PENYELIDIKAN METODE RESISTIVITAS UNTUK MENENTUKAN BATAS KONTAK
BATUAN BASAL BERSTRUKTUR LAVA BANTAL DI WATUADEG, KECAMATAN BERBAH,
KABUPATEN SLEMAN, D. I. YOGYAKARTANurcholis, Yudha Agung P, Benny
Adji STeknik Geofisika, UPN Veteran
[email protected]
4
Kata kunci: resistivity, dipole-dipole, lava bantal, Basal
SariInterpretasi geologi menjelaskan aliran lava basal berstruktur
bantal Watuadeg di Kali Opak mempunyai lebar singkapan antara 10 -
15 m dan panjangnya sekitar 50 m. Secara fisis, tubuh lava seperti
aliran getah atau berbentuk bantal guling dengan panjang aliran
berkisar 3 10 m dan diameter 0,5 1 m. Tetapi kemenerusan kontak di
bawah permukaan belum dapat dipastikan, oleh karena itu dilakukan
penelitian metode resistivitas untuk memberikan gambaran di bawah
permukaan.
Pengukuran geolistrik dengan menggunakan metode resistivitas
konfigurasi dipole-dipole, dilakukan pada tanggal 24 - 25 November
dan 1 - 2 Desember 2012 di daerah Watuadeg, Kecamatan Berbah,
Kabupaten Sleman-Yogyakarta.
Hasil pengolahan data resistivitas memberikan hasil keterdapatan
kontak antara batuan beku basal dengan batupasir. Batuan beku basal
memiliki nilai resistivity > 250 .m dan batupasir resistivity 20
250 .m. ditemukan aliran lava tersebut tidak mengarah ke timur.
1. PENDAHULUAN
Interpretasi geologi menjelaskan aliran lava basal berstruktur
bantal Watuadeg di Kali Opak mempunyai lebar singkapan antara 10 -
15 m dan panjangnya sekitar 50 m. Secara fisis, tubuh lava seperti
aliran getah atau berbentuk bantal guling dengan panjang aliran
berkisar 3 10 m dan diameter 0,5 1 m . Permukaan lava yang belum
tererosi berwarna hitam mengkilap, bertekstur gelas, menyerupai
obsidian, dan dikenal sebagai kulit kaca (glassy skin)
(bronto,2008). Pengamatan singkapan di permukaan belum bisa secara
pasti menentukan kemenerusan di bawah permukaan mengenai kontak
batas dan geometri batuan. Keterbatasan tersebut dilengkapi dengan
penelitian geofisika yang dapat membantu interpretasi bawah
permukaan dalam menjawab pertanyaan geologi.
Dalam penelitian ini metode geofisika yang digunakan adalah
metode resistivitas. Metode ini adalah salah satu metode geofisika
yang dapat memberikan gambaran keberadaan dan kedalaman lapisan
batuan dengan mengukur sifat kelistrikan batuan Dengan menggunakan
susunan elektroda konfigurasi dipole-dipole diharapkan dapat
menghasilkan data lebih maksimal dalam pendiskripsian kondisi bawah
permukaan ke arah vertikal dan horizontal.
Metode resistivitas terbukti dapat menggambarkan kontak dan
geometri antara batuan beku dan limestone berdasarkan kontras nilai
resistivttas batuan (Santoso,2013). Perbedaan batuan akan
memberikan respon resistivitas yang berbeda yang berkaitan dengan
karakteristik batuan tersebut, ketika terdapat suatu kontak batuan
akan menimbulkan suatu anomali resistivitas. Beberapa pertimbangan
tadi yang mendasari penelitian mengenai batas kontak batuan
menggunakan metode resistivitas di daerah Watuadeg, Kecamatan
Berbah, Kabupaten Sleman-Yogyakarta
2. TINJAUAN GEOLOGI
Di sebelah timur Dusun Sumber kulon terdapat bukit kecil, yang
selanjutnya disebut Bukit Sumber kulon, mempunyai ketinggian
sekitar 10 -15 m pada posisi koordinat 7o4828,8 LS dan 110o2728,0
BT. Bentuk Bukit Sumberkulon itu agak memanjang berarah timur -
barat, berukuran lebih kurang 75 m x 50 m. Di lereng selatan bukit
(tempat makam) terdapat singkapan batuan beku basal berwarna
abu-abu gelap, bertekstur afanitik sampai porfiritik sangat halus,
sebagian sudah lapuk dan pecah-pecah, dengan fenokris plagioklas
dan piroksen sangat halus. Di tepi barat Kali Opak, yang terletak
250 m di sebelah timur Bukit Sumberkulon itu (7o4829,6 LS dan
110o2734,0 BT), tersingkap aliran lava basal berstruktur bantal
(Gambar 1). Berhubung singkapan batuan ini terletak di sebelah
barat Dusun Watuadeg dan nama dusun itu sudah banyak dikenal
terutama oleh komunitas geologi di Yogyakarta, maka aliran lava
berkomposisi basal dan berstruktur bantal ini sering disebut lava
bantal Watuadeg. Secara stratigrafis, aliran lava basal itu
ditindih oleh perlapisan batupasir tuf dan batulapili pumis, yang
tersingkap di sebelah timur aliran Kali Opak dengan kedudukan
U0oT/18o sebagai bagian Formasi Semilir (Sismanto,1997). Dengan
demikian, Kali Opak benar-benar mengalir melalui batas kontak
antara aliran lava basal berstruktur bantal dengan batuan klastika
gunung api kaya akan pumis Formasi Semilir (Gambar 2).
Aliran lava basal berstruktur bantal Watuadeg di Kali Opak ini
mempunyai lebar singkapan antara 10 - 15 m dan panjangnya sekitar
50 m. Secara fisis, tubuh lava seperti aliran getah atau berbentuk
bantal guling dengan panjang aliran berkisar 3 10 m dan diameter
0,5 1 m . Permukaan lava yang belum tererosi berwarna hitam
mengkilap, bertekstur gelas, menyerupai obsidian, dan dikenal
sebagai kulit kaca (glassy skin). Potongan melintang tegak lurus
aliran memperlihatkan bentuk penampang melingkar atau seperti
elips, yang di dalamnya terdapat struktur konsentris dan rekahan
radier. Kedua struktur itu diperkirakan terbentuk karena proses
pendinginan sangat cepat di bagian permukaan aliran lava dan
melambat ke bagian dalam. Proses pendinginan sangat cepat
menyebabkan mineral tidak sempat membentuk kristal atau amorf yang
proporsi terbanyaknya di permukaan, tetapi menurun ke bagian dalam.
Pendinginan sangat cepat, banyaknya gelas gunung api yang mudah
pecah, dan pergerakan aliran menyebabkan terjadinya retakan dan
rekahan yang intensif di permukaan lava.
Hasil pengukuran arah aliran lava bantal Watuadeg di tepi barat
Kali Opak mulai dari bagian utara adalah U70oT U90oT, di bagian
tengah menjadi U120oT, U250oT, U170oT, sedangkan di selatan U210oT
U230oT (Gambar 3). Secara keseluruhan arah aliran itu
memperlihatkan pola semi radier ke arah timur - timur laut, timur -
tenggara dan selatan barat daya. Perpanjangan garis arah aliran
lava itu ternyata mempunyai titik temu di bukit kecil di sebelah
barat Kali Opak yang juga bersusunan basal. Hal tersebut menjadi
indikasi yang sangat kuat bahwa aliran lava basal berstruktur
bantal di Kali Opak bersumber dari bukit kecil di sebelah
baratnya.
Gambar 1. Singkapan batuan beku basal di lereng selatan Bukit
Sumberkulon.
Gambar 2. Aliran lava basal berstruktur bantal (kanan) dan
batupasir tuf Formasi Semilir (kiri)
Gambar 3. Hasil pengukuran arah-arah aliran lava bantal
Watuadeg, mulai dari U70oT, searah jarum jam hingga U230oT
3. DASAR TEORI
Metode geolistrik merupakan salah satu metoda geofisika
mempelajari sifat aliran listrik di dalam bumi dan bagaimana cara
mendeteksinya di permukaan bumi yaitu meliputi pengukuran potensial
dan pengukuran arus yang terjadi baik secara alamiah maupun akibat
injeksi arus ke dalam bumi. Secara garis besar metode geolistrik
dibagi menjadi 3 metode yaitu : metode resistivitas, metode induced
polarization (IP) dan metode self potensial (SP).3.1 Metode
ResistivitasMetode resistivity atau resistivitas merupakan salah
satu metode Geofisika yang digunakan untuk penyelidikan bahwa
permukaan,dengan mengukur sifat kelistrikan batuan. Batuan
merupakan medium yang dapat menghantarkan arus listrik, karena di
dalam batuan terdapat elektron dan ion-ion yang menjalar di dalam
struktur batuan dan air tanah jika dalam batuan diberikan suatu
beda potensial. Dasar yang dipakai dalam metode geolistrik adalah
adanya beda resistivitas antar batuan atau medium. Dalam hal ini
meliputi pengukuran potensial, arus dan medan elekttromagnetik yang
terjadi, baik secara alamiah maupun akibat injeksi arus ke dalam
bumi (Loke,2004)Prinsip metode Geolistrik adalah mengalir arus
searah atau bolak-balik berfrekuensi rendah ke dalam bumi melalui
kontak dua elektroda arus, kemudian diukur distribusi potensial
yang dihasilkan. Resistivitas batuan bawah permukaan dapat dihitung
dengan mengetahui besarnnya arus yang dipancarkan melalui elektroda
tersebut dan besar potensial yang dihasilkan. Untuk mengetahui
struktur bawah permukaan yang lebih dalam, maka jarak masing-masing
elektroda arus dan elektroda potensial dapat di tambah secara
bertahap. Semakin besar spasi elektroda (jarak antar elektroda)
maka penembusan arus ke bawah makin dalam, sehingga batuan yang
lebih dalam akan dapat diketahui sifat-sifat fisisnya. Variasi
resistivitas batuan terhadap kedalaman jika dikorelasikan dengan
pengetahuan geologi akan dapat ditarik kesimpulan lebih detail
mengenai geologi bawah permukaan daerah penelitian.Konsep dasar
pengukuran resistivitas batuan dimodifikasi dari pengukuran yang
didefinisikan sebagai berikut :
dimana :R = Tahanan (ohm) = Resistivitas (ohm-meter) L = Panjang
(meter) A = Luas penampang (meter2)
V = Beda potensial (volt) I = Kuat arus (ampere)
3.2 Konfigurasi Elektroda
Dalam metode tahanan jenis dikenal beberapa penyusunan
konfigurasi elektroda arus dan elektroda potensial, dimana
konfigurasi tersebut bergantung pada letak elektroda arus dan
elektroda potensial, sehingga konfigurasi itu sangat mempengaruhi
nilai resistivitas bawah permukaan, pemilihan konfigurasi yang
berbeda menghasilkan respon resistivitas yang berbeda, maka
pemilihan konfigurasi yang tepat dapat mengurangi kesalahan
interpretasi menyangkut kondisi bawah permukaan. Ada beberapa hal
yang harus diperhatikan dalam pemilihan konfigurasi yaitu: Tipe
strukur/target yang hendak dicari Sensitivitas Resistivity meter
Kedalaman target yang dicari Sensitivitas konfigurasi secara
vertical dan horizontal Kekuatan sinyal setiap konfigurasi
Terdapat beberapa konfigurasi yang digunakan dalam survey
Resistivitas dan Induksi Polarisasi, konfigurasi tersebut meliputi
: Wenner Schlumberger Dipole-dipole Pole- dipole Pole-pole
3.3. Konfigurasi Dipole Dipole
Konfigurasi yang sering digunakan dalam survey resistivitas
berbeda dengan konfigurasi lain dimana jarak elektroda arus (C1 dan
P1) dengan elektroda potensial (P1 dan P2) adalah sama namun yang
perlu diperhatikan dalam setiap konfigurasi adalah faktor pemisah
antar elektroda (C2 dan P2) tetapi juga faktor penetrasi. Semakin
jauh jarak (C2 dan P2) maka semakin besar pula kedalaman yang akan
ditembus konfigurasi ini namun sensitivitasnya akan berkurang
(Loke,2000)
Gambar 4. Pola sensitivitas konfigurasi dipole-dipole (Torleif
Dahlin dan Bing Zhou, 2004)
Dengan V adalah harga tegangan terukur, I adalah besar arus yang
diinjeksikan dan K adalah faktor geometri dari konfigurasi
elektroda dipole-dipole. Besarnya harga K ini dapat dihitung
melalui persamaan dibawah ini.
Dengan a adalah spasi pengukuran, dan n adalah penetrasi/faktor
pengali.4. METODOLOGI
Pengukuran geolistrik dengan menggunakan metode resistivitas
konfigurasi Dipole-dipole, dilakukan pada hari tanggal 24-25
November dan 1-2 Desember 2012 di daerah Watuadeg, Kecamatan
Berbah, Kabupaten Sleman-Yogyakarta. Gambar 5. Metodologi
penelitian
Gambar 6. Peta lintasan prngukuran
5. HASIL DAN PEMBAHASAN
Menganalisa dan membahas sebaran variasi harga-harga resitivitas
pada penampang 2D true resistivity akan dapat memperkirakan jenis
litologi bawah permukaannya. Harga resistivitas yang tinggi
mencerminkan tingkat kekompakan batuan yang tinggi atau karena
jenis litologi batuannya kompak seperti batuan beku, sedangkan
harga resitivitas rendah mencerminkan suatu litologi dengan sifat
porositas dan permeabilitas seperti pada batuan sedimen tetapi bisa
juga pada batuan yang mengandung mineral logam. Interpretasi
kualitatif bertujuan untuk mengetahui keberadaan benda penyebab
anomali berdasarkan hasil analisis pada klosur-klosur yang terdapat
pada kontur anomali nilai resistivitas. Nilai dari klosur kontur
tersebut berdasarkan skala resistivity Ohm.m
US (a)
US (b)
US (c)Gambar 7: (a) Penampang lintasan 1 (b) Penampang lintasan
2 (c) penampang lintasan 3 Hasil analisa penampang 2D true
resistivity korelasi lintasan 1, 2 dan 3 dapat diamati anomali
anomali. Penampang true resistivity, nilai resistivitas yang tinggi
mendominasi dari dekat permukaan hingga kedalaman 20 m disepanjang
lintasan pengukuran. Nilai resistivitas lebih dari 250 m (Rho >
250 m) diinterpretasikan sebagai batuan kompak atau batuan beku
basalt. Nilai resistivitas yang rendah pada batuan beku diakibatkan
oleh umur batuan, struktur geologi (pengangkatan) dan proses
pembekuan batuan yang terjadi diair laut. Warna biru pada penampang
resistivity 20 250 .m diinterpretasikan sebagai batupasir.
TB(a)
TB(b)
TB(c)Gambar 8 : (a) Penampang lintasan 4 (b) Penampang lintasan
5 (c) Penampang lintasan 6
Resistivity tinggi berada pada akhir lintasan 4,5 dan 6 (gambar
8) dengan nilai resistivity > 250 .m ditandai dengan warna
jingga hingga ungu diinterpretasikan sebagai batuan beku basal.
Warna biru pada penampang dengan nilai resisitivity 20 250 .m
diidentifikasi sebagai batupasir.
SU(a)
US(b)
Gambar 9. (a) Penampang lintasan 7 (b) Penampang lintasan 8
Korelasi pada penampang resistivitas berurut dari lintasan 7 dan
8 secara horizontal berarah barat-timur (gambar 9). Hasil korelasi
tersebut memberikan gambaran bawah permukaan dimana tidak terlihat
adanya resistivity yang merupakan respon nilai > 250 .m yang
diinterpretasikan sebagai batuan beku basal. Pada daerah ini batuan
beku basal pada daerah ini tidak menerus seperti pada korelasi
lintasan lainya. Warna biru sampai kuning yang memiliki nilai
resisitivity 20 - 250 .m diinterpretasikan sebagai batu lapilli
pada formasi semilir.
US(a)
SU(b)
SU(c)Gambar 10. (a) Penampang lintasan 9 (b) Penampang lintasan
10 (c) Penampang lintasan 11
Korelasi penampang resistivity lintaasan 10, 11 dan 12 secara
horizontal berarah timur-barat (gambar 10). Pengukuran pada
lintasan ini berada tepat disingkapan batauan beku basal
berstruktur lava bantal. Interpretasi pada korelasi penamapang ini
menunjukan nilai resisitivity > 250 .m diduga sebagai batauan
beku basal yang ditandai dengan warna hijau ungu. Warna biru dengan
nilai resisitivity 20-250 .m merupakan batuan yang sama, hal ini
diakibatkan karena adanya kandungan fluida (air) pada batuan.
Gambar 10. Model 3D dilihat dari atas
Gambar 11. Model Solid dilihat dari barat daya
Batas antara litologi batuan beku basal dengan batuan sekitarnya
dilihat pada beberapa lintasan survey dengan model gambaran 3D
(gambar 11) berdasarkan nilai resistivity. Batuan beku basal tidak
menerus kearah timur.
6. KESIMPULAN
Nilai resitivity batuan beku basal adalah > 250 .m dan
batupasir berkisar antara 20 250 .m. Batas kontak litologi antara
batuan beku basal dengan batu pasir terdapat pada daerah penelitian
berdasarkan nilai resistivity batuan. Pada daerah penelitian ini
tidak di temukan arah aliran lava kearah timur sungai dengan
kedalaman penetrasi kurang lebih 18 m dan batuan ini masih menerus
kearah barat.
7. SARANUntuk mengetahui kemenerusan dari aliran lava bantal di
bawah permukaan apakah lava bantal itu menerus pada daerah sebelah
timur di perlukan metode geofisika yang memiliki penetrasi lebih
dalam.UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih saya ucapkan kepada Ir. Agus Santoso M,Si selaku
pembibing lapangan, Asistan Geolistrik dan Elektromagnetik yang
membantu dalam pengambilan data dan praktikan tahun ajaran
2012/2013 yang telah memebantu mengambil data lapanagan.
DAFTAR PUSTAKALoke, M. H. 2000. Electrical imaging survey for
environmental and engineering studies. Geoelectric.comLoke, M.H.
Dr. 2004. Tutorial : 2-D and 3-D Electrical Imaging Surveys.
Geoelectric.comTorleif Dahlin dan Bing Zhou, 2004. Geophysical
prospecting,. 52, 379-398Santoso, Agus. 2013. Penyelidikan
Geoolistrik Untuk Deteksi Rongga, Karang Putih, Kabupaten Padang,
Sumatera Barat.S,Bronto, dkk. 2008. Gunung Api purba Watuadeg:
Sumber erupsi dan posisi stratigrafi. Jurnal Geologi Indonesia,
Vol. 3 No. 3 September 2008: 117-128Sismanto dan Waluyo. 1997.
Mengungkap Tubuh Batuan Beku di Watuadeg dengan metode Geofisika
Terpadu. Jurnal Jurusan Fisika, Nomor 1, Vol.8, Edisi Februari
1997, ISSN:0852-8160, hal. 58-73