12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Fisiologi Pembuluh Darah 2.1.1 Sistem Pembuluh Darah Di antara berbagai organ tubuh, pembuluh darah mungkin merupakan salah satu organ yang mempunyai peranan penting dan sistemnya sangat kompleks. Dikenal dua sistem sirkulasi di mana pembuluh darah memegang peranan utama yaitu: sistem sirkulasi sistemik dan sistem sirkulasi paru-paru (Guyton, 2000). Di setiap sistem, masing-masing dikelompokkan menjadi 3 sistem yaitu sistem arterial, sistem kapiler dan sistem venosa. Aorta adalah pembuluh darah besar bagian dari sistem sirkulasi sistemik, yang keluar dari jantung dan berfungsi untuk membawa darah jantung yang penuh berisi oksigen ke pembuluh arteri. Dari pembuluh aorta yang besar kemudian bercabang menjadi beberapa pembuluh darah arteri yang ukurannya lebih kecil dan membawa darah dari percabangan aorta keseluruh tubuh, kecuali arteri paru-paru yang berfungsi sebaliknya (Guyton, 2000; High beam encyclopedia, 2008; Farlex, 2008). Di target organ, pembuluh darah arteri bercabang-cabang dan berakhir menjadi pembuluh darah yang lebih kecil yang disebut dengan arteriol. Arteriol bekerja sebagai katup pengatur di mana darah dilepaskan ke dalam kapiler. Kapiler adalah pembuluh darah terkecil yang berfungsi untuk menukar cairan dan bahan gizi di antara darah dan ruang interstisial (Guyton, 2000). Venula mengumpulkan darah dari kapiler-kapiler.
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi Pembuluh Darah
2.1.1 Sistem Pembuluh Darah
Di antara berbagai organ tubuh, pembuluh darah mungkin merupakan salah satu
organ yang mempunyai peranan penting dan sistemnya sangat kompleks. Dikenal
dua sistem sirkulasi di mana pembuluh darah memegang peranan utama yaitu:
sistem sirkulasi sistemik dan sistem sirkulasi paru-paru (Guyton, 2000). Di setiap
sistem, masing-masing dikelompokkan menjadi 3 sistem yaitu sistem arterial,
sistem kapiler dan sistem venosa. Aorta adalah pembuluh darah besar bagian dari
sistem sirkulasi sistemik, yang keluar dari jantung dan berfungsi untuk membawa
darah jantung yang penuh berisi oksigen ke pembuluh arteri. Dari pembuluh aorta
yang besar kemudian bercabang menjadi beberapa pembuluh darah arteri yang
ukurannya lebih kecil dan membawa darah dari percabangan aorta keseluruh
tubuh, kecuali arteri paru-paru yang berfungsi sebaliknya (Guyton, 2000; High
beam encyclopedia, 2008; Farlex, 2008). Di target organ, pembuluh darah arteri
bercabang-cabang dan berakhir menjadi pembuluh darah yang lebih kecil yang
disebut dengan arteriol. Arteriol bekerja sebagai katup pengatur di mana darah
dilepaskan ke dalam kapiler. Kapiler adalah pembuluh darah terkecil yang
berfungsi untuk menukar cairan dan bahan gizi di antara darah dan ruang
interstisial (Guyton, 2000). Venula mengumpulkan darah dari kapiler-kapiler.
13
Secara berangsur-angsur mereka bergabung menjadi vena-vena yang makin lama
makin besar. Vena adalah pembuluh darah yang berfungsi sebagai penyalur yang
membawa darah dari jaringan kembali ke jantung (Guyton, 2000).
Secara histoanatomik, ketebalan dinding ketiga sistem ini berbeda, sesuai
dengan fungsi utamanya masing-masing. Aorta dan pembuluh darah arteri, karena
fungsinya untuk menyalurkan darah dari jantung ke seluruh tubuh, mengalami
tekanan yang tinggi. Sehingga pembuluh darah arteri memiliki dinding vaskuler
yang kuat dan darah mengalir dengan cepat ke jaringan-jaringan.
Arteriol yang berfungsi sebagai katup pengatur dari sistem arteri, memiliki
dinding otot yang kuat yang dapat menutup sama sekali arteriol tersebut sehingga
memungkinkannya untuk berdilatasi beberapa kali, dengan demikian dapat
mengubah aliran darah ke kapiler.
Kapiler, karena fungsinya sebagai penukar cairan dan bahan gizi, memiliki
dinding yang sangat tipis dan permeabel terhadap zat yang bermolekul kecil.
Selanjutnya dari kapiler darah kemudian berlanjut menuju venula-venula yang
kemudian bergabung menjadi pembuluh darah vena.
Vena, karena berfungsi mengalirkan darah kembali ke jantung, memiliki
tekanan dinding yang sangat rendah dan sebagai akibatnya dinding vena tipis.
Tetapi walaupun begitu, dinding vena berotot yang memungkinkannya untuk
mengecil dan membesar, sehingga vena mampu menyimpan darah dalam jumlah
kecil atau besar tergantung kepada kebutuhan badan.
14
Tabel 2.1 di bawah ini menunjukkan perbedaan ketebalan dinding
pembuluh darah, diameter lumen dan luas area sesuai dengan fungsinya dalam
sistem.
Tabel. 2.1. Tebal Dinding Pembuluh Darah, Diameter Lumen dan Luas
Penampang Lintang (Area) Pembuluh Darah
SISTEM
PEMBULUH
DARAH
TEBAL
DINDING LUMINAL AREA
Aorta 2 mm 2.5 cm 4.5 cm2
Arteri 1 mm 0.4 cm 20 cm2
Arteriol 20 μm 30 μm 400 cm2
Kapiler 1 μm 5 μm 4500 cm2
Venol 2 μm 20 μm 4000 cm2
Vena 0.5 mm 5 mm 40 cm2
Vena Kava 1.5 mm 3 cm 18 cm2
Sumber: Kardiologi Molekuler oleh Baraas F., 2006, hal. 187
2.1.2 Struktur Dinding Pembuluh Darah
Dinding pembuluh darah terdiri dari 3 (tiga) lapisan, yaitu: lapisan terdalam yang
disebut sebagai tunika intima; yang ditengah disebut sebagai tunika media dan
yang terluar disebut sebagai tunika adventisia (Gambar 2.1). Tunika intima terdiri
dari selapis sel endotel yang bersentuhan langsung dengan darah yang mengalir
dalam lumen, dan selapis jaringan elastin yang berpori-pori yang disebut
membran basalis. Tunika media terdiri dari sel-sel otot polos, jaringan elastin,
proteoglikan, glikoprotein dan jaringan kolagen. Dalam keadaan biasa, jumlah
jaringan elastin yang membentuk tunika media aorta dan pembuluh darah besar
lainnya, lebih menonjol dibandingkan dengan otot polosnya. Sebaliknya di
15
pembuluh darah arteri lebih banyak dijumpai sel otot polos yang membentuk
tunika medianya. Perbedaan sel dalam tunika media menjadi tidak jelas (tidak bisa
dibedakan) bila sudah memasuki arteriol, bahkan tampaknya, dapat dikatakan
bahwa di dalam arteriol jaringan ikat dari tunika adventisia menjadi lebih dominan
(Guyton, 2000; Baraas F., 2006).
Gambar 2.1: Penampang Dinding Pembuluh Darah
Dalam dinding kapiler pembuluh darah, tidak didapatkan lagi lapisan
tunika media dan yang ada adalah lapisan sel endotel. Pada sistem venosa,
komponen tunika jumlahnya jauh lebih sedikit dibandingkan dengan sistem
arterial. Tunika media tidak begitu berkembang dan hanya terdapat pada vena
kava dan pembuluh darah vena besar lainnya. Pada vena-vena kecil dan venol,
hanya jaringan ikat tuna adventisia yang lebih dominan. Oleh karena itu sistem
venosa lebih mudah mengalami dilatasi yang ireguler dan menampung pembuluh
darah paling besar (Guyton, 2000; Baraas F., 2006).
Sumber: Hast, 2003
16
Elastin yang bersifat hydrofobik berperan dalam mempertahankan
elastisitas dinding pembuluh darah, sedangkan jaringan kolagen berperan dalam
mempertahankan struktur dan bentuk pembuluh darah. Jaringan kolagen pada
tunika media yang terdiri dari tiga tipe yaitu, tipe I dan tipe II mengandung sel-sel
fibril dengan diameter 20-90 nm, dan tipe III yang bersifat lebih elastik. Jaringan
ikat kolagen yang ada dalam tunika intima adalah jaringan kolagen tipe IV,
sedangkan yang tipe V ada di membran basal. Tunika adventisia yang merupakan
lapisan terluar bertindak sebagai pelindung dan terdiri dari banyak jaringan ikat,
saraf otonom, pembuluh darah limfe dan vasa vasorum (Guyton, 2000; Baraas F.,
2006).
2.1.3 Sel Endotel
Lapisan terdalam dari tunika intima, terdiri dari selapis sel yang disebut sel
endotel. Sel ini berbentuk pipih, poligonal dengan ukuran sekitar 10 x 50 μm dan
tebalnya 1-3 μm, dengan sumbu panjang sel sejajar dengan aliran darah (Baraas F.,
2006). Sel ini berada disemua struktur pembuluh darah mulai dari jantung sampai
dengan kepiler dan berhubungan langsung dengan aliran darah (Guyton, 2000,
Bruce A., et al., 2002, Baraas F., 2006).
Sel endotel berfungsi untuk mengatur aliran darah yang dipompa oleh
jantung menuju ke seluruh tubuh, begitu juga sebaliknya (Baraas F., 2006),
memiliki kemampuan yang luar biasa dalam mengadaptasikan dirinya, baik secara
jumlah maupun kemampuan mengatur untuk tujuan memenuhi kebutuhan lokal
(Bruce A, et al., 2002). Disamping itu sel ini, bilamana rusak akan mudah diganti
oleh adanya Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) (Mochida S etal.,
17
1998), hanya saja diperlukan waktu untuk proses regenerasi tersebut (Reidy etal.,
1986). Kelebihan inilah yang memberikannya kemampuan untuk memiliki fungsi
yang berbeda-beda sesuai dengan fungsi metabolik organ yang diembannya
masing-masing (Baraas F., 2006). Secara umum sel endotel memiliki 3 (tiga)
fungsi dasar, yaitu: Pertama, endotel berfungsi sebagai garis pertahanan utama
(barrier) terhadap hampir semua elemen asing yang mencoba invasi ke dalam
suatu organ; kedua endotel berfungsi sebagai tempat metabolisme dan
katabolisme senyawa-senyawa tertentu; dan ketiga, sel ini berfungsi sebagai
tempat sintesis berbagai senyawa vasoaktif yang diperlukan dalam
mempertahankan tonus pembuluh darah (Bruce, 2002, Böger, 2004), yaitu antara
lain sintesis berbagai mediator inflamasi, mediator proliferasi sel-sel subendotel
dan berbabagi faktor hemostasis lainnya (Guyton, 2000; Libby P., et al., 2002;
Najjar et al., 2005; Baraas F., 2006). Fungsi di atas disebabkan karena peran
utama sel endotel adalah mengendalikan sifat-sifat arteri seperti tonus vaskuler,
permeabilitas vaskuler, angiogenesis dan respon terhadap proses inflamasi (Najjar
et al., 2005)
Sel endotel mengeluarkan Oksida Nitrit (NO) yang berperan sangat
penting dalam mempertahankan tonus pembuluh darah khususnya untuk proses
relaksasi pembuluh darah (Libby P., et al., 2002; Böger, 2004; Najjar et al., 2005;
Baraas F., 2006). NO merupakan hasil dari proses perubahan L-Arginine menjadi
sitrulin yang dikatalisis oleh enzym Nitric Oxyde Syntase (NOS) yang termasuk
dalam kelompok sitokrom P-450. Telah dapat diidentifikasi 3 (tiga) isoform NOS
yaitu: neuralNOS (nNOS) yang berasal dari kromosom 7, inducible NOS (iNOS)
18
yang berasal dari kromosom 12 dan endothelial constitutive NOS (ecNOS) yang
berasal dari kromosom 17 (Baraas F., 2006).
Gaya gesek pulsatil (shear stress) darah dan dengan adanya ion Ca2+
dari
luar sel dapat menyebabkan ecNOS menjadi aktif. Oleh karena itu produksi NO
oleh sel endotel distimulasi dan dipertahankan oleh faktor-faktor yang dapat
meningkatkan konsentrasi Ca2+
intrasel, seperti gaya gesek pulsatil pada
permukaan sel-sel endotel yang selalu berlangsung disepanjang waktu, perubahan
keseimbangan berbagai molekul sinyal vasoaktif yang bersifat vasodilatatif
dengan molekul sinyal vasokonstruktif dan sebagainya (Baraas F., 2006).
Oksida Nitrit bekerja lokal (autokrin dan parakrin) oleh karena waktu
paruhnya sangat pendek dan segera bereaksi dengan air dan oksigen membentuk
nitrit dan nitrat. Oksida Nitrit ini selalu diproduksi dan didegradasi secara sangat
dinamik di dalam sel-sel endotel (Baraas F., 2006).
2.2 Penuaan Pembuluh Darah (Vascular Aging)
Dengan bertambahnya umur seseorang, proses menua yang terjadi sepanjang
hidup manusia akan tetap berlangsung. Seluruh organ beserta fungsinya, termasuk
pembuluh darah, juga mengalami proses menua. Penuaan organ ditandai dengan
berbagai perubahan struktur maupun fungsi. Berikut ini adalah pembahasan
tentang perubahan yang terjadi pada pembuluh darah sebagai akibat dari penuaan.
19
2.2.1 Definisi Penuaan yang Berkaitan dengan Pembuluh Darah
Umur merupakan faktor risiko dominan terhadap penyakit yang
menyerang pembuluh darah. Penuaan pembuluh darah dikaitkan dengan
perubahan struktur dan fungsi keberadaan pembuluh darah khususnya pembuluh
darah besar (Mengden, 2006; Nilson, 2008), seperti diameter lumen, ketebalan
dinding, peningkatan kekakuan dinding dan perubahan fungsi endotel (Mengden,
2006, Najjar et al., 2005). Pembuluh darah yang paling sering terkena adalah yang
bersifat elastis seperti aorta sentralis dan arteri carotis (Science Blog, 2003,
Lakatta, 2003; Najjar et al., 2005). Lumen pembuluh darah besar akan mengalami
dilatasi, dindingnya semakin tebal dan semakin kaku (Lakatta, 2003; Najjar et al.,
2005). Perubahan ini dipengaruhi oleh perubahan struktur, mekanika dan
biokimiawi dinding oleh karena faktor umur yang kemudian berakibat pada
menurunnya arterial compliance dan kakunya dinding (Jani & Rajkumar, 2006;
Laurent et al., 2006; Nilson, 2008). Najjar et al., 2005, yang mengutip pendapat
O’Rourke dan Nicholas, 2005, menyebutkan bahwa peningkatan kekakuan
dinding pembuluh darah adalah akibat dari siklus tekanan yang terus menerus dan
putaran yang berulang-ulang pada dinding elastis arteri, sehingga menekan
jaringan elastisnya untuk digantikan dengan jaringan kolagen. Selain itu Lakatta
dan Levy, 2003, dalam review artikelnya menyebutkan juga bahwa kekakuan
arteri ini berkaitan dengan pengaruh regulasi endotel terhadap tonus otot polos
arteri (Lakatta, 2003). Selanjutnya kemungkinan kekakuan dinding ini diperbesar
oleh adanya specific gene polymorphism (Hanon et al., 2001; Safar, 2005).
20
Perubahan struktur dan fungsi arteri yang berkaitan dengan umur pada orang sehat
dijelaskan dalam tabel di bawah ini.
Tabel. 2.2.: Perubahan Struktur dan Fungsi Arteri yang berkaitan dengan Umur
pada Manusia, Kera dan pada beberapa Mahluk Monogastrik
PARAMETER ARTERI
MENUA HIPER-TENSI
ATERO-SKLEROSIS MANUSIA
> 65 TH KERA
15-20 TH TIKUS
24-30 BL. KELINCI 3-6 TH.
Lumen melebar + + + + ± ?
↑ Kekakuan + + + + + ?
↑ Collagen + + + + ± ?
↓ Elastin + + + + ± ?
Disfungsi endotel + + + + + +
Intima menebal difus + + + + + +
Keterlibatan lemak - - - - ± +
↑ jmlh VCMC + + + + + +
Macrophage + - - - + +
T sel + - - - + +
↑ Matriks + + + + + +
↑ Local Ang II-ACE + + + + + +
Disregulasi MMP + + + ? + +
↑ MCP-1/CCR2 + + + + + +
↑ ICAM ? ? + ? + +
↑ TGFB ? + + ? + +
↑ NADPH oxidase ? ? + ? + +
↓ VEGF + ? ? + + +
↓ NO bioavailability ? ? + + + +
↓ panjang telomer + + + ? ? +
Hipertensi ± ± ± ± + ±
Aterosklerosis ± - - - ± +
Sumber: Najjar et al., 2005,
2.2.2 Perubahan Struktur Dinding
Di bawah mikroskop, menebalnya dinding arteri ditunjukkan oleh
ketebalan tunika intima dan media. Pada penelitian post mortem dijumpai bahwa
penebalan dinding aorta terjadi secara difus dan terutama terjadi di lapisan intima,
walaupun penelitian ini dilakukan di populasi dengan angka kejadian
aterosklerosis yang rendah (gambar 2.2) (Lakatta, 2003; Najjar et al., 2005).
21
Penebalan berjalan secara linier dan secara epidemiologis, dapat mencapai 2-3
kali lipat dari ukuran sebelumnya pada rentang usia 20-90 tahun walaupun tanpa
diikuti oleh plak aterosklerosis (Nagai et al., 1998, Lakatta, 2003; Najjar et al.,
2005). Penebalan terjadi secara tidak merata di dinding pembuluh darah, sangat
bervariasi, yang menunjukkan bahwa penebalan dinding oleh karena umur ini
sangat heterogen. Sehingga ada istilah mereka yang ”sukses” atau yang
prosesnya ”dipercepat” (Najjar, 2005).
Gambar 2.2: Penebalan dinding arteri yang menua. Sumber Najjar, 2005
Secara histologis, dinding intima yang menebal secara difus terdiri dari
matriks protein, collagen, glycosaminoglican dan sel otot polos vaskuler
(VSMCs). Otot polos vaskuler di tunika intima yang menua diduga berasal dari
22
tunika media yang kemudian bermigrasi ke intima, terjadi peningkatan ekspresi
dari molekul-molekul adesi yang di lapisan intima aorta dan peningkatan
adherence dari monocyt ke permukaan sel endotel (Najjar, 2005). Keberadaan
glycosaminoglican ini berperan penting terhadap regulasi beberapa sifat fungsi
arteri termasuk diantaranya permeabilitas vaskuler (Lakatta, 2003).
Pada sel endotel, perubahan yang terjadi seiring dengan meningkatnya
umur antara lain meningkatnya sel dengan inti polipoid, meningkatnya
permeabilitas endotel, perubahan susunan dan integritas cytoskeleton dari sel,
munculnya senescence-assosiated β galactosidase staining dan ekspresi beberapa
penghambat siklus sel (Lakatta, 2003; Najjar, 2005).
Pada tunika media yang menua, perubahan yang menonjol antara lain
deposisi dari matriks protein ekstraseluler seperti Fibronectin dan type 2 matrix
metalloprotease (MMP-2) (Wang et al., 2003), yang mendorong degradasi
matriks protein dan memfasilitasi migrasi dari sel otot polos vaskuler (Pauly et al.,
1992).
Sel otot polos vaskuler di media aorta tikus yang tua ukurannya lebih besar
tetapi jumlahnya lebih sedikit bila dibandingkan dengan tikus dewasa (Najjar,
2005).
Karakteristik lainnya dari media yang menua adalah pergesaran isi dan
integritas dari struktur matriks protein yang disebut elastin dan collagen di mana
jaringan elastin akan berkurang dan hal ini berimplikasi pada semakin kakunya
dinding pembuluh darah oleh karena pertambahan umur (Najjar, 2005).
23
2.2.3 Perubahan Seluler Sel Arteri
Perubahan biomolekuler yang terjadi oleh karena penuaan pembuluh darah
bersumber terutama dari sel endotel dan selain itu juga dari tunika intima dan
media. Perubahan ini, pada manusia, mirip sekali dengan perubahan yang terjadi
oleh karena penyakit pembuluh darah seperti aterosklerosis ataupun hipertensi,
sehingga sering sekali perubahan dini dikatakan sebagai fase subklinik dari
terjadinya penyakit pembuluh darah tersebut (Lakatta, 2003; Najjar, 2005, Nilson,
2008).
2.2.3.1 Perubahan pada Sel Endotel (Struktur Dan Fungsi)
Sel endotel arteri yang tua mensekresi lebih banyak plasminogen activator
inhibitor-1 (PAI-1) yang mempermudah munculnya trombosis. Disamping itu,
pada arteri yang menua ini terjadi peningkatan dari endotelin dan
vasoconstructing growth factors yang diproduksi oleh sel endotel, antara lain
Angiotensin II. Sebaliknya faktor vasodilatasi, seperti NO, prostacyclin dan
endothelium hyperpolarising factor menurun. Perubahan yang terjadi di pembuluh
darah karena penuaan ini memberikan suasana aktif baik secara enzimatis maupun
metabolik terhadap terjadinya penyakit pembuluh darah seperti aterosklerosis
(Najjar, 2005)
Panjang telomer dalam endotel merupakan marker untuk penggantian sel
dan ini berbanding terbalik dengan umur, gradasi aterosklerosis dan tekanan nadi
(Lakatta, 2003). Hilangnya telomer pada arteri yang menua menginduksi disfungsi
endotel di sel endotel vaskuler, sedangkan inhibisi terhadap pemendekan telomer
24
akan menekan proses disfungsi sel yang berkaitan dengan umur (Minamino et al.,
2002).
Endotel disini menunjukkan telomer yang lebih pendek dan aktivitas
telomerase reverse transcriptase juga tertekan menyebabkan proses glikasi dari
jaringan colagen yang dapat menginduksi munculnya perubahan fenotip sel
endotel seperti sel senescence. Advanced glycation end products yang
terakumulasi oleh karena umur akan mengaktivasi NAD(P)H oksidase yang akan
meningkatkan produksi anion superoksida. Menyatunya Advanced glycation end
products (AGE) dan reseptornya (RAGE) di sel endotel akan memicu pengerahan
dan aktifasi sel inflamasi yang meningkatkan trombogenesis dengan cara
menstimulir agregasi platelet (Wautier, 2004). Oleh karena itu proses menua dapat
dikatakan sebagai proses inflamasi kronis yang lamban dan ditandai oleh
munculnya sitokins pro inflamasi, seperti TNF-α, IL-6 and NFκB (Donato et.al.,
2009)
2.2.3.2 Perubahan pada Tunika Intima
Pada tunika intima dinding arteri binatang primata dan binatang pengerat
yang tua didapatkan penebalan yang difus, walaupun kedua binatang ini tidak
menderita aterosklerosis (Li Z. et al., 1999; Asai et al., 2000).
Diantara lapisan intima yang menebal ini tingkatan dari inflamatory
chemokine yaitu monocyte chemocontractant protein-1 (MCP-1) dan reseptornya
juga meningkat yang menyebabkan penebalan dan invasi sel otot polos (VSMCs)
ke dalam intima (Spinetti G. et al., 2004). Najjar et al. (2005) yang mengutip
25
laporan dari Boring et al., (1998) menjelaskan bahwa hal ini berimplikasi terhadap
patogenesis dari proses aterosklerosis (Boring etal, 1988; Najjar et al., 2005).
Molekul inflamasi ini (termasuk didalamnya MCP-1) diproduksi dan disekresi
oleh sel endotel dan sel otot polos (VSMCs), sedangkan pada binatang tidak
dijumpai sel inflamasi tradisional seperti lekosit di dinding pembuluh darah aorta
(Najjar, 2005).
Disamping itu, ekspresi dan aktivitas faktor pertumbuhan multifungsi
(multifunctional growth factor), transforming growth factor-β1 (TGF-β1) di intima
juga meningkat (Wang & Lakatta, 2002). Faktor pertumbuhan inilah yang
mengatur replikasi dan sintesis komponen matriks ekstra sel dan memberikan
respon terhadap injury (Roberts and Sporn ,1990, Shah M etal., 1995).
Selanjutnya, keberadaan Nitric Oxide (NO) di intima arteri yang menua
juga berkurang, sedangkan aktivitas NADP(H) oksidase dan produksi reactive
oxygen species juga meningkat (Cernadas et al., 1998; Hamilton et al., 2001).
Keadaan ini akan memberi kesempatan terjadinya peroksidasi lipid dan modifikasi
protein karena oksidasi juga.
2.2.3.3 Perubahan di Tunika Media
Pada tunika media yang menua, perubahan yang menonjol antara lain
deposisi dari matriks protein ekstraseluler seperti Fibronectin dan type 2 matrix
metalloprotease (MMP-2) (Wang et al., 2003) yang mendorong degradasi matriks
protein dan memfasilitasi migrasi dari sel otot polos vaskuler (Pauly et al., 1992).
26
Sel otot polos di tunika media tampaknya mengalami proses modulasi
penotip ke arah dedifferentiated dan synthetic state. Menurut Najjar, 2005, proses
migrasi sel otot polos dari media ke intima menjadi lebih masuk akal yaitu oleh
karena peningkatan jumlah sel otot polos di dinding intima arteri sentral yang
menebal seiring dengan pertambahan usia. Selanjutnya, bila terjadi arterial injury
pada tikus yang tua, sel otot polos disini akan bertumbuh menyertai formasi
neointimal yang berlebihan dan aselererasi respon remodeling dinding pembuluh
arteri. Pertumbuhan yang berlebihan ini melambangkan faktor intrinsik pada
dinding pembuluh darah (Hariri et al., 1988)
Penurunan jaringan elastin oleh karena umur lebih disebabkan karena
menurunnya sintesis elastin. Penurunan ini disebabkan oleh karena represi
terhadap ekspresi gen elastin oleh B-Myb dan degradasi serabut elastin yang
kejadiannya dipercepat oleh adanya proses enzymatis seperti MMP-2 yang
tingkat dan aktivitasnya meningkat dengan bertambahnya usia (Wang et al., 2003).
Fragmen elastin yang dihasilkan akan berinteraksi dengan reseptor elastin-laminin
yang ada di beberapa permukaan sel termasuk sel endotel dan sel otot polos dan
menginduksi motilitas dan proliferasinya.
Sebaliknya pada binatang ini terjadi penimbunan kolagen tipe I dan III di
tunika media pembuluh darah yang sudah menua (Wang et al., 2002). Jaringan
collagen yang berdekatan akan mengalami glikasi enzimatis dan oksidasi sehinga
menghasilkan glycation end products (Vaitkevicius et al., 2001). Yang membuat
dinding arteri menjadi kaku.
27
2.3 Teori Penuaan Pembuluh Darah
Patofisiologi penuaan pembuluh darah dijelaskan oleh beberapa teori yang
berjalan seiring dan saling mempengaruhi. Teori-teori yang dapat menjelaskan hal
tersebut antara lain
2.3.1 Teori Stress Oksidatif
Sel endotel pembuluh darah mempunyai peranan paling penting dalam
merespon setiap invasi molekul antigen, sehingga dapat dikatakan bahwa sel
endotelah yang menjaga dan memelihara keseimbangan tubuh manusia. Setiap
faktor yang menyebabkan perubahan pada permukaan membran sel, secara
otomatis akan direspon oleh sel endotel dalam upaya untuk mengembalikan atau
mempertahankan keseimbangan itu kembali (Baraas F., 2006). Untuk
mengantisipasi keadaan ini, sel endotel senantiasa memproduksi faktor relaksasi
dan penghambat pertumbuhan seperti Nitric Oxide (NO), prostacyclin,
endothelium-derived hyperpolarizing factors (EDHF) dan faktor vasokonstriksi
dan faktor promosi pertumbuhan seperti superoxide anions (O2-), endoperoxides,
thromboxane A2, endothelin (ET)-1, Angiotensin II, secara seimbang (Vanhoutte,
2002).
Invasi molekul yang mengenai endotel ini disebut sebagai stres oksidasi,
di mana stres ini dapat menimbulkan kerusakan pada sel endotel ini. Stress ini
dapat disebabkan oleh perubahan tekanan gaya gesek pulsatil pada permukaan sel