PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 12 /POJK.01/2017 TENTANG PENERAPAN PROGRAM ANTI PENCUCIAN UANG DAN PENCEGAHAN PENDANAAN TERORISME DI SEKTOR JASA KEUANGAN I. UMUM Adanya globalisasi di sektor jasa keuangan yang diiringi dengan semakin berkembangnya produk jasa keuangan termasuk pemasarannya (multi channel marketing), konglomerasi, serta aktivitas dan teknologi industri jasa keuangan yang semakin kompleks baik dari sisi produk, layanan, dan penggunaan teknologi informasi, berpotensi meningkatkan risiko pemanfaatan industri jasa keuangan sebagai sarana Pencucian Uang dan/atau Pendanaan Terorisme, dengan berbagai modus operandinya yang semakin beragam dan maju. Dalam kaitan tersebut dan sesuai ketentuan Pasal 5 Undang Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, yang menegaskan bahwa OJK berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan, perlu adanya pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi (termasuk keseragaman pengaturan) dalam penerapan program anti Pencucian Uang dan pencegahan Pendanaan Terorisme (APU dan PPT) oleh PJK yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan. Disamping itu, pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi dalam penerapan program APU dan PPT oleh PJK yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan perlu kiranya didasarkan pada pengawasan berbasis risiko (risk based approach) sesuai dengan standar internasional
36
Embed
PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA … · kewajiban untuk melakukan verifikasi identitas dari ... akan lebih mendorong pertumbuhan industri jasa keuangan secara nasional. ...
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 12 /POJK.01/2017
TENTANG
PENERAPAN PROGRAM ANTI PENCUCIAN UANG DAN PENCEGAHAN
PENDANAAN TERORISME DI SEKTOR JASA KEUANGAN
I. UMUM
Adanya globalisasi di sektor jasa keuangan yang diiringi dengan
semakin berkembangnya produk jasa keuangan termasuk pemasarannya
(multi channel marketing), konglomerasi, serta aktivitas dan teknologi
industri jasa keuangan yang semakin kompleks baik dari sisi produk,
layanan, dan penggunaan teknologi informasi, berpotensi meningkatkan
risiko pemanfaatan industri jasa keuangan sebagai sarana Pencucian Uang
dan/atau Pendanaan Terorisme, dengan berbagai modus operandinya yang
semakin beragam dan maju.
Dalam kaitan tersebut dan sesuai ketentuan Pasal 5 Undang Undang
Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, yang menegaskan
bahwa OJK berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan
pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam
sektor jasa keuangan, perlu adanya pengaturan dan pengawasan yang
terintegrasi (termasuk keseragaman pengaturan) dalam penerapan program
anti Pencucian Uang dan pencegahan Pendanaan Terorisme (APU dan PPT)
oleh PJK yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan.
Disamping itu, pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi dalam
penerapan program APU dan PPT oleh PJK yang melakukan kegiatan di
sektor jasa keuangan perlu kiranya didasarkan pada pengawasan
berbasis risiko (risk based approach) sesuai dengan standar internasional
- 2 -
sebagaimana direkomendasikan oleh The Financial Action Task Force on Money
Laundering (FATF) yang menegaskan agar dalam penerapan rezim anti
Pencucian Uang dan pencegahan Pendanaan Terorisme perlu mengedepankan
pendekatan berbasis risiko dalam penyusunan kebijakan dan prosedur.
Dalam hal tingkat risiko Pencucian Uang dan/atau Pendanaan Terorisme
tinggi maka kebijakan dan prosedur yang ditetapkan lebih ketat dibandingkan
apabila tingkat risiko Pencucian Uang dan/atau Pendanaan Terorisme dinilai
lebih rendah.
Berkaitan dengan Rekomendasi FATF, Peraturan OJK perlu mengatur
beberapa Rekomendasi FATF termasuk tetapi tidak terbatas pada pengaturan
penerapan program APU dan PPT di sektor jasa keuangan berbasis risiko (risk
based approach), seperti:
1. kewajiban PJK melakukan penilaian risiko TPPU dan TPPT terkait dengan
nasabah, negara atau area geografis, produk, jasa, transaksi, atau
jaringan distribusi (delivery channels), yang menjadi dasar untuk
mengelola dan memitigasi risiko;
2. pengaturan CDD sederhana sesuai dengan penilaian risiko tersendiri
oleh PJK yang dimungkinkan untuk dilakukan sepanjang:
a. memenuhi kriteria untuk nasabah atau transaksi berisiko rendah
yang konsisten dengan penilaian risiko; dan
b. persyaratan CDD sederhana mampu mengelola tingkat ancaman
TPPU dan/atau TPPT yang telah diidentifikasi dengan tingkat risiko
rendah.
3. persyaratan CDD sederhana tidak mencakup Nasabah yang berdasarkan
peraturan perundang-undangan dikategorikan sebagai Nasabah atau
transaksi yang berisiko tinggi;
4. pengaturan mengenai Politically Exposed Person (PEP), yang mencakup
antara lain identifikasi dan verifikasi PEP domestik, PEP asing, orang
yang diberi kewenangan untuk melakukan fungsi penting (prominent
function) dalam lembaga/organisasi internasional, dan anggota keluarga
afiliasi/close associates dari PEP;
5. pengaturan mengenai CDD terhadap penerima manfaat (beneficiary) dari
asuransi jiwa/life insurance dan produk lain terkait asuransi, antara lain
kewajiban untuk melakukan verifikasi identitas dari penerima manfaat
(beneficiary) pada saat pembayaran klaim asuransi jiwa/life insurance;
dan
- 3 -
6. pengaturan kebijakan dan prosedur penerapan APU dan PPT bagi
Konglomerasi Keuangan (financial group).
Melalui penerapan program APU dan PPT di sektor jasa keuangan yang
berstandar internasional, diharapkan PJK dapat melakukan kegiatannya
secara lebih sehat dan lebih berdaya saing global sehingga pada akhirnya
akan lebih mendorong pertumbuhan industri jasa keuangan secara nasional.
Melalui Peraturan OJK ini, ketentuan-ketentuan terkait APU dan PPT
yang diatur masing-masing sektor jasa keuangan baik Perbankan, Pasar
Modal, dan Industri Keuangan Non Bank diharmonisasi secara terpadu
termasuk tetapi tidak terbatas antara lain pada perbedaan pengaturan antar
masing-masing sektor jasa keuangan, independensi dan tanggung jawab
penanggung jawab penerapan program APU dan PPT, informasi dan dokumen
pendukung prosedur Uji Tuntas Nasabah (Customer Due Diligence/CDD) dan
Uji Tuntas Lanjut (Enhanced Due Diligence/EDD), serta pengenaan sanksi.
Menunjuk pada adanya perkembangan produk dan layanan jasa
keuangan, baik yang dimaksudkan untuk mendukung program pemerintah
dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat dan/atau pengentasan
kemiskinan, maupun yang dimaksudkan untuk menjawab kebutuhan
masyarakat atas produk dan layanan jasa keuangan yang memanfaatkan
perkembangan teknologi dan informasi, Peraturan OJK perlu kiranya
mengatur ketentuan:
1. Pertemuan langsung (face to face) dan tanda tangan dokumen Calon
Nasabah atau Nasabah dalam rangka CDD yang dimungkinkan dapat
dilakukan secara elektronik melalui sistem yang disediakan oleh PJK;
dan
2. Prosedur CDD sederhana yang dimungkinkan apabila tujuan
pembukaan rekening terkait dengan program Pemerintah dalam rangka
peningkatan kesejahteraan masyarakat dan/atau pengentasan
kemiskinan seperti layanan keuangan tanpa kantor dalam rangka
keuangan inklusif, simpanan pelajar, dan bantuan sosial pada
kementerian negara/lembaga.
Selain hal-hal tersebut di atas, dalam rangka upaya penegakan hukum
khususnya yang terkait dengan penerapan program APU dan PPT di sektor
jasa keuangan, Peraturan OJK perlu pula kiranya mengatur mengenai
keseragaman sanksi atas pelanggaran Peraturan OJK ini dengan tetap
memperhatikan size PJK masing masing sektor jasa keuangan dimana sanksi
terbagi menjadi sanksi berupa denda atas pelanggaran kewajiban pelaporan
- 4 -
dan sanksi lainnya atas pelanggaran Peraturan OJK ini selain kewajiban
pelaporan.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “secara berkala” adalah dilakukan paling
sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun atau ditetapkan sesuai
dengan kebutuhan dan penilaian risiko PJK.
Huruf d
Cukup jelas.
Pasal 3
Ayat (1)
Persetujuan Direksi diperlukan untuk kebijakan, pengawasan, dan
prosedur pengelolaan dan mitigasi risiko Pencucian Uang dan
Pendanaan Terorisme yang bersifat teknis.
Persetujuan Dewan Komisaris diperlukan untuk kebijakan,
pengawasan, dan prosedur pengelolaan dan mitigasi risiko
Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme yang bersifat strategis.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.
- 5 -
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Untuk kantor cabang dari PJK yang berkedudukan di luar negeri, yang
dimaksud dengan “Direksi” adalah pimpinan kantor cabang dari PJK
yang berkedudukan di luar negeri yakni pemimpin kantor cabang PJK
dan/atau pejabat satu tingkat di bawah pemimpin kantor cabang.
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Kebijakan dan prosedur lebih lanjut yang bersifat lebih teknis, yang
merupakan ketentuan lebih lanjut dari kebijakan dan prosedur
tertulis yang bersifat strategis, tidak perlu memperoleh persetujuan
Dewan Komisaris, namun cukup disetujui oleh Direksi.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Pembentukan unit kerja khusus dan/atau penunjukan pejabat
sebagai penanggung jawab penerapan program APU dan PPT
dilakukan sesuai dengan kebutuhan, kompleksitas usaha, dan
penilaian risiko PJK.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Yang dimaksud dengan “satuan kerja terkait” antara lain satuan
kerja yang berhubungan baik secara langsung maupun tidak
langsung dengan Nasabah dan/atau WIC, seperti petugas pelayanan
nasabah (front liner), petugas pemasaran, petugas yang terkait
pengelolaan dan pengembangan teknologi informasi, serta internal
auditor.
- 6 -
Pasal 7
Huruf a
Persetujuan atas kebijakan dan prosedur penerapan program APU
dan PPT oleh Dewan Komisaris, hanya untuk kebijakan dan
prosedur tertulis yang bersifat strategis.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Frekuensi pembahasan terkait Pencucian Uang dan Pendanaan
Terorisme dalam rapat Direksi dan Dewan Komisaris dilakukan
sesuai dengan kebutuhan dan penilaian risiko masing-masing PJK.
Pasal 8
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Yang dimaksud dengan “kemampuan yang memadai” antara lain
meliputi pengalaman, pengetahuan termasuk pengalaman dan
pengetahuan mengenai penerapan program APU dan PPT.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.
- 7 -
Pasal 11
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf l
Yang dimaksud dengan “melakukan pengawasan terkait penerapan
program APU dan PPT terhadap satuan kerja terkait” antara lain
mengawasi apakah satuan kerja terkait telah melakukan fungsi dan
tugas dalam rangka mempersiapkan laporan mengenai dugaan
Transaksi Keuangan Mencurigakan sebelum menyampaikannya
kepada unit kerja khusus atau pejabat yang bertanggung jawab
terhadap penerapan program APU dan PPT.
Huruf m
Cukup jelas.
Huruf n
Cukup jelas.
Huruf o
Cukup jelas.
- 8 -
Huruf p
Cukup jelas.
Huruf q
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Kebijakan dan prosedur terkait identifikasi dan verifikasi
nasabah antara lain mencakup juga CDD sederhana, CDD oleh
pihak ketiga, dan EDD.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Yang dimaksud dengan “pejabat senior” adalah pejabat yang
memiliki pengetahuan dan/atau pengalaman mengenai anti
Pencucian Uang dan/atau pencegahan Pendanaan Terorisme
misalnya kepala divisi atau kepala bagian di kantor pusat atau
pimpinan di kantor cabang.
Huruf h
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
- 9 -
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “transaksi keuangan dengan mata uang
rupiah dan/atau mata uang asing yang nilainya paling sedikit atau
setara dengan Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah)”, termasuk
transaksi yang dilakukan dalam satu kali transaksi atau dilakukan
dalam beberapa transaksi yang patut diduga saling terkait.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Prosedur CDD yang dilakukan pada saat terdapat indikasi Transaksi
Keuangan Mencurigakan yang terkait dengan Pencucian Uang
dan/atau Pendanaan Terorisme, dilakukan tanpa memperhatikan
adanya pengecualian atau batasan nilai transaksi sebagaimana
diatur dalam Peraturan OJK ini.
Huruf e
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Ayat (1)
Huruf a
Dalam rangka identifikasi Calon Nasabah untuk mengetahui
profil Calon Nasabah, PJK dapat diwakili oleh
- 10 -
pihak lain, dengan ketentuan bahwa Pihak lain yang mewakili
PJK tersebut harus mengetahui prinsip dasar dari CDD.
Huruf b
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Pelaksanaan verifikasi secara face to face melalui sarana elektronik
milik PJK antara lain dapat dilakukan dengan video banking yang
menggunakan perangkat milik PJK yang sifatnya langsung online
dengan petugas dari PJK.
Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “2 (dua) faktor otentikasi” mencakup:
1. what you have, yaitu dokumen identitas yang dimiliki oleh
Calon Nasabah yaitu Kartu Tanda Penduduk (KTP)
elektronik; dan
2. what you are, yaitu data biometrik antara lain dalam
bentuk sidik jari milik Calon Nasabah.
Pasal 18
Ayat (1)
Termasuk dalam pengertian rekening fiktif adalah rekening Nasabah
yang menggunakan nama yang tidak sesuai dengan yang tertera
pada dokumen identitas Nasabah yang bersangkutan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
- 11 -
Pasal 20
Ayat (1)
Huruf a
Angka 1
Huruf a)
Cukup jelas.
Huruf b)
Cukup jelas.
Huruf c)
Informasi mengenai alamat tempat tinggal lain
diperlukan apabila Calon Nasabah orang
perseorangan (natural person) memiliki alamat tempat
tinggal berbeda dengan alamat yang tercatat pada
dokumen identitas.
Huruf d)
Cukup jelas.
Huruf e)
Cukup jelas.
Huruf f)
Cukup jelas.
Huruf g)
Cukup jelas.
Huruf h)
Cukup jelas.
Huruf i)
Cukup jelas.
Angka 2
Cukup jelas.
Angka 3
Cukup jelas.
Angka 4
Cukup jelas.
Angka 5
Cukup jelas.
- 12 -
Huruf b
Angka 1
Cukup jelas.
Angka 2
Termasuk izin adalah izin lainnya yang dipersamakan
dengan izin yang dikeluarkan oleh instansi yang
berwenang.
Angka 3
Cukup jelas.
Angka 4
Cukup jelas.
Angka 5
Cukup jelas.
Angka 6
Cukup jelas.
Angka 7
Cukup jelas.
Angka 8
Cukup jelas.
Angka 9
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “perikatan lainnya (legal arrangement)”
antara lain trustee. Contoh: bank umum sebagai trustee
(pengelola atau penerima harta trust).
Angka 1
Cukup jelas.
Angka 2
Termasuk izin adalah izin lainnya yang dipersamakan
dengan izin yang dikeluarkan oleh instansi yang
berwenang.
Angka 3
Cukup jelas.
Angka 4
Cukup jelas.
Angka 5
Cukup jelas.
- 13 -
Angka 6
Cukup jelas.
Angka 7
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Ketentuan pada ayat ini juga berlaku bagi perantara atau pihak
yang mendapatkan kuasa dari Nasabah untuk melakukan
transaksi atas kepentingan Nasabah yang transaksinya
tergolong tidak wajar atau mencurigakan.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Pasal 21
Dokumen pendukung bagi identitas Calon Nasabah perorangan yang
berkewarganegaraan Indonesia dapat berupa Kartu Tanda Penduduk
(KTP), Surat Izin Mengemudi (SIM), atau paspor yang masih berlaku.
Sedangkan dokumen pendukung bagi identitas Calon Nasabah
perorangan yang berkewarganegaraan asing adalah paspor yang disertai
dengan Kartu Izin Tinggal sesuai dengan ketentuan keimigrasian.
Dokumen pendukung identitas tersebut juga diperlukan bagi perorangan
yang ditunjuk bertindak untuk dan atas nama perusahaan. Dokumen
Kartu Izin Tinggal dapat digantikan oleh dokumen lainnya yang dapat
memberikan keyakinan kepada PJK tentang profil Calon Nasabah
berkewarganegaraan asing tersebut antara lain surat referensi dari:
a. seorang berkewarganegaraan Indonesia atau
perusahaan/instansi/pemerintah Indonesia mengenai profil Calon
Nasabah berkewarganegaraan asing; atau
b. PJK di negara atau jurisdiksi tempat kedudukan Calon Nasabah dan
negara atau jurisdiksi tersebut tidak tergolong berisiko tinggi.
Termasuk spesimen tanda tangan bagi Calon Nasabah perorangan yang
berkewarganegaraan Indonesia adalah cap jempol atau sidik jari.
- 14 -
Pasal 22
Ayat (1)
Dokumen identitas perusahaan antara lain berupa:
a. akta pendirian dan/atau anggaran dasar perusahaan; dan
b. izin usaha atau izin lainnya dari instansi berwenang.
Contoh: izin usaha sebagai pedagang valuta asing, izin kegiatan
usaha pengiriman uang, atau izin usaha dari kementerian
kehutanan bagi kegiatan usaha di bidang
perkayuan/kehutanan.
Huruf a
Yang dimaksud dengan “usaha mikro dan usaha kecil” adalah
usaha mikro dan usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam
undang-undang yang mengatur mengenai usaha mikro dan
usaha kecil.
Angka 1
Cukup jelas.
Angka 2
Cukup jelas.
Angka 3
Cukup jelas.
Huruf b
Angka 1
Deskripsi kegiatan usaha perusahaan meliputi informasi
mengenai bidang usaha, profil pelanggan, alamat tempat
kegiatan usaha dan nomor telepon usaha dan nomor
telepon perusahaan.
Angka 2
Cukup jelas.
Angka 3
Cukup jelas.
Angka 4
Yang dimaksud dengan “anggota Direksi yang berwenang
mewakili perusahaan untuk melakukan hubungan usaha
dengan PJK” adalah anggota Direksi yang memiliki
spesimen tanda tangan (authorized signature).
Ayat (2)
Cukup jelas.
- 15 -
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Ayat (1)
Untuk memastikan kebenaran identitas Nasabah perseorangan,
dokumen identitas hendaknya merupakan dokumen yang
mencantumkan foto diri yang diterbitkan oleh pihak yang
berwenang dengan jangka waktu yang masih berlaku.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Yang dimaksud dengan “lebih dari satu dokumen identitas”
misalnya selain kartu tanda penduduk adalah paspor atau surat izin
mengemudi.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Contoh hubungan usaha atau transaksi sebelum proses verifikasi
dilakukan adalah transaksi efek di bursa efek yang harus dilakukan
sesegera mungkin dengan mempertimbangkan kondisi pasar,
dimana transaksi efek tersebut dilaksanakan sebelum dilakukannya
proses verifikasi.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
- 16 -
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Ayat (1)
Huruf a
Termasuk Pemilik Manfaat (Beneficial Owner) orang
perseorangan (natural person) pada ayat ini adalah Pemilik
Manfaat (Beneficial Owner) orang perseorangan (natural person)
dari Calon Nasabah yang merupakan Lembaga Negara atau
Instansi Pemerintah.
Angka 1
Cukup jelas.
Angka 2
Cukup jelas.
Angka 3
Cukup jelas.
Angka 4
Cukup jelas.
Huruf b
Dalam hal Nasabah atau pemilik atau pengendali akhir dari
Korporasi adalah perusahaan terbuka dan diwajibkan untuk
melakukan keterbukaan informasi atas pengendali Korporasi
dimaksud, atau anak perusahaan yang mayoritas dimiliki oleh
perusahaan terbuka tersebut, PJK tidak perlu melakukan
identifikasi dan verifikasi terhadap pemegang saham atau
Pemilik Manfaat (Beneficial Owner) dari perusahaan terbuka
tersebut. Data identifikasi yang relevan dapat diperoleh dari
otoritas yang berwenang, dari Nasabah atau dari sumber lain
yang dapat diandalkan.
Angka 1
Cukup jelas.
Angka 2
Cukup jelas.
Angka 3
Yang dimaksud dengan “pemilik atau pengendali akhir
perusahaan, yayasan atau perkumpulan (ultimate
- 17 -
owner/ultimate controller)” adalah perorangan yang
menurut penilaian PJK memiliki dan/atau yang
melakukan pengendalian akhir untuk mengambil
keputusan dalam pengelolaan perusahaan. Dokumen
identitas pemilik atau pengendali akhir dapat berupa surat
pernyataan atau dokumen lainnya yang memuat informasi
mengenai identitas pemilik atau pengendali akhir.
Pengendali akhir dari Korporasi dapat tidak teridentifikasi
karena pengendali akhir dari Korporasi dapat sangat
terdiversifikasi sehingga tidak ada orang perseorangan
(natural person), baik sendiri-sendiri maupun bersama-
sama, yang mengendalikan Korporasi melalui
kepemilikan.
Angka 4
Cukup jelas.
Angka 5
Cukup jelas.
Huruf c
Angka 1
Cukup jelas.
Angka 2
Cukup jelas.
Angka 3
Cukup jelas.
Angka 4
Cukup jelas.
Angka 5
Pengendalian trust dapat dilakukan melalui kepemilikan
atau kemampuan untuk mengendalikan.
Huruf d
Identitas dari orang perseorangan dari perikatan lainnya (legal
arrangement) yang mempunyai posisi yang sama dengan
trustee.
Ayat (2)
Contoh pengendalian Korporasi melalui bentuk lain adalah
pengendalian melalui kemampuan untuk menunjuk atau mengganti
Direksi dari Korporasi.
- 18 -
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “produk sektor jasa keuangan yang