-
1
1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang
Sampah kota merupakan salah satu masalah pelik yang dihadapi
hampir seluruh kota
besar di Indonesia. Pengelolaan sampah kota dengan metode
landfill yang hanya berupa open
dump mendatangkan banyak masalah seperti bau busuk, longsor, dan
pencemaran air tanah.
Volume sampah kota yang sangat besar membuat pemerintah kota
kesulitan mencarikan
lahan baru untuk tempat pembuangan akhir (TPA) yang
representatif. Masyarakat di sekitar
lahan calon TPA tersebut seringkali keberatan menerima
keberadaannya. Jakarta dan
Bandung merupakan dua kota yang mengalami masalah serius
berkaitan dengan sampah kota.
Di lain pihak, Indonesia merupakan negara agraris yang selalu
memerlukan pupuk murah.
Negara ini juga sangat merasakan mahalnya sumber energi fosil
terutama yang berasal dari
minyak bumi.
Terdapat beberap teknologi yang biasa dipakai untuk mengelola
sampah kota yaitu ;
landfill, incinerator, dan Anaerobic digestion (AD). Teknologi
landfill sudah banyak
ditinggalkan karena memerlukan lahan yang luas dan menimbulkan
permasalahan dengan air
tanah. Incinerator merupakan pilihan teknologi yang praktis dan
mudah. Salah satu kota yang
sukses menggunakan teknologi ini adalah Wina, Austria. Sifat
sampah kota di Indonesia yang
basah membuat proses pembakaran yang terjadi di dalam
incinerator kemungkinan besar
tidak berjalan dengan sempurna sehingga emisi gas buang dari
cerobong incinerator akan
mengandung gas yang berbahaya bagi lingkungan. Penggunaan
incinerator juga tidak dapat
mengambil bagian-bagian dari sampah kota yang masih dapat
dipakai ulang dan berharga.
Pengolahan sampah dengan metode AD merupakan metode yang paling
ramah lingkungan
karena sampah organik oleh consortium bacteria diubah menjadi
bio-gas metana, pupuk cair,
dan padatan sisa yang bisa dipakai sebagai pupuk kompos. Metode
AD sejak belasan tahun
yang silam dipakai oleh kota munich untuk mengelola sampah
organik kota. Pengelolaan
secara profesional menghasilkan biogas yang langsung dapat
dikonversi menjadi listrik
disamping pupuk organik. Di sekitar pabrik pengolahan sampah
tersebut juga tidak tercium
bau busuk sehingga kemungkinan komplain dari masyarakat
disekitar pusat pengolahan
sampah kecil. Karena pada dasarnya AD dapat dipakai untuk
mengkonversi seluruh jenis
bahan organik yang teruraikan menjadi biogas. Dengan demikian
teknologi AD juga sangat
potensial untuk dijadikan alternatif pilihan untuk menyediakan
listrik di daerah-daerah
terpencil di seluruh Indonesia, mengingat melimpahnya
ketersediaan dedaunan dan rumput
sebagai substratnya.
-
1.2 Road
B
sampah k
d Map Pene
Bidang yang
kota dapat di
Gam
elitian
kami geluti
ilihat pada G
mbar 1. Roa
i adalah was
Gambar 1.
ad Map Pene
ste utilizatio
elitian Peman
n. Road map
nfaatan Samp
p penelitian
mpah Kota
n pemanfaata
2
an
-
3
2. Tinjauan Pustaka AD adalah suatu proses penguraian zat
organik menjadi senyawa-senyawa yang
sederhana dalam kondisi tanpa oksigen. Di dalam pengolahan air
limbah AD telah lama
dipakai secara ekstensif sebagai pelengkap proses aerobik
terutama untuk memproses
primary and secondary sludge. Kelemahan utama pada penggunaan
teknologi AD di masa
lalu adalah waktu pemrosesan yang diperlukan yang sangat lama.
Anaerobic lagoon
merupakan bentuk teknologi AD tertua yang memerlukan waktu
pengolahan sampai dengan
300 hari ( Mckinney, 2004). Teknologi AD menjadi lebih menarik
ketika energi terbarukan
menjadi salah satu isu besar di dunia dan reaktor Up-flow
Anaerobic Sludge Blanket (UASB)
diperkenalkan oleh G. Lettinga di Netherlands. Keistimewaan UASB
adalah waktu
pemrosesan yang singkat sampai dengan 24 jam dan organic loading
rate yang tinggi.
Ada dua tujuan dalam penggunaan teknologi AD, yaitu dapat
digunakan untuk
pengolahan limbah yang mengandung bahan biodegradable dan untuk
menghasilkan produk
yang bernilai ekonomi (energy crop) seperti biogas dan pupuk.
Sejak teknologi AD menjadi
lebih efektif dibandingkan dengan proses aerobik, AD menjadi
lebih menarik untuk dijadikan
sebagai teknologi inti dalam pengolahan air limbah domestik
(Foresti, 2006).
Secara keseluruhan proses AD dapat dibagi menjadi tiga langkah,
yaitu pengolahan awal
(pre-treatment), proses inti/utama AD, dan pengolahan akhir
(post-treatment) bio-gas dan
padataan hasil proses AD (digestate). Proses pre-treatment
tergantung pada jenis yang
dipakai substrat dan regulasi negara setempat. Sedangkan
post-treatment bio-gas dan
digestate disesuaikan dengan pemanfaatan kedua produk
tersebut.
Di Munich - German penggunakan sampah kota sebagai substrat
dalam proses AD
memerlukan pre-treatment seperti penggilingan, pemisahan
magnetik (magnetic separation),
hidro-pulper, dan thermal pre-treatment (Gopel and Janik, 2006).
Penggilingan, magnetic
separation dan hidro-pulper diperlukan karena sifat sampah kota
yang masih tercampur
dengan komponen-komponen nonorganik. Sedangkan thermal
pretreatment dilakukan karena
peraturan pemerintah setempat yang mewajibkan pasteurisasi
selama 3 jam (Bonmati et.al.,
2001). Hidro-pulper merupakan unit pemisahan sampah berdasarkan
densitas. Nama hydro-
pulper dipakai karena alat ini pertama kali digunakan dalam
pabrik pengolahan kertas. Hidro-
pulper biasa dirancang untuk bahan baku dengan spesifikasi
tertentu dan prosesnya
dijalankan secara kontinyu (Olutoye, 2005).
Biogas yang ingin dipakai sebagai synthetic natural gas (SNG)
memerlukan post-
treatment untuk menghilangkan zat-zat pengotor seperti
karbondioksida, ammonia, dan
hidrogen sulfida (Burgel, 2006). Sedangkan apabila langsung
dikonversi menjadi listrik
-
4
ataupun dibakar post-treatment bio-gas tidak lagi diperlukan.
Digestate dapat langsung
dipakai sebagai pupuk pertanian, akan tetapi untuk menghasilkan
pupuk kompos yang
berkualitas baik, digestate perlu diproses secara aerobik agar
penguraraian bahan organik
berjalan lebih sempurna.
Gambar2. Diagram Blok Proses Pengolahan Sampah Kota di
Munich
(Gopel and Janik,2006)
Anaerobic Digestion Model No.1 (ADM1) merupakan model matematika
dari proses AD
yang telah berhasil dimodelkan dengan baik oleh sekumpulan
ilmuwan yang tergabung dalam
IWA Task Group (IWA, 2002). Dari gambar2, terlihat bahwa padatan
organik komplek
mengalami disintegrasi menjadi inert, karbohidrat, protein dan
lemak. Material hasil
disintegrasi tersebut kemudian terhidrolisis menjadi gula, asam
amino dan Long Chain Fatty
Acid (LCFA). Karbohidrat dan protein selanjutnya mengalami
fermentasi menjadi berbagai
macam volatile organic acid (asam propionate, butirat dan
valerat) dan gas hydrogen,
sedangkan LCFA teroksidasi menjadi asam asetat dan gas hydrogen
(acidogenesis). Volatil
organic acid kemudian terkonfersi menjadi asam asetat dan gas
hydrogen pada tahap
acetogenesis. Gas methana diproduksi melalu dua cara: pembelahan
senyawa asam asetat
-
5
(aceticlastic methanogenesis) dan reduksi karbon dioksida oleh
hydrogen (hydrogenotrophic
methanogenesis).
Gambar3. Tahapan Proses AD ( IWA 2002)
AD merupakan merupakan proses penguraian bahan-bahan organik
secara biologis di
mana bahan-bahan tersebut diubah menjadi senyawa yang lebih
sederhana dalam kondisi
anaerob dengan bantuan mikroorganisme yang berupa bakteri. Satu
tahapan proses AD dapat
dilakukan lebih dari satu jenis bakteri. Bakteri yang bekerja
dalam proses anaerob sangat
banyak macamnya dan satu sama yang lain saling bekerja sama
untuk menghasilkan produk
akhir berupa methana. Mikroorganisme yang saling bekerja sama
tersebut kemudian sering
disebut konsorsium mikroorganisme. Kondisi lingkungan yang
optimal bagi masing-masing
bakteri berbeda sehingga apabila proses AD dilakukan dalam satu
stage kondisi tersebut
harus bisa diterima oleh seluruh bakteri konsorsium.
Tahap hydrolisis, acidogenesis dan acetogenesis bekerja optimal
pada kondisi asam,
sementara kondisi methanogesis bekerja optimal pada kondisi
sedikit basa. Bakteri
methanogesis akan mati pada pH dibawah 4,5, tetapi pada pH
tersebut proses hydrolisis
bekerja dengan optimal (Sarada dan Joseph, 1996). Karena alasan
tersebut untuk
mengoptimalkan proses dipakailah dua stage. Proses dua stage
juga punya keunggulan dalam
proses kontrol karena persoalan-persoalan yang sering muncul
dalam kedua stage itu
-
6
berbeda. Penggunan proses dua stage mempermudah proses kontrol
dan investigasi apabila
timbul suatu masalah dalam proses AD (IWA 2002).
Dalam proses dua stage, proses hydrolysis dipercepat karena
stage pertama beroperasi
pada kondisi asam. Stage ini juga dapat dipakai untuk
memperbesar perolehan gas hydrogen
sampai dengan 52% dengan cara memanipulasi inokulum yang dipakai
dan kondisi operasi
(Hanqing 2003). Sedangkan kinerja stage kedua dapat ditingkatkan
dengan cara
menggunakan reactor UASB. UASB pada dasarnya merupakan fluidized
reactor dengan
bahan terfluidakan berupa sludge mikroorganisme yang berbentuk
granular (Sponza 2001).
Reaktor ini hanya dapat beroperasi dengan substrate berupa
cairan sehingga proses
penguraian sampah kota tidak dapat menggunakan jenis reaktor ini
jika menggunakan reaktor
satu stage. Reaktor UASB bisa diaplikasikan dalam pengurain
sampah kota pada tahapan
methanogenesis (stage kedua) dengan cara padatan dan cairan
dipisahkan setelah keluar
reaktor stage pertama.
Komposisi biogas biasanya pada reaktor stage tunggal sekitar 60%
methana, 30% carbon
dioksida dan beberapa ppm hydrogen (salafudin 2007). Konposisi
methana dapat diperbesar
dengan cara kondisi operasi dijalankan dalam tekanan tinggi (30
Psig) dan dengan selalu
mensirkulasi cairan dalam reaktor ke leaching thank yang
bertekanan atmosfer untuk
melepaskan karbon dioksida (US Patent 4722741, 1988). Teknologi
ini kurang berkembang
karena sirkulasi yang mengkonsumsi banyak energi dilakukan hanya
semata-mata untuk
melepaskan karbon dioksida yang mempunyai kelarutan sangat kecil
dalam tekanan atmosfer
dan besar pada tekanan tinggi. Sementara saat itu konsumen tidak
memerlukan biogas dengan
kemurnian tinggi.
Perkembangan teknologi biogas saat ini adalah produsen
diharapkan menghasilkan biogas
dengan kemurnian tinggi. Kemurnian yang tinggi diperlukan karena
biogas dari produsen
akan dialirkan dalam sistem pemipaan sebelum dipakai untuk SNG
maupun untuk dikonversi
ke listrik dengan generator yang berkapasitas besar dan
mempunyai effisiensi yang tinggi.
Bila teknologi dari patent tersebut dimodifikasi untuk
diterapkan pada reaktor UASB maka
sirkulasi yang selalu dilakukan dalam reaktor UASB juga bisa
dipakai sebagai pemurnian
methana dari karbon dioksida.
-
7
3. Metode Penelitian 3.1 Perumusan Masalah
Masalah yang akan diteliti adalah peningkatan kinerja teknologi
AD dalam menghasilkan
gas metana dan hidrogen dengan menggunakan sampah kota sebagai
substrat. Tahapan proses
tersebut adalah penggilingan, pemisahan sampah kota, dan
pengolahan biosampah menjadi
biogas ( hidrogen dan metana ), pupuk padat, dan pupuk cair.
Pemisahan sampah kota dilakukan mengunakan hydro-pulper.
Hydro-pulper yang
dioperasikan secara batch memerlukan modifikasi pada proses
unloading-nya karena
konsentrasi plastik sampah kota di Indonesia sangat besar
dibandingkan di Eropa dan
komposisinya juga selalu berubah. Proses unloading-nya akan
menggunakan teknik floating
outlet sebagai mana biasa dipakai pada Sequence Batch Reactor
(SBR). Batch Hydro-pulper
dengan floating outlet diharapkan dapat dipakai untuk memisahkan
sampah kota di Indonesia.
Data yang akan diambil pada proses pemisahan ini adalah
komposisi awal sampah kota,
produk bawah pertama (batu-batuan), produk bawah kedua
(plastik), dan produk atas ( slurry
sampah organik). Variabel-variabel yang dipelajari adalah
loading rate, kecepatan dan waktu
pengadukan, panjang pipa floating outlet.
Tangki hydrolysis yang bekerja secara kontinyu berupa reaktor
alir tangki berpengaduk
mencerna sampah organik secara isothermal. Investigasi kinerja
tangki hidrolisis dilakukan
dengan cara mengumpulkan data-data: LCA, VFA, Total Ammonium
Nitrogen (TAN),
Volatile Solid (VS), kandungan hydrogen pada biogas. Variabel
yang dipelajari adalah
organic loading rate, waktu tinggal dan temperatur operasi.
Slurry keluar tangki hydrolysis dipisahkan padatan dan
filtratnya. Padatan hasil
pemisahan dijadikan pupuk pertanian sedangkan filtrat diproses
lebih lanjut dalam tangki
methanogenesis. Data-data yang dikumpulkan untuk mengukur
kinerja tangki
methanogenesis ini adalah : VFA, TAN, VS, komposisi biogas.
Variabel-variabel yang
dipelajari adalah organic loading rate, Retention time dan
Tekanan operasi.
Tenaga pelaksana dalam penelitian ini meliputi: 1 orang ahli
dengan latar belakang teknik
lingkungan, 1 orang ahli dengan latar belakang teknik kimia yang
mempunyai pengalaman
melakukan riset tentang biogas di Jerman, 1 orang ahli teknik
mesin, 1 orang teknisi, 1 orang
pembantu pelaksana.
-
Diagr
GambarHidrogen
ram Fishbon
r 4. Diagramn dalam Peng
ne untuk perm
m Fishbonegolahan Sam
masalahan in
e untuk Permpah Kota
ni dapat dilih
rmasalahan
hat pada gam
Peningkatan
mbar berikut
n Perolehan
t:
Metana da
8
an
-
9
3.2 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah:
1. Pemanfaatan teknologi AD untuk mengolah sampah kota
Indonesia
2. Teknologi AD dua stage mampu menghasilkan gas hydrogen pada
stage pertama dan
gas methana pada stage kedua dengan konsentrasi yang tinggi.
3.3 Metodologi Penelitian ini akan dilaksanakan dilingkungan
ITENAS, Bandung. Investigasi unit
pemisahan dan unit proses dilakukan secara paralel dengan alasan
untuk mempercepat waktu
penelitian. Pada saat unit proses menjalani tahapan start-up
umpan slurry sampah organik
yang digunakan merupakan hasil pemisahan secara manual karena
pada saat bersamaan
dilakukan investigasi kinerja unit pemisahan, hydropulper.
Setelah kondisi operasi terbaik
dari hydropulper ditemukan unit proses mendapatkan umpan dari
hydropulper.
Penentuan komposisi sampah kota dilakukan secara gravimetri dan
dilakukan setiap hari
sekali untuk mengetahui profile komposisi sampah kota tiap saat.
Produksi biogas yang
dihasilkan tangki hydrolisis, methanogensis dan pelepas CO2
diukur setiap hari dengan alat
wet-test meter.
Sampel dari input-output tangki hydrolisis, methanogenesis dan
komposisi biogas diambil
setiap variabel penelitian. Perubahan variabel penelitian
dilakukan setelah sistem stabil yang
ditandai dengan konstannya produksi biogas harian. Sampel slurry
dan cair disimpan di
dalam refrigerator dan baru dianalisis pada akhir investigasi
dengan High Performance
Liquid Chromatography (HPLC) untuk mengetahui kandungan LCFA,
VFA, dan dengan UV
spektrophotometri untuk mengetahui kandungan TAN serta dengan
gravimetri untuk
mengetahui VS. Sampel biogas dianalisis komposisinya dengan Gas
Chromatography (GC)
setiap akan mengganti variabel penelitian.
Analisis LCFA, VFA, komposisi bio-gas diperlukan untuk
mengetahui kinerja masing-
masing tahap hydrolisis, acidogenesis, acetogenesis dan
methanogenesis. Analisis VS
diperlukan untuk mengukur efektifitas proses biogas secara
keseluruhan dalam menguraikan
komponen VS yang terdapat dalam sampah kota. Kandungan TAN perlu
dipantau karena
kandungan TAN yang tinggi sering meracuni tahap
methanogenesis.
-
10
3.4 Rancangan Penelitian Rancangan riset pengolahan sampah kota
Indonesia ini terdiri dari tiga tahapan: unit
pemisahan, hydrolysis dan methanogenesis.
Unit pemisahan menggunakan hydro-pulper yang dioperasikan secara
batch. Pemilihan
pengoperasihan secara batch karena:
1. Kebiasan pada industri pengolahan limbah bahwa loading
reaktor dilakukan sehari
sekali.
2. Pengoperasihan secara batch memungkinkan hydro-pulper
memisahkan sampah kota
menjadi tiga komponen: sampah-bio, plastik dan bebatuan.
3. Pengoperasian secara batch membuat hydro-pulper memungkinkan
dioperasikan
dengan umpan yang mempunyai perbedaan komposisi yang tinggi.
Urutan pengoperasian hydro-pulper yaitu: sampah kota yang telah
digiling dengan screw
conveyor dicampur dengan air kemudian diaduk dengan rpm yang
tinggi. Pengadukan yang
tinggi membuat bio-sampah terlarut dalam air sementara bebatuan
dan logam akan
mengendap dibawah dan masuk kedalam pipa vertikal dengan kondisi
valve bawah tertutup
dan valve atas terbuka. Setelah proses pengadukan selesai valve
atas pada pipa vertikal
ditutup dan valve bawah dibuka untuk mengeluarkan bebatuan dan
logam. Setelah proses
pengadukan dihentikan komponen ringan (plastik) akan melampung
keatas permukaan
sedangkan bio-sampah tercampur dengan air akan tetap di lapisan
bawah. Dengan floating
outlet lapisan bawah cairan dapat merupakan slurry bio-sampah
dapat dipompakan ketangki
hydrolisis. Setelah cairan bio-sampah dialirkan semua ke tangki
hydrolisis, pompa dimatikan
sehingga yang tertinggal di dalam hydro-pulper hanya air dan
plastik yang selanjutnya
dikeluarkan lewat bawah. Plastik yang diperoleh dapat dari unit
pengolahan ini dapat di-
recycle di pabrik molding.
Bahan kontruksi yang dipakai untuk hydropulper ini dipilih dari
fiber karena dipasarkan
terdapat bahan dari fiber yang biasa dipakai untuk tower air
yang dapat dimodifikasi sebagi
hidropulper. Penggunaan bahan fiber diharapkan dapat memperkecil
biaya tapi tetap dapat
bekerja sebagaimana yang diharapkan. Pada skala besar bahan
konstruksi hydropulper yang
biasa dipakai adalah stainless steel sedangkan konstruksi yang
termurah dibuat dari beton.
Proses pengolahan bio-sampah menjadi bio-gas dapat diekspresikan
dalam persamaan
kimia sebagai berikut:
-
11
Tahap Hydrolysis
(C6H12O6 )n n C6H12O6 polisakarida n monosakarida Tahap
Acidogenesis dan acetogenesis C6H12O6 + 2H2O 2CH3(CH2)2COO- + 2
HCO3- + 3 H++ 2H2 butirat 2CH3 (CH2)2 COO- + 8H2O 2CH3 COO- + 12 H2
+ 4 CO2 asetat Tahap Methanogenesis CH3 COO- + H+ CH4 + CO2
(aceticlastic methanogenesis) 4 H2 + CO2 CH4 + 2H2O
(hydrogenotrophic methanogenesis)
Pada AD stage tunggal semua tahapan di atas terjadi secara
simultan dalam sebuah
reaktor sehingga hasil gas adalah methana, karbon dioksida dan
beberapa impurity yang lain.
Kandungan gas hydrogen dalam bio-gas biasanya hanya skala
beberapa ppm karena kondisi
operasi dalam reaktor stage tunggal sangat cocok dipakai oleh
bakteri hydrogenotrophic
methanogenesis untuk berkembang biak dengan baik. Berkembangnya
bakteri
hydrogenotrophic methanogenesis akan mengkonsumsi seluruh gas
hydrogen yang dihasilkan
dalam tahap acidogenesis dan acetogenesis.
Enhance produksi hydrogen dalam pengolahan sampah kota hanya
bisa dilakukan dengan
cara memisahkan bakteri hydrogenotrophic methanogenesis dengan
hydrogen sebagai
substratnya. Pemisahan ini dilakukan dengan memproses bio-sampah
proses dalam dua
reaktor yang disusun secara serial dengan kondisi operasi yang
berbeda sesuai dengan kondisi
ideal masing-masing. Bio-sampah di tangki hydrolisis mengalami
proses: hydrolisis,
acidogenesis dan acedogenesis. Kondisi ideal untuk proses diatas
adalah pada pH sekitar 4.5
di mana ketiga proses diatas mempunya kecepatan reaksi maksimal
dan bakteri
methanogenesis mati. Matinya bakteri methanogenisis membuat gas
hydrogen terakumulasi
sebagai produk.
Tangki hidrolisis berupa reaktor tangki berpengaduk karena
bentuk reaktor inilah yang
paling tepat untuk memproses substrat yang berupa padatan atau
slurry. Pengadukan
intermittent dijalankan dengan cara 10 menit pengadukan dan 50
menit tanpa pengadukan.
Pengadukan intermittent dilakukan untuk menghindari rusaknya
bakteri yang berbentuk
granular. 10 menit pengadukan dan 50 menit dipilih berdasarkan
pengalaman pengolahan
bio-sampah dengan proses sejenis di kota Munich, Jerman.
Bahan konstruksi dari tangki hydrolisis yang dipilih untuk
proyek pilot ini adalah beton
karena paling murah. Reaktor pengolahan sampah kota di Munich
terbuat dari stainless steel
-
12
sementara reaktor biogas ditingkat petani terbuat dari beton.
Reaktor berbahan baku beton
telah terbukti mampu bertahan sampai belasan tahun.
Bio-sampah kota yang telah diproses dalam tangki hydrolisis
dipisahkan dalam filter.
Filterpress merupakan jenis filter yang paling cocok untuk skala
pilot projek. Padatan hasil
filter dapat dipakai sebagai pupuk pertanian walaupun untuk
mendapatkan pupuk yang
berkualitas sangat baik padatan harus diproses lebih lanjut
dengan proses kompos yang
bekerja secara aerobik.
Filtrat dari proses filtrasi dimasukkan ke tangki
methanogenesis. Bakteri methanogenesis
yang berbentuk granular dan terfluidakan oleh aliran fluida
tangki tersebut akan mencernanya
menjadi methana dan karbon dioksida. Reaktor methanogenesis
berupa UASB yang
memerlukan sirkulasi cairan dalam reaktor untuk menciptakan
aliran fluida yang dapat
membuat bakteri yang telah berupa granular terfludiakan merata
kesemua bagian reaktor.
Dalam penelitian ini sirkulasi cairan juga dimanfaatkan untuk
memisahkan gas methana
dengan karbon dioksida. Gas methana mempunyai kelarutan yang
sama baik dalam cairan
bertekanan atmosfer maupun tinggi sedangkan karbon dioksida
mempunyai kelarutan yang
jauh lebih tinggi bila ditempatkan dalam sistem bertekanan
tinggi. Dengan mengoperasikan
tangki methanogenesis di atas tekanan atmosfer dan tangki
pelepasan karbon dioksida
bertekanan atmosfer gas methana dan karbon dioksida diharapkan
dapat dipisahkan dengan
baik.
Dua jenis bakteri methanogesis selalu ada dalam reaktor stage
tunggal tetapi dalam
reaktor dua stage, pada reaktor methanogesis hanya bakteri
aceticlastic methanogenesis yang
berkembang dengan baik. Bakteri hydrogenotrophic methanogenesis
tidak dapat berkembang
karena substrat yang masuk reaktor methanogenis tidak mengandung
cukup gas hydrogen.
Cairan keluar dari proses methanogenesis dapat dipakai sebagai
pupuk cair karena
mempunyai kandungan N/C yang tinggi.
Tangki methanogenesis dan tangki pelepasan karbon dioksida
direncanakan dibuat dari
besi baja karena akan dioperasikan dalam tekanan tinggi.
-
13
Gambar 5. Diagram Alir Rancangan Riset Enhance Methane dan
Hydrogen Crop Dalam
Pengolahan Sampah Kota dengan Teknologi Anaerobic Digestion
3.5 Hasil yang Diharapkan dan Rencana Publikasi Hasil yang
Diharapkan
Hasil yang diharapkan dalam penelitian ini adalah:
1. Pengolahan sampah kota dapat dilakukan dengan hasil berupa
energi listrik yang
berasal dari biogas, pupuk padat, pupuk cair dan plastik yang
dapat di-recycle.
2. Tangki hydrolisis dapat dipakai untuk menghasilkan gas
hydrogen
3. Tangki methanogenesis dan tangki pelepasan CO2 secara
bersama-sama dapat dipakai
untuk memisahkan gas methane dan karbon dioksida.
4. Hasil penelitihan ini dapat memberi inspirasi pihak-pihak
terkait untuk mengelola
sampah kota dan bio-sampah yang lain dengan teknologi yang ramah
lingkungan
Rencana Publikasi
Karena adanya beberapa hal yang benar-benar baru dalam
penelitihan yaitu:
1. Modifikasi UASB yang dioperasikan pada tekanan tinggi dengan
hasil methana
berkonsentrasi tinggi.
2. Secara keseluruhan design proses AD yang cocok untuk
karakteristik sampah kota
Indonesia.
Dengan modal beberapa originalitas diatas maka diharapkan
minimal hasil penelitian
ini dapat dipublikasikan dalam seminar Internasional atau Jurnal
Nasional Terakreditasi
-
14
4. Biaya dan Jadwal Penelitian 4.1 Anggaran Biaya Biaya yang
dibutuhkan untuk melaksanakan penelitian ini dapat dilihat pada
tabel
berikut:
Jenis Pengeluaran Biaya yang Diusulkan (Rp)
Tahun I Tahun II Gaji dan Upah Gaji Peneliti Utama Rp
1.800.000,00 Rp 1.800.000,00 Gaji Peneliti Anggota Rp 1.200.000,00
Rp 1.200.000,00 Bahan Habis Pakai dan Peralatan Pembuatan Reaktor
Hidrolisis Rp 5.000.000,00 Rp 15.000.000,00 Pembuatan Reaktor
Methanogenesis Rp 10.000.000,00 Rp 30.000.000,00 Pembuatan
Acumulator Rp 5.000.000,00 Rp 15.000.000,00 Analisis Analisis kadar
hidrogen @ Rp.200.000,- Rp 9.000.000,00 Rp 3.000.000,00 Analisis
kadar Methana @ Rp.200.000,- Rp 9.000.000,00 Rp 3.000.000,00
Analisis kadar VS @ Rp.15.000,- Rp 1.800.000,00 Rp 500.000,00
Analisis kadar COD @ Rp.50.000,- Rp 6.000.000,00 Rp 1.500.000,00
Perjalanan Pengambilan Sample dan Pembelian Peralatan Rp
6.600.000,00 Rp 1.500.000,00 Lain-Lain (Publikasi dan Laporan) ATK
Penyusunan Laporan Rp 500.000,00 Rp 500.000,00 Publikasi Rp
1.500.000,00 Rp 1.500.000,00 Jumlah Rp 57.400.000,00 Rp
74.500.000,00
-
15
4.2 Jadwal Penelitian
No. Kegiatan Tahun ke-1
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1
Perancangan dan pembuatan alat penelitian skala laboratorium
2 Start-up unit proses skala laboratorium
3 Pengambilan data skala laboratorium
4
Perancangan dan pembuatan alat penelitian skala pilot
5 Start-up unit proses skala pilot
6 Pengambilan data skala pilot
7 Pengolahan data dan penyusunan laporan
8 Publikasi dan Pelaporan
No. Kegiatan Tahunke2
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1
Perancangan dan pembuatan alat penelitian skala laboratorium
2 Start-up unit proses skala laboratorium
3 Pengambilan data skala laboratorium
4
Perancangan dan pembuatan alat penelitian skala pilot
5 Start-up unit proses skala pilot
6 Pengambilan data skala pilot
7 Pengolahan data dan penyusunan laporan
8 Publikasi dan Pelaporan
-
16
5. Daftar Pustaka 1. Bonmati, A.: Study of thermal hydrolysis as
a pretreatment to mesophilic anaerobic
digestion of pig slurry. Water Science and Technology. IWA
Publishing 2001; 44 :No
4. 109116
2. Burgel, V. M: Bio-gas and others in natural gas operation
(Bongo) a project under
development. 23rd World Gas Conference, Amsterdam 2006.
3. Foresti, E., Zaiat, M., Vallero, M.: Anaerobic processes as
the core technology for
sustainable domestic wastewater treatment: consolidated
applications, new trends,
perspectives, and challenges. Reviews in Environmental Science
and Bio/Technology
2006; 5:319
4. Gopel, T., Janik, H.: Die Bioabfall-Vergrungsanlage
Brunnthal/Kirchstockack. Eine
Anlage mit Modellcharakter, 2006
5. Hanqing, Y: Hydrogen production from rice winery wastewater
by using a
continuously-stirred reactor. Journal of Chemical Engineering of
Japan, Vol.36,No10,
pp.1147-1151,2003
6. http://www.uasb.org/discover/uasb-animation.htm
7. Iwa 2002. : Anaerobic digestion model No. I (ADM1),
International Water
Association Scientific and Technical Report No. 13, IWA
publishing, London, UK
8. McKinney, R. E.: Environmental pollution control
microbiology. Copyright 2004 by
Marcel Dekker
9. Olutoye. M. A.: Design of a manually operated paper-recycling
machine. Leonardo
Electronic Journal of Practices and Technologies July-December
2005;7
10. Salafudin : Effect of ammonia nitrogen on liquid manure
digestion. Master thesis,
Munich, 2007
11. Sponza, D. T.: Performance of up-flow anaerobic sludge
blanket (UASB) reactor
treating wasterwaters containing carbon tetra-chloride. World
Journal of
Microbiology and Biotechnology, Biomedical and Life Sciences
December 2001;17:
7.
12. US Patent 4722741: Production of high methane content
production by two phase
anaerobic digestion, 1988