BAB IITINJAUAN PUSTAKA
A. Penyakit Tidak Menular
Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan penyakit yang bukan
disebabkan oleh proses infeksi (tidak infeksius). Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa pada umumnya, keberadaan faktor risiko
PTM pada seseorang tidak memberikan gejala sehingga mereka tidak
merasa perlu mengatasi faktor risiko dan mengubah gaya hidupnya.
Penelitian juga menunjukkan bahwa pengetahuan masyarakat tentang
jenis PTM cukup baik, dan sebagian besar masyarakat mengetahui
bagaimana penderitaan pasien PTM seperti Jantung Koroner, Kanker,
Stroke dan Diabetes melitus, gangguan akibat kecelakaan dan cidera.
Namun mereka umumnya belum memahami pengaruh faktor risiko PTM
terhadap kejadian PTM serta komplikasi yang dapat ditimbulkan PTM.
Pada umumnya mereka menganggap bahwa PTM disebabkan faktor genetik,
penyakit orang tua atau penyakit orang kaya.B. Kanker
i. Definisi
Kondisi tidak normal pada sel tubuh yang menjadikan sel tumbuh
dan berkembang cepat diluar kewajaran.ii. Faktor Resiko
Penyebab kanker biasanya tidak dapat diketahui secara pasti
karena penyebab kanker dapat merupakan gabungan dari sekumpulan
faktor, genetik dan lingkungan. Namun ada beberapa faktor yang
diduga meningkatkan resiko terjadinya kanker, sebagai berikut :
a) Faktor keturunanFaktor genetik menyebabkan beberapa keluarga
memiliki resiko lebih tinggi untuk menderita kanker tertentu bila
dibandingkan dengan keluarga lainnya. Jenis kanker yang cenderung
diturunkan dalam keluarga adalah kanker payudara, kanker indung
telur, kanker kulit dan kanker usus besar. Sebagai contoh, risiko
wanita untuk menderita kanker meningkat 1,5 s/d 3 kali jika ibunya
atau saudara perempuannya menderita kanker payudara.
b) Faktor lingkunganFaktor lingkungan yang mempengaruhi ialah
dengan Merokok sigaret meningkatkan resiko terjadinya kanker paru
paru, mulut, laring (pita suara), dan kandung kemih. Terpaparnya
sinar Ultraviolet dari matahari. Radiasi ionisasi (yang merupakan
karsinogenik) digunakan dalam sinar rontgen dihasilkan dari
pembangkit listrik tenaga nuklir dan ledakan bom atom yang bisa
menjangkau jarak yang sangat jauh. Contoh, orang yang selamat dari
bom atom di Hiroshima dan Nagasaki pada Perang Dunia II, berisiko
tinggi menderita kanker sel darah, seperti Leukemia.
c) Faktor Makanan
Faktor Makanan yang mengandung bahan kimia.Makanan juga dapat
menjadi faktor risiko penting lain penyebab kanker, terutama kanker
pada saluran pencernaan. Contoh jenis makanan yang dapat
menyebabkan kanker adalah makanan yang diasap, minuman yang
mengandung alkohol, zat pewarna makanan, logam berat seperti
merkuri, dan berbagai makanan manis yang diproses secara
berlebihan.
d) Faktor perilakuPerilaku yang dimaksud adalah merokok dan
mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung lemak dan daging yang
diawetkan juga peminum minuman beralkohol. Perilaku seksual yaitu
melakukan hubungan intim diusia dini dan sering berganti ganti
pasangan. Gangguan keseimbangan hormonalHormon estrogen berfungsi
merangsang pertumbuhan sel yang cenderung mendorong terjadinya
kanker, sedangkan progesteron melindungi terjadinya pertumbuhan sel
yang berlebihan. Ada kecenderungan bahwa kelebihan hormon estrogen
dan kekurangan progesteron menyebabkan meningkatnya risiko kanker
payudara, kanker leher rahim, kanker rahim dan kanker prostat dan
buah zakar pada pria.
e) Faktor kejiwaan, emosionalStres yang berat dapat menyebabkan
ganggguan keseimbangan seluler tubuh. Keadaan tegang yang terus
menerus dapat mempengaruhi sel, dimana sel jadi hiperaktif dan
berubah sifat menjadi ganas sehingga menyebabkan kanker.
f) Radikal bebas adalah suatu atom, gugus atom, atau molekul
yang mempunyai electron bebas yang tidak berpasangan dilingkaran
luarnya.
iii. Gejala
a) Nyeri dapat terjadi akibat tumor yang meluas menekan syaraf
dan pembuluh darah disekitarnya, reaksi kekebalan dan peradangan
terhadap kanker yang sedang tumbuh, dan nyeri juga disebabkan
karena ketakutan atau kecemasan.b) Pendarahan atau pengeluaran
cairan yang tidak wajar, misalnya ludah, batuk atau muntah yang
berdarah, mimisan yang terus menerus, cairan puting susu yang
mengandung darah, cairan liang senggama yang berdarah (diantara
menstruasi/menopause) darah dalam tinja, darah dalam air kemih.c)
Perubahan kebiasaan buang air besard) Penurunan berat badan dengan
cepat akibat kurang lemak dan protein (kaheksia)e) Benjolan pada
payudaraf) Gangguan pencernaan, misalnya sukar menelan yang terus
menerus.g) Tuli, atau adanya suara suara dalam telinga yang
menetap.h) Luka yang tidak sembuh sembuhi) Perubahan tahi lalat
atau kulit yang mencolokiv. Pengobatan
Pendekatan yang lebih baru dalam mengobati kanker adalah
kemoterapi dosis intense, yang menggunakan obat dalam dosis yang
sangat tinggi. Terapi ini digunakan untuk tumor yang mengalami
kekambuhan meskipun memberikan respon yang baik pada kemoterapi
awal. Tumor ini telah menunjukkan kepekaan terhadap obat; strategi
yang dilakukan adalah meningkatkan dosis obat secara nyata untuk
membunuh lebih banyak lagi sel-sel kanker, sehingga memperpanjang
harapan hidup penderita. Tetapi kemoterapi dosis intense bisa
menyebabkan cedera yang berakibat fatal terhadap sumsum tulang.
Karena itu terapi ini biasanya digabungkan dengan terapi
penyelamatan, dimana sumsum tulang diangkat sebelum dilakukan
kemoterapi. Setelah pengobatan, sumsum tulang dikembalikan kepada
pendeirta. Meskipun masih dalam penelitian, pengobatan ini pernah
dilakukan pada kanker payudara, limfoma, penyakit Hodgkin dan
mieloma. Pencangkokan sumsum tulang dari donor yang memiliki
jaringan yang cocok bisa dilakukan setelah kemoterapi dosis intense
pada penderita leukemia akut. Bisa terjadi komplikasi berupa
penyakit graft-versus-host, dimana jaringan yang dicangkokkan
dihancurkan oleh jaringan penerima (tuan rumah).
Teknik penyinaran baru, seperti penyinaran proton atau neutron,
efektif untuk tumor-tumor tertentu. Pewarnaan yang telah diaktifkan
oleh penyinaran dan terapi fotodinamik memberikan hasil yang
menjanjikan. Imunoterapi menggunakan tekhik-tehnik berikut untuk
merangsang sistem kekebalan tubuh melawan kanker:
pengubah respon biologis
terapi sel pembunuh
terapi antibodi (terapi humoral).
Teknik-teknik tersebut telah digunakan untuk mengobati sejumlah
kanker yang berbeda (misalnya melanoma, kanker ginjal, sarkoma
Kaposi dan leukemia.
Akhirnya, salah satu pendekatan pengobatan yang paling penting
adalah menemukan obat yang dapat mencegah kanker. Retinoid (derivat
vitamin A) telah terbukti efektif dalam mengurangi angka kekambuhan
pada beberapa kanker, terutama kanker mulut, pita suara dan
paru-paru.
v. Pencegahan
Cara pencegahan umum kanker adalah mengurangi paparan terhadap
bahan karsinogen, misalnya tidak merokok, menghindari makanan
tinggi lemak, menambah makanan tinggi serat seperti sayuran dan
buah, hidup akif fisik, mengupayakan berat badan yang ideal, dan
hidup dengan pola sehat. Pencegahan juga dapat dilakukan dengan
penapisan atau screening terhadap kemungkinan terkena kanker. Tes
penapisan kanker ini dimaksudkan untuk mengetahui kemungkinan
terjadinya kanker sehingga dapat menurunkan jumlah kematian akibat
kanker karena jika kanker ditemukan pada stadium sangat dini,
dimana kanker belum menyebar lebih jauh, biasanya kanker tersebut
dapat diobati dan memberikan hasil yang optimal.
C. PJK
i. DefinisiMenurut WHO, penyakit jantung koroner (Coronary Heart
Disease) adalah ketidaksanggupan jantung akut maupun kronik, yang
timbul karena kekurangan suplai darah pada miokardium sehubungan
dengan proses penyakit pada sistem nadi koroner.
ii. Faktor Resiko
Faktor resiko utama Penyakit Jantung Koroner ialah Hipertensi.
Komplikasi terhadap jantung akibat hipertensi yang paling sering
terjadi adalah kegagalan ventrikel kiri, PJK seperti angina
pektoris dan miokard infark. Dari beberapa penelitian didapatkan
50% penderita miokard infark menderita hipertensi dan 75% kegagalan
ventrikel kiri penyebabnya adalah hipertensi. Perubahan hipertensi
khususnya pada jantung disebabkan karena meningkatnya tekanan darah
dan mempercepat timbulnya aterosklerosis.
Merokok telah dimasukkan sebagai salah satu faktor risiko utama
PJK di samping hipertensi. Orang yang merokok lebih dari 20 batang
sehari dapat mempengaruhi atau memperkuat efek dua faktor utama
risiko lainnya.
Faktor lainnya adalah umur, telah dibuktikan adanya hubungan
antara umur dan kematian akibat PJK. Sebagian besar kasus kematian
terjadi pada laki-laki umur 35-44 tahun dan meningkat dengan dengan
bertambahnya umur. Juga diadapatkan hubungan enters umur dan kadar
kolesterol yaitu kadar kolesterol total akan meningkat dengan
bertambahnya umur. Di Amerika Serikat kadar kolesterol pada
laki-laki maupun perempuan mulai meningkat pada umur 20 tahun. Pada
laki-laki kadar kolesteroi akan meningkat sampai umur 50 tahun dan
akhirnya akan turun sedikit setelah umur 50 tahun. Kadar kolesterol
perempuan sebelum menopause (45-60tahun) lebih rendah daripada
laki-laki dengan umur yang sama. Setelah menopause kadar kolesterol
perempuan biasanya akan meningkat menjadi lebih tinggi daripada
laki-laki (Cooper, 2000).
Jenis kelamin juga memberikan efek bagi penyakit PJK. Di Amerika
Serikat gejala PJK sebelum umur 60 tahun didapatkan pada 1 dari 5
laki laki dan 1 dari 17 perempuan. Ini berarti bahwa laki-laki
mempunyai risiko PJK 2-3x lebih besar daripada perempuan. Pada
beberapa perempuan pemakaian oral kontrasepsi dan selama kehamilan
akan meningkatkan kadar kolesterol. Pada wanita hamil kadar
kolesterolnya akan kembali normal 20 minggu setelah melahirkan.
Angka kematian pada laki-laki didapatkan lebih tinggi daripada
perempuan dimana ketinggalan waktu l0 tahun kebelakang seperti
terlihat pada gambar di bawah akan tetapi setelah menopause hampir
tidak didapatkan perbedaan dengan laki-laki (Sukaman, 1986).
Obesitas adalah kelebihan jumlah lemak tubuh >19% pada
laki-laki dan > 21% pada perempuan. Obesitas sering didapatkan
bersama-sama dengan hipertensi, DM dan hipertrigliserdemi. Obesitas
juga dapat meningkatkan kadar kolesterol total dan LDL kolesterol.
Risiko PJK akan jelas meningkat bila BB mulai melebihi 20% dari BB
ideal. Penderita yang gemuk dengan kadar kolesterol yang tinggi
dapat menurunkan kadar kolesterolnya dengan mengurangi BB melalui
diet ataupun menambah exercise (Coopers, 1988).
Intoleransi terhadap glukosa sejak dulu telah diketahui sebagai
predisposisi penyakit pembuluh darah. Penelitian menunjukkan
laki-laki yang menderita DM risiko PJK 50% lebih tinggi daripada
orang normal, sedangkan pada perempuan risikonya menjadi 2x lipat.
Mekanismenya belum jelas, akan tetapi terjadi peningkatan tipe IV
hiperlipidemi dan hipertrigliserid, pembentukan platelet yang
abnormal dan DM yang disertai obesitas dan hipertensi. Mungkin juga
banyak faktor-faktor lain yang mempengaruhinya (Sutomo, 1988).
iii. Gejala
Gejala-gejala ini untuk setiap orang biasa berbeda. Sebuah
serangan jantung mungkin dimulai dengan rasa sakit yang tidak
jelas, rasa tidak nyaman yang samar, atau rasa sesak dibagian
tengah dada. Kadang, sebuah serangan jantung hanya menimbulkan rasa
tidak nyaman yang ringan sekali sehingga sering disalahartikan
sebagai naiknya asam lambung, atau bahkan lepas dari perhatian sama
sekali.
Kondisi Jantung dapat dibagi 4 kategori:
a) Pertama, sehat dapat bekerja berat dan ringan.
b) Kedua, dapat bekerja berat dan kalau sudah kecapaian tidak
perlu berhenti melakukan aktivitas, tetapi cukup mengurangi
intensitas/beratnya pekerjaan dan kalau sudah merasa fit dalam satu
dua menit intensitas kerja dapat ditingkatkan kembali, begitu
seterusnya.
c) Ketiga, tidak dapat bekerja berat, tapi dapat melakukan
pekerjaan ringan sehari-hari.
d) Keempat, sudah parah, untuk berjalan beberapa meter saja
sudah kepayahan.
Ada beberapa gejala yang lebih spesifik, antara lain:
a) Nyeri. Jika otot tidak mendapatkan cukup darah (suatu keadaan
yang disebut iskemi), maka oksigen yang tidak memadai dan hasil
metabolisme yang berlebihan menyebabkan kram atau kejang. Angina
merupakan perasaan sesak di dada atau perasaan dada diremas-remas,
yang timbul jika otot jantung tidak mendapatkan darah yang cukup.
Jenis dan beratnya nyeri atau ketidaknyamanan ini bervariasi pada
setiap orang. Beberapa orang yang mengalami kekurangan aliran darah
bisa tidak merasakan nyeri sama sekali (suatu keadaan yang disebut
silent ischemia).
b) Sesak napas merupakan gejala yang biasa ditemukan pada gagal
jantung. Sesak merupakan akibat dari masuknya cairan ke dalam
rongga udara di paru-paru (kongesti pulmoner atau edema
pulmoner).
c) Kelelahan atau kepenatan. Jika jantung tidak efektif memompa,
maka aliran darah ke otot selama melakukan aktivitas akan
berkurang, menyebabkan penderita merasa lemah dan lelah. Gejala ini
seringkali bersifat ringan. Untuk mengatasinya, penderita biasanya
mengurangi aktivitasnya secara bertahap atau mengira gejala ini
sebagai bagian dari penuaan.
d) Palpitasi (jantung berdebar-debar)
e) Pusing & pingsan. Penurunan aliran darah karena denyut
atau irama jantung yang abnormal atau karena kemampuan memompa yang
buruk, bisa menyebabkan pusing dan pingsan (Pearce, 2002).
iv. Pengobatan
Tujuan pengobatan iskemia miokard adalah untuk mencegah
terjadinya kerusakan miokard dengan mempertahankan keseimbangan
antara konsumsi oksigen miokardium dan penyediaan oksigen.
Memperbaiki lesi aterosklerosis pada arteri koroner dapat
menggunakan teknik CABG (Coronary Artery Bypass Graff) dan juga
teknik PTCA (Percutaneous Transluminal Coronary Angioplasty) tanpa
menggunakan pembedahan, namun menurut Banerjee (2011), bila
penderita DM yang mengidap PJK dilakukan PCI (Precutaneous Coronary
Intervention) akan berakibat buruk dibanding non-DM.v.
PencegahanHarus dilakukan tindakan pencegahan untuk menghilangkan
atau mengendalikan faktor-faktor risiko pada setiap individu.
Lemahnya perhatian terhadpa faktor risiko dan penyakit, terbatasnya
sarana pengobatan dan perawatan, dan tingginya biaya pengobatan
merupakan hambatan yang mempengaruhi keberhasilan dalam
pengendalian faktor risiko dan PJK. Beberapa strategi untuk
menurunkan faktor risiko (Raharjoe, 2011) :a) Membatasi akses
produksi tembakau dengan meningkatkan pajak dan menegaskan larangan
merokok.
b) Mengurangi penggunaan garam dalam makanan baik secara
individu maupun di tempat makan atau restoran.
c) Mengurangi konsumsi gula dan lemak
d) Meningkatkan aktivitas olahraga.
e) Pemberian asuransi kesehatan kerja yang melayani pemeriksaan
tekanan darah, glukosa darah, dan lipid.D. Stroke
i. Definisi
Stroke (berasal dari kata strike) berarti pukulan pada sel otak.
Biasanya terjadi karena adanya gangguan distribusi oksigen ke sel
otak. Hal ini disebabkan gangguan aliran darah pada pembuluh darah
otak, mungkin karena aliran yang terlalu perlahan, atau karena
aliran yang terlalu kencang sehingga pecah (perdarahan), akhirnya
sel-sel otak yang diurus oleh pembuluh darah tersebut mati ( Yatim
F, 2005 ).
Secara umum, stroke diklasifikasikan menjadi stroke iskemik dan
perdarahan, dengan stroke iskemik hampir 85% dari keseluruhan.
Stroke iskemik dapat disebabkan karena trombosis intrakranial
maupun emboli ekstrakranial. Trombosis intrakranial disebabkan
adanya atherosklerosis, sedangkan emboli ekstrakranial pada umumnya
berasal dari arteri ekstrakranial atau dari jantung sebagai akibat
dari infark miokard, mitral stenosis, endokarditis, atrial
fibrilasi, kardiomiopati atau gagal jantung kongestif. Stroke
perdarahan dibedakan menjadi stroke perdarahan intraserebral (PIS)
dan perdarahan subarachnoid (PSA), dengan penyebab paling sering
adalah hipertensi, trauma, obat-obatan atau malformasi vaskuler
(Saenger AK, Christenson RH, 2010).
ii. Faktor Resiko
Sejumlah faktor memberikan konstribusi terjadinya serangan
stroke pertama. Faktor risiko stroke secara umum di bedakan menjadi
faktor risiko yang tidak bisa diubah (non-modifiable risk factors)
termasuk didalamnya antara lain : usia, jenis kelamin, suku bangsa,
riwayat keluarga, faktor genetik, dan berat badan lahir rendah, dan
faktor risiko yang dapat diubah (modifiable risk factor),
diantaranya: hipertensi arterial, TIA, stroke sebelumnya, bruit
karotis asimtomatik, penyakit jantung, ateromatosis arkus aorta,
diabetes mellitus, dislipidemia, merokok, konsumsi alkhohol,
peningkatan fibrinogen, peningkatan homosistein, kadar folat serum
rendah, peningkatan antibodi antikardiolipin, kontrasepsi oral dan
obesitas. (Saenger AK, Christenson RH, 2010)
iii. Gejala
Menurut Junaidi (2008), berikut ini adalah gejala dan
tanda-tanda stroke :
a) Adanya serang defisit neurologist fokal, berupa kelemahan
atau kelumpuhan lengan atau tungkai, atau salah satu sisi
tubuh.
b) Hilangnya rasa atau adanya sensasi abnormal pada lengan,
tungkai, atau salah satu sisi tubuh. Baal atau mati rasa sebelah,
terasa kesemutan, terasa seperti terkena cabai, rasa terbakar.
c) Mulut, lidah mencong bila diluruskan.
d) Gangguan menelan seperti sulit menelan, minum suka
tersedak.
e) Bicara tidak jelas (rero), sulit berbahasa, kata yang
diucapkan tidak sesuai dengan keinginan, pelo, sengal, bicara
ngaco, kata-katanya tidak dapat difahami (afasia). Bicara tidak
lancar, hanya sepatah-patah kata yang terucap.
f) Sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat.
g) Tidak memahami pembicaraan orang lain
h) Tidak mampu membaca dan menulis, dan tidak memahami
tulisan
i) Tidak dapat berhitung, kepandaian menurun
j) Tidak mampu mengenali bagian dari tubuh
k) Hilangnya kendali terhadap kendung kemih seperti kencing yang
tidak disadari
l) Berjalan menjadi sulit, langkahnya kecil-kecil
m) Menjadi pelupa, vertigo
n) Awal terjadinya penyakit (onset), mendadak, dan biasanya
terjadi pada saat beristirahat atau bangun tidur.
o) Hilangnya pendengaran dan penglihatan
p) Menjadi lebih sensitif, lebih mudah menangis dan tertawa
q) Gangguan kesadaran, pingsan sampai tak sadarkan diri
iv. Pengobatan
Penderita stroke akut biasanya diberikan SM-20302,
ataumicroplasmin, oksigen, dipasanginfusuntuk memasukkan cairan dan
zat makanan, kemudian diberikanmanitolataukortikosteroiduntuk
mengurangi pembengkakan dan tekanan di dalam otak, akibat
infiltrasisel darah putih. Penelitian terakhir menunjukkan bahwa
kelumpuhan dan gejala lainnya bisa dicegah atau dipulihkan
jikarecombinantissue plasminogen activator(rtPA)
ataustreptokinaseyang berfungsi menghancurkanembolidiberikan dalam
waktu 3 jam, setelah timbulnya stroke.Trombolisisdengan rtPA
terbukti bermanfaat pada manajemen stroke akut, walaupun dapat
meningkatkan risiko pendarahan otak,terutama pada area sawar darah
otak yang terbuka.
Beberapa senyawa yang diberikan bersamaan dengan rtPA untuk
mengurangi risiko tersebut antara lainbatimastat(BB-94)
danmarimastat(BB-2516),yang menghambatenzimMMP, senyawaspin trap
agentsepertialpha-phenyl-N-t-butylnitrone(PBN) dandisodium-
[tert-butylimino)methyl]benzene-1,3-disulfonate
N-oxide(NXY-059),dan senyawa anti-ICAM-1. Metode
perawatanhemodilusidengan menggunakanalbuminmasih
kontroversial,namun penelitian olehThe Amsterdam Stroke
Studymemberikan prognosis berupa penurunan angka kematian dari 27%
menjadi 16%, peningkatan kemandirian aktivitas dari 35% menjadi
48%, saat 3 bulan sejak terjadi serangan stroke akut
v. Pencegahan
Penyakit stroke sebenarnya dapat dicegah dengan mengendalikan
faktor risiko stroke. Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah
penyakit stroke adalah tidak merokok dan minum alkohol, pola makan
yang sehat dan seimbang serta berobat untuk mengobati penyakit
seperti hipertensi, diabetes dan penyakit jantungE. Sindrom
Metaboliki. DefinisiBerdasarkan the National Cholesterol Education
Program Third Adult Treatment Panel (NCEP-ATP III), Sindrom
Metabolik adalah seseorang dengan memiliki sedikitnya 3 kriteria
berikut: 1). Obesitas abdominal (lingkar pinggang > 88 cm untuk
wanita dan untuk pria > 102 cm); 2). Peningkatan kadar
trigliserida darah ( 150 mg/dL, atau 1,69 mmol/ L); 3). Penurunan
kadar kolesterol HDL (< 40 mg/dL atau < 1,03 mmol/ L pada
pria dan pada wanita < 50 mg/dL atau 102 cm, P>88cmIMT >
30 kg/m2 dan atau rasio perut-pinggul L >0,90; P>0,85Lingkar
pinggang L >102 cm, P>88cmObesitas sentral (lingkar
perut)
Asia : L>90 cm
P>80 cm
(nilai tergantung etnis)
Gangguan metabolisme GlukosaGD puasa 110 mg/dLDM tipe 2 atau
TGTGD puasa 100 mg/dLGD puasa 100 mg/dL atau diagnosis DM tipe
2
Lain-lainMikroalbuminuri 20 g/menit (rasio albumin: kreatinin
30)
Kriteria diagnoseMinimal 3 kriteriaDM tipe 2 atau TGT dan 2
kriteria di atas. Jika toleransi glukosa normal, diperlukan 3
kriteria.Minimal 3 kriteriaObesitas sentral + 2 kriteria di
atas
Keterangan : TD = Tekanan Darah; L = Laki-laki; P = Perempuan;
TG = Trigliserida; HDL-C = Kolesterol HDL; IMT = Indeks Massa
Tubuh; DM = Diabetes Melitus; TGT = Toleransi Glukosa Terganggu; GD
= Gula Darah
Sedangkan di Indonesia prevalensi Sindrom Metabolik sekitar
13,13% (Soegondo, 2004).iii. Patofisiologi
Insulin merupakan hormon anabolik tubuh yang prinsipil, yang
mengatur perkembangan dan pertumbuhan yang sesuai dan juga sebagai
maintenance dari sistem homeostasis glukosa di seluruh tubuh.
Hormon insulin disekresi oleh sel pulau Langerhan dari organ
pankreas. Insulin berperan dalam menurunkan kadar gula darah
melalui beberapa cara; 1). supressi hepatic glucose output (melalui
penurunan gluconeogenesis dan glycogenolysis), 2). merangsang
penyimpanan terutama ke otot dan jaringan lemak melalui glucose
transporter yaitu Glucose Transporter -4 (GLUT-4) (Mittal,
2008).
Reseptor insulin terdistribusi secara luas di sistem sarap
pusat, terutama di daerah hipotalamus dan pituitary. Pada
eksperimen hewan percobaan, gangguan gen reseptor insulin di sistem
sarap pusat memperlihatkan suatu keadaan kebutuhan asupan makanan
yang meningkat pada hewan tersebut sehingga menginduksi keadaan
obesitas dan resisten insulin. Aksi Insulin di sistem sarap pusat
memberikan negatif feedback bagi inhibisi postprandial dari asupan
makanan dan berperan sebagai pusat pengaturan berat badan (Martini,
2004).
Insulin juga mempunyai efek antiapoptosis, hal ini didukung oleh
studi eksperimen pada binatang percobaan dimana dengan penambahan
insulin pada cairan reperfusi berhubungan dengan pengurangan ukuran
miokard infark sekitar 50%. Sedangkan studi pada manusia, pemberian
infus insulin dosis rendah dengan heparin dan agen trombolitik
menunjukkan efek kardioprotektif (Dandona, 2005).
Efek anti inflamasi juga terdapat pada insulin hal ini didukung
oleh eksperimen pada binatang percobaan bahwa pemberian insulin
menunjukkan pengurangan mediator-mediator inflamasi (IL-, IL-6,
macrophage migration inhibitor factor [MIF], TNF-), dan expression
of proinflammatory transcription factors CEBP (C enhancer binding
protein) dan cytokines. Kemampuan insulin dalam efek antioksidan
didukung dengan kemampuannya untuk menekan reactive oxygen species
(ROS) (Dandona, 2005).iv. PatogenesisPatogenesis sindrom metabolik
masih tidak jelas, tetapi kelainan dasarnya adalah resistensi
insulin (Poerjoto, 2007). Resistensi insulin didefinisikan sebagai
suatu kondisi dijumpainya produksi insulin yang normal namun telah
terjadi penurunan sensitivitas jaringan terhadap kerja insulin,
sehingga terjadi peningkatan sekresi insulin sebagai bentuk
kompensasi sel Beta. Resistensi insulin ini sering mendahului onset
dari diabetes tipe 2 dan mempunyai kontribusi dalam perkembangan
terjadinya keadaan hiperglikemi. Dan resistensi insulin dijumpai
pada sebagian besar pasien dengan Sindrom Metabolik (Reaven,
1988).
Resistensi Insulin dan hipertensi sistolik merupakan faktor yang
menentukan terjadinya disfungsi endotel. Resistensi Insulin
menyebabkan menurunnya produksi Nitric Oxide (NO) yang dihasilkan
oleh sel-sel endotel, sedangkan hipertensi menyebabkan disfungsi
endotel melalui beberapa cara seperti; secara kerusakan mekanis,
peningkatan sel-sel endotel dalam bentuk radikal bebas, pengurangan
bioavailabilitas NO atau melalui efek proinflamasi pada sel-sel
otot polos vaskuler. Disfungsi endotel ini berhubungan dengan stres
oksidatif dan menyebabkan penyakit kardiovaskuler (Barnet,
2004).
Menurut Kuusisto (1993) pada keadaan hiperinsulinemia insulin
dapat ditemukan pada otak, berperan sebagai neuromodulator yang
menghambat aktifitas sinap. Reseptor-reseptor insulin telah
ditemukan pada daerah hipotalamus dan hipokampus. Dipercaya bahwa
insulin yang ada berasal dari plasma dan berakses ke otak pada
daerah circumventricular yang merupakan daerah yang sedikit
mengandung sawar darah otak. Insulin juga bertransportasi melewati
sawar darah otak melalui reseptor spesifik dan masuk ke jaringan
syaraf secara langsung atau masuk melalui cairan serebrospinal.
Faktor-faktor resiko untuk gangguan fungsi kognitif seperti
demensia vaskuler adalah umumnya sama dengan faktor resiko untuk
stroke yaitu hipertensi, diabetes, hiperlipidemi, merokok, aritmia
jantung. Pengobatan medis untuk demensia vaskuler ini ditujukan
sebagai kontrol terhadap berbagai keadaan seperti hipertensi,
diabetes, hiperlipidemia yang dapat menyebabkan infark (Kempler,
2005).
Hubungan antara kolesterol dengan fungsi kognitif telah banyak
diteliti, dan hasilnya banyak yang saling bertentangan. Reitz, dkk
(2005) melakukan studi terhadap 1147 lanjut usia yang sehat tanpa
demensia ataupun gangguan kognitif, didapati hasilnya tidak ada
hubungan yang bermakna antara kolesterol total, HDL dan LDL dengan
gangguan fungsi kognitif.
Launer, dkk (2001) menyatakan bahwa hubungan antara kadar lipid
di usia paruh baya terhadap resiko terjadinya gangguan kognitif
dibuktikan dengan autopsi dengan hasilnya bahwa kadar kolesterol
total yang rendah di usia paruh baya dihubungkan dengan jumlah
neuritik yang lebih sedikit, adanya plak amyloid dan
neurofibrillary tangels.
F. Faktor Resiko
1. Dislipidemiai. Definisi
Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai
dengan peningkatan atau penurunan fraksi lipid dalam plasma.
Kelainan fraksi lipid yang utama adalah kenaikan kadar kolesterol
total, kolesterol LDL, dan trigliserida dalam darah yang dapat
disertai penurunan kadar HDL kolesterol (Andry Hartono, 2000).
ii. Faktor Resiko
Dalam batasan ilmiah, dislipidemia terjadi adanya akumulasi
kolesterol dan lipid pada dinding pembuluh darah. Dislipdemia
merupakan masalah yang cukup penting karena termasuk faktor resiko
utama penyakit jantung koroner. Penelitian mendukung bahwa
dislipdemia memiliki lebih dari satu penyebab. Faktor genetik, pola
makan, gaya hidup, obesitas, kebiasaan merokok, kurang olahraga,
dan stress. Timbunan lemak di dalam lapisan pembuluh darah (plak
kolesterol) membuat saluran pembuluh darah sempit dan aliran darah
menjadi kurang lancar. Plak kolesterol pada dinding pembuluh darah
bersifat rapuh dan mudah pecah, sehingga meninggalkan luka pada
dinding pembuluh darah yang dapat mengaktifkan pembentukan bekuan
darah. Pembuluh darah dikarenakan sudah mengalami penyempitan dan
pengerasan oleh plak kolesterol, maka bekuan darah ini menyumbat
pembuluh darah secara total yang dikenal sebagai aterosklerosis.
Penyempitan dan pengerasan ini apabila cukup berat akan menyebabkan
suplai darah ke otot jantung tidak memadai, maka akan menimbulkan
sakit atau nyeri dada yang disebut sebagai angin, bila berlanjut
akan menyebabkan matinya jaringan otot jantung. Jika aterosklerosis
terjadi di dalam arteri yang menuju ke otak maka akan menyebabkan
stroke.iii. Gejala
Asupan asam lemak jenuh yang dianjurkan untuk memenuhi kebutuhan
dalam tubuh adalah 10% dari energi total perhari dan kolesterol
>300mg/hari. Konsumsi lemak dapat meningkatkan kadar kolesterol
LDL. LDLbertugas membawa kolesterol dari hati ke jaringan perifer
yang di dalamnya terdapat reseptor-reseptor yang akan menangkapnya
(termasuk pembuluh darah koroner) untuk keperluan metabolik
jaringan. Kolesterol yang berlebihan akan diangkut lagi kehati oleh
HDL untuk menjadi deposit. Jika kolesterol LDL meningkat serta HDL
menurun, maka akan terjadi penimbunan kolesterol di jaringan
perifer termasuk pembuluh darah (Ronald .H Sitorus, 2006).
iv. Pengobatan
Perubahan gaya hidup merupakan penanganan utama dislipidemia.
Perubahan gaya hidup meliputi terapi nutrisi medik, aktivitas fisik
serta beberapa upaya lain seperti berhenti merokok, menurunkan
berat badan bagi yang gemuk dan mengurangi asupan alkohol.
Penurunan berat badan dan peningkatan aktivitas fisik dapat
menurunkan kadar trigliserida dan meningkatkan kadar HDL kolesterol
serta dikit menurunkan LDL kolesterol.Berbagai studi klinis
menunjukkan bahwa terapi farmakologik dengan obat-obat penurun
lipid memberi manfaat perbaikan profil lipid. Pada saat ini dikenal
sedikitnya 6 golongan obat yang dapat memperbaiki propil lipid
serum yaitu HMG-CoA reduktase inhibitor, Derivat asam fibrat,
Sekuestran asam empedu, Asam nikotinat, Ezetimibe, dan Asam lemak
omega-3 (Sukandar, 2008).
v. Pencegahan
Mengatur pola makan yaitu dengan cara mengkonsumsi makanan yang
seimbang sesuai dengan kebutuhan, makanan seimbang adalah makanan
yang terdiri dari:
Jumlah persentase asupanUnsur makanan
60% KaloriBerasal dari Karbohirdat
15% KaloriBerasal dari Protein
25% KaloriBerasal dari Lemak
>10% KalorBerasal dari Lemak Jenuh
Kelebihan kalori dapat diakibatkan dari asupan yang berlebih
atau kurang aktifitas. Kelebihan terutama dari yang berasal dari
karbohidrat dapat menyebabkan peningkatan kadar trigliserida.
Menurunkan asupan lemak jenuh terutama yang berasal dari minyak
kelapa, santan, dan semua minyak lain. Kelebihan lemak jenuh akan
mengakibatkan peningkatan kadar LDL kolesterol. Menjaga agar asupan
lemak jenuh tetap baik secara kuantitas maupun kualitas. Menurunkan
asupan kolesterol. Kolesterol terutama banyak ditemukan pada lemak
hewan, jeroan, kuning telur, dan seafood (kecuali ikan).
Mengkonsumsi lebih banyak serat dalam menu makanan sehari. Serat
berfungsi untuk mengikat lemak yang berasal dari makanan dalam
proses pencernaan, sehingga mencegah peningkatan kadar LDL
kolesterol. Merubah cara masak. Minyak goreng dari asam lemak tidak
jenuh sebaiknya bukan digunakan untuk minyak salad sehingga
mempunyai efek positif terhadap peningkatan HDL kolesterol maupun
pencegahan terjadinya endapan pada pembuluh darah.2. Obesitas
i. Definisi
Obesitas adalah kelebihan lemak dalam tubuh yang umumnya
ditimbun dalam jaringan subkutan (bawah kulit), sekitar organ tubuh
dan kadang terjadi perluasan ke dalam jaringan organnya. Terjadinya
obesitas lebih ditentukan oleh terlalu banyaknya makan, terlalu
sedikitnya aktifitas atau latihan fisik, maupun keduanya
(Misnadierly, 2007).WHO secara sederhana mendefinisikan obesitas
sebagai kondisi abnormal atas akumulasi lemak yang ekstrim pada
jaringan adipose. Inti dari obesitas ini adalah terjadinya
keseimbangan energi positif yang tidak diinginkan dan bertambahnya
berat badan (WHO, 2000).Dengan demikian tiap orang perlu
memperhatikan banyaknya masukan makanan (disesuaikan dengan
kebutuhan tenaga sehari-hari) dan aktivitas fisik yang dilakukan.
Perhatian lebih besar mengenai kedua hal ini terutama diperlukan
bagi mereka yang kebetulan berasal dari keluarga obesitas, berjenis
kelamin wanita, pekerjaan banyak duduk, tidak senang melakukan
olahraga, serta emosinya labil.ii. Faktor Resiko
Soetjiningsih menyebutkan 3 faktor utama penyebab obesitas
adalah masukan energi yang melebihi dari kebutuhan tubuh,
penggunaan kalori yang kurang, dan faktor hormonal. Disamping itu
obesitas juga disebabkan oleh beberapa faktor predisposisi seperti
faktor herediter, suku bangsa, dan persepsi bayi gemuk adalah bayi
sehat (Soetjinigsih, 1995).Tingginya angka obesitas pada orang tua
yang memiliki anak obes dipercaya bahwa faktor genetik menjadi
faktor yang cukup penting. Penelitian telah menunjukkan 60-70%
remaja obes mempunyai salah satu atau kedua orang tua yang juga
obes. 40 remaja obes mempunyai saudara kandung yang jugas obes
(Pipes, 1993).
Orang obes mempunyai kebiasaan makan yang sering atau banyak.
Mereka biasanya makan dengan jumlah kalori lebih banyak daripada
yang mereka butuhkan. Kebiasaan makan diartikan sebagai cara
individu atau kelompok individu dalam memilih pangan dan
mengkonsumsinya sebagai reaksi terhadap pengaruh fisiologik,
psikologik, sosial, dan budaya (Suhardjo, 1989).
Konsumsi fast food atau makanan cepat saji yang banyak
mengandung energi dari lemak, karbohidrat, dan gula akan
mempengaruhi kualitas diet dan meningkat resiko obesitas.
Meningkatnya konsumsi fast food diyakini merupakan salah satu
masalah, karena masalah obesitas meningkat pada masyarakat yang
keluarganya banyak keluar mencari makanan cepat saji dan tidak
mempunyai waktu lagi untuk menyiapkan makanan di rumah (MMI Volume
40, Nomor 2 Tahun 2005).
Kebiasaan mengkonsumsi cemilan saat nonton tv. Cemilan yang
buruk adalah cemilan yang mengandung gula, garam, dan lemak yang
berlebihan namun rendah protein, vitamin, dan mineral. Sering
menonton tv berkolerasi positif dengan perilaku ngemil (Hui,
1985).
Kurang aktivitas fisik menyebabkan tubuh kurang menggunakan
energi yang tersimpan dalam tubuh. Oleh karena itu, jika asupan
energi berlebihan tanpa diimbangi dengan aktivitas fisik yang
sesuai maka secara kontinyu dapat mengakibatkan obesitas. Padahal
cara yang paling mudah dan umum dipakai untuk meningkatkan
pengeluaran energi adalah dengan melakukan latihan fisik atau
gerakan badan (Damayanti, 2002).iii. Gejala
Menurut Soedibyo, gejala klinis umum penderita obesitas adalah
Pertumbuhan berjalan dengan cepat atau pesat disertai adanya
ketidak seimbangan antara peningkatan berat badan yang berlebihan
dibandingkan dengan tinggi badannya. Jaringan lemak bawah kulit
menebal sehingga tebal lipatan kulit lebih daripada yang normal dan
kulit nampak lebih kencang. Kepala nampak relatif lebih kecil
dibandingkan dengan tubuhnya atau dibandingkan dengan dadanya. Pada
dada terjadi pembesaran payudara yang dapat meresahkan bila terjadi
pada anak laki-laki. Perut membesar menyerupai bandul lonceng, dan
kadang disertai garis-garis putih atau ungu (striae). Lingkar
lengan atas dan paha lebih besar dari normal, tangan relatif lebih
kecil dan jari-jari bentuknya runcing. Dapat terjadi gangguan
psikologis berupa gangguan emosi, sukar bergaul, senang menyendiri,
dan sebagainya. Pada kegemukan yang berat mungkin terjadi gangguan
jantung dan paru yang disebut Sindroma Picwickian dengan gejala
sesak napas, sianosis, pembesaran jantung, dan kadang penurunan
kesadaran (Soedibyo, 2002).iv. Pengobatan
Pembatasan asupan kalori dan peningkatan aktivitas fisik
merupakan komponen ini juga penting dalam mempertahankan berat
badan. Kedua komponen ini juga penting dalam mempertahankan berat
badan setelah terjadi penurunan berat badan. Harus dilakukan
perubahan dalam pola aktivitas fisik dan mulai menjalani kebiasaan
makanan yang sehat.
Langkah awal dalam mengobati obesitas adalah menaksir lemak
tubuh penderita resiko kesehatannya dengan cara menghitung BMI.
Resiko kesehatan yang berhubungan dengan obesitas akan meningkat
sejalan dengan meningkatnya angka BMI.
1. Resiko rendah : BMI