Laporan Akhir Praktikum Peleburan dan Pembekuan Logam Kelompok
6
BAB I
PENDAHULUAN
2.1. Latar Belakang MasalahPengecoran adalah suatu proses
manufaktur yang menggunakan logam cair dan cetakan untuk
menghasilkan parts dengan bentuk yang mendekati bentuk geometri
akhir produk jadi. Logam cair akan dituangkan atau ditekan ke dalam
cetakan yang memiliki rongga sesuai dengan bentuk yang diinginkan.
Setelah logam cair memenuhi rongga dan kembali ke bentuk padat,
selanjutnya cetakan disingkirkan dan hasil cor dapat digunakan
untuk proses sekunder.Praktikum Teknik Peleburan dan Pembekuan
Logam ini dimaksudkan untuk menunjang teori yang telah didapatkan
atau sedang diberikan oleh Dosen pada saat kuliah serta dimaksudkan
sebagai salah satu ilmu pendukung dalam mendalami ilmu Metalurgi
lebih jauh sehingga mahasiswa mampu memberikan cara alternatif di
samping cara yang sudah ada, utamanya dalam mengaplikasikan di
lingkungan kampus khusunya dan lingkungan masyarakat pada umumnya.
Praktikum Teknik Peleburan dan Pembekuan Logam ini perhitungan
sistem saluran tuang, pembuatan pola cetakan dan pembuatan pola
sistem saluran tuang.
Dengan adanya Praktikum Teknik Peleburan dan Pembekuan Logam ini
mahasiswa diharapkan mampu berfikir dan bertindak secara ilmiah
sehingga dapat mengaplikasikan ilmu yang didapatkan pada saat nanti
di masyarakat baik dalam kehidupan sehari-hari maupun kebutuhan
pada saat kerja kelak. Disamping itu Praktikum Teknik Peleburan dan
Pembekuan Logam ini dapat menemukan metode baru, mengembangkan alat
baru ataupun penemuan baru dalam bidang Pengecoran.2.2. Maksud dan
Tujuan
Adapun tujuan dari Laporan Akhir Praktikum Teknik Penuangan dan
Pembekuan Logam adalah sebagai berikut.
1. Mengetahui cara pembuatan cetakan dan inti.
2. Mengetahui cara pengujian Pasir cetak
3. Mengetahui cara peleburan dan pembekuan logam.
4. Mengetahui hasil analisa cacat coran.2.3. Batasan Masalah
1. BAB II MEMBUAT CETAKAN DAN INTI
Bagaimana cara membuat cetakan dan inti
2. BAB III PENGUJIAN PASIR
Bagaimana cara melakukan pengujian pasir
3. BAB IV PELEBURAN DAN PEMBEKUAN LOGAM
Bagaimana cara peleburan dan pembekuan logam
4. BAB V ANALISA CACAT CORAN
Bagaimana cara pengujian bengkok
5. BAB VI PENGUJIAN MULUR
Bagaimana cara pengujian mulur
6. BAB VII PEMERIKASAAN DYE PENETRANT Bagaimana cara
pemerikasaan dye penetrant2.4. Lokasi Praktikum
Dosen Penuangan dan peleburan loagm: DR. Ing. Supono A.D
Asisten Laboratorium
: Nova Hardi Kusuma
Teknisi
: Bpk. Joko Purwanto
Tanggal
: 16 dan 17 Mei 2015
Waktu
: 10,00 selesai dan 08.00 selesai
Tempat: Laboratorium Teknik Produksi Teknik Metalurgi
Universitas Jenderal Achmad Yani Bandung
Jurusan
: Teknik Metalurgi
Fakultas
: Teknik
Universitas
: Universitas Jenderal Achmad Yani
2.5. Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan dalam laporan ini yaitu metode
deskritif, yaitu dengan cara study pustaka dan praktikum. Penulis
membaca buku dan mencari materi-materi melalui website (internet)
yang berhubungan dengan materi dan praktikum, dimana informasi
dalam buku dan website tersebut dapat membantu pembahasan masalah
dalam laporan ini.2.6. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan yang digunakan dalam menyusun Laporan
Praktikum Teknik Peleburan dan Pembekuan Logam ini adalah sebagai
berikut.
1. PENDAHULUAN
Bab ini berisi latar belakang, maksud dan tujuan penulisan,
metode penulisan dan sistematika penulisan2. MODUL 1 PEMBUATAN
CETAKAN DAN INTI
Bab ini berisikan tujuan praktikum, teori dasar, metodelogi
praktikum, data pembahasan dan kesimpulan modul II pembuatan
cetakan dan inti.
3. MODUL 2 PENGUJIAN PASIR
Bab ini berisikan tujuan praktikum, teori dasar, metodelogi
praktikum, data pembahasan dan kesimpulan modul II pengujian
pasir.
4. MODUL 3 PELEBURAN DAN PEMBEKUAN LOGAM
Bab ini berisikan tujuan praktikum, teori dasar, metodelogi
praktikum, data pembahasan dan kesimpulan modul III peleburan dan
pembekuan logam.
5. MODUL 4 ANALISA CACAT CORAN
Bab ini berisikan tujuan praktikum, teori dasar, metodelogi
praktikum, data pembahasan dan kesimpulan modul IV analisa cacat
coran.
BAB II
PEMBUATAN CETAKAN DAN INTI2.1 Tujuan
Mengetahui bagaimana cara membuat cetakan Mengetahui apa saja
yang harus disiapkan pada proses pembuatan cetakan2.2 Teori
DasarProses pengecoran meliputi: pembuatan cetakan, persiapan dan
peleburan logam, penuangan logam cair ke dalam cetakan, pembersihan
coran dan proses daur ulang pasir cetakan. Produk pengecoran
disebut coran atau benda cor. Berat coran itu sendiri berbeda,
mulai dari beberapa ratus gram sampai beberapa ton dengan komposisi
yang berbeda, mulai dari beberapa ratus gram sampai beberapa ton
dengan komposisi yang berbeda dan hampir semua logam atau paduan
dapat dilebur dan dicor. Pembuatan cetakan merupakan salah satu
tahapan proses yang penting dalam proses pengecoran logam.
Pembuatan cetakan merupakan suatu kegiatan untuk mendapatkan rongga
cetak kemudian siap untuk diisi logam cair. Kegiatan-kegiatan yang
dilakukan dalam perencanaan cetakan adalah sebagai berikut :
Transformasi gambar produk menjadi gambar pola.
Perencanaan sistem saluran (Gating System) : Sprue, Down Sprue,
Base Sprue, Runner, Ingate dan Riser.
Penentuan bahan pola dan proses pembuatan pola.
Penentuan bahan cetakan dan proses pembuatan cetakan.Menurut
jenis cetakan yang digunakan proses pengecoran dapat diklasifikan
menjadi dua kategori :1. Pengecoran dengan cetakan sekali pakai.2.
Pengecoran dengan cetakan permanen.
Pada proses pengecoran dengan cetakan sekali pakai, untuk
mengeluarkan produk corannya cetakan harus dihancurkan. Jadi selalu
dibutuhkan cetakan yang baru untuk setiap pengecoran baru, sehingga
laju proses pengecoran akan memakan waktu yang relatif lama. Tetapi
untuk beberapa bentuk geometri benda cor tersebut, cetakan pasir
dapat menghasilkan coran dengan laju 400 suku cadang
perjam atau lebih.
Pada proses cetakan permanen, cetakan biasanya di buat dari
bahan logam, sehingga dapat digunakan berulang-ulang. Dengan
demikian laju proses pengecoran lebih cepat dibanding dengan
menggunakan cetakan sekali pakai, tetapi logam coran yang digunakan
harus mempunyai titik lebur yang lebih rendah dari pada titik lebur
logam cetakan.Cetakan diklasifikasikan berdasarkan bahan yang
digunakan:
1. Cetakan pasir basah (green-sand molds). Cetakan dibuat dari
pasir cetak basah.
2. Cetakan kulit kering (Skin dried mold) 3. Cetakan pasir
kering (Dry-sand molds) Cetakan dibuat dari pasir yang kasar dengan
bahan pengikat
4. Cetakan lempung (Loan molds) 5. Cetakan furan (Furan molds)
6. Cetakan CO2 7. Cetakan logam. Cetakan logam terutama digunakan
pada proses cetak-tekan (die casting) logam dengan suhu cair
rendah.
8. Cetakan khusus Cetakan khusus dapat dibuat dari plastik,
kertas, kayu semen, plaster, atau karet. Proses pembuatan cetakan
yang dilakukan di pabrik-pabrik pengecoran dapat di kelompokkan
sebagai berikut:
1. Pembuatan cetakan di meja (Bench molding). Dilakukan untuk
benda cor yang kecil.
2. Pembuatan cetakan di lantai (Floor molding). Dilakukan untuk
benda cor berukuran sedang atau besar
3. Pembuatan cetakan sumuran (pit molding)
4. Pembuatan cetakan dengan mesin (machine molding) Cetakan
pasir merupakan salah satu proses pembentukan logam yang paling
fleksibel, dan kita dapat mempersiapkan segala rancangan mulai dari
bentuk, ukuran dan kualitas produk secara bebas sesuai dengan
desain yang kita inginkan. Proses pembuatan cetakan pasir
diklasifikasikan berdasarkan cara pengikatannya yaitu dikategorikan
sebagai berikut: Proses Pengikatan Resin (Resin Binder Processes).
Sistem pengikatannya meliputi no-bake binders (pengikat yang tidak
dibakar), heat-cured binders (prosesnya yaitu pembakaran bahan
pengikat pada oven) dan cold box binders.
Proses Bonded sand molds yaitu menggunakan bahan pengikat
anorganik seperti proses cetakan pasir basah, cetakan pasir kering,
cetakan kulit kering, dan cetakan lempung.
Proses Unbonded Sand Molds yaitu proses cetakan pasir tanpa
bahan pengikat. Contohnya proses cetakan vakum dan proses buih
lempung dengan menggunakan pengembangan pola-pola polystyrene.
Cetakan pasir merupakan cetakan yang paling banyak digunakan,
karena memiliki keunggulan :
Dapat mencetak logam dengan titik lebur yang tinggi, seperti
baja, nikel dan titanium;
Dapat mencetak benda cor dari ukuran kecil sampai dengan ukuran
besar;
Jumlah produksi dari satu sampai jutaan.Sifat Fisik Cetakan
Sifat fisik pada cetakan sangat berpengaruh pada hasil produk
cor, Oleh karena itu, ketika pembuatan cetakan dari pasir, maka
pasir cetak harus memiliki sifat-sifat sebagai berikut:1. KuatTahan
terhadap tekanan dan berat logam cair yang akan dituang ke dalam
cetakan dan tidak mudah ambruk bila dipindahkan2. Memiliki
permeabilitas yang baik
Cetakan mudah melewatkan gas dari dalam cetakan atau yang
terlarut dalam logam cair sehingga cacat tuangan akibat gas dapat
dikurangi atau dihindari 3.Memiliki flowability yang baikPasir
dapat mengisi ruangan- ruangan dan cetakan dengan baik 4.Mempunyai
distribusi pasir yang cocokBerhubungan dengan ukuran dan distribusi
butir dalam membentuk cetakan. Sehingga dapat membentuk
permeabilitas yang diinginkan dan sifat permukaan yang baik
(akurasi dimensi tinggi dan permukaan halus5. Memiliki sifat
adhesive yang baikCetakan tidah ambruk ataupun terlepas dari kup
dan drag sebelum proses penuangan logam dan dapat juga disebut
sebagai sifat pasir untuk melekat pada cetaka6. Sifat
kohesiveDengan adanya sifat kohesive, diharapkan sifat mekanis
cetakan meningkat. Sifat mekanis itu anatara lain :
Kekuatan basah, kekuatan karena adanya kandungan air
Kekuatan kering, kekuatan tidak mengandung air
Kekuatan panas, kekuatan menahan ekspansi panas dari logam
cair
Ketahan kimia, tidak mudah bereaksi dengan logam cair Kekuatan
terhadap temperature tinggi7. Memiliki colapsibilityMerupakan sifat
mampu ambruk / terlepas dari cetakan (terutama cetakan inti).
Sehingga dapat digunakan kembali
8. Memiliki koefisien muai rendah9. Agar ketika proses
penuangan, cetakan tidak mengalami pemuaian yang berlebih
Gambar 2.1 Kurva ekspansi thermal beberapa jenis pasir
10. Bench life
Merupakan kemampuan untuk mempertahankan sifat sifat selama
proses penuangan dan penyimpanan11. Memiliki sifat permukaan yang
baikSifat permukaan berhubungan erat dengan permeabilitas.
Permeabilitas kecil menghasilkan kulit coran yang halus
Permeabilitas besar menghasilkan kulit coran kasar dan Penetrasi
Perrmukaan cetakan yang halus dapat membuat hasil cor yang baik.
Karena, tidak ada produk cor yang lebih baik dari kondisi
cetaknnya. Tahapan pengecoran logam dengan cetakan pasir :
Dalam gambar 2.2 ditunjukkan tahapan pengecoran logam dengan
menggunakan
cetakan pasir sebagai berikut :
Pembuatan pola, sesuai dengan bentuk coran yang akan dibuat;
Persiapan pasir cetak;
Pembuatan cetakan;
Pembuatan inti (bila diperlukan);
Peleburan logam;
Penuangan logam cair kedalam cetakan;
Pendinginan dan pembekuan;
Pembongkaran cetakan pasir;
Pembersihan dan pemeriksaan hasil coran;
Produk cor selesai.
Gambar 2.2 Tahapan Pengecoran dengan cetakan pasir
Catatan : Kadang-kadang diperlukan perlakuan panas terhadap
produk coran untuk memperbaiki sifat-sifat metalurginya Tahapan
pembuatan cetakan pasir :
1. Pemadatan pasir cetak di atas pola;
2. Pelepasan pola dari pasir cetak rongga cetak;
3. Pembuatan saluran masuk dan riser;
4. Pelapisan rongga cetak;
5. Bila coran memiliki permukaan dalam (contoh : lubang), maka
dipasang inti;
6. Penyatuan cetakan;
7. Siap untuk digunakan
Cetakan dan Pembuatan Cetakan :
Pasir cetak yang sering dipakai adalah :
pasir silika (SiO2), atau
pasir silika yang dicampur dengan mineral lain (contoh: tanah
lempung) atau resin organik (contoh: resin phenolik, resin turan,
dsb).Ukuran butir yang kecil akan menghasilkan permukaan coran yang
baik, tetapi ukuran butir yang besar akan menghasilkan
permeabilitas yang baik, sehingga dapat membebaskan gas-gas dalam
rongga cetak selama proses penuangan. Cetakan yang dibuat dari
ukuran butir ynag tidak beraturan akan menghasilkan kekuatan yang
lebih tinggi dari pada butir yang bulat, tetapi permeabilitasnya
kurang baik. Beberapa indikator untuk menentukan kualitas cetakan
pasir :1. Kekuatan, kemampuan cetakan untuk mempertahankan
bentuknya dan tahan terhadap pengikisan oleh aliran logam cair. Hal
ini tergantung pada bentuk pasir, kualitas pengikat dan
faktor-faktor yang lain.2. Permeabilitas, kemampuan cetakan untuk
membebaskan udara panas dan gas dari dalam cetakan selama operasi
pengecoran melalui celah-celah pasir cetak.3. Stabilitas termal,
kemampuan pasir pada permukaan rongga cetak untuk menahan keretakan
dan pembengkokan akibat sentuhan logam cair4. Kolapsibilitas
(collapsibility), kemampuan cetakan membebaskan coran untuk
menyusut tanpa menyebabkan coran menjadi retak.5. Reusabilitas,
kemampuan pasir (dari pecahan cetakan) untuk digunakan kembali
(didaur ulang).Klarifikasi Cetakan Pasir :
Cetakan pasir basah.
Cetakan pasir kering, atau
Cetakan kulit kering. CETAKAN PASIR BASAH
Cetakan pasir basah, dibuat dari campuran pasir, lempung, dan
air.
Keunggulan :
Memiliki kolapsibilitas yang baik.
Permeabilitas baik.
Reusabilitas yang baik, dan
Murah.Kelemahan :
Uap lembab dalam pasir dapat menyebabkan kerusakan pada
berberapa coran, tergantung pada logam dan geometri coran. CETAKAN
PASIR KERING
Cetakan pasir kering, dibuat dengan menggunakan bahan pengikat
organik, dan kemudian cetakan dibakar dalam sebuah oven dengan
temperatur berkisar antara 2040 C sampai 3160 C. Pembakaran dalam
oven dapat memperkuat cetakan dan mengeraskan permukaan rongga
cetakan.
Keunggulan :
Dimensi produk cetak lebih baik.
Kelemahan :
Lebih mahal dibandingkan dengan cetakan pasir basah;
Laju produksi lebih rendah karena dibutuhkan waktu
pengeringan;
Pemakaian terbatas untuk coran yang medium dan besar dalam laju
produksi rendah medium. CETAKAN KULIT KERING (INVESTMENT
CASTING)
Cetakan kulit kering, diperoleh dengan mengeringkan permukaan
pasir basah dengan kedalaman 1,2 cm sampai dengan 2,5 cm pada
permukaan rongga cetakan. Bahan perekat khusus harus ditambahkan
pada campuran pasir untuk memperkuat permukaan rongga cetak.
Klasifikasi cetakan yang telah dibahas merupakan klasifikasi
konvensional. Saat ini telah dikembangkan cetakan yang menggunakan
pengikat bahan kimia. Beberapa bahan pengikat yang tidak
menggunakan proses pembakaran, seperti antara lain resin turan,
penolik, minyak alkyd.Cetakan tanpa pembakaran ini memiliki kendali
dimensi yang baik dalam aplikasi produksi yang tinggi.Pola
merupakan gambaran dari bentuk produk yang akan dibuat. Pola dapat
dibuat dari kayu, plastic/polimer atau logam. Pemilihan material
pola tergantung pada bentuk dan ukuran produk cor, akurasi dimensi,
jumlah produk cor dan jenis proses pengecoran yang digunakan.
Jenis-jenis pola:1. Pola tunggal (one pice pattern / solid
pattern)
Biasanya digunakan untuk bentuk produk yang sederhana dan jumlah
produk sedikit. Pola ini dibuat dari kayu dan tentunya tidak
mahal.
0. Pola terpisah (spilt pattern)
Terdiri dari dua buah pola yang terpisah sehingga akan diperoleh
rongga cetak dari masing-masing pola. Dengan pola ini, bentukproduk
yang dapat dihasilkan rumit dari pola tunggal.
0. Match-piate pattern
Jenis ini popular yang digunakan di industri. Pola terpasang
jadi satu dengan suatu bidang datar dimana dua buah pola atas dan
bawah dipasang berlawanan arah pada suatu pelat datar. Jenis pola
ini sering digunakan bersama-sama dengan mesin pembuatan cetakan
dan dapat menghasilkan laju produksi yang tinggi untuk
produk-produk kecil.
Gambar 2.4 Match-piate pattern
Inti
Untuk produk cor yang memiliki lubang/rongga seperti pada blok
mesin kendaraan atau katup-katup biasanya diperlukan inti. Inti
ditempatkan dalam rongga cetak sebelum penuangan untuk membentuk
permukaan bagian dalam produk dan akan dibongkar setelah cetakan
membeku dan dingin. Seperti cetakan, inti harus kuat, permeabilitas
baik, tahan panas dan tidak mudah hancur (tidak rapuh).
Agar inti tidak mudah bergeser pada saat penuangan logam cair,
diperlukan dudukan inti (core prints). Dudukan inti biasanya
dibuatkan pada cetakan seperti pada gambar 8. pembuatan inti serupa
dengan pembuatan cetakan pasir yaitu menggunakan no-bake, cold-box
dan shell. Untuk membuat cetakan diperlukan pola sedangkan untuk
membuat inti dibutuhkan kotak inti.
Gambar 2.5 Pembuatan intiE. Operasi Pengecoran Cetakan
PasirOperasi pengecoran dengan cetakan pasir melibatkan tahapan
proses perancangan produk cor, pembuatan pola dan inti, pembuatan
cetakan, penuangan logam cair dan pembongkaran produk cor. Tahapan
lebih rinci terlihat pada gambar Dibawah ini :
Gambar 2.6 Operasi Pengecoran cetakan pasir
Setelah proses perancangan produk cor yang menghasilkan gambar
teknik produk (a) dilanjutkan dengan tahapan-tahapan berikutnya
:
b.Menyiapkan bidang dasar datar atau pelat datar dan meletakan
pola atas (cope) yang sudah ada dudukan inti dipermukaan pelat
datar tadi.
c.Seperti pada langkah c, untuk cetakan bagian bawah (drag)
beserta sistemsaluran.
d.Menyiapkan koak inti (untuk pembuatan inti)
e.Inti yang telah jadi disatukan (inti yang dibuat berupa inti
setengah atau paroan inti)
f.Pola atas yang ada dipermukaan pelat datar ditutupi oleh
rangka cetak atas (cope) dan ditambahkan system saluran seperti
saluran masuk dan saluran tambahan (riser). Selanjutnya diisi
dengan pasir cetak.
g.Setelah diisi pasir cetak dan dipadatkan, pola dan system
saluran dilepaskan dari cetakan
h.Giliran drag diisi pasir cetak setelah menempatkan rangka
cetak diatas pola dan pelat datar.
i.Setelah disi pasir cetak dan dipadatkan, pola dilepaskan dari
cetakan
j.Inti ditempatkan pada dudukan inti yang ada pada drag.
k.Cope dipasangkan pada drag dan dikunci kemudian dituangkan
logam cair.
l.Setelah membeku dan dingin, cetakan dibongkar dan produk cor
dibersihkan dari sisa-sisa pasir cetakan.
m.Sistem saluran dihilangkan dari produk cor dengan berbagai
metoda dan produk cor siap untuk diperlakukan lebih lanjut.
Dalam teknik pengecoran logam fluiditas tidak diartikan sebagai
kebalikan dari viskositas, akan tetapi berarti kemampuan logam cair
untuk mengisi ruang-ruang dalam rongga cetak. Fluiditas tidak dapat
dikaitkan secara langsung dengan sifat-sifat fisik secaraindividu,
karena besaran ini diperoleh dari pengujian yang merupakan
karakteristik rata-rata dari bebrapa sifat-sifat fisik dari logam
cair.
Adadua faktor yang mempengaruhi fluiditas logam cair, yaitu
temperatur dan komposisi unsur.Temperatur penuangan secara teoritis
harus sama atau diatas garis liquidus. Jika temperatur penuangan
lebih rendah, kemungkinan besar terjadi solidifikasi didalam gating
sistem dan rongga cetakan tidak terisi penuh. Cacat ini disebut
juga dengan nama misrun. Cacat lain yang bisa terjadijika
temperatur penuangan terlalu rendah adalah laps dan seams. Yaitu
benda cor yang dihasilkan seakan-akan membentuk alur-alur aliran
kontinu logam yang masuk kedalam rongga cetak, dimana alur satu
dengan alur lai berdampingan daya ikatannya tidak begitu baik.
Jikatemperatur penuangan terlalu tinggi pasir yang terdapat pada
dinding gating sistem dan rongga cetakan mudah lepas sewaktu
bersentuhan dengan logam cair dan permukaanya menjadi kasar.
Terjadi reaksi yang cepat antara logam tuang, dengan zat padat,
cair dan gas diadalam rongga cetakan. Dari pengujian ini dapat
dicari daerahtemperatur penuangan yang menghasilkan produk dengan
cacat yang seminim mungkin.
Keuntungan dari proses cetak sekali pakai ini meliputi :
1. Sangat tepat untuk mengecor benda-benda dalam jumlah
kecil
2. Tidak memerlukan pemesinan lagi
3. Menghemat bahan coran
4. Permukaan mulus
5. Tidak diperlukan pembuatan pola belahan kayu yang rumit
6. Tidak diperlukan inti atau kotak inti
7. Pengecoran jauh lebih sederhana
Kerugiannya adalah :
1. Pola rusak sewaktu dilakukan pengecoran
2. Pola lebih mudah rusak, oleh karena itu memerlukan
penangangan yang lebih sederhana.
3. Pada pembuatan pola tidak dapat digunakan mesin mekanik
4. Tidak ada kemungkinan untuk memeriksa keadaan rongga
cetakan2.3 Metodologi Praktikum
2.3.1 Skema Proses
Gambar 2.13 Skema Proses Pembuatan Cetakan
2.3.2 Penjelasan Skema Proses1. Persaiapkan alat dan bahan yang
akan digunakan2. Pembuatan rangka cetak cope dan drag dari bahan
kayu menyesuaikan dengan pola yang sudah ada
3. Menghitung bahan cetakan pasir yang dibutuhkan seperti pasir
silika, bentonit, gula tetes dan air Campuran pasir baru (60%) dan
pasir bekas (40%) : 84 % Bentonit
: 10 % Air
: 4 % Gula tetes
: 2 % 4. Mixing bahan cetakan pasir yang telah ditimbang dalam
alat sand mixing5. Masukan pasir cetak pada rangga cetak untuk
membuat cetakan pasir dengan tahapan :a) Penyusunan
(Copepoladrag)b) Isi terlebih dahulu bagian drag, taburi pola
dengan talk dan masukan pasir cetak (5 cm pertama pasir diayak)c)
Lakukan pemadatan dangan penumbukan sampai memenuhi rangka cetakd)
Setelah bagian drag terisi penuh, balikan bagian drag e) Pasangkan
sprue dan pouring basin, ulangi langkah b) dan c) untuk bagian cope
f) Ambil pola dan pasangkan cetakan bagian cope dan drag6.
Mengamati hasil rongga yang dihasilkan pada proses pembutan cetakan
7. Menganalisa hasil cetakan yang sudah jadi8. Mengambil
kesimpulan2.4 Alat dan Bahan
2.4.1 Alat Gergaji kayu
- Gelas beker
Gergaji besi
- Timbangan digital
Penggaris 30 cm
- Timbangan manual
Meteran
- Mesin Mixer
Spidol
- Sekop kecil
Palu karet & Palu besi
- Peralatan safety- Kalkulator
Penumbuk pasir
- Kikir Mesin gerinda
- Bor listrik Gergaji Mesin
- Ragum Pengayak Pasir2.4.2 Bahan Papan Kayu
- Pasir silika baru Lem Kayu
- Pasir silika bekas Paku
- Bentonit Talk
- Gula tetes Kertas Amplas
- Air
2.5 Pengumpulan dan Pengolahan Data
2.5.1 Pengumpulan DataTabel 2.1 Komposisi Bahan Cetakan
Komposisi Bahan Cetakan Pasir
BahanBerat (kg)
Pasir SilikaBaru31.25052
Bekas20.8368
Bentonit6.2005
Air2.4802
Gula Tetes1.2041
Total bahan62.005
2.5.2 Pengolahan Data Ukuran drag dan copePanjang : 30 cm
Lebar
: 26 cm
Tinggi
: 15 cm
Volume drag dan copeV = p x l x t = 30 x 26 x 15 = 11700
cm3Vdrag: 11700 cm3Vcope: 11700 cm3 Pasir yang dibutukan
Drag: 11700 x 2.65 = 31005 gram 31.005 kg
Cope: 11700 x 2.65 = 31005 gram 31.005 kg
a. Pasir silica (84%)
Pasir baru (60%) = 52,0842 x (75/100) = 31,25052 kg
Pasir bekas (40%) = 52,0842 x (75/100) =20,83368 kgb. Bentonit
(10%)
c. Air (4%)
d. Gula tetes (2%)
2.6 Analisa dan PembahasanPada pratikum ini hal yang pertama
dilakukan adalah pembuatan cetakan. Pembuatan Cetakan yaitu suatu
kegiatan untuk mendapatkan rongga cetak tempat logam cair untuk
membentuk produk. Pada pratikum kali ini bahan yang digunakan untuk
membuat rangka cetak adalah kayu, alasan penggunaan bahan ini
adalah mudah dalam pembuatannya, bahannya mudah didapat dan
harganya pun murah. Kegiatan kegiatan yang dilakukan dalam
perencanaan cetakan adalah transformasi gambar produk menjadi
gambar pola, perencanaan gating system (sprue, down sprue, base
sprue, runner, ingate dan riser), penentuan bahan pola dan proses
pembuatan pola, dan yang terakhir yaitu penentuan bahan cetakan dan
proses pembuatan cetakan.Pasir yang digunakan dalam pratikum adalah
pasir green sand atau cetakan basah, alasan penggunaan pasir ini
adalah mudah pembuatannya, dapat langsung dipakai setelah selesai
dibuat, kemudian biayanya relatif murah. Hal pertama yang dilakukan
adalah pengukuran pola karena dengan mengetahui ukurannya kita
dapat menentukan ukuran dari cetakan tersebut, rangka cetak dibagi
menjadi 2 bagian yaitu cope and drag. Ukuran dimensi dari rangka
cetak cope dan drag yaitu Panjang : 30 cm, Lebar : 26 cm, Tinggi :
15 cm dan pengunci berbentuk V dengan ketinggian 30 cm.
Efek dari cope and drag yaitu rentan terjadi tidak presisi
ketika cope and drag disatukan, biasanya terdapat ketimpangan,
terdapat celah atau rongga bila keduanya disatukan. Hal ini akan
terlihat ketika cetakan di isi oleh logam cair yang memiliki suhu
tinggi, apabila cetakan terdapat rongga maka logam cair tersebut
akan keluar melalui celah/lubang dan akan karena bahan yang
digunakan adalah kayu maka cetakan nya pun akan terbakar. Belajar
dari pegalaman dari kelompok lain yang mengalami kegagalan, maka
pada saat penuangan logam cair cetakan tersebut diberi beban pada
bagian cope, tujuannya adalah untuk menghindari hal hal yang tidak
di inginkan. Dan hal tersebut terbukti sangat efektif, dibuktikan
dengan hasil dari produk milik kelompok kami yang bagus.Baban
maksimun mesin ini adalah 12 kg sehingga pencampuran dilakukan
beberapa tahap. Tahapan pencampuran yaitu pasir silika bentonit
gula tetes air dilakukan sampai homogen. Komposisi bahan cetakan
adalah campuran antara pasir silika (85%), bentonit 10%, air 4% dan
gula tetes 2%. Pasir silika yang digunakan adalah paduan antara
pasir silika baru dan bekas dengan perbandingan (60:40). Pasir
silika yang di maksud adalah pasir gunung, pasir pantai dan pasir
sungai. Bentonit berfungsi untuk meningkatkan mampu bentuk dari
pasir cetak. Gula tetes berfungsi sebagai bahan tambahan untuk
membantu meningkatkan kekuatan pasir cetak dan air berfungsi
sabagai bahan pengikat untuk kekuatan pasir. Setelah pasir selesai
di mixing kemudian lakukan penyaringan untuk mendapatkan pasir yang
lebih halus. Pasir yang halus ini biasanya di tempatkan pada bagian
yang bersentuhan langsung dengan permukaan pola atau dengan
ketinggian sekitar 5 cm, namun untuk bagian lainnya tidak
memerlukan pasir yang halus. Proses penumbukan dilakukan secara
bertahap dengan ketinggian tertentu, kemudian tumbuk sampai merata
dan kepadatannya pun merata tujuannya agar kepadatan nya merata.
Bagian pertama yang di beri pasir adalah bagian drag dengan
terlebih dahulu di beri talk atau bedak dengan tujuan pada saat
pelepasan produk tidak menempel sehingga mudah dikeluarkan. Bagian
yang ke dua di beri penumbukan adalah bagian cope dengan terlebih
dahulu memasangkan saluran turun dan cawan tuang diatas permukaan
well pada pola dan permukaan pola ditaburi talk tujuannya sama
seperti pada bagian sebelumnya, ketika pengisian pasir pouring
basin harus dipegang agar tidak berubah posisinya karena proses
penumbukan akan menimbulkan getaran maka pouring basin akan berubah
posisinya. Penumbukan harus dilakukan secara hati hati agar bagian
drag tidak hancur.2.7 Kesimpulan
2.7.1 Kesimpulan Cetakan pasir basah merupakan cetakan sekali
pakai. Setiap komposisi dan proses yang dilakukan untuk
menghasilkan bagian tertentu dari pembuatan pasir cetak ataupun
rangka cetak harus sama/seragam, agar didapat hasil yang seragam
pula.
Pemadatan pasir cetak saat dimasukan ke rangka cetak harus sama
setiap titiknya. Ukuran rangka cetak dilebihkan 5 cm dari ukuran
pola, tujuannya untuk memberikan laju perpindahan panas yang sama
pada tiap dinding Ukuran rangka cetak yang dibuat pada cope dan
drag Panjang 30 cm, Lebar 26 cm,Tinggi 15 cm Untuk bagian yang
mengenai permukaan pola, menggunakan pasir yang halus hasil
pengayakan Hasil penambahan gula tetes berlebih menghasilkan rongga
cetak yang tahan terhadap erosi Penggunaan talk pada permukaan pola
bertujuan untuk memudahkan pelepasan pola dari cetakan
2.7.2 SaranPerlu perhitungan yang tepat untuk menetukan bahan
cetakan yang akan digunakan
BAB III
PENGUJIAN PASIR3.1 Tujuan Menentukan kadar air dan kadar lempung
pasir cetak.
Untuk mengetahui dan menentukan ukuran kehalusan rata-rata dari
pasir cetak.
Untuk menyatakan angka perbandingan terhadap pasir cetak yang
mempunyai distribusi ukuran sama. Mengetahui kekuatan dari pasir
cetak
3.2 Teori DasarSaat ini pasir cetak masih banyak dipakai pada
industri-industri pengecoran. Hal ini dikarenakan pasir cetak
memiliki beberapa keunggulan, antara lain:1. Mudah didapat dan
murah (sebagai faktor ekonomis).2. Dapat digunakan kembali (dengan
catatan harus diganti dengan pasir barusebanding 20 %).3. Mempunyai
kekuatan yang cukup tinggi4. Dapat digunakan untuk penuangan
benda-benda besar diatas 50 kg5. Memiliki refraktori dan ketahanan
kimia yang baikInterface antara cairan logam dengan cetakan logam
dan cetakan pasir bahwa penggunaan cetakan pasir juga akan memiliki
keuntungan dalam kontrol laju pendinginan bila dibandingkan dengan
penggunaan cetakan logam konvensional yang cenderung lebih cepat
dan dapat menimbulkan beberapa kerugian pada produk hasil
pengecorannya. Berbagai jenis cetakan diketahui bahwa penggunaan
pasir cetak akan membutuhkan modal awal (untukn die maupun
perlengkapan pendukung) dan tenaga kerja yang lebih sedikit .
Walaupun kapasitas produksinya lebih kecil namun,penggunaan metode
sand casting amat cocok untuk industri manufaktur kecil. Karena
keunggulan-keunggulan tersebut maka pasir lebih banyak digunakan
untuk membuat cetakan dibandingkan dengan bahan lainnya (keramik
dan logam). Syarat Pasir Cetak Pasir cetak yang baik untuk
pembuatan cetakan perlu memenuhi persyaratan berikut ini: a.
Mempunyai sifat mampu bentuk sehingga mudah dalam pembuatan cetakan
dengan kekuatan yang cocok sehingga tidak rusak jika
dipindah-pindah letaknya dan mampu menahan logam cair saat dituang
kedalam rongga cetak. b. Permeabilitas pasir cetak yang cocok.
Permeabilitas berhubungan erat dengan keadaan permukaan coran. Pada
prinsipnya, permeabilitas akan menentukan seberapa besar gas-gas
dari cetakan atau logam cair mampu melepaskan diri selama waktu
penuangan. Nilai permeabilitas yang rendah menyebabkan kulit coran
lebih halus dan terjadilah gelembung udara terperangkap didalam
cetakan akan mengahasikan cacat permukaan pada coran. c. Distribusi
besar butir yang sesuai mengingat dua hal diatas terpenuhinya sifat
mampu bentuk yang baik dan mudahnya gas-gas keluar dari cetakan. d.
Tahan terhadap temperatur logam cair selama penuangan. Pasir dan
bahan pengikat harus tahan api sehingga dinding dalam cetakan tidak
rontok selama penuangan logam cair. e. Komposisi yang cocok antara
bahan baku pasir dengan bahan tambah lainnya.
f. Agar ekonomis usahakan pasir dapat digunakan lagi.
Macam Pasir Cetak Pasir cetak yang umum digunakan adalah pasir
gunung, pasir pantai, pasir sungai dan pasir silika (pasir kuarsa).
Beberapa dari pasir tersebut ada yang langsung dapat dipakai tetapi
ada yang harus dipecah-pecah dulu sehingga ukuran butirannya
sesuai. Jika kadar tanah liatnya kurang mencukupi, pada pasir
biasanya ditambahkan bahan pengikat seperti bentonit, ter, grafit
maupun resin (furan maupun fenol) sehingga daya pengikatnya lebih
baik.Pasir gunung yang umumnya mengandung lempung dan kebanyakan
dapat dipakai setelah dicampur air. Pasir dengan kadar lempung
10-20 % dapat dipakai begitu saja. Pasir pantai diambil dari pantai
dan pasir kali diambil dari kali. Pasir pantai, pasir kali, pasir
silika alam, dan pasir silika buatan tidak melekat dengan
sendirinya, oleh karena itu dibutuhkan pengikat untuk mengikat
butir-butirnya satu sama lain dan baru dipakai setelah
pencampuran.Susunan Pasir Cetak a. Bahan baku pasir Pasir cetak
yang paling lazim dipergunakan adalah pasir gunung berasal dari
gunung berwarna cenderung hitam, pasir pantai berasal dari pantai
laut berwarna coklat agak kehitaman, pasir sungai berasal dari
sungai berwarna kehitaman, dan pasir silika berasal dari persediaan
alam berwarna kekuningan. Dalam praktik bahan-bahan pasir tersebut
dipilih dengan ukuran yang cocok sehingga dapat langsung dipakai
begitu saja. Bentuk butir pasir ada yang bulat, sebagian bersudut,
bersudut, dan berkristal. Lihat bentuk butir-butir pasir pada
Gambar 3.1.
Gambar 3.1 Bentuk butir-butir pasir cetak
Pasir dengan butiran yang bulat baik sebagai bahan pasir cetak,
karena diperlukan jumlah bahan pengikat yang sedikit untuk
memperoleh kekuatan dan permeabilitas tertentu serta memiliki sifat
alir yang baik sekali. Sebaliknya pasir berbutir kristal kurang
baik karena ketahanan api dan permeabilitasnya buruk.b. Bahan
Tambah Selain pasir sebagai bahan baku jumlahnya banyak dibutuhkan
(sampai 85 %) untuk pembuatan cetakan, juga diperlukan bahan tambah
lainnya seperti tanah liat/lempung dengan ukuran butir antara 0,005
mm s.d 0,02 mm yang berfungsi sebagai pelekat pasir mencapai
maksimum 16%. Bentonit sejenis tanah liat sangat baik sebagai
pelekat pasir silika mencapai 10%.
Biasanya campuran pasir cetak ditambah pula bahan pengikat
tambahan seperti; air (1,5 8 %) , tetes gula (8 10 %),
dekstrin/kanji (1%), semen (10%), resin (4-7%), dan atau tepung
grafit (1%). Tidak ada ketentuan pasti mengenai komposisi campuran
pasir cetak, dikarenakan banyak variabel lain yang sangat berkaitan
satu dan lainnya.
c. Bahan Pengikat Untuk mengikat butiran pasir cetak satu dengan
lainnya digunakan bahan pengikat Beberapa macam bahan penikat
cetakan pasir antara lain: 1. Cetakan pasir dengan pengikat
lempung. Jenis lempung yang umum dipakai adalah bentonit. Komposisi
campurannya adalah: Pasir kuarsa, Bentonit 7,5 9,1 %, Air 3,7 4,5
%. Kadang ditambahkan bahan khusus seperti bubuk arang, tepung ter,
jelaga kokas, atau tepung grafit sekitar 1 %, agar permukaan benda
tuangan menjadi halus dan pembongkaran mudah. Cetakan pasir ini
banyak digunakan pada industri pengecoran tradisionil, seperti di
Ceper, Klaten, Jawa Tengah. 2. Pasir cetak berpengikat semen adalah
bahan pasir cetakan yang dapat mengeras sendiri dengan komposisi:
Pasir kuarsa (dapat menggunakan pasir bekas) 85 88 %, Semen 6 12 %,
Air 4 8 %. Dapat pula ditambahkan bahan pengeras seperti gula tetes
atau kalsium khlorida sebanyak 50 100 % dari jumlah semen. Pasir
cetak jenis ini biasanya digunakan pada pembuatan benda berukuran
cukup besar. Pemadatannya cukup menggunakan tangan. 3. Pasir cetak
dengan pengikat air kaca dengan metode pengerasan C02. Komposisi:
Pasir kuarsa, Air kaca 3 7 %, Bahan tambah seperti: serbuk aspal
atau grafit untuk memperbaiki permukaan benda, sedang bubuk ter 0,5
2 % dan bubuk kayu 0,5 1,5 % berfungsi untuk memperbaiki mampu
hancur pasir cetak. Setelah semua bahan dicampur dengan baik,
kemudian cetakan dibuat dari campuran ini dengan tangan atau mesin.
Gas CO2 ditiupkan ke dalam cetakan pada tekanan 1- 1,5 kg/cm2, maka
cetakan akan mengeras dalam waktu singkat. Cara ini dikenal juga
dengan pembuatan cetakan dengan cara CO2. Pada pemakaian pasir
cetak ini, pola harus dilapisi dengan bahan tahan alkali, sebab
pasir cetak bersifat alkali yang kuat.
Gambar 3.2 Proses pembuatan inti dengan CO2
4. Pasir cetak dengan pengikat resin furan atau fenol
komposisinya adalah: Pasir kuarsa 90 %, Resin Furan atau Fenol 0,8
1,2 %, dengan bahan pengeras (hardener) untuk resin furan asam
fosfat (H3PO4) sedang pengeras untuk resin fenol biasanya asam
Tolualsulfon (PTS). Pasir cetak akan segera mengeras dengan
sendirinya jika resin bertemu dengan pengeras, oleh karena itu
biasanya pengeras dicampurkan dengan cara ditaburkan setelah
campuran pasir cetak dan resin dimasukkan ke dalam rangka cetak.
Jika pengeras telah dicampurkan ke adukan pasir cetak dan resin,
maka harus segera dimasukkan ke dalam rangka cetak sebelum pasir
mengeras.
5. Pasir cetak berpengikat resin dengan metode kotak dingin
memiliki komposisi campuran: Pasir kuarsa 90 %, bahan pengikat
terdiri dari resin fenol dan polisosianat (M.D.I) sejumlah 2 3 %
dari jumlah pasir, dengan perbandingan 1:1. Kemudian gas amin
(Trimethylamin atau Dimethylamin) 0,05 0,2 % sebagai katalisator
dihembuskan ke pasir cetak. Gas-gas ini dikenal juga sebagai gas
amin.
Gambar 3.3 Pembuatan Cetakan metoda kotak dingin
6. Pasir cetak berpengikat resin dengan metode kotak panas.
Komposisinya adalah: Pasir kuarsa 90 %, Resin furan atau fenol 1,5
2 %, sedangkan pengerasnya 0,2 0,5 %. Pengeras pada resin fenol
adalah larutan amonium nitrat atau asam sulfon yang dilunakkan
untuk benda coran baja tuang. Sedangkan untuk resin furan
pengerasnya antara lain: asam semut, asam fosfat, campuran
amoniumurea (Co(NH2)2) dengan perbandingan 1:1, atau pengeras
seperti pada resin fenol. Untuk pembuatan inti, biasanya dipakai
kotak yang terbuat dari besi cor sebagai kotak inti. Kotak ini
dipanaskan mula pada suhu 200 2500C, kemudian pasir diisikan ke
dalamnya (dapat menggunakan mekanisme pengisian peniupan), maka
pasir akan segera mengeras karena panas dari kotak inti. Pada inti
yang tebal, bagian dalamnya tidak mengeras, tapi bila dibiarkan
dalam kondisi demikian pasir akan mengeras sampai dalam. Biasanya
diikuti dengan pemanasan kedua pada suhu 150 1800C.
Sifat-sifat Pasir Cetak a. Sifat pasir cetak basah Sifat pasir
dalam keadaan basah berhubungan dengan kemudahan daam pembuatan
cetakan. Sifat pasir cetak basah sangat dipengaruhi bahan pengikat
dan kadar air yang terkandung di dalamnya. Dalam pembuatan cetakan
kadar air harus tepat agar cetakan yang dibuat tidak mudah pecah.
Kadar air yang ada dalam pasir cetak akan mempengaruhi
permeabilitas cetakan. Pengaruh kadar air dan kadar lempung pada
pasir cetak dapat dilihat pada gambar 3.4.
Gambar 3.4 Pengaruh kadar air dan kadar lempung terhadap
kekuatan pasir cetakDemikian juga cetakan pasir dengan pengikat
bentonit. Pengaruh kadar air dan bentonit terhadap kekuatan pasir
cetak dapat dilihat pada gambar 3.5.
Gambar 3.5 Pengaruh kadar air dan bentonit pada kekuatan pasir
cetakb. Sifat pasir cetak kering Sifat pasir cetak kering berkitan
dengan kekuatan pasir cetak setelah cetakan dikeringkan. Hal ini
diperlukan untuk mendapatkankekuatan pasir cetak setelah kering.
Sifat-sifat-sifat tersebut dipengauhi oleh komposisi cetakan pada
saat dibuat. Dalam kasus ini kadar air dan bahan pengikat akan
mempengaruhi kekuatan pasir cetak saat kering. c. Sifat penguatan
oleh udara Perubahan kekuatan pasir cetak selama pengeringan dari
kondisi pasir cetak basah menjadi kering disebut dengan sifat
penguatan oleh udara. Penguatan ini diarenakan adanya penguapan dan
pergerakan air dalam pasir cetak.
d. Sifat-sifat panas Kemampuan pasir cetak untuk menahan cairan
logam panas saat dituangkan disebut sebagai sifat-sifat panas
cetakan pasir. Sifat-sifat ini meliputi : sifat muai pasir,
ketahanan pasir menahan benturan logam cair, dan sifat pasir yang
tidak berubah pada saat dikenai logam panas.e. Sifat-sifat sisa
Sifat-sifat sisa pasir cetak berhubungan dengan sifat pasir setelah
penuangan. Pada saat pembongkaran pasir sebaiknya memiliki sifat
ambruk yang baik sehingga mudah untuk dibersihkan dari proses
pembersihan. Selain itu untuk menghemat penggunaan pasir hendaknya
dapat diolah untuk digunakan kembali.
Gambar 3.6 Sifat pemuaian panas pasir cetak
Gambar 3.7. Sifat kekuatan tekan dan deformasi pasir
cetakPengolahan Pasir Cetak Cetakan pasir dapat dibuat dengan
menggunakan pasir baru atau pasir daur ulang. Sebelum pembuatan
cetakan maka pasir disiapkan terlebih dahulu. Penyiapan pasir
dicetak dilakukan dengan mengolah pasir dengan perlakuan-perlakuan
seperti : penggilingan pasir, penyampuran pasir, pengayaan pasir,
pemisahan dari sisa coran, dan pendinginan. a. Penggilingan pasir
Pasir alam atau pasir sisa pengecoran masih berbentuk
gumpalan-gumpalan. Untuk menghancurkan gumpalan menjadi butiran
pisah dilakukan penggilingan. Untuk proses penggilingan digunakan
alat bantu mesin giling. Penggilingan dilakukan hingga semua
butiran pasir terpisah. Bentuk mesin penggiling pasir dapat dilihat
pada gambar 3.8.
Gambar 3.8. Mesin penggiling pasir
b. Penyampuran pasir Untuk menjaga kualitas pasir cetak biasanya
pasir sisa di campur dengan pasir baru. Untuk penyampuran pasir ini
digunakan mesin penyampur pasir seperti terlihat pada gambar
3.9.
Gambar 3.9. Mesin pencampur pasir
c. Pengayakan pasir Pengayakan ini dilakukan untuk memisahkan
gumpalan-gumpalan pasir yang masih tersisa serta kotoran-kotoran
yang ada pada pasir cetak. Mesin pengayak pasir dapat dilihat pada
gambar 3.10
Gambar 3,10. Mesin pengayak pasir
d. Pemisahan dari coran sisa Pasir cetak sisa masih banyak
mengandung serpihan-serpihan logam coran sisa. Serpihan-serpihan
ini harus dipisahkan dari pasir cetak. Untuk memisahkan
serpihan-serpihan logam besi digunakan pemisah magnet. e.
Pendinginan pasir Pendinginan pasir dilakukan pada pasir sisa yang
mana temperaturnya relative tinggi. Pendinginan dilakukan dengan
mengangin-anginkan pasir agar dapat didinginkan oleh udara. Alat
pendingin pasir dapat dilihat pada gambar 3.11.
Gambar 3.11. Alat pendingin pasir tegak
Pengujian Pasir Cetak
Uji kualitas terhadap pasir cetak perlu dilakukan secara berkala
dan rutin untuk mengetahui dan menjaga kualitas bahan pasir dan
bahan tambah lainnya. Pengujian laboratorium untuk bahan pasir
harus mengikuti prosedur operasi standar dan pedoman/buku manual
penggunan alat uji yang digunakan. Berikut ini beberapa macam cara
pengujian pasir cetak yang sering dilakukan untuk kepentingan
persiapan pembuatan cetakan pada proses pengecoran logam. Pengujian
pasir cetak yang telah dicampur dapat dilakukan antara lain
meliputi; Uji kadar air, Uji kadar lempung, Uji permeabilitas, Uji
kekerasan, Uji kekuatan (tekan, shear/ potong , tarik, bengkok),
dan. Uji distribusi besar butir.a. Uji Kadar Air.Untuk uji kadar
air dibutuhkan peralatan penguji kadar air seperti pada gambar
5.12. Alat bantu lainnya adalah timbangan berat. Kadar air dalam
pasir cetak kering antara 2 12 %. Prosedur pengujian kadar air dari
pasir cetak adalah sbb. : 1) Timbang campuran pasir awal 50 gram;
2) Keringkan spesimen dalam tungku pengering pada suhu 110 C selama
1 jam; 3) Kemudian spesimen didinginkan dengan desikator; 4)
Timbang kembali berat campuran pasir; 5) Hitung perbedaan berat
awal dan akhir dalam satuan prosentase sebagai kadar air bebas
dalam pasir cetak.
Kadar air dihitung dengan rumus sebagai berikut:
b. Uji Kadar Lempung.Untuk menguji kadar lempung dibutuhkan
peralatan pencuci pasir. Rendahnya kadar lempung pada pasir cetak
menyebabkan turunnya kekuatan kering cetakan. Jika berlebihan
menyebabkan buruknya permeabilitas dan membentuk gumpalan pasir
serta kekuatan sisa yang tinggi hasil cetakan menjadi sulit
dibongkar.Spesifikasi kadar lempung pada kekuatan tekan kering dan
basah yang baik untuk pasir kasar dan halus antara 6 16 %. Prosedur
pengujian kadar lempung pada campuran pasir cetak adalah sebagai
berikut. : 1) Ambil dan timbang pasir cetak seberat 100 gram; 2)
Keringkan segera pada suhu 110 C (sampai beratnya tetap); 3)
Kemudian dinginkan pasir pada temperatur kamar; 4) Ambil dan
timbang 50 gram secara teliti dari pasir cetak kering itu; 5)
Kemudian masukkan ke dalam larutan soda koustik konsentrasi 0,1
%;6) Larutan diputar dan dikocok dengan alat pencuci berputar,
lempung akan terpisah sendiri; 7) Pasir yang tertinggal
dikeringkan, kemudian didinginkan sampai temperatur kamar; 8)
Timbang pasir cetak yang telah kering dan dingin; 9) Hitung
perbedaan berat awal (50 gram) dan akhir spesimen dalam satuan
prosentase sebagai kadar lempung dalam pasir cetak.
Kadar lempung dihitung dengan rumus sebagai berikut:
c. Uji Permeabilitas. Kondisi ruang porous antara butir-butir
pasir adalah penting untuk cetakan agar gas-gas dalam cetakan atau
yang keluar dari logam cair dapat melepaskan diri selama penuangan.
Uji ini menggunakan sampel yang masih berada di dalam
silinder/tabung benda uji. Pemadatan pasir dengan alat pemadat
pasir standar seperti gambar 5.12, sedang untuk menguji
permeabilitas dengan alat seperti gambar 5.13.
Gambar 3.12 Alat pemadat pasir standar
Gambar 3.13 Alat uji permeabilitas
Prosedur pengujian permeabilitas umumnya dilakukan sbb : 1) Buat
spesimen berukuran 50 mm x 50 mm dengan memadatkan pasir dalam
silinder pemadat ukuran tertentu sebanyak tiga kali dengan alat
pemadat standar (seperti gambar 3.13) 2) Pasang spesimen tersebut
pada alat uji permeabilitas3) Lakukan pengujian dengan mengamati
dan mencatat perbedaan tekanan dan waktu yang diperlukan untuk
melewatkan 2000 cm3 melewati spesimen standar diatas.
Nilai permeabilitas dihitung dengan rumus berikut.
di mana : P = Nilai permeabilitas pasir Q = Volume udara yang
melewati spesimen = 2000 cm3 L = Panjang spesimen uji = 5 cm A =
Luas penampang spesimen uji = 19,625 cm3 p = Tekanan udara (cm
water) dibaca dari Manometer saat penunjuk pada angka 1000. T =
Waktu yang diperlukan untuk melewatkan volume udara Q melalui
spesimen (menit) Harga permeabiltas pasir cetak yang baik antara 50
170 Cm3/ menit. d. Uji Kekerasan Pasir Cetak. Alat Uji kekerasan
pasir cetak diperlihatkan pada gambar 5.14. Sedangkan uji kekerasan
pada bahan spesimen inti dengan alat khusus. Kekerasan permukaan
pasir cetak yang telah dipadatkan dapat ditentukan langsung dengan
menggunakan alat tersebut. Fungsi pengujian kekerasan adalah untuk
mengetahui apakah pasir cetak yang telah dipadatkan oleh pekerja
telah memiliki kekerasan atau kepadatan yang mencukupi.Cara
operasional alat uji kekerasan sbb:1) Siapkan spesimen dari pasir
cetak yang telah dipadatkan dengan alat pemadat standar; 2)
Posisikan ujung dengan bola baja alat tersebut secara tegak lurus
terhadap permukaan yang diuji; 3) Tekankan bola baja pada permukaan
spesimen sehingga bola baja menekan kedalam permukaan; 4)
Selanjutnya hasilnya akan terbaca pada skala penunjuk kekerasanPada
permukaan cetakan yang semakin keras atau padat, penusukan bola
baja semakin sedikit dan lebih banyak mendorong skala penunjuk
sehingga akan menunjuk angka yang semakin besar.
e. Uji Kekuatan Pasir Cetak.Untuk persiapan pengujian kekuatan,
pasir sebagai sampel cukup dipadatkan dalam tabung berukuran 50 mm
x 50 mm dengan alat pemadat pasir standar. Selanjutnya specimen
diuji kekuatannya dengan menggunakan Mesin Uji Universal seperti
terlihat pada gambar 5.17.. Pengujian kekuatan yag dilakukan
meliputi uji tekan uji tarik dan uji geser.. Kekuatan pasir cetak
dapat menggunakan spesimen basah, dan atau kondisi dikeringkan
sesuai keperluan jenis pengujiannya. Untuk jenis uji kekuatan
kering spesimen harus dikeringkan dahulu dengan alat pengering pada
temperatur antara 105 - 110 C. Setelah spesimen disiapkan menurut
jenis pengujiannya, maka prosedur pengujian kekuatan harus
mengikuti petunjuk operasional mesin uji sesuai buku manualnya
masing-masing. Kekuatan cetakan besarnya berbeda-beda dan
ditentukan oleh variabel jenis dan jumlah bahan pengikat serta
kadar air. Pada kekuatan yang kurang cukup akan menyebabkan cetakan
mudah pecah. Sedang pada kekuatan yang berlebihan akan mencegah
adanya cacat retak akibat susut coran dan pembongkarannya sulit.
Kekuatan tekan basah cetakan 0 1,0 kg/cm2. . Sedang kekuatan kering
cetakan 0 10 kg/cm2.
3.3 Metodologi Praktikum
3.3.1 Skema Proses
Gambar 3.8 Skema Proses3.3.2 Penjelasan Skema Proses1.
Persiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Melakukan pengujian pasir cetaka. Pengujian kadar air b.
Pengujian kadar lempung menggunakan pasir hasil pengujian kadar
airc. Pengujian distribusi besar butir pasir mengguanakan mesin
pengayak pasird. Pengujian kekuatan pasir meliputi : kekeuatan
tekan dan kekuatan geser3. Mengamati proses dan hasil pengujian
yang dilakukan 4. Menganalisa hasil pengujian 5. Membuat
kesimpulan3.4 Alat Dan Bahan
3.4.1 Alat
Timbangan digital Oven Mesin Pengayak Pasir (Ro-Tap) Gelas kimia
Pengaduk kaca Sendok Kater Kertas saring Penggaris Universal
Strength Machine
Timer
3.4.2 Bahan Pasir silica
Bentonit
Air
Gula tetes NaOH 3% Alumunium foil
3.5 Pengumpulan Dan Pengolahan Data
3.5.1 Pengumpulan Data
Pengujian Kekuatan
Tabel 2.1 Perbandingan Kekuatan Geser dan Kekuatan Tekan
Kekuatan GeserKekuatan Tekan
TumbukanNilai (kg/cm2)TumbukanNilai (kg/cm2)
31.331.45
51.4551.75
71.773.1
101.8105.9
Pengujian Kadar AirBerat awal pasir 50,01 grTabel 2.2 Pengamatan
Presentase Kadar AirPengujian KeBerat (gr)Waktu (menit)Presentase
(%)Temperatur (oC)
149,93400,15125
249,74600,53
349,72800,57
449,68950,66
549,681100,66
Pengujian Kadar lempung Berat awal pasir 49,68 grLarutan Berat
(gr)Waktu Pemanasan
(menit)Persentase (%)Temperatur
(oC)
NaOH 3 %46,23106,94200
Tabel 2.3 Pengamatan Presentase Kadar Lempung Pengujian
Distribusi Besar butir
Tabel 2.4 Data Pengamatan Distribusi Besar ButirNo
PengayakFraksi ButirPengali (Sn)Wn x Sn
Berat gr (Wn)Presentase (%)
1,40,420,9362,52
10,761,6996,84
0,715,7912,881586,85
0,59,9122,0525247,75
0,33511,3325,2135396,55
0,259,5221,1845428,4
0,183,527,8360211,2
0,1253,287,2981265,68
0,090,40,8911847,2
Bag. Dasar0,060,1327516,5
Total44,941006691709,49
Gambar 3.9 Kurva Kekuatan Tekan dan Geser3.5.2 Pengolahan Data
Perhitungan persen kadar air
% Kadar air = x 100%
% Kadar air = x 100%
= 0,15 %
% Kadar air = x 100%
% Kadar air = x 100%
= 0,53%
% Kadar air = x 100%
% Kadar air = x 100%
= 0,57 %
% Kadar air = x 100%
% Kadar air = x 100%
= 0,66 Perhitungan persen kadar lempung
% Kadar air = x 100%
% Kadar air = x 100%
= 6,94 %
Perhitungan Nomor Kehalusan Butir
GFN =
GFN = (1709,49/44,94)
GFN = 38,039
3.6 Analisa dan Pembahasan
Faktor yang melatarbelakangi pengujian pasir ini adalah
mengetahui suatu apakah pasir tersebut memmiliki sifat ketahanan
terhadap temperatur tinggi baik karena tidak mengalami penguraian,
ukuran besar butir yang beragam, koefisien muai tinggi dan
lain-lain. Pasir yang baik adalah pasir yang tidak terlalu basah
dan tidak terlalu kering karena bila terlalu basah maka
permeabilitasnya ( daya salur udara ) kurang baik dan bila terlalu
kering daya rekat dari pasir tersebut lemah dimana bila daya rekat
pasir tersebut lemah akan mudah rontok pada saat pengangkatan
cetakan atau pada pelepasan produk dari cetakannya. Untuk itu
diperlukan pengujian pasir antara lain pengujian kekuatan,
pengujian kekuatan pasir kekuatan yang tidak cukup akan menyebabkan
cetakan mudah pecah dan kekuatan yang berlebihan akan mencegah
penyusutan coran namun menyebabkan pembongakaran cetakan yang
sulit, pengujian kekuatan geser, pengujian kekuatan geser dimana
bila kekuatan geser dari pasir tersebut baik maka terhindar dari
erosi atau kerontokan pasir dan mempermudah saat pembongkaran atau
pelepasan produk dari cetakan.
Pengujian kadar air dimana telah disebutkan kadar air semakin
banyak maka permeabilitasnya kurang baik dan kekuatan berkurang dan
semakin rendah kadar air membuat komponen kurang tercampur,
pengujian kadar lempung dimana telah disebutkan, fungsi dari kadar
lempung pada pasir adalah untuk menambah daya rekat antar pasir
tersebut dan nilai dari kadar lempungnya adalah sebanyak 6,94 %,
pengujian distribusi pasir, pengujian distribusi pasir berfungsi
untuk meyeragamkan butir pasir dimana butir pasir yang besar
memiliki daya rekat yang kurang namun permebailitas yang baik dan
butir pasir yang kecil memiliki permebailitas kurang namun daya
rekat yang baik untuk itu dilakukan pengujian distribusi pasir
untuk meyeimbangkan dan butir butir pasir tersebut dimana
dinyatakan dengan GFN (Grain Fineness Number) didapat nomor
kehalusan butir sebesar 38,039 nomor kehalusan butir ada
hubungannya dengan permukaan butir dan harga yang besar dari luas
permukaan butir berarti pasir berbutir halus.3.7 Kesimpulan dan
Saran
3.7.1 Kesimpulan Pasir cetak yang telah diuji memiliki bentuk
butir yang beragam.
Semakin banyak tumbukan, maka semakin tinggi kekuatan pasir
cetak. Kadar air yang berlebihan akan menurunkan kekuatan dan
permeabilitas pasir cetak, membuat pasir cetak mudah ambruk.
Kadar lempung yang berlebihan akan menurunkan permeabilitas
pasir cetak.
Kadar air dan kadar lempung yang didapat melebihi nilai
optimum.
Kadar air hasil pengujian yaitu 0,66%, hal ini menyatakan bahwa
pasir mengalami kekurangan air atau tidak sesuai standar
(1,5-8%)
Kadar lempung pada pasir yang digunakan sudah memenuhi standar
dengan presentse masing 6,94%
Nomor kehalusan butir (GFN) sebesar 38,039
3.7.2 Saran
Sebaiknya pengujian kadar air menggunakan pasir hasil mixing
sehingga diperoleh data sesuai praktikum yang dilakukan BAB IV
PELEBURAN DAN PEMBEKUAN LOGAM4.1 Tujuan
Mempelajari cara kerja tungku peleburan krusibel untuk
logam-logam non ferro
Mengetahui cara operasi untuk berbagai proses peleburan dan
pengecoran logam non ferro Mengetahui besaran-besaran atau
parameter proses yang terlibat dan berpengaruh terhadap produk
coran yang dibuat
4.2 Teori Dasar Peleburan logam merupakan aspek terpenting dalam
operasi-operasi pengecoran karena berpengaruh langsung pada
kualitas produk cor. Pada proses peleburan, mula-mula muatan yang
terdiri dari logam, unsur-unsur paduan dan material lainnya seperti
fluks dan unsur pembentuk terak dimasukkan kedalam tungku. Fluks
adalah senyawa inorganic yang dapat membersihkan logam cair dengan
menghilangkan gas-gas yang ikut terlarut dan juga unsur-unsur
pengotor (impurities). Fluks memiliki beberapa kegunaan yang
tergantung pada logam yang dicairkan, seperti pada paduan alumunium
terdapat cover fluxes (yang menghalangi oksidasi dipermukaan
alumunium cair), cleaning fluxes, drossing fluxes, refining fluxes
dan wall cleaning fluxesDalam suatu industri pengecoran, tungku
peleburan merupakan suatu komponen penting karena dapat menentukan
tahapan proses produksi selanjutnya. Disamping itu penanganan
terhadap logam juga merupakan hal yang cukup penting dalam suatu
proses produksi. Logam cair dalam keadaan ideal, kualitas hasil
proses pengecoran akan sangat tergantung pada teknik pencetakandan
perlakuan terhadap logam cair tersebut serta tergantung pula pada
jenis tungku yang dipergunakan, selain itu tungku tersebut juga
akan mempengaruhi kecepatan dan kapasitas peleburan.Penggunaan
jenis tungku dengan gangguan pada permukaan logam cair seminimum
mungkin akan sangat disukai, oleh karena itu jenis tungku dengan
terjadinya kontak langsung hasil pembakaran dan logam cairnya harus
dihindari. Disamping itu, jenis tungku yang dilengkapi dengan
system control temperature juga penting, karena dengan semakin
tingginya temperature logam cair, maka kelarutangas dan reaksi
oksidasi akan semakin besar yang akan berpengaruh terhadap
terbentuknya cacat-cacat coran.Tungku adalah sebuah peralatan yang
digunakan untuk mencairkan logam pada proses pengecoran atau untuk
memanaskan dalam proses perlakuan panas. Karena gas buang dari
bahan bakar berkontak langsung dengan bahan baku, maka jenis bahan
bakar yang dipilih menjadi penting. Sebagai contoh, beberapa bahan
tidak akan mentolelir sulfur dalam bahan bakar. Bahan bakar padat
akan menghasilkan bahan partikulat yang akan mengganggu bahan baku
yang ditempatkan di dalam tungku. Untuk alasan ini, maka : Hampir
seluruh tungku menggunakan bahan bakar cair, bahan bakar gas atau
listrik sebagai masukan energinya.
Tungku induksi dan busur (arc) menggunakan listrik untuk
melelehkan baja dan besi tuang.
Tungku pelelehan untuk bahan baku bukan besi mengguanakan bahan
bakar minyak.
Tungku yang dibakar dengan minyak bakar hamper seluruhnya
menggunakan minyak tungku, terutama untuk pemanasan kembali dan
perlakuan panas bahan.
Minyak Diesel Ringan (LDO) digunakan dalam tungku bila tidak
dikehendaki adanya sulfur
Tungku secara luas dibagi menjadi dua jenis berdasarkan
berdasarkan metoda pembangkitan panasnya: tungku pembakaran yang
menggunakan bahan bakar dan tungku listrik yang meggunakan listrik.
Tungku pembakaran dapat digolongkan menjadi beberapa bagian seperti
ditunjukkan pada tabel di bawah iniTabel 4.1 Klasifikasi Tungku
Metoda KlasifikasiJenis dan Contoh
Jenis bahan bakar yang digunakanDibakar dengan minyak
Dibakar dengan gas
Dibakar dengan batubara
Berselang (Intermenten) atau batch
Cara
pengisian bahanBerkala:
Penempaan
Pengecoran ulang
Pot
Kontinyu:
Pusher
Balok berjalan
Perapian berjalan
Tungku bogie dengan sirkulasi ulang kontinyu
Tungku perapian berputar/rotary heart furnace
Cara perpindahan panasRadiasi (tempat perapian terbuka)
Konveksi (pemanasan melalui media)
Cara pemanfaatan kembaliRekuperatif
Limbah panasRegeneratif
Pemilihan tungku yang digunakan pada proses peleburan tergantung
pada beberapa faktor, seperti :
1. Paduan logam yang akan dicor
2. Temperature lebur dan temperature penuangan
3. Kapasitas tungku yang dibutuhkan
4. Biaya investasi, pengoperasian, dan pemeliharaan
Jenis-jenis tungku
Beberapa jenis tungku peleburan yang sering digunakan dalam
proses peleburan adalah:
a. Kupola
Kupola adalah tungku yang digunakan untuk melebur besi tuang.
Tungku ini berbentuk silindrik tegak, terbuat dari baja dan bagian
dalamnya dilapisi dengan batu tahan api. Sebagai bahan bakar
digunakan kokas (coke) dan batu kapur digunakan sebagai fluks,
sedang bahan bakunya adalah besi bekas dan seringkali ditambahkan
besi kasar.Pengisiaan dilakukan melalui charging door bergantian
antara kokas dan besi. Dimana pembakaran terjadi disekitar pipa
hembus sehingga di daerah ini akan terjadi percairan besi dan fluks
akan bereaksi dengan abu kokas dan impuritas lainnya membentuk
terak. Terak akan mengapung di atas besi cair dan berfungsi sebagai
pelindung hingga tidak bereaksi dengan lingkungan di dalam
kupola.Cairan akan dikeluarkan secara berkala bila jumlah cairan
sudah cukup banyak. Penambahan bahan baku juga dilakukan secara
berkala dan dapur dapat bekerja secara kontinyu.
Gambar 4.1 Kupola yang digunakan untuk peleburan besi tuangb.
Tungku pembakaran langsung (direct fuel-fired furnance)
Tungku pembakaran langsung terdiri dari tungku kecil yang
terbuka. Logam yang akan dilebur ditempatkan di dalam tungku
tersebut dan dipanaskan dengan pembakar (burner) yang ditempatkan
disebelah tungku. Atap tungku membantu pemanasan dengan memantulkan
bunga api ke dalam tungku peleburan. Bahan bakar yang digunakan
adalah gas alam. Dibagian bawah tungku terdapat lubang saluran
untuk mengalirkan logam cair hasil peleburan. tungku jenis ini
biasanya digunakan untuk melebur logam non-besi seperti paduan
tembaga dan aluminium.c. Tungku krusibel (crusibel furnance)Dapur
ini melebur logam tanpa berhubungan lagsung dengan bahan pembakaran
tidak langsung (indirect fuel-fired furnance).
Gambar 4.2 Jenis tungku krusibel
Dalam gambar di atas ditunjukkan 3 jenis tungku krusibel yang
biasa digunakan yaitu: Krusibel angkat (lift-out crucible)Krusibel
ditempatkan di dalam tungku dan dipanaskan hingga logam mencair.
Sebagai bahan bakar digunakan minyak, gas dan serbuk batubaru. Bila
logam telah melebur, krusibel diangkat dari tungku dan digunakan
sebagai ladel penuangan.Krusibel yang dipergunakan harus selalu
menggunakan jenis refraktori yang memiliki kapasitas maksimum 50 kg
Al. kerugian dari jenis tungku ini adalah keterbatasan dalam
menghasilkan produktivitas dalam jumlah yang tinggi, memerlukan
jumlah tenaga kerja yang banyak dan buruknya kondisi kerja, tetapi
keperluan biaya perlengkapannya paling murah. Pot tetap (stationary
pot)
Tungku jenis stationary adalah jenis tingku dengan krusibel yang
ditempatkan secara permanen, kapasitas peleburannya berkisar antara
150-450 kg Al dan jenis krusibel refraktori maupun besi cor dapat
digunakan dalam tungku jenis ini, tetapi krusibel jenis besi cor
perlu selalu dilapis ulang dengan bahan refraktori secara periodik.
Keuntungan dari jenis tungku ini adalah terletak pada kecocokannya
untuk beralih dari peleburan satu jenis ke jenis paduan lainnya dan
tungku jenis stationary inisangat baik untuk pemurnian aluminium
serta biaya instalasi yang diperlukan relative tinggi.
Tungku tukik (tilting-pot furnance)
Tungku krusibel digunakan untuk peleburan logam non-besi seperti
perunggu, kuningan, paduan seng dan aluminium. Kapasitas tungku
umumnya terbatas hanya beberapa ratus pound saja.
Efisiensi panas/peleburan dari tungku jenis krusibel adalah
berkisar antara 15-30%, rendahnya efisiensi tersebut karena
tingginya panas yang hilang melalui saluran gas buang. Struktur
utama kontruksi tungku jenis krusibel terdiri atas: krusibel,
lapisan refraktori, system pembangkit panas, dan alat pengukur
temperature.
d. Tungku busur listrik (electrical-arc furnance)Peleburan logam
menggunakan tungku ini dilakukan dengan menggunakan energy yang
berasal dari listrik berupa arc atau busur yang dapat mencairkan
logam. Tungku jenis busur listrik ini biasanya digunakan untuk
proses pengecoran baja.Dalam jenis tungku ini, bahan baku dilebur
dengan panas yang dihasilkan dari suatu busur listrik. Biasanya
menggunakan dua atau tiga elektrode. Konsumsi daya tinggi, tetapi
dapur ini dapat dirancang kapasitas lebur tinggi (25 s/d 50
ton/jam) dan biasanya digunakan untuk pengecoran baja.
Gambar 4.3 Tungku busur listrik
e. Tungku induksi (induction furnance)Pada tungku induksi
menggunakan arus bolak-balik yang dialirkan ke suatu kumparan untuk
menghasilkan medan magnit dalam logam dan dihasilkan arus induksi
sehingga terjadi pemanasan dan peleburan logam yang sangat cepat.
Logam cair di dalam tungku harus dihindarkan dari kontak langsung
terhadap koil. Oleh karena itu material tahan temperature tinggi
pada lining tungku harus memiliki ketebalan yang cukup untuk
menahan beban logam cair di dalamnya. Setelah logam pengisi telah
mengalami pencairan maka tungku induksi ini telah dilengkapi dengan
suatu pengendali untukmelakukan penuangan (titling) kedalam suatu
ladle yang lebih kecil yang dibawa hook crane atau ladle yang
dibawa oleh dua operator pouring ke cetakan.
Gambar 4.4 Tungku induksi
Keuntungan tungku induksi ini yaitu:
1. pemanasan dan peleburan sangat cepat,2. medan gaya
elektromagnetik menyebabkan terjadinya pencampuran logam cair 3.
Logam cair homogen, karena tidak terjadi kontak dengan elemen
pemanas, maka kondisi lingkungan peleburan dapat dikontrol dengan
baik,
4. Logam cair yang dihasilkan memiliki kualitas dan kemurnian
yang tinggi.
f. Tungku conventerConverter ialah sebuah tabung baja dengan
dinding berlapis dan tahan terhadap temperature tinggi serta
ditempatkan pada sebuah dudukan yang dibentuk sedemikian rupa agar
posisinya dapat diubah secara vertical maupun secara horizontal
dengan posisi mulut berada di samping atau di atas bahkan di bawah.
Posisi-posisi ini diperlukan untuk pengisian, penghembusan karbon
dioksida dan penuangan hasil pemurnian.Proses pemurnian ini
dilakukan dengan terlebih dahulu mencairkan besi mentah ke dalam
converter yang berada pada posisi horizontal kemudian converter
diubah posisinya pada posisi vertical dan pada posisi ini udara
bertekanan 140 KN/m2 dihembuskan melalui dasar converter kedalam
besi mentah cair, dengan demikian maka unsur karbon akan bersenyawa
dengan oksigen menjadi karbon dioxide (CO2) dan mengikat
unsur-unsur lainnya.
Gambar 4.5 Tungku Converter
g. Tungku Thomas and BassemerThomas dan Bessemer melakukan
proses permunian besi kasar dalam pembuatan baja ini pada
prinsipnya sama yakni menggunakan converter, namun bessemer
menggunakan converter dengan dinding yang dilapisi dengan flourite
dan kwarsa sehinggan dinding converter menjadi sangat keras kuat
dan tahan terhadap temperatur tinggi, akan tetapi dinding converter
ini menjadi bersifat asam sehinggga tidak dapat mereduksi unsur
posfor, oleh karena itu dapur bessemer hanya cocok hanya digunakan
dalam proses permunian besi kasar dan bijih besi yang rendah posfor
(Low-Posphorus Iron Ores).Sedangkan thomas menyempurnakannya dengan
memberikan lapisan batu kapur (limestone) atau dolomite sehingga
dinding converter menjadi basa dan mamapu mereduksi kelebihan unsur
posfor dengan mengeluarkannya bersama terak. linz-donawitz
(LD-Processes), salah satu proses permunian besi dengan sistem
convertering ini pertmama dikembangkan di austria,proses dengan
hembusan udara bertekanan hingga 12 bar di atas converter dengan
posisi vertical, setelah besi mentah (pig iron) bersama dengan
dimasukan kemudian dibakar,udara yang dihembuskan menghasilkan
pembakaran dengan unsur karbon, belerang dan posfor yang terkandung
di dalam besi mentah tersebut, hal ini terjadi pada saat converter
dalam posisi miring.
Gambar 4.6 Tungku Thomas
Gambar 4.7 Tungku BassemerProses laku cair pada alumuniumPada
proses pencairan aluminium, pembentukan oksida dan pengotornon
metalik sering terjadi. Pengotor bisa berbentuk cair dan padat
yangterbentuk selama proses pencairan sampai kecetakan. Penyebab
kotoran dapat berasal dari peralatan yang kotor, runtuhan pasir
dari cetakan, pelumas dankorosi. Ada empat prinsip pemberian flux
pada logam aluminium, yaitu Covering Fluxes, Cleaning fluxes,
Drossing-off fluxes, dan degassing fluxes.1. Covering fluxes, biasa
digunakan pada tungku kecil ( pot, crusible) yang berfungsi
melindungi logam cair dari oksidasi, mengurangi terbentuknya dross
dan sebagai cleanser (pembersih).
2. Cleaning fluxes, biasanya mengandung senyawa chlorida yang
tinggi dan itu memudahkan pemisahan oksida dari logam cair.
3. Degassing fluxes, ditambahkan pada logam cair untuk
mengeluarkan gas yang terperangkap didalam logam cair.
4. Drossing fluxes, berguna untuk memisahkan logam berharga yang
terdapat atau terperangkap didalam dross4.3 Metodologi
Praktikum
4.3.1 Skema Proses
Gambar 4.6 Skema Proses4.3.2 Penjelasan Skema Proses
1. Mempersiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.2.
Memanaskan tungku krusibel jenis lift out.3. Memasukan bahan-bahan
tadi ke dalam tungku kemudian nyalakan tungku dan tunggu hingga
mencair.4. Melakukan pengecekan temperature pouring sebelum
dituangkan ke cetakan, pastikan temperature pouring diatas
temperature melting.5. Melakukan pencatatan data stiap tahap atau
urutan kerja yang dilakukan serta mencatat nilai hasil dari
pengamatan proses peleburan dan melakukan pembahasan dari data yang
telah didapatkan.6. Membuat kesimpulan dari data dan pembahasan
yang telah dibuat.4.4 Alat dan Bahan
4.4.1 Alat
Tungku krusibel (lift out) Termocouple tipe K Timbangan Sarung
tangan Ladle 4.4.2 Bahan
Rangka Cetak
Boraks Scrap Alumunium
4.5 Data PengamatanTabel 4.1 Data Pengamatan
AspekKeterangan
Berat Muatan yang dilebur2 kg
Jenis Muatan yang dileburScrap Alumunium
Temperatur Melting660 oC
Temperatur Pouring 730oC
Waktu Pouring20:02 detik
Waktu Peleburan15 menit
Penambahan FluxNaCL Dan Boraks
Bahan Bakar Gas LPG
4.6 Analisa dan PembahasanPada pratikum peleburan dan penuangan
logam tungku yang digunakan adalah tungku krusibel jenis lift out.
Krusibel ditempatkan di dalam tungku, setalah logam mencair maka
krusibel dikeluarkan dari dalam tungku. Krusibel yang digunakan
harus selalu menggunakan jenis refraktori dengan kapasitas maksimum
50 kg alumunium. Kerugian dari jenis tungku ini adalah keterbatasan
dalam menghasilkan produktivitas dalam jumlah yang tinggi,
memerlukan jumlah tenaga kerja yang banyak, dan buruknya kondisi
kerja. Keuntungan dari tungku ini adalah biaya perlengkapan nya
yang relatif lebih murah.Alat yang digunakan untuk mengukur suhu
pada tungku ini adalah thermocouple tipe K. Alasan penggunaan
thermocouple tipe K karena jenis ini tersusun atas paduan chromel (
Ni Cr alloy ) dan allumel ( Ni Al alloy ), keberadaan paduan
allumel ( Al alloy ) sesuai dengan muatan yang dilebur yaitu scrab
aluminium, sehingga koefisien muai panas nya akan sesuai selain itu
thermocouple ini dapat mengukur suhu mulai dari ( -2000 C ~ 12000 C
) sehingga bisa mengukur pada temperatur melting maupun temperatur
pouring Alumunium.
Bahan yang ditambahkan adalah scrap alumunium, kemudian
ditambahkan fluxs yang berfungsi untuk mengangkat pengotor yang
terdapat pada cairan logam alumunium. Waktu yang digunakan untuk
melebur logam jenis ini adalah sekitar 15 menit, suhu yang
digunakan sampai mencapai 750 0C. Namun ketika pada saat penuangan
suhu harus berada pada temperatur 720 0C , hal ini bertujuan untuk
mengantisipasi pembekuan dini logam cair. Untuk mengantisipasi hal
yang tidak diinginkan yaitu kebocoran pada rangka cetakan, atau
pergeseran pada rangka cetakan maka cetakan tersebut diberi beban.
Ketika penuangan logam cair pada cetakan harus diperhatikan laju
penuangannya karena apabila terlalu lambat maka akan cepat membeku,
namun apabila terlalu cepat dikawatirkan terjadinya turbulensi
yaitu aliran fluida yang tidak menentu, selain itu dapat
mengakibatkan erosi pada dinding rongga cetak. Tunggu beberapa saat
sampai logam cair dalam cetakan kering dengan merata, kemudian
bongkar cetakan dengan hati hati agar tidak terjadi kerusakan pada
produk tersebut.4.7 Kesimpulan4.7.1 Kesimpulan
Tungku Krusibel hanya dapat digunakan untuk melebur logam non
ferrous.
Waktu penuangan logam cair harus konstan, untuk menghindari
terjadinya kebocoran ataupun pembekuan dini.
Jumlah flux yang ditambahkan ke muatan harus sesuai dengan
jumlah muatan agar penghilangan oksida yang terjadi optimal.
Pengukuran temperatur pada saat proses peleburan dilakukan dengan
thermocouple tipe K Penuangan logam cair jangan terlalu cepat untuk
menghindari terjadinya turbulensi yaitu aliran fluida yang tidak
menentu.4.7.2 Saran
Tidak ada saran
BAB V
ANALISA CACAT CORAN5.1. Tujuan
Dapat mengetahui dan mempelajari jenis-jenis cacat pada
coran.
Mengetahui penyebab terjadinya cacat coran.
Mengetahui langkah-langkah pencegahan terbentuknya cacat pada
coran.5.2. Teori DasarProses pengecoran dilakukan dengan beberapa
tahapan mulai dari pembuatan cetakan, proses peleburan, penuangan
dan pembongkaran. Untuk menghasilkan coran yang baik maka semuanya
harus direncanakan dan dilakukan dengan sebaik-baiknya. Namun hasil
coran sering terjadi ketidak sempurnaan atau cacat. Cacat yang
terjadi pada coran dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu : 1)
Desain pengecoran dan pola
2) Pasir cetak dan desain cetakan dan inti
3) Komposisi muatan logam
4) Proses peleburan dan penuangan
5) Sistim saluran masuk dan penambah. Cacat coran adalah
kerusakan atau kesalahan yang terjadi pada benda cor yang
menyebabkan ditolaknya benda cor tersebut oleh konsumen (reject).
Adanya defect ini dalam produksi tidak dapat dihindari tapi harus
diminimalisir. Untuk proses foundry nilai reject yang baik adalah
dengan angka yang berkisar 2,0-5,0 %. Ada dua istilah yang mengacu
pada cacat sebuah logam, yang pertama cacat yang didefinisikan
dapat ditolerir atau masih dalam batas toleransi ukurannya dan
masih dalam tahap dapat diperbaiki yang disebut discontinuity.
Sedangkan yang kedua yaitu cacat yang tidak dapat diperbaiki
(reject) disebut defect.
Gambar 5.1 fishbone cacat coran
Macam-macam Cacat Coran Komisi pengecoran internasional telah
membuat penggolongan cacat-cacat coran dan dibagi menjadi 9 macam,
yaitu : 1) Ekor tikus tak menentu atau kekasaran yang meluas 2)
Lubang-lubang 3) Retakan 4) Permukaan kasar 5) Salah alir 6)
Kesalahan ukuran 7) Inklusi dan struktur tak seragam 8) Deformasi
9) Cacat-cacat tak nampak
1. Cacat ekor tikus tak menentu atau kekasaran yang meluas.
Cacat ekor tikus merupakan cacat dibagian luar yang dapat dilihat
dengan mata. Bentuk cacat ini mirip seperti ekor tikus, yang
diakibatkan dari pasir permukaan cetakan yang mengembang dan logam
masuk kepermukaan tersebut. Kekasaran yang meluas merupakan cacat
pada permukaan yang diakibatkan oleh pasir cetak yang tererosi.
Bentuk cacat ekor tikus dan kekasaran yang meluas dapat dilihat
pada gambar dibawah ini.
Gambar 5.2 Cacat ekor tikus dan kekasaran meluas
Penyebab cacat ekor tikus atau kekasaran yang meluas disebabkan
oleh :
Kecepatan penuangan terlalu lambat
Temperatur penuangan terlalu tinggi
Ketahanan panas pasir cetak rendah
Terjadi pemanasan setempat akibat letak saluran turun yang
salah
Pasir cetak banyak mengandung unsure kental atau lumpur
Perbaikan cetakan yang tidak sempurna
Pelapisan cetakan yang terlalu tebal
Kepadatan cetakan pasir yang kurang
Lubang angin pada cetakan kurang Untuk mencegah timbulnya cacat
di atas dapat dilakukan dengan merencanakan pembuatan cetakan,
peleburan dan penuangan yang baik. Langkah-langkah yang dapat
dilakukan adalah :
Menggunakan pasir cetak yang berkualitas, tahan panas dan tidak
benyak mengandung unsur lumpur.
Pembuatan cetakan yang teliti baik pemadatan yang cukup, lubang
angin yang cukup dan pelapisan tipis yang merata.
Membuat saluran turun yang tepat, sesuai bentuk coran,
Mengecek temperature logam sebelum penuangan, tempertur tuang
harus sesuai yang disyaratkan.
Melakukan penuangan dengan kecepatan yang cukup dan kontinyu
2. Cacat lubang-lubang Cacat lubang-lubang memiliki bentuk dan
akibat yang beragam. Bentuk cacat lubang-lubang dapat dibedakan
menjadi : a. Rongga udara, b. Lubang jarum, c. Rongga gas oleh cil,
d. Penyusutan dalam, e. Penyusutan luar dan f. Rongga
penyusutan
Bentuk , penyebab dan pencegahan cacat lubang-lubang dapat
dilihat pada table 5.1 berikut.
Tabel 5.1. Cacat lubang-lubang penyebab dan pencegahan
Bentuk cacat lubang
PenyebabPencegahan
a. Rongga Udara
Logam cair teroksidasi
Saluran cerat dan ladel tidak cukup kering
Temperatur penuangan terlalu rendah
Penuangan terlalu lambat
Cetakan kurang kering
Permeabilitas pasir cetak kurang sempurna
Terlalu banyak yang keluar dari cetakan
Lubang angin kurang memadai
Tekanan di atas terlalu rendah
Logam cair teroksidasi
Temperatur penuangan terlalu rendah
Bahan muatan logam banyak kotoran dan berkarat
Perencanaan dan peletakan penambah tidak sempurna
Tinggi penambah terlalu rendah
Cetakan membengkak
Cetakan pasir membentuk sudut-sudut tajam
Radius coran yang terlalu kecil
Pengisian yang sulit dari penambah karena perubahan yang
mendadak
Diusahakan pada saat pencairan alas kokas dijaga agar logam
tidak berada di daerah oksidasi.
Temperature tuang logam sebelum penuangan, dipastikan sudah
sesuai dan penuangan dengan cepat.
Pembuatan cetakan yang teliti baik permeabilitas, pemadatan yang
cukup, lubang angin yang cukup
Diusahakan tekanan di atas dibuat tinggi
Diusahakan pada saat pencairan alas kokas dijaga agar logam
tidak berada di daerah oksidasi.
Temperature tuang logam sebelum penuangan, dipastikan sudah
sesuai dan penuangan dengan cepat.
Perencanaan dan peletakan penambah yang teliti.
Menghilangkan sudut-sudut tajam pada cetaan
Mendsain coran dengan radius yang cukup
Merencanakan sisitim saluran yang teliti
b. Lubang Jarum
c. Penyusutan dalam
d. Penyusutan luar
e. Rongga Penyusutan
f. Rongga gas karna cil Penguapan bahan cil
Bahan cil berkarat
Permukaan cil mengembun
Menggunakan bahan cil yang tidak menguap
Menghilangkan karat pada bahan cil
Memastikan permukaan cil betul-betul kering sebelum penuanga
3. Cacat Retakan Cacat retakan dapat disebabkan oleh penyusutan
atau akibat tegangan sisa. Keduanya dikarenakan proses pendingan
yang tidak seimbang selama pembekuan. Bentuk cacat retakan dapat
dilihat pada gambar dibawah ini
.Gambar 5.3 Cacat RetakanPenyebab cacat retakan adalah :
Perencanaan coran yang tidak memperhitungkan proses pembekuan,
seperti perbedaan tebal dinding coran yang tidak seragam Pemuaian
cetakan, dan inti menahan pemuaian dari coran. Ukuran saluran turun
da penambah yang tidak memadahi.
Upaya untuk mencegah cacat retakan adalah sebagai berikut:
Menyeragamkan proses pembekuan logam dengan memanfaatkan cil bila
perlu.
Pengisian logam cair dari beberapa tempat Waktu penuangan harus
sesingkat mungkin Menghindakan coran yang memiliki sudut-sudut
tajam Menghindarkan perubahan mendadak pada dinding coran. 4. Cacat
Permukaan Kasar Cacat permukaan kasar menghasilkan coran yang
permukaannya kasar. Cacat ini dikarenakan oleh beberapa factor
seperti : cetakan rontok, kup terdorong ke atas, pelekat,
penyinteran dan penetrasi logam. Bentuk, penyebab dan pencegahan
cacat permukaan kasar dapat dilihat pada tabel 5.2.Tabel 5.2.
Bentuk, penyebab dan pencegahan cacat permukaan kasar
Bentuk cacat permukaan kasarPenyebab
Pencegahan
a. Cetakan Rontok Bagian cetakan yang lemah runtuh
Cetakan runtuh.saat penarikan pola
Kemiringan pola tidak cukup
Cetakan kurang padat
Kekuatan pasir cetak kurang
Cermat dan teliti saat pembuatan cetakan
b. Cop Terdorong keatas Bagian yang cembung dari cetakan rontok
dan pecahan pasir jatuh dalam cetakan
Kedua permukaan pisah harus rata dan betul-betul rapat
Pemeriksaan bagian dalam cetakan sebelum penuangan
c. Pelekat Pasir melekat pada pola
Pasir panas, kadar air dan lempung yang kurang
Pemdatan cetakan yang tidak memadahi
Bubuk pemisah yang tdak baik
Kemiringan pola tidak cukup
Getaran yang kurang saat penarikan pola
Cetakan tidak diperbaiki saat pasir cetak melekat pada pola saat
ditarik
Pasir harus cukup dingin
Pola logam harus dipanaskan mula
Menggunakan pasir yang kekuatannya cukup
Menggunakan bubuk pemisah yang baik
Kemiringan pola harus sesuai
Menarik pola dengan getaran yang cukup.
Memperbaiki cetakan yang tidak sempurna
d. Penyinteran Logam cair memiliki tegangan permukaan yang
kecil
Logam cair memiliki tekanan static dan dinamik yang
berlebihan
Temperatur tuang yang terlalu tinggi
Pasir terlalu kasar
Pemadatan pasir kurang
Bahan pengikat terlalu banyak
Tahanan panas pasir kurang
Menggunakan pasir yang tahanan panasnya tinggi
Oksida besi harus dicampur baik ke dalam pasir
Pemadatan pasir harus cukup
Menggunakan distribusi kekasaran pasir yang sesuai.
e. Penetrasi Logam Logam cair memiliki tekanan static dan
dinamik yang berlebihan
Pemadatan pasir kurang
Tahanan panas pasir kurang
Menggunakan pasir yang tahanan panasnya tinggi
Pemadatan pasir harus cukup
Memperhitungkan tumbukan aliran logam.
5. Cacat salah alir Cacat salah alir dikarenakan logam cair
tidak cukup mengisi rongga cetakan. Umumnya terjadi penyumbatan
akibat logam cair terburu membeku sebelum mengisi rongga cetak
secara keseluruhan. Bentuk cacat salah alir dapat dilihat pada
gambar dibawah ini
Gambar 5.4 Cacat salah AlirPenyebab cacat salah alir yaitu :
Coran terlalu tipis Temperature penuangan terlalu rendah
Laju penuangan terlalu lambat Aliran logam cair tidak seragam
akibat sistim saluran yang jelek. Lubang angin pada cetakan kurang
Sistim penambah yang tidak sempurna
Pencegahannya adalah sebagai berikut : Temperatur tuang harus
cukup tinggi Kecepatan penuangan harus cukup tinggi Perencanaan
sistim saluran yang baik Lubang angin harus ditambah Menyempurnakan
sistim penambah
6. Cacat kesalahan ukuran Cacat kesalahan ukuran terjadi akibat
kesalahan dalam pembuatan pola. Pola yang dibuat untuk memuat
cetakan ukuranya tidak sesuai dengan ukuran coran yang diharapkan.
Selain itu kesalahan ukuran dapat terjadi akibat cetakan yang
mengembang atau penyusutan logam yang tinggi saat pembekuan.
Pencegahan kesalahan ukuran adalah membuat pola dengan teliti dan
cermat. Menjaga cetakan tidak mengembang dan memperhitungkan
penyusutan logam dengan cermat, sehingga penambahan ukuran pola
sesuai dengan penyuutan logam yang terjadi saat pembekuan.
7. Cacat Inklusi dan struktur tak seragam Cacat inklusi terjadi
karena masuknya terak atau bahan bukan logam ke dalam cairan logam
akibat reaksi kimia selama peleburan, penuangan atau pembekuan.
Cacat struktur tidak seragam akan membentuk sebagian struktur coran
berupa struktur cil. Bentuk, penyebab dan pencegahan cacat inklusi
dan struktur tidak seragam dapat.Gas dan porositas pada logam coran
merupakan salah satu cacat coran, yang disebatkan oleh gas hidrogen
dan menyebatkan coran itu tidak terpakai. Hal ini akan dibahas
hubungan konsentrasi gas hidogen dan pengaruhnya terhadap sifat
coran. Secara makroskopik terbentuknya coran selalu ada penyusutan,
hal ini disebabkan karena pengisisaan yang kurang. Lubang pori-pori
(rongga) yang besar mencakup banyak struktur dendrit yang
terbentuk, yang dapat dianggap penyusutan sebagai basis ukuran.
Penyusutan lubang pori-pori yang lebih besar pada coran,
biasanyaberbentuk penyusutan pipa, porositas dapat pula terjadi
pada daerah permukaancoran (Pinhole porositity). Pada umumnya micro
porositas yang ditemukan dalam coran adalah kombinasi gas dan
penyusutan jenis rongga yang terjadi di antara struktur dendrit,
merupakan bagian dari struktur padat. Porositas yang terjadi pada
daerah pembekuan ditunjukkan kelarutan gas hidrogen yang menyusut
yaitu :a. Rongga penyusutan yang ditemui pada b. Rongga gas pada
paduan hasil coran. Al 8%Sic. Mikroporositas gas dan penyusutan
Bentuk porositas dalam coran paduan aluminium. Proses Laku Cair
pada aluminium Pada proses pencairan aluminium, pembentukan oksida
dan pengotornon metalik sering terjadi. Pengotor bisa berbentuk
cair dan padat yang terbentuk selama proses pencairan sampai
kecetakan. Penyebab kotoran dapat berasal dari peralatan yang
kotor, runtuhan pasir dari cetakan, pelumas dankorosi. Ada empat
prinsip pemberian flux pada logam aluminium, yaitu Covering Fluxes,
Cleaning Fluxes, Drossing-Off Fluxes, dan Degassing Fluxes. (
Covering fluxes, biasa digunakan pada tungku kecil ( pot, crusible)
yang berfungsi melindungi logam cair dari oksidasi, mengurangi
terbentuknya dross dan sebagai cleaner (pembersih). ( Cleaning
fluxes, biasanya mengandung senyawa chlorida yang tinggi dan itu
memudahkan pemisahan oksida dari logam cair. ( Degassing fluxes,
ditambahkan pada logam cair untuk mengeluarkan gas yang
terperangkap didalam logam cair. ( Drossing fluxes, berguna untuk
memisahkan logam berharga yang terdapat atau terperangkap didalam
dross.5.3 Metodologi Praktikum
5.3.1 Skema Proses
Gambar 5.3 Skema Proses5.3.2 Penjelasan Skema Proses
Persiapakan produk hasil pengecoran
Lakukan identifikasi untuk mengetahui cacat yang terjadi
Melakukan analisa dari cacat coran yang dihasilkan
Mengambil kesimpulan
5.4 Alat dan Bahan
5.4.1 Alat
Spidol
Kamera
5.4.2 Bahan
Produk cor alumunium
5.5 Pengumpulan DataNoNama Cacat Foto Cacat
1Porositas
2penyusustan
3Kesalahan Ukuran
4Flus (sirip)
5Cacat Rontok
6Cacat Permukaan Kasar
5.6 Analisa dan Pemabahasan
Produk yang dihasilkan oleh kelompok kami adalah Cable Holder.
Pada produk kami terdapat beberapa cacat yaitu cacat porositas,
penyusutan, cacat akibat cetakan, dan cacat akibat penuangan. Cacat
penyusutan bisa disebabkan karena tidak adanya pembesaran ukuran
pola yang bertujuan untuk mengkompensasi penyusutan saat logam
mengeras atau membeku. Indikasi cacat ini adalah perbedaan bentuk
yang tidak seragam.
Cacat porositas yaitu pembentukan gelembung udara yang terjebak
dalam proses pengecoran logam membeku. Penyebab cacat ini adalah
pada proses pengecoran banyak gas gas yang terlarut dalam logam
cair (biasanya nitrogen, oksigen, dan hidrogen) dan pada saat
proses pembekuan gas tersebut terjebak dan membentuk porosity.
Indikasi cacat ini adalah terlihat banyak pori pori atau lubang
pada produk coran. Cacat akibat cetakan yaitu cacat yang disebabkan
pada saat pembuatan cetakan antara cope and drag tidak simetris.
Akibatnya produk coran biasanya tidak sesuai dengan pola.Cacat
akibat penuangan yaitu permukaan cetakan rontok, hal ini
diakibatkan ketidakmampuan pasir cetak menahan aliran logam cair
sehingga terjadi pengikisan cetakan pasir. Hal ini dapat dicegah
dengan cara menambah gula tetes pada saat pembuatan pasir cetak
sehingga dapat meningkatkan kekuatan pasir cetak, tetapi resiko
lain akibat penambahan bentonit terlalu banyak dapat menimbulkan
masalah lain yaitu menurunnya kemampuan permeabilitas dan dapat
mengakibatkan cacat porositas.Kekasaran erosi pada bagian produk
dibagian cope yang disebabkan karena kekuatan geser dari pasir
cetak yang kurang, kekasaran erosi dapat dicegah dengan penambahan
kekuatan pasir cetak, khususnya kekuatan geser. Besarnya kekuatan
pasir cetak tergantung pada komposisi pasir cetak yang pertama kali
dihitung, dimana pasir cetak yang digunakan memiliki kadar air dan
lempung yang berlebih sehingga kekuatannya rendah. 5.7
Kesimpulan
5.7.1 Kesimpulan Pembuatan rangka cetak dan cetakan sangat
mempengaruhi hasil produk coran Bahan produk dari scrap
alumunium
Cacat yang dihasilkan yaitu, cacat porositas, cacat penyusustan,
cacat akibat cetak, dan cacat akibat penuangan.
Cara menghindari cacar sebelum penuangan yaitu pengayakan pasir,
mangatur komposisi bentonit, membuat ventilasi udara, penambahan
fluks dan lain lain.5.7.2 SaranMengunakan pasir silika baru agar
mengurangi cacat yang dihasilkan
Persiapan Alat dan Bahan
Pengujian Pasir
Kesimpulan
Analisa dan Pembahasan
Distribusi Besar Butir
Kekeuatan
(Geser dan tekan)
Data Pengamatan
Kadar Air
Kadar Lempung Lempung
Kesimpulan
Data dan Pembahasan
Mempersiapkan Alat Dan Bahan
Proses Peleburan Aluminium
Proses penuangan dan Pembekuan
Produk Coran
Identifikasi Cacat Coran
Analisa dan Pembahasan
Kesimpulan
EMBED PBrush
Laboratorium Teknik Produksi TA 2014/201514