Top Banner
PENYAKIT KUSTA Definisi Kusta meripakan infeksi kronik dan penyebabnya adalah Mycobacterium leprae yang bersifat intraseluler obligat. Saraf perifer sebagai afinitas pertama , lalu kulit dan mukosa traktus respiratorius bagian atas, kemudian dapat ke organ lain kecuali susunan saraf pusat 1 Sejarah Penyakit Kusta 2 Menurut sejarah pemberantasan penyakit kusta di dunia dapat kita bagi dalam 3 (tiga) zaman yaitu zaman purbakala, zaman pertengahan dan zaman moderen. Pada zaman purbakala karena belum ditemukan obat yang sesuai untuk pengobatan penderita kusta, maka penderita tersebut telah terjadi pengasingan secara spontan karena penderita merasa rendah diri dan malu, disamping itu masyarakat menjauhi mereka karena merasa jijik. Pada zaman pertengan penderita kusta diasingkan lebih ketat dan dipaksa tinggal di Leprosaria/koloni perkampungan penderita kusta seumur hidup. 1. Zaman Purbakala. Penyakit kusta dikenal hampir 2000 tahun SM. Hal ini dapat diketahui dari peninggalan sejarah seperti di Mesir, di India 1400 SM, istilah kusta yang sudah dikenal didalam kitab Weda, di Tiongkok 600 SM, di Nesopotamia 400 SM. Pada zaman purbakala tersebut telah terjadi pengasingan secara spontan penderita merasa 1
31

PENYAKIT KUSTA

Nov 27, 2015

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: PENYAKIT KUSTA

PENYAKIT KUSTA

Definisi

Kusta meripakan infeksi kronik dan penyebabnya adalah Mycobacterium leprae yang

bersifat intraseluler obligat. Saraf perifer sebagai afinitas pertama , lalu kulit dan mukosa traktus

respiratorius bagian atas, kemudian dapat ke organ lain kecuali susunan saraf pusat 1

Sejarah Penyakit Kusta2

Menurut sejarah pemberantasan penyakit kusta di dunia dapat kita bagi dalam 3 (tiga) zaman yaitu

zaman purbakala, zaman pertengahan dan zaman moderen. Pada zaman purbakala karena belum

ditemukan obat yang sesuai untuk pengobatan penderita kusta, maka penderita

tersebut telah terjadi pengasingan secara spontan karena penderita merasa rendah diri dan malu,

disamping itu masyarakat menjauhi mereka karena merasa jijik. Pada zaman pertengan penderita

kusta diasingkan lebih ketat dan dipaksa tinggal di Leprosaria/koloni perkampungan penderita

kusta seumur hidup.

1. Zaman Purbakala.

Penyakit kusta dikenal hampir 2000 tahun SM. Hal ini dapat diketahui dari peninggalan sejarah

seperti di Mesir, di India 1400 SM, istilah kusta yang sudah dikenal didalam kitab Weda, di

Tiongkok 600 SM, di Nesopotamia 400 SM. Pada zaman purbakala tersebut telah terjadi

pengasingan secara spontan penderita merasa rendah diri dan malu, disamping masyarakat

menjauhi penderita karena merasa jijik dan takut.

2. Zaman Pertengahan.

Kira-kira setelah abad ke 13 dengan adanya keteraturan ketatanegaraan dan system feodal yang

berlaku di Eropa mengakibatkan masyarakat sangat patuh dan takut terhadap penguasa dan hak

azasi manusia tidak mendapat perhatian. Demikian pula yang terjadi pada penderita kusta yang

umumnya merupakan rakyat biasa. Pada waktu itu penyebab penyakit dan obat-obatan belum

ditemukan maka penderita kusta diasingkan lebih ketat dan dipaksakan tinggal di

Leprosaria/Koloni Perkampungan penderita kusta untuk seumur hidup.

3. Zaman Modern.

1

Page 2: PENYAKIT KUSTA

Dengan ditemukannya kuman kusta oleh G.H. Hansen pada tahun 1873, maka mulailah era

perkembangan baru untuk mencari obat anti kusta dan usaha penanggulangannya. Demikian halnya

di Indonesia dr. Sitanala telah mempelopori perubahan sistem pengobatan yang tadinya dilakukan

secara isolasi, secara bertahap dilakukan dengan pengobatan jalan. Perkembangan pengobatan

selanjutnya adalah sebagai berikut :

a. Pada tahun 1951 dipergunakan DDS sebagai pengobatan penderita kusta.

b. Pada tahun 1969 pemberantasan penyakit kusta mulai diintegrasikan di puskesmas.

c. Sejak tahun 1982 Indonesia mulai menggunakan obat Kombinasi Multidrug Therapy

(MDT) sesuai dengan rekomendasi WHO.

Etiologi

Penyakit kusta disebabkan oleh kuman yang dimakan sebagai microbakterium, dimana

microbacterium ini adalah kuman aerob, tidak membentuk spora, berbentuk batang yang tidak

mudah diwarnai namun jika diwarnai akan tahan terhadap dekolorisasi oleh asam atau alkohol

sehingga oleh karena itu dinamakan sebagai basil “tahan asam”. Selain banyak membentuk safrifit,

terdapat juga golongan organism patogen (misalnya Microbacterium tubercolose, mycrobakterium

leprae) yang menyebabkan penyakit menahun dengan menimbulkan lesi jenis granuloma

infeksion.3

Epidemiologi

Prevalensi kusta di dunia dilaporkan hanya <1 per 10.000 populasi (sesuai dengan target

resolusi WHO mengenai eliminasi kusta). Paling banyak terjadi pada daerah tropis dan subtropis.

86% dilaporkan terjadi di 11 negara, Bangladesh, Brazil, China, Congo, Etiopia, India, Indonesia,

Nepal, Nigeria, Filipina, Tanzania. Namun prevalensi lepra berkurang sejak dimulai adanya MDT

pada tahun 1982. 1,2,3

Penyakit ini masuk ke Indonesia diperkirakan pada abad ke IV-V yang diduga dibawa oleh

orang-orang India yang datang ke Indonesia untuk menyebarkan agamanya dan berdagang. Pada

pertengahan tahun 2000, jumlah penderita kusta terdaftar di Indonesia sebanyak 20.7042 orang.

Jumlah penderita kusta terdaftar ini membuat Indonesia menjadi salah satu negara di dunia yang

dapat mencapai eliminasi kusta sesuai target yang ditetapkan oleh WHO yaitu tahun 2000.

Indonesia memiliki 14 provinsi yang menjadi daerah rawan penyakit kusta, yaitu Jawa Timur, Irian

Jaya bagian Barat, Papua, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, Sulawesi

Utara, Maluku, Maluku Utara, NTT, NTB, Aceh, dan DKI Jakarta (Depkes RI, 2005).1

2

Page 3: PENYAKIT KUSTA

Disamping itu faktor-faktor yang berperan dalam penularan ini adalah :

Usia : insidensi usia puncak pada 10-20 tahun dan 30-50 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki lebih banyak dijangkiti (2:1)

Ras : Bangsa Asia dan Afrika lebih banyak dijangkiti

Kesadaran sosial : Umumnya negara-negara endemis kusta adalah negara dengan tingkat

sosial ekonomi rendah

Lingkungan : Fisik, biologi, sosial, yang kurang sehat.

Faktor – faktor yang menentukan terjadinya kusta

1. Penyebab

2. Sumber Penularan

3. Cara keluar dari pejamu

4. Cara penularan

Penyakit kusta dapat ditularkan dari penderita kusta tipe Multi basiller (MB) kepada

orang lain dengan cara penularan langsung. Cara penularan yang pasti belum diketahui,

tetapi sebagian besar para ahli berpendapat bahwa penyakit kusta dapat ditularkan melalui

saluran pernafasan dan kulit4. Timbulnya kusta bagi seseorang tidak mudah, dan tidak perlu

ditakuti tergantung dari beberapa faktor antara lain :

a. Faktor Sumber Penularan.

Sumber penulatan adalah penderita kusta tipe MB. Penderita MB inipun tidak akan

menularkan kusta, apabila berobat teratur.

b. Faktor Kuman Kusta.

Kuman kusta dapat hidup diluar tubuh manusia antara 1 – 9 hari tergantung pada suhu atau

cuaca, dan diketahui hanya kuamn kusta yang utuh (solid) saja yang dapat menimbulkan

penularan.

c. Faktor Daya Tahan Tubuh.

Sebagian besar manusia kebal terhadap penyakit kusta (95%). Dari hasil penelitian

menunjukkan gambaran sebagai berikut:

Dari 100 orang yang terpapar :

95 orang tidak menjadi sakit.

3 orang sembuh sendiri tanpa obat.

2 orang menjadi sakit, hal ini belum lagi memperhitungkan pengaruh pengobatan.

5. Cara masuk ke pejamu

6. Pejamu

3

Page 4: PENYAKIT KUSTA

Klasifikasi dan Gambaran Klinis 1

Ada 3 tanda kardinal. Kalau salah satunya ada, tanda tersebut sudah cukup untuk menetapkan

diagnosis penyakit kusta, yaitu :

Lesi kulit yang anestesi

Kelainan kulit / lesi dapat berbentuk bercak keputih-putihan ( hipopigmentasi ) atau

kemerah-merahan ( eritematous ) yang mati rasa ( anestesi )

Penebalan saraf perifer

Disertai dengan gangguan fungsi saraf. Gangguan fungsi saraf ini merupakan akibat dari

peradangan kronis saraf tepi ( neuritis perifer ).

Gangguan fungsi saraf ini dapat berupa :

o Gangguan fungsi sensoris : mati rasa

o Gangguan fungsi motoris : kelemahan otot ( parese ) atau kelumpuhan

( paralise )

o Gangguan fungsi otonom : kulit kering dan retak - retak

Ditemukan basil M. leprae ( bakteriologis positif )

Tabel 1 Zona spektrum kusta menurut macam klasifikasinya.1

KLASIFIKASI ZONE SPEKTRUM KUSTA

Ridley & Jopling TT BT BB BL LL

Madrid Tuberkuloid borderline Lepromatosa

W.H.O Pausibasiler Multibasiler

Puskesmas Pausibasiler Multibasiler

Klasifikasi untuk kepentingan program kusta /klasifikasi WHO (1981) dan modifikasi

WHO (1988)1

1. Pausibasilar (PB)

Hanya kusta tipe I, TT dan sebagian besar BT dengan BTA negatif menurut kriteria

Ridley dan Jopling atau tipe I dan T menurut klasifikasi Madrid.

2. Multibasilar (MB)

Termasuk kusta tipe LL, BL, BB dan sebagian BT menurut kriteria Ridley dan

Jopling atau B dan L menurut Madrid dan semua tipe kusta dengan BTA positif.

4

Page 5: PENYAKIT KUSTA

Tabel 2 Perbedaan tipe PB dan MB menurut klasifikasi WHO

PB MB

1. Lesi kulit (makula

yang datar, papul yang

meninggi,infiltrat, plak

eritem, nodus)

2. Kerusakan saraf

(menyebabkan

hilangnya

senasasi/kelemahan

otot yang dipersarafi

oleh saraf yang

terkena)

Ø 1-5 lesi

Ø Hipopigmentasi/eritema

Ø Distribusi tidak simetris

Ø Hilangnya sensasi yang

jelas

Ø Hanya satu cabang saraf

Ø > 5 lesi

Ø Distribusi lebih simetris

Ø Hilangnya sensasi kurang

jelas

Ø Banyak cabang saraf

Sumber :Buku Pedoman Nasional Pemberantasan Penyakit Kusta. Dit. Jen P2 dan PL. Jakarta

** Semua pasien dengan BTA positif, apapun klasifikasi klinisnya diobati dengan MDT-MB

Kekebalan selular (cell mediated immunity = CMI)/ SIS (Sistem Imunitas Seluler)

seseorang yang akan menentukan, apakah ia akan menderita kusta bila ia mendapat infeksi

M.leprae dan tipe kusta yang akan dideritanya dalam spektrum penyakit kusta. Makin tinggi SIS

seseorang maka gambaran klinis akan ke arah tuberculoid, jika SIS rendah maka gambaran klinis

akan semakin lepromatosa.

Tabel 3. Gambaran klinis tipe PB

KarakteristikTuberkuloid

(TT)

Borderline

tuberculoid

(BT)

Indeterminate

(I)

Lesi Makula dibatasi Makula

5

Page 6: PENYAKIT KUSTA

Tipe

Jumlah

Distribusi

Permukaan

Sensibilitas

BTA

Pada lesi kulit

Tes lepromin

Makula dibatasi

infiltrat

Satu atau

beberapa

Terlokalisasi &

asimetris

Kering, skuama

Hilang

Negatif

Positif kuat (3+)

infiltrat saja

Satu dengan lesi

satelit

Asimetris

Kering, skuama

Hilang

Negatif atau 1 +

Positif (2 +)

Satu atau

beberapa

Bervariasi

Dapat halus

agak berkilat

Agak

terganggu

Biasanya

negatif

Meragukan (1

+)

Sumber : Buku Pedoman Nasional Pemberantasan Penyakit Kusta. Dit. Jen P2 dan PL. Jakarta

Tabel 4. Gambaran klinis tipe MB

KarakteristikLepromatosa

(LL)

Borderline

lepromatosa (BL)

Mid-

borderline

(BB)

Lesi

Tipe

Jumlah

Distribusi

Makula, infiltrat

difus, papul, nodus

Banyak, distribusi

luas, praktis tidak

ada kulit sehat

simetris

Makula, plak,

papul

Banyak, tapi kulit

sehat masih ada

Plak, lesi

berbntuk

kubah, lesi

punched-out

Beberapa,

kulit sehat (+)

6

Page 7: PENYAKIT KUSTA

Permukaan

Sensibilitas

BTA

Pada lesi kulit

Pada

hembusan

hidung

Tes lepromin

Kering, skuama

Halus dan berkilap

Todak terganggu

Banyak (globi)

Banyak (globi)

Negative

Cenderung

simetris

Halus dan berkilap

Sedikit berkurang

Banyak

Biasanya tidak ada

Negatif

asimetris

sedikit

berkilap,

beberapa lesi

kering

berkurang

agak banyak

tidak ada

biasanya

negatif, dapat

juga (±)

Sumber: Buku Pedoman Nasional Pemberantasan Penyakit Kusta. Dit.Jen P2 dan PL. Jakarta

Gambaran klinis penyakit kusta pada seorang pasien mencerminkan tingkat kekebalan

selular pasien tersebut. Adapun klasifikasi yang banyak dipakai dalam bidang penelitian adalah

klasifikasi menurut Ridley dan Jopling yang mengelompokkan penyakit kusta menjadi 5 kelompok

berdasarkan gambaran klinis, bakteriologis, histopatologis dan imunologis. Sekarang klasifikasi ini

juga secara luas dipakai di klinik dan untuk pemberantasan. Adapun klasifikasinya adalah sebagai

berikut :

1. Tipe tuberkoloid (TT)

Lesi ini mengenai baik kulit maupun saraf. Lesi kulit bisa satu atau beberapa, dapat

berupa makula atau plakat, batas jelas dan pada bagian tengah dapat ditemukan lesi

yang regresi atau cemntral healing. Permukaan lesi dapat bersisik dengan tepi yang

meninggi bahkan dapat menyerupai gambaran psoriasis atau tinea sirsnata. Dapat

disertai penebalan saraf perifer yang biasanya teraba, kelemahan otot, dan sedikit

7

Page 8: PENYAKIT KUSTA

rasa gatal. Adanya infiltrasi tuberkuloid dan tidak adanya kuman merupakan tanda

terdapatnya respons imun pejamu yang adekuat terhadap kuman kusta.

2. Tipe borderline tubercoloid (BT)

Lesi pada tipe ini menyerupai tipe TT, yakni berupa makula atau plak yang sering

disertai lesi satelit di tepinya. Jumlah lesi dapat satu atau beberapa, tetapi gambaran

hipopigmentasi, kekeringan kulit atau skuama tidak sejelas tipe tuberkuloid. Adanya

gangguan saraf tidak seberat tipe tuberkuloid, dan biasanya asimetris. Lesi satelit

biasanya ada dan terletak dekat saraf perifer yang menebal.

3. Tipe mid borderline (BB)

Merupakan tipe yang paling tidak stabil dari semua tipe dalam spektrum penyakit

kusta. Disebut juga sebagai bentuk dimorfik dan bentuk ini jarang dijumpai. Lesi

dapat berbentuk makula infiltratif. Permukaan lesi dapat berkilap, batas lesi kurang

jelas dengan jumlah lesi yang melebihi tipe BT dan cenderung simetris. Lesi sangat

bervariasi, baik dalam ukuran, bentuk, ataupun distribusinya. Bisa didapatkan lesi

punched out yang merupakan ciri khas tipe ini.

4. Tipe borderline lepromatosa

Secara klasik lesi dimulai dengan makula. Awalnya hanya dalam jumlah sedikit dan

dengan cepat menyebar ke seluruh badan. Makula lebih jelas dan lebih bervariasi

bentuknya. Walaupun masih kecil, papul dan nodus lebih tegas dengan distribusi

lesi yang hampir simetris dan beberapa nodus tampaknya melekuk pada bagian

tengah. Lesi bagian tengah tampak normal dengan pinggir dalam infiltrat lebih jelas

dibandingkan dengan pinggir luarnya, dan beberapa plak tampak seperti punched

out. Tanda-tanda kerusakan saraf berupa hilangnya sensasi, hipipigmentasi,

berkurangnya keringat dan hilangnya rambut lebih cepat muncul dibandingkan

dengan tipe LL. Penebalan saraf dapat teraba pada tempat predileksi.

5. Tipe lepromatosa (LL)

Jumlah lesi sangat banyak, simetris, permukaan halus, lebih eritematosa, berkilap,

berbatas tidak tegas dan pada stadium dini tidak ditemukan anestesi dan anhidrosis.

Distribusi lesi khas, yakni di wajah mengenai dahi, pelipis, dagu, cuping telinga.

Sedang dibadan mengenai bagian badan yang dingin, lengan, punggung tangan, dan

permukaan ekstensor tungkai bawah. Pada stadium lanjut tampak penebalan kulit

yang progresif, cuping telinga menebal, garis muka menjadi kasar dan cekung

membentuk fasies leonina yang dapat disertai madarosis, iritis dan keratis. Lebih

lanjut lagi dapat terjadi deformitas pada hidung. Dapat dijumpai pembesaran

8

Page 9: PENYAKIT KUSTA

kelenjar limfe, orkitis yang selanjutnya dapat menjadi atrofi testis. Kerusakan saraf

yang luas menyebabkan gejala stocking dan glove anaesthesia. Bila penyakit ini

menjadi progresif, muncul makula dan papul baru, sedangkan lesi lama menjadi

plakat dan nodus. Pada stadium lanjut serabut-serabut saraf perifer mengalami

degenerasi hialin atau fibrosis yang menyebabkan anestesi dan pengecilan otot

tangan dan kaki.

Salah satu tipe penyakit kusta yang tidak termasuk dalam klasifikasi Ridley dan jopling,

tetapi diterima secara luas oleh para ahli kusta yaitu tipe indeterminate (I). lesi biasanya berupa

makula hipopigmentasi dengan sedikit sisik dan kulit di sekitarnya normal. Lokasi biasanya di

bagian ekstensor ekstremitas, bokong atau muka, kadang-kadang dapat ditemukan makula hipestesi

atau sedikit penebalan saraf. Diagnosis tipe ini hanya dapat ditegakkan, bila dengan pemeriksaan

histopatologik.1

Diagnosis

Pemeriksaan Fisik dan Penunjang

Inspeksi pasien dapat dilakukan dengan penerangan yang baik, lesi dan kerusakan kulit juga

harus diperhatikan.Palpasi dan pemeriksaan dapat dilakukan dengan alat-alat sederhana yaitu jarum

untuk nyeri, kapas untuk rasa raba dan dapat menggunakan 2 buahtabung reaksi jika masih belum

jelas. Perlu juga dilakukan pemeriksaan anhidrosis kulit dengan cara sederhana seperti Tes

Gunawan.1

Pemeriksaan Saraf Tepi

Untuk saraf perifer perlu diperhatikan pembersaran, konsistensi dan nyeri atau tidak. Hanya

beberapa saraf yang diperiksa yaitu N. Fasialis, N. Aurikularis magnus, N. Radialis, N. Ulnaris, N.

Medianus, N. Poplitea lateralis, N. Tibialis Posterior. Pada pemeriksaan, dibandingkan antara kiri

dan kanan. Pada tipe lepromatosus biasanya kelainan sarafnyabilateral dan menyeluruh sedangkan

tipe tuberkuloid terlokalisasi mengikuti tempat lesinya.

Cara pemeriksaan saraf tepi:

a. N. Auricularis magnus

9

Page 10: PENYAKIT KUSTA

Pasien menoleh ke samping semaksimal mungkin, maka saraf yang terlibat akan terdorong

oleh otot-oto di bawahnya sehingga sudah bisa terlihat pembesaran sarafnya. Dua jari

pemeriksaa diletakkan diatas persilangan jalannya saraf tersebut dengan arah otot. Bila ada

penebalan maka akan teraba jaringan seperti kabel atau kawat. Bandingkan kiri dan kanan.

b. N. Ulnaris

Tangan yng diperiksa harus santai, sedikit fleksi dan sebaiknya diletakkan di atas satu

tangan pemeriksa. Tangan pemeriksa meraba sulcus nervi ulnaris dan merasakan adakah

penebalan. Bandingkan kanan dan kiri.

c. N. Peroneus lateralis

Pasien duduk dengan kedua kaki menggantung, diraba di sebelah lateral dari capitulum

fibulae.

Tes Fungsi Saraf

a. Tes Sensoris

Gunakan kapas, jarum serta tabung reaksi brisi air hangat dan dingin.

Rasa Raba

Sepotong kapas yang dlancipkan ujungnya, disinggungkan ke kulit pasien. Kapas

disinggungkan kulit yang lesi dan yang sehat kemudian pasien disuruh menunjuk

kulit yang di singgung dengan mata terbuka. Jika hal ini telah dimengerti, tes

kembali dikukan tetapi dengan mata pasien tertutup.

Rasa Tajam

Diperiksa dengan jarum yang disentuhkan ke kulit pasien. Setelah disentuhkan

bagian tajamnya lalu disentuhkan bagian tumpulnya kemudian pasien diminta

menentukan tajam atau tumpul. Tes ini dilakukan seperti pemeriksaan rasa raba.

Rasa Suhu

Dilakuan dengan menggunakan dua buah tbung reaksi yangberisi air panas dan air

dingin. Lalu diminta pasien menetukan rasa dingin atau panas seperti cara

pemeriksaan sensasi lainnya.

b. Tes Otonom

Berdasarnkan adanya anguan berkeringat di makula anestesi pada penyakit kusta,

pemeriksaan lesi kulit dapat dilengkapi dengan tes anhidrosis yaitu:

1. Tes dengan tinta (Tes Gunawan)

2. Tes Pilokarpin

10

Page 11: PENYAKIT KUSTA

3. Tes Motoris (Voluntary Muscle Test) pada N. Ulnaris, N. Medianus, N. Radialis dan N.

Peroneus.

Pemeriksaan Bakteriologis

Pemeriksaan bakterioskopik dilakukan dengan menggunakan sediaan kerokan kulit atau

usapan mukosa hidung yang diwarnai secara ZIEHL NEELSON. Untuk riset dilakukan di 10

tempat dan untuk pemriksaan rutin dilakukan mengambilan dari 4-6 tempat/lesi yaitu kedua cuping

telinga bagibawah dan 2-4 lesi lain yang paling eritematos tau paling aktif. Cuping telinga dipilah

sebab didearah tersebut paling banyak terdapat M. Leprae.1

Kepadatan BTA pada suatu sediaan dinyatakan dengan IB (indeks bakteri) dengan nilai 0

sampai 6+ menurut Ridley sebagai berikut:

0 jika tidak ditemukan BTA dalam 100 LP

1+ jika ditemukan 1-10 BTA dalam 100 LP

2+ jika ditemukan 1-10 BTA dalam 10 LP

3+ jika ditemukan 1-10 BTA rata-rata dalam 1 LP

4+ jika ditemukan 11-100 BTA rata-rata dalam 1 LP

5+ jika ditemukan 101-1000 BTA rata-rata dalam 1 LP

6+ jika ditemukan >1000 BTA rata-rata dalam 1 LP

Indeks morfologi adalah persentase bentuk solid dibandingkan dengan jumlah solid dan non

solid.

IM =Jumlah Solid

X 100%Jumlah Solid + Jumlah Non Solid

Pemeriksaan Histopatologis

Pada tipe tuberkuloid didapatkan tubrkel dan kerusakan saraf yang lebih nyata tetapi tidak

ada basil atau basil non solid. Pada tipe lepromatosa terdapat kelim sunyi subepidermal

11

Page 12: PENYAKIT KUSTA

(subepidermal clear zone) yaitu suatu daerah langsung dibawah epidermis yang jaringannya tidak

patologik. Dapat dijumpai banyak sel Virchow.1

Pemeriksaan Serologis

Kegagalan pembiakan dan isolasi kuman mengabatkan diagnosis serologi meru[akan

alternatif yang paling diharapkan. Pemeriksaan serologik yang dapat digunakan adalah MLPA

(Mycobacterium Leprae Particle Aglutination), uji ELISA dan ML dipstick.1

Pemeriksaan Lepromin

Tes lepromin adalah tes non spesifik ntuk klasifikasi dan prognosis lepra tetapi tidak untuk

diagnosis. Tes ini hanya untuk menunjukkan sistem imun penderita terhadap M. Leprae. 0,1 ml

lepromin disuntikkan intradermal. Kemudian dibaca dalam 48 jam/2 hari (reaksi Fernandez) atau 3-

4 minggu (reaksi Mitsuda). Reaksi Fernandez positif bila terdapat indurasi dan eritema yang

menunjukkan kalau penderita bereaksi terhadap M. Leprae yaitu respon imun tipe lambat.1

Reaksi Mitsuda:

0 jika papul berdiameter 3 mm atau kurang

+1 jika papul berdiameter 4-6 mm

+2 jika papul berdiameter 7-10 mm

+3 jika berdiameter >10 mm atau papul dengan ulserasi.

Diagnosis Kusta

Penyakit kusta dapat menunjukkan gejala yang mirip dengan banyak penyakit lain.

Sebaliknya banyak penyakit lain dapat menunjukkan gejala yang mirip dengan penyakit kusta.

Oleh karena itu dibutuhkan kemampuan untuk mendiagnosis penyakit kusta secara tepat dan

membedakannya dengan berbagai penyakit yang lain agar tidak membuat kesalahan yang

12

Page 13: PENYAKIT KUSTA

merugikan pasien. Diagnosis penyakit kusta didasarkan pada penemuan tanda kardinal (tanda

utama), yaitu:

1. Bercak kulit yang mati rasa

Bercak hipopigmentasi atau eritematosa, mendatar (makula) atau meninggi (plak).

Mati rasa pada bercak bersifat total atau sebagian saja terhadap rasa raba, rasa suhu

dan rasa nyeri.

2. Penebalan saraf tepi

Dapat disertai rasa nyeri dan dapat juga disertai atau tanpa gangguan fungsi saraf

yang terkena, yaitu :

a.gangguan fungsi sensoris : mati rasa

b. gangguan fungsi motoris : paresis atau paralisis

c.gangguan fungsi otonom : kulit kering, retak, edema, pertumbuhan rambut

yang terganggu.

3. Ditemukannya kuman tahan asam

Bahan pemeriksaan adalah hapusan kulit cuping telinga dan lesi kulit pada bagian

yang aktif. Kadang-kadang bahan diperoleh dari biopsi kulit dan saraf.

Untuk menegakkan diagnosis penyakit kusta, paling sedikit harus ditemukan satu tanda

kardinal. Bila tidak atau belum dapat ditemukan, maka kita hanya dapat mengatakan tersangka

kusta dan pasien perlu diamati dan diperiksa ulang setelah 3-6 bulan sampai diagnosis kusta dapat

ditegakkan atau disingkirkan.

Reaksi Kusta

Reaksi kusta adalah interupsi dengan episode akut pada perjalanan penyakit yang

sebenarnya sangat kronik. Terbagi atas dua tipe yaitu:1

Reaksi reversal atau reaksi upgrading (reaksi tipe 1)

o Hipersensitivitas tipe lambat oleh karena peningkatan mendadak SIS yang faktor

pencetusnya belum diketahui.

Eritema Nodosum Leprosum (ENL) (reaksi tipe II)

o Karena pengobatan lama, banyakbasl yang mati dan hancur, berarti banyak

antigenyang dilepaskan dan bereaksi dengn antibodi serta mengaktifkan sistem

13

Page 14: PENYAKIT KUSTA

komplemen. Kompleks tersebut beredar dalam darah dan akhirnya melibatkan

banyak organ.

Tabel 5. Reaksi Kusta

No Gejala / tanda Reaksi tipe I Reaksi tipe II

1 Keadaan umum Umumnya baik, demam

ringan ( sub febris ) atau

tanpa demam

Ringan sampai berat

disertai kelemahan

umum dan demam tinggi

2 Peradangan di kulit Bercak kulit lama

menjadi lebih meradang (

merah ), dapat timbul

bercak baru

Timbul nodul

kemerahan, lunak dan

nyeri tekan. Biasanya

pada lengan dan tungkai.

Nodul dapat pecah

( ulserasi )

3 Saraf Sering terjadi, umumnya

berupa nyeri tekan saraf

dan / atau gangguan

fungsi saraf

Dapat terjadi

4 Peradangan pada

organ lain

Hampir tidak ada Terjadi pada mata,

kelenjar getah bening,

sendi, ginjal, testis, dan

lain - lain

5 Waktu timbulnya Biasanya segera setelah

pengobatan

Biasanya setelah

mendapatkan

pengobatan yang lama,

umumnya lebih dari 6

bulan

6 Tipe kusta Dapat terjadi pada kusta

tipe PB maupun MB

Hanya pada kusta tipe

MB

7 Faktor pencetus Emosi, kelelahan, dan stress fisik lain, kehamilan,

pasca persalinan, obat - obat yang meningkatkan

kekebalan tubuh, penyakit infeksi lainnya

14

Page 15: PENYAKIT KUSTA

Pengobatan Kusta

Tujuan utama program pemberantasan kusta adalah memutus rantai penularan untuk

menurunkan insiden penyakit, mengobati dan menyembuhkan penderita, dan mencegah timbulnya

cacat. Untuk mencapai tujuan itu sampai sekarang strategi pokok yang dilakukan masih

berdasarkan atas deteksi dini dan penobatan penderita, yang tampaknya masih merupakan dua hal

yang penting meskipun nantinya vaksin kusta yang efektif telah tersedia.

Pada tahun 1981 WHO merekomendasikan penggunaan Multi Drug Therapy (MDI), yaitu

pengobatan baku terhadap pasien dengan kusta multibasil dan pasien dengan kusta paucibasil.

Regimen ini diharapkan efektif, dapat digunakan secara luas dan diterima oleh semua pasien;

sampai saat ini telah diterima sebagai pengobatan standar untuk penyakit kusta.

Program MDT

Program MDT dimulai pada tahun 1981, yaitu ketika kelompok studi kemoterapi WHO

secara resmi mengeluarkan rekomendasi pengobatan kusta dengan rejimen kombinasi yang

selanjutnya dikenal sebagai rejimen MDT-WHO. Rejimen ini terdiri atas kombinasi obat-obat

dapson, rifampisin dan klofasimin. Selain untuk mengatasi resistensi dapson yang semakin

meningkat, penggunaan MDT dimaksudkan juga untuk mengurangi ketidaktaatan penderita dan

menurnkan angka putus-obat (drop out rate) yang cukup tinggi pada masa monoterapi dapson.

Disamping itu diharapkan juga MDT dapat mengeliminasi persistensi kuman kusta dalam jaringan.

Obat dalam rejimen MDT-WHO

a. Dapson (DDS, 4,4 diamino-difenil-sulfon). Obat ini bersifat tidak seperti pada kuman

lain, dapson bekerja sebagai antimetabolit PABA.

b. Rifampisin. Rifampisin merupakan obat yang paling ampuh saat ini untuk kusta, dan

bersifat bakterisidal kuat pada dosis lazim. Rifampisin bekerja menghambat enzim

polimerase RNA yang berikatan secara ireversibel.

15

Page 16: PENYAKIT KUSTA

c. Klofazimin. Obat ini merupakan turunan zat warna iminofenazin dan mempunyai efek

bakteriostatik setara dengan dapson. Bekerjanya diduga melalui gangguan

metabolisme radikal oksigen. Disamping itu obat ini juga mempunyai efek

antiinflamasi sehingga berguna untuk pengobatan reaksi kusta, kekurangan obat ini

adalah harganya mahal, serta menyebabkan pigmentasi kulit yang sering merupakan

masalah pada ketaatan berobat penderita.

d. Etinamid dan protionamid. Kedua obat ini merupakan obat tuberkulosis dan hanya

sedikit dipakai pada pengobatan kusta.

Selain penggunaan Dapson (DDS), pengobatan penderita kusta dapat menggunakan

Lamprine (B663), Rifampicin, Prednison, Sulfat Feros dan vitamin A (untuk menyehatkan kulit

yarlg bersisik).

Tabel 6 Obat Lepra

Tabel 7 Regimen pengobatan kusta dengan lesi tunggal (ROM) menurut WHO/DEPKES RI

Rifampicin Ofloxacin Minocyclin

Dewasa

(50-70 kg)

600 mg 400 mg 100 mg

Anak

(5-14 th)

300 mg 200 mg 50 mg

16

Page 17: PENYAKIT KUSTA

PB dengan lesi 2 – 5.Lama pengobatan 6 dosis ini bisa diselesaikan selama (6-9) bulan.

Setelah minum 6 dosis ini dinyatakan RFT (Release From Treatment) yaitu berhenti minum obat.

Tabel 8 Regimen MDT pada kusta Pausibasiler (PB)

Rifampicin Dapson

Dewasa 600 mg/bulan

Diminum di depan

petugas kesehatan

100 mg/hr diminum di

rumah

Anak-anak

(10-14 th)

450 mg/bulan

Diminum di depan

petugas kesehatan

50 mg/hari diminum di

rumah

Tabel 9 Regimen MDT pada kusta Multibasiler (MB)

Rifampicin Dapson Lamprene

Dewasa 600 mg/bulan

diminum di depan

petugas kesehatan

100 mg/hari diminum

di rumah

300 mg/bulan

diminum di depan

petugas kesehatan

dilanjutkan dgn 50

mg/hari diminum di

rumah

Anak-anak

(10-14 th)

450 mg/bulan

diminum di depan

petugas

50 mg/hari diminum

di rumah

150 mg/bulan

diminum di depan

petugas kesehatan

dilanjutkan dg 50 mg

selang sehari

diminum di rumah

17

Page 18: PENYAKIT KUSTA

MB (BB, BL, LL) dengan lesi > 5 .Lama pengobatan 12 dosis ini bisa diselesaikan selama

12-18 bulan. Setelah selesai minum 12 dosis obat ini, dinyatakan RFT/=Realease From Treatment

yaitu berhenti minum obat. Masa pengamatan setelah RFT dilakukan secara pasif untuk tipe PB

selama 2 tahun dan tipe MB selama 5 tahun.

Pengobatan Kusta dengan Penyulit

Jika MDT-WHO tidak dapat dilakkan karena suatu alasan, WHO mempunyai regiment untuk

situasi khusus, yaitu:

a. Jika tidak dapat diobati dengan rifampisin

Lama Pengobatan Obat Dosis

6 bulan pertama Klofazimin

Ofloksasin

Minosiklin

50 mg tiap hari

400 mg tiap hari

100 mg tiap hari

8 bulan berikutnya Klofazimin

Ofloksasin

atau

Minosiklin

50 mg tiap hari

400 mg tiap hari

100 mg tiap hari

b. Jika pasien MB menolak klofazimin

Diberikan ofloksasin 400 mg/hari selama 12 bulan atau minosiklin 100 mg/hari slama 12

bulan. Alternatif lain adalah rifampisin 600 mg/bulan selama 24 bulan, ofloksasin 400

mg.bulan selama 24 bula dan minosiklin 10 mg/bulan selama 24 bulan.

c. Jika pasien tidak dapat diobat dengan DDS

Diberikan regimen pengganti selama 6 bulan:

Rifampisin Klofamizin

Dewasa 600 mg/bulan 50 mg/hari dan 300

mg/bulan

Anak-anak 450 mg/bulan 50 mg/hari dan 150

mg/bulan

18

Page 19: PENYAKIT KUSTA

Pengobatan ENL

ENL diobati dengan tablet kotikosteroid. Pilihn yang sering digunakan ialah prednison

dengan dosis 15-30 mg/hari lalu diturunkan bertahap.

Dapat juga menggunakan kofazimin 200-300 mg/hari naun khasiatnya lebih lambat dari

pada kortikosteroid.

Pengobatan Reversal

Hanya diobati jika menyebabkan neuritis akut. Obat yang digunakan biasanya

kortikosteroid dengan pilihan prednison dengan dosis 40-60 mg/hari lalu diturunkan bertahap.

Dapat di berikan analgesik dan sedatif.

Komplikasi

Lepra merupakan penyebab kecacatan tangan yang paling sering. Trauma dan infeksi

kronik sekunder dapat menyebabkan hilangnya jari ataupun ekstremitas bagian distal. Juga sering

terjadi kebutaan. Fenomena Lucio yang ditandai dengan artritis, terbatas pada pasien lepromatosus

difus, infiltratif dan non noduler. Kasus yang lainnya adalah vaskulitis nekrotikus dan

menyebabkan tingginya mortalitas.

Rehabilitasi Medik

Diperlukan pencegahan cacat sejak dini dengan disertai pengelolaan yang baik dan benar.

Untuk itulah diperlukan pengetahuan rehabilitasi medik secara terpadu, mulai dari pengobatan,

psikoterapi, fisioterapi, perawatan luka, bedah rekonstruksi dan bedah septik, pemberian alas kaki,

protese atau alat bantu lainnya, serta terapi okupasi. Penting pula diperhatikan rehabilitasi

selanjutnya, yaitu rehabilitasi sosial (rehabilitasi nonmedis), agar mantan pasien kusta dapat siap

kembali ke masyarakat, kembali berkarya membangun negara, dan tidak menjadi beban

pemerintah. Kegiatan terpadu pengelolaan pasien kusta dilakukan sejak diagnosis ditegakkan.

Rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial merupakan satu kesatuan kegiatan yang dikenal sebagai

rehabilitasi paripurna. Macam rehabilitasi melalui pendekatan paripurna mencakup:

1. Rehabilitasi bidang medis:

19

Page 20: PENYAKIT KUSTA

a. Perawatan yang dikerjakan bersamaan dengan program Pencegahan Cacat (POD),

Kelompok Perawatan Diri (KPD) atau Self Care Group.

b. Rehabilitasi fisik dan mental yang dikerjakan melalui berbagai tindakan pelayanan

medis dan konseling medik (Soewono, 1997).

2. Rehabilitasi bidang sosial-ekonomi

Rehabilitasi sosial ditujukan untuk mengurangi masalah psikologis dan stigma sosial agar

PCK (Penderita Cacat Kusta) dapat berintegrasi sosial meliputi: konseling, advokasi,

penyuluhan dan pendidikan. Sedangkan rehabilitasi ekonomi ditujukan untuk perbaikan

ekonomi dan kualitas hidup meliputi: meliputi keterampilan kerja (vocational training),

fasilitas kredit kecil untuk usaha sendiri, modal bergulir, modal usaha, dll (Soewono, 1997).

Perawatan terhadap reaksi lepra mempunyai 4 tujuan, yaitu :

1. Mencegah kerusakan saraf, sehingga terhindar pula dari gangguan sensorik, paralisis,

dan kontraktur.

2. Hentikan kerusakan mata untuk mencegah kebutaan.

3. Kontrol nyeri.

4. Pengobatan untuk mematikan basil lepra dan mencegah perburukan keadaan penyakit.

Bila kasus dini, upaya rehabilitasi medis lebih bersifat pencegahan kecacatan. Bila kasus

lanjut, upaya rehabilitasi difokuskan pada pencegahan handicap dan mempertahankan

kemampuan fungsi yang tersisa. Beberapa hal yang harus dilakukan oleh pasien adalah :

a. Pemeliharaan kulit harian

b. Proteksi tangan dan kaki

c. Latihan fisioterapi

Tujuan latihan adalah cegah kontraktur, Peninkatan fungsi gerak, Peningkatan

kekuatan otot, Peningkatan daya tahan (endurance)

Tabel 10. Klasifikasi Cacat

Cacat pada tangan dan kaki

Tingkat 0 Tidak ada gangguan sensibilitas, tidak ada kerusakan atau deformitas yang

20

Page 21: PENYAKIT KUSTA

terlihat

Tingkat 1 Ada gangguan sensibilitas, tanpa kerusakan atau deformitas yang terlihat

Tingkat 2 Terdapat kerusakan atau deformitas

Cacat pada mata

Tingkat 0 Tidak ada gangguan pada mata akibat kusta, tidak ada gangguan penglihatan

Tingkat 1 Ada gangguan pada mata akibat kusta, tidak ada gangguan yang berat pada

penglihatan. Visus 6/60 atau lebih baik (dapat menghitung jari pada jarak 6

meter)

Tingkat 2 Gangguan penglihatan berat (visus kurang dari 6/60, tidak dapat menghitung

jari pada 6 meter)

Catatan: kerusakan atau deformitas pada tangan dan kaki termasuk ulserasi, absorbsi, mutilasi,

kontraktur, sedangkan pada mata termasuk anestesi kornea, iridosiklitis, dan lagoftalmus.

DAFTAR PUSTAKA

1. Kosasih A, Wisnu I.M, Daili E.S, Menaldi S.L, Kusta. Kusta. Dalam: Djuanda, Adhi dkk.

(ed.). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi 5 Cetakan ketiga. Jakarta: Balai Penerbit

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2008; 73-88.

21

Page 22: PENYAKIT KUSTA

2. Kementrian kesehatan RI Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit. Pedoman Nasional

Program Pengendalian Penyakit Kusta. Jakarta: Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit.

2012

3. Zulkifli, Penyakit Kusta dan Masalah Yang Ditimbulkannya, available from

http://www.library.usu.ac.id . Accesed January 7th 2014

4. Hiswani. Kusta Salah Satu Penyakit Menular yang Masih di Jumpai di Indonesia. Available at:

http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-hiswani2.pdf. Accesed January 7th 2014

5. Lewis, S, Leprosy. Update Feb 4, 2010. Available at:

http://emedicine.medscape.com/article/1104977-overview . Accesed January 7th 2014

22