat dipakai sebagai bagian pokok dari promosi. Alam
juga sering menjadi
bahan studi untuk wisatawan budaya, khususnya wisatawan
widya
b. Iklim atau Cuaca
Merupakan tema pemasaran yang paling umum sebagai dasar promosi
suatu daerah
wisata sesudah didirikan beberapa attraction pariwisata yang
sesuai.
c. Kebudayaan
Yang dimaksud dengan kebudayaan disini adalah kebudayaan dalam
arti luas, tidak
hanya meliputi “kebudayaan tinggi” seperti kesenian atau
perikehidupan keraton dan
sebagainya, akan tetapi juga meliputi dat istiadat dan segala
kebiasaan yang hidup
ditengah-tengah suatu masyarakat seperti pakaiannya, cara
berbicaa, kegiatannya di pasar
dan sebagainya. Dalam hal ini semua act dan artifact (tingkah
laku dan hasil karya) sesuatu
masyarakat, dan tidak hanya kebudayaan yang hidup, akan tetapi
juga kebudayaan yang
berupa peninggalan-peninggalan atau tempat-tempat
bersejarah.
-
L A P O R A N A K H I R
PENYUSUNAN RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN (RIPKA)
KABUPATEN GRESIK II -20
Tiap daerah mempunyai suatu kebudayaan yang unik, adat istiadat,
selera dan
perkembangan intelektual. Kebudayaan dari suatu daerah
sebetulnya sangat dipengaruhi
oleh sejarahnya dan hal ini mempunyai implikasi bagi industri
pariwisata, sehingga faktor
yang paling menarik bagi wisatawan adalah perbedaan antara
kebudayaan mereka dengan
kebudayaan daerah yang dikunjungi.
d. Sejarah
Sumber daya historis (historical resources) dapat dibagi antara
perang, agama,
perumahan atau tempat tinggal dan pemerintah.
e. Sumber Daya Manusia
Bahwa manusia dapat menjadi atraksi wisata dan menarik
kedatangan wisatawan bukan
hal yang luar biasa. Manusia sebagai atraksi wisata yang baik
apabila orang-orang tidak
mengeksploitasi sifat-sifat manusia yang tidak baik untuk
mencari keuntungan.
2.2.3.2 Accessibility
Kemampuan atau kemudahan mencapai tempat tertentu. Beberapa
daerah wisata
tertentu sangat populer karena cukup dekat atau mudah dikunjungi
dari daerah kota besar.
Aksesibilitas dapat diukur menurut waktu, biaya, frekuensi dan
kesenangan.
2.2.3.3 Fasilitas
Fasilitas dibutuhkan untuk melayani wisatawan selama perjalanan.
Fasilitas cenderung
berorientasi pada attraction di suatu lokasi karena fasilitas
harus terletak dekat dengan
pasarnya. Fasilitas cenderung mendukung bukan mendorong
pertumbuhan dan cenderung
berkembang pada saat yang sama atau sesudah attraction
berkembang. Suatu attraction juga
dapat merupakan fasilitas. Sarana wisata (Yoeti,1992:184) dibagi
dalam tiga unsur pokok ,
yaitu :
a. Sarana Pokok Kepariwisataan, adalah perusahaan yang hidup dan
kehidupannya sangat
tergantung kepada arus kedatangan orang yang melakukan
perjalanan wisata. Termasuk
dalam kelompok ini adalah travel agent atau tour operator,
perusahaan-perusahaan
angkutan wisata, hotel, dan jenis akomodasi lainnya, restoran
dan rumah makan lainnya
serta obyek wisata dan atraksi wisata.
b. Sarana pelengkap kepariwisataan adalah perusahaan-perusahaan
atau tempat-tempat yang
menyediakan fasilitas untuk rekreasi yang fungsinya tidak hanya
melengkapi sarana pokok
kepariwisataan, tetapi yang terpenting adalah menjadikan para
wisatawan lebih lama
tinggal pada suatu daerah tujuan wisata. Yang termasuk dalam
kelompok ini seperti sarana
olahraga dan lainnya
-
L A P O R A N A K H I R
PENYUSUNAN RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN (RIPKA)
KABUPATEN GRESIK II -21
c. Sarana penunjang kepariwisataan adalah perusahaan yang
menunjang sarana pelengkap
dan sarana pokok dan berfungsi tidak hanya membuat wisatawan
lebih lama tinggal pada
suatu daerah tujuan wisata, tetapi fungsi yang lebih penting
adalah agar wisatawan lebih
banyak mengeluarkan atau membelanjakan uangnya ditempat yang
dikunjunginya.
Kegiatan yang termasuk dalam kelompok ini antara lain nightclub
dan steambath, casino
dan entertainment, souvenir shop dan lain-lain.
2.2.3.4 Infrastruktur
Atraksi dan fasilitas tidak dapat dicapai dengan mudah kalau
belum ada infrastruktur.
Prasarana (infrastruktur) adalah semua fasilitas yang dapat
memungkinkan proses
perekonomian berjalan dengan lancar sedemikian rupa, sehingga
dapat memudahkan manusia
untuk dapat memenuhi kebutuhannya. Prasarana pariwisata (menurut
Yoeti dalam Dinanti,
2002:12) dibagi menjadi dua bagian yang penting, yaitu:
a. Prasarana Perekonomian (Economic Infrastructures), yang dapat
digolongkan menjadi :
Perangkutan (transportation)
Pengangkutan yang dapat membawa wisatawan dari daerah asal ke
tempat tujuan
wisata, dengan menggunakan pesawat udara untuk jarak jauh, kapal
laut, kereta api,
bus, taksi dan kendaraan lainnya.
Aktivitas kepariwisataan banyak tergantung pada transportasi
karena faktor jarak
dan waktu sangat mempengaruhi keinginan orang untuk melakukan
perjalanan wisata.
Adanya transportasi dapat memudahkan wisatawan mengunjungi suatu
daerah tertentu.
Transportasi yang ada harus memenuhi syarat-syarat agar dapat
berfungsi dengan baik,
antara lain :
Kenyamanan angkutan
Kenyamanan angkutan yang didukung oleh adanya kelengkapan
fasilitas transpor
utama yang berupa kendaraan, jalan dan sarana pendukung, jasa
pelayanan dalam
perjalanan yang meliputi jasa restorasi, fasilitas istirahat,
fasilitas toilet dan
keramahtamahan dalam perjalanan.
Syarat Waktu Perjalanan
Waktu perjalanan akan sangat dipengaruhi oleh jarak yang harus
ditempuh oleh
wisatawan dalam perjalanannya ke tempat obyek wisata. Makin
singkat waktu
perjalanan yang diperlukan maka semakin baik. Untuk memperoleh
jarak yang
pendek diperlukan fasilitas jalan dan tersedianya fasilitas
parkir.
Biaya perjalanan
Tinggi rendahnya biaya perjalanan akan ikut menentukan apakah
seseorang
mengadakan perjalanan atau tidak.
-
L A P O R A N A K H I R
PENYUSUNAN RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN (RIPKA)
KABUPATEN GRESIK II -22
Prasarana Komunikasi (Communication Infrastructure).
Dengan tersedianya prasarana komunikasi akan dapat mendorong
para wisatawan
untuk mengadakan perjalanan jauh. Yang termasuk dalam kelompok
ini ialah telepon,
telegrap, radio, TV, surat kabar dan pelayanan kantor pos.
Kelompok yang termasuk utilitas
Yang termasuk dalam kelompok ini adalah penerangan, listrik,
persediaan air
minum, sistem irigasi dan sumber energi.
b. Prasarana Sosial (Social Infrastructures), adalah semua
faktor yang menunjang kemajuan
atau menjamin kelangsungan prasarana perekonomian yang ada.
termasuk dalam
kelompok ini adalah :
Pelayanan Kesehatan (Health Services Facilities)
Faktor Keamanan (Safety) dan Keramahan (Hospitality)
Wisatawan yang sedang mengadakan perjalanan berada dalam
lingkungan yang
tidak mereka kenal, maka kepastian atau jaminan keamanan sangat
penting. Citra yang
baik dari suatu produk wisata akan mendorong berkembangnya usaha
pariwisata.
Petugas yang langsung melayani wisatawan (Goverment
apparatus)
Termasuk dalam kelompok ini ialah petugas imigrasi, petugas bea
cukai, petugas
kesehatan, polisi dan pejabat-pejabat lain yang berkaitan dengan
pelayanan pariwisata.
2.2.3.5 Informasi dan Promosi
Meliputi cara-cara publikasi dan promosi yang akan dilakukan
sebagai unsur
pendukung pengembangan suatu obyek wisata.
2.2.4 Pendekatan-Pendekatan dalam Pengembangan Pariwisata
Dalam perencanaan pengembangan pariwisata, dikenal dua cara
pendekatan yang
bertitik tolak dari sudut pandang yang berbeda (Yoeti, 1997 :25)
yaitu :
a. Pendekatan Fungsionalisme
Pendekatan yang lebih mengutamakan kajian keterkaitan hubungan
fungsional yang
membentuk sistem keterpaduan yang lengkap dan menyeluruh.
Pendekatan ini
beranggapan bahwa semua unsur yang terlibat akan membentuk suatu
sistem dan dapat
diarahkan menuju suatu pola normatif tertentu dan berjalan
lancar sesuai dengan peranan
fungsional yang diharapkan perencana.
b. Pendekatan Strukturalisme
Pendekatan yang lebih menekankan pada peninjauan perilaku tiap
unsur sebagai
landasan penyusunan perencanaannya. Pendekatan ini beranggapan
bahwa perilaku unsur-
-
L A P O R A N A K H I R
PENYUSUNAN RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN (RIPKA)
KABUPATEN GRESIK II -23
unsur tersebut mempunyai kehendak, persepsi dan aspirasi yang
mungkin sangat berbeda
dengan sistem yang dibayangkan oleh perencana fungsionalisme.
Pendekatan struktural
dewasa ini berkembang sebagai pendekatan Partisipatory atau
Community Based
Approach yang lebih dikenal sebagai pendekatan “Bottom –
Up”.
2.2.5 Kebijakan Perencanaan Pengembangan Pariwisata
Pertimbangan-pertimbangan dalam perencanaan pengembangan
pariwisata (menurut
Gold dalam Dinanti, 2002:23) antara lain :
a. Pengembangan pariwisata hendaknya menggunakan teknik
konservasi budaya, artinya
melalui pengembangan pariwisata secara langsung dan dapat
membantu pelestarian atau
bahkan menghidupkan kembali budaya yang ada
b. Libatkan masyarakat melalui para pemimpinnya dalam setiap
tahap proses pengambilan
keputusan perencanaan pengembangan pariwisata di daerah tertentu
agar mereka dapat
memberikan sumbang saran tentang jenis pariwisata yang cocok
dikembangkan.
c. Buatlah suatu ketentuan umum, bahwa atraksi wisata harus
didasari aspek budaya dan
lingkungan lokal dan bukan merupakan tiruan atraksi asing
d. Laksanakan program pendidikan masyarakat, khususnya
masyarakat di daerah yang akan
dikembangkan, mengenai konsep, manfaat dan masalah pariwisata
yang didapatkan dari
pemuka masyarakat, pemuka adat, pemuka agama dan organisasi
sosial lainnya.
e. Berikanlah pelatihan kepada para pekerja setempat agar mereka
dapat bekerja secara
efektif dibidang usaha pariwisata, sehingga dengan demikian
antar wisatawan dan para
pekerja akan terjalin hubungan yang menyenangkan tanpa harus
menimbulkan salah
pengertian dan konflik, pelatihan harus berisi hal yang
berkaitan dengan latar belakang
budaya para wisatawan.
2.2.6 Tahap-Tahap Perencanaan Kepariwisataan
Proses perencanaan dalam kepariwisataan (Travel Research seminar
di Paraguay
Tahun 1964 dalam Dinanti, 2002: 24) dapat dilakukan dalam 5
tahap, antara lain:
a. Melakukan inventarisasi mengenai semua fasilitas yang
tersedia dan potensi yang dimiliki
b. Menaksir pasaran pariwisata dan mencoba melakukan proyeksi
lalu lintas wisatawan pada
masa yang akan datang
c. Melakukan penelitian kemungkinan perlunya penanaman modal,
baik modal dalam negeri
maupun modal asing
d. Melakukan perlindungan terhadap kekayaan alam yang dimiliki
dan memelihara warisan
budaya bangsa serta adat istiadat suatu bangsa yang ada.
-
L A P O R A N A K H I R
PENYUSUNAN RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN (RIPKA)
KABUPATEN GRESIK II -24
2.2.6.1 Proses Perencanaan Pembangunan Berkelanjutan Wilayah
Pesisir dan Lautan
Pada dasarnya ada tiga langkah utama (Dahuri, 2004:172), yaitu :
perencanaan,
implementasi dan pemantauan dan evaluasi. Tahap-tahap
perencanaan pembangunan
berkelanjutan wilayah pesisir dan pantai dapat dilihat pada
Gambar 2.1.
Tahap pertama, dimulai dengan pendefinisian masalah secara
akurat, berdasarkan isu dan
permasalahan yang dirunut dari akar masalah. Dikombinasikan
dengan informasi
sumberdaya alam dan aspirasi masyarakat lokal.
Tahap kedua, menyusun tujuan dan sasaran, tujuan secara umum
diformulasikan sebagai
upaya untuk mencapai pemamfaatan sumberdaya, ruang dan jasa-jasa
lingkungan lain
yang terdapat di wilayah pesisir secara kesinambungan.
Tahap ketiga, ditetapkan peluang dan kendala yang ada serta
menyusun dokumen
perencanaan (rencana) yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan dan
sasaran yang
ditetapkan.
Tahap keempat, pelaksanaan rencana yang telah disusun dengan
melakukan pemantauan
dan evaluasi setiap tahunnya.
Gambar 2.1 Proses Perencanaan Pembangunan Berkelanjutan Wilayah
Pesisir dan Lautan
-
L A P O R A N A K H I R
PENYUSUNAN RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN (RIPKA)
KABUPATEN GRESIK II -25
Dalam tahap pembangunan dapat berkelanjutan, secara garis besar
wilayah pesisir
perlu dipilah menjadi tiga mintakat (zones) :
Mintakat preservasi, adalah suatu daerah yang memiliki ekosistem
unik, biota endemik
atau proses penunjang kehidupan biota laut, dalam mintakat ini
tidak diperbolehkan
adanya kegiatan manusia atau pembangunan.
Mintakat konservasi, adalah daerah yang diperuntukkan bagi
pembangunan secara terbatas
dan terkendali seperti hutan mangrove atau terumbu karang.
Mintakat Pemamfaatan, adalah daerah yang memang diperuntukkan
bagi kegiatan
pembangunan dalam tingkat yang lebih intensif, seperti
industri,tambak,pariwisata
komersil,permukiman,pelabuhan dan pertambangan.
Secara lebih rinci (Dahuri, 2004:178) menyarankan hal-hal yang
perlu dilakukan
selama tahap perencanaan, sebagai berikut:
Identifikasi isu dan permasalahan, kemudian menyusun tujuan dan
sa¬saran untuk
menjawab isu dan permasalahan tersebut;
Penentuan ruang lingkup spasial, waktu, dan substansi dari
perencanaan;
identifikasi pihak-pihak yang terkait, dan melibatkan peran
serta me¬reka dalam proses
pengelolaan;
Analisis program, piranti kelembagaan (institutional
arrangements), dan alat pengelolaan
(management instruments) yang ada, kemudian me¬nentukan apakah
semua itu sudah
mencukupi untuk menjawab atau mengatasi isu permasalahan yang
dihadapi;
Penyusunan seperangkat kegiatan (proyek) sesuai dengan tujuan
dan sasaran yang telah
dicanangkan serta kondisi sistem sosial alamiah pe¬sisir yang
ada;
Pengumpulan dan analisis data saat ini dan mengevatuasi
kebutuhan akan informasi dan
penelitian lebih lanjut;
Penyediaan informasi bagi pembuat kebijakan untuk evaluasi
program. Tahap selanjutnya
adalah implementasi dari rencana yang telah disusun seperti di
atas. Agar suatu program
PWPLT dapat diimplementasikan, maka PWPLT harus bersifat
praktis, dan harus
menghasilkan keluaran (outputs) yang nyata (tangible) secara
berkelanjutan bagi
masyarakat pengguna (stakehold¬ers). Untuk memperoleh dukungan
masyarakat
pengguna, maka program PWPLT harus dijabarkan dari permasalahan
dan potensi sumber
daya yang ada di kawasan.analisis dampak lingkungan sangat
penting bagi pengelolaan
wilayah pesisir secara efektif.
2.2.6.2 Konsep Perencanaan Fasilitas Rekreasi
Menurut Gold dalam Dinanti (2002:24), pendekatan perencanaan
fasilitas dapat
dilakukan dengan beberapa konsep, seperti :
-
L A P O R A N A K H I R
PENYUSUNAN RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN (RIPKA)
KABUPATEN GRESIK II -26
a. Penggunaan dapat dikelompokkan menurut kelompok penggunaan
berdasarkan kebiasaan
dan kualitas pengalaman rekreasi yang diinginkan
b. Karakteristik sosial ekonomi pengguna dapat diperoleh dari
data sensus dan data survey
guna memperkirakan ukuran dan distribusi kebutuhan sekarang dan
yang akan datang
terhadap fasiliras rekreasi
c. Setiap kelompok pengguna membutuhkan jenis dan jumlah
tertentu sumber daya untuk
pemenuhan kesempatan rekreasinya
d. Jumlah lokasi ruang untuk setiap jenis fasilitas rekreasi
ditentukan oleh ketersediaan ruang
secara fisik dan psikologis
e. Wilayah Perencanaan rekreasi dapat digambarkan berdasarkan
karakteristik lansekap
eksisting
f. Karakteristik lingkungan dari setiap tipe lansekap memiliki
ukuran potensial untuk
penggunaan kegiatan rekreasi
g. Setiap sumberdaya rekreasi pada perencanaannya memiliki
maksimum carrying capacity
h. Kapasitas Sumber Daya Alam dan perencanaan fasilitas rekreasi
dapat menentukan
pengembangan rekreasi baik jenis maupun fasilitas yang
sesuai
i. Pengalaman rekreasi memiliki nilai terukur dan tidak terukur,
termasuk pengeluaran untuk
rekreasi, keputusan penggunaan dan keuntungan sosial
2.2.6.3 Perhitungan Kebutuhan Fasilitas Wisata
Perhitungan kebutuhan fasilitas wisata di suatu objek wisata,
dilakukan berdasarkan
standar kebutuhan fasilitas yang telah ditetapkan. Standar
kebutuhan fasilitas wisata diambil
dari data. standar arsitektural (Dinanti, 2002 : 155) dan dati
Ernst Neufert, Architect's Data,
Granada dalam Candra Ria, (1994 : 203). Standar kebutuhan
fasilitas wisata dapat dilihat pada
tabel berikut:
Tabel 2.5 Standar Kebutuhan Fasilitas Wisata
No. Ruang Kapasitas Standard Luasan Ruang
1. Pintu Gerbang 1 jalur masuk
1 jalur keluar
lebar 1 jalur = 4 m2
2. Loket Karcis Masuk 3 orang 1 orang = 4 m2
3. Pos Jaga 2 orang 1 orang = 2,25 m2
4. Area Parkir Kendaraan
Mobil 60% pengunjung
1 mobil = 4,5 orang
1 mobil = 12 m2
Bus 40% pengunjung
1 bus = 50 orang
1 bus = 24 m2
Sepeda Motor 25% pengunjung
1 motor = 2 orang
1 motor = 1,5 m2
5. Pusat Informasi 5% pengunjung 2 – 2,75 m2 per orang
6. Kantor Pengelola 10 orang 2 m2 per orang
7. Toilet 8 orang (4 pa + 4 pi) WC = 1,40 m2 per orang
Urinal = 0,8 m2 per orang
8. Kios Suvenir/stand
makanan/minuman
20 orang 0,96 m2 per orang
-
L A P O R A N A K H I R
PENYUSUNAN RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN (RIPKA)
KABUPATEN GRESIK II -27
No. Ruang Kapasitas Standard Luasan Ruang
9. Gazebo 10 orang 0,96 m2 per orang
10. Menara pandang 2 orang 2 m2 per orang
11. Pos Kesehatan*) 10 orang 4 m2 per orang
12. Pondok Penelitian*) 10 orang 4 m2 per orang
13. Ruang Ganti 10 orang (5 pi + 5 pa) 1,75 m2 per orang
14. Ruang/Pancuran Bilas - 1,35 m2 per orang
15. Jalan Setapak 2 orang 1,6 m2 per orang
16. Keran Air Bersih 200 orang per keran - Sumber : Data Standar
Arsitektural dalam Dinanti (2002)
Keterangan:
*) : Standar kebutuhan luas (m2 per orang), diarnbil dari Ernst
Neufert, Architect's Data, Granada (dalam Candra
Ria)
Lindberg, (1995 : 143-144) juga memberikan beberapa pedoman umum
dalam
mengembangkan sarana-sarana ekowisata. Beberapa pedoman tersebut
diantaranya:
a. Letakkan bangunan-bangunan dan struktur-struktur pada tempat
yang tidak memerlukan
penebangan pohon-pohon penting dan menekan serendah mungkin
gangguan terhadap
objek-objek alam lainnya.
b. Manfaatkan sedapat mungkin pohon-pohon yang ditebang oleh
alam (seperti pohon¬-
pohon yang dirobohkan angin atau oleh sebab-sebab alam
lainnya.
c. Sistem jalan setapak seharusnya memperhatikan pola perjalanar
dan habitat kehidupan liar.
d. Pelihara daeiah bervegetasi di sekitar danau-danau,
kolam-kolam, sungai-sungai dengan
aliran periodik sebagai jalur penyaring untuk menekan serendah
mungkin aliran
permukaan dari sedimen-sedimen dan limbah.
e. Penggunaan mobil dan kendaraan-kendaraan lain harus dibatasi
dengan tegas
f. Sediakan tanda-tanda bagi jalan setapak untuk meningkatkan
apresiasi pengunjung
terhadap lingkungan alam dan menciptakan aturan berperilaku yang
jelas.
2.2.6.4 Cara Peningkatan Pendapatan dari Sektor Pariwisata
Menurut Prof. Dr. Kusudianto Hadinoto,1996:7 cara untuk
meningkatkan pendapatan
dari sektor pariwisata antara lain dengan :
a. Perpanjangan Lama Tinggal (LOS)
b. Menambah peluang berbelanja
c. Kunjungan ulang
d. Memperbesar jumlah wisatawan
Usaha tersebut dapat dicapai dengan :
a. Penyempurnaan Daerah Tujuan Wisata dengan penyusunan
tour-tour dengan baik dan
peningkatan mutu fisik/pelayanan
b. Banyak variasi cinderamata dan atraksi sesuai selera
wisatawan
c. Identifikasi dan pengembangan atraksi baru.
-
L A P O R A N A K H I R
PENYUSUNAN RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN (RIPKA)
KABUPATEN GRESIK II -28
2.2.7 Teori Demand dan Supply dalam Pariwisata
Segala sesuatu yang disajikan bagi kepentingan wisatawan, baik
berupa benda-benda
objek, alat (sarana prasarana), tenaga (manusia, teknologi),
kegiatan (events), maupun
pelayanan (service), yang sudah dirangkum dipaketkan menjadi
persediaan (supply) dan
kebutuhan (demand) sang wisatawan. dapat dikatakan sebagai
produk wisata (Marpaung, 2002
: 78). Salah satu studi kritis dalam rencana pengambangan sektor
pariwisata adalah analisis
supply dan demand. Untuk dapat mengimbangkan supply dan demand
adalah penting untuk
mengetahui proyeksi dari volume masa depan arus wisata dan
komposisinya (Hadinoto,1996:
203).
2.2.7.1 Penawaran (Supply) Kepariwisataan
Supply kepariwisataan dapat diartikan sebagai unsur-unsur daya
tarik wisata alam atau
wisata buatan manusia, barang-barang dan jasa-jasa (goods and
services) (Yoeti, 1996: 80).
Definisi lain dari supply, yaitu apa-apa yang dapat disuguhkan
oleh industri pariwisata (Pendit,
1994: 130-131), sedangkan menurut Troisi (1942) dalam (Pendit,
1994: 130-131) mengatakan
bahwa supply industri pariwisata (selanjutnya disebut
“benda-benda pariwisata”) baik yang
bersifat material maupun bukan material adalah sebagai berikut
:
a. Benda-benda yang dapat diperoleh dengan jalan bebas, seperti
udara cuaca, iklim,
panorama, keindahan alam sekitar;
b. Benda-benda pariwisata yang diciptakan, seperti misalnya
monumen, tempat-tempat
bersejarah, benda-benda arkeologi, koleksi budaya, tempat
pemandian, gedung atau
bangunan penting dan spesifik, candi, masjid, gereja; dan
c. Benda-benda dan pelayanan (service) kepariwisataan yang harus
ditambahkan pada benda-
benda dalam kategori (1) dan (2).
Komponen dalam sediaan supply menurut (Intosh et al., 1995:
269), terdiri dari :
a. Sumber daya alam (natural resources). Kategori ini merupakan
dasar dari sediaan atau
penawaran yang dapat digunakan dan dinikmati wisatawan (objek
dan daya tarik wisata);
b. Infrastruktur, seperti sistem penyediaan air bersih, sistem
pengolahan limbah, sistem
drainase, jalan, pusat perbelanjaan/pertokoan;
c. Transportasi (transportation), termasuk didalamnya jaringan
transportasi serta fasilitas
pendukungnya; dan
d. Keramahtamahan dan sumber daya kebudayaan (hospitality and
cultural resources),
ditinjau dari masyarakat setempat dan termasuk seni murni,
kesusastraan, sejarah,
permainan dan pertunjukan sejarah.
2.2.7.2 Klasifikasi, Kriteria Objek dan Daya Tarik Wisata
Penentuan objektifitas nilai klasifikasi objek dan daya tarik
wisata perlu didasarkan
pada standar kriteria, baik standar kriteria umum maupun standar
khusus. Standar kriteria
-
L A P O R A N A K H I R
PENYUSUNAN RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN (RIPKA)
KABUPATEN GRESIK II -29
umum adalah syarat-syarat minimal yang harus dipenuhi dan
berlaku bagi semua objek dan
daya tarik wisata alam, budaya maupun minat khusus lainnya, yang
meliputi (Musanef, 1995 :
186-187) :
a. Kemudahan pencapaian (aksesibilitas):
Kemudahan pencapaian adalah suatu kondisi atau keadaan tentang
mudah tidaknya
suatu lokasi dapat dicapai oleh wisatawan dari tempat asalnya.
Unsur yang dijadikan tolok
ukur pada dasarnya meliputi (Musanef, 1995 : 186-187) :
1. Kondisi prasarana perhubungan darat, laut dan udara;
2. Jumlah dan jenis sarana transportasi ke objek;
3. Frekuensi transportasi ke objek; dan
4. Jumlah tempat duduk transportasi umum dari pusat penyebaran
ke objek.
b. Potensi Pasar
Keberhasilan pembangunan objek dan daya tarik wisata banyak
ditentukan oleh tinggi
rendahnya potensi pasar atau wisatawan yang akan mengunjungi
objek tersebut. Unsur-
unsur yang menjadi tolok ukur antara lain :
1. Jumlah dan kepadatan penduduk sekitar objek pada radius 75 km
atau lebih;
2. Jarak objek dari pelabuhan udara/bandara, pelabuhan, stasiun
kereta api dan terminal
umum.
c. Kondisi Lingkungan
Kondisi lingkungan suatu objek pada dasarnya bersifat timbal
balik, artinya pengaruh
lingkungan wisatawan terhadap lingkungan objek (lingkungan
sosial, budaya, lingkungan
membudaya) yang hanya dapat dilakukan melalui AMDAL. Pengaruh
lingkungan
terhadap wisatawan seperti keamanan, kesehatan, keindahan dan
sebagainya.
d. Prasarana Dasar
Prasarana dasar merupakan prasarana yang mutlak bagi pembangunan
objek dan daya
tarik wisata. Unsur-unsur yang dijadikan ukuran adalah sarana
jalan, listrik, air bersih serta
sarana pos dan telekomunikasi.
e. Pengelolaan/pengusahaan
Pengusahaan dimaksud mencakup kegiatan membangun dan mengelola.
Unsur-unsur
yang dijadikan ukuran antara lain : organisasi pengelola,
tingkat mutu pelayanan dan
fasilitas bagi wisatawan, berikut pelaksanaan perawatan dan
fasilitas.
f. Sarana wisata
Sarana wisata yang sangat menentukan bagi pengembangan objek dan
daya tarik wisata
pada umumnya adalah : sarana akomodasi dan jumlah kamar pada
radius 75 km atau lebih,
sarana restoran dan rumah makan.
-
L A P O R A N A K H I R
PENYUSUNAN RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN (RIPKA)
KABUPATEN GRESIK II -30
g. Daya tarik pendukung
Pembangunanobjek dan daya tarik wisata diperlukan daya tarik
pendukung, sehingga
wisatawan akan puas karena menyaksikan beberapa daya tarik
wisata. Unsur yang dinilai
dalam kriteria ini didasarkan ada atau tidaknya serta jumlah
objek wisata lain dalam radius
75 km dari objek yang dinilai.
Standar kriteria khusus adalah syarat-syarat atau unsur daya
tarik yang melekat pada
objek dan daya tarik wisata. Dari setiap jenis objek wisata
berbeda satu dengan yang lainnya
(Musanef, 1995 : 187).
a. Daya tarik objek wisata peninggalan sejarah/purbakala harus
memiliki unsur-unsur antara
lain meliputi keaslian, keunikan/langka, nilai sejarah,
keutuhan, variasi kegiatan,
keindahan/kenyamanan, kebersihan dan luas kawasan wisata;
b. Daya tarik objek wisata berbentuk pantai, harus memiliki
unsur-unsur minimal antara lain
meliputi keindahan, keselamatan laut, jenis pasir, variasi
kegiatan, kebersihan air dan
kenyamanan.
Faktor-faktor penentu daya tarik wisata, yaitu sebagai berikut
(Hadinoto 1996:102):
a. Jenis atraksi yang ingin ditampilkan, parameter yang diamati
disesuaikan dengan
kecenderungan kedatangan wisatawan dan preferensi wisatawan,
yaitu benda peninggalan
sejarah, kegiatan sosial budaya, keindahan alam, keunikan
lahan;
b. Kemudahan pencapaian objek wisata, dilihat dari kriteria :
jarak objek wisata ke kota pintu
gerbang terdekat, jumlah kota pusat pelayanan yang terletak
lebih kecil dari 100 km dari
objek wisata, jarak objek wisata ke kota pusat pelayanan
terdekat;
c. Kelengkapan fasilitas pelayanan wisata dilihat dari fasilitas
lingkungan objek dan di kota
pusat pelayanan terdekat, dengan kriteria :
1. Di lingkungan objek wisata : fasilitas minimal dan fasilitas
listrik; dan
2. Di kota pusat pelayanan terdekat : fasilitas minimal,
fasilitas biro atau agen perjalanan,
fasilitas pertunjukan kesenian dan fasilitas perbelanjaan.
2.2.7.3 Permintaan (Demand)
Demand wisata merupakan banyaknya kesempatan wisata yang
diinginkan masyarakat
atau gambaran total partisipasi masyarakat dalam kegiatan
pariwisata secara umum yang
dapatdiharapkan bila tersedia fasilitas-fasilitas memadai
(Douglas,1982). Permintaan
kepariwisataan melihat dari jenisnya (Yoeti, 1996: 28) dibagi
dua, yaitu sebagai berikut :
a. Potensial demand, yaitu sejumlah orang yang memenuhi syarat
minimal untuk melakukan
perjalanan pariwisata karena mempunyai banyak uang, keadaan
fisik masih kuat, hanya
belum mempunyai senggang waktu bepergian sebagai wisatawan
b. Actual demand, yaitu sejumlah orang yang sedang melakukan
perjalanan pariwisata ke
suatu daerah tertentu.
-
L A P O R A N A K H I R
PENYUSUNAN RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN (RIPKA)
KABUPATEN GRESIK II -31
Data penting demand (Intosh et al., 1995; 297) terdiri dari :
kunjungan wisatawan,
moda angkutan yang digunakan, lama tinggal akomodasi yang
digunakan, jumlah uang yang
dibelanjakan. Analisis demand juga merupakan instrumen analisis
yang melihat secara
tradisional, mengenai karakteristik sosial yang telah digunakan
sebagai variabel untuk
menjelaskan segmentasi pasar menurut pangsa pasar. Pasar wisata
pernah dilakukan analisis
dengan membagi segmentasi atas pilihan daerah destination
(Schott, et al., 1978), travel
methods (Hawes 1978), demographic (Graham, et al, 1978), purpose
of trips (Bryan, et al,
1980). Untuk pemilihan target pasar didasarkan pada beberapa
bentuk yaitu : differentiated
market, concentrated market/single segmentating, extensive
segmentating, dan selective
segmentating.
2.2.8 Karakter Wisatawan dan Penentuan Pasar Wisatawan
2.2.8.1 Karakter Wisatawan
Karakter wisatawan menurut Gunawan (1993 : 51) untuk wisatawan
nusantara adalah :
menyukai tempat yang sudah dikenal dan dikembangkan, tingkat
aktivitas rendah dan
menyukai kegiatan umum seperti jalan, duduk, memotret dan
lainnya, menyukai tempat yang
sudah dijangkau transportasi umum atau mobil pribadi, menyukai
tempat keramaian yang
dilengkapi penginapan dan tempat makan, menyukai suasana
nusantara (bukan suasana banyak
orang asing).
2.2.8.2 Penentuan Pasar Wisatawan
Wisatawan tidak datang dengan sendirinya, perlu adanya suatu
usaha yang lebih yang
dapat mengaktualisasikan atau mewujudkan antara atraksi wisata
yang dimiliki dan kemauan
atau kemungkinan wisata oleh wisatawan. Pengaktualisasian di
atas disebut pemasaran wisata
yang terlebih dahulu dianalisa. Analisa ini diperlukan untuk
menentukan jenis permintaan yang
ada di pasar, dapat berupa bentuk dan harga dan besar kecilnya
atau kualitas permintaan. Untuk
mengetahui bentuk dan harga wisata digunakan indikator pasar
sebagai berikut (Soekadijo,
1996: 198-200) :
a. Jauh dekatnya letak suatu daerah dari daerah lain yang menuju
pada kemudahan
pencapaian daerah tersebut;
b. Rute atau sifat yang ditempuh wisatawan untuk mencapai tujuan
adalah tetap atau
setidaknya dalam waktu cukup lama tidak berubah; dan
c. Adanya transferabilitas yang menunjukkan bahwa daerah satu
dengan daerah lain
mempunyai daya interaksi yang ditunjukkan dengan adanya
konektifitas, seperti angkutan,
jalan dan lainnya.
-
L A P O R A N A K H I R
PENYUSUNAN RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN (RIPKA)
KABUPATEN GRESIK II -32
2.2.9 Sistem Perkaitan Spasial Pariwisata
Sistem perkaitan spasial pariwisata merupakan konsep perencanaan
spasial pariwisata
yang terdiri dari konsep perlawatan keliling (touring), konsep
tempat tujuan (destination) dan
konsep gabungan (overall).
2.2.9.1 Konsep Perlawatan Keliling (Touring)
Konsep ini menghubungkan beberapa lokasi objek wisata menjadi
satu mata rantai
yang utuh. Touring subsistem termasuk atraksi, transpor,
fasilitas pelayanan dan pengarahan
promosi. Kelemahan konsep adalah tidak dapat diterapkan bila
letak antar objek terlalu jauh
karena adanya kendala topografi, sedangkan kegunaan konsep ini
dapat mencegah penggunaan
fasilitas rekreasi dan rute perjalanan wisata yang berulang
namun aktivitas hampir pasif karena
waktu terbatas, dan distribusi geografis adalah suatu sirkuit,
bukan suatu titik.
2.2.9.2 Konsep Tempat Tujuan (Destinations)
Konsep tempat tujuan ini adalah konsep perencanaan pariwisata
yang digunakan bila
tempat objek wisata saling berjauhan dan karena adanya kendala
yang menyebabkan antara
objek tersebut tidak dapat dirangkaikan menjadi satu rangkaian.
Kelemahan konsep ini adalah
kebalikan dari konsep perlawatan keliling dimana terdapat
pengulangan penggunaan fasilitas
rekreasi dan rute perjalanan, tetapi kelebihannya adalah
mengurangi resiko pencemaran
lingkungan pada area yang terbatas.
2.2.9.3 Konsep Gabungan (Overall)
Konsep ini merupakan konsep gabungan antara konsep perlawatan
keliling dan konsep
tempat tujuan. Konsep ini timbul karena adanya kendala limitasi
di kawasan wisata, maka
untuk lokasi yang dapat dihubungkan digunakan konsep perlawatan
keliling, sedangkan untuk
lokasi yang tidak dapat dihubungkan digunakan konsep tempat
tujuan.
Konsep spasial perjalanan wisata mempunyai komponen sebagai
berikut :
a. Daerah asal wisatawan (origin)
Menyangkut tempat tinggal wisatawan, dalam hal ini wisatawan
domestik. Untuk
pariwisata domestik atau daerah tempat tinggal wisatawan bisa di
dalam wilayah
Pengembangan Pariwisata (WPP), tetapi jumlahnya relatif lebih
kecil dibandingkan jumlah
wisatawan keseluruhan;
b. Pintu Gerbang (entrance)
Mempunyai pintu masuk atau keluar wisatawan ke WPP. Pintu
gerbang yang sering
digunakan oleh wisatawan domestik melalui gerbang lokal
(umumnya);
c. Jalur penghubung (circulation corridor)
Menyangkut pola pergerakan serta pola perjalanan pariwisata,
yaitu prasarana dan
sarana penghubung yang digunakan wisatawan untuk mencapai
atraksi dan objek;
-
L A P O R A N A K H I R
PENYUSUNAN RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN (RIPKA)
KABUPATEN GRESIK II -33
d. Lingkungan pariwisata (destination zone)
Dalam lingkungan pariwisata mempunyai objek pariwisata beserta
jalur internalnya
dengan beberapa komponen, yaitu :
1. Pusat pelayanan (community)
Mempunyai pusat akomodasi, restoran, fasilitas olahraga,
terminal dan lain sebagainya.
Wisatawan didistribusikan ke objek yang ingin dikunjungi. Pusat
pelayanan juga
merupakan pusat informasi yang memberikan penerangan tentang
objek wisata yang
terletak di lingkungan tersebut;
2. Gerbang masuk lingkungan (gateway)
Umumnya terdapat di pusat lingkungan (pusat pelayanan) yang
berfungsi sebagai
gerbang pencapaian objek pariwisata di lingkungan tersebut;
3. Konsentrasi objek (attraction complexes)
Objek dengan aneka jenis atraksi dan fasilitas maupun kesenian
serta kelengkapan
objek yang dapat dinikmati wisatawan;
4. Jalur penghubung dan jaringan internal (circulation corridor
and linkage)
Jalur penghubung adalah jalur yang digunakan wisatawan untuk
mencapai gerbang
lingkungan, sedangkan jaringan internal adalah jalur yang
digunakan untuk mencapai
objek dari pusat pelayanan.
2.2.10 Perencanaan dan Pengelolaan Objek dan Daya Tarik Wisata
Sosial Budaya
2.2.10.1 Peninggalan Sejarah Kepurbakalaan dan Monumen
Peninggalan sejarah kepurbakalaan dan monumen termasuk golongan
budaya,
monumen nasional, gedung bersejarah merupakan suatu jenis objek
dan daya tarik wisata
utama di banyak negara. Jenis lain dari objek dan daya tarik
wisata ini adalah industri arkeologi
dan taman-taman bersejarah. Perencanaan pengembangan jenis objek
dan daya tarik wisata ini
memerlukan zonasi. Pengaturan kesan alami perlu diperhatikan di
sekitar atraksi utama dan di
seluruh kawasan. Penyediaan brosur dapat membantu dalam
memberikan informasi yang lebih
lengkap dan dalam perencanaan pengembangan fasilitas akhir-akhir
ini menggunakan
pendekatan imajinatif, dan untuk fasilitas umum yang harus
tersedia adalah WC umum, kios,
tempat sampah, papan penunjuk arah, papan peringatan, tempat
tunggu dan lahan parkir
(Marpaung, 2002: 88).
2.2.10.2 Museum dan Fasilitas Budaya Lainnya
Jenis objek dan daya tarik wisata ini berhubungan dengan aspek
alam dan kebudayaan
di suatu kawasan. Museum dapat dikembangkan berdasarkan temanya,
antara lain museum
arkeologi, sejarah, etnologi, sejarah alam ataupun dengan tema
khusus lainnya. Jenis objek ini
biasanya dikembangkan dengan tujuan untuk memenuhi masyarakat
lokal dalam melakukan
-
L A P O R A N A K H I R
PENYUSUNAN RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN (RIPKA)
KABUPATEN GRESIK II -34
aktivitas rekreasinya. Fasilitas pengunjung yang dapat
disediakan adalah WC umum, tempat
sampah, papan petunjuk, pusat informasi, perpustakaan, kios,
tempat penitipan barang dan lain-
lain (Marpaung, 2002: 90).
2.2.10.3 Teori Pelestarian
Pelestarian sejarah sebagai suatu jenis perencanaan kota relatif
masih baru, meskipun
sejak lama telah ada suatu perhatian terhadap subyek, yaitu
sejak abad ke-2 SM. Hal ini
berkaitan dengan beberapa faktor organisasi, metodologis,
profesional dan ekonomis yang
menekankan pentingnya perencanaan semacam itu dan menciptakan
istilah baru pada akhir
abad ke-19. Urgensinya adalah adanya suatu kejutan yang timbul
ketika skala pembongkaran-
pembongkaran dan bentuk-bentuk penghancuran bangunan-bangunan
dan kawasan bersejarah
semakin besar, baik itu oleh manusia dan alam (Catanese, 1986:
401). Prinsip pelestarian
menurut Charter (1981), dan Catanese (1979), yaitu sebagai
berikut :
a. Preservasi, yaitu melindungi, memelihara suatu tempat sesuai
aslinya serta mencegah
proses kerusakannya;
b. Konservasi, yaitu kegiatan pemeliharaan suatu tempat guna
mempertahankan nilai
kulturnya dengan tujuan agar pelestarian lebih efisien searah
perkembangannya,
pengubahan tempat-tempat ini tetap mengacu pada nilai
kesejarahannya. Konservasi
sebenarnya merupakan pula upaya preservasi namun tetap
memanfaatkan kegunaan dari
suatu tempat menampung kegiatan yang sama sekali baru hingga
dapat membiayai sendiri
kelangsungan eksistensinya;
c. Restorasi, yaitu mengembalikan kondisi fisik bangunan seperti
semula dengan membuang
elemen orisinil yang telah hilang tanpa menggunakan bahan baku
baru;
d. Rehabilitasi, yaitu mengembalikan kondisi fisik bangunan yang
rusak, hingga berfungsi
seperti semula, dalam hal ini kelangsungan sejarah dan khas
tetap terjaga;
e. Renovasi, yaitu upaya merubah sebagian atau seluruh interior
bangunan, sehubungan
dengan perlunya adptasi bangunan bersangkutan terhadap fungsi
baru;
f. Rekomendasi, yaitu upaya membangun kembali penampilan
orisinil suatu kawasan atau
bangunan sesuai dengan informasi kesejarahan yang diketahui;
g. Adaptasi/ Revitalisasi, yaitu upaya dalam mengubah suatu
tempat agar dapat digunakan
untuk fungsi baru yang sesuai. Dimaksud dengan fungsi yang
sesuai adalah kegunaan yang
tidak menuntut perubahan drastis atau yang hanya memerlukan
dampak minimal.
Kriteria penentuan objek perlu diketahui terlebih dahulu
bagian-bagian bangunan atau
tempat yang dikonservasikan, atau bagian kota yang akan
dilestarikan. Kriteria yang akan
digunakan dalam menentukan objek konservasi yang perlu
dilestarikan, seperti dirinci
Catanesse (1979), mencakup:
-
L A P O R A N A K H I R
PENYUSUNAN RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN (RIPKA)
KABUPATEN GRESIK II -35
a. Estetika, berkaitan dengan nilai arsitektural, meliputi
bentuk, gaya, struktur yang mewakili
prestasi khusus atau gaya sejarah tertentu. Dalam hal ini, sulit
diputuskan suatu rumusan
pertimbangan untuk menetapkan apakah suatu bangunan atau kawasan
patut
dikonservasikan;
b. Kejamakan, objek yang akan dilestarikan mewakili kelas dan
jenis khusus. Tolak ukur
kejamakan ditentukan oleh bentuk suatu ragam atau jenis khusus
yang spesifik;
c. Kelangkaan, kelangkaan s