PENYELENGGARAAN KURSUS CALON PENGANTIN (SUSCATIN) OLEH KUA DI KECAMATAN PAGEDONGAN KABUPATEN BANJARNEGARA (Studi Kasus di KUA Kecamatan Pagedongan Kabupaten Banjarnegara) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S.1) Dalam Ilmu Syari'ah Jurusan Ahwalus Sakhsiyyah Oleh: DIAH MAZIATU CHALIDA 042111147 FAKULTAS SYARI'AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2010
99
Embed
PENYELENGGARAAN KURSUS CALON PENGANTIN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/120/jtptiain-gdl... · Sebagai ujung tombak dari Kementerian Agama,KUA memasukkan program kursus
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PENYELENGGARAAN KURSUS CALON PENGANTIN (SUSCATIN)
OLEH KUA DI KECAMATAN PAGEDONGAN KABUPATEN
BANJARNEGARA (Studi Kasus di KUA Kecamatan Pagedongan
Artinya : Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (QS. Ar-Ruum: 21).
vii
viii
PERSEMBAHAN
Dalam perjuangan mengarungi samudra Ilahi tanpa batas, dengan keringat dan air
mata kupersembahkan karya tulis skripsi ini termasuk orang-orang yang selalu hadir dan
berharap keindah-Nya. Kupersembahkan bagi mereka yang tetap setia berada di ruang dan
waktu kehidupan ku khususnya buat:
• Orang tuaku tersayang yang selalu memberi semangat dan motivasi dalam menjalani
hidup ini.
• Suamiku M. Ain Zungasa dan anakku tercinta Yoosac Muhammad Imtaz
Alifadin yang selalu menemaniku dalam suka dan duka, terutama dalam penyelesaian
penulisan skripsi ini.
• Semua keluargaku yang selalu memberi motivasi dalam mengarungi kehidupan
terutama dalam penyelesaian studi ini.
• Teman-Temanku jurusan AS, angkatan 2004 Fak Syariah yang selalu bersama-
sama dalam meraih cita dan asa.
Penulis
ix
DEKLARASI
Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, penulis menyatakan bahwa skripsi ini
tidak berisi materi yang telah pernah ditulis oleh orang lain atau diterbitkan. Demikian juga
skripsi ini tidak berisi satupun pemikiran-pemikiran orang lain, kecuali informasi yang
terdapat dalam daftar kepustakaan yang dijadikan bahan rujukan.
Jika dikemudian hari terbukti sebaliknya maka penulis bersedia menerima sanksi berupa
pencabutan gelar menurut peraturan yang berlaku.
Semarang, 4 Desember 2010
DIAH MAZIATU CHALIDA NIM: 042111147
x
ABSTRAK
Permasalahan keluarga yang terjadi dimasyarakat menyebabkan Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Agama berinisiatif melaksanakan program suscatin, program ini diharapkan mampu untuk meningkatkan kualitas keluarga yang baik.
Tingginya angka perceraian, terutama pada usia pernikahan kurang dari 5 tahun dan banyaknya kasus kekerasan dalam rumah tangga merupakan sebab dikeluarkannya Keputusan Menteri Agama dan juga Surat Edaran dari Dirjen Bimas Islam. Peraturan tersebut mengamanatkan bahwa pengetahuan tentang pekawinan haruslah diberikan sedini mungkin, sejak sebelum berlangsungnya perkawinan, yaitu melalui kursus calon pengantin (suscatin).
Program ini dimasukkan kedalam salah satu proses dan prosedur perkawinan dan wajib diikuti oleh calon pengantin yang mau menikah. Materi pelajaran yang diberikan meliputi 7 aspek, yaitu ; tata cara dan prosedur perkawinan, pengetahuan agama, peraturan perundang-undangan dibidang perkawinan dan keluarga, kesehatan dan reproduksi, manajemen keluarga, psikologi perkawinan dan keluarga serta hak dan kewajiban suami istri.
Kursus calon pengantin ini dilaksanakan setiap 3 bulan sekali dengan waktu pelajaran selama 1 hari (24 jam), adapun narasumbernya adalah dari berbagai pihak antara lain ; KUA, Pengadilan Agama, BKKBN, Puskesmas, BP4, PKK dan kadang dihadirkan pula dari para praktisi lainnya.
Penyusunan skripsi ini, menggunakan jenis penelitian lapangan (field research). Data primer, yaitu hasil wawancara dan dokumen yang relevan dengan tema skripsi, sedangkan data sekunder , yaitu literatur lainnya yang relevan dengan judul skripsi ini. Metode analisisnya adalah deskriptif analitis berdasarkan data langsung dari subyek penelitian. Oleh karena itu pengumpulan dan analisis data dilakukan secara bersamaan, bukan terpisah sebagaimana penelitian kuantitatif.
Setelah dilakukan penelitian tersebut, maka diambil kesimpulan bahwa pelaksanaan kursus calon pengantin oleh KUA di Kecamatan Pagedongan sangat tepat dan penting mengingat masih banyaknya calon pengantin yang belum paham arti sebuah perkawinan, sehingga kekurang pahamannya mengakibatkan masih banyaknya perceraian dan KDRT, dan telah sesuai dengan payung hukum yang ada.
KATA PENGANTAR
xi
Segala puji bagi Allah yang maha pengasih dan penyayang, Sholawat dan Salam
kepada pemimpin umat manusia, Nabi agung Muhamad SAW, keluarga, sahabat dan para
pengikut-pengikutnya sampai akhir zaman. Karena hanya atas taufik dan rahmat-Nya serta
barokah yang agung dari Rasulullah, penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini.
Skripsi yang berjudul “PENYELENGGARAAN KURSUS CALON PENGANTIN
(SUSCATIN) OLEH KUA DI KECAMATAN PAGEDONGAN (Studi Kasus di KUA
Kecamatan Pagedongan Kabupaten Banjarnegara)” ini disusun untuk memenuhi salah
satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S.1) Fakultas Syari’ah Institut
Agama Islam Negeri (IAIN) Walisongo Semarang.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapatkan bimbingan dan saran-
saran dari berbagai pihak sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Untuk itu
penulis menyampaikan terima kasih kepada :
1. Bapak Dr. Imam Yahya M.A selaku Dekan Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo
Semarang.
2. Bapak M. Arifin S.Ag M.Hum selaku Dosen Pembimbing yang telah bersedia
meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan bimbingan dan pengarahan
dalam penyusunan skripsi ini.
3. Bapak Pimpinan perpustakaan Institut yang telah memberikan izin dan layanan
kepustakaan yang diperlukan dalam penyusunan skripsi ini.
4. Para dosen Pengajar di lingkungan Fakultas Syariah IAIN Walisongo Semarang,
beserta staf yang telah membekali berbagai pengetahuan.
xii
5. Orang tuaku yang senantiasa berdoa serta memberikan restunya, sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini.
6. Suami dan anakku tercinta yang tidak pernah berhenti menjadi inspirasi pengobar
semangat untuk menggapai hidup yang lebih baik, terutama sekali dalam penyelesaian
skripsi ini.
Akhirnya hanya kepada Allah penulis berserah diri, dan semoga apa yang tertulis
dalam skripsi ini bisa bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri dan para pembaca pada
umumnya. Amin
Penulis
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL…………………………………………………………...... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING…………………………………. ii
HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………………iii
HALAMAN MOTTO……………………………………………………………. iv
HALAMAN PERSEMBAHAN…………………………………………………. v
HALAMAN DEKLARASI……………………………………………………… vi
ABSTRAK……………………………………………………………………….vii
KATA PENGANTAR…………………………………………………………....ix
DAFTAR ISI……………………………………………………………………... x
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah………………………………………….1
B. Perumusan Masalah………………………………………………3
C. Tujuan Penelitian…………………………………………………4
D. Telaah Pustaka……………………………………………………4
E. Metode Penelitian………………………………………………...6
F. Sistematika Penulisan…………………………………………….9
BAB II : TUGAS DAN KEWENANGAN KUA
A. Sejarah tentang KUA…………………………………………...11
B. Tugas dan Fungsi KUA Kecamatan Pagedongan………………17
C. KUA dan Perkawinan…………………………………………..28
xiv
D. KUA dan BP4…………………………………………………..31
BAB III : PELAKSANAAN KURSUS CALON PENGANTIN (SUSCATIN)
DI KUA KECAMATAN PAGEDONGAN
A. Deskripsi Masyarakat Kecamatan Pagedongan………………..35
B. Peserta Kursus Calon Pengantin……………………………….35
C. Waktu dan Tempat Penyelenggaraan Suscatin…………………38
D. Materi dan Narasumber………………………………………...39
E. Motivasi dan Tujuan…………………………………………...61
BAB IV : DASAR HUKUM PELAKSANAAN KURSUS CALON
PENGANTIN (SUSCATIN)
A. Landasan Hukum Pernikahan Menurut Agama Islam ………....67
B. Dasar Hukum KUA Mewajibkan Suscatin…………………..…72
C. Dasar Hukum Pembentukan Keluarga Sakinah………………...75
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan ……………………………………………………81
B. Saran-Saran ……………………………………………………82
C. Penutup ………………………………………………………..84
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan,
pasal 1 disebutkan : Perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria
dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk
keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa. Untuk dapat terbina dan terciptanya suatu rumah tangga
yang sakinah mawaddah dan rahmah, Islam telah memberi petunjuk tentang
hak dan kewajiban sebagai suami istri. Apabila Hak dan kewajiban masing-
masing sudah terpenuhi, maka dambaan suatu rumah tangga yang sakinah
akan terwujud.1Tetapi dalam mewujudkan keinginan tersebut bukanlah
perkara yang mudah, karena ternyata banyak permasalahan yang timbul dan
mengganggu bahtera rumah tangga yang pada akhirnya menghambat cita-cita
mulia perkawinan itu sendiri. Oleh karena itu diperlukan langkah-langkah
preventif, selektif dan antisipatif dari setiap individu yang berkeinginan
untuk mewujudkan keluarga yang sakinah. mawaddah dan rahmah.
Perceraian memang halal namun Allah sangat membencinya. bahkan
Rasulullah pernah menyatakan istri-istri yang meminta cerai kepada
1 Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada,1998,hlm.181.
2
suaminya tanpa alasan yang dibenarkan dia tidak akan mencium bau surga.
Artinya : Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha mengetahui (QS. An-Nuur 24)11
11 Yayasan penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Al-Qur’an, Al-Qur’an dan
Terjemahnya, Jakarta: Depag RI, 1986, hlm.549.
29
Perkawinan di Indonesia, ada perkawinan yang tercatat dan ada
perkawinan yang tidak tercatat, baik sebelum terbentuknya Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan maupun setelahnya. Berdasarkan
kitab-kitab yang dijadikan pedoman oleh Kementerian Agama12 dalam
menyelesaikan perkara dalam lingkup Peradilan Agama, tidak terdapat ulama
yang menetapkan bahwa salah satu syarat perkawinan adalah pencatatan, baik
sebagai syarat sah maupun sebagai syarat pelengkap. Akan tetapi, dalam
Undang-Undang Perkawinan yang diberlakukan, pasal yang mengatur
pencatatan perkawinan selalu ada, sebagai bagian dari pengawasan
perkawinan yang diamanatkan oleh Undang-Undang.13
Perkawinan tidak tercatat termasuk salah satu perbuatan hukum yang
tidak dibolehkan oleh Undang-undang, karena terdapat kecenderungan kuat
dari segi sejarah hukum perkawinan, bahwa perkawinan tidak tercatat
termasuk perkawinan yang illegal. Meskipun demikian, dalam pasal 5 ayat (1)
Kompilasi Hukum Islam (KHI) terdapat informasi implisit bahwa pencatatan
perkawinan bukan sebagai syarat sah perkawinan, tetapi sebagai alat untuk
menciptakan ketertiban perkawinan. Oleh karena itu, dalam pasal 7 ayat (3)
KHI diatur mengenai itsbat nikah (pengesahan perkawinan) bagi perkawinan
yang tidak tercatat. Dengan kata lain, perkawinan tidak tercatat adalah sah,
12 Pada tahun 1953, Departemen Agama menetapkan 13 (tiga belas) kitab fikih yang dijadikan pedoman dalam memutuskan perkara di Pengadilan Agama. Tiga belas kitab tersebut adalah: (1) al-bajuri, (2) fathul Mu’in, (3) Syarqawi ‘ala al-tahrir,(4) al –Mahalli, (5) fath al – wahab, (6) Tuhfat, (7) Taqrib al Musytaq (8) Qawanin al-Syar’iyyat usman bin yahya, (9)Qwanin al- Syar’iyyat Shadaqat Di’an (10) Syamsuri fi al-faraidh (11)Bugyat al-Musytarsidin, (12)al- Fiqh ‘ala madzahib al-arba’ah, dan (13) Mughni al Muhtaj. Lihat Amrullah Ahmad, Dimensi Hukum Islam dalam Sistem Hukum Nasional (Mengenang 65 tahun Prof. Dr.Bustanul. arifin, S.H), Jakarta: Gema InsaniPress,1996, hlm.11. Jaih Mubarok, Modernisasi Hukum Perkawinan di Indonesia, Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2005, hlm.33.
13 Ibid, hlm.69
30
tetapi kurang sempurna. Ketidaksempurnaan itu dapat dilihat dari ketentuan
pasal 7 ayat (3) Kompilasi Hukum Islam (KHI) tersebut.
Aqad pada perkawinan tidak tercatat biasanya dilakukan di kalanagan
terbatas, di hadapan bapak kyai atau tokoh agama, tanpa kehadiran petugas
dari Kantor Urusan Agama, dan tentu saja tidak memiliki surat nikah yang
resmi. Dalam pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun
1974 ditegaskan bahwa tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Perkawinan tidak tercatat secara agama
adalah sah manakala sudah memenuhi syarat dan rukun. Meskipun demikian,
karena pernikahan tersebut tidak tercatat maka dalam hukum positif dianggap
tidak sah karena tidak sesuai dengan pasal 1 ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974.14
Berdasarkan uraian diatas, dapat ditegaskan bahwa perkawinan di
Indonesia ada perkawinan yang tercatat dan ada pula perkawinan yang tidak
tercatat. Perkawinan yang tercatat ada yang menyebut ‘kawin resmi’ atau
‘kawin kantor’ . demikian pula, ada yang menyebut perkawinan tidak tercatat
sebagai ‘nikah sirri’, ‘nikah dibawah tangan’, ‘nikah syar’i’, ‘kawin liar’,
‘kawin modin’, dan kerap pula disebut ‘kawin kyai’.15 Menurut Jaih Mubarok,
pada umumnya yang maksud perkawinan tidak tercatat adalah perkawinan
yang tidak dicatat oleh Pegawai Pencatat Nikah (PPN) atau perkawinan yang
dilakukan oleh orang-orang islam di Indonesia, memenuhi baik syarat maupun
rukun sebuah pernikahan, dan tidak didaftarkan pada PPN. Perkawinan yang
14 Moh Idris Ramulyo, Tinjauan Beberapa Pasal Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
dari Segi Hukum Perkawinan Islam, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2002, hlm.224 15 Mukhlisin Muzarie, Kontroversi Perkawinan Wanita hamil, Yogyakarta: Pustaka
Dinamika, 2002, hlm.110
31
tidak berada di bawah pengawasan PPN, dianggap sah secara agama tetapi
tidak mempunyai kekuatan hukum karena tidak memiliki bukti-bukti
perkawinan sah menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.16
Pengertian yang sama dikemukakan oleh Idris Ramulyo, yang
dimaksud perkawinan tidak tercatat adalah suatu perkawinan yang dilakukan
oleh orang-orang islam Indonesia, memenuhi baik rukun-rukun maupun
syarat-syarat perkawinan, tetapi tidak didaftarkan pada pejabat pencatat
nikah.17
Menurut Mukhlisin Muzarie, yang dimaksud perkawinan tidak tercatat
adalah perkawinan yang secara material telah memenuhi ketentuan syari’at
sesuai dengan maksud pada pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1974 (Undang-Undang Tentang Perkawinan) tetapi tidak memenuhi ketentuan
ayat (2) pasal tersebut jo pasal 10 ayat 3 PP (Peraturan Pemerintah) Nomor 9
Tahun 1975 (Tentang Pelaksanaan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974).18
Berdasarkan keterangan diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa
perkawinan tidak tercatat termasuk salah satu perbuatan hukum yang kurang
dikehendaki oleh undang-undang (pemerintah).
D. KUA dan BP4 (Badan Penasehatan, Pembinaan dan Pelestarian
Perkawinan)
Menurut konsiderasi Keputusan Komisi A Musyawarah Nasional BP4
XII poin (b) disebutkan bahwa BP4 adalah lembaga semi resmi yang bertugas
Artinya : “Dan bergaulah dengan mereka (isteri) dengan cara yang patut. Kemudian jika kamu tidak menyukai mereka (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak”. (Q.S.An-Nisa’: 19)
3. Agar suami menjaga dan memelihara isterinya. Maksudnya
ialah menjaga kehormatan isteri, tidak menyia-nyiakan, agar
selalu melaksanakan perintah Allah dan menjauhkan segala
c. M.Khafid Haris yang beralamat di lebakwangi mengatakan
“meskipun ada biaya uang transport yang diberikan, namun itu
tidak sebanding dengan ilmu yang didapatkan, karena ilmu tentang
rumah tangga tidak setiap hari didapatkan17.”
Analisa penulis mengenai penyelenggaraan suscatin dengan
pemberian materi sangat tepat, karena calon pengantin pasti
membutuhkan bekal ilmu mengenai dasar-dasar pernikahan sebagai
bekal untuk menghadapi kehidupan rumah tangga. Menurut pendapat
Dawn J. Lipthrott,LSCW, seorang Psikoterapis dan juga marriage and
relationship and educator and coach, dia menyatakan bahwa ada lima
tahap dalam kehidupan perkawinan18. Hubungan dalam perkawinan
dapat berkembang dalam tahapan yang bisa diduga sebelumnya.
namun perubahan dari satu tahap ke tahap berikut memang tidak
terjadi secara mencolok dan tidak memiliki patokan batas waktu yang
pasti. Bisa jadi antara pasangan suami isteri yang satu dengan yang
lain memiliki waktu berbeda saat menghadapi dan melalui tahapannya.
Tahapan-tahapan tersebut antara lain :
1. Tahap pertama Romantic Love
Saat ini adalah saat anda dan pasangan merasakan gelora cinta
yang menggebu-gebu, ini terjadi saat bulan madu pernikahan.
16 Wawancara dengan peserta suscatin 03-10-2010 17 Wawancara dengan peserta suscatin 15 -10-2010 18 BP4, Majalah Perkawinan dan Keluarga No.455/XXXVIII/2010, hlm 18-19.
64
2. Tahap kedua Dissapointment or Distress
Ditahap ini pasangan suami isteri saling menyalahkan, memiliki
rasa marah dan kecewa pada pasangan, berusaha menang atau lebih
benar dari pasangannya. Terkadang salah satu dari pasangan yang
mengalami hal ini berusaha untuk mengalihkan perasaan stress
yang memuncak dengan menjalin hubungan dengan oramg lain,
mencurahkan perhatian ke pekerjaan, anak atau hal lain sepanjang
sesuai dengan minat dan kebutuhan orang lain. Pada tahap ini
banyak pasangan yang memilih mengakhiri hubungan dengan
pasangannya.
3. Tahap ketiga knowledge and Awarenes
pasangan suami isteri yang sampai pada tahap ini akan lebih
memahami bagaimana posisi dan diri pasangannya. Pasangan ini
juga sibuk menggali informasi tentang bagaimana kebahagiaan
pernikahan itu terjadi. Pasangan yang sampai pada tahap ini
biasanya senang untuk meminta kiat-kiat kebahagiaan rumah
tangga kepada pasangan lain yang lebih tua atau mengikuti
seminar-seminar dan konsultasi perkawinan.
4. Tahap keempat Transformation
Suami isteri ditahap ini akan mencoba tingkah laku yang berkenan
dihati pasangannya. Dalam tahap ini sudah berkembang sebuah
pemahaman yang menyeluruh antara pasangan dalam menyikapi
perbedaan. Saat itu, anda dan pasangan akan menunjukkan
65
penghargaan, empati dan ketulusan untuk mengembangkan
kehidupan perkawinan yang nyaman dan tenteram
5. Tahap kelima Real Love
Anda akan dipenuhi kebahagiaan, keceriaan, kemesraan,
keintiman, dan kebersamaan dengan pasangan. Waktu yang
dimiliki seolah digunakan untuk saling memberikan perhatian19.
Banyak calon pengantin yang menyatakan puas, mereka merasa
terbimbing dalam menjalani hidup berumah tangga dan gembira
dengan adanya kursus seperti ini. Kenyataan dilapangan banyak calon
pengantin yang tidak sepenuhnya tahu tentang apa yang harus
dilakukan dalam sebuah pernikahan. Terutama mereka yang sama
sekali sejak kecil tidak pernah merasakan bimbingan agama.
Hanya saja penyelenggaraan kursus calon pengantin seperti ini
bukan tanpa kendala. Kendala teknis dan pendanaan yang minim
membuat penyelenggaraannya kurang maksimal. Banyaknya materi
yang harus disampaikan dan durasi waktu menjadi masalah tersendiri.
Lihatlah dengan negeri tetangga kita, Malaysia yang telah lebih dulu
mengawalinya. Kursus tidak cukup disampaikan sehari selesai seperti
layaknya seminar, tapi semestinya harus lebih intensif, komprehensif
dan terukur. Dengan demikian masyarakat umum benar-benar
merasakan manfaatnya.
19 Ibid
66
Kedepan alangkah baiknya bila Pemerintah pusat dalam hal ini
Kementerian Agama merumuskan suatu sistem pembinaan calon
pengantin yang lebih representatif dan berdaya guna. Secara fiqhpun
sudah diisyaratkan “setiap orang yang beramal tanpa background
pengetahuan, maka amalnya akan tertolak dan tidak diterima”.
Mungkin juga tingginya angka perceraian merupakan indikasi amal
yang tertolak karena pernikahannya tidak didasari oleh pengetahuan
yang cukup.
67
BAB IV
DASAR HUKUM PELAKSANAAN
KURSUS CALON PENGANTIN ( SUSCATIN )
A. Landasan Hukum Pernikahan Menurut Agama Islam
Perkawinan merupakan kebutuhan fitri setiap manusia yang
memberikan banyak hasil yang penting.1 Pernikahan sangat penting dalam
kehidupan manusia, perseorangan maupun kelompok. Dengan jalan
pernikahan yang sah, pergaulan antara laki-laki dan perempuan terjadi secara
terhormat sesuai kedudukan manusia sebagai makhluk yang berkehormatan.
Pergaulan hidup berumah tangga dibina dalam suasana damai, tenteram, dan
rasa kasih sayang antara suami istri. Anak keturunan dari hasil pernikahan
yang sah menghiasi kehidupan keluarga dan sekaligus merupakan
kelangsungan hidup manusia secara bersih dan berkehormatan.2
Oleh karena itu pada tempatnyalah apabila Islam mengatur masalah
pernikahan dengan amat teliti dan terperinci, untuk membawa umat manusia
hidup berkehormatan, sesuai kedudukannya yang sangat mulia dibandingakan
makhluk Allah yang lain. Hubungan antara laki-laki dan perempuan
ditentukan atas rasa pengabdian kepada Allah dan kebaktian kepada sesama
manusia guna melangsungkan kehidupan sejenisnya. Pernikahan dilaksanakan
1 Ibrahim Amini, Principle Of Marriage family Ethies, Terj. Alwiyah
Abdurrahman,:”Bimbingan Islam Untuk Kehidupan Suami Isteri”, Bandung: Al-bayan,1999,hlm.17.
2 Ahmad Azhar Basir, Hukum Pernikahan Islam, Yogyakarta: UII Press, 2004,hlm.1.
68
atas dasar kerelaan pihak-pihak yang bersangkutan, yang dicerminkan dalam
peminangan sebelum menikah dan adanya ijab Kabul dalam akad nikah yang
dipersaksikan pula dihadapan masyarakat dalam suatu perhelatan (walimah).
Hak dan kewajiban suami istri diatur sangat rapi dan tertib, demikian pula hak
dan kewajiban orang tua dan anak-anaknya. Apabila terjadi perselisihan
diatur pula bagaimana cara mengatasinya.
Hukum perikahan merupakan bagian dari ajaran Islam yang wajib
ditaati dan dilaksanakan sesuai ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Al-
qur’an dan Sunnah Rasul.3
Syeikh Zainuddin Ibn Abd azis Al-Malibary dalam kitabnya mengupas
tentang pernikahan. Pengarang kitab tersebut menyatakan nikah adalah suatu
akad yang berisi pembolehan melakukan persetubuhan dengan menggunakan
lafadz menikahkan atau menikahi. Kata nikah itu sendiri secara hakiki
bermakna persetubuhan.4
Kitab Fath Al-Qarib yang disusun oleh Syeikh Muhammad bin Qasim
Al-Ghazi menerangkan pula tentang masalah hukum-hukum pernikahan
diantaranya dijelaskan kata nikah diucapkan menurut makna bahasanya yaitu
kumpul, wait,, jimak, dan akad. Diucapkan menurut pengertian syara’ yaitu
suatu akad yang mengandung beberapa rukun dan syarat.5
3 Ahmad Warson Al- Munawwir -, Kamus Al- Munawir Arab Indonesia Terlengkap,
Yogyakarta; Pustaka Progresif, 1997,hlm.1461. 4 Syeikh Zaenuddin Ibn Abd Azis Al-Malibary, Fath al-Mu’in, Beirut : Dar Al-fiqr,t.th,
hlm.72. 5 Syeikh Muhammad bin Qasim Al-Ghazi, Fath Al-Qarib, Indonesia: Maktabah Al-Ihya
at-Kutub al-Arabiah,t.th,hlm.48.
69
Menurut Zakiah Drajat, pernikahan adalah suatu akad atau perikatan
untuk menghalalkan hubungan kelamin antara laki-laki dan perempuan dalam
rangka mewujudkan kebahagiaan hidup berkeluarga yang diliputi rasa
tenteram serta kasih sayang dengan cara yang diridhai Allah SWT.6 Menurut
Zahri Hamid, yang dinamakan nikah menurut syara’ ialah: “Akad (ijab qabul)
antar wali calon isteri dan mempelai laki-laki denga ucapan-ucapan tertentu
dan memenuhi rukun dan syaratnya.7
Dalam pasal 1 Bab 1 Undang-Undang No.1 Tahun 1974, dinyatakan:
“Pernikahan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita
sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang
bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.8
Diantara pengertian-pengertian diatas tidak terdapat pertentangan satu
sama lain, bahkan jiwanya adalah sama dan seirama. Karena pada hakikatnya
Syariat Islam bersumber pada Allah SWT. Dengan demikian nikah adalah
akad yang menjadikan halalnya hubungan suami isteri, saling tolong
menolong, serta menimbulkan hak dan kewajiban diantar keduanya.
Hukum pernikahan memuat ketentuan-ketentuan tentang hal ihwal
pernikahan, yakni bagaimana proses dan prosedur menuju terbentuknya ikatan
pernikahan, bagaimana cara menyelenggarakan akad pernikahan menurut
hukum, bagaimana cara memelihara ikatan lahir batin yang telah diikrarkan
6 Zakiah Darajat, Ilmu Fiqh,jilid 2, Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf,1995,hlm.38. 7 Zahry Hamid, Pokok-Pokok Hukum Pernikahan Islam dan Undang-Undang Pernikahan
di Indonesia, Yogyakarta: Bina Cipta,1978,hlm.1. Beberapa definisi pernikahan dapat pula dilihat dalam Moh. Idris Ramulyo, Hukum Pernikahan Islam, Suatu Analisis dari Undang-Undang No.1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam, Jakarta : Bumi Aksara,2002,hlm.1-4.
8 Muhamad Amin Suma, Hukum Keluarga Islam di Dunia, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2004,hlm.203.
70
dalam akad pernikahan sebagai akibat yuridis dari adanya akad tersebut,
bagaimana cara mengatasi krisis rumah tangga yang mengancam ikatan antara
suami isteri, bagaimana proses dan prosedur berakhirnya pernikahan, baik
yang menyangkut hubungan hukum antara bekas suami dan isteri, anak-anak
dan harta mereka. Istilah yang lazim dikenal dikalangan para ahli hukum islam
ialah fikih munakahat atau hukum pernikahan islam.
Oleh karenanya maka orang yang akan melangsungkan akad nikah
hendaklah mengetahui benar-benar maksud dan tujuan pernikahan. Maksud
dan tujuan itu adalah sebagai berikut:
a. Mentaati perintah Allah SWT dan mengikuti jejak para nabi dan rosul,
terutama meneladani sunnah Rosulullah SAW
b. Memelihara pandangan mata, menentramkan jiwa, memelihara nafsu
seksualitas, menenangkan pikiran, membina kasih sayang serta menjaga
kehormatan
c. Melaksanakan pembangunan materiil dan spirituil dalam kehidupan
keluarga sebagai sarana terwujudnya keluarga sejahtera dalam rangka
pembangunan masyarakat dan bangsa.
d. Memelihara dan membina kualitas dan kuantitas keturunan untuk
mewujudkan kelestarian kehidupan keluarga disepanjang masa dalam
rangka pembinaan mental spiritual dan fisik materiil yang diridhai Allah
SWT
71
e. Mempererat dan memperkokoh tali kekeluargaan antara keluarga suami
dan keluarga isteri sebagai sarana terwujudnya kehidupan masyarakat
yang aman dan sejahtera lahir batin dibawah naungan rahmat Allah SWT.9
Adapun dasar hukum melaksanakan pernikahan adalah sebagai berikut;
Pada dasarnya pernikahan merupakan suatu hal yang diperintahkan Allah
dan dianjurkan oleh syara’. Beberapa firman Allah yang bertalian dengan
Artinya ; Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha mengetahui.10
Artinya ; Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.11
Pembekalan dalam kursus calon pengantin harus jalan terus, sebab
tanpa aliran dana yang jelas, suscatin jalannya bisa tersendat-sendat kalau
tidak mau dikatakan mati. Walaupun jalannya terseok-seok dan apa adanya,
hampir semua pihak terutama dijajaran Urusan Agama Islam pusat sampai
daerah menganggap bahwa kursus calon pengantin masih sangat penting.
Dari beberapa catatan kecil yang dibuat oleh sebagian penghulu,
banyak diantara calon pengantin yang belum bisa membaca do’a mandi
hadats besar, apalagi membaca Al-Qur’an, makna perkawinan, serta
bagaimana kehidupan keluarga terkait dengan hak dan kewajiban suami istri
masih belum dipahami secara baik.
Jika benar kondisi ini sangat memprihatinkan, kondisi ini pula yang
dituding sebagai penyebab utama meningkatnya kekerasan dalam rumah
tangga yang berujung pada meningkatnya perceraian.
84
C. PENUTUP
Dengan berjuang sekuat tenaga, disusun tulisan sederhana ini dengan
menyadari masih adanya kesalahan dan kekurangan sebagai hasil
keterbatasan wawasan penulis terlebih lagi bila ditinjau dari aspek metodologi
maupun kaidah bahasanya. Segala kritik dan saran yang bersifat membangu
menjadi harapan penulis. Akhir kata penulis mengucapkan
Alhamdulillaahirrobil ’aalamin semoga tulisan diatas ada manfaatnya bagi
kita semua, terutama bagi para pembaca.
1
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Amrullah, Dimensi Hukum Islam dalam Sistem Hukum Nas (Mengenang 65 tahun Prof. Dr.Bustanul. arifin, S.H), Jakarta: Gema InsaniPress,1996. Arikunto, Suharsimi, Prosedur penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta : Rineka Cipta,Cet.II, 1998. Amini, Ibrahim, Principle of Marriage Family Ethies, Terj. Alawiyyah Abdurrahman, “ Bimbingan Islam Untuk Kehidupan Suami isteri”, Bandung: al- Bayan, 1999. Basir, Ahmad Azhar, Hukum Pernikahan Islam, Yogyakarta: UII Press, 2004 BP4, Panduan Keluarga Muslim, Badan penasihatan pembinaan dan Pelestarian Perkawinan(BP4), Kantor wilayah Departemen Agama Provinsi Jawa Tengah,2007 BP4, Majalah Perkawinan dan Keluarga No.455/XXXVIII/2010. . BP4,Majalah Perkawinan dan Keluarga, No. 452/xxxv111/2010,Jakarta, 2010. Bagan Peningkatan Tenaga Keagamaan Direktorat Jenderal Bimas Islam dan Haji, Departemen Agama RI, Jakarta, 2004. Data peserta Kursus Calon pengantin KUA Kec. Pagedongan Banjarnegara, tanggal 14 Nov, 2010 Data Monografi kec. Pagedongan tahun 2009 Darajat, Zakiah, Ilmu Fiqh ,jilid 2, Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf,1995 . Depag RI, Tugas-Tugas Pejabat Pencatat Nikah bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji Departemen Agama RI, Jakarta, 2004. Depag RI, Tanya Jawab Seputar Keluarga Sakinah, Jawa Tengah: Proyek Pembinaan Keluarga Sakinah Kanwil Depag Propinsi Jawa Tengah, 2004. Depag RI, Pedoman Pembantu Pegawai Pencatat Nikah Departemen Agama, Bahan Penyuluhan hukum, Departemen Agama RI,Direktorat Jenderal Pembinaan kelembagaan Agama Islam, Jakarta:2001,
2
Ghazi, Syeikh Muhammad bin Qasim , Fath Al-Qarib, Indonesia: Maktabah Al- Ihya at-Kutub al-Arabiah,t.th, . Hamid , Zahri, Pokok-Pokok Hukum Pernikahan Islam dan Undang-Undang Pernikahan di Indonesia, Yogyakarta: Bina Cipta,1978. http://kutarik.com/profile/sejarah.html, diakses tgl. 28 desember 2010 Kanwil Depag Provinsi Jawa Tengah, Pembinaan Keluarga Sakinah dan Gerakan Sadar Zakat, Semarang; 2000 Laporan Tahunan KUA Kec. Pagedongan Tahun 2009 Malibari, Syeikh Zaenuddin Ibn Abd Azis, Fath al-Mu’in, Beirut : Dar Al- fiqr,t.th, Modul materi kursus calon pengantin KUA Kec. Pagedongan, Nov.2010 Munawwir, Ahmad Warson, Kamus Al- Munawir Arab Indonesia Terlengkap, Yogyakarta; Pustaka Progresif, 1997. .Mubarok, Jaih, Modernisasi Hukum Perkawinan di Indonesia, Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2005. Muzarie, Mukhlisin, Kontroversi Perkawinan Wanita hamil, Yogyakarta: Pustaka Dinamika, 2002 Nawawi, Hadari, Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta: Gajah Mada University Press,1991. Pelayanan Informasi KUA Kecamata Pagedongan, Juni 2010 Ramulyo, Moh Idris, Tinjauan Beberapa Pasal Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dari Segi Hukum Perkawinan Islam, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2002 Ramulyo, Moh. Idris, Hukum Pernikahan Islam, Suatu Analisis dari Undang- Undang No.1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam, Jakarta : Bumi Aksara,2002 Rofiq, Ahmad, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 1997 Soemanto, Wasty, Pedoman Teknik Penulisan Skripsi, Jakarta : Bumi Aksara, 1999. Sulajee, Mufti E.M.H., Sunah sehari 24 jam Bersama Rasulullah, Bandung, Pustaka Ramadhan,2003.
3
Suma, Muhamad Amin, Hukum Keluarga Islam di Dunia, Jakarta:Raja Grafindo
Persada,2004.
Struktur Tenaga wiyata Bhakti KUA kec.Pagedongan Kab. Banjarnegara
Tabel Struktur dan Tugas Pejabat KUA Kec. Pagedongan
Wawancara dengan M.Zayin Bunani, S.Ag selaku kepala KUA Kec. Pagedongan Kab. Banjarnegara pada tgl. 13 Nov.2010 Wawancara dengan KH. Abdul Wahab ,selaku tokoh masyarakat di
kec.Pagedongan
Wawancara dengan Masito, selaku staf administrasi keuangan KUA kec.
Pagedongan, pd tgl 19 Nov.2010
Wawancara dengan Fatonah peserta suscatin 3-10-2010 Wawancara dengan Tuslam peserta suscatin 03-10-2010 Wawancara dengan M. Hafid Haris peserta suscatin 15 -10-2010 Yayasan penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta: Depag RI, 1986,