-
PENYESUAIAN SOSIAL REMAJA AWAL YANG TINGGAL
DI PANTI ASUHAN MUHAMADIYAH ABU HURARIAH SALATIGA
OLEH
DAVID SETYAWAN
802008012
TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian dari
Persyaratan Untuk
Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2015
-
i
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyesuaian sosial
dari remaja awal yang
tinggal pada suatu lembaga perlindungan anak yaitu Panti Asuhan
di Kota Salatiga, Jawa
Tengah. Metode kualitatif digunakan dalam penelitian ini dengan
menggunakan metode
observasi dan wawancara. Observasi digunakan untuk mengamati
kebiasaan dan perilaku
dari partisipan, sedangkan wawancara digunakan untuk memperoleh
data yang dapat
diaplikasikan ke dalam bentuk naskah wawancara atau verbatim.
Partisipan dalam
penelitian ini merupakan dua remaja awal dengan karakteristik
usia 12-15 tahun yang
tinggal di Panti Asuhan Muhamadiyah Abu Hurairah Salatiga, yang
sebelumnya tinggal
dirumah dengan orangtuanya kemudian pindah ke Panti Asuhan.
Hasil penelitian ini ialah
kedua partisipan masih menyesuaikan dirinya ketika pindah ke
Panti Asuhan, melakukan
sosialisasi dengan lingkungan sekitarnya, bertanggung jawab
dengan tugas-tugasnya, dan
mudah untuk menyesuaikan diri dimanapun mereka berada. Selain
itu, dengan adanya
peraturan yang terdapat di Panti Asuhan membuat mereka disiplin
dalam mengatur waktu
serta membentuk sikap dan berinteraksi dengan dinamika sosial
yang mereka rasakan
pada lingkungan sosial yang baru.
Kata Kunci: Penyesuaian Sosial, Remaja Awal, Panti Asuhan.
-
ii
Abstract
The aim of this research is to know about social adjustment of
early teens who live in a
child protection agency such as Orphanage in Salatiga, Central
of Java. Qualitative
method is used in this research by using observation and
interview method. Observation
method is used to observe habit and behaviour of the
participant, meanwhile interview
method is used to get the data which can be applied to the
script interview or verbatim.
Participants in this research are two early teens aged 12-15
years old who live in
Muhamadiyah Abu Hurairah Orphanage in Salatiga that had lived
with their parents
before. The result is two participants are still adapting after
move to the Orphanage,
doing socializing with surroundings, responsible with their
tasks and feeling easy to
adapt themselves whereever they are. Moreover, the rule of the
Orphanage makes them
discipline in arranging their time, forms their behaviour and
the way they interect with
social dynamics that they feel in their new environment.
Key words: Social Adjustment, Early Teens, Orphanage.
-
PENDAHULUAN
Kehidupan remaja tidak terlepas dari berbagai macam permasalahan
yang ada dalam setiap
tahap perkembangannya. Permasalahan yang ada tersebut dapat
bersumber dari berbagai macam
faktor seperti dari dalam diri sendiri, keluarga, teman
sepergaulan atau lingkungan sosial.
Masalah-masalah yang dihadapi memberikan suatu bentuk ujian bagi
para remaja agar mampu
menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar mereka. Hal ini
karena berbagai macam
pertimbangan pada masa remaja sebagai periode transisi
perkembangan antara masa kanak-
kanak dengan masa dewasa, yang melibatkan perubahan biologis,
kognitif, dan sosio-emosional
(Santrock, 2007).
Santrock (2007) melanjutkan bahwa masa remaja awal (early
adolescence) kira-kira sama
dengan masa sekolah menengah pertama dan mencakup kebanyakan
perubahan pubertas. Selain
itu menurut Papalia dan koleganya (2008) menyatakan bahwa masa
remaja dimulai pada usia 11
atau 12 tahun sampai masa remaja akhir atau awal usia dua
puluhan, dan masa tersebut
membawa perubahan besar saling bertautan dengan semua ranah
perkembangan. Selanjutnya
menurut Monks (2002) bahwa masa remaja berlangsung antara usia
12 sampai 21 tahun dan
terbagi menjadi masa remaja awal usia 12-15 tahun, masa remaja
pertengahan usia 15-18 tahun,
dan masa remaja akhir usia 18-21 tahun.
Salah satu tugas perkembangan masa remaja yang tersulit adalah
yang berhubungan
dengan penyesuaian sosial (Hurlock,1980). Yang terpenting dan
tersulit adalah penyesuaian diri
dengan meningkatnya pengaruh kelompok sebaya, perubahan dalam
perilaku sosial,
pengelompokan sosial yang baru, nilai-nilai baru dalam seleksi
persahabatan, nilai-nilai baru
dalam dukungan dan penolakan sosial (Nurdin, 2009). Penyesuaian
sosial merupakan
keberhasilan seseorang untuk menyesuaikan diri terhadap orang
lain pada umumnya dan
-
terhadap kelompok pada khususnya (Hurlock, 2000). Selanjutnya
Schneiders (1964)
menyebutkan bahwa istilah penyesuaian sosial berarti sejauh mana
individu mampu bereaksi
secara efektif terhadap hubungan, situasi, dan kenyataan sosial
yang ada.
Penyesuaian sosial akan menjadi salah satu bekal penting dalam
membantu remaja pada
saat terjun dalam masyarakat luas. Penyesuaian sosial juga
merupakan salah satu persyaratan
penting bagi terciptanya kesehatan jiwa dan mental individu.
Banyak remaja yang tidak dapat
mencapai kebahagiaan dalam hidupnya karena ketidakmampuannya
dalam menyesuaikan diri,
baik dengan lingkungan keluarga, sekolah, pekerjaan dan
masyarakat pada umumnya. Akibatnya
cenderung menjadi remaja yang rendah diri, tertutup, suka
menyendiri, kurang adanya percaya
diri serta merasa malu jika berada diantara orang lain atau
situasi yang terasa asing baginya.
Begitu juga pada remaja yang tinggal di panti asuhan, lingkungan
panti asuhan menjadi
lingkungan utama dalam mengadakan penyesuaian sosial.
Keberadaannya di panti asuhan
membuat mereka mampu belajar mendapatkan pengalaman
bersosialisasi pertama kalinya baik
dengan teman-teman panti atau pengasuh. Remaja dituntut dapat
berkembang dan menyesuaikan
diri agar menjadi modal utama mereka ketika berada dalam
masyarakat luas (Kumalasari &
Ahyani, 2012).
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No.4 Tahun 1979
pasal 2 ayat 1,
menjelaskan bahwa setiap anak berhak untuk mendapat
kesejahteraan, perawatan, asuhan, dan
bimbingan berdasarkan kasih sayang baik dalam keluarganya maupun
di dalam asuhan khusus
untuk tumbuh dan berkembang wajar (Dewi, 2011). Sejalan dengan
Peraturan Perundang-
undangan tersebut, Pemerintah menyediakan suatu wadah yang
sekiranya dapat membantu
memenuhi kebutuhan jasmani, rohani dan sosial dari anak-anak
yang hidup tanpa didampingi
-
oleh orang tua dan keluarganya, agar mereka dapat tumbuh dan
berkembang layaknya anak yang
diasuh dalam keluarga yang sebenarnya, yaitu panti asuhan.
Panti asuhan adalah salah satu lembaga perlindungan anak yang
berfungsi untuk
memberikan perlindungan terhadap anak-anak atau remaja yang
tidak mendapatkan haknya
(Prabadewi & Widiasavitri, 2014). Panti asuhan juga terbuka
untuk anak-anak dan remaja yang
masih memiliki orang tua lengkap yang dalam status ekonomi
keluarga yang rendah, namun
tetap menginginkan pendidikan yang terjamin untuk anaknya.
Menurut Prabadewi &
Widiasavitri (2014) bahwa keberadaan remaja di panti asuhan
membuat mereka mampu belajar
mendapatkan pengalaman bersosialisasi pertama kalinya baik
dengan teman-teman panti atau
pengasuh. Remaja diharapkan dapat memahami arti penting dari
penyesuaian sosial dan dapat
mengambil nilai-nilai yang positif misalnya tidak menggantungkan
diri pada orang lain,
bertanggung jawab dan dapat menempatkan diri sebagai mana
mestinya, sehingga mudah
menyesuaikan diri dimanapun mereka berada dan mampu
mengembangkan kepribadiannya pada
diri secara optimal (Septanti, 2009).
Berdasarkan hasil penelitian Lusiawati (2013), diketahui bahwa
remaja yang tinggal di
panti asuhan dengan peraturan baru yang berbeda dengan di rumah,
mampu menyesuaikan
dirinya. Selain itu remaja yang tinggal di panti asuhan dapat
mengendalikan perasaannya ketika
dihadapkan pada masalah dan mampu bersosialisai dilingkungan
panti asuhan dengan baik. Hal
ini diperkuat oleh penelitian Kumalasari & Ahyani (2012)
dengan hasil bahwa remaja mudah
menyesuaikan diri dimana pun mereka berada dan mampu
mengembangkan kepribadiannya pada
dirinya secara optimal.
Hasil penelitian-penelitian tersebut bertolak belakang dengan
penelitian Ningrum (2013)
diketahui bahwa tidak semua remaja mampu menyesuaikan dirinya
pada lingkungan baru, karena
-
mereka belum mampu menerima keadaan yang ada serta mengalami
kesulitan bergaul di
lingkungan sekitarnya. Sesuai dengan penelitian Dhyani &
Singh (2013) yang membandingkan
tingkat penyesuaian remaja di panti asuhan dengan remaja yang
tinggal bersama keluarganya.
Diperoleh hasil, bahwa remaja perempuan memiliki kemampuan
penyesuaian diri yang lebih
baik dari pada remaja laki-laki, namun tidak semua remaja
laki-laki tidak dapat menyesuaikan
dirinya, hal tersebut disebabkan perbedaan tempat tinggal dengan
sebelumnya yang
mempengaruhi penyesuaian dirinya. Di perkuat dari hasil
penelitian Naqshbandi, dkk (2012)
menyatakan bahwa remaja yang tinggal di panti asuhan mengalami
trauma dalam hidup mereka,
dipaksa untuk mengikuti semua peraturan-peraturan di panti
asuhan. Ditunjukkan fakta bahwa
sebagaian besar yang tinggal di panti asuhan menghadapi masalah
psikologis dan hampir semua
dari mereka mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri mereka
seperti susah bergaul, kurang
bisa beradaptasi dengan lingkungan.
Berdasarkan fenomena di Panti Asuhan Muhamadiyah Abu Hurairah
Salatiga, terdapat dua
remaja disana yang berusia 12-15 tahun memiliki kendala dalam
penyesuaian sosialnya. Masalah
yang dihadapi oleh kedua remaja tersebut ialah pada masalah
peralihan penyesuaian diri dari
tempat tinggal mereka sebelumnya ke panti asuhan. Dari teori
penyesuaian sosial Hurlock (2000)
menyatakan bahwa keberhasilan seseorang untuk menyesuaikan diri
terhadap orang lain pada
umumnya dan terhadap kelompok pada khususnya. Orang yang dapat
menyesuaikan diri dengan
baik mempelajari berbagai keterampilan sosial seperti kemampuan
untuk menjalin hubungan
secara diplomatis dengan orang lain, baik teman maupun orang
yang tidak dikenal.
Hurlock (2000) mengatakan bahwa penyesuaian sosial diartikan
sebagai keberhasilan
seseorang untuk menyesuaikan diri terhadap orang lain pada
umumnya dan terhadap kelompok
pada khususnya. Hurlock (2000) mengemukakan empat kriteria
penyesuaian sosial, sebagai
-
berikut: penampilan nyata, penampilan yang dipilih remaja sesuai
dengan norma yang berlaku
untuk dirinya maupun untuk kelompoknya, berarti remaja harus
dapat memenuhi harapan sebuah
kelompok dan dapat diterima. Penyesuaian diri terhadap berbagai
kelompok, individu yang
dapat menyesuaikan diri dengan baik terhadap berbagai kelompok,
baik teman sebaya maupun
dengan orang dewasa, dianggap mampu menyesuaikan diri dengan
baik. Sikap sosial, individu
menunjukkan sikap yang baik dan menyenangkan terhadap orang
lain, bersikap baik dalam
menjalankan perannya serta ikut berpartisipasi dalam kehidupan
sosial. Kepuasan pribadi,
penyesuaian sosial dapat dikatakan baik jika individu merasa
puas terhadap kontak sosialnya dan
terhadap peran yang dimainkannya dalam situasi sosial.
Mengacu pada uraian tersebut diatas, penulis ingin mengadakan
penelitian dan ingin
mengetahui tentang penyesuaian sosial remaja awal yang tinggal
di Panti Asuhan Muhamadiyah
Abu Hurairah Salatiga.
METODE
Jenis penelitian
Metode penelitian yang dilakukan ini adalah metode penelitian
kualitatif sehingga hal ini
disesuaikan dengan sifat masalah yang akan diteliti karena tidak
bisa diungkap dengan
menggunakan kuantitatif atau angka. Selain itu tujuan penelitian
ini digunakan untuk
mendeskripsikan mengenai penyesuaian sosial remaja awal yang
tinggal di Panti Asuhan
Muhamadiyah Abu Hurairah Salatiga.
Partisipan
Subjek penelitian ini adalah remaja yang tinggal di Panti Asuhan
Muhamadiyah Abu
Hurairah Salatiga dengan karakteristik umur 12-15 tahun dan yang
sebelumnya tinggal dirumah
-
bersama keluarganya kemudian pindah di panti asuhan. Ada pun
gambaran umum partisipan
yang telah diperoleh adalah sebagai berikut:
Nama P1 P2
TTL Boyolali, 03 Oktober 2001 Salatiga, 03 Desember 1999
Umur 13 tahun 15 tahun
Jenis kelamin Laki-Laki Laki-Laki
Pendidikan SMP SMP
Pekerjaan - -
Agama Islam Islam
Alamat Wonosegoro, Boyolali Noborejo, Salatiga
Anak ke 4 dari 4 saudara 1 dari 2 bersaudara
Lama tinggal di PA 6 bulan 6 bulan
Ditinjau secara umum, P1 merupakan anak keempat dari empat
bersaudara. Ia memiliki
dua kakak laki-laki dan satu kakak perempuan. Kedua kakak
laki-lakinya bekerja sebagai buruh
bangunan di Jakarta, sedangkan kakak perempuannya masih menuntut
ilmu di SMA. Ayahnya
bekerja sebagai buruh bangunan dan Ibunya bekerja sebagai petani
di desa mereka tinggal.
Pelajar berumur tiga belas tahun ini duduk dibangku kelas satu
SMP atau kelas tujuh di salah
satu SMP Muhamadiyah di Salatiga. Dalam harapannya, ia
menginginkan untuk menyelesaikan
pendidikannya hingga keperguruan tinggi dan menjadi orang yang
sukses dikemudian hari.
Dalam hubungan dengan keluarga, remaja berambut cepak
bergelombang ini sangat dekat
dengan kedua orang tuanya. Setiap ia memiliki masalah dengan
teman di Panti Asuhan, ia
mencoba terbuka kepada orang tuanya dan keputusan mereka cukup
berpengaruh dalam
keputusan baginya. Relasi P1 dengan lingkungan sosialnya menjadi
semakin berkurang, setelah
ia tinggal di Panti Asuhan. Hal tersebut dikarenakan
peraturan-peraturan di Panti Asuhan yang
membatasinya untuk bersosialiasi dengan lingkungan sekitar.
Selanjutnya, sebelum tinggal di
Panti Asuhan ia tinggal bersama orang tuanya di Boyolali. Karena
perekonomian keluarga yang
kurang mampu untuk menyekolahkannya, membuat orang tuanya
memberikan pilihan untuk ia
tetap dapat sekolah namun tinggal di Panti Asuhan demi masa
depannya.
-
Sedangkan P2 merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Adik
perempuannya berusia
13 tahun. Usia P2 lebih tua dua tahun dari adik perempuannya.
Ayahnya bekerja sebagai buruh
dan Ibunya bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Remaja berusia
15 tahun ini duduk dikelas
1 disalah satu SMP Muhamadiyah di Salatiga. Hubungannya dengan
keluarga kurang baik,
kurang mendapatkan kasih sayang yang utuh, karena orang tuanya
sudah sekitar satu tahun lebih
telah berpisah (divorce). Ia dan adik perempuannya tinggal
bersama Ibunya saja. Ibunya yang
bekerja sebagai pembantu rumah tangga menjadi penopang kehidupan
mereka yang serba
kekurangan dalam perekonomian, sehingga ia terpaksa harus
tinggal di Panti Asuhan untuk dapat
melanjutkan sekolahnya. Selanjutnya, sejak ia tinggal di Panti
Asuhan hubungan dengan
lingkungan sekitar menjadi terbatas. Hal ini dikarenakan
peraturan-peraturan yang mengikat di
Panti Asuhan sehingga membuatnya kurang cukup bisa
bersosialisasi. Waktu luangnya
dihabiskan berkumpul dengan remaja-remaja lain yang tinggal di
Panti Asuhan saja.
Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang menunjang dalam penelitian
kualitatif ini adalah dengan
menggunakan observasi dan wawancara. Observasi digunakan
peneliti untuk mengamati
kebiasaan dan perilaku dari kedua partisipan. Sedangkan metode
wawancara digunakan untuk
memperoleh data yang dapat diaplikasikan ke dalam bentuk naskah
wawancara atau verbatim.
Kedua metode pengumpulan data ini digunakan dengan tujuan dapat
mendeskripsikan realitas
empiris di balik fenomena yang ada secara mendalam, rinci, dan
tuntas. Instrumen yang
digunakan dalam penelitian ini adalah interview guide. Interview
guide ini digunakan sebagai
pengumpul data berupa panduan wawancara. Selain itu media
elektronik seperti handphone
dapat digunakan sebagai alat untuk merekam semua hasil wawancara
peneliti dengan kedua
partisipan. Peneliti juga menggunakan media tulis seperti kertas
dan bolpoint untuk menulis
semua aktifitas kedua partisipan dalam berperilaku.
-
Proses Pengambilan Data
Sebelum melakukan penelitian, peneliti mengurus surat perizinan
secara formal agar dapat
melakukan penelitian dan pengambilan data dari pihak Fakultas
Psikologi dengan persetujuan
dari kedua dosen pembimbing dan kaprogdi. Surat izin yang
diberikan oleh pihak fakultas,
dipergunakan peneliti untuk meminta izin kepada Kepala Yayasan
Panti Asuhan Muhamadiyah
Abu Hurairah Salatiga untuk melakukan penelitian. Setelah
mendapatkan izin dari pihak kepala
yayasan, maka peneliti segera menuju ke Panti Asuhan dan mencari
pihak pengurus atau
pengasuh Panti Asuhan untuk mendapatkan izin agar dapat
mewawancarai dan mengambil data
partisipan yaitu remaja awal dengan karakteristik umur 12-15
tahun.
Awal mula peneliti membangun rapport kepada kedua partisipan dan
kemudian
dilanjutkan proses wawancara mendalam mengenai topik yang
peneliti akan teliti. Proses
pengambilan data melalui wawancara dan observasi dilakukan
sebanyak tiga kali terhadap
partisipan pertama dan tiga kali juga terhadap partisipan kedua.
Pelaksanaan wawancara kepada
para partisipan dilakukan pada bulan Desember 2014 hingga
Februari 2015.
Analisis Data
Proses analisis data di mulai dari pengetikan transkrip
wawancara dalam bentuk verbatim
dengan mendengarkan hasil rekaman wawancara. Selanjutnya
peneliti melakukan proses
pengkodean pada transkip wawancara agar memudahkan dalam proses
analisis data. Hasil
wawancara ini di analisis menggunakan teknik analisis tematik
yaitu dengan mencari tema-tema
penting untuk mendeskripsikan fenomena yang muncul serta
memberikan makna hasil
pernyataan yang diungkapkan oleh partisipan (Fereday &
Muir-Cochrane, 2006). Langkah
-
terakhir yang akan dilakukan adalah mengelompokkan data ke dalam
aspek-aspek yang
digunakan dalam penelitian ini.
HASIL
Hasil analisis data memunculkan beberapa tema seperti penampilan
nyata mempengaruhi
penyesuaian sosial partisipan dengan kelompoknya, usaha
partisipan dalam menyesuaikan diri
dengan lingkungan sosialnya, sikap sosial partisipan dalam
menjalankan peran di lingkungan
sosial, dan usaha menuju kepuasan pribadi partisipan terhadap
kontak sosialnya.
Penampilan Nyata
Dengan penampilan nyata dapat membantu dalam penyesuaian sosial
dari kedua partisipan
yaitu dengan berpenampilan simple, sederhana, dan tidak
aneh-aneh sehingga dapat memenuhi
harapan kelompok dalam penerimaan partisipan di lingkungan atau
kelompok. Hal ini dapat
digambarkan oleh kedua partisipan dalam kutipan berikut:
Tabel 1 : Penampilan Nyata Dari Kedua Partisipan
Partisipan pertama Partisipan kedua
Penilaian dari teman panti:
“Menurut teman-teman panti asuhan, saya berpenampilan yang
agak
sederhana, misalnya ada yang memakai
celana jeans dan ada yang memakai baju
panjang dan lain-lain”.
“Paling saya tanya ke mereka kenapa kok ketawa gitu, jika ada
yang tidak sesuai,
ya perbaiki, ya biasa saja, dari pada di
tertawakan oleh orang yang tidak dikenal
mending di tertawakan sama teman
sendiri”.
Penilaian dari teman sekolah:
Penilaian dari teman panti:
“Menurut teman-teman saya di panti, penampilan saya itu simple,
biasa, gak
aneh-aneh seperti orang lain. Kalau orang
lain biasanya terlalu ribet memakai
pakaiannya”.
Penilaian dari teman sekolah:
“Kalau menurut teman sekolah, baik-baik saja. Suka becandaan,
kalau potongan
rambut saya bagus, mereka suka gitu.
Kata teman, setelah potong rambut saya
lebih ganteng, kayak gitu”.
Penilaian dari pengasuh:
-
“Menurut teman-teman sekolah, penampilan saya itu penampilan
yang
agak sederhana”.
Penilaian dari pengasuh:
“Biasanya pengasuh menegur kalau saya pakai pakaian tidak rapi
atau kusut.
Kalau teman-teman di panti itu tidak
begitu suka komentar, paling
diketawakan jika penampilan saya tidak
rapi atau sopan”.
Penilaian terhadap diri sendiri:
“Gaya penampilan saya yang simple, tidak suka celana pendek,
tidak berbaju
pendek atau berbaju yang simple”.
“Ya kalau ada acara pengajian gitu, pengasuh menyuruh memakai
pakaian
yang lebih baik. Memakai baju atau
kemeja yang baik, bersih, dan celana
panjang yang baik bersih”.
Penilaian terhadap diri sendiri:
“Penampilan saya itu ya baik, simple. Saya itu tidak suka
memakai gelang atau
kalung, atau topi, kacamata. Suka yang
simple saja, pakai celana pendek, kaos
sudah itu”.
Penyesuaian Sosial Terhadap Berbagai Kelompok
Usaha kedua partisipan dalam menyesuaikan dirinya terhadap
lingkungan sosialnya seperti
mengajak berkomunikasi atau memulai menyapa dengan teman sebaya,
hal tersebut pun
dilakukan oleh kedua partisipan ketika sebelum tinggal di panti
asuhan. Dengan orang yang lebih
dewasa diluar maupun didalam lingkungan panti asuhan, kedua
partisipan pun melakukan hal
tersebut sebelum dan sesudah tinggal di panti asuhan. Hal itu
dapat telihat dari beberapa
pernyataan kedua partisipan yaitu:
Tabel 2 : Penyesuaian Sosial Terhadap Berbagai Kelompok
Partisipan pertama Partisipan kedua
Penyesuaian sosial terhadap teman seumuran:
“Penyesuaian saya terhadap teman seumuran, saya dengan teman
seumuran
saya, saya mengajak teman saya makan
siang, makan pagi, dan makan malam.
Caranya mengajak dengan baik dan
mengajak piket serta bersih-bersih
rumput”.
Penyesuaian sosial terhadap orang yang lebih
dewasa:
“Penyesuaian saya dengan yang lebih
Penyesuaian sosial terhadap teman seumuran:
“Ya saya itu orang suka guyon, biasa kalau saya lagi ketemu atau
kenal gitu,
saya menyapa mereka, lalu dibalas. Saya
ajak omong-omong, kenalan, diajak
cerita gitu”.
Penyesuaian sosial terhadap pengasuh:
“Terus kalau didalam panti menyapa pengasuhnya, selamat pagi
pak. Lalu
tanya kabar bagaimana, kabarnya baik,
gitu”.
-
dewasa, saya kagum terhadap mereka.
Misalnya ada yang kelas tiga dan ada
yang kuliah, dia yang menyapa saya
karena dia tinggal di panti asuhan juga.
Saya dengan teman saya diajak untuk
belajar bersama”.
Penyesuaian sosial terhadap orang diluar
lingkungan panti asuhan:
“Penyesuaian saya diluar lingkungan itu tidak sama dengan
lingkungan di panti.
Saya berkata yang sopan dan menyapa
dengan kata-kata yang baik”.
Penyesuaian sosial terhadap orang yang lebih
dewasa:
“Kayak menyapa, lebih dahulu menyapa. Kemudian mendekatkan diri
untuk
menyesuaikan diri dengan orang yang
lebih dewasa dari pada kita”.
Penyesuaian sosial terhadap orang diluar
lingkungan panti asuhan:
“Diluar panti asuhan ya biasanya saya suka menyapalah, selamat
pagi, selamat
siang”.
Sikap Sosial
Sikap kedua partisipan dalam menjalankan perannya di lingkungan
sosialnya, bertanggung
jawab, tidak mudah menyerah, dan berusaha mematuhi
peraturan-peraturan yang ada di Panti
Asuhan. Kedua partisipan pernah mendapatkan hukuman akibat
melanggar peraturan yang ada di
Panti Asuhan membuat mereka berusaha mematuhi peraturan,
beberapa contoh hukuman yang
pernah mereka dapat yaitu hukuman membersihkan halaman,
membersihkan WC, dan lain
sebagainya. Hal tersebut dapat ditemukan dari paparan kedua
partisipan sebagai berikut:
Tabel 3 : Sikap Sosial Kedua Partisipan
Partisipan pertama Partisipan kedua
Sikap tanggung jawab dalam menyelesaikan
tugas-tugas individu di panti:
“Tugas-tugas di panti ini ada banyak yaitu bangun pagi lalu
mandi, piket,
disiplin, menata rapi kasur, pakaiannya
dan menyabuti rumput”.
Sikap tanggung jawab para penghuni panti:
“Seperti memasak kita bergantian, membersihkan ruangan,
bersihkan WC
juga. Tapi kalau bersih-bersih diluar di
halaman panti kita bareng-bareng.
Bersihkan kamar itu tugas masing-
Sikap tanggung jawab para penghuni panti:
“Biasanya itu subuh sekitar jam empat, bangun, sikat gigi,
kemudian sholat
subuh. Setelah sholat kita belajar atau
mengaji sebentar, bersih-bersih kamar
atau persiapan untuk sekolah, lalu mandi.
Setelah mandi, lalu makan bersama.
Setelah makan, kita berangkat ke sekolah
sekitar jam setengah tujuh berangkat
sekolah. Kalau pelajaran biasa, biasanya
pulang jam dua. Setelah jam dua pulang,
makan siang bareng-bareng, kemudian
sholat adzar. Setelah sholat itu kalau ada
-
masing. Kalau mengepel lantai dan
menyapu itu kita bergantian juga”.
“Pengasuh juga ikut membantu kalau bersih-bersih halamanan,
kalau tugas
lainnya kita yang mengerjakan”.
Bersikap tanggung jawab dalam mematuhi
peraturan di panti:
“Ada peraturan-peraturan untuk tidak diperbolehkan keluar pada
malam atau
siang hari. Jadi ada kegiatan yang tidak
boleh ditinggalkan dan harus
dilaksanakan”.
“Ya kalau melakukan kesalahan atau melanggar peraturan pasti
merasa
bersalah, sedih. Karna dapat hukuman
juga dari pengasuh, namun itu bikin saya
jera agar tidak melakukannya lagi”.
“Kena hukuman dari pengasuh, seperti mengepel lantai,
membersihkan WC,
kamar, membersihkan halaman panti”.
“Bukan marah, hanya menegur jika melanggar peraturan yang ada di
panti”.
Sikap bertanggung jawab dalam
menyelesaikan tugas-tugas di rumah:
“Waktu tinggal dirumah, tugas-tugas saya misalnya mencuci
pakaian,
menggosok pakaian, membersihkan
rumah, membersihkan rumput-rumput,
dan membersihkan halaman”.
“Tidak jauh beda sama di panti ini, ya bersih-bersih, lalu
mengepel dan
menyapu lantai, seperti itu”.
uang perlu dibersihkan, bersih-bersih
bersama. Kalau ngga ada ya kita santai-
santai. Kemudian sore, kita sholat
maghrib Setelah sholat maghrib, mengaji
sebentar sampai ishak. Setelah itu sholat
ishak, setelah sholat, kita belajar sampai
jam sembilan. Sebelum tidur, sikat gigi,
lalu tidur”.
“Bersih-bersih kasur itu sendiri-sendiri, tapi kalau kamar ya
bareng-bareng, kalau
ngga ya giliran”.
Bersikap tanggung jawab dalam mematuhi
peraturan di panti:
“Ya baik-baik sajalah, di panti ini peraturannya sangat baik
untuk saya.
Kadang saya itu tidak suka, kok
pengasuhnya begini, kadang ngga suka.
Terus sukanya itu kita bisa belajar
kebersamaan melalui makan bersama,
bersih-bersih bersama gitu”.
“Ya kalau kita tidak mematuhi peraturan, seumpamanya kita boleh
keluar kalau
malam, batasannya itu sampai jam
sembilan malam, kalau melebihi jam
sembilan malam itu dikasih hukuman ya
kalau ada yang perlu dibersihkan,
dibersihkan sendiri. Seperti kamar mandi
terus dibersihkan sendiri biar kapok
orangnya, biar ngga mengulangi kejadian
tersebut”.
“Ya kalau ada perlu, seumpamanya ada tugas sekolah perlu ke
warnet tapi jam
sembilan harus sudah sampai di panti”.
Sikap bertanggung jawab dalam
menyelesaikan tugas-tugas di rumah:
“Bantu-bantu Ibu, di rumah ya bantuin bersih-bersih, nyuci
pakaian, ya
begitulah”.
Kepuasan Pribadi
Kedua partisipan dalam penelitian ini berusaha merasa puas
terhadap kontak sosialnya,
dengan membangun rasa nyaman ketika pindah ke panti asuhan, dan
menghilangkan rasa ragu
saat tinggal di panti asuhan. Awalnya kedua partisipan pun
merasakan kurang nyaman dari
dalam diri mereka sendiri dan dari lingkungan kedua partisipan.
Seiring berjalannya waktu,
-
kedua partisipan mulai merasa nyaman dan dapat menyesuaikan diri
tinggal di Panti Asuhan. Hal
ini dapat terlihat dari pernyataan yang dikemukakan oleh kedua
partisipan sebagai berikut:
Tabel 4 : Kepuasan Pribadi Kedua Partisipan
Partisipan pertama Partisipan kedua
Membangun rasa nyaman:
“Saat saya tinggal dirumah, saya senang namun setelah tinggal di
panti, saya ragu-
ragu tetapi setelah tinggal di panti saya
merasa senang. Sejak pertama kali saya
masuk disini, saya menangis ke orang
tua. Tapi saya senang tinggal disini,
dirumah pun juga”.
“Lama kelamaan ya nyaman, tidak seperti dulu yang masing merasa
asing,
tidak kenal. Tapi sekarang hmm hilang,
sudah suka dan menikmati”.
“Waktu itu ya jadi sering sendirian, tapi ya teman-teman disini
ngajak ngobrol
duluan, jadinya ya tidak merasa asing
lagi atau tidak nyaman lagi. Karna pas itu
juga merasa agak kurang nyaman, tapi
sudah tidak”.
“Di panti itu enaknya bisa sekolah tanpa dipunggut biaya, lalu
dapat tempat
tinggal, bisa makan bersama-sama,
memasak bareng”.
Merasakan kurang nyaman:
“Perasaan saya tinggal di panti asuhan, saya agak tidak senang ,
kadang ada anak
panti yang mengajak berantem membuat
saya tidak suka. Misalnya anak kelas tiga
mengajak berantem anak kelas satu,
membuat saya tidak suka”.
“Saya diejek dan diajak berantem, tapi saya tidak suka. Ada
teman yang saya
suka, yang bergaul baik dengan saya”.
“Ya aneh saja, kan belum kenal sama yang lainnya, jadi merasa
asing dan
kurang nyaman”.
“Kalau tidak enaknya ya kurang bebas, ada peraturan, harus
meminta ijin bila
pergi keluar, lalu tidak bisa sering nonton
TV, waktu hari libur saja. Terus pakai HP
juga waktu hari libur, sabtu-minggu.
Bersih-bersih halaman panti, kamar, dan
ruangan di panti”.
Membangun rasa nyaman:
“Ya di panti, enak, ya nyamanlah. Di rumah, ya sama kayak
gitu”.
“Kalau dirumah tinggal sama Ibu, sepi juga. Kalau di panti ada
temannya, rame,
jadi ngga sepi”.
“Saya senanglah, disini itu diberikan fasilitas. Seperti mesin
cuci, bisa sekolah
gratis, Kita cuma bisa manut, mematuhi
peraturan disini”.
“Kalau di panti itu setelah sholat terus belajar, setelah mandi,
terus makan
bareng-bareng Setelah pulang sekolah itu
disuruh belajar lima belas menit atau dua
puluh menit. Nonton TV nya itu kalau
hari-hari libur saja”.
Merasakan kurang nyaman:
“Kadang-kadang ada yang iseng kalau jam belajar, ya di gangguin,
usil”.
“Paling tak tegur, tapi kalau ngga, aku pindah tempat belajarnya
di ruangan
rapat atau di kamar gitu”.
“Yaa kalau di ganggu ya jengkel juga, tapi tak biarin saja,
paling juga kesel
sendiri tho”.
“Waktu dirumah itu lebih enaklah, bisa nonton TV sampai malam,
setiap waktu,
kapan saja. Kalau di panti cuma hari
tertentu saja”.
“Kalau dirumah itu biasanya bangun, sholat, kadang ngga belajar,
terus nonton
TV, langsung berangkat sekolah. Habis
pulang sekolah itu biasanya nonton TV
sambil makan, santai-santai”.
-
PEMBAHASAN
Kedua partisipan dalam penelitian ini merupakan remaja awal usia
12-15 tahun dan
sebelumnya tinggal di rumah bersama keluarganya kemudian pindah
di Panti Asuhan. Fokus
penelitian ini adalah bagaimana penyesuaian sosial remaja awal
yang tinggal di Panti Asuhan
Muhamadiyah Abu Hurairah Salatiga. Untuk memahami proses
tersebut, menurut Hurlock
(2000) mengatakan bahwa penyesuaian sosial diartikan sebagai
keberhasilan seseorang untuk
menyesuaikan diri terhadap orang lain pada umumnya dan terhadap
kelompok pada khususnya.
Terdapat empat kriteria penyesuaian sosial (Hurlock, 2000)
sebagai berikut: penampilan nyata,
penyesuaian diri terhadap berbagai kelompok, sikap sosial, dan
kepuasan pribadi.
Penampilan nyata, penampilan yang dipilih kedua partisipan
sesuai dengan norma yang
berlaku untuk dirinya maupun untuk kelompoknya, yang berarti
kedua partisipan harus dapat
memenuhi harapan sebuah kelompok dan dapat diterima. Dalam
berpenampilan dan berpakaian
partisipan pertama mendapatkan penilaian yang baik dari teman,
kelompok, serta lingkungan
sosialnya. Walaupun ia pernah mendapatkan reaksi kurang baik
dari teman-temannya,
ditertawakan karena penampilannya kurang sesuai dengan
penampilan teman-teman lain. Hal
tersebut membuat partisipan pertama berusaha menyesuaikan diri
sebelum tinggal di Panti
Asuhan dengan memperbaiki penampilannya dan mendapatkan saran
dari teman atau kelompok
mengenai cara berpakaiannya. Adanya dukungan yang tinggi dari
kelompok, hal itu membuatnya
menjadi mudah untuk menyesuaikan diri ke dalam berbagai
kelompok. Hal tersebut pun
dilakukan oleh partisipan kedua ketika sebelum tinggal di Panti
Asuhan, untuk dapat
menyesuaikan diri dalam memenuhi harapan kelompok dan penerimaan
di kelompok mau pun di
lingkungan saat ia tinggal di Panti Asuhan. Dengan uraian dari
pernyataan diatas oleh kedua
partisipan, diperkuat dengan hasil penelitian Kumalasari &
Ahyani (2012) bahwa remaja akan
-
mudah menyesuaikan diri dan dapat diterima oleh kelompoknya
dimana pun mereka berada
apabila mampu mengembangkan diri dalam gaya berpenampilan,
interaksi sosial, dan
penerimaan pada kelompok tertentu. Hurlock (2000) menyatakan
bahwa ketika seorang remaja
merasa kurang menarik dalam penampilannya, maka mereka akan
mencari jalan keluar untuk
memperbaiki penampilan nyata mereka, agar mendapat penilaian
yang baik dari kelompok atau
lingkungan sekitarnya.
Kriteria kedua adalah penyesuaian diri terhadap berbagai
kelompok, individu yang dapat
menyesuaikan diri dengan baik terhadap berbagai kelompok, baik
teman sebaya maupun dengan
orang dewasa, dianggap mampu menyesuaikan diri dengan baik.
Partisipan kedua melakukan
usaha yang maksimal agar dapat menyesuaikan dirinya ke berbagai
kelompok. Misalnya,
melakukan komunikasi kepada orang yang lebih dewasa, bertegur
sapa, dan sebagainya. Dalam
kesehariannya ketika sebelum tinggal di panti asuhan, partisipan
kedua dikenal mudah bergaul
dengan lingkungan sekitarnya serta tidak sedikit memiliki teman
di sekolah atau pun luar
sekolah. Partisipan pertama juga melakukan usaha tersebut,
menjadi salah satu cara dalam
menyesuaikan diri terhadap lingkungan sosialnya dengan kelompok
dan kepada orang yang lebih
dewasa diluar maupun didalam lingkungan panti asuhan. Sebelum
tinggal di panti asuhan,
partisipan pertama tidak menemukan kesulitan dalam menjalin
relasi dengan siapapun di sekolah
dan di lingkungan tempat tinggalnya. Dari uraian oleh kedua
partisipan, diperkuat dengan hasil
penelitian Prabadewi & Widiasavitri (2014) bahwa keberadaan
remaja di dalam suatu
lingkungan sosial yang menuntut mereka untuk menyesuaikan
dirinya dengan menjalin
hubungan komunikasi kepada lapisan masyarakat serta melakukan
kegiatan-kegiatan yang
berguna membangun sosialisasi dengan lingkungan sosialnya.
Menurut Dharamvir, Tali dan
Goel (2011) bahwa lingkungan tempat tinggal merupakan salah satu
lokasi sosial yang penting
-
bagi remaja dalam melakukan kontak dengan teman sebaya,
membentuk persahabatan, dan
berpartisipasi dalam suatu kelompok sosial dengan lingkungan
sekitarnya.
Selanjutnya kriteria ketiga ialah sikap sosial, individu
menunjukkan sikap yang baik dan
menyenangkan terhadap orang lain, bersikap baik dalam
menjalankan perannya serta ikut
berpartisipasi dalam kehidupan sosial. Sikap partisipan kedua
sesuai dalam menjalankan
perannya di lingkungan sosialnya dan bertanggung jawab atas
tugas-tugasnya serta mematuhi
peraturan yang ada di Panti Asuhan. Begitu pula partisipan
pertama yang tidak mudah menyerah
dan mampu mematuhi peraturan-peraturan yang ada di Panti Asuhan.
Kedua partisipan pernah
mendapatkan hukuman akibat melanggar peraturan yang ada di Panti
Asuhan membuat mereka
berusaha mematuhi peraturan, beberapa contoh hukuman yang pernah
mereka dapat yaitu
hukuman membersihkan halaman, membersihkan WC, dan lain
sebagainya. Namun ketika
mereka masih tinggal bersama orang tua masing-masing, terjadi
perbedaan karena saat tinggal di
rumah dengan orang tua tidak semua tugas-tugas dilakukannya
sendiri, tetapi ketika mereka
tinggal di Panti Asuhan semua tugas wajib dilakukan sesuai
dengan peraturan-peraturan yang
ada di Panti Asuhan sehingga kedua partisipan harus menyesuaikan
dirinya untuk mematuhi
peraturan-peraturan tersebut. Kenyataan tersebut diperkuat dan
sesuai dengan hasil penelitian
Septanti (2009) bahwa remaja diharapkan dapat memahami arti
penting dari penyesuaian sosial
dan dapat mengambil mematuhi peraturan-peraturan misalnya tidak
menggantungkan diri pada
orang lain, bertanggung jawab atas tindakannya, dan dapat
menempatkan diri sebagai mana
mestinya, sehingga mudah menyesuaikan diri dimanapun mereka
berada dan dapat mematuhi
segala aturan yang di panti asuhan tersebut.
Kriteria yang terakhir yaitu kepuasan pribadi, penyesuaian
sosial seorang remaja dapat
dikatakan baik jika individu merasa puas terhadap kontak
sosialnya dan terhadap perannya untuk
-
dapat mengendalikan perasaan saat menghadapi masalah yang ada
dalam suatu situasi sosial.
Partisipan pertama merasa puas terhadap kontak sosial dan
membangun rasa nyaman dengan
lingkungan sosialnya. Namun sebelumnya ia pernah merasakan
kurang nyaman saat awal tinggal
atau pindah ke panti asuhan, misalnya pernah diajak berkelahi
dengan penghuni panti yang lain,
diolok-olok (diejek), dan kurang bebas ketika di Panti Asuhan
yang tidak seperti saat di rumah.
Partisipan pertama mencoba bertahan dengan rasa ketidaknyamanan
tersebut dengan cara tidak
menghiraukan, tidak mudah terpengaruh dengan hal-hal yang tidak
baik, dan membiasakan diri
dengan situasi di dalam Panti Asuhan. Tidak jauh bedanya dengan
partisipan kedua yang berani
serta mampu menghadapi permasalahan dan menghilangkan rasa ragu
saat tinggal di Panti
Asuhan. Partisipan kedua juga pernah mengalami rasa yang kurang
nyaman ketika ia pindah dan
tinggal di Panti Asuhan, ketika waktu belajar diganggu oleh
teman yang lain, ia menjadi kesal
dan merasa bahwa di rumah lebih enak dari pada di Panti Asuhan.
Partisipan kedua pun berusaha
menegur dan tidak menanggapi atau membiarkan saja pada teman
yang sering mengganggunya.
Hasil uraian tersebut sesuai dengan hasil penelitian Lusiawati
(2013), diketahui bahwa remaja
yang tinggal di panti asuhan dengan peraturan baru yang berbeda
dengan di rumah, mampu
menyesuaikan dirinya. Selain itu remaja yang tinggal di panti
asuhan dapat mengendalikan
perasaannya ketika dihadapkan pada masalah dan mampu
bersosialisai dilingkungan panti
asuhan dengan baik.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil analisis data yang dilakukan oleh peneliti,
maka diperoleh kesimpulan
mengenai penyesuaian sosial remaja awal yang tinggal di Panti
Asuhan Muhamadiyah Abu
Hurairah Salatiga. Penyesuaian sosial kedua partisipan tersebut
menjadi usaha besar dalam
mereka belajar untuk menyesuaikan dirinya ketika masih dirumah
lalu pindah di Panti Asuhan,
bersosialisasi dengan lingkungan sekitar, bertanggung jawab akan
tugas-tugasnya, tidak
-
menggantungkan diri pada orang lain, mengembangkan
kepribadiannya secara optimal, dan
mudah untuk menyesuaikan diri dimanapun mereka berada. Selain
itu, dengan adanya peraturan
yang terdapat di panti asuhan membuat mereka disiplin dalam
mengatur waktu serta membentuk
sikap, dan berinteraksi dengan dinamika sosial yang mereka
rasakan pada lingkungan sosial yang
baru.
Dari hasil penelitian yang diperoleh, saran yang dapat diberikan
peneliti dari penelitian ini
ialah:
1. Bagi remaja atau partisipan, diharapkan agar mereka tetap
belajar menyesuaikan
dirinya ke dalam lingkungan yang baru, bertanggung jawab, dan
perbanyak komunikasi
dengan orang lebih dewasa diluar maupun didalam lingkungan panti
asuhan.
2. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan untuk dapat meneliti
partisipan yang berjenis
kelamin perempuan dan yang berusia diatas 15 tahun agar dapat
dilihat adakah
perbedaan penyesuaian sosial remaja yang ditinggal di yayasan
yang sama dengan yang
berjenis kelamin laki-laki. Selain itu juga, diharapkan untuk
dapat melibatkan atau
meneliti pengasuh yang ada di dalam panti asuhan tersebut.
Ataupun dapat meneliti
dengan membandingkan remaja yang tidak tinggal di Panti Asuhan
serta yang orang
tuanya tidak berpisah (divorce).
DAFTAR PUSTAKA
Dewi, S. S. (2011). Perlindungan hak-hak anak pelaku kejahatan
dalam proses peradilan
pidana. Retrieved september 01, 2014, from
http://www.kumham-jogja.info/karya ilmiah/37-
karya-ilmiah-lainnya/257-perlindungan-hak-hak-anak-pelaku-kejahatan-dalam-proses
peradilan-pidana.
http://www.kumham-jogja.info/karya%20ilmiah/37-karya-ilmiahhttp://www.kumham-jogja.info/karya%20ilmiah/37-karya-ilmiah
-
Dharavir., Tali, D. B., & Goel, A. (2011). A comparative
study on anxiety and emotional
maturity among adolescents of coeducational and unieducational
school. ACADEMICA, 1 (3),
2249-7137.
Dhyani A, Singh R. 2013. A Study of Adjustment Level of
Adolescents from Foster Home and
Biological Families. Journal of Psychology, 7(1):7-12.
Fereday, J. Dan Muir-Cochrane, E. (2006). Demonstrating rigor
using thematic analysis: A
hybrid approach of inductive and deductive coding and theme
development. International
Journal of Qualitative Methods 51, 1-11.
Hurlock, E. B. (2000). Perkembangan anak (jilid 1). Jakarta:
Erlangga.
Kumalasari, F., & Ahyani, L.N. 2012. Hubungan Antara
Dukungan Sosial Dengan Penyesuaian
Diri Remaja Di Panti Asuhan. Jurnal Psikologi: 21-31. Alumni dan
Staf Pengajar Fakultas
Psikologi Universitas Muria Kudus.
Lusiawati, 2013. Kecerdasan Emosi Dan Penyesuaian Diri Pada
Remaja Awal yang Tinggal Di
Panti Asuhan Uswatun Hasanah Samarinda. Jurnal
Psikologi:167-176.
Monks, F.J., Knoers, A.M.P., Haditono, S.R. (2002). Psikologi
Perkembangan Pengantar Dalam
Berbagai Bagiannya. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Naqshbandi M, dkk. Orphans in orphanages of Kashmir “and their
Psychological problems”.
International NGO Journal, vol. 7(3):55-63.
Ningrum, P.R. 2013. Perceraian Orang Tua Dan Penyesuaian Diri
Remaja (studi kasus para
remaja sekolah menengah atas/kejurusan di Kota Samarinda).
Jurnal Psikologi: 69-79.
Nurdin. (2009). Pengaruh kecerdasan emosional terhadap
penyesuaian sosial siswa di sekolah.
Administrasi pendidikan, IX, 1, 86-108. Di akses pada tanggal 20
november 2014 dari
http//www.file.upi.edu/Direktori/FIP?JUR.../Karya_Ilmiah_8.pdf.
Papalia, D.E., Old, S. W., Feldman, R. D. (2008). Human
Development: Psikologi
Perkembangan. Jakarta: Kencana.
Prabadewi, K. D. L., & Widiasavitri, P. N. 2014. Hubungan
Konsep Diri Akademik dengan
Motivasi Berprestasi pada Remaja Awal yang Tinggal di Panti
Asuhan di Denpasar. Jurnal
Psikologi Udayana: Vol. 1, No. 2 261-270.
Ruyon, R.P., Haber, A. 1984. Psychology of Adjustment. Illinois:
The Dorsey Press.
Santrock, W. (2002). Life span development: Perkembangan masa
hidup (jilid 2 edisi kelima).
Jakarta: Erlangga.
___________. (2007). Remaja, Edisi 11. Jakarta: Erlangga.
-
Schneiders, A. A. (1964). Personal adjustment and mental
hygiene. New York: Halt Rinehart &
Winston.
-
LAMPIRAN
Interview Guide:
Penyesuaian Sosial Remaja Awal Yang Tinggal
Di Panti Asuhan Muhamadiyah Abu Hurairah Salatiga
Aspek Indikator Pertanyaan
Penampilan nyata Gaya berpenampilan
mempengaruhi penyesuaian
diri remaja di
lingkungan/kelompok
1. Apa yang kamu ketahui tentang gaya
berpenampilan?
2. Bagaimana pendapat kamu tentang
penampilanmu?
3. Bagaimana pendapat orang lain (seperti
teman-teman sekolah
maupun di panti asuhan
dan pengasuh) tentang
gaya berpenampilanmu?
Penyesuaian diri terhadap
berbagai kelompok
Remaja dapat menyesuaikan
diri dengan baik terhadap
berbagai kelompok, teman
sebaya maupun dengan orang
dewasa
1. Bagaimana penyesuaian diri kamu dengan teman
yang seumuran di panti
asuhan?
2. Bagaimana cara kamu menyesuaikan diri
terhadap orang yang
lebih dewasa didalam
dan diluar lingkungan
panti asuhan?
Sikap sosial Menjalankan perannya di
lingkungan sosialnya,
bertanggung jawab, tidak
mudah menyerah, dan tidak
menunjukkan sikap yang
agresif
1. Untuk setiap kalian yang tinggal di panti
asuhan, apa saja tugas-
tugas yang harus
dilakukan setiap
harinya?
2. Bagaimana pendapat kamu mengenai aturan-
aturan yang ada di panti
asuhan?
3. Apabila kamu tidak mematuhi peraturan,
hukuman apa yang
diberikan dari
pengasuh?
4. Dengan semua aturan
-
yang ada sebelum dan
setelah tinggal di panti
asuhan, bagaimana
kamu menyesuaikan diri
antara tugas-tugas
sebelum dan sesudah
tinggal di panti asuhan?
Coba ceritakan.
Kepuasan pribadi Merasa puas terhadap kontak
sosialnya dan tidak
menunjukkan perilaku
mencari perhatian
1. Apapun yang pernah kamu lakukan dalam hal
yang positif, kamu puas
dengan apa yang sudah
kamu lakukan?
Mengapa?
2. Bagaimana perasaan kamu setelah tinggal di
panti asuhan?
3. Pengalaman apa saja yang pernah kamu alami
selama tinggal di panti
asuhan?
ANALISIS DATA
1. Partisipan 1
a. Gambaran Umum Partisipan 1
Identitas
Nama : AWB
TTL : Boyolali, 03 Oktober 2001
Umur : 13 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : -
Agama : Islam
Alamat : Wonosegoro, Boyolali
Anak ke : 4 dari 4 bersaudara
Lama tinggal di PA : 6 bulan
-
AWB merupakan anak keempat dari empat bersaudara. AWB memiliki
dua
kakak laki-laki dan satu kakak perempuan. Kedua kakak
laki-lakinya bekerja sebagai
buruh bangunan di Jakarta, sedangkan kakak perempuannya masih
menuntut ilmu di
SMA. Ayah AWB bekerja sebagai buruh bangunan dan Ibu AWB bekerja
sebagai
petani di desa mereka tinggal.
Pelajar berumur tiga belas tahun ini duduk dibangku satu SMP
atau kelas tujuh
di salah satu SMP Muhamadiyah di Salatiga. Dalam harapannya,
AWB
menginginkan untuk menyelesaikan pendidikannya hingga
keperguruan tinggi dan
menjadi orang yang sukses dikemudian hari.
Dalam hubungan dengan keluarga, remaja berambut cepak
bergelombang ini
sangat dekat dengan kedua orang tuanya. Setiap AWB memiliki
masalah dengan
teman di Panti Asuhan, AWB mencoba terbuka kepada orang tua AWB
dan
keputusan mereka cukup berpengaruh dalam keputusan yang dibuat
AWB.
Relasi AWB dengan lingkungan sosialnya menjadi semakin
berkurang, setelah
AWB tinggal di Panti Asuhan. Hal tersebut dikarenakan
peraturan-peraturan di Panti
Asuhan yang membatasi AWB untuk bersosialiasi dengan lingkungan
sekitar.
Selanjutnya, sebelum tinggal di Panti Asuhan AWB tinggal bersama
orang
tuanya di Boyolali. Karena perekonomian keluarga yang kurang
mampu untuk
menyekolahkan AWB, membuat orang tua AWB memberikan pilihan
untuk AWB
tetap dapat sekolah namun tinggal di Panti Asuhan. Demi masa
depan, AWB memilih
untuk tetap dapat bersekolah.
b. Laporan Observasi Saat Wawancara
Kunjungan pra-penelitian dilakukan peneliti pada tanggal 12
Desember 2014 di
Panti Asuhan dengan tujuan perkenalan dan menjalin rapport
karena sebelumnya
peneliti belum mengenal AWB. Sebelumnya, peneliti meminta ijin
kepada pengasuh
dan peneliti diijinkan untuk bertemu AWB di ruang aula. AWB
menyambut peneliti
dengan berjabat tangan dan memperkenalkan diri kepada peneliti
sambil tersenyum.
AWB duduk berhadapan dengan peneliti sambil menggenggam menaruh
kedua
tangan di atas meja. AWB mengenakan celana pendek jeans berwarna
gelap dengan
atasan kaos berwarna kuning. Peneliti menjelaskan tujuan
kedatangannya dan
-
memberikan beberapa pertanyaan terkait dengan identitas AWB. AWB
dengan santai
menjawab serta sedikit bercerita mengenai keluarganya dan Panti
Asuhan.
Wawancara pertama dilakukan peneliti pada tanggal 18 Desember
2014
bertempat di ruang rapat Panti Asuhan. AWB terlihat siap untuk
diwawancara dan
berjabat tangan dengan peneliti. AWB menggunakan kaos biru muda
dan celana
panjang berwarna hitam. Sebelum peneliti melakukan wawancara
kepada AWB,
peneliti memberikan sedikit penjelasan terkait pelaksanaan
wawancara. AWB
mempersilakan dan duduk bersebelahan dengan peneliti. Saat
dilakukan wawancara
AWB terlihat santai, namun AWB sering kali menundukkan kepala.
Ketika proses
wawancara AWB beberapa saat terdiam dan terlihat sedang berpikir
lalu tersenyum.
Dikarenakan lokasi ruang rapat berjarak tidak jauh dengan
jalanan, sering terdengar
suara motor dan mobil melintas sehingga sedikit membuat AWB
bernada tinggi.
Bertempatkan di ruang tengah (ruang belajar) Panti Asuhan,
peneliti
melakukan wawancara kedua pada tanggal 06 Februari 2015. Pada
wawancara ini
AWB menggunakan kemeja berwarna gelap dan kain sarung bermotif.
Sebelum
dilakukan wawancara, AWB selesai melaksanakan ibadah sholat
jumat di Masjid.
Kali ini AWB terlihat santai, sering berkontak mata dengan
peneliti saat ia di
wawancarai. AWB duduk berhadapan dengan peneliti, suara AWB
terdengar jelas,
dan lebih tenang. Tempat pelaksanaan wawancara sangat mendukung,
sehingga AWB
terlihat nyaman. Namun, terkadang AWB masih terlihat diam
sejenak lalu
melanjutkan kata-katanya.
Wawancara ketiga dilaksanakan tanggal 22 Februari 2015 di teras
tempat
tunggu PA. Saat itu minggu pagi akan dilakukan kegiatan kerja
bakti di panti asuhan,
AWB memakai kaos oblong berwarna hitam bergambar dan bercelana
kain warna
gelap. Peneliti memulai proses wawancara dengan sapaan yang
dibalas oleh AWB
dengan ramah. Ketika proses wawancara AWB sering menundukkan
kepala ke bawah
dan jarang untuk menatap mata peneliti. Namun AWB terlihat
santai dan tenang,
berbicara dengan nada yang stabil dan jelas.
-
c. Analisis Verbatim Partisipan
Makna Verbatim Gaya berpenampilan yang sopan, berlogika,
simple, dan sederhana.
Gaya berpenampilan yang sopan santun, yang
berlogika, dan sederhana (P1W1 2-3).
Gaya yang berlogika itu bergaya dengan sopan,
misalnya gaya memakai baju yang panjang dan
memakai celana yang panjang (P1W1 6-8).
Gaya penampilan saya yang simple, tidak suka
celana pendek, tidak berbaju pendek atau berbaju
yang simple (P1W1 10-11).
Gaya yang simple yaitu yang berbaju rapi, sopan,
sederhana. Misalnya saya menyukai berpakaian
yang sopan dan tidak ketat (P1W1 13-15).
Tidak suka gaya berpenampilan yang tidak rapi. Yang tidak suka
dari mereka misalnya baju
seragam yang tidak dimasukkan, sudah sering
diingatkan tapi tidak mau dimasukkan bajunya
(P1W1 20-22).
Lingkungan sekitar menilai P berpenampilan
yang sederhana dan sopan.
Menurut teman-teman sekolah, penampilan saya
itu penampilan yang agak sederhana (P1W1 19-
20).
Menurut teman-teman panti asuhan, saya
berpenampilan yang agak sederhana, misalnya
ada yang memakai celana jeans dan ada yang
memakai baju panjang dan lain-lain (P1W1 23-
26).
Menurut pengasuh, penampilan saya itu sopan,
berpenampilan sopan kepada anak panti, kepada
orang lain, dan lain-lain (P1W1 26-28).
Melakukan penyesuaian sosial dengan sesama
melalui melakukan kegiatan bersama.
Penyesuaian saya terhadap teman seumuran, saya
dengan teman seumuran saya, saya mengajak
teman saya makan siang, makan pagi, dan makan
malam. Caranya mengajak dengan baik dan
mengajak piket serta bersih-bersih rumput
(P1W1 31-35).
Ada perbedaan komunikasi ketika P berada di
luar panti asuhan dan di dalam panti asuhan.
Penyesuaian saya dengan yang lebih dewasa,
saya kagum terhadap mereka. Misalnya ada yang
kelas tiga dan ada yang kuliah, dia yang menyapa
saya karena dia tinggal di panti asuhan juga. Saya
dengan teman saya diajak untuk belajar bersama
(P1W1 39-43).
Penyesuaian saya diluar lingkungan itu tidak
sama dengan lingkungan di panti. Saya berkata
yang sopan dan menyapa dengan kata-kata yang
-
baik (P1W1 46-48).
Masing-masing anak menyelesaikan tugas-tugas
di panti asuhan.
Tugas-tugas di panti ini ada banyak yaitu bangun
pagi lalu mandi, piket, disiplin, menata rapi
kasur, pakaiannya dan menyabuti rumput (P1W1
51-53).
Sejak pertama kali masuk disini, ada tugas- tugas
dan peraturan. Misalnya tugas membersihkan
lantai, mengepel, dan lain sebagainya (P1W1 82-
84).
Terdapat peraturan untuk mengatur yang boleh
dilakukan dan tidak boleh dilakukan.
Ada peraturan-peraturan untuk tidak
diperbolehkan keluar pada malam atau siang hari.
Jadi ada kegiatan yang tidak boleh ditinggalkan
dan harus dilaksanakan (P1W1 56-58).
Ada kegiatan yang harus dilaksankan, contohnya
piket membersihkan lantai, mengepel, dan lain
sebagainya (P1W1 60-62).
Contoh hukuman ketika melanggar peraturan di
panti asuhan.
Hukuman yang diberikan kepada kita itu
membersihkan WC, menyabuti rumput, mengepel
lantai, dan mem bersihkan kaca-kaca kotor
ataupun rusak (P1W1 65-67).
Awalnya P merasa ragu dan sedih ketika tinggal
di panti asuhan namun akhirnya P merasa senang
layaknya tinggal di rumah.
Saat saya tinggal dirumah, saya senang namun
setelah tinggal di panti, saya ragu-ragu tetapi
setelah tinggal di panti saya merasa senang. Sejak
pertama kali saya masuk disini, saya menangis ke
orang tua. Tapi saya senang tinggal disini,
dirumah pun juga (P1W1 72-76).
Sebelum tinggal disini saya tinggal dirumah, saya
disini senang (P1W1 81-82).
Gambaran tugas-tugas P ketika di rumah. Waktu tinggal dirumah,
tugas-tugas saya
misalnya mencuci pakaian, menggosok pakaian,
membersihkan rumah, membersihkan rumput-
rumput, dan membersihkan halaman (P1W1 86-
89).
Kekerasan verbal dari senior sehingga membuat
P tidak senang tinggal di panti asuhan.
Perasaan saya tinggal di panti asuhan, saya agak
tidak senang , kadang ada anak panti yang
mengajak berantem membuat saya tidak suka.
Misalnya anak kelas tiga mengajak berantem
anak kelas satu, membuat saya tidak suka (P1W1
92-96).
Saya diejek dan diajak berantem, tapi saya tidak
suka. Ada teman yang saya suka, yang bergaul
baik dengan saya (P1W1 99-101).
Pengalaman P ketika di panti asuhan membuat P
menjadi lebih baik.
Pengalaman saya tinggal disini, saya dapat
bermain futsal dan menjadi baik kepada orang
tua, dan sebagainya (P1W1 104-106).
-
Makna Verbatim
P melakukan kewajiban sebagai umat muslim. Ceramahan mengenai
perlunya sholat lima waktu
yang wajib dan harus dilakukan bagi umat
muslim. Tidak boleh lupa, harus kita selalu
tunaikan (P1W2 7-9).
Kadang bolong sholatnya, tapi diusahakan untuk
menunaikan sholat lima waktu tiap saat. Karna
itu wajib hukumnya (P1W2 11-13).
P berpakaian sopan, sederhana, dan bersih sesuai
tempatnya.
Pakaian yang sopan, sederhana, sesuai dimana
tempat (P1W2 16-17).
Yang tidak terlihat kotor, lalu rapi, bersih, dan
baik. Biasanya saya pakai baju, kemeja, atau kaos
yang rapi. Dengan celana panjang jika diluar
panti, tapi kalau di dalam panti sering pakai
celana pendek. Yang penting sesuai tempatnya
(P1W2 20-24).
Tidak ada perbedaan berpenampilan P di panti
asuhan atau pun di rumah.
Selama ini masih belum ada bedanya, pakaian
kaos dan sering pakai celana pendek, yang
sederhana saja (P1W2 29-30).
Penilaian gaya berpenampilan P dari orang di
sekitar.
Biasanya pengasuh menegur kalau saya pakai
pakaian tidak rapi atau kusut. Kalau teman-teman
di panti itu tidak begitu suka komentar, paling
diketawakan jika penampilan saya tidak rapi atau
sopan (P1W2 33-36).
Karna di sekolah memakai seragam, paling tidak
begitu diperhatikan, tapi kalau baju tidak
dimasukkan dan ketahuan guru, pasti dapat
teguran (P1W2 38-40).
Ya disuruh rapikan dan masukkan baju seragam
dengan baik, dan agar tidak diulangi lagi (P1W2
42-43).
Perasaan enak dan tidak enak setelah tinggal di
panti asuhan.
Ya ada enaknya dan ada tidak enaknya. Karna
beda saja tidak seperti saat masih tinggal dirumah
(P1W2 45-46).
Di panti itu enaknya bisa sekolah tanpa
dipunggut biaya, lalu dapat tempat tinggal, bisa
makan bersama-sama, memasak bareng. Kalau
tidak enaknya ya kurang bebas, ada peraturan,
harus meminta ijin bila pergi keluar, lalu tidak
bisa sering nonton TV, waktu hari libur saja.
-
Terus pakai HP juga waktu hari libur, sabtu-
minggu. Bersih-bersih halaman panti, kamar, dan
ruangan di panti (P1W2 48-55).
Kebebasan yang diperoleh P ketika di rumah. Lebih bebas, bisa
nonton TV sepuasnya, bisa
main kapan pun sama teman (P1W2 57-58).
Contoh hukuman dari pengasuh ketika melanggar
peraturan di panti asuhan.
Kena hukuman dari pengasuh, seperti mengepel
lantai, membersihkan WC, kamar, membersihkan
halaman panti (P1W2 63-65).
Bukan marah, hanya menegur jika melanggar
peraturan yang ada di panti (P1W2 67-68).
Contoh tugas-tugas bergilir yang berlaku bagi
penghuni panti asuhan.
Seperti memasak kita bergantian, membersihkan
ruangan, bersihkan WC juga. Tapi kalau bersih-
bersih diluar di halaman panti kita bareng-bareng.
Bersihkan kamar itu tugas masing-masing. Kalau
mengepel lantai dan menyapu itu kita bergantian
juga (P1W2 72-76).
Pengasuh juga ikut membantu kalau bersih-bersih
halamanan, kalau tugas lainnya kita yang
mengerjakan (P1W2 78-79).
Pengalaman dan kebersamaan P dengan
temannya yang tinggal di panti asuhan.
Kebersamaan, selama tinggal di panti kita semua
ya serba barengan, seperti belajar, makan, cuci
pakaian, bersih-bersih, berangkat sekolah, sholat
(P1W2 81-83).
Oh di panti kita dapat belajar bahasa Inggris dari
para donatur yang ada disini, dari luar negeri.
Kadang tiap sore kira-kira jam empat, kita
belajarnya dengan mereka di ruang rapat (P1W2
92-95).
Perasaan P tinggal di panti asuhan. Lama kelamaan ya nyaman,
tidak seperti dulu
yang masing merasa asing, tidak kenal. Tapi
sekarang hmm hilang, sudah suka dan menikmati
(P1W2 85-87).
P merasakan asing dan tidak nyaman di panti
asuhan.
Ya aneh saja, kan belum kenal sama yang
lainnya, jadi merasa asing dan kurang nyaman
(P1W2 89-90).
Ilmu yang diperoleh ketika belajar bahasa inggris
dengan donatur.
Ya kata benda, kata kerja, perkenalan, yang kita
masih kurang tau, dan pelajaran itu jadi
membantu kita saat di sekolah juga pas mata
pelajaran bahasa Inggris (P1W2 97-99).
-
Makna Verbatim
Kegiatan kerja bakti di panti asuhan setiap hari
minggu.
Maaf sebelumnya, nanti ada kerja bakti di panti
jadi tidak bisa lama-lama ngobrolnya, tidak enak
dengan yang lainnya. Kalau hari minggu di panti
ada kerja bakti bersih-bersih gitu (P1W3 4-7).
Perasaan P ketika melanggar peraturan dan
melakukan kesalahan di panti asuhan.
Ya kalau melakukan kesalahan atau melanggar
peraturan pasti merasa bersalah, sedih. Karna
dapat hukuman juga dari pengasuh, namun itu
bikin saya jera agar tidak melakukannya lagi
(P1W3 15-18).
Perasaan P ketika mendapatkan teguran dari
pengasuh.
Selagi teguran itu baik dan untuk kebaikan saya,
saya menerima, saya senang, karna ada yang
masih mau memperhatikan saya (P1W3 21-23).
Respon dan reaksi P ketika mendapatkan
penilaian tentang berpenampilan P dari teman.
Paling saya tanya ke mereka kenapa kok ketawa
gitu, jika ada yang tidak sesuai, ya perbaiki, ya
biasa saja, dari pada di tertawakan oleh orang
yang tidak dikenal mending di tertawakan sama
teman sendiri (P1W3 27-30).
Ya agak malu-malu, tapi tidak begitu jadi
masalah (P1W3 32).
Aktivitas P sehari-hari di panti asuhan. Ya melakukan aktivitas,
entah belajar atau main
sama teman-teman, biar tidak merasa bosan karna
tidak ada hiburan (P1W3 36-38).
P mengatasi perasaan asing dan kurang nyaman. Waktu itu ya jadi
sering sendirian, tapi ya teman-
teman disini ngajak ngobrol duluan, jadinya ya
tidak merasa asing lagi atau tidak nyaman lagi.
Karna pas itu juga merasa agak kurang nyaman,
tapi sudah tidak (P1W3 42-45).
Tidak ada perbedaan tugas-tugas yang dilakukan
P ketika di panti asuhan atau di rumah.
Tidak jauh beda sama di panti ini, ya bersih-
bersih, lalu mengepel dan menyapu lantai, seperti
itu (P1W3 50-51).
2. Partisipan 2
a. Gambaran Umum Partisipan 2
Identitas
Nama : DM
TTL : Salatiga, 03 Desember 1999
Umur : 15 tahun
-
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : -
Agama : Islam
Alamat : Noborejo, Salatiga
Anak ke : 1 dari 2 bersaudara
Lama tinggal di PA : 6 bulan
DM merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Adik perempuan
DM
berusia 13 tahun. Usia DM lebih tua dua tahun dari adik
perempuannya. Ayah DM
bekerja sebagai buruh dan Ibu DM bekerja sebagai pembantu rumah
tangga. Remaja
berusia 15 tahun ini duduk dikelas 1 disalah satu SMP
Muhamadiyah di Salatiga.
Hubungan dalam keluarga DM kurang mendapatkan kasih sayang yang
utuh,
karena orang tua DM sudah sekitar satu tahun lebih telah
berpisah (divorce). DM dan
adik perempuannya tinggal bersama Ibunya. Ibu DM yang bekerja
sebagai pembantu
rumah tangga menjadi penopang kehidupan mereka yang serba
kekurangan dalam
perekonomian, sehingga DM terpaksa harus tinggal di Panti Asuhan
untuk dapat
melanjutkan sekolahnya.
Selanjutnya, sejak DM tinggal di Panti Asuhan hubungan dengan
lingkungan
sekitar menjadi terbatas. Hal ini dikarenakan
peraturan-peraturan yang mengikat di
Panti Asuhan sehingga membuat DM kurang cukup bisa
bersosialisasi. Waktu luang
DM dihabiskan berkumpul dengan remaja-remaja lain yang tinggal
di Panti Asuhan
saja.
b. Laporan Observasi Saat Wawancara
Kunjungan pra-penelitian dilakukan peneliti pada tanggal 12
Desember 2014 di
Panti Asuhan dengan tujuan perkenalan dan menjalin rapport
karena sebelumnya
peneliti belum mengenal DM. Sebelumnya, peneliti meminta ijin
kepada pengasuh
-
dan dipersilakan peneliti untuk bertemu DM di ruang aula. DM
menyambut peneliti
dengan berjabat tangan dan memperkenalkan diri kepada peneliti
sambil tersenyum.
DM duduk berhadapan dengan peneliti sambil bersandar dikursi. DM
memakai kaos
oblong warna hitam dan celana bahan pendek. Peneliti menjelaskan
tujuan
kedatangannya dan memberikan beberapa pertanyaan terkait dengan
identitas DM.
DM bercerita kepada peneliti saat DM masih tinggal dirumah dan
sekarang tinggal di
Panti Asuhan.
Wawancara pertama dilakukan peneliti pada tanggal 16 Desember
2014
bertempat di ruang rapat Panti Asuhan. DM terlihat siap untuk
diwawancara dan
berjabat tangan dengan peneliti. DM menggunakan kaos berkerah
lengan pendek
berwarna coklat muda dan celana panjang berwarna coklat tua.
Sebelum peneliti
melakukan wawancara kepada DM, peneliti memberikan sedikit
penjelasan terkait
pelaksanaan wawancara. DM duduk disebelah kanan peneliti. Saat
dilakukan
wawancara DM terlihat santai dan tenang. Ketika proses wawancara
DM beberapa
detik diam dan seperti berpikir. Dikarenakan lokasi ruang rapat
berjarak tidak jauh
dengan jalanan, sering terdengar suara motor dan mobil melintas
sehingga membuat
DM beberapa kali mengulang kata-kata.
Peneliti melakukan wawancara kedua pada tanggal 07 Februari 2015
di ruang
serba guna Panti Asuhan. Wawancara dilakukan siang hari, DM
masih menggunakan
seragam pramuka. DM terlihat gerah setelah mengikuti kegitan
pramuka di sekolah.
Saat peneliti melakukan wawancara, DM duduk berhadapan dengan
peneliti. DM
terlihat sesekali butuh menghela nafasnya, namun DM berusaha
tetap tenang dan
tidak terburu-buru. Beberapa saat DM di wawancarai sambil minum
air putih dan
tersenyum. Nada suara DM terdengar jelas dan sedikit kurang
tenang karena
kegerahan.
Peneliti melakukan wawancara ketiga di ruang tamu PA, tanggal 23
Februari
2015. DM baru pulang sekolah dan masih memakai seragam sekolah
warna putih dan
biru tua. DM terlihat lelah dan capek, DM merasa berkeringat dan
gerah kepanasan
karena cuaca yang panas. Saat peneliti melakukan proses
wawancara DM terlihat
tenang, namun sering melakukan perpindahan posisi duduk dan
kipas-kipas dengan
-
salah satu buku pelajarannya. Sorotan mata DM terlihat kurang
nyaman, sehingga
nada bicara DM terdengar tidak stabil, kadang pelan, kadang
jelas.
c. Analisis Verbatim Partisipan
Makna Verbatim
Gaya berpenampilan yang simple dan memakai
pakaian yang tidak ribet.
Gaya berpenampilan menurut saya yaitu cara
seseorang bergaya memakai pakaian ya seperti
memakai celana, baju, dan sebagainya (P2W1 2-
4).
Memakai pakaian yang simple, yang ngga ribet.
Saya suka pakai pakaian yang seperti sehari-hari
memakai celana pendek, kaos. Ya kalau mau
berpergian memakai celana panjang dan memakai
kemeja (P2W1 7-10).
P tidak suka memakai gelang, atau kalung, atau
topi, kacamata namun suka berpenampilan yang
simple.
Penampilan saya itu ya baik, simple. Saya itu
tidak suka memakai gelang atau kalung, atau topi,
kacamata. Suka yang simple saja, pakai celana
pendek, kaos sudah itu (P2W1 12-14).
Definisi P tentang penampilan yang simple. Yang biar gak
ribetlah, kayak yang cepat
memakainya, yang gak ribet pokoknya (P2W1
17-18).
Opini orang-orang di sekitar P tentang
penampilan P.
Menurut teman-teman saya di panti, penampilan
saya itu simple, biasa, gak aneh-aneh seperti
orang lain. Kalau orang lain biasanya terlalu ribet
memakai pakaiannya (P2W1 22-25).
Kalau menurut teman sekolah, baik-baik saja.
Suka becandaan, kalau potongan rambut saya
bagus, mereka suka gitu. Kata teman, setelah
potong rambut saya lebih ganteng, kayak gitu
(P2W1 27-30).
Penampilan P ketika di acara keagamaan. Ya kalau ada acara
pengajian, disuruh memakai
pakaian yang lebih baik. Memakai baju atau
kemeja yang baik, bersih, dan celana panjang
yang baik bersih (P2W1 33-35).
Penyesuaian sosial P dengan teman-teman di
panti asuhan.
Ya saya itu orang suka guyon, biasa kalau saya
lagi ketemu atau kenal gitu, saya menyapa
mereka, lalu dibalas. Saya ajak omong-omong,
kenalan, diajak cerita gitu (P2W1 38-41).
Pengalaman-pengalaman P yang menyenangkan
dan menyedihkan.
Biasanya cerita tentang pengalaman-pengalaman,
seperti itulah (P2W1 43-44).
Pengalaman yang menyenangkanlah, yang
menyedihkan juga bisa (P2W1 46-47).
Ya pengalaman yang menyedihkan yang pernah
-
saya alami, waktu saat di sekolah, tidak
mengerjakan PR Bahasa Indonesia. Disuruh
keluar kelas, disuruh untuk mengerjakan seratus
kali (P2W1 50-53).
Pengalaman yang menyenangkan ya waktu
piknik sama teman-teman, sekeluarga (P2W1 56-
57).
Pengalamannya itu seperti tadi ya, kalau di
sekolah itu saya pernah tidak mengerjakan PR
Bahasa Indonesia disuruh mengerjakan seratus
kali. Lalu, kalau di panti saya pernah melanggar
peraturan keluar ngga ijin, terus dimarahi sama
pengasuh. Kemudian saya itu diberi hukuman
disuruh bersih-bersih kamar mandi sendiri
(P2W1 131-136).
Penyesuaian sosial P dengan orang yang senior
ketika di dalam dan di luar lingkungan panti
asuhan.
Diluar panti asuhan ya biasanya saya suka
menyapalah, selamat pagi, selamat siang. Terus
kalau didalam panti menyapa pengasuhnya,
selamat pagi pak. Lalu tanya kabar bagaimana,
kabarnya baik, gitu (P2W1 61-64).
Kayak menyapa, lebih dahulu menyapa.
Kemudian mendekatkan diri untuk menyesuaikan
diri dengan pengasuh atau pembina yang lebih
dewasa dari pada kita (P2W1 67-70).
Kegiatan masing-masing anak di panti asuhan
dan menyelesaikan tugas-tugas mereka.
Biasanya itu subuh sekitar jam empat, bangun,
sikat gigi, kemudian sholat subuh. Setelah sholat
kita belajar atau mengaji sebentar, bersih-bersih
kamar atau persiapan untuk sekolah, lalu mandi.
Setelah mandi, lalu makan bersama. Setelah
makan, kita berangkat ke sekolah sekitar jam
setengah tujuh berangkat sekolah. Kalau
pelajaran biasa, biasanya pulang jam dua. Setelah
jam dua pulang, makan siang bareng-bareng,
kemudian sholat adzar. Setelah sholat itu kalau
ada uang perlu dibersihkan, bersih-bersih
bersama. Kalau ngga ada ya kita santai-santai.
Kemudian sore, kita sholat maghrib Setelah
sholat maghrib, mengaji sebentar sampai ishak.
Setelah itu sholat ishak, setelah sholat, kita
belajar sampai jam sembilan. Sebelum tidur, sikat
gigi, lalu tidur (P2W1 73-87).
Opini P tentang peraturan-peraturan di panti
asuhan.
Ya baik-baik sajalah, di panti ini peraturannya
sangat baik untuk saya. Kadang saya itu tidak
suka, kok pengasuhnya begini, kadang ngga suka.
Terus sukanya itu kita bisa belajar kebersamaan
melalui makan bersama, bersih-bersih bersama
gitu (P2W1 90-94).
-
Terdapat peraturan dan hukuman untuk mengatur
yang tidak boleh dilakukan di panti asuhan.
Ya kalau kita tidak mematuhi peraturan,
seumpamanya kita boleh keluar kalau malam,
batasannya itu sampai jam sembilan malam,
kalau melebihi jam sembilan malam itu dikasih
hukuman ya kalau ada yang perlu dibersihkan,
dibersihkan sendiri. Seperti kamar mandi terus
dibersihkan sendiri biar kapok orangnya, biar
ngga mengulangi kejadian tersebut (P2W1 97-
103).
Terdapat perkecualian peraturan guna memenuhi
tugas akademik.
Ya kalau ada perlu, seumpamanya ada tugas
sekolah perlu ke warnet tapi jam sembilan harus
sudah sampai di panti (P2W1 105-107).
Terdapat perbedaan ketika P tinggal di rumah
dengan tinggal di panti asuhan.
Kalau dirumah itu biasanya bangun, sholat,
kadang ngga belajar, terus nonton TV, langsung
berangkat sekolah. Habis pulang sekolah itu
biasanya nonton TV sambil makan, santai-santai.
Kalau di panti itu setelah sholat terus belajar,
setelah mandi, terus makan bareng-bareng
Setelah pulang sekolah itu disuruh belajar lima
belas menit atau dua puluh menit. Nonton TV
nya itu kalau hari-hari libur saja (P2W1 112-
119).
Waktu dirumah itu lebih enaklah, bisa nonton TV
sampai malam, setiap waktu, kapan saja. Kalau di
panti cuma hari tertentu saja (P2W1 121-123).
Perasaan P ketika tinggal di panti asuhan. Saya senanglah,
disini itu berikan fasilitas.
Seperti mesin cuci, bisa sekolah gratis, Kita cuma
bisa manut, mematuhi peraturan disini (P2W1
126-128).
Makna Verbatim
Gambaran kegiatan pramuka yang dilakukan P di
sekolah.
Banyak sebenernya kegiatannya, seperti games
antar kelompok, tali menali, dan sebagainya
(P2W2 9-10).
Tebak-tebakan kata dengan memakai simbol
bendera, jadi gantian setiap kelompok, bergiliran
gitu (P2W2 12-13).
Manfaat dari kegiatan pramuka bagi P dan
kelompoknya.
Kegiatan pramuka itu bisa tambah ilmu juga,
bukan karna wajib tapi menyenangkan juga,
melatih kita untuk berkerja sama dalam
berkelompok, ya banyak manfaatnya (P2W2 18-
21).
Kalau kerja kelompok itu kan ngga bisa egois,
saling kerja sama-sama, dan percaya satu sama
lain, apalagi saat games yang membutuhkan kerja
-
kelompok (P2W2 23-25).
Contoh permainan-permainan ketika P mengikuti
kegiatan pramuka.
Seperti games jaring laba-laba, jadi satu anggota
harus masuk kedalam jaring yang dari tali-tali
tapi kakinya ngga boleh nyentuh tanah, kan
anggota yang lainnya kerja sama saling
membantu agar bisa sampai finish (P2W2 27-
30).
Perasaan dan pengalaman P ketika mengikuti
kegiatan pramuka di sekolah.
Senangnya itu belajar untuk bekerja sama dengan
kelompok. Asyiklah.. Kalau yang lainnya, ya
kadang kalau kelompoknya kalah dalam
permainan apa gitu, disuruh nyanyi,
hukumannya, agak malu (P2W2 33-36).
Contoh kegiatan-kegiatan P dan teman-temannya
di panti asuhan.
Ya kalau di panti, kebanyakan kegiatannya kita
itu serba bareng-bareng. Contohnya, bersih-
bersih ruangan, nyapu halaman, kerja bakti gitu,
satu minggu sekali, kadang masak juga barengan
tapi udah ada jadwalnya. Ya gitu, lebih
kebersamaannya. Pas sabtu malam dan hari
minggu pada nonton TV di ruangan serba guna
(P2W2 38-43).
Sikap dan perasaan P ketika sedang belajar di
ganggu oleh temannya.
Kadang-kadang ada yang iseng kalau jam belajar,
ya di gangguin, usil (P2W2 46-47).
Paling tak tegur, tapi kalau ngga, aku pindah
tempat belajarnya di ruangan rapat atau di kamar
gitu (P2W2 49-50).
Yaa kalau di ganggu ya jengkel juga, tapi tak
biarin saja, paling juga kesel sendiri tho (P2W2
52-53).
Perbedaan rasa nyaman P ketika tinggal di rumah
dengan tinggal di panti asuhan.
Beda. Tetep di rumah lebih santai, kalau di panti
itu kan ngga bisa seenaknya sendiri juga, ada
peraturannya juga (P2W2 56-57).
Kalau dirumah tinggal sama Ibu, sepi juga. Kalau
di panti ada temannya, rame, jadi ngga sepi
(P2W2 59-60).
Ya di panti, enak, ya nyamanlah. Di rumah, ya
sama kayak gitu (P2W2 62-63).
Jangka waktu dua atau tiga minggu sekali P
pulang ke rumah.
Ngga tentu kak, bisa dua minggu sekali, tiga
minggu sekali, kalau ngga ya pas ada hari libur
lama gitu (P2W2 65-66).
Kegiatan P dan teman-temannya setelah pulang
dari sekolah.
Paling bersih-bersih kamar, nyapu, cuci pakaian
(P2W2 68).
-
Bersih-bersih kasur itu sendiri-sendiri, tapi kalau
kamar ya bareng-bareng, kalau ngga ya giliran
(P2W2 72-73).
Makna Verbatim
Ada perbedaan dalam kegiatan pramuka ketika P
duduk dibangku SD dengan di SMP.
Iya, ada, tapi sedikit lebih santai, ngga pas saat
ini pas SMP (P2W3 10-11).
Kalau pas SD, lebih banyak mainnya. Kalau
sekarang sudah SMP ya sudah ada materi-
materinya (P2W3 13-14).
Perasaan P ketika mengikuti kegiatan pramuka di
SD dan di SMP.
Menyenangkan, waktu masih SD mau pun
sekarang sudah SMP (P2W3 17-18).
Permainan yang membutuhkan kerjasama
kelompok.
Pasti ada, kebanyakan permainannya
berkelompok. Jadi dibutuhkan kerjasama antar
anggotanya, ya gitu (P2W3 21-22).
Contoh kegiatan yang membutuhkan kerjasama
dengan teman atau orang lain.
Banyak hal dan kegiatan pastinya yang harus
kerjasama dengan teman dan orang lain (P2W3
26-27).
Contohnya, kalau di sekolah dapat tugas dari
guru bikin kelompok lalu mengerjakan dan
diskusi soal-soal. Kalau di panti, seperti bersih-
bersih kamar, halaman, ya gitu dan lain-lain
(P2W3 29-32).
Perasaan P ketika kerjasama dengan teman di
sekolah dan di panti asuhan.
Ya kalau di sekolah itu kadang ada teman yang
susah di ajak kerjasama, seenaknya sendiri, jadi
males juga. Kalau di panti, mereka semua tau
dengan tugas-tugas yang sudah ada, jadi
dikerjakan bareng-bareng, lebih cepat
dikerjainnya lebih cepat juga selesainya (P2W3
35-39).
Ketika di rumah P suka membantu Ibunya. Bantu-bantu Ibu, di
rumah ya bantuin bersih-
bersih, nyuci pakaian, ya begitulah (P2W3 42-
43).
Rasa capek dan senang ketika P dapat
menyelesaikan tugasnya.
Kadang capek, tapi kalau sudah beres itu senang,
karna sudah bersih dan bisa main kalau sudah
beres kerjaannya (P2W3 45-47).