1. Aliran Laminar Aliran laminar adalah aliran fluida yang membentuk menyerupai garis lurus. Aliran laminer terjadi apabila partikel-partikel zat cair bergerak teratur dengan membentuk garis lintasan kontinyu dan tidak saling berpotongan. Aliran laminer terjadi apabila kecepatan aliran rendah, ukuran saluran sangat kecil dan zat cair mempunyai kekentalan besar. 2. Aliran Turbulen Aliran Turbulen adalah aliran fluida yang tidak membentuk suatu garis lurus. Aliran ini terbentuk ketika menemui hambatan. Aliran dimana pergerakan dari partikel – partikel fluida sangat tidak menentu karena mengalami percampuran serta putaran partikel antar lapisan, yang mengakibatkan saling tukar momentum dari satu bagian fluida kebagian fluida yang lain dalam skala yang besar. Dalam keadaan aliran turbulen maka turbulensi yang terjadi membangkitkan tegangan geser yang merata diseluruh fluida sehingga menghasilkan kerugian – kerugian aliran. Pada aliran turbulen , partikel- partikel zat cair bergerak tidak teratur dan garis lintasannya saling berpotongan. Aliran turbulen terjadi apabila kecepatan aliran besar, saluran besar dan zat cair mempunyai kekentalan kecil. Aliran di sungai, saluran irigasi/drainasi, dan di laut adalah contor dari aliran turbulen. Aliran yang angka Reynold (Re)-nya besar pada umumnya bersifat turbulen. Untuk menentukan suatu penentuan apakah suatu aliran dikatakan laminar atau turbulen seperti dijelaskan diatas kita dapat menggunakan pendekatan Bilangan Reynolds pada aliran tersebut. Bilangan Reynolds adalah ukuran yang dimiliki aliran mengenai gaya inersia yang diberikan dan gaya viskos yang dimiliki fluida. Apabila dalam lapisan batas aliran tidak terjadi perubahan terhadap waktu dan aliran steady, maka dapat dikatakan aliran tersebut laminar, sebaliknya jika alirannya random dan berubah terus terhadap waktu secara radikal, maka aliran tersebut adalah aliran turbulen atau lebih gampangnya setelah dihitung suatu aliran dikatakan turbulen apabila Bilangan Reynoldnya > 2300. Kecepatan, tekanan dan berbagai sifat lainnya akan berubah menjadi acak dalam aliran turbulen, seperti dapat dilihat pada grafik dibawah ini : Karakteristik aliran turbulen dapat dilakukan komputasi, dengan persamaan menggunakan kecepatan rata-rata U dan fluktuasi dari u’(t) sehingga persamaan kecepatan aliran menjadi u(t) = U + u'(t). Secara umum, karakteristik dari aliran turbulen ini dinotasikan sebagai kecepatan rata-rata (U,V,W,P dan lainnya) dan kecepatan yang berfluktuasi (y’,v’,w’,p’ dan lainnya).
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1. Aliran LaminarAliran laminar adalah aliran fluida yang membentuk menyerupai garis lurus. Aliran laminer terjadi apabila partikel-partikel zat cair bergerak teratur dengan membentuk garis lintasan kontinyu dan tidak saling berpotongan. Aliran laminer terjadi apabila kecepatan aliran rendah, ukuran saluran sangat kecil dan zat cair mempunyai kekentalan besar.
2. Aliran TurbulenAliran Turbulen adalah aliran fluida yang tidak membentuk suatu garis lurus. Aliran ini terbentuk ketika menemui hambatan. Aliran dimana pergerakan dari partikel – partikel fluida sangat tidak menentu karena mengalami percampuran serta putaran partikel antar lapisan, yang mengakibatkan saling tukar momentum dari satu bagian fluida kebagian fluida yang lain dalam skala yang besar. Dalam keadaan aliran turbulen maka turbulensi yang terjadi membangkitkan tegangan geser yang merata diseluruh fluida sehingga menghasilkan kerugian – kerugian aliran. Pada aliran turbulen , partikel-partikel zat cair bergerak tidak teratur dan garis lintasannya saling berpotongan. Aliran turbulen terjadi apabila kecepatan aliran besar, saluran besar dan zat cair mempunyai kekentalan kecil. Aliran di sungai, saluran irigasi/drainasi, dan di laut adalah contor dari aliran turbulen. Aliran yang angka Reynold (Re)-nya besar pada umumnya bersifat turbulen.
Untuk menentukan suatu penentuan apakah suatu aliran dikatakan laminar atau turbulen seperti dijelaskan diatas kita dapat menggunakan pendekatan Bilangan Reynolds pada aliran tersebut. Bilangan Reynolds adalah ukuran yang dimiliki aliran mengenai gaya inersia yang diberikan dan gaya viskos yang dimiliki fluida. Apabila dalam lapisan batas aliran tidak terjadi perubahan terhadap waktu dan aliran steady, maka dapat dikatakan aliran tersebut laminar, sebaliknya jika alirannya random dan berubah terus terhadap waktu secara radikal, maka aliran tersebut adalah aliran turbulen atau lebih gampangnya setelah dihitung suatu aliran dikatakan turbulen apabila Bilangan Reynoldnya > 2300. Kecepatan, tekanan dan berbagai sifat lainnya akan berubah menjadi acak dalam aliran turbulen, seperti dapat dilihat pada grafik dibawah ini :
Karakteristik aliran turbulen dapat dilakukan komputasi, dengan persamaan menggunakan kecepatan rata-rata U dan fluktuasi dari u’(t) sehingga persamaan kecepatan aliran menjadi u(t) = U + u'(t). Secara umum, karakteristik dari aliran turbulen ini dinotasikan sebagai kecepatan rata-rata (U,V,W,P dan lainnya) dan kecepatan yang berfluktuasi (y’,v’,w’,p’ dan lainnya).
1. Real fluids
The flow of real fluids exhibits viscous effect, that is they tend to "stick" to solid surfaces and have stresses within their body.
You might remember from earlier in the course Newtons law of viscosity:
This tells us that the shear stress, , in a fluid is proportional to the velocity gradient - the rate of change of velocity across the fluid path. For a "Newtonian" fluid we can write:
where the constant of proportionality, is known as the coefficient of viscosity (or simply viscosity). We saw that for some fluids - sometimes known as exotic fluids - the value of changes with stress or velocity gradient. We shall only deal with Newtonian fluids.
In his lecture we shall look at how the forces due to momentum changes on the fluid and viscous forces compare and what changes take place.
2. Laminar and turbulent flow
If we were to take a pipe of free flowing water and inject a dye into the middle of the stream, what would we expect to happen?
This
this
or this
Actually both would happen - but for different flow rates. The top occurs when the fluid is flowing fast and the lower when it is flowing slowly.
The top situation is known as turbulent flow and the lower as laminar flow.
In laminar flow the motion of the particles of fluid is very orderly with all particles moving in straight lines parallel to the pipe walls.
But what is fast or slow? And at what speed does the flow pattern change? And why might we want to know this?
The phenomenon was first investigated in the 1880s by Osbourne Reynolds in an experiment which has become a classic in fluid mechanics.
He used a tank arranged as above with a pipe taking water from the centre into which he injected a dye through a needle. After many experiments he saw that this expression
where = density, u = mean velocity, d = diameter and = viscosity
would help predict the change in flow type. If the value is less than about 2000 then flow is laminar, if greater than 4000 then turbulent and in between these then in the transition zone.
This value is known as the Reynolds number, Re:
Laminar flow: Re < 2000
Transitional flow: 2000 < Re < 4000
Turbulent flow: Re > 4000
What are the units of this Reynolds number? We can fill in the equation with SI units:
i.e. it has no units. A quantity that has no units is known as a non-dimensional (or dimensionless) quantity. Thus the Reynolds number, Re, is a non-dimensional number.
We can go through an example to discover at what velocity the flow in a pipe stops being laminar.
If the pipe and the fluid have the following properties:
water density = 1000 kg/m3
pipe diameter d = 0.5m
(dynamic) viscosity, = 0.55x103 Ns/m2
We want to know the maximum velocity when the Re is 2000.
If this were a pipe in a house central heating system, where the pipe diameter is typically 0.015m, the limiting velocity for laminar flow would be, 0.0733 m/s.
Both of these are very slow. In practice it very rarely occurs in a piped water system - the velocities of flow are much greater. Laminar flow does occur in situations with fluids of greater viscosity - e.g. in bearing with oil as the lubricant.
At small values of Re above 2000 the flow exhibits small instabilities. At values of about 4000 we can say that the flow is truly turbulent. Over the past 100 years since this experiment, numerous more experiments have shown this phenomenon of limits of Re for many different Newtonian fluids - including gasses.
What does this abstract number mean?
We can say that the number has a physical meaning, by doing so it helps to understand some of the reasons for the changes from laminar to turbulent flow.
It can be interpreted that when the inertial forces dominate over the viscous forces (when the fluid is flowing faster and Re is larger) then the flow is turbulent. When the viscous forces are dominant (slow flow, low Re) they are sufficient enough to keep all the fluid particles in line, then the flow is laminar.
In summary:
Laminar flow
Re < 2000 'low' velocity Dye does not mix with water Fluid particles move in straight lines Simple mathematical analysis possible Rare in practice in water systems.
Transitional flow
2000 > Re < 4000 'medium' velocity Dye stream wavers in water - mixes slightly.
Turbulent flow
Re > 4000 'high' velocity Dye mixes rapidly and completely Particle paths completely irregular Average motion is in the direction of the flow Cannot be seen by the naked eye Changes/fluctuations are very difficult to detect. Must use laser. Mathematical analysis very difficult - so experimental measures are used Most common type of flow.
3. Pressure loss due to friction in a pipeline.
Up to this point on the course we have considered ideal fluids where there have been no losses due to friction or any other factors. In reality, because fluids are viscous, energy is lost by flowing fluids due to friction which must be taken into account. The effect of the friction shows itself as a pressure (or head) loss.
In a pipe with a real fluid flowing, at the wall there is a shearing stress retarding the flow, as shown below.
If a manometer is attached as the pressure (head) difference due to the energy lost by the fluid overcoming the shear stress can be easily seen.
The pressure at 1 (upstream) is higher than the pressure at 2.
We can do some analysis to express this loss in pressure in terms of the forces acting on the fluid.
Consider a cylindrical element of incompressible fluid flowing in the pipe, as shown
The pressure at the upstream end is p, and at the downstream end the pressure has fallen by p to (p-p).
The driving force due to pressure (F = Pressure x Area) can then be written
driving force = Pressure force at 1 - pressure force at 2
The retarding force is that due to the shear stress by the walls
As the flow is in equilibrium,
driving force = retarding force
Giving an expression for pressure loss in a pipe in terms of the pipe diameter and the shear stress at the wall on the pipe.
The shear stress will vary with velocity of flow and hence with Re. Many experiments have been done with various fluids measuring the pressure loss at various Reynolds numbers. These results plotted to show a graph of the relationship between pressure loss and Re look similar to the figure below:
This graph shows that the relationship between pressure loss and Re can be expressed as
As these are empirical relationships, they help in determining the pressure loss but not in finding the magnitude of the shear stress at the wall w on a particular fluid. If we knew w we could then use it to give a general equation to predict the pressure loss.
4. Pressure loss during laminar flow in a pipe
In general the shear stress w. is almost impossible to measure. But for laminar flow it is possible to calculate a theoretical value for a given velocity, fluid and pipe dimension.
In laminar flow the paths of individual particles of fluid do not cross, so the flow may be considered as a series of concentric cylinders sliding over each other - rather like the cylinders of a collapsible pocket telescope.
As before, consider a cylinder of fluid, length L, radius r, flowing steadily in the centre of a pipe.
We are in equilibrium, so the shearing forces on the cylinder equal the pressure forces.
By Newtons law of viscosity we have , where y is the distance from the wall. As we are measuring from the pipe centre then we change the sign and replace y with r distance from the centre, giving
Which can be combined with the equation above to give
In an integral form this gives an expression for velocity,
Integrating gives the value of velocity at a point distance r from the centre
At r = 0, (the centre of the pipe), u = umax, at r = R (the pipe wall) u = 0, giving
so, an expression for velocity at a point r from the pipe centre when the flow is laminar is
Note how this is a parabolic profile (of the form y = ax2 + b ) so the velocity profile in the pipe looks similar to the figure below
What is the discharge in the pipe?
So the discharge can be written
This is the Hagen-Poiseuille equation for laminar flow in a pipe. It expresses the discharge Q in
terms of the pressure gradient ( ), diameter of the pipe and the viscosity of the fluid.
We are interested in the pressure loss (head loss) and want to relate this to the velocity of the flow. Writing pressure loss in terms of head loss hf, i.e. p = ghf
This shows that pressure loss is directly proportional to the velocity when flow is laminar.
It has been validated many time by experiment.
It justifies two assumptions:
1. fluid does not slip past a solid boundary2. Newtons hypothesis.
Minggu, 04 Desember 2011
MENGENAL KOROSI DAN AKIBATNYA, SERTA CARA PENCEGAHANNYA DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI
ABSTRAK
Sebagian besar orang mengartikan korosi sebagai karat. Sebenarnya, karat adalah salah satu
jenis korosi yang dikhususkan untuk bahan logam, sangat lazim terjadi terutama pada besi.
Berbagai jenis logam banyak kita gunakan untuk berbagai peralatan sehingga korosi sama dengan
penurunan mutu dari peralatan logam tersebut. Peristiwa korosi juga bisa dikatakan proses
elektrokimia, yaitu proses (perubahan / reaksi kimia) yang melibatkan adanya aliran listrik. Bagian
tertentu dari besi berlaku sebagai kutub negatif (elektroda negatif, anoda), sementara bagian yang
lain sebagai kutub positif (elektroda positif, katoda). Elektron mengalir dari anoda ke katoda,
sehingga terjadilah peristiwa korosi.
Besi sendiri merupakan logam yang mudah berkarat. Karat besi merupakan zat yang
dihasilkan pada peristiwa korosi, yaitu berupa zat padat berwarna coklat kemerahan yang bersifat
rapuh serta berpori. Rumus kimia dari karat besi adalah Fe2O3.xH2O. Bila dibiarkan, lama kelamaan
besi akan habis menjadi karat. Proses berkarat dipengaruhi oleh lingkungan, yaitu kelembapan dan
adanya oksigen. Beberapa bakteri juga dapat menghasilkan enzim oksidasi yang dapat
mempercepat terjadinya karat.
Salah satu langkah antisipasi korosi adalah dengan inhibitor korosi. Inhibitor korosi yaitu suatu
zat kimia yang bila ditambahkan kedalam suatu lingkungan, dapat menurunkan laju penyerangan
korosi lingkungan itu terhadap suatu logam. Dewasa ini terdapat 6 jenis inhbitor, yaitu inhibitor yang
memberikan pasivasi anodik, pasivasi katodik, inhibitor ohmik, inhibitor organik, inhibitor
pengendapan dan inhibitor fasa uap. Pembahasan mengenai korosi dan inhibitor korosi dapat
membantu kita terhindar dari dampak peristiwa korosi yang bersifat sangat merugikan.
Contoh nyata adalah keroposnya jembatan, body mobil, atau pun berbagai konstruksi dari besi
lainnya yang sangat mudah berkarat. Siapa di antara kita yang tidak kecewa bila body mobil
kesayangannya tiba-tiba sudah keropos karena korosi? Pasti tidak ada. Karena itu, sangat penting
bila kita sedikit tahu tentang apa korosi dan bagaimana penyebab korosi? sehingga bisa diambil
langkah-langkah antisipasi lainnya.
I. PENGERTIAN KOROSI
Korosi adalah penurunan mutu dari peralatan logam. Secara umum korosi dapat digolongkan
berdasarkan rupanya, keseragamannya atau keserbanekaanya, baik secara mikroskopis maupun
makroskopis. Dua jenis mekanisme utama dari korosi adalah berdasarkan reaksi kimia secara
langsung dan reaksi elektrokimia.
Korosi bisa disebut sebagai kerusakan atau degradasi logam akibat reaksi dengan
lingkungan yang korosif. Korosi dapat juga diartikan sebagai serangan yang merusak logam
karena logam bereaksi secara kimia atau elektrokimia dengan lingkungan. Ada definisi lain yang
mengatakan bahwa korosi adalah kebalikan dari proses ekstraksi logam dari bijih mineralnya.
Contohnya, bijih mineral logam besi di alam bebas ada dalam bentuk senyawa besi oksida atau
besi sulfida, setelah diekstraksi dan diolah, akan dihasilkan besi yang digunakan untuk
pembuatan baja atau baja paduan. Selama pemakaian, baja tersebut akan bereaksi dengan
lingkungan yang menyebabkan korosi (kembali menjadi senyawa besi oksida).
Deret Volta dan hukum Nernst akan membantu untuk dapat mengetahui kemungkinan
terjadinya korosi. Kecepatan korosi sangat tergantung pada banyak faktor, seperti ada atau
tidaknya lapisan oksida, karena lapisan oksida dapat menghalangi beda potensial terhadap
elektroda lainnya yang akan sangat berbeda bila masih bersih dari oksida.
Peristiwa korosi berdasarkan proses elektrokimia yaitu proses (perubahan / reaksi kimia)
yang melibatkan adanya aliran listrik. Bagian tertentu dari besi berlaku sebagai kutub negatif
(elektroda negatif, anoda), sementara bagian yang lain sebagai kutub positif (elektroda positif,
katoda). Elektron mengalir dari anoda ke katoda, sehingga terjadilah peristiwa korosi. Korosi
dapat terjadi di dalam medium kering dan juga medium basah. Sebagai contoh korosi yang
berlangsung di dalam medium kering adalah penyerangan logam besi oleh gas oksigen (O2) atau
oleh gas belerang dioksida (SO2).
Di dalam medium basah, korosi dapat terjadi secara seragam maupun secara terlokalisasi.
Contoh korosi seragam di dalam medium basah adalah apabila besi terendam di dalam larutan
asam klorida (HCl). Korosi di dalam medium basah yang terjadi secara terlokalisasi ada yang
memberikan rupa makroskopis, misalnya peristiwa korosi galvani sistem besi-seng, korosi erosi,
korosi retakan, korosi lubang, korosi pengelupasan, serta korosi pelumeran, sedangkan rupa yang
mikroskopis dihasilkan misalnya oleh korosi tegangan, korosi patahan, dan korosi antar butir.
Walaupun demikian sebagian korosi logam khususnya besi, terkorosi di alam melalui cara
elektrokimia yang banyak menyangkut fenomena antar muka. Hal inlah yang banyak dijadikan
dasar utama pembahasan mengenai peran pengendalian korosi.
II. MACAM-MACAM JENIS KOROSI DAN PENYEBABNYA
II.1. Korosi Atmosfer
Korosi ini terjadi akibat proses elektrokimia antara dua bagian benda padat khususnya metal
besi yang berbeda potensial dan langsung berhubungan dengan udara terbuka.
Faktor-faktor yang menentukan tingkat karat atmosfer, yaitu :
Jumlah zat pencemar di udara (debu, gas), butir-butir arang, oksida metal,
Suhu
Kelembapan kritis
Arah dan kecepatan angin
Radiasi matahari
Jumlah curah hujan
II.2. Korosi Galvanis
Korosi ini terjadi karena proses elektro kimiawi dua macam metal yang berbeda potensial
dihubungkan langsung di dalam elektrolit sama. Dimana elektron mengalir dari metal kurang
mulia (Anodik) menuju metal yang lebih mulia (Katodik), akibatnya metal yang kurang mulia
berubah menjadi ion-ion positif karena kehilangan elektron. Ion-ion positif metal bereaksi
dengan ion negative yang berada di dalam elektrolit menjadi garam metal. Karena peristiwa
tersebut, permukaan anoda kehilangan metal sehingga terbentuklah sumur-sumur karat(Surface
Attack) atau serangan karat permukaan.
Sel galvanic tidak berhubungan langsung walaupun keduanya berada di dalam elektrolit yang
sama (Open Circuit). Standar electromotive ini dapat berubah akibat pengaruh perubahan suhu,
perubahan konsentrasi zat-zat yang terlarut, kondisi permukaan elektroda, kotoran/sampah pada
elektroda dan lain-lain.
Contoh, suatu tube sheet atau sebuah alat penukar kalori (tube sheet terbuat dari karbon
steel/baja karbon) dan tubenya dari paduan tembaga (Aluminium bronze), kalau ditinjau pada
electromotive series jelas bahwa baja (ferrum) lebih tinggi letaknya daripada tembaga, jadi baja
dalam kondisi ini menjadi lebih anodic terhadap paduan tembaga, karenanya terjadilah sel karat
galvanic dan akibatnya tube sheet baja tersebut berkarat dan kehilangan metal pada
permukaannya.
II.3. Korosi Regangan
Korosi ini terjadi karena pemberian tarikan atau kompresi yang melebihi batas ketentuannya.
Kegagalan ini sering disebut Retak Karat Regangan (RKR) atau stress corrosion cracking. Sifat
retak jenis ini sangat spontan (tiba-tiba terjadnya/spontaneous), regangan biasanya bersifat
internal yang disebabkan oleh perlakuan yang diterapkan seperti bentukan dingin atau
merupakan sisa hasil pengerjaan (residual) seperti pengelingan, pengepresan dan lain-lain.
Untuk material kuningan jenis RKR disebut Season Cracking, dan pada material Low
Carbon Steel disebut Caustic Embrittlement (kerapuhan basa), karat ini terjadi sangat cepat
dalam ukuran menit, yakni jika semua persyaratan untuk terjadinya karat regangan ini telah
terpenuhi pada suatu moment tertentu yakni adanya regangan internal dan terciptanya kondisi
korosif yang berhubungan dengan konsentrasi zat karat (Corrodent) dan suhu lingkungan.
Zat penyebab karat dan kondisi lingkungan penyebab RKR pada berbagai sistem paduan.
Sistem Paduan Lingkungan
Paduan Aluminium Klorida
Udara industri yang lembab
Udara laut
Paduan Tembaga (Kuningan dan lain-
lain)
Ion Amonium
Amine
Paduan Nikel Hidroksida terkonsentrasi dan panas
Uap asam Hidrofluroida (hydrofluoric)
Baja Karbon Rendah Hidroksida terkonsentrasi dan mendidih
Nitrat terkonsentrasi dan mendidih
Produk penyuling destruktif dari batu
bara
Baja “Oil-Country/Oil Field” H2S dan CO2
Baja paduan rendah berkekuatan tinggi Klorida
Baja nir noda
Baja Austentic (seri 300)
Klorida mendidih
Hidroksida terkonsentrasi dan mendidih
Asam politionik
Baja feritik dan Baja martensitik (seri
400)
Klorida
Air pendingin reactor
Baja “maraging” (18% Ni) Klorida
Paduan Titanium Klorida
Metal alcohol
Klorida padat suhu di atas 550° F
Contoh sebuah paku dimasukan dalam air asin/air laut maka paku tersebut akan berkarat
yang diawali dari bagian kepala dan bagian yang runcing. Bagian kepala dan bagian runcing
paku dibentuk secara paksa dengan sistem Cold Forming (pembentukan dingin). Di dalam
pengerjaan Cold Forming selalu dihasilkan regangan sisa, akibatnya bagian tersebut akan
menjadi anodic terhadap bagian paku lainnya apabila dihubungkan melalui elektrolit.
II.4. Korosi Celah
Korosi celah (Crecive Corrosion) ialah sel korosi yang diakibatkan oleh perbedaan
konsentrasi zat asam. Karat ini terjadi, karena celah sempit terisi dengan lektrolit (air yang
pHnya rendah) maka terjadilah suatu sel korosi dengan katodanya permukaan sebelah luar celah
yang basah dengan air yang lebih banyak mengandung zat asam daripada bagian sebelah dalam
celah yang sedikit mengandung zat asam sehingga akibatnya bersifatanodic.
Proses pengkaratan ini berlangsung cukup lama karena cairan elektrolitdi dalam celah
cenderung lama mengeringnya walaupun bagian luarpermukaan/celah telah lama kering. Celah
ini sangat banyak pada konstruksikaroseri kendaraan karena fabrikasinya menggunakan
pengelasanelectric resistance(tahanan listrik) system spot pada pelat tipis yang disusun
secarabertumpu (overlap). Overlap inilah yang menimbulkan celah-celah.
Contoh, sebuah logam stainless steel di masukkan ke dalam air lautdalam waktu yang cukup
lama sehingga pada permukaan logam yang semularata dan bersih tidak ada karat akan menjadi
bergelombang pada permukaannyadan berkarat, hal itu mencerminkan bahwa terjadi perbedaan
konsentrasi zat asam antara logam dan air laut.
II.5. Korosi Arus Liar
Korosi arus liar ialah merasuknya arus searah secara liar tidak disengajapada suatu
konstruksi baja, yang kemudian meninggalkannnya kembali menujusumber arus. Prinsip
serangan karat arus liar ini adalah merasuknya arus searahsecara liar tidak disengaja pada suatu
konstruksi baja, kemudianmeninggalkannnya kembali menuju sumber arus. Pada titik dimana
arus meninggalkan konstruksi, akan terjadi serangan karat yang cukup serius sehingga dapat
merusak konstruksi tersebut.
Terdapat dua jenis sel arus yang dipaksakan, yaitu :
1. Sel arus liar yang terjadi secara eksidentil (tidak sengajja).
Seperti arus liarpada kereta apilistrik, yang melaju disamping atau berdekatan dengan pipaair
minum di dalam tanah yang terbuat dari baja bergalvanis atau bajaberlapis beton sebelah dalam
dan berbalut (wrapped) sebelah luar. Karatakan terjadi pada daerah keluarnya arus luar yang
berasal dari rel keretalistrik tersebut. Tempat dimana arus liar masuk ke dlaam pipa,
menjadikatoda, sedangkan dimana arus liar meninggalkan pipa menjadi anoda dan berkarat.
Karat akhirnya dapat melubangi pipa PDAM tersebut.
2. Sel arus paksa disengaja.
Seperti sel perlindungan katodik pada pipa bawahtanah. Arus berasal dari sumber arus listrik
searah menuju elektroda danmelalui tanah arus mengalir dari elektroda ke pipa sehingga pipa
menjadi katoda yang tidak berkarat. Selanjutnya arus kembali ke sumber (rectifier)
II.6. Korosi Pelarutan Selektif
Korosi pelarutan selektif ini menyangkut larutnya suatu komponen darizat paduan yang
biasa disebut pelarutan selektif (Selective Dissolution) ataupartino / de alloying. Zat komponen
yang larut selalu bersifat anodic terhadapkomponen yang lain. Walaupun secara visual tampak
perubahan warna pada permukaaan paduan namun tidak tampak adanya kehilangan materi
berupa takik, perubahan dimensi, retak atau alur. Bentuk permukaan tampaknya tetap tidak
berubah termasuk tingkatkehalusan/kekasarannya. Namun sebenarnya berat bagian yang terkena
jeniskarat ini menjadi berkurang, berpori-pori dan yang terpenting adalah kehilangansifat
mekanisnya menjadigetas dan mempunyai kekuatan tarik sangat rendah.
Karat ini biasa terjadi melalui struktur logam dalam dua macam :
1. Logam antara (unsur antara) unsur ini biasa bersifat anoda atau katoda terhadap logam utama.
2. Senyawa (unsur-unsur bukan logam) unsur ini bersifat katoda terhadap ferit.
Contoh :
2.1. Dezincification
Yaitu proses pelarutan seng dari metal paduan kuningan yang perpaduan antara seng dengan
tembaga. Mekanisme :
2.1.a. Logam paduan berkarat dan tembaga menuju ke permukaan membentuk lapisan luar yang
keropos.
2.1.b. Logam seng menuju ke permukaan paduan dan melakukan reaksi,sehingga meninggalkan
paduan.
2.2. Grafitasi
Yaitu proses karat yang terjadi pada grafit, contoh besi cor, dimana besimeninggalkan paduan
dari karbon dan grafit, sifat logam ringan, keropos dan getas.
II.7. Korosi Erosi
Korosi erosi ialah proses perusakan pada permukaan logam yang disebabkan oleh aliran
fluida yang sangat cepat. Korosi erosi dapat dibedakan pada 3 kondisi, yaitu :
1.Kondisi aliran laminar
2.Kondisi aliran turbulensi
3.Kondisi peronggaan
Korosi erosi disebabkan oleh beberapa factor, yaitu :
1.Perubahan drastispada diameter lubang bor atau arah pipa
2.Penyekat pada sambungan yang buruk pemasangannya
3.Adanya celah yang memungkinkan fluida mengalir di luar aliran utama
4.Adanya produk korosi atau endapan lain yang dapat mengganggu aliran laminer
II.8. Korosi Bakteri
Korosi dipengaruhi oleh mikroba merupakan suatu inisiasi atau aktifitas korosi akibat
aktifitas mikroba dan proses korosi. Korosi pertama diindentifikasi hampir100 jenis dan telah
dideskripsikan awal tahun 1934. bagaimanapun korosi yang disebabkan aktifitas mikroba tidak
dipandang serius saat degradasi pemakaian sistem industri modern hingga pertengahan
tahun1970-an. Ketika pengaruh serangan mikroba semakin tinggi, sebagai contoh tangki air
stainless steel dinding dalam terjadi serangan korosi lubang yang luas pada permukaan sehingga
para industriawan menyadari serangan tersebut. Sehingga saat itu, korosi jenis ini merupakan
salahsatu faktor pertimbangan pada instalasi pembangkit industri, industri minyak dan gas,
proses kimia, transportasi dan industri kertas pulp. Selama tahun 1980 dan berlanjut hingga awal
tahun 2000, fenomena tesebut dimasukkan sebagai bahan perhatian dalam biaya operasi dan
pemeriksaan sistem industri. Dari fenomena tersebut, banyak institusi mempelajari dan
memecahkan masalah ini dengan penelitian-penelitian untuk mengurangi bahaya korosi tersebut.
Korosi ini hanya disebabkan oleh suatu bakteri anaerobic yang hanya bertahan dalam
kondisi tanpa ada zat asam. Bakteri ini disebut Mikroba Korosi. Mikroba sendiri merupakan
suatu mikrooranisme yang hidup di lingkungan secara luas pada habitat-habitatnya dan
membentuk koloni yang pemukaanya kaya dengan air, nutrisi dan kondisi fisik yang
memungkinkan pertumbuhan mikroba terjadi pada rentang suhu yang panjang biasa ditemukan
di sistem air, kandungan nitrogen dan fosfor sedikit, konsentrat serta nutrisi-nutrisi penunjang
lainnya. Mikroorganisme yang mempengaruhi korosi antara lain bakteri, jamur, alga dan
protozoa. Korosi ini bertanggung jawab terhadap degradasi material di lingkungan. Pengaruh
inisiasi atau laju korosi di suatu area, mikroorganisme umumnya berhubungan dengan
permukaan korosi kemudian menempel pada permukaan logam dalam bentuklapisan tipis atau
biodeposit.
Fenomena korosi yang terjadi dapat disebabkan adanya keberadaan dari bakteri. Bakteri ini
mengubah garam sulfat menjadi asam yang reaktif dan menyebabkan karat.
Adapun bakterinya Sporvobrio Desulfuricans, pencegahannya dengan memberi
aerasi ke dalam air.
Adapun mikro organisme yang lain yaitu bakteri yang membentuk lapisan berlendir (slime)
menyebabkan deposisi besi, jamur dan alga. Bakteri ini melubangi filter, menyebabkan karat
dengan cara membuntu pipa-pipa pendingin. Pencegahannya dengan senyawa Quarternary
Ammonium dan Phenol (Pengendali slime), Curri Sulfat (Pengendali Alga).
Macam-macam bakteri yang dapat menimbulkan korosi :
Magnesium adalah logam yang jauh lebih aktif (berarti lebih mudah berkarat) daripada besi.
Jika logam magnesium dikontakkan dengan besi, maka magnesium itu akan berkarat tetapi besi
tidak. Cara ini digunakan untuk melindungi pipa baja yang ditanam dalam tanah atau badan
kapal laut. Secara periodik, batang magnesium harus diganti.
IV.II. Pengendalian korosi pada peralatan elektronik dalam kegiatan industri
Contoh pada industri gula, seperti proses industri lainnya tentu mengalami permasalahan
korosi pada setiap tahapan prosesnya. Dengan adanya bahan konstruksi yang terbuat dari logam,
maka Pabrik Gula rentan terhadap serangan korosi. Korosi tidak dapat dihindari, tetapi dapat
diperlambat lajunya. Peralatan di pabrik gula yang terbuat dari logam sangat rentan terhadap
serangankorosi. Terlebih lagi Nira sebagai bahan baku proses pembuatan gula mempunyai
kondisi asam, sehingga berpotensi untuk menimbulkan korosi di peralatan. Proses produksi di
pabrik gula secara garis besar dibagi menjadi empat tahapan proses, yaitu :
-Tahap 1 – Ekstraksi tebu menjadi nira mentah (Gilingan)
-Tahap 2 – Nira mentah menjadi Nira Encer (Pemurnian)
-Tahap 3 – Nira Encer menjadi Nira Kental (Penguapan)
-Tahap 4 – Nira Kental menjadi Gula Kristal (Kristalisasi dan Pemisahan)
Pada tiap tahapan proses tersebut ada berbagai hal yang dapat menimbulkan serangan
korosi.
Peralatan di Pabrik Gula yang berpotensi terkena korosi, yaitu :
1. Stasiun Ketel (Boiler)
Boiler atau ketel merupakan jantung dari pabrik gula. Fungsi dari ketel adalah untuk
menyediakan uap yang digunakan untuk proses, yaitu di gilingan, pemanasan nira, penguapan
nira, pemasakan nira kental, dan pemutaran. Ketel terdiri pipa-pipa dimana lingkungannya terus
menerus kontak dengan air dan uap. Dengan adanya kontak tersebut besar kemungkinan
terjadinya erosi pada permukaan pipa.
2. Stasiun Gilingan
Gilingan berfungsi untuk memerah nira yang terdapat dalam tebu. Pada proses initebu
digiling menggunakan rol yang terbuat dari bahan Stainless Steel atau Carbon Steel. Potensi
terjadinya korosi di rol gilingan cukup besar. Hal itu disebabkan karena keausan dari peralatan.
Keausan terjadi karena adanya gesekan antara ampas dengan rol gilingan. Dengan banyaknya
gesekan yang terjadi maka rol akan menjadi aus, sehinggan menimbulkan korosi. Selain itu
karakteristik dari Nira yangdihasilkan bersifat asam, sehingga menjadi media yang baik untuk
terjadinya korosi.
3. Unit Pemurnian
Proses pemurnian nira bertujuan untuk menghilangkan bukan gula yang ada dalam nira.
Pada saat ini kebanyakan pabrik gula di Indonesia menggunakan proses sulfitasi untuk
memurnikan nira. Pada proses sulfitasi digunakan tobong belerang untuk memproduksi gas SO2
sebagai bahan pembantu. Pada proses pembuatan gas SO2 di tobong belerang terjadi reaksi-
reaksi kimia.
4. Unit Penguapan
Proses penguapan di Pabrik gula menggunakan evaporator. Pada evaporator permasalahan
korosi menelan biaya yang cukup besar dibandingkan dengan unit lain. Pada proses penguapan
nira akan diuapkan airnya dari % brix menjadi % brix. Pada proses penguapan ini permasalahan
yang sering terjadi adalah timbulnya kerak di dinding pipa evaporator (baik disisi nira maupun di
sisi uap). Korosi dan erosi menjadi salah satu masalah serius yang dihadapi oleh evaporator
karena tingginya lajudari zat cair dan uap yang ada dalam evaporator. Selain itu kemungkinan
terjadinya entrainment di evaporator juga bisa menyebabkan terjadinya korosi. Karena itu
berbagai upaya dilakukan untuk mencegah entraintment diantaranya dengan penggunaan mist
eliminator.
5. Perpipaan
Pada industri gula perpipaan yang digunakan sebagian besar pipa tertutup, yaituuntuk
mengalirkan nira, strop, air, uap, masakan. Pada sistem perpipaan rentan terjadi korosi karena
laju dari fluida yang besar dapat menyebabkan erosi pada pipa.
Selama ini permasalahan korosi di pabrik gula kurang mendapat perhatian bahkan terkesan
diabaikan, padahal biaya yang ditimbulkan akibat adanya korosi tidaklah sedikit.Korosi
berpotensi terjadi di Pabrik gula karena bahan konstruksinya banyak terbuat dari logam
khususnya besi. Bhaskaran, dkk (2003) melakukan audit mengenai korosi di Pabrik Gula di
India. Dari hasil audit tersebut dihasilkan bahwa biaya yang dikeluarkan oleh seluruh pabrik gula
di India akibat masalah korosi sebesar US $ 14.000.000 atau hampir 140 milyar rupiah.
Sedangkan studi yang dilakukan di Amerika menunjukkan bahwa total biaya yang ditimbulkan
akibat korosi untuk seluruh industrinya sebesar $ 296 milyar (Roberge, 1999 ).
Agar dapat menekan biaya yang ditimbulkan akibat adanya korosi pada peralatan-peralatan
kegiatan industri, maka harus diadakan pengendalian/pencegahan korosi itu sendiri. Hal-hal yang
dapat dilakukan sangat banyak, misalnya pengendalian lingkungan atau ruangan di mana
peralatan tersebut ditempatkan. Penanganan masalah korosi berkaitan dengan perawatan dan
perbaikan fasilitas produksi serta peralatan penunjang lainnya. Kegiatan ini harus dapat
mengidentifikasi, mengantisipasi dan menangani masalah korosi pada alat, mesin dan fasilitas
industri secara keseluruhan. Pemantauan korosi perlu dilakukan secara periodik. Upaya
menghambat laju korosi harus terintegrasi dengan program perawatan dan perbaikan sehingga
diperoleh hasil yang terbaik.
Pengendalian laju korosi melalui pengendalian lingkungan umumnya dilakukan dengan
menjaga kelembaban udara dan pengendalian keasaman lingkungan. Namun pengendalian
lingkungan ini hanya mungkin dilakukan untuk peralatan yang berada dalam suatu ruangan, dan
tidak mungkin dilakukan terhadap fasilitas yang berinteraksi langsung dengan lingkungan di luar
ruangan. Upaya pengendalian korosi ini harus melibatkan semua pihak yang terlibat dalam
pengoperasian alat, mesin, instalasi serta fasilitas lainnya. Masalah korosi dan upaya
pengendaliannya perlu diperkenalkan kepada seluruh jajaran direksi dan karyawan yang terlibat
langsung dalam kegiatan industri.
Ada beberapa usaha yang dapat ditempuh dalam upaya pengendalian korosi peralatan
elektronik industri, yaitu dengan beberapa hal berikut ini :
Menyimpan bahan-bahan korosif sebaik mungkin sehingga terjadinya kebocoran, penguapan
serta pelepasan ke lingkungan dapat dihindari.
Pengecekan bejana penyimpan bahan kimia korosif yang mudah menguap perlu dilakukan
secara periodik, sehingga adanya kebocoran bahan tersebut segera dikenali dan dapat diambil
tindakan sedini mungkin untuk menghindari efek yang lebih luas.
Melakukan pemeliharaan rumah tangga perusahaan secara baik termasuk ketertiban dan
kebersihan dalam perusahaan.
Pengoperasian alat dehumidifier untuk mengurangi kelembaban udara dalam ruangan yang di
dalamnya menyimpan peralatan elektronik mahal dan rentan terhadap serangan korosi.
Peralatan-peralatan elektronik yang rawan terhadap pengaruh korosi perlu disimpan di ruang
tertutup, jauh dari kemungkinan pencemaran udara akibat terlepasnya bahan-bahan korosif ke
lingkungan.
Menutup alat sewaktu tidak dipergunakan untuk menghindari masuknya debu-debu ke dalam
alat. Perlu diketahui bahwa debu dapat tertempeli polutan korosif yang apabila terbang terbawa
udara dapat masuk ke dalam alat dan menempelkan dirinya ke permukaan komponen-komponen
elektronik di dalam alat tersebut. Pendidikan tentang faktor-faktor penyebab korosi dan
akibatnya perlu juga diberikan kepada karyawan yang bersentuhan langsung dengan
pengoperasian alat, agar mereka selalu menjaga dan mau mengikuti instruksi-instruksi yang
digariskan dalam kaitannya dengan perawatan peralatan elektronik.Hal yang tak kalah pentingnya dalam upaya menjaga peralatan dari masalah korosi ini adalah dukungan dan perhatian yang serius dari sistim manajemen. Pengawasan dan perhatian yang serius perlu diberikan oleh para pimpinan terhadap manajemen perawatan peralatan-peralatan elektronik.
korosi (pengkaratan) Maret 13, 2012Posted by wiwinwibowo in material teknik, Teknik Mesin. Tags: asam sulfat, deret volta, korosi, larutan elektrolit, lingkungan, proses korosi, reaksi kimiatrackback
a.Defenisi Korosi
Secara umum defenisi dari korosi adalah perusakan material secara kimia atau elektrokimia dengan
lingkungan. Selain itu korosi juga di definisikan sebagaidegradasi material (logam dan paduannya)
akibat reaksi kimia dengan lingkungan. Contoh perusakan kimia adalah pengkaratan yang terjadi
akibat gas pada temperature tinggi, sedangkan reaksi elektrokimia dapat di lihat pada sel galvanik.
Adapun syarat terjadinya korosi adalah :
Adanya katoda Adanya anoda Adanya lingkungan
Tanpa adanya salah satu syarat di atas maka korosi tidak akan terjadi. Korosi tidak dapat di hilangkan
tetapi hanya dapat di minimalisir pertumbuhannya.
Pada proses korosi ada dua reaksi yang menyebabakan terjadinya korosi yaitu reaksi oksidasi dan
reaksi reduksi. Pada reaksi oksidasi akan terjadi pelepasan elektron oleh material yang lebih bersifat
anodik. Sedangkan reaksi reduksi adalah pemakaian elektron oleh material yang lebih bersifat katodik.
Proses korosi secara galvanis dapat kita lihat pada gambar berikut :
G
ambarProses Korosi
Pada reaksi di atas dapat kita lihat dimana Cu bertindak sebagai katoda mengalami pertambahan
massa dengan melekatnya electron pada Cu. Sedangkan Zn bertindak sebagai anoda, dimana
terjadinya pengurangan massa Zn yang di tandai dengan lepasnya electron dari Zn. Peristiwa
pelepasan dan penerimaan elektron ini harus mempunyai lingkungan, dimana yang menjadi
lingkungan adalah Asam Sulfat. Jika ada dua buah unsur yang di celupkan dalam larutan elektrolit
yang di hubungkan dengan sumber arus maka yang akan mengalami korosi adalah material yang lebih
anodik.
b. Deret Volta
Untuk mengetahui unsur yang lebih anodik dan lebih katodik dapat kita lihat pada deret Volta. Berikut
deret Volta :
K – Ca – Na – Mn – Al – Zn – Fe – Sn – Pb – H – Cu – Hg – Ag – Pt – Au
Anodik
Katodik
Selain contoh reaksi sebelumnya kita juga dapat lihat peristiwa korosi lainnya yaitu pada peristiwa
perkaratan (korosi) logam Fe mengalami oksidasi dan oksigen (udara) mengalami reduksi. Rumus
kimia dari karat besi adalah Fe2O3. xH2O dan berwarna coklat-merah. Pada korosi besi, bagian tertentu
dari besi itu berlaku sebagai anoda, dimana besi mengalami oksidasi.
Fe(s) —–> Fe2+(aq) +2e E=+0,44V
O2(g) + 2H2O(l) +4e —-> 4OH E=+0,40V
Ion besi (II) yg terbentuk pada anoda selanjutnya teroksidasi membentuk ion besi (III) yang kemudian
Korosi batas butir adalah korosi yang terjadi pada atau di sepanjang batas butir dan batas butir
bersifat anodik dan bagian tegah butir bersifat katodik. Korosi ini terjadi akibat presipitasi dari
pengotor seperti khromium di batas butir, yang menyebabkan batas butir menjadi rentan terhadap
serangan korosi. Dimana presipitat krom karbida terbentuk karena karbon meningkat yang ada di
sekitarnya, sehingga krom disekitarnya akan berkurang dan terjadi korosi. Proses terbentuknya
presipitat karbon karbida disebutsentisiasi. Terjadi pada temperatur 500-800 sehingga kekurangan
krom yang memudahkan terjadinya korosi.
Gambar Korosi Batas Butir
Cara pengendalian korosi batas butir adalah :
Turunkan kadar Karbon dibawah 0,03%. Tambahkan paduan yang dapat mengikat Karbon. Pendinginan cepat dari temperatur tinggi. Pelarutan karbida melalui pemanasan. Hindari Pengelasan.
5. Stress Corossion (korosi tegangan)
Korosi tegangan adalah korosi yang di sebabkan adanya tegangan tarik yang mengakibatkan
terjadinya retak. Tegangan ini di sebabkan pada temperatur dan deformasi yang berbeda.
Berikut retak serta bentuk penjalarannya yang di akibatkan oleh korosi tegangan :
Cara pengendalian selective korosi : Menghindari komposisi yang berbeda dari material penyusun.
8. Korosi Galvanik
Korosi galvanik adalah korosi yang terjadi pada dua logam yang berbeda jenis jika di hubungkan.
Korosi ini juga terjadi karena pasangan elektrikal pada dua logam atau paduan logam yang memiliki
perbedaan komposisi. Logam yang lebih anodik akan terkorosi sementara logam lainnya yang lebih
katodik akan terlindungi. Posisi logam pada deret volta akan menentukan apakan suatu logam lebih
anodik atau katodik
Gambar Korosi Galvanik
Pengendalian korosi galvanic adalah :
Hindari pemakaian 2 jenis logam yang berbeda pergunakan logam yang lebih anodik dengan rasio yang lebih besar dibanding logam katodik Lapisi pada pertemuan dua logam yang berbeda jenis
Metoda-metoda yang di lakukan dalam pengendalian korosi adalah :
Menekan terjadinya reaksi kimia atau elektrokimianya seperti reaksi anoda dan katoda Mengisolasi logam dari lingkungannya Mengurangi ion hydrogen di dalam lingkungan yang di kenal dengan mineralisasi Mengurangi oksigen yang larut dalam air Mencegah kontak dari dua material yang tidak sejenis Memilih logam-logam yang memiliki unsure-unsur yang berdekatan Mencegah celah atau menutup celah Mengadakan proteksi katodik,dengan menempelkan anoda umpan.
Korosi adalah suatu proses elektrokimia dimana atom-atom akan bereaksi dengan zat asam dan membentuk ion-ion positif (kation). Hal ini akan menyebabkan timbulnya aliran-aliran elektron dari suatu tempat ke tempat yang lain pada permukaan metal.Secara garis besar korosi ada dua jenis yaitu :
1. Korosi Internalyaitu korosi yang terjadi akibat adanya kandungan CO2 dan H2S pada minyak bumi,
sehingga apabila terjadi kontak dengan air akan membentuk asam yang merupakan penyebab korosi.
2. Korosi Eksternalyaitu korosi yang terjadi pada bagian permukaan dari sistem perpipaan dan peralatan, baik
yang kontak dengan udara bebas dan permukaan tanah, akibat adanya kandungan zat asam pada udara dari tanah.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Laju KorosiLaju korosi maksimum yang diizinkan dalam lapangan minyak adalah 5 mpy (mils per
year, 1 mpy = 0,001 in/year), sedangkan normalnya adalah 1 mpy atau kurang. Umumnya problem korosi disebabkan oleh air. tetapi ada beberapa faktor selain air yang mempengaruhi laju korosi) diantaranya:
Faktor Gas Terlarut. Oksigen (02), adanya oksigen yang terlarut akan menyebabkan korosi pada metal seperti laju
korosi pada mild stell alloys akan bertambah dengan meningkatnya kandungan oksigen. Kelarutan oksigen dalam air merupakan fungsi dari tekanan, temperatur dan kandungan klorida. Untuk tekanan 1 atm dan temperatur kamar, kelarutan oksigen adalah 10 ppm dan kelarutannya
akan berkurang dengan bertambahnya temperatur dan konsentrasi garam. Sedangkan kandungan oksigen dalam kandungan minyak-air yang dapat mengahambat timbulnya korosi adalah 0,05 ppm atau kurang. Reaksi korosi secara umum pada besi karena adanya kelarutan oksigen adalah sebagai berikut :
Reaksi Anoda : Fe Fe2- + 2eReaksi katoda : 02 + 2H20 + 4e 4 OH
Karbondioksida (CO2), jika kardondioksida dilarutkan dalam air maka akan terbentuk asam
karbonat (H2CO2) yang dapat menurunkan pH air dan meningkatkan korosifitas, biasanya bentuk korosinya berupa pitting yang secara umum reaksinya adalah:
CO2 + H2O H2CO3Fe + H2CO3 FeCO3 + H2FeC03 merupakan corrosion product yang dikenal sebagai sweet corrosion
Faktor TemperaturPenambahan temperatur umumnya menambah laju korosi walaupun kenyataannya
kelarutan oksigen berkurang dengan meningkatnya temperatur. Apabila metal pada temperatur yang tidak uniform, maka akan besar kemungkinan terbentuk korosi.
Faktor pHpH netral adalah 7, sedangkan ph < 7 bersifat asam dan korosif, sedangkan untuk pH > 7
bersifat basa juga korosif. Tetapi untuk besi, laju korosi rendah pada pH antara 7 sampai 13. Laju korosi akan meningkat pada pH < 7 dan pada pH > 13.
Faktor Bakteri Pereduksi atau Sulfat Reducing Bacteria (SRB)Adanya bakteri pereduksi sulfat akan mereduksi ion sulfat menjadi gas H2S, yang mana
jika gas tersebut kontak dengan besi akan menyebabkan terjadinya korosi.
Faktor Padatan Terlarut Klorida (CI), klorida menyerang lapisan mild steel dan lapisan stainless steel. Padatan ini
menyebabkan terjadinya pitting, crevice corrosion, dan juga menyebabkan pecahnya alooys. Klorida biasanya ditemukan pada campuran minyak-air dalam konsentrasi tinggi yang akan menyebabkan proses korosi. Proses korosi juga dapat disebabkan oleh kenaikan konduktivity larutan garam, dimana larutan garam yang lebih konduktif, laju korosinya juga akan lebih tinggi.
Karbonat (C03), kalsium karbonat sering digunakan sebagai pengontrol korosi dimana film
karbonat diendapkan sebagai lapisan pelindung permukaan metal, tetapi dalam produksi minyak hal ini cenderung menimbulkan masalah scale.
Sulfat (S04), ion sulafat ini biasanya terdapat dalam minyak. Dalam air, ion sulfat juga ditemukan
dalam konsentrasi yang cukup tinggi dan bersifat kontaminan, dan oleh bakteri SRB sulfat diubah menjadi sulfida yang korosif.
Lingkungan Lokasi
Tergantung pada lokasi logam atau pipa berada : di daerah yang basah atau kering, panas atau dingin, kondisi air tawar atau air laut, di permukaan atau di bawah tanah, memiliki potensi bahan kimia, produksi minyak, dan apakah mengandung uap atau gas. Mechanical
Kondisi pipa atau logam mendapatkan stress (tekanan), mengalami fatigue (tekanan), terjadi pemindahan, adanya proses kavitasi, erosi dan freeting.Media Korosif
Dengan perubahan konsentrasi media korosif pada lingkungan benda konstruksi akan menimbulkan beberapa kondisi korosi. Pengaruh konsentrasi dapat menimbulkan karakteristik berbeda antara kedua benda konstruksi. Untuk material tertentu, konsentrasi korosif sebanding dengan kecepatan korosi.
OrganismePengaruh mikroorganisme terhadap korosi ada 2 macam, yaitu:
Secara langsung
menghasilkan zat korosif seperti hidrogen sulfida, carbon dioksida, amonia,asam organik dan anorganik Secara tidak langsung
menghasilkan zat katalisator atau depolarisasi yang merupakan bahan untuk mempercepat reaksi korosi antara material dengan lingkungannya.
Akibat lainnya yang dapat ditimbulkan dari kegiatan Mikro-Organisme antara lain: bakteri aerob akan membutuhkan O2 untuk melakukan metabolisme
O2 yang dibutuhkan ini sebagian akan menjadikan awal proses korosi pada material
Aspek yang ditimbulkan oleh makro-organisme dalam menstimulus korosi: pemakan perlindungan (coating) merupakan perangkap zat korosif hasil feses atau limbah metabolisme makro-organisme
Lingkungan Industri MinyakPada umumnya di lingkungan industri minyak terdapat 3 area yang seringkali mengalami
korosi, yaitu: Kegiatan produksi (Production) Pendistribusian dan Penyimpanan (Transportation and Storage) Operasi Pemisahan (Refinery Operation)
Di daerah sumur condensasi (well condensates) akan sangat banyak terjadi korosi ,ini karena:
kedalaman yang lebih dari 5000 ft temperatur terendah dalam sistem adalah 160oF dan tekanan 1500 lb/m2 pH dalam sistem ini adalah 5,4 sehingga bersifat asam ( didalamnya terkandung asam organik)
Untuk mengetahui karakteristik korosi dalam sumur dilakukan beberapa tindakan, yaitu: inspeksi permukaan peralatan membuat analisa terhadap carbon dioksida dan asam organik pengujian coupon exposure survey terhadap tubing-caliper
Efek EkonomiDampak dari korosi mengakibatkan banyak biaya dapat dicegah atau dikurangi dengan
melakukan perencanaan dan kendali yang optimal, seperti berikut:
Dan untuk mencari nilai ekonomis suatu konstruksi setelah sekian tahun beroperasi adalah sebagai berikut:
................................................................................................................. (3)keterangan:O/M = biaya operasi dan perawatanOp = biaya produksi
Om = biaya perawatan Om = corrosion cost + overhead cost
= biaya reparasi + biaya penggantian + biaya pencegahan IP = nilai konstruksi pada tahun ke-n Io = investasi awal Cn = total cash selama n tahun
Macam-macam korosi
Korosi HomogenKorosi homogen terjadi karena reaksi electro chemical yang secara homogen terjadi karat
ke seluruh bagian material yang terbuka. Korosi ini memiliki sifat-sifat sebagai berikut Merata
dan material menipis, Kehilangan tonage besar dan kecepatan tinggi. Adapun contoh-contoh korosi homogen sebagai berikut : korosi pada badan kapal pilar – pilar pelabuhan korosi pada kaki kaki jacket sebatang besi yang tercelup larutan asam sulfat atap seng
Korosi homogen dapat tidak dapat dihilangkan tetapi dapat mengurangi laju korosi yang terjadi dengan cara : pemilihan material yang sesuai, coating yang sesuai, penambahan inhibitor dan katodic protection.
Perhitungan kehilangan berat akibat korosi
.................................................................................................... (4) Keterangan :W = Berat material yang hilang (gr)D = Density material (gr/cm3)A = Luas penampang korosifT = Tebal material (cm)
Galvanic CorrosionApabila terjadi kontak atau secara listrik kedua logam yang berbeda potensial tersebut
akan menimbulkan aliran elektron/listrik diantar kedua logam. Logam yang mempunyai tahanan korosi rendah ( potensial rendah) akan terkikis dan yang tahanan korosinya lebih tinggi (potensial tinggi) akan mengalami penurunan korosinya. Korosi galvanic corrosion dipengaruhi oleh, lingkungan, jarak, area/luas.
Cara-cara pencegahan pada galvanic corrosion : Memilih logam dengan posisi deret sedekat mungkin. menghilangkan pengaruh rasio luas penampang yang tidak diinginkan. memberikan isolasi diantara dua logam yang berbeda bila memungkinkan. penerapan coating dengan mengutamakan pada logam anode. penambahan inhibitor dengan cermat untuk mengurangi keagresifan logam dalam proses korosi. pencegahan sistem sambungan mur baut dengan bahan berbeda dengan logam induknya.
Kecepatan korosi dapat dilihat dalam persamaan berikut ini :
........................................................................................ (5) Keterangan: = Resistivitas media elektrolit l = Jarak kedua logam A = Luas permukaan yang berpengaruh V1, V2 = Potensial logam
t = Waktu
Crevice CorrosionCrevice Corrosion memiliki sifat-sifat yang tidak tampak dari luar dan sangat merusak
konstruksi, korosi ini sering terjadi pada sambungan kurang kedap yang disebabkan oleh lubang, gasket, lap joint, kotoran/endapan.
MekanismeOksidasi : M + 1eReduksi : O2 + 2H20 + 4e 4OH-
Dari reaksi diatas ion electron (e) yang dihasilkan dalam reaksi oksidasi akan digunakan oleh oksigen (o2) untuk mereduksi air (H2O) untuk menjadi ion OH. Dengan kata lain bahwa ion hidroksil (H+) dihasilkan pada setiap pembentukan ion logam M+. Karena tempatnya atau celahnya terbatas maka reaksi reduksi dari oksigen pada daerah tersebut habis sedangkan metal M terus bereksi
Kecenderungan pembentukan ion M+ ini kemudian disetimbangkan oleh adanya ion klorida atau cl- yang terdapat pada celah tersebut. Hasil reaksi dari kedua ion tersebut akan meningkatkan konsentrasi dari metal clorida atau MCl.
Dari reaksi diatas didapat HCL yang berubah ion H+ atau CL- yang dapat meningkatkan laju penghancuran metal didalam celah. Laju korosi didalam celah tersebut sangat cepat dan bersifat auto katalik karena adanya ion H+ dan Cl-
Adapun cara pencegahannya adalah sebagai berikut: Penggunaan sistem sambungan butt joint dengan pengelasan dibanding dengan sambungan keling
untuk peralatan peralatan baru Celah sambungan ditutup dengan pengelasan menerus atau dengan soldering Peralatan – peralatan harus diperiksa dan dibersihkan secara teratur, terutama pada sambungan –
sambungan yang rawan Hindari pemakaian packing yang bersifat higroskopis Penggunaan gasket dan absorbent seperti teflon jika memungkinkan Pada desain saluran drainase,hindari adanya lengkungan – lengkungan tajam serta daerah
genangan fluida
Filiform CorrosionSerangan dari korosi ini tidak merusak komponen utama metal tetapi hanya
mempengaruhi atau merusak penampilan permukaan metal dimana permukaan dan penampilan kaleng makanan atau minuman.
Mekanisme terjadinya korosi ini merupakan kasus khusus untuk jenis korosi celah. Selama pertumbuhannya, pada bagian kepala unsur seperti H2O dan O2 dari udara luar secara osmosis. Kedua unsur ini selanjutnya bereaksi dengan ion Fe konsentrasi tinggi membentuk
oksida Fe. H2O dan O2 ini akan berdifusi masuk kebagian kepala dan keluar dari bagian ekor secara terus menerus, korosi tertahan dibagian kepala dimana hidrolisa yang terjadi dibagian kepala menyebabkanlingkungan yang bersifat asam, sehingga korosi ini dapat menyebar secara otomatis.
Pencegahan secara global Menyimpan material berlapis metal (email) didalam kondisi kering. Memberikan lapisan brittle fil.
Intergranular CorrosionKorosi intergranular terjadi pada daerah tertentu dengan penyebab grain boundary. Hal
ini disebabkan oleh adanya kekosongan unsur/elemen pada kristal ataupun impurities dari proses casting. Korosi ini terjadi pada casting and weldingAdapun cara pencegahan adalah sebagai berikut :
Casting
Pada proses ini harus dilakukan dengan jalan mengecor logam dengan step yang benar, komposisi yang benar dan pendinginan yang benar sesuai dengan karakteristik masing – masing logam dan kegunaannya
Welding
Pemilihan elektrode yang benar, prosedur pengelasan yang benar, pendinginan yang benar
Korosi Erosi Akibat gesekan antara fluida dengan logam sehingga logam tergerus dengan percepatan
atau penambahan keburukan sifat material karena gerakan relatif antara fluida korosif dan permukaan metal. Korosi erosi dibagi menjadi 2 tipe yaitu ;
Korosi Kavitasi: Akibat adanya benturan gelembung fluida dengan permukaan logam sehingga
berakibat luka terhadap permukaan logam tersebut Fretting Corrosion: Akibat gesekan antara logam dengan logam dan berakibat suhu logam naik
dan tergerus sesama logam.Tipe Media Korosif antara lain gas, larutan encer, sistem organik, metal cair dan semua
tipe peralatan yang diekspos fluida (piping system, katup, pompa dan propeller). Dan cara pencegahannya secara global antara lain menggunakan material dengan ketahanan korosi yang baik, perancangan (design) yang baik, coating dan cathodic protection.
Pencegahan KorosiDengan dasar pengetahuan tentang elektrokimia proses korosi yang dapat menjelaskan
mekanisme dari korosi, dapat dilakukan usaha-usaha untuk pencegahan terbentuknya korosi. Banyak cara sudah ditemukan untuk pencegahan terjadinya korosi diantaranya adalah dengan cara proteksi katodik, coating, pembalutan dan penggunaan chemical inhibitor.
Proteksi KatiodikUntuk mencegah terjadinya proses korosi atau setidak-tidaknya untuk memperlambat
proses korosi tersebut, maka dipasanglah suatu anoda buatan di luar logam yang akan diproteksi. Daerah anoda adalah suatu bagian logam yang kehilangan elektron. Ion positifnya meninggalkan logam tersebut dan masuk ke dalam larutan yang ada sehingga logaml tersebut berkarat. Terlihat disini karena perbedaan potensial maka arus elektron akan mengalir dari anoda yang dipasang dan akan menahan melawan arus elektron dari logam yang didekatnya, sehingga logam tersebut berubah menjadi daerah katoda. Inilah yang disebut Cathodic Protection. Dalam hal diatas elektron disuplai kepada logam yang diproteksi oleh anoda buatan sehingga elektron yang hilang dari daerah anoda tersebut selalu diganti, sehingga akan mengurangi proses korosi dari logam yang diproteksi. Anoda buatan tersebut ditanam dalam suatu elektrolit yang sama (dalam hal ini tanah lembab) dengan logam (dalam hal ini pipa) yang akan diprotekasi dan antara dan pipa dihubungkan dengan kabel yang sesuai agar proses listrik diantara anoda dan pipa tersebut dapat mengalir terus menerus.
CoatingCara ini sering dilakukan dengan melapisi logam (coating) dengan suatu bahan agar
logam tersebut terhindar dari korosi.
Pelapisan dengan semen (concrete coating)
Pelapisan ini digunakan pada pipa yang akan dipasang pada daerah air laut, dimana
ketebalan semen diharapkan akan dapat menghindarkan kontaminasi secara langsung antara air
laut dengan permukaan pipa dan juga selain itu lapisan semen ini juga digunakan sebagai
pemberat pipa yang akan diletakkan didasar laut sehingga tidak memerlukan lagi pemberat.
Namun kelemahan dari pelapisan semen pada jaringan pipa dasar laut adalah sulit sekali untuk
melakukan pemeliharaan atau melakukan inspeksi dengan peralatan yang sederhana, hal ini
disebabkan jaringan pipa tersebut sudah tertutup Lumpur didasar laut. Untuk keperluan
pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan intelegent pig yang dimasukkan dalam jaringan
pipa dan didorong oleh fluida yang mengalir pada jaringan pipa tersebut. Dengan pekerjaan yang
relatif sederhana intelegent pig dapat memberikan informasi tentang cacat yang ada pada jalur
pipa transportasi cukup akurat, baik jenis cacatnya maupun lokasi dimana cacat itu berada.
Sehingga sangat memudahkan bagi kita untuk memperbaikinya.
Pengecatan (Painting)
Pengecatan untuk subsea pipeline hanya mungkin dilakukan pada awal instalasi, sehingga untuk pipa yang terendam air pemeliharaan dengan cara pengecatan tidak mungkin dan
tidak dilakukan. Pemeliharaan dengan pengecatan dilakukan untuk instalasi pipa yang berada pada bagian permukaan.
Dalam pengecatan perlu diperhatikan penggunaan cat yang sesuai dengan standart dan ketebalan cat perlu diperhatikan, yaitu ketebalan antara primer coat,intermediate coat dan top coat. Sebelum pipa dicat harus dilakukan sandblasting terlebih dahulu, untuk memastikan bahwa tidak ada air atau kotoran yang dapat menyebabkan korosi setelah dilakukan pengecatan. Untuk subsea pipeline cara ini tidak dilakukan karena umur cat yang terbatas, sehingga untuk subsea pipeline cara yang sering digunakan yaitu dengan cara pelapisan dengan meggunakan semen atau aspal.
Pemakaian Bahan-Bahan Kimia (Chemical Inhibitor)
Untuk memperlambat reaksi korosi digunakan bahan kimia yang disebut inhibitor corrosion yang bekerja dengan cara membentuk lapisan pelindung pada permukaan metal. Lapisan molekul pertama yang tebentuk mempunyai ikatan yang sangat kuat yang disebut chemis option. Corrosion inhibitor umumnya berbentuk fluid atau cairan yang diinjeksikan pada production line. Karena inhibitor tersebut merupakan masalah yang penting dalam menangani kororsi maka perlu dilakukan pemilihan inhibitor yang sesuai dengan kondisinya. Material corrosion inhibitor terbagi 2, yaitu :
a. Organik Inhibitor Inhibitor yang diperoleh dari hewan dan tumbuhan yang mengandung unsur karbon dalam senyawanya. Material dasar dari organik inhibitor antara lain:
Turunan asam lemak alifatik, yaitu: monoamine, diamine, amida, asetat, oleat, senyawa-senyawa amfoter.
b. Inorganik Inhibitor Inhibitor yang diperoleh dari mineral-mineral yang tidak mengandung unsur karbon dalam senyawanya. Material dasar dari inorganik inhibitor antara lain kromat, nitrit, silikat, dan pospat.