Penyakit Crohn Defini si : Penyakit Crohn (Enteritis Regionalis, Ileitis Granulomatosa, Ileokolitis) adalah peradangan menahun pada dinding usus. Penyakit ini mengenai seluruh ketebalan dinding usus. Kebanyakan terjadi pada bagian terendah dari usus halus (ileum) dan usus besar, namun dapat terjadi pada bagian manapun dari saluran pencernaan, mulai dari mulut sampai anus, dan bahkan kulit sekitar anus. Etiologi : Penyebab penyakit Crohn tidak diketahui. Penelitian memusatkan perhatian pada tiga kemungkinan penyebabnya, yaitu: - Kelainan fungsi sistim pertahanan tubuh - Infeksi - Makanan. Tanda dan gejala : Gejala awal yang paling sering ditemukan adalah diare menahun, nyeri kram perut, demam, nafsu makan berkurang dan penurunan berat badan. Pada pemeriksaan fisik ditemukan benjolan atau rasa penuh pada perut bagian bawah, lebih sering di sisi kanan. Komplikasi yang sering terjadi dari peradangan ini adalah penyumbatan usus, saluran penghubung yang abnormal (fistula) dan kantong berisi nanah (abses). Fistula bisa menghubungkan dua bagian usus yang berbeda. Fistula juga bisa menghubungkan usus dengan kandung kemih atau usus dengan permukaan kulit, terutama kulit di sekitar anus. Adanya lobang pada usus halus (perforasi usus halus) merupakan komplikasi yang jarang terjadi. Jika mengenai usus besar, sering terjadi perdarahan rektum. Setelah beberapa tahun, resiko menderita kanker usus besar meningkat. Sekitar sepertiga penderita penyakit Crohn memiliki masalah di
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Penyakit Crohn
Defini si :Penyakit Crohn (Enteritis Regionalis, Ileitis Granulomatosa, Ileokolitis) adalah peradangan menahun pada dinding usus. Penyakit ini mengenai seluruh ketebalan dinding usus. Kebanyakan terjadi pada bagian terendah dari usus halus (ileum) dan usus besar, namun dapat terjadi pada bagian manapun dari saluran pencernaan, mulai dari mulut sampai anus, dan bahkan kulit sekitar anus.
Etiologi :Penyebab penyakit Crohn tidak diketahui. Penelitian memusatkan perhatian pada tiga kemungkinan penyebabnya, yaitu: - Kelainan fungsi sistim pertahanan tubuh - Infeksi - Makanan.
Tanda dan gejala :Gejala awal yang paling sering ditemukan adalah diare menahun, nyeri kram perut, demam, nafsu makan berkurang dan penurunan berat badan.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan benjolan atau rasa penuh pada perut bagian bawah, lebih sering di sisi kanan.
Komplikasi yang sering terjadi dari peradangan ini adalah penyumbatan usus, saluran penghubung yang abnormal (fistula) dan kantong berisi nanah (abses). Fistula bisa menghubungkan dua bagian usus yang berbeda. Fistula juga bisa menghubungkan usus dengan kandung kemih atau usus dengan permukaan kulit, terutama kulit di sekitar anus.
Adanya lobang pada usus halus (perforasi usus halus) merupakan komplikasi yang jarang terjadi. Jika mengenai usus besar, sering terjadi perdarahan rektum. Setelah beberapa tahun, resiko menderita kanker usus besar meningkat.
Sekitar sepertiga penderita penyakit Crohn memiliki masalah di sekitar anus, terutama fistula dan lecet (fissura) pada lapisan selaput lendir anus.
Penyalit Crohn dihubungkan dengan kelainan tertentu pada bagian tubuh lainnya, seperti batu empedu, kelainan penyerapan zat gizi dan penumpukan amiloid (amiloidosis).
Bila penyakit Crohn menyebabkan timbulnya gejala-gejala saluran pencernaan, penderita juga bisa mengalami : - peradangan sendi (artritis) - peradangan bagian mata (uveitis) - lesi pada kulit
Pada anak-anak, gejala-gejala saluran pencernaan seperti sakit perut dan diare sering bukan merupakan gejala utama dan bisa tidak muncul sama sekali. Gejala utamanya mungkin berupa peradangan sendi, demam, anemia atau pertumbuhan yang lambat.
Pola umum dari penyakit CrohnGejala-gejala penyakit Crohn pada setiap penderitanya berbeda, tetapi ada 4 pola yang umum terjadi, yaitu :
1. Peradangan : nyeri dan nyeri tekan di perut bawah sebelah kanan2. Penyumbatan usus akut yang berulang, yang menyebabkan kejang dan nyeri hebat di
dinding usus, pembengkakan perut, sembelit dan muntah-muntah3. Peradangan dan penyumbatan usus parsial menahun, yang menyebabkan kurang gizi dan
kelemahan menahun4. Pembentukan saluran abnormal (fistula) dan kantung infeksi berisi nanah (abses), yang
sering menyebabkan demam, adanya massa dalam perut yang terasa nyeri dan penurunan berat badan.
Diagnos is :Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya kram perut yang terasa nyeri dan diare berulang, terutama pada penderita yang juga memiliki peradangan pada sendi, mata dan kulit.
Tidak ada pemeriksaan khusus untuk mendeteksi penyakit Crohn, namun pemeriksaan darah bisa menunjukan adanya: - anemia - peningkatan abnormal dari jumlah sel darah putih - kadar albumin yang rendah - tanda-tanda peradangan lainnya.
Barium enema bisa menunjukkan gambaran yang khas untuk penyakit Crohn pada usus besar.
Jika masih belum pasti, bisa dilakukan pemeriksaan kolonoskopi (pemeriksaan usus besar) dan biopsi untuk memperkuat diagnosis (terdapat jaringan granulomatosa.
CT scan bisa memperlihatkan perubahan di dinding usus dan menemukan adanya abses, namun tidak digunakan secara rutin sebagai pemeriksaan diagnostik awal.
PENGOBATANPengobatan ditujukan untuk membantu mengurangi peradangan dan meringankan gejalanya.
Kram dan diare bisa diatasi dengan obat-obat antikolinergik, difenoksilat, loperamide, opium yang dilarutkan dalam alkohol dan codein. Obat-obat ini diberikan per-oral (melalui mulut) dan sebaiknya diminum sebelum makan.
Untuk membantu mencegah iritasi anus, diberikan metilselulosa atau preparat psillium, yang
akan melunakkan tinja.
Sering diberikan antibiotik berspektrum luas. Antibiotik metronidazole bisa membantu mengurangi gejala penyakit Crohn, terutama jika mengenai usus besar atau menyebabkan terjadinya abses dan fistula sekitar anus. Penggunaan metronidazole jangka panjang dapat merusak saraf, menyebabkan perasaan tertusuk jarum pada lengan dan tungkai. Efek samping ini biasanya menghilang ketika obatnya dihentikan, tapi penyakit Crohn sering kambuh kembali setelah obat ini dihentikan.
Sulfasalazine obat lainnya dapat menekan peradangan ringan, terutama pada usus besar. Tetapi obat-obat ini kurang efektif pada penyakit Crohn yang kambuh secara tiba-tiba dan berat.
Kortikosteroid (misalnya prednisone), bisa menurunkan demam dan mengurangi diare, menyembuhkan sakit perut dan memperbaiki nafsu makan dan menimbulkan perasaan enak. Tetapi penggunaan kortikosteroid jangka panjang memiliki efek samping yang serius. Biasanya dosis tinggi dipakai untuk menyembuhkan peradangan berat dan gejalanya, kemudian dosisnya diturunkan dan obatnya dihentikan sesegera mungkin.
Obat-obatan seperti azatioprin dan mercaptopurine, yang merubah kerja dari sistim kekebalan tubuh, efektif untuk penyakit Crohn yang tidak memberikan respon terhadap obat-obatan lain dan terutama digunakan untuk mempertahankan waktu remisi (bebas gejala) yang panjang. Obat ini mengubah keadaan penderita secara keseluruhan, menurunkan kebutuhan akan kortikosteroid dan sering menyembuhkan fistula.Tetapi obat ini sering tidak memberikan keuntungan selama 3-6 bulan dan bisa menyebabkan efek samping yang serius. Oleh karena itu, diperlukan pengawasan yang ketat terhadap kemungkinan terjadinya alergi, peradangan pankreas (pankreatitis) dan penurunan jumlah sel darah putih.
Formula diet yang ketat, dimana masing-masing komponen gizinya diukur dengan tepat, bisa memperbaiki penyumbatan usus atau fistula, minimal untuk waktu yang singkat dan juga dapat membantu pertumbuhan anak-anak. Diet ini bisa dicoba sebelum pembedahan atau bersamaan dengan pembedahan. Kadang-kadang zat makanan diberikan melalui infus, untuk mengkompensasi penyerapan yang buruk, yang sering terjadi pada penyakit Crohn.
Bila usus tersumbat atau bila abses atau fistula tidak menyembuh, mungkin dibutuhkan pembedahan. Pembedahan untuk mengangkat bagian usus yang terkena dapat meringankan gejala namun tidak menyembuhkan penyakitnya.
Peradangan cenderung kambuh di daerah sambungan usus yang tertinggal. Pada hampir 50% kasus, diperlukan pembedahan kedua. Karena itu, pembedahan dilakukan hanya bila timbul komplikasi atau terjadi kegagalan terapi dengan obat.
PROGNOSIS
Beberapa penderita sembuh total setelah suatu serangan yang mengenai usus halus. Tetapi penyakit Crohn biasanya muncul lagi dengan selang waktu tidak teratur sepanjang hidup penderita. Kekambuhan ini bisa bersifat ringan atau berat, bisa sebentar atau lama. Mengapa gejalanya datang dan pergi dan apa yang memicu episode baru atau yang menentukan keganasannya tidak diketahui. Peradangan cenderung berulang pada daerah usus yang sama, namun bisa menyebar pada daerah lain setelah daerah yang pernah terkena diangkat melalui pembedahan.
Penyakit Crohn biasanya tidak berakibat fatal. Tetapi beberapa penderita meninggal karena kanker saluran pencernaan yang timbul pada penyakit Crohn yang menahun.
FAKULTAS KEDOKTERAN
2006
BAB I
PENDAHULUAN
Inflammatory bowel disease (IBD) merupakan istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan 2
jenis kelainan idiopatik yang berkaitan dengan inflamasi traktus gastrointestinal , yaitu Penyakit
Crohn dan Kolitis Ulserativa. Kedua kelainan tersebut harus dibedakan dengan kelainan yang
mirip seperti infeksi, alergi dan keganasan. Karena IBD sering berhubungan dengan gejala klinis
ekstraintestinal yang beragam dan mencakup berbagai organ seperti kulit, muskuloskeletal,
hepato-bilier, mata, ginjal hematokrit dan gangguan tumbuh kembang, maka klinisi harus
memperhatikan kelainan tersebut sebagai bagian dari gejala klinis IBD.
Penyakit Crohn pertama kali dikenal oleh Crohn, Ginzburg, dan Oppenheimer pada tahun 1932
sebagai ileitis regional. Saat ini, penyakit Crohn diketahui sebagai suatu proses inflamasi kronis
transmural yang melibatkan traktus gastrointestinal dari mulut sampai rektum.
Wilks dan Moxon telah lebih dari satu abad mengenal Kolitis Ulserativa sebagai proses inflamasi
idiopatik yang bersifat kronis dan hilang timbul serta terbatas pada mukosa kolon dan rektum.
Proses inflamasi yang terjadi pada Kolitis Ulserativa relatif homogen pada mukosa yang dimulai
pada rektum dan melibatkan kolon kearah proksimal.
Penyakit Crohn dan Kolitis Ulserativa merupakan 2 kelainan yang berbeda, akan tetapi memiliki
banyak kesamaan gejala klinis dan histopatologi. Penyakit Crohn dan Kolitis Ulserativa telah
dikenal selama satu setengah abad namun proses inflamasi kronis yang terjadi menimbulkan
kerusakan usus dan sampai saat ini masih merupakan suatu misteri.
Pada referat ini akan dibahas mengenai etiologi, patologi, epidemiologi, gejala klinis,
komplikasi, diagnosis, diagnosis banding, penatalaksanaan dan prognosis Penyakit Crohn dan
Kolitis Ulserativa.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
ETIOLOGI
Sampai saat ini etiologi Penyakit Crohn dan Kolitis Ulserativa belum jelas. Namun diduga
penyakit ini disebabkan oleh. multifaktor, yang meliputi genetik, pengaruh lingkungan, integritas
mukosa, dan faktor imunologis Beberapa faktor pencetus seperti infeksi, toksin dapat memicu
proses inflamasi dan akan menyebabkan disregulasi respon imunologi mukosa traktus
gastrointestinal pada individu yang rentan.
PATOGENESIS
Beberapa faktor predisposisi terjadinya IBD adalah:
A. Faktor Genetik
Penderita IBD mempunyai faktor predisposisi genetik. Penelitian epidemiologi menunjukkan
bahwa 25% penderita IBD memiliki riwayat keluarga dengan IBD. (penulis lain 10-25%). Pada
kembar monozigot peluang untuk Penyakit Crohn sekitar 42%-58% dan peluang untuk Kolitis
Ulserativa sekitar 6%-17%.
Sampai saat ini telah ditemukan beberapa kelainan kromosom yang berhubungan dengan
Penyakit Crohn dan Kolitis Ulserativa atau keduanya. Kromosom 16 (gen IBDI) atau gen
CARD15 berhubungan dengan Penyakit Crohn. Perinuclear antinetrophil
antibody (pANCA) ditemukan pada 70% penderita Kolitis Ulserativa. Kromosom 5 (5q31), 6
(6p21 dan 19p) sering ditemukan pada penderita IBD.
B. Faktor Lingkungan
Beberapa agen infeksius diduga sebagai penyebab IBD. Akan tetapi, isolasi agen infeksius dari
jaringan IBD tidak dapat membuktikan hubungan antara agen infeksius sebagai etiologi IBD
karena pada IBD sering disertai koloni bakteri oportunistik pada mukosa yang mengalami
inflamasi. Selain itu pemberian antibiotika tidak mempengaruhi perjalanan penyakit IBD.
Sampai ini belum ada data mengenai transmisi secara epidemik agen infeksius pada IBD.
Faktor lingkungan lain yang diduga pencetus IBD adalah stres psikososial, faktor makanan,
seperti pajanan susu sapi atau food additives, asupan serat kurang dan zat toksin lingkungan.
C. Faktor Imunologi
Kelainan respon kekebalan telah diduga mempunyai peranan dalam patogenesis IBD. Pada IBD,
setelah pajanan primer oleh antigen, sistem kekebalan akan mengalami kelainan regulasi yang
bersifat menetap dan bertindak sebagai lingkaran setan yang mengakibatkan proses inflamasi.
Sel T helper/CD4+ mempunyai peran penting dalam kelainan regulasi sistem kekebalan pada
IBD. Sel Th1 menghasilkan interleukin (IL)-2,interferon (INF)-g, dan tumor necrosis
factor (TNF)-a yang merangsang reaksi hipersensitifitas tipe lambat. Sel Th1 dan sitokin yang
dihasilkan akan merangsang aktivasi makrofag dan pembentukan granuloma, merupakan
gambaran histologi yang sering ditemukan pada Penyakit Crohn.. Sebaliknya, sel Th2
menghasilkan sitokin seperti IL-4. IL-5, Il-6 dan Il-10, akan merangsang antibody-mediated
immune respons. Hal ini akan mengakibatkan kerusakan jaringan oleh aktivasi antibodi dan
komplemen lebih sering ditemukan pada Kolitis Ulserativa.
Beberapa penelitian telah membuktikan kelainan autoimun dengan adanya antibodi,immune-
complex complement atau aktifitas limfosit terhadap mukosa kolon, namun semua fenomena ini
tidak berlangsung secara konsisten dan tidak berhubungan dengan perjalanan penyakit. Selain
itu, adanya kerusakan sel mukosa tanpa disertai adanya agen eksogen spesifik, dan respon
terhadap pemberian kortikosteroid dan obat imunosupresif mendukung kemungkinan mekanisme
kelainan kekebalan. Pada Kolitis Ulserativa ternyata berhubungan dengan prevalens atopi
keluarga, dan umumnya disertai dengan kelainan ekstraintestinal seperti eritema nodusum,
artritis, dan uveitis. Akan tetapi, sampai saat ini masih belum dapat dibuktikan apakah kelainan
kekebalan tersebut mempunyai peranan primer atau sekunder pada patogenesis IBD. Diduga,
kelainan kekebalan poligenik, yang menjelaskan manifestasi klinis yang beragam pada IBD.
Sistem kekebalan humoral lokal saluran gastrointestinal pada IBD diduga mempunyai kelainan.
Pada periode neonatus, defisiensi immunoglobulin A (IgA) sekretori atau fungsi barier mukosa
yang imatur akan menyebabkan meningkatnya permeabilitas terhadap protein-protein di lumen
usus yang bersifat antigenik, sehingga terjadi peningkatan pajanan terhadap makromolekul dan
sensitasi sistem kekebalan saluran pencernaan terhadap antigen, bakteri atau alergen makanan
dan perubahan sekresi dan komposisi mukus. Pendapat lain mengatakan bahwa local gut
associated lymphoid tissue mengalami sensitasi terhadap antigen, kemudian membentuk
tahapan/dasar yang kemudian hari teraktivasi oleh pajanan cross-reacting antigents melalui
respon imunantibody-dependent cell-mediated.
D. Integritas Epitel
Kelainan barier epitel mukosa akan menyebabkan peningkatan pajanan antigen terhadap sistem
kekebalan traktus gastrointestinal diduga sebagai faktor inisial pada IBD. Pada Penyakit Crohn
dijumpai adanya gangguan integritas mukosa yang menyebabkan meningkatnya permeabilitas
terhadap protein-protein dilumen usus yang bersifat antigenik, sehingga terjadi perubahan
sekresi dan komposisi mukus. Hal ini ditunjukkan oleh peningkatan antibodi spesifik terhadap
protein susu sapi, produk-produk bakteri enterik, dan protein luminal pada penderita Penyakit
Crohn.
PATOLOGI
Inflamasi pada Penyakit Crohn ditandai dengan karakteristik area inflamasi diskret, ulserasi
fokal, aphtae, atau striktur disertai area mukosa yang normal (skip area). Jika mengenai kolon,
sering mengenai kolon ascendens dan jika mengenai daerah anal sering timbul skin tags, fisura
anal, abses serta fistula dan terjadi pada 25% penderita Penyakit Crohn.
Pada Penyakit Crohn terjadi proses inflamasi transmural yang dapat meluas keseluruh lapisan
dinding traktus gastrointestinal dan menyebabkan fibrosis, adhesistriktur, dan fistula. Perubahan
pada mukosa traktus gastrointestinal berupa kriptitis, dan/atau distorsi striktur kripta. Granuloma
nonkaseosus pada lamina propria atau submukosa dapat ditemukan pada lebih dari 50%
penderita. Ditemukannya fibrosis dan proliferasi histiosit di submukosa spesifik untuk Penyakit
Crohn, walaupun perubahan mukosa tersebut dapat terjadi pada penyakit inflamasi usus yang
lain.
Pada Kolitis Ulserativa, proses inflamasi terbatas pada lapisan mukosa rektum dan kolon.
Inflamasi terbatas pada mukosa dan dan secara kontinyu sepanjang kolon dengan berbagai
macam derajat ulserasi, perdarahan, edema, dan regenerasi epitel. Selain itu pada Kolitis
Ulserativa, terjadi kriptitis, abses kripta, dan terjadi distorsi kripta serta hilangnya sel goblet.
Kelainan pada rektum hampir terjadi pada seluruh penderita Kolitis Ulserativa. Inflamsai
dapat terjadi sampai daerah sekum dan mungkin terjadi pada ileum terminal (backwash ileitis).
Pada Kolitis Ulserativa yang berat, setelah epitel mukosa dihancurkan, proses inflamasi
melibatkan daerah submukosa selanjutnya ke bawah menuju daerah muskularis daerah yang
terlibat akan membentuk jaringan pulau-pulau yang dinamakan Pseudopolyps. Penebalan dan
fibrosis dari dinding usus besar sangat jarang terjadi, namun dapat terjadi pemendekan kolon dan
striktur fokal dikolon pada penyakit yang berlangsung lama. Tidak terjadi pembentukan
granuloma dan fibrosis.
Gambar. Inflammatory Bowel Disease
EPIDEMIOLOGI.
Insidens IBD lebih tinggi dinegara maju dibanding negara berkembang. Di Amerika Serikat
diperkirakan 3,5 kasus baru Penyakit Crohn setiap 100.000 populasi/tahun dan 2,3 kasus baru
Kolitis Ulserativa pada kelompok usia 10-19 tahun. Secara umum, prevalens IBD hampir sama
angka kejadiannya pada laki-laki dan perempuan, lebih banyak diderita oleh ras berkulit putih,
didaerah urban, dan terutama bangsa Yahudi, akan tetapi laki-laki mempunyai insidens 20%
lebih tinggi pada Penyakit Crohn.
Puncak onset usia IBD bersifat bimodal, dan kasus paling sering terjadi pada usia dekade ke-2
dan ke-3. Pada anak, Penyakit Crohn biasanya dijumpai saat usia 10-16 tahun, dan sekitar 25%
kasus baru di populasi berusia <20>
Pada populasi anak, penelitian epidemiologi pospektif dan retrospektif telah dilakukan di
beberapa negara dalam 10 tahun terakhir. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa insidens
Penyakit Crohn 0,2-5,9 per 100.000 anak/tahun, dan insidens Kolitis Ulserativa 0,5-3,2 per
100.000 anak/tahun.
GEJALA KLINIS
Gejala klinis IBD pada anak berbeda dibanding dewasa. Pada anak, gejala klinis yang sering
dikeluhkan adalah nyeri perut. Selain itu beberapa gejala klinis gastrointestinal yang sering
ditemukan adalah diare, perdarahan rektum, massa abdomen dan kelainan perianal. Onset klinis
IBD dapat terjadi perlahan (insidious), dengan gejala klinis tidak spesifik gastrointestinal atau
gejala ekstraintestinal seperti gagal tumbuh. Hal ini sering menyebabkan terlambat diagnosis
atau diagnosis yang tidak tepat. Gagal tumbuh terjadi pada 10-40% penderita IBD. Gambaran
klinis IBD pada anak tegantung dari lokasi dan luasnsya proses inflamasi traktus gastrointestinal,
gejala klinis ekstrainterstinal, dan akibat penyakit pada tumbuh kembang harus dipertimbangkan
dalam evaluasi diagnosis. Gambaran gejala klinis IBD pada anak dan dewasa seperti tabel
dibawah ini.Gejala Klinis Kolitis Ulserativa Penyakit Crohn
Anak Dewasa Anak DewasaNyeri perutDiarePerdarahan RektumPenurunan berat BadanDemamGagal tumbuhArtritis
71%67%52%39%12%6%16%
33-53%37-80%80-90%43%27%-13%
62-95%66-77%80-92%22-83%14-60%30-33%15-25%
60%60-100%20%34%26-51%-4-7%
Tabel Gambaran klinis IBD
Pada Penyakit Crohn diare, nyeri perut (sering dirasakan setelah makan), kram periumbilikal,
demam, dan penurunan berat badan adalah gejala klinis yang paling umum dan menandakan
adanya inflamasi di usus halus. Perdarahan rektum terjadi jika mengenai kolon. Gejala klinis
ekstraintestinal atau gagal tumbuh mungkin sebagai gejala awal dari Penyakit Crohn.
Diare yang terjadi terutama disebabkan oleh malabsorbsi akibat inflamasi pada mukosa,
obstruksi parsial yang menyebabkan stasis dan pertumbuhan berlebih dari bakteri, atau dengan
adanya fistula enteroenteral atau enterokolika. Diduga prevalens malabsorbsi pada anak dengan
penyakit Crohn sekitar 17% terhadap laktosa, 29% terhadap lemak, 70% terhadap protein. Diare
berdarah yang menandakan keterlibatan kolon, biasanya disertai nyeri perut dan urgensi untuk
defekasi karena terjadi peningkatan kecepatantransit di kolon dan distensi dari bagian kolon yang
mengalami inflamasi.
Pada umumnya gejala klinis Kolitis Ulserativa berupa diare, peradarahan rektum, nyeri perut,
tenesmus ani dan tinja berdarah yang terjadi secara perlahan (insidious) tanpa disertai gejala
sistemik, berat badan turun, atau hipoalbuminemia. Sekitar 30% anak dengan gejala sistemik dan
disertai diare berdarah, kram, urgensi anoreksi, penurunan berat badan dan demam. Sebagian
dari anak dengan derajat berat akan mengalami kolektomi karena tidak berespon terhadap terapi
medikamentosa.
Gejala ekstraintestinal pada IBD terjadi pada 25-35% penderita. Gejala Klinis ekstraintestinal
yang sering terjadi berupa:Tempat ManifestasiKulit Eritema nodusum, pioderma gangrenosum
Gejala ekstraintestinal tersebut terbagi menjadi 4 kelompok:
· Kelompok 1 : Secara langsung berhubungan dengan aktivitas kelainan traktus
gastrointestinal, biasanya respon pada terapi kelainan gastrointestinal (seperti demam dan
anemia)
· Kelompok 2 : Tidak berhubungan dengan aktivitas kelainan traktus gastrointestinal
(seperti sclerosis cholangitis)
· Kelompok 3 : Akibat dari kelainan traktus gastrointestinal (seperti obstruksi uretra)
· Kelompok 4 : Timbul akibat dari terapi (seperti drug-induced pancreatitis)
Terdapat 2 bentuk artritis yang terjadi pada IBD. Yang pertama adalah,peripheral
form (10% penderita) umumnya mengenai sendi besar (lutut, pergelangan kaki, pergelangan
tangan, sendi siku) dan biasanya berhubungan dengan inflamasi kolon yang aktif. Yang kedua,
adalah bentuk aksial berupa ankylosing spondilitis atau sakroilitis. Bentuk aksial jarang terjadi
pada anak.
Gambaran ekstraintestinal yang dapat timbul sebagai gejala awal dan petunjuk pada
Penyakit Crohn adalah kelainan perianal, stomatitis, eritema nodusum, eritema sendi besar,
uveitis, dan jari tabuh serta gagal tumbuh. Kelainan perianal lebih sering terjadi pada penyakit
Crohn dibanding Kolitis Ulserativa berupa skin tags, abses perianal, atau fisura dan fistula yang
tidak nyeri. Artritis dapat terjadi pada 11% kasus dan bersifat monoartikular terutama pada lutut
dan pergelangan kaki atau poliartritis migran tanpa disertai kerusakan sendi atau deformitas.
Artritis sering terjadi pada penderita dengan kelainan kolon dan cenderung berhubungan dengan
aktifitas penyakit. Eritema nodusum terjadi pada 5% kasus dan berhubungan dengan aktivitas
penyakitterutama inflamasi pada kolon. Uveitis yang terjadi berupa simtomatik pada 3% anak
dan asimtomatik pada 30% anak. Gagal tumbuh terjadi pada 87% anak, dan disertai dengan
osteoporosis serta gangguan maturasi seksual.
Seperti halnya pada penyakit Crohn, pada Kolitis Ulserativa terjadi gejala klinis
ekstraintestinal. Gejala ekstraintestinal yan sering dijumpai seperti artritis sendi besar, lesi kulit
pioderma gangrenosum atau eritema nodusum (lebih sering pada Penyakit Crohn) dan gagal
tumbuh. Selain itu, insidens kelainan hepatobilier pada Kolitis Ulserativa mencapai 5-10% dan
kelainan yang sering ditemukan adalah sclerosing cholangitis.
Derajat berat gejala klinis Penyakit Crohn terbagi 3 kriteria yaitu:Ringan-sedangDapat mentoleransi diet secara oral tanpa dehidrasi, demam, nyeri perut, massa abdomen, obstruksi, atau penurunan berat badan >10%Sedang-beratTidak respon terhadap terapi derajat ringan-sedang atau gejala demam menetap, penurunan berat badan yang tidak signifikan, nyeri perut, mual dan muntah intermiten (tanpa adanya obstruksi), atau anemia yang signifikan.Berat-fulminanGejala klinis yang persisten meskipun telah mendapat kortikosteroid, atau penderita dengan demam tinggi, muntah persisten, obstruksi intestinal, kaheksia atau abses intra abdominal.
Pada Kolitis Ulserativa, setidaknya terdapat 4 bentuk gejala dan tanda klinis yang
berhubungan dengan derajat peradangan mukosa dan gangguan sistemik.Prodromal (<5%)Kegagalan pertumbuhan, artropati, eritema nodusum, occult fecal blood. Peningkatan LED, nyeri perut tidak khas, atau perubahan pola defekasi.Ringan (50-60%)Diare, perdarahan rektum ringan, nyeri perut, tidak ada gangguan sistemikSedang (30%)Diare berdarah, kram, urgensi, abdominal tendernessGangguan sistemik: anoreksia, penurunan berat badan, panas badan, anemia ringanBerat (10%)Defekasi berdarah >6x/hari, abdominal tenderness dengan atau tanpa distensi, takikardia, panas badan, penurunan berat badan, anemia yang signifikan, lekositosis dan hipoalbuminemia
KOMPLIKASI
Inflamasi transmural dari lapisan mukosa hingga serosa merupakan penyebab komplikasi
intestinal tersering pada Penyakit Crohn, sehingga terjadi adhesi, striktur, dan abses, yang
meningkatkan resiko obstruksi serta pertumbuhan bakteri yang berlebihan dan fistula.
Komplikasi lain yang dapat terjadi berupa keganasan, malnutrisi dan gagal tumbuh. Fistula dapat
terjadi enterokutan, enteroenteral, enterokolika, perirektal, labial, enterovaginal, dan
enterovesikal.
Komplikasi Kolitis Ulserativa yang mengancam jiwa adalah megakolon toksik dan merupakan
kasus kegawatan medis dan kegawatan bedah. Anak dengan megakolon toksik mempunyai risiko
tinggi untuk perforasi kolon, sepsis akibat bakteri gram negatif dan perdarahan masif. Selain itu,
komplikasi yang dapat terjadi berupa striktur dan keganasan.
DIAGNOSIS
Diagnosis penyakit Crohn dan Kolitis Ulserativa berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan
radiologi, gambaran mukosa dengan endoskopi, dan histopatologi.
A. Anamnesa dan Pemeriksaan Fisik
Anamnesis yang lengkap tentang gejala gastrointestinal, gejala sistemik, riwayat keluarga, gagal
tumbuh, adanya keterlambatan perkembangan dan kematangan seksual serta manifestasi
ekstraintestinal. Pemeriksaan fisik tanda-tanda dehidrasi, status nutrisi dan gejala ekstraintestinal.
Adanya hipotensi ortostatik, takikardia, distensi abdomen dan adanya massa merupakan indikasi
parahnya penyakit dan memerlukan perawatan.
B. Pemeriksaan Laboratorium
Sampai saat ini belum ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk IBD. Pemeriksaan
laboratorium dapat membantu dalam menilai keberhasilan pengobatan, petanda inflamasi,
petanda gejala klinis ekstraintestinal dan status nutrisi. Pemeriksaan feses rutin dan biakan
mikroorganisme feses dilakukan untuk eksklusi penyakit infeksi
Dua petanda antibodi spesifik IBD telah diketahui antibodi tersebut adalahperinuclear
antineutrophil cytoplasmic antibody (pANCA) dan antibodi antisaccharomyces
cervisiae (ASCA). Antibodi pANCA ditemukan pada 80% Kolitis Ulserativa dan 45% pada
Penyakit Crohn. Sedangkan antibodi ASCA ditemukan pada 60-70% Penyakit Crohn dan 14%
pada Kolitis Ulserativa. Pada 2 penelitian seroepidemiologi menunjukkan bahwa kombinasi
pANCA positif dan ASCA negatif mempunyai prediksi positif Kolitis Ulserativa sebesar 88-
92%. Sedangkan kombinasi pANCA negatif dan ASCA positif mempunyai nilai prediksi positif
Penyakit Crohn 95-96%.
C. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi abdomen posisi tegak dan terlentang untuk mengevaluasi dilatasi kolon
dan eksklusi obstruksi yang berhubungan dengan ileus, obstruksi, pneumoperitonium karena
perforasi. Barium enema dapat menilai karakteristik dan luas kelainan kolon, akan tetapi tidak
boleh dilakukan pada penyakit akut (active disease), yaitu kolitis aktif karena dapat
menyebabkan dilatasi toksik. Pada kolitis ringan dan sedang tanpa distensi abdomen, barium
enema dengan double contrast dapat mendeteksi kelainan mukosa berupa karakteristik lesi,
deformitas sekum, kelainan segmental/seluruh kolon. Pemeriksaan barium enema dapat
menentukan adanya pemendekan vili, hilangnya haustrae, pseudopoli, striktur dan spasme pada
IBD. Pemeriksaan radiologi traktus gastrointestinal atas dengan follow trough sampai dengan
usus halus dapat menentukan ada/tidaknya kelainan pada usus halus. Pada Penyakit Crohn, ileum
terminal tampak rigid, konstriksi, dan nodular dengan deformitas akibat proses inflamasi
transmural. Pada Kolitis Ulserativa dapat ditemukan backwash-ileitis, berupa gambaran mukosa
yang menghilang dan ileum terminal dilatasi tanpa disertai penebalan dinding. Selain itu, tidak
ditemukan kelainan lain dari usus halus pada Kolitis Ulserativa.
Kelainan yang dapat dilihat pada pemeriksaan barium enema dengan double contrastkolon
penderita IBD adalah.
Gambaran stove-pipe
Gambaran rectal sparing
Gambaran thumbprinting
Gambaran skip lesion
Gambaran string sign
Gambaran collar button
Pemeriksaan lain yang dapat membantu adalah ultrasonografi dan CT scan. Pemeriksaan
tersebut terutama untuk menentukan adanya abses intra abdomen.
D. Pemeriksaan Endoskopi
Kolonoskopi secara visual langsung mukosa dengan biopsi mukosa pada kolon dan ileum
termminal merupakan pemeriksaan yang paling sensitif dan spesifik pada IBD. Kontraindikasi
kolonoskopi pada kolitis yang berat, karena resiko perforasi, perdarahan dan menginduksi
megakolon toksik.
Kelainan mukosa pada Penyakit Crohn berupa lesi diskret atau aphthae pada mukosa dengan
eksudat sentral dan eritema dan gambaran cobblestone-like appearance. Diantara daerah lesi
terdapat daerah mukosa yang normal (skip area). Pada Kolitis Ulserativa, kelainan mukosa difus
dan kontinyu dengan edema, eritema, dan erosi mukosa serta pseudopolyp.
Kolonoskopi pada penderita IBD dapat digunakan untuk tindakan terapi. Tindakan yang sering
dilakukan berupa dilatasi striktur pada Penyakit Crohn dan injeksi intralesi kortikosteroid
(triamnisolon 5 mg pada 4 kuadran) dapat membantu untuk mencegah pembentukan striktur
berulang.
DIAGNOSIS BANDING
Gejala klinis dan ektraintestinal yang beragam menyebabkan diagnosis Penyakit Crohn dan
Kolitis Ulserativa sulit ditegakkan. Beberapa kelainan yang menyerupai IBD adalahChronic
inflamatory-like intestinal disorder seperti enterokolitis karena infeksi(bakteri dan parasit,
kelainan sistem imunitas (seperti gastroenteritis eosinofilik), kelainan vaskular (seperti vaskulitis
sistemik, Henoch-Scholein Purpura, sindrom hemolitik-uremik) dan kolitis Hisrchsprung serta
limfoma intestinal, serta keganasan.
PENATALAKSANAAN
Tujuan terapi pada IBD adalah mengurangi proses inflamasi, mencegah komplikasi dan
mencegah relaps atau perburukan penyakit, memeperbaiki status nutrisi dan kualitas hidup.
Konsultasi ke bagian Gizi dilakukan karena gagal tumbuh sering terjadi pada penderita IBD.
Tujuan dari dukungan nutrisi adalah pemulihan hemostasis metabolisme dengan koreksi defisit
nutrien dan mengganti ongoing losses; kecukupan energi, protein dan mineral untuk
keseimbangan positif nitrogen dan penyembuhan. Sampai saat belum diketahui zat makanan
tertentu yang menyebabkan aktivasi IBD. Pemberian nutrisi enteral mungkin mempengaruhi
proses inflamasi pada Penyakit Crohn, tetapi tidak mempunyai penranan dalam proses inflamasi
pada Kolitis Ulserativa.
A. Terapi Medikamentosa
Medikamentosa yang digunakan untuk induksi remisi, mempertahankan remisi, mencegah dan
mengurangi relaps adalah:
1. Aminosalisilat (ASA), terutama untuk mempertahankan remisi. Dosis tinggi digunakan
untuk induksi remisi.
· Sulfasalasin, dosis 30-50 mg/kg/hari dalam 2-4 dosis, dapat ditingkatkan sampai 75
Lingkungan (stres psikososial, faktor makanan, seperti pajanan susu sapi atau pengawet
makanan, asupan serat kurang dan zat toksin lingkungan), faktor imunologi, integritas epitel.
Insidens IBD lebih tinggi dinegara maju dibanding negara berkembang. Di Amerika Serikat
diperkirakan 3,5 kasus baru Penyakit Crohn setiap 100.000 populasi/tahun dan 2,3 kasus baru
Kolitis Ulserativa pada kelompok usia 10-19 tahun. Secara umum, prevalens IBD hampir sama
angka kejadiannya pada laki-laki dan perempuan, lebih banyak diderita oleh ras berkulit putih,
didaerah urban, dan terutama bangsa Yahudi, akan tetapi laki-laki mempunyai insidens 20%
lebih tinggi pada Penyakit Crohn. . Pada ana
k, Penyakit Crohn biasanya dijumpai saat usia 10-16 tahun, dan sekitar 25% kasus baru di
populasi berusia <20>
Gejala klinis IBD pada anak berbeda dibanding dewasa. Pada anak, gejala klinis yang sering
dikeluhkan adalah nyeri perut. Selain itu beberapa gejala klinis gastrointestinal yang sering
ditemukan adalah diare, perdarahan rektum, massa abdomen dan kelainan perianal
Terdapat 2 bentuk artritis yang terjadi pada IBD. Yang pertama adalah,peripheral
form (10% penderita) umumnya mengenai sendi besar (lutut, pergelangan kaki, pergelangan
tangan, sendi siku) dan biasanya berhubungan dengan inflamasi kolon yang aktif. Yang kedua,
adalah bentuk aksial berupa ankylosing spondilitis atau sakroilitis. Bentuk aksial jarang terjadi
pada anak.
Inflamasi transmural dari lapisan mukosa hingga serosa merupakan penyebab komplikasi
intestinal tersering pada Penyakit Crohn, komplikasi Kolitis Ulserativa yang mengancam jiwa
adalah megakolon toksik dan merupakan kasus kegawatan medis dan kegawatan bedah
Diagnosis penyakit Crohn dan Kolitis Ulserativa berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan
radiologi, gambaran mukosa dengan endoskopi, dan histopatologi.
Tujuan terapi pada IBD adalah mengurangi proses inflamasi, mencegah komplikasi dan
mencegah relaps atau perburukan penyakit, memeperbaiki status nutrisi dan kualitas hidup.
Konsultasi ke bagian Gizi dilakukan karena gagal tumbuh sering terjadi pada penderita IBD.
Tujuan dari dukungan nutrisi adalah pemulihan hemostasis metabolisme dengan koreksi defisit
nutrien dan mengganti ongoing losses; kecukupan energi, protein dan mineral untuk
keseimbangan positif nitrogen dan penyembuhan
Resiko keganasan kolorektal pada penyakit Crohn (kolitis) sama dengan Kolitis Ulserativa.
Dalam 8-10 tahun setelah didiagnosis, risiko keganasan kolorektal meningkat 0,5-1% setiap
tahun. Dua faktor resiko utama untuk adenokarsinoma adalah lama/durasi colitis (terutama lebih
dari 10 tahun) dan luas colitis (pankolitis > left-sided colitis > proktitis).
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM GASTROINTESTINAL “KOLITIS ULSERATIF DAN APENDISITIS” BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kolitis ulseratif masuk dalam kategori Inflammatory Bowel Disease (IBD)/penyakit inflamasi usus karena penyakit ini merupakan penyakit yang belum diketahui penyebabnya dengan prevalensi berkisar 10 - 20 x, terjadi pada usia muda (umur 25 – 30 tahun) wanita dan pria sama tetapi ada perbedaan dalam geografis dan sosial ekonomi tinggi. Dari berbagai data kepustakaan didapatkan insiden Kolitis ulseratif di Indonesia belum jelas tetapi bertitik tolak pada data endoskopi di sub bagian gastroentologi RSU PN (M Jakarta diperoleh gambaran bahwa terdapat ± 20 kasus Kolitis ulseratif dari 700 pemeriksaan kolonoskopi atas berbagai indikasi (tahun 1991–1995) sedangkan tahun 1996 dari 72 kasus didapatkan kasus Kolitis ulseratif 18. Data di masyarakat mungkin lebih tinggi daripada data yang ada di RS, mengingat sarana endoskopi belum tersedia merata di pusat pelayanan kesehatan di Indonesia. Dengan mengetahui data di atas dapat diketahui bahwa dari tahun ke tahun prevalensi Kolitis ulseratif meningkat. Apendisitis merupakan kasus GI terbanyak pada bedah emergensi insiden tinggi di negara maju (diet rendah serat) terutama umur 10 – 30 tahun dan laki-laki lebih banyak daripada wanita. Apendisitis adalah radang apendiks yang disebabkan oleh obstruksi atas pasase infeksi di mana jarang ditemukan pada: Anak: apendiks pendek, lumen lebar, bentuk kerucut (peroksimal lebar, distal menyempit). Orang tua: lumen mengecil/fibrotik.
1B. TUJUAN 1. Tujuan Umum Untuk mengurangi angka kesakitan dan meningkatkan derajat kesehatan. 2. Tujuan Khusus a. Memperoleh gambaran mengenai penyakit Kolitis ulseratif dan Apendisitis b. Mampu mengidentifikasi kasus gangguan sistem pencernaan khususnya Kolitis ulseratif dan Apendisitis sehingga dapat mengatasi masalah keperawatan yang terjadi. c. Mampu mengenali pengkajian sampai evaluasi yang sering terjadi pada klien dengan Kolitis ulseratif dan Apendisitis. C. KEGUNAAN PENULISAN Dalam penulisan makalah ini, penulis mengharapkan agar hasil makalah ini dapat dipergunakan sebagai: 1. Kegunaan Ilmiah - Sebagai bahan bacaan - Sebagai salah satu tugas akademik 2. Kegunaan Praktis Manfaat bagi tenaga perawat dalam penerapan asuhan keperawatan pada klien dengan Kolitis ulseratif dan Apendisitis.
2BAB II TINJAUAN TEORI 1. Kolitis ulseratif I. DEFINISI Kolitis ulseratif merupakan penyakit radang kolon nonspesifik yang umumnya berlangsung lama disertai masa remisi dan eksasorbasi yang berganti-ganti. II. ETIOLOGI Etiologi belum diketahui faktor genetik tampaknya berperanan dalam etiologi. Otoimunitas berperanan dalam patogenesis. III. GAMBARAN KLINIS Terdapat tiga tipe klinis: 1. Kolitis ulseratif akut fulminan ditandai oleh awitan mendadak disertai diare berdarah, nausea, muntah-muntah yang hebat, demam prognosis jelek dan sering terjadi komplikasi mengakolon toksik. 2. Kolitis ulseratif kronik intermitten (rekuren) Timbulnya cenderung pelan-lean selama berbulan-bulan sampai bertahun-tahun. Bentuk ringan penyakit ditandai oleh serangan singkat yang terjadi dengan interval berbulan-bulan sampai bertahun-tahun dan berlangsung 1 – 3 bulan. Mungkin hanya terdapat sedikit atau tidak ada demam diare mungkin ringan, perdarahan ringan dan intermiten biasanya hanya colon bagian distal yang terserang. 3. Kolitis ulseratif kronik kontinyu. Demam dan gejala-gejala sistemik dapat timbul pada bentuk yang lebih berat dan serangan berlangsung 3 atau 4 bulan pada keadaan ini penderita diare terus-menerus colon yang terserang cenderung lebih luas. Defekasi lebih dari 6 x sehari disertai banyak darah dan mucus nyeri kolik hebat.
3IV. PATOFISIOLOGI PENYIMPANGAN KEBUTUHAN DASAR MANUSIA Faktor genetik saluran cerna Reaksi inflamasi di lapisan dan dinding usus Pembengkakan Ulserasi Infeksi kuman Mengeluarkan toksin Lesi pada Meningkatnya
Permeabilitas mukosa usus motilitas usus meningkat Pembentukan Gangguan Kesempatan Sekresi air dan abses nutrisi kurang absorbsi << elektrolit dari kebutuhan Gangguan eliminasi BAB Abses pecah Diare Gangguan Metabolisme air dan elektrolit Iritasi pada
Potensial kehilangan di usus mukosa Gangguan cairan dan integritas elektrolit Isi rongga kulit usus >> Nyeri Intoleransi aktivitas Gangguan Dehidrasi Volume cairan kurang istirahat tidur dari kebutuhan Tukak tersebar Stadium lanjut Tahap kronik Informasi Konsentrasi kurang CES meningkat Terjadi Faktor
Tidak Tekanan perdarahan yang psikologis menggunakan osmotik terus-menerus sumber menurun Resti anemia Pengulangan Salah CES menurun dalam periode persepsi waktu Shock Kecemasan Kurang Gangguan Pengetahuan perfusi jaringan Keterangan: Faktor genetik berpengaruh pada saluran pencernaan terjadi reaksi inflamasi di lapisan dan di dinding usus sehingga terjadi pembengkakan dan ulsarasi
4sehingga menimbulkan kuman untuk berkembang biak dan mengeluarkan toksin sehingga motilitas usus dan permeabilitas meningkat menyebabkan absorbsi kurang dan terjadi diare sehingga dapat timbul masalah keperawatan seperti • Nutrisi kurang dari kebutuhan karena terjadinya diare dan absorbsi yang kurang. • Gangguan eliminasi BAB: diare • Potensial terjadi gangguan integritas kulit; perianal • Gangguan istirahat tidur • Gangguan aktivitas akibat diare dan rasa nyeri. Diare yang terus-menerus menyebabkan kehilangan cairan dan elektrolit tubuh sehingga masuk dalam tahap dehidrasi sehingga timbul masalah keperawatan volume cairan kurang dari kebutuhan. Terjadinya dehidrasi menyebabkan konsentrasi CES meningkat, tekanan osmotik menurun sehingga CES menurun yang dapat menimbulkan syok sehingga timbul masalah keperawatan gangguan perfusi jaringan. Dari ulserasi menimbulkan lesi pada mukosa, terbentuk abses dan pecah. Timbul iritasi mukosa menyebabkan nyeri. Dari iritasi yang berkelanjutan menimbulkan tukak yang meluas sehingga terjadi perdarahan yang terus-menerus, timbul masalah keperawatan resiko tinggi anemia. Tukak yang meluas dan ada pengobatan masuk dalam tahap kronik menimbulkan gangguan psikologis sehingga timbul masalah keperawatan kecemasan dan dapat juga disebabkan oleh kurang pengetahuan. V. PENGOBATAN Tidak ada pengobatan spesifik untuk Kolitis ulseratif, tujuan terapi adalah mengatasi peradangan, mempertahankan status gizi penderita, meringankan gejala dan mencegah infeksi.
5Misalnya: sulfonamide, diit rendah residu tinggi protein, tingtura opium dan paregonik Bila tindakan medis tidak berhasil, maka dilakukan kolektomi total dan pembuatan ileotomi permanen. VI. KOMPLIKASI Bersifat lokal atau sistemik - Fistula dan fisura abses rectal - Dilatasi toksik atau megakolon - Perforasi usus - Karsinoma kolon
6BAB III ASKEP PADA KLIEN DENGAN KOLITIS ULSERATIF I. PENGKAJIAN/PENGUMPULAN DATA A. Data Biografi: Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan B. Data Dasar Pengkajian Klien 1. Aktivitas/istirahat Gejala: • Kelemahan, kelelahan, malaise, cepat lelah • Insomnia, tidak tidur semalaman karena diare • Merasa gelisah dan ansietas • Pembatasan aktivitas/kerja sehubungan dengan efek proses penyakit. 2. Sirkulasi Tanda: • Takikardia Crospons terhadap demam, dehidrasi, proses inflamasi, dan nyeri • Kemerahan area akimonsis (kekurangan vitamin K) • TD: hipotensi, termasuk postural • Kulit/membran mukosa, turgor buruk, kering, lidah pecah
(dehidrasi/malnutrisi) 3. Integritas ego Gejala: • Ansietas, ketakutan, emosi, kesal, misalnya perasaan tak berdaya/tak ada harapan • Faktor stress akut/kronis, misalnya hubungan dengan keluarga/pekerjaan, pengobatan yang mahal • Faktor budaya peningkatan prevalensi dari populasi Yahudi
7Tanda: • Menolak, perhatian menyempit, depresi. 4. Eliminasi Gejala: • Tekstur feses bervariasi dari bentuk lunak sampai batu atau berair • Episode diare berdarah tak dapat diperkirakan, hingga timbul, sering tak dapat dikontrol (sebanyak 20 – 30 kali defekasi/hari) • Perasaan dorongan/kram (temosmus), defekasi berdarah/pus/ mukosa dengan atau tanpa keluar feses. • Perdarahan per rectal • Riwayat batu ginjal (dehidrasi) Tanda: • Menurunnya bising usus, tak ada peristoltik atau adanya peristoltik yang dapat dilihat. • Hemosoid, fisura anal (25 %), fisura perianal • Oliguria. 5. Makanan/cairan Gejala: • Anoreksia, mual/muntah •
Penurunan berat badan • Tidak toleran terhadap diet/sensitif misalnya buah segar/sayur • Produk susu makanan berlemak. Tanda: • Penurunan lemak subkutan/massa otot • Kelemahan tonus otot dan turgor kulit buruk • Membran mukosa pucat, luka, inflamasi rongga mulut
86. Higiene Tanda: • Ketidakmampuan mempertahankan perawatan diri • Stomatitis menunjukkan kekurangan vitamin • Bau badan 7. Nyeri/kenyamanan Gejala: • Nyeri/nyeri tekan pada kwadran kiri bawah (mungkin hilang dengan defekasi) • Titik nyeri berpindah, nyeri tekan (arthritis) • Nyeri mata, fotofobia (iritis) Tanda: • Nyeri tekan abdomen/distensi 8. Keamanan Gejala: • Riwayat lupus eritoma tous, anemia hemolitik, vaskulitis,. • Arthritis (memperburuk gejala dengan eksoserbasi penyakit usus) • Peningkatan suhu 39,6 – 40 ºC (eksoserbasi akut)
• Penglihatan kabur • Alergi terhadap makanan/produk susu (mengeluarkan histamine ke dalam usus dan mempunyai efek inflamasi) Tanda: • Lesi kulit mungkin ada misalnya: eritoma nodusum (meningkat), nyeri, kemerahan dan membengkak pada tangan, muka, plodeima gangrionosa (lesi tekan purulen/lepuh dengan batas keunguan) • Ankilosa spondilitis • Uveitis, kongjutivitis/iritis.
99. Seksualitas Gejala: frekuensi menurun/menghindari aktivitas seksual 10. Interaksi sosial Gejala: • Masalah hubungan/peran sehubungan dengan kondisi • Ketidakmampuan aktif dalam sosial Pemeriksaan Diagnostik - Contoh feses (pemeriksaan digunakan dalam diagnosa awal dan selama kemajuan penyakit): terutama mengandung mukosa, darah, pus dan organisme usus khususnya entomoeba histolytica. - Protosigmoi doskopi: memperlihatkan ulkus, edema, hiperermia, dan inflamasi (akibat infeksi sekunder mukosa dan submukosa). Area yang menurun fungsinya dan perdarahan karena nekrosis dan ulkus terjadi pada 35 % bagian ini. - Sitologi dan biopsy rectal membedakan antara pasien infeksi dan karsinoma. Perubahan neoplastik dapat dideteksi, juga karakter infiltrat inflamasi yang disebut abses lapisan bawah. - Enema bartum, dapat dilakukan setelah pemeriksaan visualisasi dilakukan, meskipun jarang dilakukan selama akut, tahap kambuh, karena dapat membuat kondisi eksasorbasi. - Kolonoskopi: mengidentigikasi adosi, perubahan lumen dinding, menunjukkan obstruksi usus. - Kadar besi serum: rendah karena kehilangan darah.
- Masa protromlain: memanjang pada kasus berat karena gangguan faktor VII dan X disebabkan oleh kekurangan vitamin K. - ESR: meningkat karena beratnya penyakit - Trombosis: dapat terjadi karena proses penyakit inflamasi. - Elektrolit: penurunan kalium dan magnesium umum pada penyakit berat.