Top Banner
Peningkatan Mutu Sekolah Jaap Scheerens Buku Serial Dasar-dasar Perencanaan Pendidikan ¡tan UNESCO lation Educational, Scientific, and Cultural Organization)
168

Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

Dec 11, 2016

Download

Documents

lydang
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

Peningkatan

Mutu Sekolah

Jaap Scheerens

Buku Serial Dasar-dasar Perencanaan Pendidikan

¡tan UNESCO lation Educational,

Scientific, and Cultural Organization)

Page 2: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

Peningkatan

MUTU SEKOLAH

Page 3: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

t i l Jaap Scheerens

Peningkatan

MUTU SEKOLAH

H E P DOCUMENTAT ION

JAA' ;¿^ (_•* t)

L 0 HO S

WACANAILMU DAN PEMIKIRAN ¿- \m,i I.I.E.P. - 1.1.P.E.I 9,mft.Drloc;Qu7SO^ PARIS

2 3. JUIN 2006

CENTRE DE DOCUMENTATION

Page 4: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

PENINGKATAN MUTU SEKOLAH Jaap Scheerens

Peneijemah • Abas Al-Jauhari Penyunting • Achmad Syahid Hak Cipta pada • Pengarang Hak Penerbitan pada • PT. Logos Wacana Ilmu Cover/Layout • Muis Cetakan Pertama • Agustus 2003 M Diterbidcan oleh • PT. Logos Wacana Ilmu Jl. Ir. H. Djuanda No. 50 Blok D-30, Ciputai 15412 Telp. (021) 7418816, 7418817, Fax. (021) 7418817 e-mail: [email protected]

Judul Asli: Improving School Effectiveness Buku Asli Diterbidcan tahun 2000 oleh United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization 7 place de Fontenoy, F 75352 Paris 07 SP

Fundamentals of Educational Planning (Dasar-dasar Perencanaan Pendidikan)

LWI 096

Jaap Scheerens Peningkatan Mutu Sekolah/ Jaap Scheerens;

penerjemah, Abas al-Jauhari; penyunting, Achmad Syahid,--Jakarta : Logos, 2003

xxvi + 150 ; 14,5x21 cm

Judul asli: Improving school effectiveness ISBN 979-626-141-3

1. Management dan organisasi sekolah I. Judul II. al-Jauhari, Abas

371.2

IV

Page 5: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

Fundamentals of Educational Planning ( D a s a r - d a s a r P e r e n c a n a a n P e n d i d l k a n )

Buklet-buklet kecil dalam serial ini ditulis untuk dua kelompok pengguna. Kelompok pertama, mereka yang terlibat dalam pe­

rencanaan dan administrasi pendidikan, baik di negara berkem-bang maupun di negara maju. Sedang kelompok kedua, mereka yang bukan spesialis (di bidang pendidikan), seperti para pejabat tinggi pemerintah dan pembuat kebijakan yang berusaha menggali pemahaman yang lebih umum tentang perencanaan pendidikan, dan tentang bagaimana pengertian tersebut terkait dengan pem-bangunan nasional secara keseluruhan. Pemahaman tersebut diha-rapkan bermanfaat baik untuk kepentingan belajar secara pribadi maupun dalam program-program pelatihan formal.

Sejak serial ini diluncurkan pada 1967, praktik dan konsep perencanaan pendidikan mengalami perubahan yang berarti. Ba-nyak asumsi yang semula dijadikan landasan untuk merasionali-sasi proses p e n g e m b a n g a n pend id ikan telah dikritik, atau ditinggalkan. Bahkan jika model perencanaan yang sentralistik dan kaku sekarang ternyata terbukti tidak lagi memadai dan tidak tepat untuk diterapkan, tidak berarti bahwa semua bentuk perencanaan tidak lagi dibutuhkan. Sebaliknya, kebutuhan mengumpulkan data, mengevaluasi efisiensi program yang ada, melakukan serangkaian

v

Page 6: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

studi dalam bidang yang berbeda, menatap masa depan, serta menggulirkan debat publik tentang dasar-dasar untuk memandu kebijakan pendidikan dan pembuatan keputusan bahkan menjadi lebih penting daripada sebelumnya.

Ruang lingkup perencanaan pendidikan telah diperluas. Di samping sistem pendidikan formai, juga kini diterapkan pada segala usaha pendidikan penting lain dalam setting pendidikan non-for-mal. Perhatian terhadap pertumbuhan dan perluasan sistem pendi­dikan bertambah, dan bahkan terkadang digantikan oleh tumbuh-nya perhatian terhadap kualitas seluruh proses pendidikan, serta kontrol atas hasil-hasilnya. Paraperencana dan administrator akhir-nya menjadi semakin sadar akan pentingnya strategi implementasi dan peran pelbagai mekanisme pengaturan yang berbeda dalam hai ini: pilihan metode pembiayaan, ujian dan prosedur sertifikasi atau pelbagai aturan dan struktur insentif lainnya. Perhatian para perencana ada dua: mencapai suatu pemahaman yang lebih baik mengenai validi tas pendidikan dalam dimensinyayang khusus yang terobservasi secara empiris dan membantu dalam menentukan strategi-strategi perubahan yang tepat.

Tujuan buku-buku kecil serial ini an tara lain memonitor evolusi dan perubahan dalam kebijakan pendidikan, serta pengaruhnya terhadap kebutuhan perencanaan pendidikan; menyoroti isu-isu mutakhir mengenai perencanaan pendidikan dan menganalisisnya dalam konteks latar historis dan kemasyarakatannya; dan menye-barkan metodologi perencanaan yang dapat diterapkan pada kon­teks, baik negara maju maupun negara sedang berkembang.

Untuk membantu International Institute for Educational Planning (IIEP), suatu badan di bawah naungan Unesco, dalam mengidenti-fìkasi isu-isu mutakhir dalam perencanaan dan pembuatan kepu­tusan di pelbagai belahan dunia, ditunjuklah Dewan Editor (Edito­rial Board) yang terdiri atas dua orang editor umum dan seorang editor madya dari wilayah yang berbeda, yang semuanya kaum profesión al yang mempunyai reputasi tinggi di bidangnya. Dalam pertemuan pertama Dewan Editor yang bara ini padajanuari 1990,

v i

Page 7: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

para anggotanya telah mengidentìfìkasi topik-topik penting yang akan diulas dalam isu-isu mendatang dengan judul-judul berikut:

1. Pendidikan dan Perkembangan (education and development

2. Pertimbangan-pertimbangan keadilan (equity considerations).

3. Kualitas pendidikan (quality of education).

4. Struktur, administrasi dan manajemen pendidikan (structure, administration and management of education).

5. Kurikulum (curriculum).

6. Biaya dan pendanaan pendidikan (cost and financing of educa­tion).

7. Teknik-teknik dan pendekatan perencanaan (planning techniques and approaches).

8. Sistem informasi, monitoring dan evaluasi (information systems, monitoring and evaluation).

Seüap judul diulas oleh seorang atau dua editor madya.

Serial tersebut dirancang secermat mungkin, tetapi tidak ada usaha untuk menghindari kemungkinan perbedaan atau bahkan kontradiksi pandangan yang diekspresikan oleh para penulisnya. Institut sendiri tidak berkeinginan untuk memaksakan doktrin resmi apa pun. Dengan demikian, sementara pandangan di setiap edisi merupakan tanggungjawab para penulisnya sendiri, dan tidak harus didukung oleh Unesco atau International Institute for Educational Plan­ning, pandangan tersebut pantas diperhatikan di forum debat inter-nasional. Memang, salah satu tujuan penerbitan serial di atas ada­iah untuk merefleksikan keragaman pengalaman dan pemikiran dengan cara memberikan kesempatan kepada para penulis yang berbeda dari beragam latar belakang dan disiplin ilmu untuk meng-ekspresikan pandangannya tentang perubahan teori-teori dan praktik dalam perencanaan pendidikan.

Efektivitas sekolah adalah sebuah konsep yang sulit diter-jemahkan, dan, begitu didefinisikan, sifat alamiah konsep ini sulit untuk diukur.

vu

Page 8: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

Dalam kajian yang kaya ini, Jaap Scheerens lebih melihat pada aspek-aspek dari panorama efektivitas sekolah, dengan demikian, ia menyediakan sebuah telaah menyeluruh yang berguna bagi para perencana pendidikan.

Pengarang menggunakan basis pengetahuan tentang efek­tivitas sekolah untuk menguji pendekatan-pendekatan yang relevan dalam meningkatkan efektivitas, meskipun tidak pernah kehilangan pandangan pada fakta bahwa tiap situasi memiliki kekhususan tersendiri. Dia mengakui bahwa tampaknya lebih terbuka peluang untuk melakukan aksi bagi seseorang yang terdekat dengan level sekolah, dengan demikian, menjadi sulit bagi pihak-pihak yang berada pada level di atas sekolah untuk melakukan perencanaan tentang efektivitas. Dengan berpijak pada pemikiran di atas, dia menyarankan bahwa pendekatan-pendekatan yang bersifat multi-level barangkali sangat sesuai, terutama bagi negara-negara yang sedang berkembang. Penting-nya evaluasi diri sekolah ditekankan, karena kenyataan bahwa proses evaluasi itu sendiri dapat menyumbang bagi peningkat-an efektivitas. Atas dasar pada buklet ini, para perencana tenni saja akan lebih terlengkapi dalam mendiskusikan berbagai faktor berbeda yang terlibat dalam peningkatan efektivitas sekolah.

HEP mengucapkan terima kasih kepada Profesor Scheerens atas kesediaannya berbagi pandangan dan pengetahuan dalam bidang kajian ini dengan menulis untuk Dasar-dasar Serial Pe­rencanaan Pendidikan {the Fundamentals of Educational Planning series). Kami juga berhutang budi kepada Profesor Neville Postlethwaite, editor nomor seri ini, atas partisipasinya dalam penyiapan naskah awal seri ini.

Gudmund Hemes

Direktur HEP

Vili

Page 9: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

Komposisi Dewan Editor

Ketua: Gudmund Hemes Director, HEP

Editor Umum: Françoise Caillods HEP

T. Neville PosdeÜiwaite (Profesior Emiratus) University of Humburg Jerman

Dewan Editor: Jean-Claude Eicher University of Bourgogne Perancis

Claudio de Moura Castro Inter-American Development Bank Amerika Serikat

Kenneth N. Ross HEP Perancis

Richard Sack Association for the Development of Education in Africa (ADEA) Perancis

Rosa Maria Torres Kellogg Foundation/IIEP-Buenos Aires Argentina

IX

Page 10: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

Pengantar

Pada dekade akhir 1990-an, literatur tentang efektivitas seko-lah marak sekali. Karena karya para perencana pendidikan

telah bergeser dari peningkatan pendaftaran sekolah ke pening-katan mutu pendidikan, maka para perencana harus memiliki kepedulian pada efektivitas sekolah. Lalu, apa itu sekolah efektif? Berbagai penulis telah menggunakan definisi yang berbeda mengenai 'efektif dan acapkali sulit membedakan di antara banyaknya definisi itu. Dalam pada itu, pembaca harus khawa-tir apakah definisi itu dapat dipanami atau tidak. Jelas sekali bahwa sekolah, dengan mendaftarnya siswa dari latar belakang keluarga yang baik, akan memiliki waktu yang lebih mudah dalam mengantarkan mereka untuk belajar, dibandingkan se­kolah di mana semua muridnya berasal dari latar belakang ke­luarga miskin. Apa yang menarik bagi sebagian besar perencana pendidikan adalah identifìkasi faktor atau variabel yang dapat meningkatkan pembelajaran di semua sekolah, terlepas dari latar belakang siswa yang masuk ke sekolah tersebut Terutama sekali para perencana tertarik pada faktor-faktor yang terjadi pada se-kolah-sekolah yang berlatar belakang keluarga miskin, yang menghasilkan prestasi murid yang tinggi. Apa saja faktor-faktor tersebut? Apakah faktor-faktor dapat digeneralisasikan kepada semua sekolah, apa saja kemungkinan biaya yang harus

XI

Page 11: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

disiapkan jika Kementrian Pendidikan menghendaki faktor-faktor tersebut ada di semua sekolah. Juga ada problem tambahan bahwa sekolah memiliki banyak mata pelajaran yang berbeda dan sasaran akhir yang bennacam-macam: kognitif, afektif, dan sosial. Apakah suatu faktor atau variabel hanya mem-pengaruhi satu bidang mata pelajaran atau seperangkat sasaran akhir, atau apakah ia dapat mempengaruhi semuanya?

Seluruh bidang jenis pemikiran dan penelitian ini ditandai oleh banyaknya pendekatan, konsep, dan model, bahkan sulit bagi mereka yang terlibat untuk menangkap gambaran yang jelas mengenai pro dan kontra terhadap berbagai jenis pemikir­an dan penelitian tersebut.

International Institute for Educational Planning (HEP) mengundangjaab Scheerens dari Universitas Twente, Belanda, seorang yang sangat otoritatif dibidang managemen sekolah dan pendidikan efektif yang diakui, untuk menulis boklet-boklet singkat yang menjelaskan bidang yang rumit ini kepada para perencana pendidikan. Prof. Scheerens tidak hanya menggam-barkan cara-cara yang berbeda bagaimana istilah 'efektif digu-nakan, melainkan juga 'konsep' dan 'model' berbeda yang di-gunakan dalam tipe penelitian ini. Dia kemudian mengaitkan temuan-temuan penelitian dalam bidang ini dengan perenca-naan synoptic, teori pilihan, dan perencanaan retroactive. Akhir-nya, dia mengetengahkan sekumpulan temuan dalam bidang ini namun pembaca dan pengguna yang hati-hati akan bertindak secara tepat ketika melakukan adaptasi.

Jelaslah bahwa tiap-tiap sistem pendidikan perlu melaku­kan penelitiannya sendiri mengenai identifikasi variabel-varia­bel dan faktor-faktor yang diasosiasikan dengan 'efektivitas'. Diharapkan bahwa persoalan Dasar-dasar Perencana Pendidik­an akan membantu para perencana pendidikan tidak hanya

X l l

Page 12: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

bekerja dengan cara mereka sendiri melalui tìpa-tìpe penelitìan yang berbeda, melainkan akan mendorong mereka melakukan penelitìan mereka sendiri seperti itu.

T. Neville Posdethwaite

Wakil Editor Umum

xiii

Page 13: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

Daftar Isi

Pengantar xi

Pendahuluan 1

I. Konseptualisasi: Perspektif tentang Efektivitas Sekolah 5 Pengantar 5 Definisi umum 5 Definisi Ekonomi tentang Efektivitas 8

Pandangan teoritis tentang efektivitas organisasi 11 Rasionalitas ekonomi 12 Model sistem organik 13 Pendekatan hubungan manusia dalam organisasi.... 14 Birokrasi 15 Model organisasi politik 15

Mode-mode Pendidikan yang diterima di sekolah, sebagai jalan masuk untuk meningkatkan efektivitas 18 Ringkasan dan Kesimpulan 23

II. Penelitian: Telaah atas bukti dari Negara Maju dan Negara Berkembang 27 Pendahuluan: 27

xv

Page 14: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

Rancangan menyeluruh tentang kajian efektivitas pendidikan 27 Bagian 1. Bukti dari Negara-negara Industri 29 Hasil Yang Diperoleh Diberbagai Rangkaian Penelitian Tentang Efektivitas-Pendidikan 29 Integrasi 49 Ringkasan Meta-analisis 53 Bagian 2. Bukti dari Negara-negara Sedang Berkembang 56 Studi Fungsi Produksi di Negara-negara Sedang Berkembang 56 Review tentang Penelitian tentang Efektivitas Sekolah di Negara-negara Sedang Berkembang.... 60 Lingkup dan Pembatasan Model Efektivitas Sekolah bagi Perencana Pendidikan 65 Ringkasan dan Kesimpulan 71

Teori: Efektivitas Sekolah dan Perspektif tentang Perencanaan 77 Pengantar: paradigma rasionalitas 77 Perencanaan Synoptic dan Strukturisasi Birokrasi 80 Penyejajaran Rasionalitas Individu dan Organisasi: Teori Pilihan-Publik 86 Perencanaan Retroaktif dan Organisasi Pembelajaran 92 Ringkasan dan Kesimpulan 97

Aplikasi: Penggunaan Dasar Pengetahuan tentang Efektivitas Sekolah bagi Prosedur Monitoring dan Evaluasi 99 Pengantar 99 Indikator-indikator 101 Konteks Evaluatif, Tingkat Agregasi dan Dimensi Waktu; Menuju Konseptualisasi Indikator

XVI

Page 15: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

Pendidikan Lebih Lanjut 104 Konteks Evaluatif. 104 Tingkat Agregasi 106 Time-frame 107

Fungsi Indikator bagi Proses Pendidikan 107 Contoh-contoh Berbagai Indikator Proses Sekolah 110 Evaluasi Diri Sekolah 112

Definisi 113 Jenis Evaluasi Din Sekolah (School Self-Evaluation) 114 Taksonomi Evaluasi Sekolah, Metode, Aktor dan Obyek yang Berbeda-beda 124

Ringkasan dan Kesimpulan; Apa yang Dapat Diterapkan di Negara-negara Sedang Berkembang 126

Mempertimbangkan Kembali Dimensi Internal/Eksternal 126 Dukungan Ehternal 128 Aspek biaya 130 Politik Mikro Evaluasi 131 Indikator Proses yang Diilhami Efektivitas Sekolah Dipertimbangkan Kembali 133

V. Kesimpulan: Implikasi bagi Para Perencana Pendidikan 135

Daftar Pustaka 139

Indeks 151

xvu

Page 16: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

Pendahuluan

M onografi ini membicarakan temapokok tentangperencanaan pen-didikan: bagaimana para pembuat kebijakan, kepala sekolah,

guru dan orang tua dapat merancang ahi untuk metnbantu pencapai-an tujuan pendidikan?

Jawaban diberikan didasarkan pada hasil-hasil penelitian empiris, yang digolongkan di bawah judul seperti: 'produktivi-tas pendidikan', 'efektivitas sekolah', 'fungsi-fungsi produksi pendidikan' dan 'efektivitas pengajaran'. Sejak 1980, penelitian empiris telah menghasilkan bagan pengetahuan {the body of knowl­edge) yang menyediakan informasi tentang faktor-faktor perang-kat lunak mana saja yang 'amat berarti' serta faktor-faktor lain mana saja yang memiliki dampak lebih kecil.

Bagaimanapun, pertimbangan yang cermat mengenai dasar pengetahuan yang ada diperlukan, karena ada keberatan dan keterbatasan tertentu yang inneren dalam tradisi penelitian yang disebutkan di atas. Misalnya, sebagian besar penelitian empiris dilakukan di tingkat dasar dan menengah-bawah, serta varia­bel-variabel hasil (outcome) yang dipilih sebagian besar seringkali adalah mata pelajaran-mata pelajaran dasar, seperti bahasa ibu dan aritmatika atau matematika.

1

Page 17: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

Oleh karena itu, tujuan kajian ini adalah sebagai berikut:

# Menyediakan dasar konseptual untuk mendefinisikan efek­tivitas sekolah;

* Menggambarkan variabel tingkat sekolah dan kelas yang diharapkan 'bekerja' dalam pendidikan serta tercermin pada bagaimana cara agar kebijakan bisa meningkadcan efektivi-tas sekolah;

* Menelaah bukti penelitian yang ada berkenaan dengan hu-bungan antara kondisi perangkat lunak tertentu dengan prestasi pendidikan;

# Menggambarkan model-model teoritis yang digunakan un­tuk menjelaskan mengapa faktor-faktor tertentu harus bekerja serta melihat model-model mana saja yang bisa menghasilkan pengaruh yang dapat dipraktekkan untuk meningkadcan efektivitas sekolah;

• Menunjukkan penerapan praktis dasar pengetahuan efekti­vitas sekolah bagi para perencana pendidikan.

Pada bab pertama, konsep efektivitas sekolah didefinisikan. Definisi-definisi yang dikemukakan dalam penelitian efektivi­tas sekolah empiris ini dibandingkan dengan definisi-definisi da­lam lapangan ekonomi dan organisasi. Hal ini mengarahkan pada peta konseptual, di mana 'sebab' atau maksud, dan 'pe­ngaruh' atau capaian tujuan pendidikan, dibedakan sebagai dua faktor dasar bagi efektivitas sekolah. Aspek penting lain yang akan diperhatikan adalah konsep 'nilai tambah' pendidikan yang diterima di sekolah serta kenyataan bahwa kriteria yang digu­nakan untuk menilai apakah sekolah-sekolah tersebut efektif bersifat relatif dan bukan absolut.

Pada bab kedua, akan ditelaah ulang dasar pengetahuan yang dihasilkan dari berbagai kumpulan penelitian tentang efek­tivitas pendidikan. Perhatian khusus diberikan kepada kajian-

2

Page 18: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

kajian yang dilakukan di negara-negara sedang berkembang. Walaupun telaah ulang mengenai bukti penelitian yang lebih kualitatif cenderung sepakat dengan seperangkat faktor yang dapat meningkatkan efektivitas, namun síntesis penelitian kuantitatif dan kajian perbandingan international menyisakan keüdakpastian yang patut dipertimbangkan mengenai dampak dan penyamarataan sebagian besar faktor-faktor tersebut, teru-tama sekali faktor irc/>«£-sumberdaya dan kondisi organisasi se-kolah.

Pada bab ketiga, bukti penelitian itu dihubungkan dengan teori ilmiah sosial yang lebih mapan dalam rangka menemukan mekanisme yang mendasari tentang apa yang membuat pendi-dikan yang diterima di sekolah efektif. Tiga penafsiran berbeda mengenai prinsip rasionalitas dibahas di bab ini: perencanaan synoptic, implikasi teori pilihan-publik; dan perencanaan retroac­tive. Walaupun bukti penelitian itu biasanya mendukung pan-dangan bahwa rasionalitas yang meningkat menjelaskan efekti­vitas sekolah, namun kesimpulan ini ditafsirkan bertentangan dengan kenyataan bahwa sebagian besar bukti itu didasarkan pada sistem pendidikan di mana kondisi sumberdaya manusia dan materi dasar tersedia dengan baik.

Bab keempat melihat penggunaan faktor-faktor yang di-identifikasi dapat meningkatkan efektivitas sebagai model bagi peningkatan sekolah. Sungguhpun pendekatan ini telah mem-berikan hasil-hasil yang positif, bab ini menitikberatkan pada penerapan yang lebih hati-hati, di mana faktor-faktor yang di-identifikasi itu hanya digunakan sebagai target evaluasi dan moni­toring pendidikan. Pendekatan ini menyisakan ruang bagi adaptasi kultural dan lokal mengenai hasil-hasil dan lebih mudah untuk berdamai dengan sikap para perencana pendidikan pusat yang lebih obyektif dalam sistem pendidikan yang didesentrali-sasi secara fungsional. Bab ini juga membahas penggunaan in-

3

Page 19: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

dikator-indikator proses dalam konteks sistem indikator nasio-nal dan evaluasi-diri sekolah.

Fada bab singkat terakhir, disimpulkan secara ringkas implikasi-implikasi bagi para perencana pendidikan yang ada.

4

Page 20: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

I. Konseptualisasi: Perspektif tentang Efektivitas Sekolah1

Pengantar

Adalah masnk akal bahwa sekolah yang efektif kira-kira sama dengan sekolah yang "baik". Atas dasar pengertian ini,

definisi tentang efektivitas sekolah yang lebih tepat telah dikem-bangkan dalam kajian-kajian penelitian empiris. Nuansa-nuansa berbeda diberikan oleh perspektif-perspektif dari berbagai disiplin yang berbeda, terutama sekali disiplin ilmu ekonomi dan organisasi. Namun, meskipun disiplin-disiplin ilmu terse-but memiliki perspektif yang berbeda, skema yang relatif seder-hana, terdiri dari seperangkat kondisi perangkat lunak pendi-dikan yang diterima di sekolah (sebab) dan beragam jenis kriteria sederhana (pengaruh), mungkin bisa dipandang sebagai dasar bagi definisi itu.

Definisi umum

Efektivitas sekolah mengacu pada kinerja unit organisasi yang disebut 'sekolah'. Kinerja sekolah dapat diperlihatkan melalui

'Sebagian bab ini adalah versi yang diperbaharui dari Bab 1 Scheerens (1992), Effective schooling. Research theory and practice, diterbitkan Cassell (Lon­don).

5

Page 21: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

output sekolah tersebut, yang pada gilirannya diukur sesuai de-ngan prestasi rata-rata murid pada akhir masa pendidikan for­mal mereka di sekolah tersebut. Persoalan efektivitas sekolah menarik karena secara umum dapat diketahui bahwa kinerja sekolah itu berbeda-beda. Persoalan berikutnya adalah sejauh-mana kinerja sekolah itu berbeda, atau, lebih tepatnya, sejauh-mana sekolah-sekolah berbeda ketika kemampuan bawaan dan latar belakang sosio-ekonomi murid-murid sekolah itu sedikit banyak sama.

Pemyataan yang agak berbeda mengenai prinsip perban-dingan yang 'fair' antara sekolah dapat dibuat dengan menilai nilai tambah selama masa pendidikan yang dia peroleh. Ini berarti menilai dampak pendidikan yang diterima di sekolah pada prestasi para murid, ketika prestasi tersebut secara khas dapat dihubungkan dengan sekolah A setelah diselesaikan dan bukan sekolah B. Akan tetapi, dalam penelitian tentang efektivitas se­kolah, menilai perbedaan nilai tambah atau nilai 'bersih' (net) antar sekolah tidaklah cukup. Dalam cabang penelitian pendi­dikan ini, pertanyaan yang benar-benar menarik bermula ketika kita menetapkan bahwa ada perbedaan penting: mengapa seko­lah A lebih baik dibanding sekolah B, jika perbedaannya tidak berkaitan dengan perbedaan populasi siswa di dua sekolah itu?

Serangkaian penelitian tentang efektivitas pendidikan yang berbeda-beda telah terkonsentrasi pada jenis-jenis variabel yang berbeda untuk menjawab pertanyaan ini. Ahli ekonomi berkon-sentrasi pada input sumber daya, seperti besaran belanja per-siswa. Para psikolog pengajaran akan menyelidiki manajemen di ruang kelas, seperti waktu tugas dan variabel-variabel yang berhubungan dengan strategi pengajaran. Tenaga ahli pendidik­an umum dan para sosiolog pendidikan melihat pada aspek-aspek organisasi sekolah, seperti gaya kepemimpinan.

Sebelum hendak menjelaskan serangkaian penelitian ten­tang efektivitas pendidikan yang berbeda-beda ini serta

6

Page 22: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

pengintegrasian berikutnya ke dalam kajian-kajian tentang efek­tivitas pendidikan di berbagai level dan di berbagai disiplinnya, sedikit karakteristik dasar dari definisi efektivitas sekolah yang muncul harus digarisbawahi.

Pertama-tama harus dicatat bahwa konsep efektivitas seko­lah harus dilihat sebagai konsep formal, 'hampa', konsep yang tidak pandang bulu berkenaan dengan jenis-jenis pengukuran terhadap kinerja sekolah yang dipilih. Karena maksud literal dari efektivitas adalah pencapaian tujuan {goal attainment}, maka asumsi implisitnya adalah bahwa kriteria yang digunakan un-tuk mengukur kinerja tersebut mencerminkan sasaran-sasaran akhir pendidikan yang penting. Tentu saja, berbagai pendapat tentang apakah kriteria-kriteria tersebut harusnya boleh berbeda-beda, dan konsekuensinya arah serangan yang mudah pada penelitian tentang efektivitas sekolah adalah bahwa ia gagal membicarakan berbagai sasaran pendidikan yang penting. Da­lam praktek yang sebenamya, prestasi pada mata pelajaran dasar seperti matematika atau aritmatika, sains dan bahasa daerah atau bahasa asing, merupakan pengukuran yang dipilih oleh sebagian besar dari serangkaian kajian tentang efektivitas pendidikan yang empiris. Kedua, pengukuran terhadap efektivitas sekolah didasar-kan pada standar komparatif dan bukan standar absolut. 'Pe-ngaruh' diperlihatkan menurut perbedaan rata-rata yang dise-suaikan antar sekolah-sekolah atau menurut persentase variasi 'yang dijelaskan' antar sekolah-sekolah yang ada. Implikasinya adalah bahwa kajian-kajian tentang efektivitas sekolah, yang dilakukan di dalam konteks nasional tertentu, tidak menyata-kan apa pun tentang tingkat prestasi pendidikan yang sebenar-nya di negara tersebut. Berdasarkan tingkat kinerja, definisi ten­tang suatu sekolah yang efektif bagi negara X bisajadi juga agak berbeda bagi negara Y.

Akhimya, dalam gambaran umum mengenai efektivitas sekolah dan penelitian tentang efektivitas sekolah, penting un-

7

Page 23: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

tuk dicatat bahwa efektivitas sekolah itu merupakan sebuah konsep kausal. Oleh karena itu, beberapa pengarang membuat perbedaan tegas antara penelitian tentang kefektifan sekolah pada satu sisi dan penelitian tentang pengaruh sekolah pada sisi lain (dikutip dari Purkey dan Smith, 1983). Dalam penelitian ten­tang efektivitas sekolah tidak hanya perbedaan kinerja secara keseluruhan saja yang dinilai, melainkan juga pertanyaan tambahan mengenai hubungan sebab akibat yang muncul: ka-rakteristik-karakteristik sekolah mana saja yang menghasilkan kinerja yang relatif lebih tinggi, terutama, ketika karakteristik-karakteristik populasi siswa sebaliknya justru konstan?

Dalam bab berikut akan digambarkan secara lebih rinci berbagai rangkaian penelitian tentang efektivitas pendidikan yang telah menyumbang kepada konseptualisasi tentang efekti­vitas sekolah di berbagai level dan di berbagai disiplin ilmu dewasa ini.

Singkatnya, efektivitas sekolah dilihat sebagai gelar untuk mana saja sekolah-sekolah yang telah mencapai tujuannya, kalau dibandingkan dengan sekolah-sekolah lain yang 'setara', menu-rut jumlah siswa yang diterima {student-intake) dengan jalan memanipulasi kondisi-kondisi tertentu yang dilakukan oleh se­kolah itu sendiri atau karena konteks yang melingkupi sekolah tersebut.

Defittisi Ekonomi tentang Efektivitas

Dalam ilmu ekonomi, konsep-konsep seperti efektivitas dan efisiensi dihubungkan dengan proses produksi dari suatu orga-nisasi. Taruhlah dalam bentuk yang agak disesuaikan dengan cara produksi, suatu proses produksi dapat disimpulkan sebagai 'perputaran', atau perubahan dari 'input' ke dalam 'output'. Semua input yang masuk ke dalam suatu sekolah atau sistem sekolah termasuk para murid dengan segala karakteristik ter-

8

Page 24: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

tentu yang ada pada mereka, serta semua bantuan keuangan dan materi pada mereka. Output meliputi prestasi yang dicapai raurid pada akhir masa pendidikannya. Proses atau alur masuk [throughput) perubahan yang terjadi dalam suatu sekolah itu da-pat dipahami sebagai keseluruhan metode pengajaran, pilihan kurikulum dan prasyarat organisasi yang memungkinkan bagi para murid untuk memperoleh pengetahuan. Output jangka. pan-jang ditunjukkan dengan istilah ''outcome, lihat Tabel 7.

Tabel 1. Analisa faktor dalam proses produksi pendidikan

Input Proses Output Outcome

Pembiayaan Metode-metode Skor ujian akhir Tersebar dalam Pengajaran sekolah dasar pasar tenaga kerja

Efektivitas kini dapat digambarkan dengan sejauhmana tingkat output yang diinginkan tercapai. Kemudian efisiensi bisa didefinisikan sebagai tingkat output yang diinginkan dengan ke-mungkinan biaya yang paling rendah. Dengan kata lain, efisiensi adalah efektivitas dengan keperluan tambahan yang ingin dicapai dengan menempuh kemungkinan cara yang termurah. Cheng (1993) lebih jauh memberikan elaborasi mengenai definisi ten-tang efektivitas dan efisiensi, yang memasukkan dimensi output jangka pendek versus outcomejangka panjang. Meminjam kalimat Cheng: efisiensi dan efektivitas teknis mengacu pada u output se­kolah yang terbatas pada mereka yang ada di sekolah atau segera setelah mereka menyelesaikan pendidikan di sekolah (misalnya, perilaku belajar, ketrampilan yang diperoleh, perubahan sikap, dll)", sedangkan efisiensi dan efektivitas sostai dihubungkan de­ngan "berbagai pengaruhnya pada di tengah-tengah masyara-kat atau pengaruhnya pada kehidupan jangka panjang pada in-

9

Page 25: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

dividu (misalnya, mobilitai sosial, pendapatan, produktivitas kerja)" (ibid., him. 2). Jika seseorang menggabungkan dua dimensi ini, maka empat tipe output sekolah dapat dibedakan (lihat TabelZ).

Tabel 2. Pembedaan antara efektivitas sekolah dan efisiensi sekolah, dikutipdari Cheng (1993)

Sìfat output sekolah

Sifat input sekolah Di sekolah/segera setelah Pada level masyarakat menyelesaikan pendidikan Pengaruh jangka pendek Pengaruh jangka panjang Internai (misalnya, perilaku Ekstemal (misalnya, belajar, ketrampilan mobilitas sosial, penda yang diperoleh) patan, produktivitas)

Non-moneter Efektivitas kemasyarakatan Efektivitas (misalnya, guru, sekolah teknis sekolah metode mengajar, buku)

Moneter Efisiensi teknis sekolah Efisiensi kemasyarakatan (Misalnya, biaya (efektivitas ekonomi sekolah (efektivitas buku, gaji, biaya internai) ekonomi ekstemal) kesempatan)

Adalah penting bagi análisis mengenai efisiensi dan efekti­vitas dalam konteks ekonomi agar mampu mengungkapkan nilai input dan output berkenaan dengan uang. Untuk menentukan efisiensi, penting mengetahui biaya-biaya input seperti materi pengajaran dan gaji para guru. Ketika output juga dapat diung-kapkan dalam istilah keuangan, maka penentuan efisiensi me-nyerupai análisis untung rugi [cost-benefit analyst^ (Lockheed, 1988, him. 4). Akan tetapi, harus dicatat, bahwa implementasi

10

Page 26: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

karakterisasi ekonomi mengenai efektìvitas sekolah yang disebut-kan di atas secara kaku juga akan menghadapai banyak masa-lah.

Analisis mengenai efisiensi dan efektìvitas tersebut dimulai dengan pertanyaan tentang bagaimana kita hams mendefinisi-kan 'output yang diinginkan' dari suatu sekolah, sekalipun kita berkonsentrasi pada pengaruh jangka pendek. Misalnya, 'produksi' atau hasil sekolah menengah dapat diukur dengan jumlah murid yang berhasil mendapatkan ijazah yang diserah-kan sekolah. Dengan begitu, unit pengukurannya adalah murid setelah lulus ujian akhir. Akan tetapi, sering kali kita mencari pengukuran yang lebih tepat, yang dalam kasus ini, relevan untuk melihat, misalnya, pada peringkat yang dicapai para murid da­lam berbagai mata pelajaran ujian mereka. Ditambah lagi, ada berbagai pilihan yang dibuat berkenaan dengan lingkup peng­ukuran efektìvitas. Apakah hanya prestasi ketrampilan dasar saja yang harus dikaji? Apakah juga mungkin memperhatikan proses kognitif yang lebih tinggi? Dan tidakkah juga hasil afektif dan/ atau sosial dalam pendidikan dapat dinilai sedemikian rupa? Permasalahan lain sehubungan dengan análisis ekonomi me­ngenai sekolah meliputi kesulitan menentukan nilai moneter dari input dan proses, serta tidak adanya kejelasan umum tentang bagaimana proses produksi beroperasi (justru pengukuran teknis dan prosedural diperlukan untuk mencapai oul/>ul maksimum).

Selaras dengan pertanyaan tentang kegunaan definisi efek­tìvitas dalam istilah ekonomi, pertanyaan yang muncul kemu-dian adalah apakah menganggap sekolah sebagai suatu unit produksi dapat diterima.

Pandangan teoritis tentang efektìvitas organisasi

Para ahli teori organisasi kerapkali menganut tesis bahwa efektìvitas organisasi tidak bisa digambarkan dengan pengertian

11

Page 27: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

cara langsung. Melainkan, beragam sikap merupakan hai yang biasa berkenaan dengan penafsiran terhadap konsep yang sedang dibicarakan ini. Dengan demikian, diasumsikan bahwa penafsiran yang dipilih tergantung pada teori organisasi dan kepentìngan kelompok tertentu yang mengajukan masalah efek-tìvitas (Cameron dan Whetten, 1983, 1985; Faerman dan Quinn, 1985). Oleh karena ini, model-model organisasi utama yang di-gunakan sebagai latar belakang bagi bermacam-macam definisi efektìvitas akan ditelaah secara singkat.

Rasionalitas ekonomi

Definisi ekonomi tentang efektìvitas sebagai disebutkan di atas diperoleh dari gagasan bahwa organisasi berfiingsi secara rasional - maksudnya, memiliki tujuan tertentu. Tujuan yang dapat dioperasionalisasikan sebagaimana outputyang akan diraih merupakan dasar untuk memilih kriteria pengaruh (kriteria pe-ngaruh adaiah variabel yang digunakan untuk mengukur pe­ngaruh, seperti prestasi siswa, kesejahteraan para murid, dll.). Ada bukti dari rasionalitas ekonomi ketika tujuan-tujuan diru-muskan sebagai output dari proses produksi utama sekolah ter-sebut. Dalam mengfungsikan suatu sekolah secara keseluruhan, sekolah lain, sekolah berbeda dan tujuan juga dapat memain-kan sebagaian peran, seperti halnya kebijakan yang jelas dan tegas untuk meningkatkan jumlah pendaftaran. Bahkan berke­naan dengan tipe sasaran ini, suatu sekolah dapat beroperasi secara rasional, walaupun dia jatuh di luar penafsiran spesifik yang diberikan oleh rasionalitas ekonomi. Efektìvitas yang di-definisikan menurut rasionalitas ekonomi juga dapat diidenti-fikasi sebagai produktivitas organisasi. Tyler (1950) memberi-kan contoh yang baik sekali mengenai model rasional atau model yang berorientasi tujuan, yang digunakan baik untuk pengem-bangan kurikulum maupun untuk evaluasi pendidikan. Jika se-seorang mempertimbangkan model-model organisasi lainnya,

12

Page 28: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

untuk dibahas secara singkat, maka model rasionalitas ekonomi boleh jadi ditolak baik karena simplistik juga karena di luar jangkauan. Sudah sangat terkenal dalam bidang pengajaran be-tapa sulit mencapai kesamaan pandangan tentang tujuan, ba-gaimana cara menerapkan dan bagaimana pula mengukurnya. Ditinjau dari sudut bahwa nilai-nilai lain di luar produktivitas adalah juga sama pentingnya bagi organisasi untuk berfungsi, maka model rasional dianggap simplistik.

Model sistem organik

Menurut model sistem organik, organisasi-organisasi yang ada dapat dibandingkan dengan sistem biologis yang dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Karakteristik utama pendekatan ini adalah bahwa organisasi dianggap saling ber-interaksi secara terbuka dengan lingkungannya. Dengan begitu, mereka tidak perlu menjadi objek manipulasi lingkungan yang pasif tetapi mereka sendiri bisa secara aktif menggunakan pe-ngaruh pada lingkungan itu. Perlu disebutkan bahwa sudut pandang ini sebagian besar terkait dengan 'kelangsungan hidup' organisasi dalam suatu lingkungan yang kadang-kadang bermusuhan. Implikasinya bahwa organisasi harus bisa fleksibel, yakni mengamankan sumber daya penting dan input lainnya. Dengan demikian, menurut model ini, fleksibelitas dan kemam-puan beradaptasi merupakan prasyarat paling penting bagi efek-tivitas, yaitu untuk kelangsungan hidup. Efektivitas sekolah ke-mudian bisa diukur menurut pemasukan tahunan, yang jika mungkin, sebagiannya, bisa disandarkan pada pengumpulan daña secara intensif atau pemasaran sekolah.

Bagaimanapun juga asingnya pandangan tentang efektivi­tas pada awalnya, namun pandangan ini didukung oleh seluruh bidang ilmiah yang berbeda: ekonomi mikro dari sektor publik. Niskanen (1971) memperlihadcan bahwa organisasi-organisasi

13

Page 29: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

sektor publik, terutama yang ditargetkan dapat memaksimal-kan anggaran dan bahwa ada insentif eksternal yang tidak mencukupi bagi organisasi-organisasi tersebut -termasuk seko-lah—Itulah yang mendorong efektivitas dan efísiensi. Dalam konteks ini menarik untuk diperiksa apakah aktivitas pengum-pulan daña sekolah sebagian besar didorong oleh adanya kebu-tuhan akan fasilitas yang dibutuhkan [inpuij atau penyajian data output seperti hasil-hasil ujian pada tahun-tahun sebelumnya.

Akhirnya, harus juga disebutkan bahwa walaupun model sistem organik cenderung ke arah input, tetapi hai ini tidak mesti harus meniadakan perhatian untuk memuaskan outputs. Ini mungkin kasus dalam situasi di mana lingkungan membuat ketersediaan input bergantung pada kuantitas dan/atau kualitas prestasi sebelumnya (output).

Pendekatan hubungan manusia dalam organisasi

Jika dalam sistem terbuka persepsi mengenai organisasi ada kecenderungan menuju arah lingkungan, maka dalam apa yang disebut pendekatan hubungan manusia mata analis organisasi terfokus ke dalam (inward). Aliran pemikiran organisasi yang agak klasik ini hingga tingkat tertentu tetap utuh, bahkan de-ngan karakterisasi organisasi yang lebih mutakhir. Dalam konsep Mintzberg mengenai birokrasi profesional, terdapat beberapa aspek pendekatan hubungan manusia, yakni penekanan pada kesejahteraan individu dalam suatu organisasi, pentingnya konsensus, hubungan kolegial, pentingnya motivasi dan pengem-bangan sumber daya manusia (Mintzberg, 1979). Dan perspektif ini, kepuasan kerja para pekerja dan keterlibatan mereka dalam organisasi merupakan kriteria yang tepat untuk mengukur ka-rakteristik organisasi yang paling diinginkan. Para ahli teori or­ganisasi yang berbagi pandangan ini menganggap kriteria terse­but sebagai kriteria efektivitas.

14

Page 30: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

Birokrasi

Masalah terpenting berkenaan dengan administrasi dan struktur organisasi, khususnya organisasi seperti sekolah yang mempunyai banyak sub-unit relatif otonom, adalah bagaimana cara menciptakan keseluruhan organisasi harmonis. Cara un-tuk ini dapat diberikan melalui interaksi sosial yang sesuai dan kesempatan untuk pengembangan profesional dan personal (lihat pendekatan hubungan manusia). Cara kedua diberikan melalui pengaturan, penetapan secara jelas dan formalisasi hubungan-hubungan sosial tersebut. Prototipe suatu organisasi di mana posisi dan tugasnya diorganisir secara formal adalah 'birokrasi'. Dari perspektif ini, kepastian dan kesinambungan struktur or­ganisasi yang ada merupakan kriteria efektivitas. Sudah sangat dikenal bahwa organisasi birokratis cenderung menghasilkan birokrasi yang lebih besar. Motif yang mendasari di balik ini adalah untuk memastíkan kesinambungan itu atau, masih lebih baik, jika untuk pertumbuhan salah satu departemennya. Motif kesinambungan ini dapat mulai beroperasi sebagai kriteria pe-ngaruh dalam dirinya.

Model organisasi politik

Para ahli teori organisasi tertentu melihat organisasi seba­gai medan perang politik (Pfeffer dan Salancik, 1978). Menurut pandangan ini, manajemen, para pekerja individu dan staf de-partemen menggunakan tugas-tugas dan tujuan resmi untuk mencapai agenda mereka sendiri yang tersembunyi -atau kurang tersembunyi. Kontak yang baik dengan badán di luar yang kuat dianggap sangat penting untuk kedudukan departemen mereka atau diri mereka sendiri. Dari perspektif politik pertanyaan mengenai efektivitas organisasi secara keseluruhan sukar dijawab. Pertanyaan yang lebih relevan adalah sejauhmana ke-lompok internal memenuhi permintaan pihak-pihak kepenting-an eksternal tertentu tersebut. Dalam kasus sekolah, badán ini

15

Page 31: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

bisa j adi berupa badán pengelola sekolah, orang tua, dan/atau masyarakat bisnis lokal.

Sudan disebutkan bahwakonsep efektìvitas organisasì tìdak hanya bergantung pada jawaban teoritìs atas pertanyaan bagai-mana organisasì 'disatukan' tetapi juga pada posisi golongan yang mengajukan pertanyaan efektìvitas itu. Pada tìtik ini ada perbe-daan antara lima pandangan tentang efektìvitas organisasì ini. Berkenaan dengan model sistem organik dan rasionalitas eko­nomi, manajemen organisasi merupakan 'aktor' utama yang mengajukan pertanyaan efektìvitas itu. Sepanjang model lain-nya diperhatikan, pimpinan departemen dan para pekerja indi­vidu merupakan aktor-aktor yang berupaya mencapai penga-ruh tertentu.

Dalam Tabel 3 di bawah disimpulkan karakteristìk utama model-model teoritìs yang berbeda mengenai efektìvitas seko­lah.

Tabel 3. Model-model efektìvitas organisasi

Latar Belakang teoritìs

(Bisnis) rasionalitas ekonomi

Teori sistem organik

Pendekatan hubungan manusia

Kriteria efektìvitas Tingkat pada Bidang perhatian masalah efektìvitas utama yang ditanyakan

Produktivitas

Kemampuan menyesuaikan diri

Keterlibatan

Organisasi

Organisasi perolehan

Anggota individu + organisasi

Output dan faktor penentunya

Perolehan input yang penting

Motivasi

16

Page 32: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

Teori birokrasi; Kesinambungan Organisasi + Struktur formal teori anggota individual sistem; teori sosia!, psikologi, homeostatic

Teori politik Responsivitas Sub-grup dan Independensi, tentang terhadap individual kekuasaan bagaimana stakeholder organisasi eksternal berjalan

Oleh karena itu, ketika dihadapkan pada beragam pandang-an tentang efektivitas yang ada dalam teori organisasi, sudut pandang mana yang per lu kita diadopsi? Perlukah kita raem-pertimbangkan bahwa ada beberapa bentuk efektivitas, perlukah suatu pilihan dibuat, atau apakah mungkin mengembangkan konsep efektivitas yang mencakup semua berdasarkan pada be­berapa pandangan yang berbeda-beda?

Untuk membicarakan pertanyaan ini pembaca dirujukkan kepada Scheerens (1992) dan Scheerens dan Bosker (1997). Dan perspektif perencanaan pendidikan di negara-negara sedang berkembang, posisi yang paling menguntungkan kelihatannya hanya satu di mana produktivitas, menurut kuanütas dan kualitas output sekolah, dapat dilihat sebagai kriteria terakhir dan kriteria lainnya dilihat baik sebagai prasyarat (responsiveness) maupun 'maksud' (kriteria yang mengacu pada kondisi organisasi seperti kepuasan guru). Dalam penggunaan terapan dasar pengetahu-an tentang efektivitas sekolah (akan dibahas dalam bab berikut), seperti disain dan penggunaan sistem evaluasi dan monitoring, pandangan tentang efektivitas organisasi yang lebih luas dapat berperan sebagai dasar konseptual bagi pengembangan indika-tor pendidikan.

17

Page 33: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

Mode-mode Pendidikan yang diterima di sekolah, sebagai jalan masuk untuk meningkatkan efektivitas

Padabagian sebelumnya telah diperlihatkan bahwakonsep efek­tivitas sekolah secara keseluruhan bisa didefinisikan dengan cara berbeda tergantung pada kriteria normatif yang berhubungan dengan berbagai aliran pemikiran dalam ilmu pengetahuan or-ganisasi. Ini mendorong diskusi tentang pilihan kriteria atau tipe 'pengaruh' yang akan diukur. Mengingat bahwa efektivitas se­kolah merupakan konsep kausal, maka dimensi sebab atau cara harus dipertimbangkan dan juga tipe pengaruh.

Ini melibatkan identifikasi dari semua karakteristik perang-kat lunak berfungsinya sekolah yang mungkin menyumbang bagi pencapaian pengaruh yang dimaksud. Perspektif yang luas se-perti itu diperlukan dalam rangka memperoleh gambaran se-lengkap mungkin mengenai unsur-unsur dan aspek pendidikan serta berfungsinya sekolah yang secara potensial bisa diguna-kan untuk meningkatkan efektivitas.

Berdasarkan pada pembedaan yang sudah cukup dikenal dalam ilmu pengetahuan organisasi (misalnya, Mintzberg, 1979; De Leeuw, 1982), kategori-kategori berikut dapat digunakan sebagai kerangka untuk membedakan lebih lanjut terhadap unsur-unsur dan aspek-aspek berfungsinya sekolah:

Tujuan;

• Struktur posisi atau sub-unit ('Aufbau');

• Struktur prosedur ('Ablauf);

• Kultur;

• Lingkungan organisasi;

• Proses dasar organisasi

18

Page 34: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

Kondisi-kondisi yang mendahului ini akan dirujuk sebagai mode pendidikan y angditerima di sekolah [modes of schooling. Mode-mode dianggap sebagai kondisi yang, pada prinsipnya, dapat digerakkan oleh sekolah itu sendiri atau para agen di luar seko-lah yang mengendalikan sekolah itu. Penyamaan efektivitas se­cara keseluruhan, yang terdiri dari kondisi-kondisi yang mendahului pada satu sisi dan pengaruh pada sisi lain, dapat dilukiskan seperti dalam Gambar 7.

Gambar 1. Gambaran skematik efektivitas sekolah

Kondisi-kondisi yang mendahului pendidikan di sekolah

• Tujuan

• Aufbau •»

• Ablauf J S t r u k t u r

• Kultur

• Lingkungan

• Proses dasar

Pengaruh Sekolah

Kriteria normatif

Di antara mode-mode ini, tujuan memiliki peran khusus. Dalam pemikiran efektivitas-organisasi, tujuan-tujuan yang ada dapat dilihat sebagai karakteristik utama yang menentukan ten-tang konsep efektivitas itu sendiri. Pada bagian sebelumnya telah diperlihatkan bahwa tujuan-tujuan yang berbeda, atau kriteria efektivitas, dapat digunakan untuk menilai efektivitas.

Ketika tujuan tidak ditempatkan sebagai hai yang sudah diterima [given) dalam penilaian efektivitas, tetapi lebih sebagai pilihan atau arah yang dapat dipilih oleh organisasi, maka penekanan lebih lanjut dari diskusi ini adalah pada relativitas

19

Page 35: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

konsep efektivitas organisasi. Pertanyaannya adalah apakah sebuah organisasi memilih tujuan atau sasaran yang 'benar' da-pat dilihat sebagai pertanyaan pokok yang harus didahulukan daripada pertanyaan rasionalitas instrumental, mengenai pen-capaian sasaran yang sudah 'given'. Dalam hai ini pembedaan yang sudah dikenal antara 'melakukan sesuatu yang benar' de-ngan 'melakukan sesuatu dengan benar' menjadi taruhannya. Pada gilirannya, pertanyaan tentang 'kebenaran' dari pilihan tertentu dari tujuan-tujuan organisasional yang ada dapat dilihat sebagai instrumen untuk memenuhi permintaan stakeholder da­lam lingkungan ekstemal organisasi. Dalam kasus sekolah, mi-salnya, hal-hal tersebut mungkin merupakan tuntutan dari ma-syarakat lokal atau dari asosiasi-asosiasi orangtua.

Pilihan-pilihan lebih lanjut menurut tujuan yang ada ada­lah:

Prioritisasi ketika menetapkan lebih jauh tujuan secara ke-seluruhan (dalam kasus sekolah, misalnya, prioritas relatif sasaran kogniüf versus non-kognitif dan penekanan relatif pada mata pelajaran dasar versus mata pelajaran 'lain');

Tingkat atau standar pencapaian tujuan yang dituntut: jika sekolah-sekolah yang ada relatif otonom mereka bisa me­netapkan standar absolut, yang akan diraih oleh setìap mu­rici, atau mereka bisa menyesuaikan standar prestasi dengan tingkat permulaan para murid;

Apakah tingkat pencapaian [murid] itu disesuaikan atau tidak untuk mengakomodasi tingkat kemampuan para murid yang berbeda-beda.

Akhimya, salah satu tugas organisasi mungkin dianggap akan memastikan bahwa tujuan atau target pencapaian dibagi bersama di antara para anggota organisasi. Ini terutama sekali relevan untuk organisasi seperti sekolah, di mana para guru se­cara tradisional memiliki banyak otonomi. Dalam teori kontrol,

20

Page 36: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

fenomena penyatuan tujuan sub-unit organisasi (yaitu departe-men dan para guru itu sendiri, dalam kasus sekolah) dikenal dengan 'koordinasi tujuan'.

Tentu saja, bukan kapasitas ruang lingkup monografi ini untuk mendiskusikan berbagai mode pendidikan di sekolah se­cara rinci. Tabel 4 memberikan ikhtisar skematik dari sub-kategori-sub-kategori yang paling penting. Penyajian lebih terperinci dapat ditemukan dalam Scheerens dan Bosker (1997, Bab 1).

'Seleksi murid' merupakan kondisi yang pada umumnya berada di luar definisi tentang efektivitas sekolah, karena per-hatian khusus terhadap nilai tambah dari pendidikan di seko­lah, melampaui dan di atas pengaruh kemampuan bawaaan para murid, menjadi menghalangi pertimbangan pilihan ini. Namun, tergantung pada peraturan yang ditentukan oleh unit adminis­tratif yang lebih tinggi, adalah merupakan kondisi yang pasti bahwa sekolah bisa diarahkan. Seleküfitas, sebagai cara menga-tur pendidikan, dapat dilihat sebagai saingan yang paling penting bagi filosofi bahwa pendidikan di sekolah membuat perbedaan melalui dedikasi staf dan pilihan teknologi tinggi.

Tabel 4. Mode-mode pendidikan

Tujuan • Tujuan menurut berbagai kriteria efektivitas

Prioritas dalam penentuan tujuan (kognitif - non-kognitif) Aspirasi menurut tingkat pencapaian dan distribusi pencapaian Koordinasi tujuan

Aufbau (struktur posisi) Struktur manajemen Struktur dukungan Pembagian tugas dan posisi

21

Page 37: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

* Pengelompokan para guru dan siswa

Ablauf (struktur prosedur)

Manajemen umum • Manajemen produksi • Manajemen pemasaran • Manajemen personalia (di antarnya hrm, hrd)

Manajemen keuangan dan administratif • Kerjasama

Kultur Pengukuran tìdak langsung

• Pengukuran langsung

Lingkungan Pertukaran rutin (arus sumber daya, penyerahan produk)

• Penyangga Manipulasi aktif

Proses dasar Pilihan kurikuler Penyejajaran kurikulum Kurikulum sesuai dengan prestrukturisasi proses pengajaran Seleksi murid Tingkat individualisasi dan diferensiasi Pengaturan pengajaran berkenaan dengan strategi mengajar dan organisasi kelas

Sub-perangkat mode pendidikan di sekolah yang selama ini menjadi fokus penelitian tentang efektivitas sekolah secara empiris akan dibicarakan lebih lengkap da lam bab berikut, di m a n a hasil dari berbagai rangkaian penelitian tentang efektivi­tas pendidikan disimpulkan. Dalam pada itu, dapat dikatakan bahwa penelitian tentang efektivitas sekolah secara empiris telah

Perencanaan Koordinasi Pengendalian Penilaian

22

Page 38: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

terkonsentrasi pada manajemen produksi, kerjasama, aspek-aspek kultur dan semua sub-kategori dari proses dasar. Seperangkat mode yang lebih lengkap, yang diperoleh dari teori organisasi, dianggap berguna untuk memberikan gambaran se-lengkap mungkin mengenai kondisi-kondisi yang bisa diguna-kan sebagai jalan bagi peningkatan sekolah.

Ringkasan dan Kesimpulan

Bab ini, yang menggambarkan peta konseptual tentang efekti-vitas sekolah, telah mulai mendiskusikan definisi ekonomi me­ngenai efektivitas. Akan tetapi, sebagian besar penelitian efekti-vitas sekolah empiris berkonsentrasi pada kajian hubungan antara input non-moneter dan outputjangka pendek, yakni efek­tivitas teknis dalam istilah Cheng (1993).

Pendekatan teoritis tentang efektivitas organisasi telah me-ngungkapkan macam-macam model, yang masing-masing me-nekankan pada tipe kriteria yang berbeda untuk menilai efekti­vitas, dengan kategori utama seperti produktivitas, kemampuan beradaptasi, keterlibatan, kesinambungan, dan responsivitas stakeholder eksternal. Perbandingan cakupan kriteria efektivitas ini dengan model selengkapnya yang digunakan dalam sebagian besar kajian-kajian tentang efektivitas sekolah empiris, menun-jukkan bahwa kriteria produktivitas adalah kriteria dominan dalam praktek penelitian yang sesungguhnya. Posisi ini dapat dilegitimasi dari sudut pandang perlunya kriteria cara dengan tujuan, dengan produktivitas yang diambil sebagai kriteria tera-khir (Scheerens, 1992). Akan tetapi, posisi seperti itu telah disanggah oleh pengarang lain yang melihat kriteria itu sebagai 'nilai yang saling bersaing' (Faerman dan Quinn, 1985), atau pengarang yang memilih sebuah penafsiran yang lebih dinamis di mana keunggulan berbagai kriteria tunggal akan bergantung pada babak perkembangan organisasi itu sendiri (Cheng, 1993).

23

Page 39: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

Jika efektivitas diakui sebagai konsep kausal secara esensial, di mana hubungan maksud-hingga-tujuan {means-to-endrelation­ship serupa dengan hubungan sebab-akibat [cause-effect relation­ship, maka kita bisa mempertimbangkan bahwa ada üga kom-ponen utama dalam studi tentang efektivitas organisasi:

• Cakupan pengaruh;

Kesempatan aksi yang digunakan untuk mencapai penga­ruh tertentu (ditandai sebagai mode pendidikan);

Fungsi-fungsi dan mekanisme yang mendasari yang menje-laskan mengapa tindakan tertentu mendorong ke arah pencapain-pengaruh.

Dalam bab ini mode pendidikan di sekolah digambarkan dengan menggunakan kategori-kategori utama anatomi organi­sasi berikut sebagai kerangka dasar:

Tujuan;

Struktur organisasi, baik yang berhubungan dengan struktur posisi maupun dengan struktur prosedur (mencakup fungsi manajemen);

Kultur;

Lingkungan;

Proses dasar/teknologi.

Masing-masing kategori utama ini diperlakukan sebagai bidang yang, pada prinsipnya, bisa digerakkan atau dipenga-ruhi oleh sekolah atau agen perubahan ekstemal. Atas perban-dingan daftar mode dengan praktek penelitian tentang efektivi­tas sekolah yang empiris dewasa ini, nampak bahwa struktur prosedural (khususnya manajemen sekolah), seperti juga kon-disi kultur dan pengajaran, yang banyak mendapatkan perha-tian.

24

Page 40: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

Van Kesteren (1996, him. 94) memasukkan sebagian besar perspektif yang telah dibahas dalam bab ini dalam definisinya mengenai efektivitas organisasi:

"Efektivitas organisasi adalah hadar yang dimiliki sebuah orga­nisasi, yang didasarkan atas manajemen yang kompeten, sambil meng-hindari usahayang tidakperlu, di dalam lingkungan tempat di mana organisasi beroperasi yang kurang lebih kompleks, mengelola untuk mengontrol kondisi internal dan lingkungan organisasi, dalam rangka menunjukkan, demi proses transformasi dirinya sendiri, demi output yangdiharapkan oleh konstituen eksternaF (diterjemahkan dari Van Kesteren, 1996, him. 94).

Jelaslah bahwa dari definisi ini, sebagaimana dari pemba-hasan dalam keseluruhan bab ini, bahwa efektivitas sekolah pada intinya dilihat sebagai pokok persoalan sekolah itu sendiri (perspektif manajemen sekolah). Pada saat yang sama, peneli-tian yang mempertimbangkan pendidikan di sekolah dan faktor-faktor lainnya yang dihubungkan dengan kineija 'nilai tambah' yang relatif tinggi, ketika digeneralisasikan pada sekolah itu sendiri, diasosiasikan dengan performa yang relatif mempunyai "nilai tambah" yang tinggi. Berdasarkan pada pola-pola sentralisasi dan desentralisasi di suatu negara (yang mungkin berbeda untuk ranah berfungsinya pendidikan yang berbeda, seperti kurikulum atau pembiayaan), tingkat administratif seko­lah di atas atau konstituen-konstituen lainnya yang mempunyai kekuasaan untuk mengambil keputusan atas beberapa kondisi-kondisi yang mampu meningkatkan efektivitas. Dari perspektif perencanaan pendidikan di tingkat nasional, penting memper­timbangkan isu (de)sentralisasi fungsional. Misalnya, berdasar­kan pada kondisi kultural, struktural dan kebijakan secara kese­luruhan, harus diputuskan, apakah model-model peningkatan efektivitas pendidikan di sekolah yang menentukan diserahkan sepenuhnya secara 'bebas' ke sekolah itu sendiri atau tidak, atau apakah langkah-langkah dorongan pusat lebih baik.

25

Page 41: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

II. Penelltian: Telaah atas Bukti dari Negara Maju dan Negara Berkembang

Pendahuluan: Rancangan menyeluruh kajian efektivitas pendidikan

Rancangan pokok penelitian efektivitas-sekolah adalah sekumpulan kondisi yang dapat meningkatkan efektivitas

sekolah secara hipotetis serta pengukuran output, yang biasanya dihitung berdasarkan prestasi siswa. Suatu model dasar dapat diambil dan teori sistem, di mana sekolah dilihat sebagai kotak hitam, yang di dalamnya proses atau 'throughput' berlangsung mengubah rancangan dasar ini. Dimasukkannya dimensi ling-kungan atau kontekstual melengkapi model ini (lihat Gambar 2). Tugas utama penelitian efektivitas sekolah adalah untuk mengungkapkan dampak karakteristik input yang relevan pada output serta untuk 'membuka' kotak hitam dalam rangka me-nunjukkan faktor proses atau throughput mana yang 'berfungsi', seperti misalnya dampaknya pada kondisi kontekstual. Di da­lam sekolah hai ini membantu membedakan antara tingkat se­kolah dan kelas, serta proses pengajaran dan organisasi sekolah yang sesuai.

27

Page 42: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

Gambar 2. Model sistem dasar berfungsinya sekolah

' ' Input

' ' Proses atau

1 hroughput

Level Sekolah

Level Kelas

' ' Output

Tradisi penelitìan dalam efektìvitas pendidikan bervariasi menurut penekanan yang diletakkan pada berbagai kondisi yang mendahului [antecedenti output pendidikan. Tradisi yang berbeda-beda ini juga mempunyai suatu dasar disiplin sendiri-sendiri. Sebutan persamaan [common denominator) dari lima bidang pe-nelitian tentang efektivitas merupakan rancangan pokok, yang menghubungkan output atau outcome pendidikan di sekolah de-ngan kondisi anteseden (input, proses atau kontekstual). Tradisi penelitìan atau bidang penelitìan berikut ini akan dilihat dalam menyimpulkan hasil penelitìan yang diperoleh dalam negara-negara maju:

• Penelitìan tentang kesamaan kesempatan memperoleh pen­didikan dan signifikansi sekolah dalam konteks ini;

Kajian ekonomis tentang fungsi produksi pendidikan;

Evaluasi atas program compensatory;

Kajian mengenai sekolah efektif luar biasa;

Kajian tentang efektivitas guru, prosedur pengajaran, dan kelas.

28

Page 43: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

Di negara-negara sedang berkembang terdapat keunggulan dari kajian yang kuat mengenai tipe fungsi produksi pendidik-an. Sedikit dari kajian tersebut relatif telah diperluas hingga meliputi variabel penga) aran dan organisasi sekolah.

BAGIAN 1. BUKTI DARI NEGARA-NEGARA INDUSTRI

Hasil Yang Diperoleh Diberbagai Rangkaian Penelitian Tentang Efektivitas-Pendidikan

Efektivitas sekolah dalam penelitian kesempatan pendidikan yang sama

Penelitian Coleman mengenai kesempatan memperoleh pendi­dikan, —laporan akhimya dikenal dengan laporan Coleman yang diterbitkan pada 1966—, menjadi landasan bagi kajian tentang efektivitas sekolah (Coleman et al., 1966). Sementara kajian ini dimaksudkan untuk menunjukkan sejauhmana prestasi sekolah dihubungkan dengan latar belakang sosial dan etnik siswa, pe-ngaruh faktor 'sekolah' yang memungkinkan atas prestasi belajar juga diuji.

Dalam survei, tiga c/«iter karakteristik sekolah diukur: yakni, (a) karakteristik guru; (b) fasilitas material dan kurikulum; dan (c) karakteristik kelompok atau kelas di mana para murid ditempatkan. Setelah pengaruh asal etnik dan status sosio-eko-nomi murid dihapus secara Statistik, nampak bahwa tiga cluster karakteristik sekolah ini secara bersama-sama menerangkan 10 persen perbedaan antara prestasi murid. Lebih dari itu, bagian lebih besar dari perbedaan 10 persen ini terkait dengan cluster ketiga yang dioperasionalisasikan sebagai rata-rata karakteristik latar belakang murid, yang berarti bahwa, sekali lagi, asal etnik dan sosio-ekonomi -kini didefinisikan di tingkat sekolah— me-mainkan peran penting. Dalam reaksinya kepada laporan

29

Page 44: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

Coleman ada kritik umum mengenai penafsiran terbatas atas karakteristik sekolah. Dalam banyak kasus, hanya karakteristik material yang diacu, seperti jumlah buku di perpustakaan seko­lah, umur bangunan, pelatihan para guru, gaji guru dan besaran belanja per murid. Meskipun demikian, karakteristik lain dimasukkan dalam survei Coleman, seperti sikap kepala seko­lah dan guru terhadap para murid dan sikap guru terhadap pen-didikan terpadu, yaitu pengajaran multirasial dan tanpa perbe-daan golongan (dalam pengertian sosial).

Kajian lain berskala besar juga terfokus terutama sekali pada penyediaan data tentang persamaan kesempatan, seperti kajian Hauser, Sewell dan Alwin (1976). Yang terakhir ini juga menun-jukkan korelasi relatif tinggi antara karakteristik sosio-ekonomi dan keluarga etnik pada satu sisi, dan pencapaian pembelajaran pada sisi lain, yang dibandingkan dengan pengaruh kecil atau bahkan tak berarti dari karakteristik sekolah dan pengajaran. Hasilnya dikritik oleh para pendidik karena pilihan karakteris­tik sekolah yang agak terbatas, dan juga alasan-alasan metodo-logis (dikutip dari Aitkin dan Longford, 1986), yaitu karena asosiasi multi-level tidak dianalisis dan dimodelkan secara tepat

Kajian ekonomi tentangfiingsiproduksi pendidikan

Fokus pendekatan ekonomi terhadap efektivitas sekolah adalah pertanyaan input perangkat lunak mana yang dapat me-ningkatkan output. Jika ada pengetahuan yang dapat dipercaya tentang sejauhmana seleksi input dihubungkan dengan seleksi output, maka dimungkinkan untuk mendefinisikan suatu fungsi yang akan menandai proses produksi dalam sekolah —yaitu suatu fungsi yang bisa menunjukkan dengan tepat bagaimana suatu perubahan input akan mempengaruhi output.

Tradisi penelitian ini dapat diidentifikasi dengan ungkapan 'studi input-output' atau dengan ungkapan 'penelitian fungsi

30

Page 45: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

produksi pendidikan'. Model penelitian untuk studi produksi yang berkaitan dengan ekonomi hampir tidak berbeda dengan jenis penelitian tentang efektivitas lainnya: hubungan antara karakteristik lunak sekolah dan prestasi yang dikaji di mana pengaruh dari kondisi latar belakang sosial seperti kelas sosial dan kecerdasan murid dihapuskan sejauh mungkin. Sifat spesifik penelitian fungsi produksi adalah konsentrasi pada apa yang dapat ditafsirkan dengan pengertian lebih harfiah sebagai ka­rakteristik input hubungan guru/murid, pelatihan guru, penga-laman guru, gaji guru dan belanja per murid. Pengamatan tera-khir dalam jenis penelitian ini cenderung mengemukakan bah-wa predictor efektivitas yang dikenali dari penelitian psikologi pendidikan parut diperhitungkan (Hanushek, 1986). Haruslah dicatat bahwa laporan Coleman (Coleman et al., 1966) sering dimasukkan dalam kategori studi input-output. Mengingat pene-kanannya pada karakteristik sekolah yang lebih material, maka penggabungannya merupakan satu hai yang nyata.

Temuan jenis penelitian ini sering dianggap mengecewa-kan. Studi yang bertujuan meninjau ulang {review), seperti dila-kukan Hanushek (1986), menghasilkan kesimpulan yang sama: temuan yang tidak konsisten di seluruh penelitian yang ada dan pengaruh yang tidak cukup pada sebagian besar variabel input yang relevan.

Dalam analisa ulang mereka atas seperangkat data Hanushek (1986), Magari et. al. (1994) menyimpulkan, bahwa meskipun demikian ada pengaruh belanja per murid pada "pen-tingnya pelaksanaan yang sungguh-sungguh" (peningkatan PPE $510 akan dihubungkan dengan 0.7 s.d. peningkatan hasil siswa). Bagaimanapun, kesimpulan ini pada gilirannya dipertentang-kan oleh Hanushek.

31

Page 46: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

label 5, dikutìp dari Hanushek, 1997, menyajikan ikhtisar 'hitungan suara' yang paling mutakhir tentang studi-studi fungsi produksi pendidikan.

Tabel 5. Distribusi persentase estimasi pengaruh sumber daya kunci pada

prestasi siswa, berdasarkan pada 377 studi

(dikutip dari Hanushek, 1997, him. 144)

Sumber Daya

Sumber daya kelas riil • Rasio guru/murid • Pendidikan guru • Pengalaman guru

Agrégat keuangan • Gaji guru

• Belanja per murid

Jumlah estimasi

277 171

207

119

163

Signiiìk: secara

Positif

15% 9

29

20%

27

in secara Statistik

Négatif

13% 5 5

7%

7

Tidak signifìkan secara Statistik

Positif

27% 33 30

25%

34

Négatif

25% 27 24

20%

19

Tanda Samar

20% 26 12

28%

13

Penafsiran Hanushek atas hasil riset ini adalah bahwa sese-orang dapat mempunyai sedikit kepercayaan diri yang menam-bah lebih banyak lagi berbagai sumber daya spesifik atau, sebe-narnya, agrégat keuangan, akan mendorong ke arah peningkat-an prestasi siswa. Variabel yang menunjukkan proporsi penga­ruh positif paling tinggi adalah pengalaman guru tetapi, di sini, 'penyebab sebaliknya' bisa ikut memainkan peran, karena para guru yang lebih berpengalaman mungkin memilih sekolah de-ngan para murid berprestasi lebih baik (ibid., him. 144).

Dalam tinjauan lainnya, misalnya Verstegen dan King (1998), memberi penafsiran yang lebih positif kepada sebagian besar seperangkat studi yang sama seperti yang juga dianalisa Hanushek (1997). Selama dekade yang lalu, beberapa studi yang

32

Page 47: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

menaruh perhatian pada fakta bahwa faktor input sumber daya tertentu menunjukkan asosiasi positif yang signifikan dengan prestasi murid atau hasil pendidikan lainnya, yang paling penting dari hai tersebut sebagai berikut: Card dan Krueger ( 1992), yang menunjukkan asosiasi positif antara sumber daya sekolah dan perbedaan pendapatan antara para pekerja; Hedges, Laine dan Greenwald (1994) yang melakukan meta-analisa Statistik tentang sub-set perangkat data data Hanushek 1979 dan menemukan pengaruh signifikan bagi beberapa variabel input sumber daya, yang di antaranya pengaruh positif agak besar dari belanja per murid; Ferguson (1991), yang terutama sekali menemukan pe­ngaruh variabel yang besar yang berhubungan dengan kualifi-kasi guru (khususnya skor uji resertifikasi guru); dan Achilles (1996) yang melaporkan pengaruh terus-menerus dari ukuran kelas yang dikurangi (14-16 dibandingkan dengan 22-24) di taman kanak kanak dan tiga pertama nilai sekolah dasar) pada prestasi siswa.

Perbedaan penafsiran ini hingga tìngkat tertentu adaiah semacam: 'cangkir setengah penuh' dibandingkan dengan 'cangkir setengah kosong', digambarkan oleh presentasi Verstegen dan Milik King (1998) presentasi dalam Täbelß, dikutip dari Hanushek, 1997.

33

Page 48: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

Tabel 6. Sumbangan Verstegen dan King (1998) terhadap tabulasi Hanushek (1997, him. 144)

Distribuai persentase estimasi pengaruh signifikan sumber daya kunci pada prestasi siswa, berdasarkan 377 studi

Jumlah estimasi (no.)

Sumber daya kelas riil • Rasio guru/murid 78 • Pendidikan guru 24 • Pengalaman guru 70

Agrégat keuangan • Gaji guru • Belanja per murid

32 55

Signifikan secara Statistik

Positif (%) Négatif (%)

54 64 85

74 79

46 36 15

26 21

Dengan menghilangkan proporsi besar studi yang menun-jukkan hasil yang tidak signifikan, dan 'menambah' jumlah studi relatif kecil yang menunjukkan hasil persentase signifikan, pe-ngarang ini nampaknya jeli melihat (atau membangun) sisi hai yangjelas.

Sayangnya, seperti dalam jenis studi tentang efektivitas pendidikan lainnya, kritikus dan mereka yang mempunyai penafsiran lebih konservatif nampaknya mempunyai argumen paling baik. Hanushek, 1997, telah mendaftar sebagian besar dari mereka.

• Ketika pengukuran hasil ( outcome), seperti skor prestasi siswa, disesuaikan secara tepat untuk karakteristik latar belakang

34

Page 49: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

siswa, dan indikator outcome 'nilai tambah' digunakan, tnaka jumlah pengaruh positif menurun.

Jika data pada tìngkat agregasi tinggi (misalnya negara itu sendiri) digunakan, maka bias salah spesifikasi mungkin akan menghasilkan pernyataan yang berlebihan mengenai pe­ngaruh (kritik ini akan berlaku bagi studi Ferguson dan Card dan Krueger). Masalah ini sering terjadi untuk variabel belanja per murid yang biasanya hanya didefinisikan di tingkat daerah.

Dalam meta-analisa Statistik hipótesis null (gagal) adalah bah-wa perbedaan sumber daya atau belanja, di bawah kondisi apapun juga, tidak pemah mempengaruhi prestasi siswa; dengan jelas hipótesis ini akan ditolak, bahkan pada kasus di mana hanya sebagian kecil studi yang menunjukkan asosiasi positif yang signifikan dengan variabel outcome.

Banyak tinjauan ulang terbaru atas bukti penelitian tentang studi fungsi produksi pendidikan menyebutkan perlunya men-cari jawaban atas pertanyaan 'mengapa uang berarti atau tidak berarti', misalnya dengan mencari kombinasi dan interaksi an tara tingkat input sumber daya dan variabel pengajaran serta organi-sasi sekolah. Dalam koleksi artikel terbaru tentang ukuran kelas (Galton, 1999), acuan dibuat bagi perbedaan antara kultur pen­didikan dengan sejuhmana kelas yang besar dianggap suatu beban bagi para guru.

Perluasan lain yang diinginkan dari jenis studi mengenai fungsi produksi pendidikan dasar adalah membicarakan masa­lah efektivitas biaya lebih secara langsung, yang membanding-kan rasio efektivitas biaya atau bahkan cost-benefit bagi peng-ukuran kebijakan yang berbeda. Perbandingan studi fungsi produksi pendidikan antara negara industri dengan negara sedang berkembang terutama sekali menarik, karena fenomena 'pembatasan jarak' (misalnya, sedikitnya perbedaan gaji guru

35

Page 50: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

antar sekolah) mungkin akan menekan pengaruh pada sistem persekolahan yang relatif homogen. Hasil dari studi tentang fungsi produksi pendidikan pada negara-negara yang sedang berkembang akan disajikan dalam bagian berikut.

Evaluasi Program Kompensatori

Program compensatory mungkin dilihat sebagai cabang aktif dalam bidang kesempatan memperoleh pendidikan yang sama. Di Amerika Serikat, program compensatory seperti Head Start merupakan bagian dari program Presiden Johnson yang me-nyatakan 'perang terhadap kemiskinan'. Program Amerika besar-besaran lainnya adalah Follow-Through — sambungan Head Start-dan program pembangunan nasional khusus yang dihasilkan darijudul 1 Act Pendidikan Dasar dan Lanjutan, yang ditetap-kan pada 1965. Program compensatory dimaksudkan untuk me-ningkatkan tingkat kinerja mereka yang secara pendidikan kurang beruntung. Pada tahun enampuluhan akhir dan awal tujuhpuluhan ada juga program serupa di Netherlands, menca-kup proyek Inovasi Amsterdam, Proyek Eksperimen Kelom-pok bermain, proyek Lingkungan Sosial dan Pendidikan Rotterdam (OSM) dan proyek Pendidikan Diferensiasi (GEON) kota besar Utrecht.

Program compensatory menggerakkan kondisi-kondisi seko­lah dalam rangka menaikkan tingkat prestasi kelompok murid yang tidak diuntungkan. Derajat sukses program ini telah ditunjukkan tergantung pada seperangkat faktor serupa secara dasar yang seperti apa yang diidentifikasi dalam untaian lain pada penelitian tentang efektivitas pendidikan.

Bagaimanapun, memperbaiki keseimbangan dengan pro­gram compensatory efektif telah terbukti lebih sulit ketimbang yang telah diharapkan. Sesungguhnya, tidak ada sukses berlimpahan

36

Page 51: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

yang bisa dibentuk. Ada perdebatan yang hangat di seputar bagaimana studi evaluasi yang ada hams ditafsirkan.

Pertanyaan kuncinya adalah: apakah hasil-hasil studi terse-but dapat secara realistis diharapkan dari ganti rugi pendidikan, memberi pengaruh yang dominan pada akhirnya latar belakang keluarga dan keserasian teori pada üngkatan pencapaian mu­riti? Scheerens (1987, p. 95) menyimpulkan bahwa kesan umum yang disajikan oleh evaluasi program kompensatori adalah bah­wa kemajuan kecil di dalam capaian dan pengembangan teori dapat dibedakan dengan seketika setelah suatu program selesai. Umumnya, efek jangka panjang dari program ganti rugi tidak bisa dibentuk. Lebih dari itu, sekali-kali ditunjukkan bahwa itu 'secara moderat' kurang beruntung karena kebanyakan keun-tungannya diambil dari program-program yang ada, sedangkan para murid yang secara pendidikan kurang beruntung dapat membuat kurang maju.

Menurut variasi program yang bersifat kompensatori, da­lam kalimat sederhana, studi-studi evaluasi memberi beberapa tilikan (insight) ke dalam mana saja jenis-jenis ketetapan bidang pendidikan yang terbaik. Ketika membandingkan berbagai kom-ponen [program] Sisipan Lanjutan (Follow Through), program yang diarahkan pada upaya mengembangkan ketrampilan dasar seperti kemampuan berbahasa dan matematdka, dan bagaimana menggunakan metoda yang sangat terstruktur, ternyata mampu memunculkan pemenang (Stebbins et al., 1977; Bereiter dan Kurland, 1982; Haywood, 1982). Evaluasi yang terbaru terha-dap program yang terstruktur pada pelajaran dasar membaca di AS, seperti program Sukses untuk Semua (Success for All), membenarkan kesimpulan ini (Slavin, 1996). Dalam banyak kasus, ketika menginterpretasikan hasil-hasil evaluasi dari pro­gram-program kompensatori seseorang perlu mengingat bah­wa penemuan telah terbentuk bagi populasi murid tertentu: misalnya, anak-anak yang sangat muda (bayi atau tahun per-

37

Page 52: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

tama sekolah dasar) dari keluarga besar kelas yang berfungsi secara menguntungkan.

Penelitian sekolah efektif

Penelitian yang dikenal di bawah label seperti 'mengiden-tifikasi sekolah efektif' atau 'gerakan sekolah efektif dapat di-anggap sebagai yang terdekat ke inti penelitian tentang efektivi-tas sekolah. Dalam survei Coleman dan Jenck, ketidaksamaan kesempatan dalam memperoleh pendidikan merupakan masa-lah pokok. Dalam studi input-output yang terkait dengan ekono-mi, sekolah bahkan dipahami sebagai 'kotak hitam'. Dalam pe­nelitian yang belum akan didiskusikan tentang efektivitas kelas, guru dan metode pengajaran, karakteristik pendidikan tentang tingkat agregasi yang lebih rendah di banding sekolah merupa­kan obyek penelitian utama.

Penelitian tentang sekolah efektif biasanya dianggap seba­gai tanggapan atas hasil studi seperti yang dilakukan Coleman dan Jenck, yang disimpulkan bahwa sekolah tidak berarti sa-ngat banyak dalam kaitannya dengan perbedaan tingkat prestasi. Dari judul seperti 'Sekolah dapat membuat perbedaan ' (Brookover et al., 1979) dan 'Persoalan-persoalan Sekolah' (Mortimore et al., 1988), nampak bahwa menyangkal pesan ini adalah sumber inspirasi yang penting bagi jenis penelitian ini. Corak yang paling membedakan dari penelitian tentang seko­lah yang efektif adalah kenyataan bahwa ia mencoba membuka 'kotak hitam' sekolah dengan jalan mempelajari karakteristik yang berhubungan dengan organisasi, format dan isi sekolah.

Hasil awal penelitian tentang sekolah yang efektif memusat kurang lebih di sekitar lima faktor berikut ini:

• Kepemimpinan pendidikan yang kuat;

• Penekanan pada perolehan ketrampilan dasar;

38

Page 53: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

• Lingkungan yang rapi dan aman;

Harapan pencapaian murid yang tinggi;

• Penilaian tentang kemajuan murid.

Dalam khazanah literatur, persoalan ini kadang-kadang diidentifikasi sebagai 'model lima faktor efektivitas sekolah'. Haruslah disebutkan bahwa penelitian tentang sekolah yang efektif sebagian besar dilakukan untuk sekolah dasar, sedang-kan pada saat yang sama studi kebanyakan telah diselenggara-kan di dalam kota dan terutama di kelas-kelas tetangga kota yang berfungsi.

Dalam kontribusi yang lebih mutakhir, penelitian tentang sekolah yang efektif telah diintegrasikan dengan fungsi produksi pendidikan dan penelitian tentang efektivitas pengajaran, yang berarti bahwa campuran kondisi anteseden dimasukkan. Studi sudah meningkat dari studi kasus komparatif ke studi survei, dan modeling konseptual dan multi-level analitis telah diguna-kan untuk menganalisis dan menginterpretasikan hasil-hasil riset tersebut. Banyak studi yang bersifat review terhadap efektivitas sekolah telah diterbitkan sejak akhir tujuhpuluhan. Misalnya oleh Purkey dan Smith (1983) serta Ralph dan Fennessey (1983). Studi review yang lebih mutakhir dilakukan oleh Levine dan Lezotte (1990), Scheerens (1992), Creemers (1994), Reynolds et. al. (1993), Sammons et. al. (1995), dan Cotton (1995).

Sudut pandang focal dari studi-studi yang bersifat review tersebut adalah pertanyaan tentang 'apa yang berfungsi'; yang secara apikal review itu menyediakan daftar kondisi yang dapat meningkatkan efektivitas.

Ada konsensus agak lúas dalam review tersebut tentang kategori-kategori utama dari variabel yang akan dibedakan se­bagai kondisi yang dapat meningkatkan efektivitas, bahkan

39

Page 54: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

ketika seseorang membandingkan lebih awal dengan review-review yang lebih mutakhir.

Tabel 7meringkas karakteristik yang didaftar dalam review yang dilakukan oleh Purkey dan Smith (1983), Scheerens (1992), Levine dan Lezotte (1990), Sammons et al. (1995), dan Cotton (1995).

Tabel 7. Kondisi yang dapat Meningkatkan Efektivitas Pendidikan dalam lima studi Review (huruf miring dalam kolom studi Cotton

mengacu pada sub-kategori)

Purkey dan Smith, 1983

Kebijakan Berorientasi

Atmosfir kerja sama, iklim tertib

Tujuan jelas ketrampìlan dasar

Evaluas i yang sering

In-service training/ pengembangan s taf

Levine dan Lezotte, 1990

Budaya dan Iklim yang produktif

Fokus pada pusat keterampilan pembe tajaran

Monitoring yang tepat

Pengembangan staf yang ber­orientasi praktek

Scheerens, 1992

Tekanan untuk b e rp restasi

Konsensus, perencanaan kerja sama, suasana teratur

Evaluas i potensi sekolah, monito­ring kemajuan mu rid

Cotton, 1995

Rencana dan Tujuan belajar

Perencanaan dan pengembangan kurìkulum

Perencanaan dan tujuan pengajaran

Penilaian (tingkat daerah, sekolah, kelas)

Pengembangan profesional belajar secara kolektif

Sammons, Human dan Mortimore, 1995

Berbagi Tujuan dan Visi

Lingkunran belajar, penguatan positif

Kon sentrasi pada pengajaran pembe laj aran

Monitoring kemajuan

Organisasi belajar

Kepemimpinan Kepemimpinan Kepemimpinan Manajemen sekolah Kepemimpinan yang kuat outstanding pendidikan dan organisasi, profesional

kepemimpinan dan peningkatan sekolah, kepemimpinan dan perencanaan

Keterlibatan Dukungan Keterlibatan Kemitraan orang tua orang tua komunitas sekolah-rumah secara diam-diam orang tua

40

Page 55: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

Waktu tugas, penguatan, beni rutan

Aransemen pengajaran efektif

Pengajaran Manajemen terstruktuí, kelas dan waktu pembelajaran organisasi, efektif, kesempatan pengajaran belajar

Pengajaran bertujuan

Harapan tinggí Harapan tinggi Interaksi murid Harapan tinggi guru

Hak dan tang-gungjawab murid

Interaksi sekolah-distrik

Equity

Program khusus

Stimuli ekstemal untuk membuat sekolah efektif

Karakteristik material dan fisik sekolah

Pengalaman guru

Karakteristik-karakteristik dalam konteks sekolah

Konsensus terbesar berhubungan dengan faktor-faktor berikut:

• orientasi prestasi (yang berhubungan erat dengan 'harapan yang tinggi');

kerjasama;

• kepemimpinan pendidikan;

• monitoring yang sering;

41

Page 56: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

• waktu, kesempatan belajar dan 'struktur' sebagai kondisi pengajaran utama.

Konsensus tentang karakteristik umum ini menyembunyi-kan penyimpangan yang pantas dipertimbangkan dalam operasionalisasi nyata tiap-tiap kondisi. Dengan jelas konsep seperti 'produktif, iklim berorientasi prestasi' dan 'kepemimpinan pendidikan' adalah kompleks, dan studi individu boleh jadi beragam fokus mereka.

Scheerens dan Bosker (1997, Bab 4) memberikan suatu analisa atas faktor yang dipertimbagkan bekerja dalam pendi­dikan, sebagaimana nampak dari daftar pertanyaan yang nyata dan skala yang digunakan dalam 10 studi empiris efektivitas se-kolah.

Tabel ringkasan mereka, di mana komponen utama dari 13 faktor umum disebutkan, dikutip di bawah sebagai Tabel 8.

Tabel 8. Komponen dari 14 Faktor yang Meningkatkan Efektivitas

Faktor Komponen

Prestasi, • fokus yangjelaspadapenguasaan mata pelajaran dasar orientasi, • harapan tinggi (tingkat sekolah) harapan tinggi • harapan tinggi (tingkat guru)

• arsip tentang prestasi murid

Kepemimpinan • ketrampilan kepemimpinan umum Pendidikan • pemimpin sekolah sebagai penyedia informasi

• orchestrator atau pengambilan keputusan partisipatif • pemimpin sekolah sebagai koordinator • meta-controller proses kelas • waktu digunakan untuk kepemimpinan administratif

dan pendidikan • penasihat dan pengontrol kualitas guru kelas • pemrakarsa dan fasilitator profesionalisasi staf

42

Page 57: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

* Jenis dan frekuensi pertemuan-pertemuan dan konsu Itasi

* muatan kerjasama * kepuasan tentang kerjasama * arti penting yang berhubungan dengan kerjasama * indikator kerjasama yang sukses

Kualitas kurikulum/ • menentukan prioritas curricular kesempatan belajar • pilihan metode dan buku teks

* aplikasi metode dan buku teks * kesempatan belajar * kepuasan dengan kurikulum

Iklim sekolah (a) Atmosfir rapi * arti penting yang berikan kepada iklim rapi * aturan dan peraturan * hukuman dan penghargaan * ketidakhadiran dan drop-out * kelakuan yang baik dan perilaku murid * kepuasan dengan iklim sekolah rapi

(b) Iklim dalam kaitan dengan orientasi efektivitas dan hu-bungan internal yang baik

* prioritas dalam iklim sekolah yang meningkatkan efek­tivitas

* persepsi tentang kondisi yang meningkatkan efektivitas * hubungan antara murid * hubungan antara guru dan murid * hubungan antara staf * hubungan: peran guru kepala * keterlibatan murid * penilaian peran dan tugas * penilaian pekerjaan dalam kaitan dengan fasilitas, kon­

disi tenaga kerja, tugas mengisi/memuat dan kepuasan umum

* fasilitas dan bangunan

Potensi evaluatif * penekanan evaluasi * monitoring kemajuan murid * penggunaan sistem monitoring murid * evaluasi proses sekolah * penggunaan hasil evaluasi

Konsensus dan kohesi antar staf

43

Page 58: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

* memelihara arsip tentang kineija murid * kepuasan dengan aktivitas evaluasi

Keterlibatan * Penekanan pada keterlibatan orangtua dalam kebijak-orang tua an sekolah

• hubungan dengan orang tua * kepuasan dengan keterlibatan orangtua

Iklim kelas • Hubungan di dalam kelas * tata tertib * sikap kerja • kepuasan

• pentingnya belajar yang efektif • waktu • monitoring ketidakhadiran • waktu di sekolah * waktu di tingkat kelas * manajemen kelas • pekerjaan rumah

Studi tentang efektivitas pengajaran

Rangkaian peneliüan yang paling relevan dengan proses pengajaran dan proses belajar mengajar di kelas untuk topik yang ada adalah studi-studi tentang karakteristik guru yang efektif, dan studi yang memakai nama 'studi hasil-proses'. Kategori studi yang disebut terakhir ini juga diilhami oleh model pengajaran dan pembelajaran Carroll (1963) dan juga model off-shoot, sepertì model 'mastery learning (Bloom, 1976) dan 'penga­jaran langsung' (misalnya Doyle, 1985).

Hasil penelitian ini telah direview, antara lain, oleh Stallings (1985), Brophy dan Good (1986), dan Creemers (1994), serta disintesiskan secara ku an titatif dalam meta-analisis oleh Walberg (1984), Fraser et al. (1987) dan Wang, Haertel dan Walberg (1993). Pengarang terakhir ini juga memasukkan dalam análisis mereka variabel dari luar situasi kelas, seperti hubungan siswa dengan

Waktu belajar efektif

44

Page 59: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

kelompok kawan sebaya {peer), dan lingkungan rumah (misal-nya, nonton televisi), yang diberi judul 'produktivitas pendidik-an'.

Pada 1960-an dan 1970-an efektivitas karakteristik pribadi tertentu dari para guru diberi perhatian khusus. Medley dan Mitzel, 1963; Rosenshine dan Fürst, 1973 dan Gage, 1965 ter-masuk dari mereka yang meninjau ulang temuan penelitian itu. Dari ini muncul bahwa hampir tidak ada konsistensi apa pun yang ditemukan antara karakteristik pribadi guru seperti ramah atau sikap kaku pada satu sisi, dan prestasi murid pada sisi lain. Ketika mempelajari gaya mengajar (Davies, 1972), sekumpulan perilaku guru biasanya dilihat lebih dari aspek yang dapat dilacak akar-akarnya secara mendalam dari kepribadian mereka. Di dalam kerangka 'penelitian tentang pengajaran', di situ mengikuti suatu période selama banyak perhatian dicurahkan untuk me-ngamati perilaku guru selama pelajaran berlangsung. Bagaima-napun, hasil pengamatan ini jarang mengungkapkan suatu hu-bungan dengan prestasi murid (lihat, misalnya, Lortie, 1973). Dalam tahap berikutnya, perhatian lebih eksplisit diberikan kepada hubungan antara prestasi murid dan perilaku guru yang diamati. Penelitian ini telah diidentifikasi dalam literatur seba-gai 'studi proses-produk belajar'. Variabel yang 'betul-betul' muncul di berbagai studi adalah sebagai berikut (Weeda, 1986, hlm.68):

• Kejelasan: penyajian yang jelas yang disesuaikan dengan tìngkat perkembangan kognitif murid;

Fleksibelitas: mengubah perilaku mengajar dan bantuan mengajar, pengaturan aktivitas berbeda-beda, dll.;

• Gairah: dinyatakan dalam perilaku verbal dan non-verbal guru;

45

Page 60: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

Tugas yang berhubungan dan/atau perilaku praktis: mengarah-kan murid untuk melengkapi tugas, kewajiban, laühan dan lain-lain dengan cara praktis;

• Kritik: banyak kritik négatif juga berpengaruh négatif pada prestasi murid;

Aktivitas tidak langsung: memungut gagasan, menerima pe-rasaan murid serta merangsang aktivitas individu;

Memberi kesempatan para murid untuk mempelajari kriterai materi- yaitu, korespondensi yang jelas antara apa yang diajarkan di kelas dengan apa yang diujikan dalam pengujian dan penilaian;

• Menggunakan komentar yang merangsang. mengarahkan pikiran murid untuk bertanya, meringkas suatu diskusi, menunjukkan awal atau akhir suatu pelajaran, menekankan corak tertentu materi kursus;

Mengubah tingkat pertanyaan kognitif dan interaksi kognitif.

Dalam studi mutakhir tentang waktu pengajaran yang efektif menjadi faktor utama. Titik anjak teoritis ini dapat ditelusuri akar-akamya pada model pengajaran-pembelajaran Carroll (Carroll, 1963). Adapun aspek-aspek utama pada model ini a-dalah:

• Waktu belajar bersih (nel) yang nyata dilihat sebagai hasil dari ketekunan dan kesempatan untuk belajar;

Waktu belajar bersih (neíj yang diperlukan sebagai hasil dari keserasian murid, mutu pendidikan dan kemampuan mu­rid untuk memahami pengajaran.

Model pembelajaran penguasaan yang dirumuskan oleh Bloom pada 1976 sebagian besar diilhami oleh model Carroll, dan itu juga sesuai dengan konsep 'pengajaran langsung' (direct teaching).

46

Page 61: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

Doyle (1985) melihat efektìvitas pengajaran langsung, yang dia defìnisikan sebagai berikut:

• Tujuan pengajaran dirumuskan dengan jelas;

Maten mata pelajaran yang akan diikuti secara hati-hati dipecah menjadi tugas belajar dan ditempatkan secara berurutan;

Guru menjelaskan dengan jelas apa yang harus dipelajari para murid;

Guru secara teratur mengajukan pertanyaan untuk mengu-kur tingkat kemajuan apa yang sedang diraih murid dan apakah mereka sudali memahami;

• Para murid mempunyai waktu yang besar untuk berlatih apa yang telah diajarkan, dengan menggunakan 'belajar cepat' [prompt dan umpan balik (feedbacfy;

Ketrampilan dilatihkan sampai penguasaannya bersifat otomatis;

• Guru secara teratur menguji para murid dan menyerukan mereka bertanggung jawab atas hasil pekerjaan mereka.

Pertanyaan apakah jenis pengajaran sangat terstruktur ini bekerja sama baik untuk memperoleh proses kognitif yang rumit di pendidikan lanjutan perihal penguasaan ketrampilan dasar di tingkat sekolah dasar telah dijawab secara afirmatif (menurut Brophy dan Good, 1986). Namun, dalam setting demudan, ke­majuan melalui matapelajaran dapat diambil dengan langkah-langkah lebih besar, pengujian tidak perlu begitu sering dilaku-kan dan di sana harus ada ruang yang diberikan untuk mene-rapkan strategi pemecahan masalah secara fleksibel. Doyle (ibid.) menekankan pentingnya tugas belajar yang bermacam-macam dan menciptakan situasi belajar yang menantang secara intelek-tual. Ini dapat diproduksi melalui iklim evaluatif dalam kelas, di

47

Page 62: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

mana metode ambii resiko (risk-takin¿¡ disarankan, bahkan de-ngan tugas yang rumit.

Dalam domain organisasi kelas, meta-analisis Bangert, Kulik dan Kulik (1983) mengungkapkan bahwa pengajaran indivi-dualistik pada pendidikan tingkat lanjutan hampir tidak men-dorong prestasi yang lebih tinggi dan tidak punya pengaruh apapun juga pada faktor seperti self-esteem dan sikap para mu-rid. Model 'síntesis bukti-terbaik' (best-evidence-syntheses) oleh Slavin (1996) menunjukkan pengaruh positif belajar kerjasama secara signifikan di tingkat sekolah dasar.

Meta-analisis Walberg (1984) dan Fraser et. al. (1987) me-nemukan pengaruh paling signifikan untuk kondisi pengajaran sebagai berikut:

• Penguatan;

Program khusus bagi anak-anak berbakat;

• Belajar membaca terstruktur;

Isyarat dan umpan balik;

Penguasaan belajar ilmu fisika;

• Bekerja bersama dalam kelompok kecil.

Haruslah dicatat bahwa perspektif teori yang dikembang-kan baru-baru ini dan, khususnya, perspektif konstruktivis ten-tang pembelajaran dan pengajaran, menghadapi tantangan pen-dekatan yang berorientasi behaviouristik dan hasil-hasil dari tradisi penelitian proses-produk (Duffy dan Jonassen, 1992; Brophy, 1996). Menurut pendekatan konstruktivis, belajar mandili, meta-kognisi (misalnya, belajar untuk belajar), 'belajar aktif, belajar untuk meniru 'perilaku tenaga ahli' ('cognitive ap­prenticeship1) dan belajar dari situasi kehidupan riil i?situated cog­nition) harus ditekankan, walaupun efektivitas pengajaran dan pembelajaran menurut prinsip ini belum dengan kuat ditetap-

48

Page 63: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

kan. Bagaimanapun, pengarang yang sudah membicarakan per-soalan ini (Scheerens, 1994; De Jong dan Vanjoolingen, 1998), menunjukkan bahwa perbandingan secara langsung dengan pendekatan pengajaran lebih terstruktur mungkin rumit, karena pengajaran konstruktivis menekankan tujuan kognitif yang ber-beda, pada tatanan yang lebih tinggi. Lebih dari itu, pengajaran terstrukur versus 'terbuka' dan 'aktif mungkin lebih baik dipahami sebagai rangkaian dari campuran aspek-aspek yang terstruktur dan 'terbuka', dan bukan sebagai dikotomi.

Integrasi

Dari limajenis penelitian pendidikan yang berorientasi efek-tívitas yang telah diünjau, dua di antaranya terfokus pada ka-rakteristik sekolah 'material' (seperti gaji guru, fasilitas bangunan dan perbandingan guru/murid). Hasilnya agaknya mengecewa-kan karena tidak ada korelasi positif yang substansial dari investasi material dan prestasi pendidikan ini bisa dibangun dengan cara konsisten menurut studi itu sendiri. Atas dasar studi yang lebih mutakhir agaknya kesimpulan pesimistis ini telah ditantang, walaupun kritik metodologis padanya menunjukkan bahwa kesimpulan pesimistis yang lebih awal itu justru lebih realistis. Studi proses mendalam yang dihubungkan dengan eva-luasi besar-besaran atas program kompensatori menunjukkan bahwa program yang menggunakan pendekatan pengajaran langsung, yaitu terstruktur, lebih unggul daripada pendekatan lebih 'terbuka'. Gerakan penelitian yang dikenal dengan pene-litian tentang sekolah efektif teladan (atau penelitian sekolah efektif) lebih terfokus pada fungsi internal sekolah ketimbang tradisi lebih awal studi input-output.

Studi ini menghasilkan bukti bahwa faktor seperti kepe-mimpinan pendidikan yang kuat, penekanan pada ketrampilan dasar, iklim yang aman dan rapi, harapan tinggi prestasi murid

49

Page 64: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

dan penilaian kemajuan murid yang sering menandakan seko-lah efektif tidak biasa.

Hasil-hasil riset dalam bidang efektivitas pengajaran diütikberatkan pada seputar tiga faktor utama: waktu belajar efektif, pengajaran terstruktur dan kesempatan untuk belajar, dalam pengertian suatu penjajaran yang dekat an tara materi yang diajarkan dengan materi yang diujikan.

Walaupun bermacam-macam nuansa dan ketegasan terse-but harus diperhitungkan ketika menafsirkan hasil umum ini, mereka nampaknya agak wajar —sejauh setting pendidikan dan jenis siswa diperhatikan. Keseluruhan pesannya adalah bahwa penekanan pada matapelajaran dasar, orientasi berorientasi prestasi, lingkungan sekolah yang rapi dan pengajaran terstruktur, yang meliputi penilaian terhadap kemajuan siswa yang sering, adalah efektif dalam pencapaian hasil pembelajar-an dalam matapelajaran sekolah dasar.

label 9 meringkas karakteristik utama lima tradisi peneli-tian tersebut.

Tabel 9. Karakteristik Umum Lima Jenis Penelitian Tentang Efektivitas Sekolah

a. (Kelidak) sa-maan kesempa-

b. Fungsi produksi

c. Evaluasi Program-program kompensatorì

Tipe Variabel Jenls Variabel Independen dependen

Status sosio- Capaian ekonomi dan IQmurid, karak­teristik sekolah material

Karakteristik Tingkat sekolah material prestasi

Kunkulum Tingkat khusus prestasi

Disiplin

Sosiologi

Ekonomi

Pendidikan interdisipliner

Tipe Studi Utama

Survey

Survey

Quasi-eksperimen

50

Page 65: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

d. Sekolah karakteristik Tingkat Pendidikan Studi kasus yang efektif 'proses' sekolah prestasi interdisipliner

e. Pengajaran Karakteristik Tingkat Psikologi eksperimen yang efektif guru, pengajaran, prestasi pendidikan observasi

organisasi kelas

Dalam studi-studi mutakhir tentang efektivitas sekolah ber-bagai pendekatan terhadap efektivitas pendidikan telah terintegrasi di dalamnya, yakni dalam peragaan konseptual dan pilihan variabel-variabelnya. Pada tingkat teknis, analisa multi­level secara signifikan telah menyumbang kepada pengembang-an ini. Dalam sumbangannya terhadap peragaan konseptual ten­tang efektivitas sekolah, sekolah dilukiskan sebagai seperangkat 'lapisan yang tersimpan' {nestedlayers) (Purkey dan Smith, 1983), di mana asumsi pokoknya adalah bahwa tingkat organisasi yang lebih tinggi akan memudahkan kondisi yang meningkatkan efek­tivitas pada tingkat yang lebih rendah (Scheerens dan Creemers, 1989). Dengan cara ini, suatu síntesis antara fungsi produksi, efektivitas pengajaran dan efektivitas sekolah menjadi mungkin. Ini terpenuhi dengan memasukkan variabel kunci dari masing-masing tradisi, masing-masing pada 'lapisan' (layer) yang sesuai atau tingkat keberfungsian sekolah [lingkungan sekolah, tingkat organisasi dan manajemen sekolah, tingkat kelas dan tingkat siswa itu sendiri]. Model konseptual yang dikembangkan me-nurut perspektif integratif ini meliputì model yang dikembang­kan Scheerens (1990), Creemers (1994), dan Stringfield dan Slavin (1992). Karena model Scheerens digunakan sebagai ba­sis bagi meta-analisis yang digambarkan dalam bagian berikut-nya, maka ia ditunjukkan pada Gambar 3.

51

Page 66: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

Gambar 3. Model Efektivitas Sekolah yang Terpadu (dari Scheerens, 1990)

Konteks • Stimulan berprestasi dan tingkat administratif yang lebih tinggi • Pengembangan konsumerisme pendidikan • 'covariables', seperti ukuran sekolah, komposisi OSIS [student-body), kategori sekolah, kota/desa.

Input * pengalaman guru * belanja per-murid * dukungan orang tua

Tingkat Sekolah * Tingkat kebijakan berorientasi

prestasi * Kepemimpinan pendidikan * Konsensus, perencanaan kerjasa-ma

para guru * Mutu curricula sekolah dalam

kaitannya dengan cakupan isi, dan structur formal

• Atmosfir yang rapì * potensi evaluatif

Tingkat Kelas • waktu tugas (mencakup pekerjaan

rumah) pengajaran terstrukhir kesempatan untuk belajar harapan kemajuan murid yang tinggi tingkat evaluasi dan monitoring kemajuan murid penguatan

Output Prestasi siswa, yang disesuaikan dengan: • prestasi sebe-

lumnya * kecerdasan •SES

Pilihan variabel-variabel dalam model ini didukung oleh 'tinjauan ulang terhadap tinjauan-tinjauan ulang' (review of re­views) atas penelitian tentang efektivitas sekolah yang akan di-ketengahkan dalam bagian berikutnya.

Kasus-kasus eksemplar integratif, studi tentang efektivitas sekolah multi-level adalah studi yang dilakukan Mortimore et al. (1988), Brandsma (1993), Hill et al. (1995), Sammons et al. (1995) dan Grisay (1996).

52

Page 67: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

Ringkasan Meta-analisis

Dalam Tabel 10 (dikutip dari Scheerens dan Bosker, 1997) diringkaskan hasil tiga meta-analisis dan análisis ulang atas seperangkat data intemasional. Hasil-hasil mengenai variabel input sumber daya didasarkan pada análisis ulang atas ringkasan Hanushek (1979) mengenai hasil dari studi fungsi produksi yang dilakukan Hedges, Laine dan Greenwald (1994). Seperti dinyatakan sebelumnya, análisis ulang ini telah dikritik, teru-tama sekali tentang pengaruh belanja per-murid yang besar yang tak dapat diduga-duga.

Hasil tentang 'aspek pengajaran terstruktur' diambil dari meta-analisis yang dilakukan Fraser, Walberg, Welch dan Hattie (1987). Analisis intemasional dilakukan oleh R J . Bosker (Scheerens dan Bosker, 1997, Bab 7) dan didasarkan pada IEA Reading Literacy Study. Meta-analisis faktor organisasi sekolah dan kondisi pengajaran ('kesempatan belajar', 'waktu tugas', 'peker-jaan rumah' dan 'monitoring pada tingkat kelas'), dilakukan Witziers dan Bosker dan diterbidcan dalam Scheerens dan Bosker (1997, Bab 6). Jumlah studi yang digunakan untuk meta-analisis ini bervariasi per variabel, berkisar an tara 14 sampai 38 studi. Hasil dalam kolom 2 dan 3 dinyatakan sebagai korelasi antara variabel proses atau input yang dipermasalahkan dan prestasi siswa dalam matematika atau bahasa. Biasanya korelasi 0.10 ditafsirkan sebagai 'kecil'; 0.30 adaiah 'menengah' dan 0.50 atau lebih adaiah 'besar' (Cohen, 1969). 'Tanda tambah' dalam kolom pertama menunjukkan bahwa tinjauan ulang atas penelitian menyebutkan faktor ini sebagai berhubungan secara positif de-ngan prestasi.

Hasil dalam ringkasan tinjauan ulang dan meta-analisis ini menunjukkan bahwa faktor i"«/>«/-sumber daya rata-rata mem-punyai pengaruh tak berarti, faktor sekolah mempunyai penga­ruh kecil, sedangkan faktor pengajaran rata-rata mempunyai

53

Page 68: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

pengaruh besar. Kesimpulan mengenai faktor input-sumber daya agaknya mungkin perlu dimodifikasi dan agak 'sedikit berbeda', yang memberikan hasil studi lebih mutakhir sebagaimana ditunjukkan di atas, misalnya hasil eksperimen STAR menge­nai pengurangan ukuran-kelas.

Ada perbedaan menarik antara ukuran pengaruh yang relatif kecil untuk variabel tingkat sekolah yang dilaporkan da-lam meta-analisis dan tingkat kepastian dan konsensus menge­nai relevansi faktor ini dalam review penelitian yang lebih kualitatif.

Haruslah dicatat bahwa tiga blök variabel bergantung pada metode penelitian yang digunakan: studi fungsi produksi pen-didikan bergantung pada data Statistik dan administratif dari sekolah atau unit administratif lebih tinggi, seperti pemerintah daerah atau negara bagian; studi efektivitas sekolah terfokus pada faktor tingkat sekolah yang biasanya dilakukan sebagai studi lapangan dan survei; studi tentang efektivitas pengajaran biasa­nya didasarkan pada rancangan eksperimental. Yang tak berarti untuk pengaruh yang sangat kecil ditemukan dalam análisis ulang atas seperangkat data IEA yang agaknya mungkin sebagian melekat pada cara 'mewakili' dan superfisial di mana variabel yang dipermasalahkan dioperasionalisasikan sebagai item kuesioner. Suatu temuan tambahan dari studi perbandingan in-ternasional (tidak ditunjukkan dalam tabel ini) adaiah inkonsistensi yang relatif dari signifikansi correlate efektivitas se­kolah lintas negara, lihat juga Scheerens, Vermeulen dan Pelgrum (1989) dan Postlethwaite dan Ross (1992).

54

Page 69: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

Tabel 10. Tinjauan atas Bukti dari Tinjauan kualitatif, Studi Internasional dan Sintesis Penelitian

Tinjauan Analisis Sintesis kualitatif internasionalpenelitian

Variabel input sumber daya: Rasio guru murid Pelatihan guru Pengalaman guru Gaji guru Belanja per murid

0.03 0.00

0.02 -0.03

0.04 -0.07 0.02

Faktor organisasi sekolah: Kultur Iklim produktif Tekanan prestasi untuk mata pelajaran dasar Kepemimpinan pendidikan Monitoring/evaluasi Kerj asama/konsensus Keterlibatan orangtua Pengembangan staf Harapan tinggi Iklim rapi

Kondisi pengajaran: Kesempatan untuk belajar Waktu tugas/pekerjaan rumah Monitoring pada tingkat kelas

Aspek pengajaran terstruktur - belajar bersama - umpan balik - penguatan Diferensiasi/pengajaran adaptif

+

+ + + + + + + +

+ + +

0.02 0.04 0.00

-0.02 0.08

0.20 0.04

0.15 0.00/-0.01(n.s

- 0.01 ( n.s.)

0.14 0.05 0.15 0.03 0.13

0.11

0.09 .) 0.019/0.06

0.11 (n.s.)

0.27 0.48 0.58 0.22

55

Page 70: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

BAGIAN 2. BUKTI DARI NEGARA-NEGARA SEDANG BERKEMBANG

Dalam bagian bab ini, bukti tentang kondisi yang mening-katkan efektivitas bagi pendidikan di negara sedang berkem-bang akan ditinjau ulang. Tinjauan ulang ini berangkat dengan mengacu pada artikel tinjauan ulang lebih awal, khususnya oleh Hanushek (1995) dan Fuller dan Clarke (1994). Studi yangbela-kangan memasukkan hasil review yang dilakukan Fuller (1987), Lockhee dan Hanushek (1988), serta Lockheed dan Verspoor (1991). Gambaran skematik berikutnya tentang 13 studi yang dilakukan setelah pada 1993 disajikan. Kesimpulan ditarik dari state of art penelitian tentang efektivitas pendidikan di negara sedang berkembang, dalam kaitannya dengan jenis faktor mana yang kebanyakan dipelajari, bagaimana hasilnya dibandingkan dengan di negara-negara industri, dan apa implikasi dan inovasi penelitian yang relevan bagi aplikasi kebijakan dan praktisnya.

Studi Fungsi Produksi di Negara-negara Sedang Berkembang

Berikut ini Hanushek (1995) membuat tabulasi pengaruh sumber daya di negara-negara sedang berkembang berdasarkan pada 96 studi (lihat Tabel 11).

56

Page 71: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

Tabel 11. Ringkasan 96 Studi tentang Estimasi Pengaruh Sumber Daya pada Pendidikan di Negara-negara Sedang Berkembang

(dikutip dari Hanushek, 1995)

Input

Rasio guru/murid

Pendidikan guru

Pengalaman guru

Gaji guru

Belanja per murid

Fasilitas

Jumlah studi

30

63

46

13

12

34

Signifikan Secara Statistik

Positif

8

35

16

4

6

22

Négatif

8

2

2

2

0

3

Tïdak Sinifikan

14

26

28

7

6

9

Jika jumlah asosiasi positif yang signifikan dinyatakan de-ngan persentase, seperti dalam Tabel 12, maka perbandingan lebih secara langsung dapat dibuat dengan hasil yang ditunjukkan dalam Tabel 5, mengenai studi di negara industri.

Tabel 12. Persentase Studi dengan Asosiasi Positif yang Signifikan mengenai Variabel Input Sumber Daya dan Prestasi yang diberikan bagi

Negara-negara Industri dan Negara-negara Sedang Berkembang

Input Negara industri Negara berkembang asosiasi positif asosiasi positif

yang signifikan % yang signifikan %

15% 27% 9% 55%

29% 35% 20% 30% 27% 50%

Sumber: Hanushek, 1995, 1997

Rasio guru/murid Pendidikan guru Pengalaman guru Gaji guru Belanja per-murid

57

Page 72: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

Relevansi fasilitas-fasilitas sekolah di negara-negara sedang berkembang, tidak ditunjukkan dal am perbandingan ini, berjumlah tidak kurang dari 70 fasilitas ketika dinyatakan de-ngan persentase studi positif yang signifikan.

Dampak lebih besar dari faktor input sumber daya ini di negara-negara sedang berkembang dapat dihubungkan dengan perbedaan lebih besar antara variabel dependen dan independen. Sumber daya manusia dan material dalam pendi-dikan di negara-negara industri didistribusikan dengan cara relatif homogen antar sekolah, yaitu sekolah tidak berbeda amat banyak pada variabel ini. Mengenai variabel hasil [outcome) [mi-salnya prestasi pendidikan], Riddell (1997) menunjukkan bah-wa sekolah-sekolah di negara-negara sedang berkembang ber-beda-beda pada rata-rata 40 persen (skor kasar) dan 30 persen (skor yang disesuaikan untuk variabel masukan). Ini merupa-kan variasi lebih besar sekali dibanding variasi yang biasa dite-mukan di negara-negara industri, di mana nilai perbedaan 10 persen sampai 15 persen antara sekolah tentang hasil yang dise­suaikan nilai yang dipatok lebih umum (cf. Bosker dan Scheerens, 1999).

Hasil positif dari studi fungsi produksi di negara-negara sedang berkembang membuat pengertian intuitif (yaitu, jika fasilitas dan sumber daya dasar tidak adajelas hai ini akan men-jadi detrimental bagi usaha pendidikan secara keseluruhan). Pada waktu yang sama, hasil-hasil studi menaikkan interpretasi-inter-pretasi menarik ketika hasil-hasil studi tersebut dipusatkan pada prinsip teori ekonomi mikro. Jimenez dan Paquea (1996), mi-salnya, menyajikan penemuan yang mendukung tesis bahwa keterlibatn lokal dalam keuangan sekolah merangsang orientasi prestasi dan ekonomi yang dibelanjakan. Studi mereka tentang sekolah dasar negeri di Pilipina memberikan bukti bahwa ke-untungan efisiensi (lebih sedikit biaya, seraya tetap memelihara standar mutu) diperoleh dalam setting di mana masyarakat mem-

58

Page 73: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

berikan ekstra pembiayaan dan sekolah menanggung semua biaya tersebut. Pritchett dan Filmer (1997) menunjukkan keun-tungan politis dari pengeluaran untuk sumber daya manusia (mengurangi ukuran kelas khususnya) dibandingkan dengan pengeluaran untuk materi pengajaran, meskipun efìsiensi jauh lebih besar dari pendekatan yang dilakukan belakangan, sedang Picciotto (1996) mengkritik seperangkat ukuran kinerja pendi-dikan yang sempit yang digunakan dalam kebanyakan peneli-tían tentang fungsi produksi pada pendidikan dan menyatakan bahwa "disain program harus diberitahukan melalui penilaian terhadap keseluruhan kinerja pendidikan terhadap sasaran ke-masyarakatan; dengan mengevaluasi terhadap relevansi sasaran itu sendiri dan oleh perancangan yang bijaksana oleh institusi untuk menyediakan jasa yang diperlukan" (ibid. him. 5). Teori ekonomi mikro membuat dugaan menarik berkenaan dengan mekanisme kontrol dalam pendidikan juga; argumennya ada-lah bahwa ukuran kontrol birokratis adalah salah dan mahal dan bahwa keterlibatan masyarakat dan 'demokrasi langsung' akan menyajikan suatu alternatif yang lebih baik. Sekarang ini, dugaan ini harus dihargai karena fungsi heuristiknya yang me-rangsang bagi penelitian lebih lanjut. Bagaimanapun, bukti bu-kanlah kesimpulan yang cukup untuk memungkinkan keselu­ruhan penilaian tentang kontrol birokratis versus berbasis konsumen. Lebih dari itu, hasil kemungkian lebih tergantung pada faktor situational lainnya, seperti struktur tradisional sis-tem pendidikan dan aspek budaya.

Karena studi menjadi lebih dipacu oleh teori (theory-driven), dan análisis untung rugi [cost-benefiij lebih sering dimasukkan, maka penelitian terhadap fungsi produksi mungkin diperlaku-kan sebagai suatu pendekatan yang viablebagi studi tentang efek-tivitas sekolah di negara-negara maju dan di negara-negara sedang berkembang. Ini terutama sekali benar untuk negara-negara sedang berkembang dalam kaitan dengan tingkat sumber

59

Page 74: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

daya pada umumnya yang lebih rendah dan variabilitas input sekolah yang lebih besar.

Review tentang Penelitian tentang Efektivitas Sekolah di Negara-negara Sedang Berkembang

Hasil-hasil studi review yang dilakukan oleh Fuller dan Clarke (1994) diringkas dalam Tabel 13.

Tabel 13. input Sekolah dan Variabel Proses yang Menunjukkan Asosiasi Positif yang Signifikan dengan Prestasi dalam Sedikitnya 50 persen Studi di Negara-negara Sedang Berkembang, dianalisis oleh Fuller dan Clarke, 1994*

Faktor sekolah/guru

Pengeluaran sekolah Belanja per murid Total belanja sekolah

Input sekolah spesifik Rata-rata ukuran kelas Ukuran sekolah Ketersediaan buku teks Buku bacaan tambahan Buku latihan Pedoman mengajar Desk Media pengajaran Mutu fasilitas Perpustakaan sekolah Laboratorium ilmu pengetahuan Ilmu gizi anak dan feeding

Atribuí guru Total tahun pendidikan Prestasi yang diukur lebih awal

Jumlah pengaruh oleh

Sekolah dasar

3/6 2/5

9/26 7/8

19/26 1/1 3/3 0/1 4/7 3/3 6/8

16/18 5/12 7/8

9/18 1/1

signifikan dibagi jumlah análisis

Sekolah menengah

3/5 -

2/22 1/5

7/13 2/2

--

0/1 -

1/1 3/4 1/1 1/1

5/8 1/1

60

Page 75: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

Tersier atau college guru In-service training guru Pengetahuan matapelajaran guru Jenis kelamin guru (perempuan) Pengalaman guru Tingkat gaji guru Kelas sosial guru

Pedagogi kelas dan organisasi Waktu pengajaran Monitoring prestasi murid yang sering Waktu persiapan kelas Pekerjaan rumah yang sering Efficacy guru Tugas belajar bersama bagi siswa

Manajemen sekolah Keanggotaan cluster sekolah Penilaian staf kepala sekolah Tingkat pelatihan kepala sekolah Kunjungan pemeriksaan sekolah

21/37 8/13 4/4 1/2

13/23 4/11 7/10

15/17 3/4 5/8 9/11 1/1 -

2/2 3/4 3/4 2/3

Pekerjaan mengikuti jalan atau segregasi murid

8/14 3/4

-2/4 1/12 2/11

-

12/16 0/1 1/2 2/2 0/1 3/3

-0/1 1/2 0/1 1/1

Sumber: Fuller dan Clarke, 1994. Tinjauan ulang ini mempertimbangkan sekitar 100 studi dan menggambarkan tinjauan ulang lebih awal oleh Fuller (1987), Lockheed dan Hanushek (1988), Lockheed dan Verspoor (1991) dan análisis atas 43 studi dalam période 1988-1992 yang dilakukan para pengarang itu sendiri.

Hanya studi yang mengontrol prestasi latar belakang kelu-arga siswa saja yang dimasukkan; dan hanya asosiasi yang signi-fikan pada tingkat 5 persen yang dilaporkan.

Apa yang ditunjukkan label 73, pertama-tama, adalah bah-wa terdapat studi yang lebih banyak tentang sekolah dasar dibanding sekolah menengah. Juga, variabel keuangan, mate­rial dan input sumber daya manusia diselidiki lebih sering d ibanding variabel sekolah dan proses kelas, dengan pengecualian waktu pengajaran.

61

Page 76: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

Dominannya karakteristik input yang dinilai relatif lebih mudah ini juga terbaca jelas pada Tabel 14, yang menunjukkan variabel waktu tertentu yang tercakup dalam total 43 studi.

Tabel 14. Jumlah Waktu dari Total 43 Studi yang Dilakukan antara 1988 dan 1992 (sekolah dasar dan menengah diambil bersama-sama) Jenis Input

Sekolah Tertentu atau Variabel Proses Diinvestigasi

Pendaftaran/staf Ukuran sekolah 6 Ukuran kelas 25

Variabel guru Pelatihan guru 24 Gaji guru 3 Pengalaman guru 9 Persiapan guru 1 Kemanjuran guru 1 Jenis kelamin guru 5 In-service training 7

Pengajaran Waktu pengajaran 13 Pekerjaan rumah 3 Pedagogi spesifik 12 Ujian murid 5

Organisasi sekolah Negeri/Swasta 4 Tracking 1 Supervisi kepala sekolah 3

Peralatan dan fasilitas Fasilitas perpustakaan 3 Fasilitas umum dan peralatan 15

Sumber: Fuller dan Clarke, 1994

62

Page 77: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

Atas dasar review mereka tentang pengaruh positif yang signifìkan, Fuller dan Clarke (ibid.) menyimpulkan bahwa pe­ngaruh sekolah yang agak konsisten dapat ditemukan dalam tiga area utama: ketersediaan buku teks, materi bacaan tambahan, dan kualitasgu.ru (misalnya, pengetahuan yang dimiliki guru menge-nai materi pokok dan kecakapan lisan mereka) dan waktupenga-jaran dan tuntutan kerja yang ditempatkan pada siswa.

Faktor kebijakan yang relevan menunjukkan inkonsistensi atau ketiadaan pengaruh nampaknya adaiah ukuran kelas dan gaji guru.

Temuan yang diringkas dalam label 13 dan 14, sekali lagi, menyoroti dominannya jenis fungsi produksi dari studi tentang efektivitas di negara-negara sedang berkembang. Riddell (1997), dalam suatu review-nya yang lebih berorientasi pada metodo-logis, mengamaü bahwa 'gelombang ketiga' penelitian tentang efektivitas sekolah di negara-negara sedang berkembang ada­iah "dalam bahaya hilang tanpa pernah menyelidiki". Dengan gelombang ketiga ini dia sedang mengacu pada apa yang pe-ngarang gambarkan sebagai 'studi efektivitas sekolah yang terpadu', yang berisikan input sumber daya, faktor organisasi dan karakterístik pengajaran, di mana peragaan multi-level merupakan prasyarat metodologis yang vital.

Seperangkat usulan menarik, yang dikembangkan Fuller dan Clarke dalam penafsiran mereka tentang bukti penelitian, mencurahkan perhaüan lebih besar pada kemungkinan peran budaya ketika mempelajari efektivitas sekolah di negara-negara yang sedang berkembang. Kemungkinan seperti itu mungkin membantu menjelaskan mengapa sekolah tertentu dan variabel tingkat kelas 'berfungsi' pada suatu negara tetapi tidak di negara lain. Mereka membedakan empat kategori kondisi budaya yang luas:

63

Page 78: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

(a) Tingkat keluarga lokal yang membutuhkan pendidikan di sekolah;

(b) Kapasitas organisasi sekolah dalam merespon tuntutan ke­luarga "seraya memberikan format pengetahuan yang tidak ada hubunganya dengan pengetahuan asli masyarakat itu sendiri" (Fuller dan Clarke, 1994);

(c) Pilihan dan kapasitas guru dalam menggunakan alat penga-jaran;

(d) Tingkat persetujuan antara perilaku pedagogis guru dan norma-norma lokal mengenai otoritas orang dewasa, penga-jaran didaktis dan partisipasi sosial di sekolah (ibid., him. 136).

Gagasan-gagasan tersebut, dan juga gagasan tentang perlunya menanggulangi kelemahan studi tentang efektivitas sekolah lainnya (tidak adanya análisis untung rugi, kekurangan studi yang dirancang secara membujur), berimplikasi adanya tuntutan adanya disain studi baru. Menurut Riddell (1997), Fuller dan Clarke gagal menyajikan alternatif penelitian yangjelas.

Dengan melakukan review atas 12 studi tentang efektivitas sekolah yang lebih mutakhir yang dilakukan di negara-negara sedang berkembang, Scheerens (1999) telah mengkonfirmasi ulang dominannya pendekatan fungsi produksi dengan suatu uraian yang baru tentang pentingnya peralatan belajar, terutama sekali buku teks, dan faktor sumber daya manusia (pelatihan guru). Menurut pengarang itu, teori pedagogis dan pengajaran nampak hampir hilang sebagai sumber inspirasi bagi studi ten­tang efektivitas pendidikan di negara-negara sedang berkem­bang. Dalam empat studi yang melihat beberapa variabel penga­jaran dan organisasi sekolah, dampak dari variabel ini relatif rendah. Review (secara terbatas) atas 12 studi ini bersifat mengkonfirmasikan hasil dari tinjauan ulang yang dilakukan lebih awal oleh Anderson, Ryan dan Shapiro (1989), yang me-

64

Page 79: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

nyatakan bahwa "variasi dalam praktek pengajaran di negara-negara sedang berkembang hanya jarang ditemukan untuk dihubungkan dengan variasi dalam pembelajaran siswa". Ke-mungkinan budaya, seperti diacu oleh Fuller dan Clarke, atau tidak adanya variasi dalam praktek pengajaran di beberapa negara sedang berkembang, bisa ditawarkan sebagai penjelas-an hipoteüs untuk hasil ini.

Lingkup dan Pembatasan Model Efektivitas Sekolah bagi Perencana Pendidikan

Walaupun model efektivitas sekolah terpadu bersifat me-nyeluruh, dalam pengertian ia mencakup input, proses, output dan kondisi konteks serta mengenali struktur multi-level sistem pendidikan, ia mempunyai sejumlah pembatasan berikut:

1. Fokus model ini pada tingkat sekolah itu sendiri, dan tidak membicarakan isu penting mengenai berfungsinya sistem pendidikan nasional yang sesuai; saya akan mengacu pada model ini sebagai pembatasan agregasi. Ketika subsidiarily1

diterapkan dan sekolah otonom, pembatasan ini diimbangi sampai batas tertentu, karena, menurut defînisi, sekolah mempunyai tanggung jawab formal lebih besar.

2. Model ini mempunyai fokus yang betul-betul instrumental, yang memperlakukan tujuan dan sasaran pendidikan seba­gai hai yang sebagian besarnya 'given'. Memperluas model ini menurut perspektif efektivitas organisasi yang lebih besar, sebagaimana secara singkat diacu pada Bagian I, sebagian dapat mengimbangi pembatasan ini dengan memperhitung-kan respon sekolah ketika berhadapan dengan perubahan batasan lingkungan. Juga, ia tergantung pada pola desen-tralisasi fungsional dalam sistem pendidikan dengan seja-uhmana mekanisme adaptasi di tingkat sekolah dianggap penting jika dibandingkan dengan ketetapan di tingkat

65

Page 80: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

makro. Kita akan mengacu pada pembatasan ini sebagai pembatasan instrumentalitas.

3. Walaupun model ini memungkinkan dimasukkannya yang masalah keadilan dan efisiensi, namun praktek penelitian sebenarnya belum berbuat sesuai dengan harapan dalam area ini. Lebih dari itu, bagaimana penelitian efektivitas se-kolah berhadapan dengan isu ini juga ditentukan oleh dua pembatasan lainnya: tingkat agregasi dan instrumentalitas. Argumennya adalah bahwa, terutama sekali di negara-negara sedang berkembang, isu ini patut dihadapkan de­ngan perspektif yang lebih luas ketimbang dengan model efektivitas sekolah tersebut. Pembatasan ini akan diacu se­bagai orientasi kualitas yang relatif sempit.

Pembatasan agregasi

Sebagaimana dinyatakan dalam Gambar 3, yang menun-jukkan suatu model 'terpadu', efektivitas sekolah dilihat sebagai mencakup kondisi-kondisi lunak pada berbagai tingkat sistem pendidikan, walaupun sebagian besar kondisi lunak ini terkondisikan pada tingkat sekolah. Fokus ini barangkali boleh juga dilihat sebagai pembatasan penelitian tentang efektivitas sekolah secara empiris. Komponen yang meliputi kondisi kontekstual kurang dikembangkan dengan baik. Komponen ini terkonsentrasi pada kondisi kontekstual yang dapat dihubungkan dengan rangsangan orientasi prestasi di tingkat sekolah. Con-tohnya adalah pengaturan standar prestasi dan rangsangan konsumerisme pendidikan. Praktek melaporkan capaian seko­lah melalui media publik, menghubungkan keduanya. Maka 'pengaturan standar' dan akuntabilitas yang merangsang, dengan memperkenalkan mekanisme evaluasi dan umpan balik, meru-pakan ukuran yang harus tercakup dalam model efektivitas se­kolah 'terpadu'. Jelas, dalam hai ini, tìdak semua perencana pen-

66

Page 81: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

didikan nasional dapat berbuat untuk merangsang keseluruhan mutu pendidikan. Adapun isu-isu utama lainnya meliputi:

Privatisasi dan desentralisasi;

Menciptakan koordinasi vertikal antar tingkat pendidikan (misalnya dalam tingkat yang ada di IS CED);

Menentukan standar pelatihan guru dan menyelenggarakan pelatihan guru;

Menyediakan akses yang cukup ke pendidikan (yang boleh melibatkan trade-offuntara 'kuantitas' dan 'kualitas' pendi­dikan di negara-negara sedang berkembang) dan menye­diakan distribusi yang parut dari sumber daya pendidikan yang langka.

Isu desentralisasi parut mendapat beberapa perhatian lebih lanjut dalam konteks ini, sebab ia menunjuk pada konteks di mana pentingnya kondisi tingkat sekolah ditingkatkan. Rondisi lunak yang diidentifikasi oleh penelitian efektivitas sekolah de-ngan begitu memperoleh relevansinya. Pertama, konsep 'desen­tralisasi fungsionaP dan 'subsidiaritas' akan diperjelas. Konsep ini menyediakan suatu dasar untuk menentukan pentingnya sekolah secara relatif sebagai tingkat pengambilan keputusan dalam sistem pendidikan, dan, lebih dari itu, menyediakan jawaban berbeda atas pertanyaan ini yang bergantung pada ranah pengambilan keputusan tertentu.

Dalam sejarah pendidikan di Belanda, istilah subsidiaritas telah digunakan untuk mengacu pada cara khusus bagaimana golongan berpengaruh dalam pendidikan bekerja sama untuk mempelajari hubungan antara negara dan korporasi yang mewakili kelompok kepentingan dalam bidang pendidikan. Menurut prinsip subsidiaritas, negara tidak semestinya turut campur tangán dalam berbagai hai yang dapat dihadapi oleh unit profesional terorganisir. Semula, unit terorganisir ini ada-

67

Page 82: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

Iah korporasi berbasis golongan agama tertentu atau kelompok anggota penekan dalam bidang pendidikan. 'Subsidiarität' ada­iah istilah yang lebih disukai oleh denominasi Katolik Roma, sedangkan kaum Protestan menyatakan 'kedaulatan di dalam lingkaran diri sendiri'. Leune (1987,379-380) menunjukkan sifat korporatis konsep semacam ini. Menurut prinsip subsidiaritas, negara hanya mengambil kendali hanya ketika diperlukan saja. Contoh sederhana subsidiaritas adaiah instruktur pengemudi, yang mengambil alih kemudi kendaraan hanya ketika peserta pelatihan melakukan kesalahan, tetapi dalam semua kasus lain dia hanya dengan tenang mengamati tanpa ikut campur tangán secara langsung. Dalam konteks Komisi Eropa, istilah subsidiaritas digunakan untuk menyatakan prinsip bahwa apa yang dapat dipenuhi oleh anggota negara harus tidak dilaksa-nakan oleh badan pusat Perserikatan.

Tentu saja, hai ini dapat diperdebatkan sejauhmana subsidiaritas harus diberlakukan bagi pendidikan atau, dengan kata lain, fungsi sekolah yang mana bisa memenuhi tanpa ikut campur tangán dari tingkat administrasi lebih tinggi. Konsep desentralisasi fungsional membantu memberi nuansa pada pem-bicaraan ini dengan memperhatikan fakta bahwa suatu sistem dapat mendesentralisasi dalam beberapa bidang, tetapi tidak di bidang lain.

Walaupun berbagai klasifikasi dapat ditemukan dalam literatur (cf. Van Amelsvoort dan Scheerens, 1997), bidang pen­didikan yang paling umum dikenali adaiah:

• Kurikulum (mencakup tujuan dan standar);

• Keuangan;

Rondisi tenaga kerja dan kebijakan personil;

Manajemen sekolah;

Metode pengajaran;

68

Page 83: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

• Pengendalian muta.

Pola desentralisasi fungsional yang terkenal adalah liberalisasi keuangan (misalnya block grani), manajemen (cf. 'ma-najemen berbasis sekolah'), dan metode pengajaran, yang di­sertai kurikulum inti dari pusaL Dalam praktek nyata, tampak-nya sulit untuk mengurangi peraturan pusat mengenai kondisi kerja personil pendidikan, yang ditetapkan melalui perundingan secara kolektif oleh serikat kerja.

Mengenai tingkat desentralisasi, penting diingat bahwa unit-unit pemerintah kadang-kadang disebarkan ('dekonsentrasi'), dan otoritas pengambilan keputusan kadang-kadang hanya se-bagian dilimpahkan ('pendelegasian') sedangkan dalam kasus lainnya sama sekali diserahkan kepada badán lokal ('devolusi') (cf. Gemerisik, 1994).

Walaupun bukti empiris masih langka, tampaknya ada be-berapa dukungan bagi hipótesis yang menyatakan bahwa sentralisasi fungsional pada standar kurikulum dan penilaian yang dapat meningkatkan kinerja pendidikan (misalnya Conley, 1997). Latar standar prestasi dan menilai prestasi siswa berhu-bungan baik dengan kondisi-kondisi yang dapat meningkadcan efektivitas di tingkat sekolah. Setelah jelas, sasaran-sasaran yang dapat diakses dapat menambahkan pada keseluruhan maksud yang penuh arti dan orientasi prestasi sekolah. Demikian juga, ia dapat dilihat sebagai kondisi yang mendukung pada 'kepe-mimpinan pengajaran', dan, jika informasinya tepat diumpan-balikkan ke stakeholder, sebagai dasar pembelajaran organisasi, tanggung-jawab dan meningkatkan 'konsumerisme'.

Hipótesis lebih lanjut mengenai negara-negara sedang ber-kembang adalah bahwa semakin rendan tingkat pendidikan orang tua dan semakin miskin keterkaitan (catchment) area seko­lah, kemungkinan semakin efektif ukuran sentralisasi fungsional yang akan terjadi.

69

Page 84: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

Ringkasnya, bagian ini telah menggarisbawahi bahwa ada kategori-kategori pentìng dari ukuran terhadap kebijakan pen-didikan level-sistem yang tidak dicakup oleh model efektivitas sekolah. Sehingga pendekatan efektivitas sekolah tidak harus secara pasti dilihat sebagai obat mujarab bagi semua permasa-lahan pendidikan yang ada, terutama sekali sejauh negara-negara sedang berkembang diperhatikan.

Semakin sistem menjadi terdesentralisasi secara fungsional, terutama sekali dalam bidang manajemen sekolah dan pedagogis, semakin penting juga menjadi kondisi lunak pendi­dikan yang diidentifikasi penelitian sebagai efektivitas yang menantang.

Pembatasan Instrumentalitas

Aspek lain dari model efektivitas sekolah adalah orientasi 'tujuan-imanen'. Fungsi 'pendeteksian tujuan' atau adaptasi tujuan menurut kondisi masyarakat yang senantiasa berubah dan kondisi kontekstual menjadi hilang. Ketika model efektivitas sekolah diperluas ruang lingkupnya dengan memperhatikan ukuran tambahan seperti kemampuan reaksi, kepuasan peserta dan struktur formal (cf. Faerman dan Quinn, 1985), maka situasi ini bertambah baik. Di negara-negara sedang berkembang, du-kungan material dari masyarakat lokal tampak menjadi sangat penting, dan sebagian sekian usaha-usaha sekolah harus dicu-rahkan untuk memperoleh dukungan ini.

Dengan orientasi instrumental dan teknisnya, model efek­tivitas sekolah betul-betul tidak diorientasikan ke insentif atau tarik-menarik antara kepentingan yang berkaitan dengan indi­vidu atau kepentingan tugas. Inilah satu alasan untuk mencoba menghubungkan antara teori ekonomi mikro dengan peragaan efektivitas sekolah (cf. Scheerens dan Van Praag, 1998).

70

Page 85: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

Juga, di negara-negara sedang berkembang, 'kemampuan beradaptasi' dan ketetapan kondisi yang menciptakan insentif bagi capaian yang baik juga patut diatasi di tingkat makro.

Orientasi Kualitas yang Relatif Membatasi

Model efektivitas sekolah pada intinya adalah model in­strumental dari output sekolah secara langsung (dibandingkan dengan output jangka panjang, hasil (outcomes) kemasyarakatan dari pendidikan di sekolah). Dengan kata lain, mutu dipertim-bangkan menurut efektivitas teknisnya. Pada mulanya, peneli-tian tentang efektivitas sekolah diorientasikan ke arah pening-katan pendidikan di daerah 'bagian tertua suatu kota' yang lebih miskin di kota besar Amerika Serikat dan banyak studi menun-jukkan penyimpangan tertentu ke arah konteks pendidikan yang kurang 'diistimewakan'. Oleh karena itu, temuan penelitian memiliki relevansi tertentu bagi penciptaan ketentuan pendi­dikan yang lebih sama. Keadilan lebih dibicarakan secara lang­sung dalam studi tentang apa yang disebut 'efektivitas diferensial', di mana efektivitas sekolah dibedakan menurut sub-kelompok; yaitu anak laki-laki/perempuan dan anak-anak dengan latar belakang status sosio-ekonomi (SES) tinggi/rendah. Bagaima-napun, studi ini langka, dan hasilnya belum dapat disimpulkan. Hal yang sama diterapkan pada studi tentang efektivitas biaya. Kondisi persoalan ini menggarisbawahi kesimpulan sebelum-nya bahwa model efektivitas sekolah tidak secara memadai mem-bicarakan keadilan dan efisiensi ketentuan pendidikan secara bebas dan bahwa, terutama sekali di negara-negara sedang ber­kembang, isu-isu tersebut harus dibicarakan terutama oleh ke-bijakan pendidikan pada tingkat makro.

Ringkasan dan Kesimpulan

Dalam bab ini, lima untaian penelitian tentang efektivitas pen­didikan sudah dibahas. Kesimpulan umum yang dapat ditarik,

71

Page 86: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

setelah meninjau ulang sebagian besar penelitìan, adaiah bah-wa di negara-negara maju dampak faktor i'n/>«f-sumber daya relatif kecil. Hasil ini ditafsirkan berlawanan dengan latar bela-kang variasi yang relatif kecil dalam variabel ini di negara-negara maju. Atas dasar studi mutakhir, bagaimanapun, input sumber daya manusia, terutama sekali kualifikasi guru, dan ukuran kelas patut mendapat pertimbangan ulang. Di negara-negara sedang berkembang, signifikansi faktor in/>«i-sumber daya telah dite-tapkan dalam proporsi besar studi. Beberapa penulis resensi buku menunjukkan perbedaan lebih besar antar-sekolah di negara-negara sedang berkembang (Bosker dan Witziers, 1996; Riddell, 1997^, yang bisa menjelaskan perbedaan antara negara-negara maju dan negara-negara sedang berkembang dalam hasil pene­litìan ini.

Program kompensatori, proyek-proyek peningkatan sekolah dan studi-studi tentang sekolah efektif yang tidak biasa di negara-negara maju dikonsentrasikan pada seperangkat variabel orga­nisai sekolah relevan yang serupa. Para penelaah sepakat pada relevansi faktor-faktor seperti: kebijakan sekolah yang berorien-tasi prestasi, kepemimpinan pendidikan, konsensus dan kerja-sama antar staf, kesempatan bagi pengembangan profesional staf dan keterlibatan orangtua. Ketika diberlakukan pada meta-analisis Statistik, maka dampak faktor organisasi sekolah ini relatif kecil hingga sedang. Di negara-negara sedang berkembang, faktor ini jarang dipelajari dan hasil yang ada menunjukkan dampak yang tidak substansial.

Pada tingkat kelas, studi-studi tentang efektivitas guru dan pengajaran menunjukkan pengaruh sedang hingga pengaruh besar dari variabel-variabel seperti: waktu tugas, cakupan isi atau 'kesempatan untuk belajar', dan juga aspek pengajaran terstruktur termasuk monitoring kemajuan siswa yang sering, umpan balik, penguatan dan belajar bersama. Keterbatasan hasil penelitìan ini adaiah bahwa mereka tidak membicarakan sasaran pembe-

72

Page 87: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

lajaran selain berdasarkan pada subjek sekolah tradisional saja. Pada sisi lain, sasaran pembelajaran seperti itu kemungkinan tetap relevan dan hasil ini, yang mendukung penafsiran behaviouristik, cukup kuat dipandang di samping perspektif konstruktivis tentang pembelajaran dan pengajaran. Juga, hasil-nya kebanyakan tergantung pada studi-studi yang dilakukan di negara-negara sedang berkembang. Dan sejumlah studi terbatas di negara-negara sedang berkembang yang menjadi pertimbang-an dalam buku ini, tidak tampak dampak substansial faktor pengajaran. Penelitian yang akan datang perlu mempertimbang-kan secara lebih terperinci dan studi mendalam tentang varia­bel pengajaran dalam konteks negara-negara sedang berkem­bang, yang juga mempertimbangkan faktor latar belakang budaya, seperti diusulkan Fuller dan Clarke (1994).

Dalam bab ini beberapa keterbatasan temuan penelitian juga telah ditunjukkan, termasuk berkenaan dengan penafsiran dan penggunaan temuan ini di negara-negara sedang berkem­bang. Masalah kekuatan basis pengetahuan tentang efektivitas sekolah, sekali lagi, perlu dipertimbangkan.

Apa yang harus dicatat, pertama-tama, adalah bahwa di negara-negara maju perbedaan yang dapat dihubungkan secara langsung dengan sekolah yang sebenamya tampaknya relatif kecil ketika dinyatakan menurut kriteria ilmiah sosial biasa bagi ukuran pengaruh. Selisih bersih ('net') perbedaan antar-seko-lah, yaitu proporsi perbedaan prestasi di tingkat siswa yang da-pat dihubungkan dengan mengikuti sekolah tertentu, setelah disesuaikan dengan variabel latar belakang yang relevan, diper-kirakan serendah 4 persen (Bosker dan Witziers, 1996). Perbe­daan antar-sekolah di negara-negara sedang berkembang biasa-nya jauh lebih tinggi.

Pertanyaan berikutnya adalah sejauhmana selisih bersih {neij perbedaan prestasi murid antar-sekolah bisa dihubungkan de-

73

Page 88: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

ngan kondisi lunak pendidikan yang dianggap sebagai variabel 'independen'. Dalam studi Brandsma (1993), studi efektivitas sekolah 'terpadu' yang apikal, yang memuat varibel tingkat kelas dan sekolah, proporsi relevannya sekitar 60 persen. Hal ini berarti bahwa proporsi perbedaan antar-sekolah yang relatif besar (katakan variasi antara skor rata-rata sekolah tentang ujian prestasi tertentu) dijelaskan dengan variabel terpilih atas dasar model efektivitas sekolah. Bagaimanapun, seperti dinyatakan di atas, perbedaan antar-sekolah ini biasanya hanya merupakan proporsi relatif kecil dari total perbedaan prestasi murid (rata-rata sekitar 10 persen di negara-negara industri dan jauh lebih besar (hingga 30-40 persen) di negara-negara sedang berkem-bang. Sumber alternatif penting perbedaan adalah pengaruh 'kontekstual' misalnya rata-rata kecerdasan awal siswa. Di da­lam batas perbedaan kecil antara sekolah di negara-negara maju, hai ini tampaknya cukup mendukung variabel yang diusulkan seperti kondisi-kondisi yang dapat meningkatkan efektivitas hipotetis.

Di negara-negara sedang berkembang, penelitian tampak­nya mendukung ide common sense yang menyatakan bahwa ke-tetapan sumber daya dasar, terutama sekali bagi sekolah yang sangat kekurangan, membuat banyak perbedaan. Dalam kon-teks ini tantangan masa depan terletak pada mendalam dan seringnya studi mengenai kondisi pengajaran.

Pengamatan terakhir mengenai dampak dari faktor-faktor yang terkait sangat erat dengan proses pembelajaran dan penga­jaran yang nyata dibandingkan dengan faktor-faktor lebih 'jauh dari inti pembelajaran' {¿distal) seperti kondisi lingkungan dan organisasi sekolah. Dari perspektif perencanaan dan pengam-bilan kebijakan nasional, hasil ini harus dipertimbangkan demi efisiensi dalam melakukan perubahan pada tingkat lebih tinggi dalam sistem itu (yang memuat beberapa unit). Jika ada bukti dampak positif yang signifikan, meskipun kecil, dari gaya kepe-

74

Page 89: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

mimpinan sekolah tertentu, kepemimpinan 'pendidikan' atau 'pengajaran' seperti ditunjukkan literatur penelitian ini, maka kursus pelatihan bagi guru kepala bisa lebih cost-effective dibanding pelatihan semua guru yang ada di seluruh pelosok negeri.

Menafsirkan faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam berbagai untaian penelitian tentang efektivitas pendidikan se-bagai 'pengaruh' bagi perubahan dan peningkatan memerlu-kan eksplorasi teori yang relevan, yang akan menjadi subyek bab berikutnya.

75

Page 90: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

IQ. Teori: EfektMtas Sekolah dan Perspektif tentang Perencanaan

Pengantar: paradigma rasionalitas

Dari review terhadap penelitían tentang efektivitas sekolah dan integrasi terhadap hasil-hasil penelitían yang mengha-

silkan model tersebut, seperti dilukiskan dalam Gambar 3, jelas bahwa kondisi lunak pendidikan dapat dibedakan pada berba-gai tingkat agregasi. Dinyatakan secara populer bahwa, daftar kondisi lunak ini mengacu pada 'apa bekerja' dalam pendidik­an. Dalam bab ini, pertanyaan diperluas untuk menyelidiki prinsip di balik 'mengapa' faktor-faktor yang diidentifikasi itu tampak bekerja. Ini membawa kita kepada ranah teori tentang perencanaan, manajemen dan berfungsinya organisasi, serta prinsip dasar yang bisa menjelaskan perilaku berorientasi-tugas yang efektif dalam sistem sosial.

Di sini, paradigma rasionalitas dipilih sebagai kerangka untuk mendiskusikan tentang model perencanaan dan cara ba-gaimana hai ini dapat dihubungkan dengan temuan penelitían tentang efektivitas sekolah secara empiris. Paradigma rasionalitas terletak pada inti teori tentang perencanaan dan pembuatan ke-bijakan publik.

77

Page 91: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

Prinsip dasar paradigma rasionalitas adalah:

• Perilaku berorientasi tujuan;

Pilihan optimal antara sarana alternatif untuk mencapai tujuan yang ada;

Mengakui bahwa garis pilihan individu dan tujuan organi-sasi merupakan isu utama dalam penentuan organisasi.

Pembedaan penting yang bertalian dengan pertanyaan apakah tujuan dianggap sebagai sesuatu 'yang diberikan' [given) kepada perencana sosial atau designer, atau apakah proses me-milih tujuan tertentu dilihat sebagai bagian dari proses perenca-naan secara umum. Dalam kasus pertama pendekatannya ada­lah 'instrumental', sedangkan istilah 'rasionalitas substansial' (Morgan, 1986, him. 37) kadang-kadang digunakan untuk yang terakhir. Dinyatakan lebih populer, bahwa pendekatan instru­mental inheren dalam ungkapan 'melakukan sesuatu hai secara benar' sedangkan perspektìf substansial meminta pertanyaan tambahan 'melakukan hai yang benar'.

Pada garis besamya, model yang secara implisit digunakan dalam penelitian tentang efektivitas sekolah sesuai dengan model rasionalitas ekonomi sungguh dengan baik (lihat Bab I). Rasionalitas ekonomi menerapkan paradigma rasionalitas pada proses produksi organisasi, dan oleh karena itu, juga sering diacu sebagai model produktivitas. Hubungan dasar sarana-tujuan dianggap dalam model produktivitas dikondisikan dalam proses 'dasar' atau proses kerja organisasi. Ini juga merupakan kasus penelitian berorientasi ekonomi tentang 'fungsi produksi pen-didikan' (Biarawan, 1992), dan juga skema produktifitas pendi-dikan yang sebagian besar tergantung pada penelitian menge-nai lingkungan pengajaran dan pembelajaran (Walberg, 1984) ; (lihat Bab II).

78

Page 92: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

Biasanya, dalam penelitian tentang efektivitas sekolah, penafsiran instrumental paradigma rasionalitas secara implisit dipilih, dengan pertimbangan karena kompetensi sekolah dasar yang akan diperoleh para murid biasanya dianggap sebagai ukuran yang diberikan bagi evaluasi terhadap efektivitas.

Semata-mata mengklasifikasi penelitian tentang efektivitas sekolah dalam kaitannya dengan paradigma rasionalitas itu sendiri, juga tidak banyak membantu kita dalam mencari prinsip-prinsip yang mendasari atau mekanisme yang bisa menjelaskan mengapa kondisi atau faktor tertentu tampak 'bekerja' dalam pendidikan. Bagaimanapun, harus dicatat, bahwa paradigma rasionalitas bukan hanya suatu alat analitis untuk menggambar-kan kenyataan sosial, tetapi juga mempunyai konotasi preskriptif yang sangat kuat. Bergantung pada penafsiran tertentu terha­dap keseluruhan paradigma, prinsip spesifìk ditekankan karena menghasilkan peningkatan bagi berfungsinya organisasi secara efektif. Tiga prinsip ini akan dibahas dan dapat disebutkan se­bagai berikut:

• 'perencanaan synoptic dan struktur formal';

• 'menyejajarkan tujuan individu dan organisasi dengan men-ciptakan kondisi pasar';

'perencanaan retroactive dengan menggunakan evaluasi dan umpan balik yang sesuai'.

Jenis organisasi yang dihubungkan dengan tiga prinsip ini adalah, berturut-turut: birokrasi, sekolah otonomi atau sekolah 'yang diswastakan' (privativa), dan sekolah sebagai organisasi pembelajaran. Latar belakang teoritisnya adalah: teori perenca­naan 'klasik' dan manajemen secara ilmiah, teori pilihan publik, dan siberneük.

79

Page 93: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

Perencanaan Synoptic dan Strukturisasi Birokrasi

Secara formal, 'model rasionalitas yang murni' (Dror, 1968) memungkinkan kalkulasi dari pilihan optimal antar alternatif-alternatif yang ada setelah tata pilihan yang sempuma dari 'ke-adaan terakhir' {'end states) atau tujuan-tujuan yang mungkin dari sebuah sistem yang telah dibuat. Rondisi ideal ini dekati dalam teori keputusan matematik, seperti halnya dalam teori permainan, di mana penataan pilihan yang berbeda-beda dari para aktor yang berbeda-beda juga dapat diperhitungkan. Bagi kebanyakan situasi 'kehidupan nil' dari berfungsinya organisasi, asumsi-asumsi rasionalitas yang murni bagaimanapun terlalu kuat. Konstruk Simon (1964) mengenai 'rasionalitas yang dibatasi' memodifikasi asumsi-asumsi penting tersebut dengan pengakuan bahwa kapasitas informasi para pengambil-keputus-an biasanya terbatas hanya untuk mempertimbangkan sedikit keadaan terakhir (end state) dan tujuan-tujuan alternatif yang memungkinkan.

Cohen, March dan Olsen (1972) dan March dan Olsen (1976) bahkan lebih lanjut mengkritik kenyataan deskriptif dari model rasionalitas yang murni. Cohen et al. (1972) mengurai-kan anarki terorganisir sebagaimana ditandai oleh 'pilihan-pilihan problematik', 'teknologi yang belum jelas' dan 'partisi-pasi yang cair'. Berkenaan dengan pilihan-pilihan problematik, mereka menyatakan bahwa organisasi dapat "lebih baik diurai-kan sebagai koleksi ide yang lepas dibanding sebagai struktur koheren; ia menemukan pilihan melalui tindakan lebih daripada bertindak atas dasar pilihan" (ibid., him. 1). Teknologi yang belum jelas berarti bahwa anggota organisasi tidak memahami proses produksinya dan bahwa, oleh karena itu, organisasi berjalan atas dasar trial and error (mencoba-coba). Ketika ada partisipasi yang cair, di mana para peserta bercampur baur da­lam sejumlah waktu dan usaha yang mereka curahkan bagi do­main pengambilan keputusan yang berbeda-beda (ibid., him. 1).

80

Page 94: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

Menurut Cohen et al., pengambilan keputusan dalam anarki-anarki yang terorganisir lebih seperti rasionalisasi setelah sesuatu dilakukan dibanding perencanaan berorientasi tujuan yang rasional. Mereka melihat organisasi-organisasi pendidik-an tampaknya sebagai calon bagi jenis pengambilan keputusan ini. Dalam kaitan dengan koordinasi, anarki-anarki yang teror­ganisir mempunyai suatu struktur otoritas yang tidak jelas dan kapasitasnya kecil saja untuk merumuskan mekanisme standarisasi.

Implikasi lain adalah koneksi yang lepas antara tindakan individu dan tindakan organisasi, karena tindakan individu in­ternal mungkin dipandu oleh prinsip selain dari produksi hasil substantif (misalnya alokasi status, mendefinisikan kebenaran dan kebajikan organisasi).

Meskipun adanya semua pembatasan-pembatasan ini me-ngenai kenyataan deskriptif dari pengambilan keputusan yang bersifat rasional dan perencanaan dalam sebuah organisasi, bah-kan sebagian besar análisis kritis meninggalkan beberapa ruang bagi kemungkinan membentuk kenyataan sesuai dengan prinsip inti ini. Jenis aktivitas pertama yang bisa menyebabkan hai ini adalah perencanaan 'synoptic'.

Idealnya, tujuan perencanaan synoptic adalah untuk mengkonseptualisasikan spektrum luas tujuan jangka panjang dan sarana yang memungkinkan dalam mencapai tujuan ini. Pengetahuan ilmiah tentang hubungan instrumental dianggap memainkan peran yang penting dalam pemilihan alternatif. Gagasan Campbell (1969) tentang reformasi sebagai eksperimen mengkombinasikan pendekatan perencanaan rasional dalam inovasi sosial (misalnya pendidikan) dengan pendekatan ilmiah quasi-eksperimentasi. Gagasan umum menghubungkan peneli-tian tentang efektivitas sekolah dengan peningkatan sekolah, di mana hasil penelitian tentang efektivitas sekolah dilihat sebagai

81

Page 95: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

petunjuk bagi proyek peningkatan sekolah, juga sesuai dengan gagasan rasional, perencanaan synoptic sungguh baik. Aplikasi pendidikan lain dan gagasan perencanaan synoptic adalah model preskriptif dari rancangan pengajaran, seperti model Tyler yang terkenal itu (Tyler, 1950), dan model offspring? seperti yang di-kembangkan Gage, model pengajaran seperti model 'pengajar­an langsung' (lihat Creemers, 1994) dan kerangka untuk peren­canaan pengembangan sekolah (Hargreaves dan Hopkins, 1991).

Karakteristik utama dari perencanaan synoptic sebagai prinsip preskriptif yang kondusif bagi berfungsinya organisasi yang efektif, ketika diterapkan pada pendidikan, adalah:

• Sebuah pernyataan yang 'proaktiP terhadap tujuan dan deduksi yang haü-hati terhadap tujuan yang konkret, sasaran yang operasional dan instrumen penilaian;

• Rancangan yang hati-hati terhadap mata pelajaran, men-ciptakan tata urutan dengan cara bahwa sasaran antara dan akhir didekati secara sistemaos;

Penyejajaran metode-metode pengajaran (rancangan situasi didaktis) sesuai dengan golongan mata pelajaran yang ada;

Monitoring kemajuan belajar para siswa, terutama dengan menggunakan tes objektif.

Sebagaimana dinyatakan sebelumnya, dengan adanya ori­entasi ke arah proses dasar, yang inneren dalam rasionalitas ekonomi, pendekatan perencanaan synoptic dalam pendidikan menerapkan hampir semua pada perencanaan kurikulum, rancangan buku teks, rancangan instruksional dan persiapan rangkaian pelajaran.

Ketika ideal perencanaan rasional diperluas hingga ke struktur organisasi, maka prinsip-prinsip yang terkait mengenai 'pengaturan yang dikendalikan' diberlakukan pada pembagian bekerja, pembentukan unit-unit d a n bagaimana cara

82

Page 96: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

pengawasannya diberi bentuk. 'Struktur mekanistik', 'manaje-men secara ilmiah' dan 'birokrasi mesin' adalah anting-anting struktural organisasi dalam perencanaan rasional (cf. Morgan, 1986, Bab 2). Ide dasar konsep ini bisa dirunut kembali pada Max Weber, yang menyatakan prinsip birokrasi sebagai "suatu format organisasi yang menekankan pada ketepatan, kecepat-an, kejelasan, keteraturan, keandalan, dan efìsiensi yang dicapai melalui penciptaan suatu pembagian tugas yang ditetapkan, pengawasan hirarkis, serta aturan dan peraturan yang terperinci". Organisasi-organisasi pendidikan, yaitu sekolah-sekolah dan universitär, biasanya dianggap sebagai bukan yang mengepas keseluruhan gambaran mengenao mesin birokrasi. Mintzberg (1979), sesungguhnya menguraikan suatu varian birokrasi klasik, yakni birokrasi profesional, yang secara spesifik diilhami oleh organisasi-organisasi pendidikan. Dalam birokrasi profesional, formalisasi dan standarisasi menurut peraturan, pengawasan hirarkis melekat dan spesifikasi pekerjaan menit diterapkan de-ngan standarisasi melalui pelatihan dan norma-norma profesio­nal.

Jika seseorang menggambarkan suatu perbandingan an tara bagaimana cara perencanaan synoptic menentakan berfungsinya organisasi yang efektif dan faktor-faktor yang diidentifikasi da­lam penelitian tentang efektivitas sekolah secara empiris (misal-nya Sammons et al., 1995), beberapa faktor tampaknya sesuai dan yang lain tidak. Sesungguhnya, apa yang sedang membentur dari sekitar daftar faktor-faktor ini (lihat label 7), adalah campuran unsur-unsur baik berdasarkan pada prinsip birokratis maupun mekanistik dengan unsur-unsur yang sesuai dengan gambaran organisasi yang lebih 'kultural', organik dan partisipatoris. 'Ke-pemimpinan perusahaan dan penuh arti', 'kesatuan tujuan', 'konsistensi praktek', 'maksimalisasi waktu belajar', 'penekanan akademis', 'fokus pada prestasi', 'organisasi yang efìsien', 'kejelasan tujuan', 'pelajaran terstruktur', 'disiplin yangjelas dan fair', 'umpan balik', 'monitoring capaian murid' dan 'evaluasi'

83

Page 97: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

semuanya merupakan faktor yang sesuai dengan model peren-canaan rasional dan birokratìs, sedangkan yang lainnya seperti 'kolegialitas', 'kerja sama' dan 'harapan tinggi' lebih sejalan de­ngan struktur partisipatoris dan organik.

Dalam model-model konseptual tentang efektivitas seko-lah lainnya, misalnya model Creemers (1994), ide penting se­perti konsistensi, konsensus dan kontrol menyerupai prinsip yang menolak struktur tertata yang inneren dalam gambaran birokratìs. Prinsip Rosenshine (1987) tentang 'pengajaran lang-sung^ seperti 'berproses dalam langkah kecil' dan 'memberikan instruksi terperinci dan berlebih', memberikan kasus lain yang tepat. Dalam studi Belanda, di mana perencanaan pelajaran dan pengembangan sekolah yang sistematis secara spesifik dipelajari bagi potensi peningkatan efektivitas yang memungkinkan, hasil mengecewakan atau ambigu ditemukan (Van der Werf, 1988; Friebel, 1994).

Sebagian kerja konseptual yang mempesona dan penyelidikan empiris yang berkaitan diberikan dalam uraian Stringfìeld tentang 'organisasi yang keandalannya tinggi' (Stringfield, 1995; Stringfìeld, Bedinger dan Herman, 1995).

Karakteristik yang mendefinisikan organisasi yang keandalannya tinggi (contoh baik pabrik daya nuklir dan sistem penerbangan) adalah sebagai berikut:

Gagasan bahwa kegagalan dalam organisasi akan celaka;

Kejelasan mengenai tujuan dan perasaan kuat akan misi utama organisasi dipegang oleh staf;

Penggunaan prosedur operasi standar (misalnya 'catatan');

* Pentingnya rekruitmen dan pelatihan intensif;

* Prakarsa yang mengidentifikasi kekurangan (misalnya, moni­toring sistem);

84

Page 98: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

• Perhatian sungguh-sungguh yang diberikan pada capaian, evaluasi, and análisis untuk meningkatkan proses organi-sasi;

* Monitoring dilihat sebagai hai bersama, tanpa kehilangan counter-productive terhadap keseluruhan otonomi dan keper-cayaan;

Siap terkejut atau tergelincir (ide bahwa kegagalan kecil bisa menyebabkan terperosok ke dalam kegagalan sistem utama);

Struktur hirarkis, memungkinkan pengambilan keputusan secara kolektif selama jam beban maksimum;

Peralatan dirawat dengan aturan kerja paling tinggi;

Fakta bahwa organisasi yang keandalannya tinggi tak ter-elakkan dihargai oleh organisasi mereka yang mengawasi;

Ide bahwa "efisiensi jangka pendek mengambil suatu tem-pat duduk belakang ke keandalan tinggi" (dari Stringfield, 1995, him. 83-91).

Baik dalam evaluasi terhadap proyek peningkatan berorien-tasi efektivitas yang terbesar di Amerika Serikat maupun eva­luasi terhadap program sekolah dasar yang sangat terstruktur (proyek sekolah Calvert-Barclay), bukti yang ditemukan men-dukung validitas gambaran organisasi yang keandalannya tinggi. Proyek Calvert-Barclay terutama sekali sangat ilustratif. la meng-gambarkan implementasi program sekolah swasta yang secara akademis berorientasi tradisional dan sangat terstruktur dalam sebuah sekolah bagian tertua suatu kota. Keberhasilan program dalam dua settingyang sangat berbeda ini memberikan dukung-an tambahan bagi kemampuan generalisasi dari pendekatan terstruktur ini.

Di samping kritik-kritik yang sudah umum diketahui ten-tang kegunaan dari perencanaan rasional dan pendekatan-pen-dekatan yang dirancang secara mekanistis di dalam organisasi

85

Page 99: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

pendidikan (misalnya, Lotto dan Clark, 1986), contoh yang disebut belakangan ini menunjukkan bahwa suatu permohon-an dapat dibuat untuk program-program pendidikan yang for­mal, yang didukung oleh struktur yang menekankan tatanan, koordinasi dan kesatuan maksud. Tantangan terbesar sepertinya menekankan pada bagaimana secara efektif mengkombinasikan prosedur-prosedur yang terstandardisasi dan mekanistik parsial yang distrukturkan dengan kondisi-kondisi yang meskipun de­mudan cukup memotivasi kepada para profesional bidang pen­didikan dan masih membutuhkan tilikan (insighi) yang kreatif dari semua anggota organisasi tersebut.

Penyejajaran Rasionalitas Individu dan Organisasi: Teori Pilihan-Publik

Asumsi pokok dalam perencanaan synoptic dan penafsiran biro-krasi tentang paradigma rasionalitas adalah bahwa organisasi bertindak sebagai unit penuh dalam arti terpadu. Usaha-usaha individual diharapkan akan diarahkan bersama-sama ke arah pencapaian tujuan organisasi. Dalam apa yang disebut citra politik dari organisasi (Morgan, 1986, Bab 6) asumsi ini ditolak: "tujuan organisasi mungkin rasional bagi kepentingan sebagian orang, tetapi üdak bagi yang lain" (ibid., him. 195). Fakta bah­wa organisasi-organisasi pendidikan yang terdiri dari para pro­fesional yang relatif otonomi dan subsistem yang digabungkan dengan bebas dilihat sebagai kondisi umum yang merangsang perilaku politik anggota organisasi itu.

Teori ekonomi mikro menggambarkan perilaku organisasi (dalam kasus sekolah: para murid, para guru dan guru kepala) dalam kaitan dengan fungsi kegunaan dan fungsi produksi (Correa, 1995). Suatu parameter penting adalah jumlah waktu dan energi anggota organisasi itu sendiri yang akan berinvestasi dalam tindakan terkait dengan tugas, sebagai berlawanan de­ngan aktivitas yang diarahkan lainnya, misalnya menikmati ke-senangan. Jumlah aktivitas terkait dengan tugas (misalnya waktu

86

Page 100: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

tugas) dan tiap-tiap jenis aktor utama dalam suatu organisasi sekolah dapat dimasukkan sebagai salah satu variabel penjelas dalam fungsi produksi pendidikan. Secara alternatif, penting-nya pencapaian pengaruh dapat menentukan kegunaan usaha yang terkait dengan tugas dari individu tertentu. Dari perspektif ini pertanyaan tentang bagaimana cara meningkatkan efektivi-tas organisasi sekarang dapat dinyatakan menurut kondisi-kon-disi yang menyumbang untuk merangsang dan memberi peng-hargaan kepada anggota organisasi karena perilaku mereka selalu mencerminkan tugas [task-related behavior).

Dalam teori pilihan-publik, tidak adanya kontrol yang efektif dari badan-badan yang dipilih secara demokratis atas organisasi-organisasi sektor-publik menandai bahwa organisasi-organisasi ini sebagai terutama sekali cenderung ke perilaku yang tidak efísien, ini secara esensial disebabkan oleh waktu luang yang berikan kepada para manajer dan para petugas untuk mencapai tujuan mereka sendiri di sela-sela melayani misi utama organisasi mereka.3

Teori pilihan-publik menyajikan hasil diagnosa terhadap kejadian ketidakefektifan organisasi, seperti penggantian tujuan, produksi jasa berlebihan, perilaku counterproductive yang keterlaluan, 'membuat bekerja' (yaitu para pejabat yang men-ciptakan kerjasama kerja satu sama lain), waktu dan agenda ter-sembunyi -dan energi- mengkonsumsi pemisah antara sub-sub unit yang ada. Ketika waktu luang dengan kebebasan untuk menentukan unit-unit bawahan berjalan bergandengan dengan teknologi belum jelas, ini menambah keseluruhan tanah subur bagi berfungsinya organisasi tidak efísien: lihat Cohen, March dan model bak sampah pengambilan keputusan organisasi me­nurut Olsen, yang telah disebutkan lebih awal (Cohen et al., 1972). Tidak hanya departemen-departemen pemerintah tetapi

3Uraian mengenai implikasi teori pilihan publik yang lebih ekstensif bagi penelitìan efektivitas sekolah telah diberikan di tempat lain, Scheerens, 1992, Bab2.

87

Page 101: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

juga universitas-universitas sering disebut sebagai contoh dari jenis organisasi di mana gejala tersebut mungkin terjadi.

Secara teoritis, perbaikan untuk jenis malfungsi organisasi ini akan menjadi suatu kelurusan yang dekat, dan idealnya bah-kan suatu perserikatan, individu, sub-unit dan tujuan organisasi yang lengkap. Pendekatan praktis pada ini, seperti ditawarkan teori pilihan-publik, adalah untuk menciptakan kondisi ekstemal yang setidaknya akan menekan sebagian penyimpangan tidak efisien antara tingkat individu dan rasionalitas organisasi dari sistem itu. Untuk ini, pengaruh yang sesuai adalah penciptaan mekanisme pasar yang mampu menggantikan kontrol adminis­tratif. Persaingan yang menghasilkan kondisi pasar ini dengan begitu menjadi insentif penting untuk membuat organisasi sektor-publik menjadi lebih efisien. Esensi pilihan sebagai alternatif bagi kontrol birokratis yang menghasilkan demokrasi keterwakilan, adalah bahwa jenis demokrasi yang lebih 'lokal' yang sama sekali berbeda dituntut. Dalam kasus terakhir, sebagian besar otoritas diberikan secara langsung kepada sekolah, orang tua dan siswa (Chubb dan Moe, 1990, him. 218). Dalam 'proposal reformasi' mereka, para pengarang ini menarik suatu gambaran sistem pendidikan di mana ada banyak kebebasan untuk menemukan sekolah, suatu sistem pembiayaan yang sebagian besar bergantung pada sukses sekolah dalam persaingan bebas bagi para siswa, kebebasan memilih bagi orang tua, dan kebebasan bagi sekolah untuk mempunyai kebijakan izin masuknya sendiri.

Harus dicatat bahwa titik pengaruh 'pilihan' berbeda de­ngan pengaruh perencanaan synoptic dan birokrasi sebagai me­kanisme alternatif yang dapat menjelaskan fenomena efektivi-tas pendidikan. Sementara perencanaan synoptic dan birokrasi terfokus pada rancangan proses yang utama dan kondisi mana-jerial yang mendukung dalam area pengawasan dan koordinasi, 'pilihan' menggerakkan kondisi lingkungan eksternal sekolah. Hal ini berarti, barangkali mengherankan, bahwa kedua meka-

88

Page 102: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

nisme tersebut secara teoritís bisa digunakan secara serempak. Walaupun berfungsinya birokrasi internal (dalam pengertian telah digambarkan dalam bagian sebelumnya) kemungkinan besar akan dilihat sebagai melekat pada organisasi negara atau pusat yang lebih besar, hai ini tidak perlu menjadi kasus.

Catatan kritik yang telah dibuat berkenaan dengan model 'pilihan' adalah bahwa: pilihan-pilihan orangtua terhadap seko-lah mungkin didasarkan pada kriteria selain kriteria kinerja (Riley, 1990, him. 558); 'pilihan' mungkin saja merangsang ke-tidaksamaan dalam pendidikan (Hirsch, 1994); dan sekolah dasar serta menengah yang sama sekali otonom mungkin mempunyai problem dalam menetapkan tingkat pendidikan umum untuk pendidikan lebih lanjut (Leune, 1994). Lagipula, aplikasi mekanimse pasar dan persaingan yang keras antara sekolah mungkin menciptakan selektifitas dan pemisahan sosial. Karena latar belakang sosial orang tua cenderung menciptakan ketídak-samaan dalam sejauhmana mereka bisa mengambil manfaat dari 'pilihan', maka prinsip persamaan kesempatan dalam pendidikan terancam. Demikian juga, sekolah boleh jadi cenderung memi-lih 'siswa terbaik', dan sekolah dengan populasi siswa 'yang terbaik' menarik perhatian para guru yang terbaik pula.

Temuan penelitian tentang efektivitas sekolah empiris berikut sejalan dengan implikasi dari teori pilihan-publik:

Stimulan orientasi prestasi dari konteks lebih lúas sebagaimana tercakup dalam model yang dilukiskan dalam Gambar 3\

Membangun kepemimpinan instruksional yang menekan-kan perilaku terkait dengan tugas, berorientasi produksi;

• Konsep 'waktu tugas' murid.

Dua contoh terakhir ini dapat dilihat sebagai uraian baru mengenai keseimbangan yang baik antara 'pengeluaran tambahan' (overhead), 'peluang biaya' (opportunity cost) dan

89

Page 103: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

'biaya tak terduga' (shirking) pada satu sisi, dan perilaku terkait dengan tugas pada sisi lain.

• Keempat dan terakhir, teori pilihan-publik menawarkan penjelasan umum bagi hasil perbandingan antara sekolah swasta dan negeri. Biasanya di negara-negara maju, seko­lah swasta tampaknya lebih efekuf, bahkan di negara-negara di mana sekolah swasta dan negeri dibiayai oleh negara, seperti kasus di Belanda (Dijkstra, 1992).

Penjelasan bagi keunggulan sekolah swasta yang dinyatakan itu adalah bahwa (a) orang tua yang mengirimkan anak-anak mereka ke sekolah ini merupakan konsumen pendidikan yang lebih aktif dan membuat permintaan khusus atas filsafaf pendi­dikan sekolah; dan (b) sekolah swasta mengambil manfaat dari demokrasi internal lebih besar (kesimpulan terakhir ini digam-barkan atas dasar studi empiris oleh Hofman et al. (1995)). Pen­jelasan lebih membumi (down-to-earth) adalah bahwa sekolah-sekolah swasta biasanya lebih kecil dan lebih kohesif dibanding sekolah-sekolah negeri. Bukti keunggulan dari sekolah-sekolah yang lebih otonom (dengan mengabaikan denominasi keaga-maan atau status swasta/negeri) bagaimanapun tidaklah terlalu kuat Walaupun Chubb dan Moe (1990) mengklaim telah mem-buktikan hai ini, hasil penelitian mereka dikritik karena alasan-alasan metodologis (Witte, 1990). Di tingkat makro, tidak ada bukti yang jelas bahwa sistem pendidikan nasional dengan otonomi yang lebih bagi sekolah melaksanakan lebih baik da-lam area kompetensi dasar (Meuret dan Scheerens, 1995). Para pengarang ini membandingkan indikator prestasi, seperti rata-rata prestasi dalam melek huruf antar negara-negara dengan ber-macam-macam tingkat otonomi sekolah mulai dari tingkat dasar-menengah, dan tidak menemukan tanda asosiasi positif apapun antara tingkat otonomi sekolah dengan prestasinya.

Perspektif politik dari berfungsinya organisasi dan teori pilihan-publik sudah pada tempatnya menentang asumsi

90

Page 104: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

rasio nautas synoptic dan asumsi birokrasi yang menyatakan bah-wa semua unit dan individu bersama-sama mengejar tujuan or-ganisasi. Argumen dan bukti mengenai hasil diagnosa (inefisiensi disebabkan oleh penyejajaran yang gagal antara rasionalitas tingkat organisasi dan individu) lebih meyakinkan dibanding perawatan (privatisasi, pilihan) sejauh efektivitas sekolah diperhatikan. Faktor kritis tampak bahwa kekuatan pasar (mi-salnya pilihan sekolah orangtua) mungkin tidak dipandu oleh pertimbangan mengenai capaian sekolah, bahwa sekolah terse-but mungkin 'dihadiahi' karena selain dari capaian berorientasi tujuan yang efisien.

Walaupun di negara-negara industri ada kecenderungan ke arah desentralisasi dan otonomi sekolah yang meningkat, namun bagi pendidikan dasar dan menengah kecenderungan ini lebih kuat berada di domain keuangan dan manajemen sekolah dibanding berada di domian kurikulum (Meuret dan Scheerens, 1995). Kerajaan Inggris adalah contoh, di mana manajemen lokal sekolah dikombinasikan dengan kurikulum nasional dan pro­gram penilaian nasional. Juga, dalam studi kasus 'restrukturi-sasi' program di Amerika Serikat dan Kanada (Leithwood et al., 1995), otonomi sekolah yang meningkat terkonsentrasi dalam manajemen (berbasis-sekolah) dan 'pemberdayaan guru' di mana kebutuhan kurikulum dan standar dipelihara atau bahkan diartikulasikan lebih lanjut di tingkat sekolah atas.

Stringfield (1995, him. 70) mencatat bahwa beberapa negara bagian di Amerika Serikat sudah menciptakan standar kuriku­lum baru, sama sekali baru, juga menciptakan tes-tes yang lebih berbasis pada prestasi dan lebih menuntut.

Kemudian apa yang tersisa sebagai arah penuh keberhasil-an yang memungkinkan bagi penelitian efektivitas sekolah ke depan, sebagai hasil dari análisis atas pandangan 'politik' ten-tang berfungsinya organisasi ini? Metafor pasar tampaknya ber-manfaat hanya dalam pengertian terbatas bagi pendidikan dasar

91

Page 105: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

dan menengah, karena pemerintah biasanya melihat perlunya standarisasi tertentu dalam wilayah-wilayah kunci dari kuriku-lum dalam rangka menampilkan basis umum bagi pendidikan lebih lanjut. Pada saat yang sama, perilaku 'pilihan' konsumen pendidikan boleh jadi berbeda-beda menurut sasarannya da­lam merangsang sekolah untuk meningkatkan performanya, dan berbagai efek samping yang tidak diinginkan (yang lebih tidak seimbang) tidak bisa dikesampingkan. Faktor kritis tersebut menjadi muncul karena sekolah mengalami tekanan ekstemal dan ini merupakan insentif guna meningkatkan capaian menu­rut wilayah-wilayah kunci dalam kurikulum. Konsumen pendi­dikan, jika dengan baik diberitahukan, boleh jadi merupakan salah satu sumber untuk menciptakan kondisi ini, tetapi bukan satu-satunya sumber. Dari perspektif ini, dan bertentangan de­ngan kepercayaan penganut aliran 'pi l ihan ' yang kuat, konsumerisme bisa dilihat dengan baik sebagai hai yang selaras dengan kebutuhan akan akuntabilitas dari tingkat pendidikan lebih tinggi, sebagaimana mekanisme evaluasi-umpan balik yang sesuai, yang dimulai dari tingkat administratif lebih tinggi, mun-gkin juga 'mengerjakan tugas'. Kondisi-kondisi eksternal yang berbeda ini yang dapat merangsang capaian sekolah yang selama ini belum menjadi obyek dari banyak studi empiris (dengan perkecualian berikut: Kyle, 1985; Coleman dan LaRoque, 1990; Hofman et al., 1995) dan patut diselidiki lebih lanjut, termasuk dalam konteks perbandingan internasional. Sebagai area kedua bagi penelitian lebih lanjut, statemen tentang berfungsinya or-ganisasi sektor publik yang secara internal 'jelek' disimpulkan dari teori pilihan-publik boleh jadi digunakan sebagai petunjuk dalam mengkaji sekolah-sekolah yang luar biasa tidak efektif.

Perencanaan Retroactive dan Organisasi Pembelajaran

Tipe perencanaan yang kurang menuntut dibandingkan tipe perencanaan synoptic adalah praktek yang menggunakan infor­masi evaluatif tentang berfungsinya organisasi sebagai basis tin-

92

Page 106: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

dakan yang berorientasi peningkatan atau korektif. Dalam pe-rencanaan kasus yang mungkin mengambil lebih 'secara berta-hap', orientasi inkremental, dan 'tujuan' atau harapan diberi fungsi s tandar untuk menafsirkan informasi evaluatif. Ketidaksesuaian antara harapan dan prestasi nyata-nyata men-ciptakan dinamika yang pada akhirnya bisa mendorong ke arah efektivitas yang lebih besar.

Alasan utama mempertimbangkan jenis perencanaan re­troactive ini sebagai karena dinilai kurang menuntut dibanding tipe perencanaan proaktif, karena jenis perencanaan synoptic adalah bahwa ia memungkinkan suatu pendekatan lebih pragmatis dan praktis. Namun, menurut March dan Olsen (1976), pelajaran dari pengalaman menghadapi keterbatasan fundamen­tal serupa sebagai perencanaan yang rasional.

Ketika tujuan bersifat ambigu, sebagaimana diasumsikan para pengarang tersebut, maka ada norma-norma dan standar untuk menafsirkan informasi evaluatif. Keterbatasan lainnya adalah bagaimana cara menentukan kausalitas peristiwa yang diamati. Akhirnya, ketika informasi evaluatif berlawanan de-ngan berbagai vested interest dan kebiasaan sehari-hari yang mapan maka kemungkinan hai ini tak diindahkan.

Literatur penelitian tentang penggunaan penelitian evaluasi untuk kepentingan keputusan kebijakan publik mengkonfìrmasi keterbatasan ini (misalnya Weiss dan Bucuvalas, 1980). Namun keterbatasan dan pembatasan ini dapat juga diambii sebagai tantangan bagi praktek evaluatif yang lebih baik (lihat contoh dalam literatur evaluasi seperti evaluasi berbasis stakeholder dan evaluasi berfokus pada kemanfaatan).

Dalam sibernetik siklus penilaian, umpan balik dan tindak-an korektif merupakan salah satu prinsip pokok. Morgan (1986, him. 86-87) menyatakan empat prinsip kunci sibernetik, yang merupakan 'teori komunikasi dan pembelajaran':

93

Page 107: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

"Sistem hams mempunyai kapasitas untuk merasakan, me-monitor dan meneliü aspek signifikan dari lingkungan me-reka;

Mereka harus mampu menghubungkan informasi ini de-ngan norma yang berlaku yang memandu perilaku sistem;

Sistem harus mampu mendeteksi penyimpangan yang sig­nifikan dari norma-norma tersebut;

Mereka harus mampu memulai tindakan korektif ketika ketidaksesuaian terdeteksi".

Dalam berbagai statemen Morgan tentang prinsip kunci ini, siklus evaluasi —> umpan balik —> tindakan korektif mem­punyai orientasi ekstemal ('membaca lingkungan'). Orientasi ini lebih mendekati gagasan tentang responsifitas organisasi terha-dap batasan lingkungan dibanding terhadap efektivitas dalam pengertian produktivitas dan pencapaian tujuan.

Tanpa mengabaikan pembedaan antara responsifitas ter­hadap batasan lingkungan dan efektivitas instrumental, harus dicatat bahwa evaluasi à umpan balik à tindakan korektif dan siklus pembelajaran terdiri dari empat tahap:

• Pengukuran dan penilaian capaian;

Penafsiran evaluaaf didasarkan pada norma-norma 'yang ada' atau yang baru diciptakan;

• Komunikasi atau umpan balik informasi ini ke unit-unit yang mempunyai kapasitas untuk mengambil tindakan korektif, dalam kaitan dengan peningkatan yang berkaitan dengan kerja atau insentif/sanksi ke reward/aktor yang benar;

(Pembelajaran) penggunaan informasi yang aktual dan berkesinambungan ini untuk meningkatkan kinerja organi­sasi.

94

Page 108: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

Dalam konsepsi organisasi pembelajaran, pertanyaan me-ngenai pengaturan struktural mana yang kondusif bagi evaluasi —> umpan balik —> siklus peningkatan didekati dari perspektif responsifìtas terhadap lingkungan. Beberapa kondisi organisasi yang dianggap penting dalam konteks ini, bagaimanapun, juga tampaknya diterapkan pada efektivitas instrumental. Contoh-nya adalah: dorongan keterbukaan dan reflektivitas, pengenalan tentang pentingnya menyelidiki sudut pandang berbeda, dan menghindarkan sikap bertahan terhadap prosedur akuntabilitas birokratis (Morgan, 1986, him. 90).

Model organisasi pembelajaran telah dikembangkan dalam konteks "dunia bisnis yang bergerak cepat sekarang ini" (Rist and Joyce, 1995, him. 131). Keharusan bertahan dalam suatu perubahan lingkungan yang cepat membutuhkan tingkat fleksibilitas dan kapasitas yang tinggi untuk dapat mengantisi-pasi masa depan secara kreatif. Walaupun beberapa pengarang juga (misalnya Simons, 1989; Murphy, 1992; Southworth, 1994) menemukannya hai yang sungguh menarik untuk merujuk pada sekolah sebagai 'organisasi pembelajaran', namun ide bahwa model ini memang bisa dilihat sebagai jenis struktur organisasi sekolah yang ideal hams tidak diterima tanpa kritik. Persoalan pokok mengenai ketepatan metafor ini bagi sekolah merupa-kan kompleksitas lingkungan yang dinamis itu. Dalam hai ini ada pembedaan penting antar tingkat pendidikan. Dalam pen-didikan dasar dan menengah, tingkat standarisasi yang sung-guh-sungguh berkaitan dengan pencapaian pendidikan yang diinginkan diperlukan untuk memberikan dasar pijakan umum bagi pendidikan lebih lanjut. Tetapi dalam area pendidikan kejuruan tingkat menengah dan tinggi, juga, ada perdebatan yang berlangsung tentang apakah menggunakan seperangkat umum kualifikasi kunci, atau kurikulum lain yang akan lebih disesuai-kan secara langsung dengan, misalnya, kebutuhan industri lokal. Bahkan di sektor sistem pendidikan tinggi ini pun, sejumlah standarisasi penting dalam output, kemungkinan besar hadir. De-

95

Page 109: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

ngan adanya stabilitas relatif yang ada dalam area lingkungan sekolah tertentu, kebutuhan untuk melakukan revisi atas standar dan norma-norma yang tetap tampaknya tak beralasan, seba-gaimana kasus dengan karakteristik struktural organisasi pem-belajaran yang terkait.

Maka, barangkali penafsiran yang lebih sederhana menge-nai model organisasi pembelajaran itu lebih sesuai. 'Sederhana' di sini berarti seperangkat corak seperti konsentrasi pada opti-misasi siklus evaluasi —> umpan balik —> tindakan korektif, yang memberikan seperangkat standarisasi prestasi yang relatif stabil, penciptaan peluang yang cukup bagi pengembangan staf, dan konsultasi yang berorientasi kerja antara staf.

Pengaruh yang menguntungkan dari 'monitoring kemaju-an siswa yang sering' merupakan bagian dari pengetahuan yang sudah diketahui umum sebagai proses-proses sekolah yang da-pat meningkatkan efektivitas. Monitoring seperti itu juga telah mendapat beberapa dukungan dari penelitian tentang efektivi­tas sekolah secara empiris, walaupun juga ada beberapa studi di mana faktor ini tidak bisa ditunjukkan dengan berasosiasi seca­ra positif dengan prestasi. Meta-analisis yang diringkas dalam Bab 2 menunjukkan keseluruhan korelasi positif 0.15.

Dari sudut pandang teoritis, prinsip sibemetik mengenai evaluasi —> umpan balik —> tindakan sangat kuat sebagai me-kanisme penjelas dari efektivitas organisasi. Harus dicatat bah-wa evaluasi dan umpan balik juga mempunyai tempat dalam perencanaan synoptic/struktur birokratis seperti juga dalam teori pilihan-publik. Dalam kasus pertama evaluasi kemungkinan besar akan didigunakan untuk tujuan /control, sedangkan dalam kasus terakhir ada penekanan pada insentif positif dan négatif yang berhubungan dengan review dan evaluasi. Perspektif organisasional tentang organisasi pembelajaran, seperti dibahas dalam bagian ini, menyoroti implikasi evaluasi pembelajaran kognitif dan adaptif.

96

Page 110: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

Potensi tindakan, atau potensi bagi peningkatan sekolah yang menghasilkan perbandingan standar dan capaian nyata, merupakan faktor pokok dalam model sistem dinamis seperti model yang diperkenalkan Clauset dan Gaynor (1982) dan De Vos (1989). Dapat disimpulkan bahwa studi empiris mendalam mengenai evaluasi berbasis sekolah dan monitoring murid, ber-hubungan dengan prosedur evaluasi dan dampaknya pada berfungsinya organisasi sekolah, patut mendapat tempat yang tinggi pada agenda penelitian tentang efektivitas sekolah yang dijalankan atas dasar teori.

Ringkasan dan Kesimpulan

Secara bersama-sama, tiga penafsiran berbeda tentang paradigma rasionalitas yang dibahas dalam bab ini mencakup sebagian besar correlate pendidikan yang efektif yang telah disajikan dalam bab sebelumnya. Segi-segi berbeda ditekankan pada satu sama lain. Penafsiran íyno/tfícmenekankan strukturisasi proaktif semua jenis aktivitas dalam rangka mengoptimalkan pekerjaan berorientasi tugas di sekolah 'secara teknis'. Penafsiran pilihan-publik mene-kankan kondisi yang merangsang sekolah berorientasi tugas daripada dipandu oleh pilihan para aktor utama dan, dalam hai ini, lebih tertarik terhadap aspek motivasional. Gagasan menge­nai perencanaan retroactive pada dasarnya menunjuk kepada peran krusial mengumpulkan informasi bagi aspek-aspek kunci berfungsinya organisasi dan penggunaan informasi ini bagi eva­luasi, umpan balik (baik dalam pengertian kognitif yang me­rangsang pembelajaran maupun dalam pengertian bersifat mo­tivasional dengan memberikan insentif) dan tindakan korektif.

Dari tiga interpretasi terhadap paradigma rasionalitas, ada-lah paradigma kedua (penafsiran pilihan-publik) yang sebagian besarnya bergantung pada kondisi-kondisi di luar sekolah, se­perti sistem akuntabilitas nasional, sejauhmana persaingan an-

97

Page 111: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

tar sekolah menjadi terlembagakan sedemikian rupa dan pola-pola (de)sentralisasi fungsional dalam sistem itu.

Ketika membandingkan penafsiran pertama dan ketiga, yaitu perencanaan synoptic versus retroactive, maka perencanaan retroactive kurang menuntut dan lebih sederhana dalam membi-carakan correlate pendidikan di sekolah yang efektif sebagai cetak biru bagi praktek pendidikan yang ada. Dengan adanya keti-dakpastian tentang soliditas basis pengetahuan tentang efektivi-tas sekolah dan keterbatasan dalam fokus sebagian besar pene­litìan empiris (lihat presentasi perspeküf yang lebih luas tentang efektivitas organisasi dalam bab pertama), penafsiran lebih se­derhana ini tampaknya lebih bijaksana. Oleh karena itu, dalam bab terakhir, yang mendiskusikan aplikasi, penggunaan temuan-temuan penelitìan tentang efektivitas sekolah akan digambar-kan dalam kerangka merancang sistem dan instrumen untuk kepentingan monitoring dan evaluasi terhadap sistem pendidik­an yang ada.

Seseorang tidak harus menerima tanpa kritis kesimpulan yang dinyatakan di atas, yaitu bahwa rasionalisasi dan semua kelengkapannya, seperti prestrukturisasi dan menciptakan me-kanisme pasar serta sistem evaluasi, merupakan prinsip dasar bagi peningkatan efektivitas pendidikan. Terutama sekali ketika aplikasi di negara-negara sedang berkembang diperhatikan, bias budaya dalam temuan penelitìan tidak harus dilewatkan. Bias budaya ini bukan sesuatu yang misterius, tetapi semata-mata fakta bahwa temuan-temuan penelitìan tentang efektivitas se­kolah secara empiris sebagian besar seringkali diperoleh dalam setting di mana ketentuan pendidikan dasar menurut fasilitas, peralatan dan bahan latihan bagi guru yang telah disiapkan.

Temuan studi tentang efektivitas sekolah secara empiris di negara-negara sedang berkembang menggarisbawahi penting-nya ketentuan pendidikan dasar ini, yang harus didahulukan daripada penerapanya berdasarkan pada pertimbangan teknis.

98

Page 112: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

IV. Aplikasi: Penggunaan Dasar Pengetahuan tentang Efektivitas Sekolah bagi Prosedur Monitoring dan Evaluasi

Pengantar

Aplikasi dasar pengetahuan tentang efektivitas sekolah seca­ra langsung hendaknya lebih proaktif menggunakan hasil-

hasil dari program peningkatan sekolah. Dengan cara ini, hasil penelitian tentang efektivitas sekolah sebaliknya bisa memberi-kan substansi bagi disiplin berorientasi prosedur yang cukup da-lam peningkatan sekolah. Memang ada contoh program sangat sukses yang sudah mengadaptasi pendekatan ini: Slavin's Succès for all programme and Wang's Community for Learning project ada-lah kasus yang tepat (Slavin, 1996; Wang, 1999). Apa yang dimiliki bersama program ini adalah pendekatan pembelajaran dan pengajaran yang sangat terstruktur, dengan monitoring ke-majuan dan umpan balik yang sering dan, jika diperlukan, tin-dakan perbaikan segera.

Karena alasan-alasan yang telah diketengahkan dalam bab sebelumnya, dan terutama sekali ketika mempertimbangkan

99

Page 113: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

aplikasi di negara-negara sedang berkembang, tampaknya lebih baik berkonsentrasi penggunaan lebih bijaksana, yang turun menggunakan dasar pengetahuan tentang efektivitas sekolah untuk menyusun prosedur monitoring dan evaluasi. Inilah jenis aplikasi yang akan dielaborasi dalam bab ini.

Meskipun demikian, karena prinsip umum yang muncul dari lebih dari tiga dekade penelitian tentang efektivitas pendi-dikan agak solid, maka aplikasi proaktif yang lebih ambisius akan bertahan sementara.

Dari prinsip-prinsip umum tersebut maka saran-saran tentatif berikut ini penting bagi proyek pendidikan di negara-negara sedang berkembang yang bisa diderivasi dari:

• Menggambarkan kondisi umum pendidikan atas dasar seperangkat indikator inti, meliputi kondisi kemiskinan per daerah, rata-rata partisipasi dan ketersediaan sumber daya dasar;

Pada tahap awal, pengembangan menekankan pada kon­disi yang merangsang tingkat partisipasi yang diharapkan dan sumber daya dasar serta fasilitas (misalnya bangunan, kelas);

• Investasi dalam program pendidikan substantif yang berisi empat bagian yang terintegrasi secara baik: ujian nasional atau program penilaian, prioritas kurikulum nasional da­lam subjek inti, pelatihan guru (yang dipusatkan pada pe-nguasaan pada materi-bahan ajar dan prinsip-prinsip penga-jaran) dan sistem monitoring secara nasional;

• Manajemen sekolah yang didesentralisasi secara fungsional, dan juga menciptakan peluang bagi partisipasi lokal dan kontrol atas kondisi keuangan dan kondisi tenaga kerja guru;

Menggunakan media berbeda (pendidikan berjenjang, kursus latihan, kurikulum model, evaluasi diri sekolah

100

Page 114: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

sendiri) untuk meningkatkan manajemen kelas, waktu pem-belajaran yang efektif dan pengajaran terstruktur (dengan hasil diagnosa, umpan balik dan tindakan perbaikan segera pada inti nya) dan untuk merangsang pembelajaran yang aktif;

Menyesuaikan kondisi instruksional umum ini dengan aspek budaya lokal.

Dalam sisa bab ini, aplikasi evaluatif akan difokuskan. In­dikator pendidikan dan evaluasi diri sekolah sendiri akan diper-timbangkan sebagai kategori utama. Selama presentasi ini men-jadi jelas bahwa ada banyak format cangkokan (hybrid) dan ber-bagai kemungkinan kombinasi antara evaluasi internal dan eksternal dan bahwa sinergi bisa dibangun antara monitoring üngkat-sistem, evaluasi program skala luas dan evaluasi diri se­kolah sendiri. Berbagai indikator proses sekolah, dipilih dengan menggunakan dasar pengetahuan tentang efektivitas sekolah, telah mereka tempatkan di tiap-tiap format evaluasi tersebut.

Indikator-indikator

Berbagai indikator pendidikan bersifat Statistik yang memung-kinkan pertimbangan-pertimbangan nilai dibuat tentang aspek-aspek kunci bagi berfungsinya sistem pendidikan. Untuk mene-kankan sifat evaluatif pertimbangan tersebut, istilah 'indikator prestasi' sering digunakan.

Tercakup dalam definisi indikator pendidikan ini adalah:

• Ide bahwa kita sedang menghadapi karakteristik sistem pen­didikan yang terukur;

Cita-cita untuk mengukur 'aspek-aspek kunci', apakah hanya memberikan "profil kondisi sekarang scara sepintas" (Nuttall, 1989) dan bukan sebuah gambaran mendalam;

101

Page 115: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

• Syarat bahwa indikator-indikator yang ada menunjukkan semacam mutu pendidikan di sekolah yang memadai, yang menyiratkan bahwa indikator-indikator yang ada adalah Statistik yang telah menjadi titik acuan (atau standar) di mana pertimbangan nilai dapat dibuat.

Biasanya pembuatan kebijakan di tingkat nasional diang-gap sebagai sumber utama bagi aplikasi indikator-indikator ter-sebut (sistem indikator sebagai sistem informasi kebijakan). Ba-gaimanapun, pandangan tentang aplikasi indikator ini harus diperluas, karena konsumen dan 'kelompok ketiga' seperti industri swasta, juga dapat dilihat sebagai pemakai informasi yang disediakan oleh sistem indikator. Demikian juga, sistem pendidikan di tingkat administratif lokal dan bahkan sekolah itu sendiri juga dapat menggunakan indikator tersebut untuk mendukung pembuatan kebijakan (sistem indikator sebagai sis­tem informasi manajemen).

Selama dekade sekarang ini, berbagai jenis koleksi indika­tor, yang biasanya diacu sebagai sistem indikator, telah diusulkan dan sub-perangkat dari ini telah benar-benar digunakan. Van Herpen (1989) memberi suatu ikhtisar menyeluruh tentang apa yang ia sebut 'model konseptual indikator pendidikan'. Untuk tujuan kita cukup menguraikan beberapa perkembangan utama dari berbagai pendekatan ini bagi konseptualisasi sistem indi­kator pendidikan.

Indikator ekonomi dan sosial merupakan sumber indika­tor pendidikan. 'Indikator sosial pendidikan' menggambarkan aspek pendidikan populasi, sedangkan indikator pendidikan menggambarkan capaian sistem pendidikan (Van Herpen, 1989, him. 10). Kecenderungan pertama dalam pengembangan indi­kator pendidikan adalah transisi dari Statistik deskriptif ke peng-ukuran prestasi, atau, lebih umum, pergeseran ke arah Statistik pentingnya evaluatif.

102

Page 116: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

Jika kita menoleh perkembangan indikator-indikator pen-didikan di Pusat Nasional Statistik Departemen Pendidikan Amerika Serikat, kita dapat membedakan kecenderungan kedua. Pada mulanya pusat ini menawarkan Statistik deskriptif tentang keadaan sistem pendidikan, termasuk data tentang input dan sumber daya. Sejak 1982, data 'outcome' dan 'konteks' telah diberi tempat lebih terhormat, dan dalam suatu proposal yang merancang kembali sistem data pendidikan, aspek 'proses' bagi berfungsinya sistem pendidikan juga dimasukkan (Stern, 1986; Taeuber, 1987). Dengan demikian, kecenderungan kedua ini dapat ditandai sebagai gerakan menuju sistem indikator yang lebih menyeluruh, pertama-tama melalui penambahan peng-ukuran output dan pengukuran konteks sampai pengukuran yang lebih tradisional terhadap input dan sumber daya, dan kedua dengan menumbuhkan minat terhadap 'faktor-faktor inputyang lunak' dan karakteristik proses.

Kecenderungan ketiga agaknya berhubungan dengan ke­cenderungan kedua, sejauh minat terhadap karakteristik proses diperhatikan. Secara tradisional, sistem indikator berkonsentrasi pada data tingkat makro, seperti rata-rata buta huruf secara na­sional, proporsi para murid yang sudah melewati ujian sekunder akhir mereka, sekolah dan lain- lain. Ketika kita berpikir ten­tang indikator proses sebagai mengacu pada prosedur atau teknik yang menentukan transisi input ke output, minat terhadap indi­kator proses ini secara alamiah menimbulkan minat terhadap apa yang berlangsung di sekolah. Maka, kecenderungan ketiga dalam mengkonseptualisasikan sistem indikator adalah untuk mengukur data di tingkat lebih besar dibanding satu tingkat agregasi (sistem nasional, sekolah, barangkali bahkan kelas), misalnya lihat Taeuber (1987) dan Scheerens et al. (1988).

Hal yang implisit dari paparan di atas adalah ide bahwa model konteks à input —> proses —> output (lihat Gambar 4), yang juga digunakan dalam mengkategorikan jenis-jenis faktor

103

Page 117: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

dalam penelitian tentang efektivitas pendidikan, merupakan skema analitik terbaik untuk mensistemaüsasikan pemikiran ten­tang indikator-indikator pendidikan.

Gambar 4. Model Konteks —> input—> proses —> output—> outcome dalam Pendidikan

Konteks

Misalnya permintaan konsumen, llngkungan sekolah, pengukuran kebijakan dì tìngkat administratif lebih friggi

1 Input

Kualifikasi sumber daya guru

Pro»«

Kurikuhim Organisasi sekolah Iklim sekolah

Output

Ukuran pretasi/ capaian

»

Outcome

Peroleh pekerjaan

Konteks Evaluatif, Tingkat Agregasi dan Dimensi Waktu; Menuju Konseptualisasi Indikator Pendidikan Lebih Lanjut

Konteks Evaluatif

Ada tiga konteks evaluatif berbeda di mana indikator pen­didikan dapat digunakan:

(a) Monitoring keadaan pendidikan di tingkat nasional atau distrik;

(b) Evaluasi program;

(e) Èvaluasi diri sekolah;

104

Page 118: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

Kadang-kadang indikator dapat digunakan untuk lebih dari satu konteks aplikasi pada saat yang bersamaan. Bagaimana cara indikator-indikator OECD digunakan adalah contoh monitor­ing di tingkat sistem nasional dengan keuntungan tambahan yang menarik dari informasi komparatif internasional, yang dapat digunakan sebagai 'standar tertinggi untuk mengetahui tingkat kualitas' ('benchmarks).

Jika pinjaman lunak dari organisasi internasional diguna­kan untuk reformasi sistem secara lúas atau reformasi dalam sub-sub sektor yang lengkap seperti pendidikan dasar atau me-nengah, evaluasi program sebagian besarnya akan bersesuaian dengan monitoring di tingkat sistem. Rancangan sederhana bagi evaluasi reformasi besar-besaran seperti itu adalah dua 'penemuan' sektor pendidikan, satu sebelum implementasi dan satu lagi segera setelah implementasi program. Dapat dikemuka-kan berdasarkan pengalaman masa lalu bahwa perbandingan internasional boleh jadi memberikan berbagai kemungkinan menarik bagi evaluasi proyek seperti itu, hingga tingkat tertentu sifat, konteks, dan time-frame proyek di negara-negara yang ber-beda dapat diperbandingkan. Ide lain dapat menggunakan be-berapa indikator OECD, dalam rangka menciptakan benchmark internasional untuk mengevaluasi sebuah keberhasilan proyek.

Sejauh indikator pendidikan didasarkan pada data yang dikumpulkan di tingkat agregasi lebih rendah dibanding sistem nasional, yaitu tingkat sekolah, guru dan murid, maka indika­tor-indikator tersebut dapat digunakan untuk tujuan evaluasi diri sekolah. Contoh sederhana adalah informasi umpan balik ke sekolah, dengan begitu kemudian sekolah dapat membanding-kan posisinya dengan indikator tertentu hingga rata-rata nasio­nal atau standar lainnya.

Kemungkinan menggunakan indikator-indikator tetap harus dipertimbangkan secara serius sebagai cara efisien untuk me-

105

Page 119: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

níngkatkan fungsi evaluasi di suatu negara, dengan demudan menyumbang bagi peningkatan sektor pendidikan.

TingkatAgregasi

Sistem pendidikan mempunyai struktur hierarkis dengan tingkat administratif yang 'nested'. Sistem indikator biasanya mengabaikan struktur hierarkis dengan menggunakan Statistik yang didefinisikan di tingkat nasional atau merupakan karakte-ristik formal dari sistem. Contohnya adalah: rasio murid/guru dihitung sebagai rasio semua murid atau semua guru di suatu negara, dan gaji guru ditetapkan atas dasar skala gaji yang ditentukan secara nasional.

Bahkan ketika mempertimbangkan penggunaan indikator hanya pada skala nasional, maka ada dua keuntungan utama untuk menggunakan data pada tingkat agregasi yang terrendah:

Data disaggregate yang memungkinkan adanya variasi pengujian antar unit-unit yang ada, misalnya, perbedaan antara sekolah dalam rata-rata keberhasilan pada ujian;

Data disaggregate yang memungkinkan penyesuaian lebih baik dan inferensi kausal yang lebih valid, contoh terbaik dalam pendidikan yang menggunakan apa yang disebut indikator capaian 'nilai tambah' didasarkan pada skor uji prestasi yang disesuikan dengan prestasi sebelumnya dan/ atau karakteristik latar belakang murid lainnya yang relevan.

Jika seseorang mencoba membangun suatu hubungan antara, katakanlah, karakteristik organisasi sekolah dan prestasi murid, data disaggregate pada tingkat murid diperlukan untuk melakukan análisis multi-level yang sesuai.

Terutama sekali ketika indikator-indikator yang digunakan untuk tujuan evaluasi program, keuntungan data disaggregate yang disebutkan di atas menjadi penting, karena mereka memberi-

106

Page 120: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

kan landasan yang baku untuk menjawab pertanyaan kausal tentang efektivitas program.

Keuntungan tambahan terakhir adaiah bahwa relevansi sis-tem indikator bagi tingkat administratif yang lebih rendali (mi-salnya distrik sekolah atau sekolah itu sendiri) meningkat ketika data disaggregate tersedia.

Time-frame

Meskipun tidak ada persoalan bahwa rancangan (quastj-eksperimental harus digunakan di mana saja yang memungkin-kan (bandingkan ide terkenal Campbell tentang 'Reformasi se-bagai Eksperimen,' Campbell, 1969), mereka seringkali tidak mungkin diterapkan {feasible).

Menggunakan indikator pendidikan dengan cara longitudi­nal, dengan jalan mana beberapa unit diukur di beberapa poin waktu, merupakan alternatif yang viable bagi eksperimentasi.

Fungsi Indikator bagi Proses Pendidikan

Dalam bagian ini pandangan yang paling dekat akan ditetap-kan pada indikator-indikator proses, dan yang mencerminkan kondisi lunak proses transformasi dasar dalam pendidikan akan diberikan tempat penting (lihat Gambar 4). Berfungsinya orga-nisasi sekolah, dan pembelajaran serta pengajaran di tingkat kelas, merupakan contoh proses transformasi pendidikan seperti itu.

Secara umum dapat dikatakan bahwa indikator-indikator proses seperti itu memberi beberapa keterangan kepada apa yang terjadi dalam 'kotak cetakan' ('block box') pendidikan. Indika­tor-indikator proses sangat menarik dari sudut pandang kebi-jakan dan manajemen, karena mereka mengacu pada kondisi

107

Page 121: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

yang merupakan perangkat lunak dan, dengan demikian, meru-pakan subyek kebijakan yang aktif untuk meningkatkan pendi-dikan.

Jelas bahwa dasar pengetahuan bagi penelitian tentang efek-tivitas sekolah dianggap sebagai dasar pemikiran yang kemung-kinannya lebih besar untuk mengidentifikasi dan menyeleksi berbagai indikator proses. Karena itu, berbagai indikator proses akan dipilih mana saja indikator yang menunjukkan asosiasi positif dengan output dan outcome pendidikan.

Idealnya, berbagai indikator proses seperti itu harus mampu memprediksi output (sebagaimana dalam 'fungsi produksi pen­didikan': peningkatan kondisi 'proses' memprediksi peningkat-an output menurut fungsi yang tepat). Jika pengetahuan instru­mental seperti itu lengkap, maka sudah sepantasnya indikator-indikator proses dapat digunakan sebagai pengganti indikator oupuL Dengan adanya kenyataan bahwa fungsi produksi pendi­dikan diperdebatkan dan, lebih umum, pengetahuan tentang efektivitas sekolah 'tidak lengkap', untuk mengatakan kurang (lihat bab sebelumnya), penafsiran instrumental yang kuat se­perti itu tidak realistis.

Masalah ini menyisakan dua kemungkinan lanjutan bagi penggunaan berbagai indikator proses:

* Sebagai 'tambahan' bagi indikator output, dengan jalan mana pada masing-masing dan setiap situasi penggunaan indika-tor-indikator tersebut, asosiasi antara indikator proses dan output harus digali dengan maksud 'menjelaskan' perbeda-an dalam outcome antar sekolah-sekolah yang ada dan antar sistem pendidikan yang diterapkan;

Penafsiran yang lemah tentang instrumentalitas, di mana indikator-indikator proses harus dilihat sebagai contoh praktik yang baik dalam pendidikan, dan, dalam hai ini,

108

Page 122: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

dapat menimbulkan pertimbangan nilai tentang mutu pen-didikan bahkan dalam absennya data output.

Dalam konteks evaluasi program, indikator-indikator proses kadang-kadang didefinisikan sebagai alat perikasa atas imple­mentasi aktual program. Tafsir atas indikator-indikator proses dengan mudah dapat didamaikan dengan satu penafsiran yang digunakan dalam bagian ini. Pemeriksaan atas implementasi merupakan hai yang sangat mendasar dan merupakan jenis ad­ministratif monitoring, sedangkan indikator-indikator proses, sebagaimana didefinisikan di atas, mengacu pada proses kausal yang lebih umum mengenai berfungsinya organisasi serta penga-jaran dan pembelajaran. Ketika indikator proses telah diguna­kan dan penerapannya di atas di periksa, indikator-indikator tersebut akan memberi banyak informasi tentang mengapa pro­gram (yang diimplementasikan) itu dapat bekerja. Gambar 5 mengilustrasikan hai ini.

Gambar 5. Penggunaan Indikator-indikator Proses dalam Konteks Evaluasi Program

Input Program

Ketika evaluasi program -sebagaimana dibandingkan de­ngan 'monitoring'—merupakan konteks evaluatif, maka kedua jenis indikator proses dapat digunakan berdampingan dengan satu sama lain.

Tingkat implementasi input-input program

Proses transformasi yang mengikuti program

109

Page 123: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

Contoh-contoh Berbagai Indikator Proses Sekolah

Keterlibatan masyarakat

Tingkat keterlibatan nyata orangtua dalam berbagai kegiat-an sekolah (proses pengajaran dan pembelajaran, kegiatan ekstra-kurikuler dan kegiatan yang mendukung)* ;

Prosentase total anggaran sekolah tahunan yang diperoleh dari masyarakat lokal* *;

Sejumlah dewan sekolah lokal yang secara bijaksana mem-perhatikan kondisi kerja guru.

Sumber Daya Manusia dan Keuangan

Rata-rata tahun pengalaman guru per sekolah;

Rasio murid/guru tingkat sekolah*;

Rata-rata ukuran kelas per sekolah*;

Proporsi guru yang memiliki kualifikasi secara formal per sekolah**;

'Overhead' manajerial sekolah (fte kepala sekolah dan deputy kepala sekolah) per 1,000 siswa)*.

Kebijakan Berorientasi Prestasi

Apakah sekolah menyusun standar prestasi atau tidak;

Sejuhmana sekolah mengikuti karir murid setelah mereka meninggalkan sekolah;

Apakah sekolah melaporkan hasil prestasi/capaian ke konsütuen lokal atau tidak.

110

Page 124: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

Kepemimpinan Pendidikan

Jumlah waku yang habiskan kepala sekolah untuk mengu-rus masalah pendidikan, dibandingkan dengan tugas admin­istratif dan lainnya*;

• Apakah kepala sekolah menghargai kinerja guru** atau tidak;

• Jumlah waktu yang didedikasikan bagi isu-isu instruksional selama pertemuan staf*.

Kontinuität dan Konsensus di antara Para Guru

Jumlah perubahan staf pada période tertentu*;

• Kehadiran atau ketidakhadiran kelompok kerja atau depar-temen bagi mata pelajaran sekolah yang berbeda (di seko-lah-sekolah menengah);

Frekuensi dan durasi pertemuan formal dan informal*.

Iklim yangNyaman dan Rapih

• Statistik tentang angka ketidakhadiran dan pelanggaran;

RatingàisvpYm sekolah yang diberikan kepala sekolah, guru dan murid.

Penggunaan Waktu yang Efisien

Total waktu pengajaran dan waktu per bidang mata pelajar­an;

Rata-rata hilangangnya waktu per jam pengajaran (berkait-an dengan organisasi, perpindahan ke ruangan, lokasi, gangguang yang berbeda-beda);

Prosentase pelajaran 'yang tidak diberikan' atas dasar tahunan.

Ill

Page 125: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

Kesempatan untuk Belajar

Ratingguxu atau murid tentang apakah masing-masing item uji prestasi diajarkan atau tidak.

Evaluasi Kemajuan Belajar Murid

Frekuensi tes-tes khusus-kurikulum pada tiap-tiap tingkat kelas*;

• Frekuensi tes-tes prestasi yang distandarisasikan*;

• Guru yang betul-betul menggunakan hasil tes*.

Rating mutu pengajaran

Mutu pengajaran sebagaimana ài-rating oleh kelompok (guru-guru lainnya);

• Mutu pengajaran sebagaimana di-rating oleh para siswa.

Evaluasi Diri Sekolah

Meningkatnya evaluasi diri sekolah di negara-negara Eropa selama dekade yang lalu memiliki asal usui kemasyarakatan dan ilmiah. Desentralisasi sistem pendidikan, seperti kebijakan resmi di banyak negara, telah membangkitkan minat yang meningkat terhadap akuntabilitas, responsifitas dan peningkatan diri seko­lah. Perkembangan ilmiah mengimbangi kecenderungan ini, pada satu sisi melalui perluasan metodologi evaluasi pendidik­an, dan pada sisi lain, melalui konseptualisasi dan penelitian dalam bidang efektivitas sekolah dan peningkatan sekolah. Sebelum fondasi lebih rinci mengenai definisi evaluasi diri se­kolah diberikan, definisi kerja yang viable adalah bahwa eva-

* Operasionalisasi tersedia dalam OECD/INES ** Operasionalisasi tersedia dalam Belize School Effectiveness Study

112

Page 126: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

luasi diri sekolah sendiri berkenaan dengan jenis evaluasi pen-didikan di tingkat sekolah yang diprakarasi dan setidaknya sebagiannya dikontrol oleh sekolah itu sendiri.

Defittisi

Ada empat kategori utama aktor di semua jenis evaluasi, terma-suk evaluasi sekolah:

A. Kontraktor, pemberi dana dan pemrakarsa evaluasi;

B. Staf (profesional) yang melakukan evaluasi;

C. Individu-individu dalam situasi obyek, yang memberikan data;

D. Klien atau pengguna atau audiens hasil evaluasi.

Kategori A dan D sebagiannya ada yang tumpang tindih, dalam pengertian bahwa kontraktor juga hampir selalu adalah 'pengguna', meskipun mereka boleh jadi bukanlah satu-satunya kategori pengguna. Misalnya, departemen tertentu di Kemen-terian Pendidikan boleh jadi adalah kontraktor dan pengguna evaluasi program tertentu, meskipun kelompok penting lainnya, seperti anggota parlemen dan pembayar pajak, juga bisa diang-gap sebagai audiens yang relevan.

Jika semua audiens ini diletakkan dalam situasi dalam unit organisasi yang merupakan obyek evaluasi, maka kita berbicara tentang evaluasi internal. Bahkan jika unit atau team khusus di-ciptakan untuk evaluasi dalam unit organisasi, namun tidak ber-hubungan dengan 'bagian produksi/pelayanan' proyek (Nevo, 1995; him. 48), klasifikasi evaluasi 'internal' akan diterapkan.

Kemudian, pembedaan bisa dibuat antara dua jenis eva­luasi eksternal:

(a) Ketdka kontraktor, evaluator dan klien semuanya berada di luar unit yang sedang dievaluasi;

113

Page 127: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

(b) Ketika unit yang dievaluasi memprakarsai dan mengontrak evaluasi ke evaluator eksternal, dan penggunanya boleh jadi baik internal secara eksklusif maupun internal dan eksternal dari obyek yang dievaluasi.

Perlu dicatat bahwa pembedaan antara evaluasi internal dengan unit evaluasi internal yang terspesialisasi, dan evaluasi eksternal di mana unit (sekolah) yang memprakarsai evaluasi itu, adalah semata-mata bergantung pada í£#ínginstitusional dari evaluator.

Kini evaluasi diri sekolah [school self-evaluation) didefinisikan secara sederhana yaitu sebagai jenis evaluasi sekolah internal di mana kaum profesional yang bertanggung jawab atas program atau pelayanan inri organisasi (yaitu guru dan guru kepala) me-lakukan evaluasi terhadap organisasi mereka sendiri (yaitu se­kolah).

Definisi evaluasi diri sekolah sendiri analog dengan definisi 'laporan diri' (self report) berikut, yang dinyatakan oleh Newfeld (1990): "Laporan diri (self report) mengacu pada produk yang dihasilkan oleh teknik pengukuran apa saja di mana individu diinstruksikan berperan baik sebagai penilai maupun pengamat serta sebagai obyek penilaian atau pengamatan" (Newfield, 1990, him. 146).

Bergantung pada posisi internal atau eksternal pengguna evaluasi (D), evaluasi diri sekolah sendiri (school self-evaluation) dapat dilihat sebagai (internal D) yang berorientasi peningkat-an atau (eksternal D) berorientasi akuntabilitas.

Jenis Evaluasi Diri Sekolah Sendiri (School Self-Evaluation)

(a) Derajat orientasi internal versus eksternal

Evaluasi diri sekolah (school self-evaluation) bisa berbeda-beda, bergantung pada apakah evaluasi itu 'tidak ada hubungan-

114

Page 128: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

nya' ('spin-offs') dengan evaluasi eksternal atau sepenuhnya ditentukan secara internal. Kategori-kategori berikut dapat dìbedakan, yang berubah-ubah dari eksternal ke internai:

• Evaluasi diri sekolah (school self-evaluation) yang merupakan hai yang tidak ada hubungannya (spin-offs) dari program penilaian tingkat nasional atau distrik, di mana hasil belajar di sekolah merupakan umpan balik terhadap sekolah itu sendiri;

• Evaluasi diri sekolah (school self-evaluation) yang menyajikan kegunaan internal dan eksternal dan tunduk pada meta-eva-luasi oleh inspektorat;

• Evaluasi diri sekolah (school self-evaluation) yang secara eks-plisit bertujuan memberi informasi kepada konstituen eksternal dan juga bagi proses peningkatan sekolah;

Evaluasi diri yang merupakan bagian dari program pening­katan yang melibatkan sejumlah sekolah (evaluasi mungkin mempunyai tujuan tambahan untuk menilai pengaruh proyek peningkatan sekolah secara keseluruhan);

• Evaluasi diri yang dirancang oleh sekolah itu sendiri.

West dan Hopkins (1997) mendefinisikan lebih jauh tentang orientasi evaluasi bagi peningkatan sekolah. Keduanya membedakan antara:

Evaluasi dari peningkatan sekolah. Dalam kasus ini outcome dari usaha-usaha peningkatan atau kejituan dari implemen­tasi proses dilakukan fokus. Evaluasi sekolah mempunyai orientasi sumatif.

• Evaluasi ¿agi peningkatan sekolah. Dalam kasus ini evaluasi digunakan selama proses peningkatan sekolah dalam rangka membentuk proses ini lebih jauh. Orientasi ini bersifat formatif dan bukan sumatif.

115

Page 129: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

Evaluasi sebagai peningkatan sekolah. Dalam kasus ini eva-luasi dan proses peningkatan adalah satu dan sama. Barang-kali istilah 'action research' merupakan ekspresi terbaik dari orientasi ini. Penulis akan menafsirkannya dengan meng-eksploitasi potensi refleksif dari proses evaluasi. Misalnya, semata fakta bahwa team-team sekolah melihat pada prio-ritas dan metode untuk menearía kekuatan dan kelemahan dari berfungsinya sekolah, yang dapat mengarah pada pe­ningkatan rasa kesadaran yang meningkat akan tujuan pen-didikan dan kerjasama antar staf.

Gambar 6 menggabungkan lima orientasi internal/eksternal dengan pembedaan West dan Hopkins sebagaimana telah disajikan di atas.

Gambar 6. Kategori-kategori Evaluasi diri-sekolah (school self-evaluation) yang ditentukan oleh Orientasi Internal versus Eksternal dan Jenis Asosiasi Evaluasi Sekolah dan Peningkatan Sekolah

Orientasi internal versus eksternal

Evaluasi diri sekolah sebagai hai yang terpisah (spin-oß dari evaluasi sekolah eksternal

Evaluasi diri sekolah bagi tujuan internal dan eksternal, dimonitor dari tingkat pusat (yaitu inspektorat)

Evaluasi diri sekolah bagi tujuan internal dan eksternal

Evaluasi diri sekolah sebagai evaluasi Program peningkatan sekolah yang melibatkan lebih dari satu sekolah

Distinga versus integrasi evaluasi dan peningkatan

Evaluasi peningkatan sekolah; satu rancangan bagi beberapa sekolah

116

Page 130: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

Evalua» diri yang dirancang bagi Bagi masing-masing sekolah

Evaluasi peningkatan sekolah (satu sekolah)

Evaluasi peningkatan sekolah (formatif, satu sekolah)

Evaluasi sebagai peningkatan sekolah (penelitian tindakan, satu sekolah)

(b) Pilihan ukuran untuk menilai efektivitas organisasi

Sebagaimana dijelaskan secara rinci pada Bab I, model teori organisasi seperti juga model efektivitas sekolah dilihat sebagai hanya salah satu dari beberapa perspektif efektivitas. Perspektif efektivitas, di mana model efektivitas sekolah telah cocok, dirujuk sebagai model tujuan rasional, di mana produktivitas dan efisiensi merupakan ukuran pokoknya.

Model alternatif adalah: model sistem terbuka, dengan per-tumbuhan dan tambarían sumber daya sebagai kriteria efektivi­tas; model hubungan manusia, dengan pengembangan sumber daya manusia sebagai kriteria pokok; dan model proses internal, di mana stabilitas dan kontrol merupakan isu utama. Quinn dan Rohrbaugh (1983) menggambarkan empat model ini sebagai ditentukan oleh dua dimensi: satu yang menampi lkan fleksibelitas versus kontrol sedangkan yang satu lagi yang mere-presentasikan orientasi internai versus ekstemal (lihat Gambar 7 di bawah).

117

Page 131: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

Gambar 7. Tipologi model efektivitas.

Model Relasi Manusia

Maksud: kohesi, moral Fleksibilitas

Hasil: pengembangan sumber daya manusia

Model Sistem Terbuka

Maksud: fleksibilitas, kesiapan

Hasil: pertumbuhan, tamba­rían sumber daya

Internal

Maksud: manajemen informasi, komunikasi

Hasil: stabilitas, kontrol

Kualitas output

Kontrol Model Proses Internal

Eksternal

Maksud: perencanaan, latar tujuan

Hasil: produktivitas, Efisiensi

Model Tujuan Rasional

Dan kerangka ini, indikator-indikator proses tambahan bagi berfungsinya sekolah boleh jadi dihasilkan.

Sejauh model tujuan rasional diperhatikan, harus dicatat bahwa model ini tidak menetapkan sasaran pendidikan mana yang relevan. Di samping pengetahuan dan ketrampilan dalam subjek sekolah dasar, tujuan pendidikan lainnya boleh jadi dikenali. Dua kategori penting dari sasaran pendidikan yang lainnya adalah pengembangan sosial, emosional dan mora/pada satu sisi dan pengembangan ketrampilan kognitif umum pada sisi lain. Demi kepentingan kami, kategori-kategori tujuan pendidikan tersebut (selanjutnya ketrampilan-ketrampilan kognitif dasar difokuskan pada dalam penelitian tentang efektivitas sekolah secara empiris) relevan dalam hai bahwa mereka agaknya mung-

118

Page 132: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

kin memerlukan pendekatan pengajaran yang berbeda dan rancangan organisasional sekolah yang berbeda-beda dibanding variabel-variabel proses yang ditunjukkan pada perkara dalam model efeküvitas sekolah tradisional (Scheerens, 1994).

Menurut Goodlad dan Anderson (1987), multi-age dan in­ter-age grouping memiliki keuntungan meningkatkan pengem-bangan sosial dan emosional dan juga efektif dalam merealisa-sikan tujuan pendidikan tradisional. Kerugian dari suasana yang berorientasi prestasi yang kompetitif harusnya dimodifikasi oleh rancangan organisasional tersebut, sementara kerugian motiva-sional promoting dan non-promoting sebagaimana dalam sistem yang bertingkat {gradea) dicegah. Non-grade\dness dan team-teach­ing dilihat sebagai cara merealisasikan pengajaran yang bersifat adaptif dan terpadu, rute pembelajaran yang terus-menerus. Pendekatan seperti itu dianggap dapat menyumbang pada tingkat kenyamanan dan kebahagiaan siswa di sekolah.

Para psikolog pendidikan semakin menekankan penting-nya pembelajaran yang mengatur diri sendiri {self-regulated learn­ing) dan meta-kognisi. Ketrampilan kognitif bersifat 'bebas mata pelajaran' ('subject-freé) dapat dikembangkan dengan program yang mengajarkan bagaimana cara memperoleh pengetahuan ('learning to karri).

Model hubungan manusia sangat concern dengan kepuasan kerja guru. Louis dan Smith (1990) mengidentifikasi tujuh 'kualitas indikator kehidupan kerja':

• Penghormatan dari masyarakat yang relevan, seperti adminis­trator di sekolah dan distrik, orangtua, dan masyarakat se­cara lúas;

• Partisipasi dalam pembuatan kebijakan, yang meningkatkan rasa pengaruh guru atau kontrol atas suasana kerja mereka;

119

Page 133: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

• Interaksi profesional yang bersifat mendorong dan sering di antara kelompok/wr (misalnya kerja bersama/hubungan kolegial) dalam sekolah;

Struktur dan prosedur yang menyumbang kepada rasa kemanjuran yang ünggi (misalnya, mekanisme yang memung-kinkan guru mendapat umpan balik akurat dan sering tentang kinerja mereka dan pengaruh spesifik dari kinerja mereka pada pembelajaran siswa) ;

• Kesempatan untuk menggunakan pengetahuan dan ketrampilan yang ada secara maksimal dan serta memperoleh pengetahu­an dan ketrampilan baru (pengembangan diri); kesempat­an untuk bereksperimen;

Sumber daya yang memadai untuk melakukan pekerjaan; lingkungan kerja fisik yang teratur dan nyaman dihuni [pleas-anij;

Rasa kecocokan antara tujuan personal dengan tujuan sekolah (alienasi yang rendah).

Faktor lainnya yang juga mungkin menyumbang pada kepuasan guru adalah diferensiasi tugas, kemungkinan promosi yang jelas (sungguhpun hai ini biasanya terbatas) dan insentif keuangan, meskipun pendekatan ini terbukti counter-productive, menurut beberapa pengarang (McLaughlin dan Meiling Yee, 1988).

Model sistem terbukamenekaiikaxi responsivitas sekolah sesuai dengan kondisi lingkungan yang mengitarinya. Ini berarti, di satu sisi, organisasi sekolah dapat menciptakan tiang penyangga {buffer) yang efektif terhadap ancaman eksternal dan di sisi lain, bahwa sekolah dapat memanipulasi lingkungan mereka sampai tingkatan bahwa berfungsinya mereka sendiri tidak hanya terlindungi melainkan juga ditingkatkan. Di beberapa negara (misalnya Belanda) regulasi eksternal bagi sekolah sangat longgar dan otonomi sekolah ditingkatkan. Keadaan masalah ini mem-

120

Page 134: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

berikan kemungkinan bam, tetapi juga mengkonfrontasikan se-kolah dengan keperluan baru, seperti melakukan kebijakan ke-uangan mereka sendiri.

Perkembangan demografis (beberapa orang) mungkin me-maksa sekolah untuk aktif mendorong pendaftaran siswa dan 'pemasaran sekolah'. Perkembangan dalam teknologi pendidik-an, inisiatif bagi inovasi pendidikan dan tingkat administrasi lebih tinggi dan juga keperluan akuntabilitas dapat dilihat sebagai kekuatan eksternal tambaban yang menantang kesiapan seko­lah untuk berubah.

Dalam suatu studi Belanda, Gooren (1989) menemukan bukti bagi dikotomi sekolah yang didasarkan pada apakah me­reka bisa atau tidak menghadapi keperluan eksternal baru ini. Sekolah yang dapat menghadapi lebih sering memiliki kepe-mimpinan yang kuat atau struktur kolegial, kontras dengan se­kolah yang tidak biasa menghadapi yang berkaitan dengan citra organisasi sekolah yang tersegmentasi, terpaksa kehilangan pa-sangan (loosely-coupled).

Kapasitas sekolah untuk menghadapi tuntutan yang sema-kin meningkat dan lingkungan yang dinamis digambarkan da­lam istilah seperti 'potensi penentu kebijakan sekolah' dan 'kapa­sitas sekolah memperbaharui diri. Karakteristik organisasi sekolah yang dianggap menyumbang kepada kapasitas ini adalah:

• Kepemimpinan (juga dalam pengertian entrepreneurship);

• Kolegialitas;

Kapasitas untuk evaluasi diri dan pembelajaran (lihat mi-salnya gambaran Morgan tentang organisasi pembelajaran - Morgan, 1986, Bab 4);

Kegiatan pemasaran sekolah yang jelas;

121

Page 135: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

Keterlibatan orangtua yang kuat;

Posisi batas-jangkauan {boundary-spanning);

Dukungan agen perubahan ekstemal.

Indikator yang mewakili keberhasilan responsivitas adalah jumlah pendaftaran dan karakteristik bangunan serta peralatan.

Sementara model hubungan manusia menekankan diri pada aspek sosial dan kultural dari 'apa yang dipertahankan organi-sasi secara bersama-sama', model proses internalyang mencermin-kan keasyikan dengan formalisasi dan struktur. Dari perspektif ini, faktor-faktor berikut ini sangat menarik:

Dokumen perencanaan yang eksplisit (seperti kurikulum sekolah, rencana pengembangan sekolah);

Aturan disiplin yang jelas;

• Formalisasi posisi;

Kontinuitas dalam kepemimpinan dan staffing,

Kurikulum terpadu (koordinasi lintas tingkat kelas {over grades)).

Indikator-indikator yang mewakili stabilitas organisasi sekolah adalah rata-rata tingkat kehadiran, jumlah période pengajaran yang tidak diberikan, dan gambaran tentang konti­nuitas dalam staffing

Indikator-indikator Kualitas

Gagasan tentang indikator-indikator proses tambahan yang didasarkan pada treatmentyang lebih komprehensif tentang efek-tivitas organisasi diringkas dalam Gambar 8 (indikator-indikator proses yang disimpulkan dari model penelitian tentang efektivi-tas sekolah yang lebih sempit juga dimasukkan).

122

Page 136: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

Gambar 8. Faktor-faktor Tambahan bagi indikator-indikator proses yang di-hasilkan dari kerangka Quinn dan Rohrbaugh

Model hubungan manusia

Kualitas indikator kehidupan kerja penghormatan

- partisipasi dalam pembuatan kebi-jakan

- interaksi profesional - umpan balik kinerja

kesempatan menggunakan ketrampilan

- sumber daya - tujuan personal/organisasi yang

cocok

Model proses internal

- dokumen perencanaan - aturan disipliner - sistem informasi manajemen - formalisasi posisi - kontínuitas dalam staffing dan ke-

pemimpinan - kurikula terpadu - rata-rata kehadiran - pelajaran 'yang tidak diberikan'

Model sistem terbuka

- entrepreneurship kolegialitas

- kapasitas bagi pembelajaran dan evaluasi diri

- aktifitas pemasaran sekolah yang jelas

- keterlibatan orangtua - posisi batas jangkauan [boundary-

spanning) - agen perubahan ekstemal - jumlah pendaftaran siswa - sumber daya (bangunan, peralatan)

Model tujuan rational

(Penditian tentang efektivitas sekolah) - kepemimpinan pendidikan - etos berorientasi sukses - monitoring kemajuan siswa - waktu tugas - muatan dijangkau (kesempatan

belajar)

(Seperangkat tujuan pendidikan lebih bias) - tidak bertingkat (non-gradedness) - pengajaran team - individualisasi, diferensiasi - rute pembelajaran yang kontinu - waktu dihabiskan untuk pengem-

bangan sosial, emosional, dan moral

- kegiatan 'belajar untuk belajar' - pengujian diagnostik

123

Page 137: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

Taksonomi Evaluasi Sekolah, Metode, Aktor4 dan Obyek yang Berbeda-beda

Ketika evaluasi sekolah dalam pengertian luas - bukan eva­luasi diri sekolah [school self-evaluation) yang eksklusif-dipertim-bangkan, dan ketika metode dibedakan atas dasar aktor dan obyek evaluasi, seperangkat pendekatan lebih yang ekstensif dapat dibedakan menjadi:

Metode Evaluasi, Ketika Murid adalah Obyek:

Prosedur informal evaluasi tugas pembelajaran, penilaian [marking] [guru];

Tes kemajuan berkaitan dengan kurikulum bagi subjek ber-beda (yaitu tes yang tidak distandarisasikan) [guru] ;

Presentasi semi-formal tugas pembelajaran yang dikomplit-kan seperti portofolio [guru]

Penilaian otentik, yaitu ketika kemajuan murid dievaluasi dalam kondisi natural [guru, sekolah] ;

Sistem monitoring murid mengenai tes dan penugasan [as­signment) yang distandarisasikan [sekolah]

Sertifikasi (tidak perlu dengan diploma) [pemerintah pusat];

Tes penilaian yang diprakarsai di tingkat sekolah atas [otoritas lokal, regional atau nasional].

Metode Evaluasi, Ketika Guru adalah Obyek:

Metode formal persetujuan guru [dewan sekolah, pimpinan sekolah, inspektur];

Metode informal persetujuan guru [dewan sekolah, pimpinan sekolah];

4 Aktor ditunjukkan di antara tanda kurung persegi

124

Page 138: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

Evaluasi guru dengan menggunakan observasi kualitas instruksi [manajemen sekolah senior];

Ratingkualitas pengajaran oleh siswa [siswa].

Melode Evaluasi, Ketika Sekolah (atau departemen dalam suatu Sekolah) adalah Obyek:

• Diagnosis sekolah dalam bentuk apa yang disebut 'GRIDS' yang bergantung pada pendapat dan persetujuan diri staf sekolah [pimpinan sekolah, departemen];

• Sistem informasi manajemen sekolah, misalnya registrasi ketidakhadiran yang terkomputerisasikan [manajemen se­kolah dan tingkat administrasi lainnya];

Sistem evaluasi diri sekolah terpadu di mana penilaian proses sekolah digabungkan dengan penilaian prestasi murid [ma­najemen sekolah, kepala departemen] ;

Apa yang disebut 'komite visitasi', dengan jalan mana ke-lompok peer (misalnya kolega dari sekolah lain) penyaring-an dan evaluasi suatu sekolah [serikat sekolah];

• Akreditasi, dengan jalan mana perusahaan swasta eksternal menyaring aspek-aspek berfungsinya sekolah yang meng­gunakan seperangkat standar formal [agen swasta];

Inspeksi, penilaian kualitatif atau semi-kualitatif oleh inspektur sekolah [Inspektorat] ;

Indikator tingkat sekolah atau data kunci (monitoring seko­lah) [manajemen sekolah dan tingkat administrasi lainnya];

• Penilaian dan penelitian pasar sekolah dalam lingkungan-nya yang relevan, misalnya berkenaan dengan harapan ten-tang pendaftaran ke depan [lembaga penelitian eksternal];

• Tinjauan sekolah eksternal oleh [lembaga konsultansi swasta].

125

Page 139: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

Metode Evaluasi, Ketika Sistem Sekolah adaiah Obyek:

• Penilaian nasional [pemerintah nasional];

Evaluasi program [pemerintah nasional] ;

Proyek indikator pendidikan [pemerintah nasional].

Ringkasan dan Kesimpulan; Apa yang Dapat Diterapkan di Negara-negara Sedang Berkembang

Presentasi mengenai indikator dan evaluasi diri sekolah [school self-evaluation) memberikan banyak pilihan untuk mem-bentuk fungsi evaluasi di suatu negara. Sebelum menoleh ke subyek utama, yaitu penggunaan indikator-indikator proses se­kolah yang diidentifikasi atas dasar penelitian tentang efektivi-tas sekolah, beberapa pengamatan akan dilakukan mengenai isu prioritas dan implementasi 'konteks evaluasi' lebih besar ini. Sebagian besar bukti mengenai pengalaman di Eropa, dan se­cara khusus hasil dari tiga proyek penelitian yang didanai oleh Komisi Eropa: proyek EEDS [Evaluation of Educational Estab­lishments - Van Amelsvoort et al., 1998); proyek INAP [Innova­tive Approaches to School Self-Evalution -Tiana (Ed.), (1999) dan proyek EVA [Quality Evolution in School Education -misalnya Hingel dan Jakobson, 1998). Ketiga proyek tersebut memberi­kan informasi yang ekstensif tentang studi kasus mengenai ke-giatan evaluasi diri sekolah di negara-negara Eropa.

Mempertimbangkan Kembali Dimensi InternaUEksternal

Proyek EEDS dan INAP menemukan bukti bahwa pada prakteknya semua kasus yang dikaji di lima negara (Skotlandia, Inggris dan Wales, Spanyol, Itali dan Belanda) merupakan daya pendorong eksternalyang sangat kuat bagi proyek evaluasi seko­lah yang sedang dibahas. Proyek yang dikaji biasanya merupa­kan bentuk cangkokan [hybridd) di mana elemen internal dan

126

Page 140: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

eksteraal dihadirkan sekaligus. Dalam semua kasus jaringan se-kolah dikolaborasikan dalam kegiatan evaluasi (diri) sekolah. Sebagian besar prakarsa berasal dari unit-unit sekolah di atas, otoritas pendidikan di tingkat lokal, di kotamadya atau agen pendukung di tingkat regional. Di semua kasus sekolah-sekolah memperoleh dukungan eksternal dan biasanya menggunakan instrumen yang dikembangkan secara eksternal. Dalam sebagaian kecil kasus sekolah-sekolah mengadaptasi instrumen-instrumen yang dikembangkan secara eksternal atau mengem-bangkan instrumennya sendiri dengan bantuan para ahli eksternal.

Buktd yang diperoleh dari proyek EVA memberikan contoh lebih banyak mengenai inisiaüf berbasis sekolah yang murni, meskipun dukungan eksternal biasanya juga hadir dalam kasus ini.5

Realitas evaluasi diri sekolah (schoolself-evaluation), terutama sekali di negara-negara di mana praktik ini merupakan fenome-na sangat mutakhir, merupakan 'evaluasi eksternal dengan tingkat partisipasi sekolah yang semakin meningkat' dan bukan merupakan evaluasi diri sekolah yang genuin. Sejauh ini, pra­karsa dan strategi implementasi yang paling umum di Eropa tampaknya merupakan hai terpisah (spin-qffj dari jenis evaluasi sekolah yang diprakarsai secara eksternal.

Meskipun demikian, ada contoh berbasis sekolah lain yang lebih genuin. Mengacu pada contoh lebih awal, contoh sekolah dasar Belanda yang membeli sendiri sistem monitoring untuk murid mereka, merupakan kasus yang menarik. Ada juga bebe-rapa pengalaman sangat positif di mana sekolah bekerja sama

5 Hasil ini hingga tingkat tertentu mencerminkan fokus, atau bias sam­pling, dari studi ini dimana EEDS dan INAP menarik sampel proyek evaluasi diri, sedangkan EVA menarik sampel sekolah itu sendiri di masing-masing negara Uni Eropa.

127

Page 141: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

dengan para ahli eksternal untuk menentukan skala prioritas dan standar bagi evaluasi diri sekolah (school self-evaluation) (MacBeath, 1999; Schreens, 1999). Contoh terakhir ini cenderung ke arah apa yang digambarkan West dan Hopkins dengan evaluasi seba-gai metode peningkatan sekolah (West dan Hopkins, 1997).

Relevansi pengalaman ini bagi negara-negara sedang berkembang ada dua:

Pertama, evaluasi diri sekolah [school self-evaluation) dapat dimulai sangat baik dengan mengeksploitasi keterpisahan dari evaluasi eksternal, seperti sistem monitoring nasional atau eva­luasi proyek pengembangan. Prasyarat bagi praktik tersebut adalah ketersediaan informasi di tingkat agregasi lebih rendah (sekolah, kelas) dan pengukuruan khusus yang diambil untuk mengetahui umpan balik informasi ini ke sekolah dengan suatu cara yang lebih komprehensif.

Kedua, pengenalan dasar dan bentuk-bentuk sampel eva­luasi diri sekolah [school self-evaluation) ke sekolah-sekolah di negara-negara sedang berkembang dapat digunakan sebagai cara praktis dan sangat mungkin [feasible) untuk membawakan proses refleksi diri dan peningkatan sekolah. Bagaimanapun, praktik terakhir ini, akan mensyaratkan kader lokal dari staf yang men-dukung, misalnya inspektorat.

Dukungan Eksternal

Dalam semua kasus yang digambarkan dalam studi Uni Eropa, ada beberapa macam dukungan eksternal bagi sekolah yang berpartisipasi dalam proyek evaluasi diri sekolah. Jenis dukungan yang diperlukan, seperti hai yang memang sudah selayaknya, bergantung pada jenis evaluasi diri sekolah yang dipilih. Dua area dukungan utama adalah dukungan teknis dan manajemen, karena penciptaan dan pemeliharaan kondisi or-ganisasi diperlukan bagi penggunaan evaluasi diri yang efektif.

128

Page 142: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

Dalam kasus di mana evaluasi diri sebagian besarnya merupa-kan sesuatu yang terpisah (spin-off) dari evaluasi eksternal yang melibatkan banyak sekolah, data akan diproses dan dianalisis secara eksternal. Upaya khusus perlu dibuat untuk menarik data umpan balik ke sekolah itu sendiri dengan cara yang dapat diakses dan dipahami. Dalam situasi seperti ini, sekolah juga akan memerlukan beberapa petunjuk untuk dapat menafsirkan hasil serta aplikasi standar dan benchmark.

Ketika pilihan dan pengembangan metode-metode evaluasi merupakan evaluasi yang lebih menekankan proses bottom-up, sekolah akan memerlukan petunjuk teknis dalam merancang macam-macam pendekatan, metode dan instrumen yang me-mungkinkan serta dalam teknologi pengembangan instrumen. Sebagaimana dikatakan sebelumnya, aktifitas kerjasama seperti itu, hingga tingkat tertentu, merupakan kegiatan peningkatan sekolah dengan bertumpu pada hak-haknya sendiri sebagaimana mereka mendorong team sekolah untuk bekerjasama dalam merefleksikan tujuan utama dan metode pendidikan dengan jelas.

Dukungan manajemen diperlukan untuk menciptakan dan memelihara kondisi organisasi yang diperlukan untuk melaku-kan evaluasi diri sekolah (schoolself-evaluation). Sebetulnya imple­mentasi evaluasi diri sekolah (school self-evaluation) dapat dilihat sebagai proses pembaruan (innovatory), di mana semua prinsip praktik yang baik diterapkan, satu hai bahwa peran kepala se­kolah adalah penting. Aspek lainnya termasuk mengupayakan keterlibatan semua staf dan konstituen eksternal. Keperluan or­ganisasi mendasar bagi pelaksanaan evaluasi diri sekolah (school self-evaluation) yang baik adalah institusionalisasi beberapa macam forum di mana para staf bisa bertemu untuk merancang kegiatan evaluasi dan mendiskusikan hasil.

Dalam banyak kasus, dan di samping dukungan teknis dan manajerial, sekolah juga akan memerlukan dukungan lebih

129

Page 143: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

substantif dalam menafsirkan hasil dan merancang tindakan korektif dan remedial untuk meningkatkan berfungsinya seko-lah di daerah-daerah yang lemah. Pasti ada bahaya dalam men-ciptakan sebuah informasi evaluatìf yang berlebihan yang tidak sepenuhnya dieksplorasi demi tindakannya yang potensial. Se­cara berbeda dapat dikatakan, bahwa evaluasi diri tidak harus berhenti pada diagnosis namun hendaknya digunakan secara aktif sebagai 'terapi'.

Aspek biaya

Perlunya dukungan ekstemal dan petunjuk akan bergantung pada tingkat masing-masing sekolah mengembangkan pende-katan 'rancangan'-nya ^tailor-made) sendiri bagi evaluasi diri sekolah [school self-evaluation).

Ekonomi skala, jika bekerja dengan jaringan sekolah dan proyek yang melibatkan banyak sekolah, akan dipertimbang-kan manakala sumber dayanya langka. Evaluasi diri sekolah (school self-evaluation) didasarkan pada data umpan balik yang diperoleh dari penilaian nasional yang ada atau proyek moni­toring yang menerapkan prinsip ini bahkan lebih jauh.

Staf dukungan lokal untuk memandu sekolah-sekolah da­lam evaluasi diri tampaknya merupakan pilihan yang paling tidak realistis bagi banyak negara sedang berkembang. Bagaimana-pun, ada banyak potensi dalam proyek percobaan berskala kecil di mana penggunaan evaluasi diri sekolah dapat diimplementa-sikan dan dikaji dalam konteks lokal yang spesifik. Di antara aplikasi di tempat lain, pengalaman seperti itu dapat digunakan dalam rancangan kursus pelatihan sebagai bagian dari pelatih-an réguler para guru dan guru kepala.

Berbagai pengalaman dengan kegiatan in-service teacher-training dalam evaluasi diri sekolah (school self-evaluation) dapat juga dilihat sebagai investasi jangka panjang dalam membangun

130

Page 144: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

kapasitas lokal. Karena hai ini mendorong ketrampilan praktis yang langsung diperlukan ketika menciptakan sekolah-sekolah yang dapat menangani otonomi dan peningkatan sekolah.

Politik Mikro Eoaluasi

Karena evaluasi - bahkan evaluasi diri sekolah {school self-evaluatiorij—pada. akhimya mengarah pada pertìmbangan-per-tímbangan dan 'penilaian', maka beberapa kategori aktor, teru-tama sekali para guru, kemungkinan merasa terancam. Seko­lah-sekolah biasanya telah berfungsi menurut prinsip-prinsip 'bi-rokrasi profesional' (Mintzberg, 1979), di mana akulturasi dan pelaühan profesi merupakan mekanisme kontrol kunci dan kaum profesional yang otonom dilihat sebagai menentang teknik ra-sional perencanaan dan monitoring.

Berbagai kegiatan evaluasi sekolah mengisyaratkan potensi kontrol eksternal dalam bidang-bidang yang secara tradisional dilindungi di bawah payung otonomi profesional para guru. Transparansi lebih besar selanjutnya diharapkan dari proses dasar dari pendidikan di sekolah kepada kelompok-kelompok eksternal, misalnya, kepala sekolah dan dewan sekolah, yang mempunyai implikasi bagi keseimbangan kekuasaan di dalam sekolah. Literatur awal tentang evaluasi program, perselisihan antara para ahli evaluasi dengan praktisi didokumentasikan se­bagai konfrontasi 'dua dunia' (Caplan, 1982); dan ketegangan seperti itu tidak dapat dikesampingkan begitu saja bahkan ketika evaluasi tersebut bersifat internai dan berorientasi peningkatan. Oleh karena itu, beberapa pengarang menekankan pentingnya menciptakan kondisi yang tidak mengancam bagi evaluasi se­kolah (Nevo, 1995; MacBeath, 1999). Peran ahli eksternal harus seperti penasehat dan 'kawan yang kritis' bagi sekolah.

Evaluasi sekolah dapat dipersepsi dalam suatu konteks akuntabilitas dan suatu konteks peningkatan. Secara teoritis se-

131

Page 145: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

seorang akan berharap bahwa pemahaman tentang evaluasi yang lebih kuat dalam suatu konteks akuntabilitas ketimbang dalam konteks peningkatan. Dalam praktik nyata, setìdaknya di Eropa, evaluasi diri sekolah {school self-evaluation) acapkali muncul se-bagai suatu konsekuensi belaka, terpisah [spin-off atau meng-imbangi terhadap penilaian yang berorientasi akuntabilitas. Rekonsiliasi dan integrasi yang berorientasi akuntabilitas dan peningkatan kemungkinan lebih besar ketika elemen kontrol eksternal, khususnya sebagian besar menggunakan sangsi, kurang keras. Di Eropa ada contoh di mana penilaian yang ber­orientasi akuntabilitas eksternal, seperti produksi league tables, secara aktual berfungsi sebagai insentif utama bagi sekolah un-tuk menaikkan jenis evaluasi diri yang memperhatikan spektrum yang luas dari aspek-aspek berfungsinya sekolah.

Namun, bahkan ketika tidak ada akuntabilitas ada pada tiang pancangnya, dan evaluasi diri sekolah [school self-evalua­tion) dirancang dari atas, isu-isu bahwa guru menjadi merasa terancam muncul. Oleh karena itu, penting bahwa evaluasi diri sekolah [school self evaluation) secara jelas dan eksplisit diperke-nalkan kepada seluruh stakeholder dan partisipan dan bahwa kegiatan yang pada awalnya dialami karena memberi penghar-gaan secara intrinsik dan profesional. Pada akhirnya relevansi dan penggunaan data serta aplikasi standar bagi semua staf se­kolah hams berfungsi sebagai insentif yang utama bagi evaluasi diri sekolah [school self-evaluation) secara berkelanjutan.

Politik mikro evaluasi sekolah ada kemungkinan berbeda-beda menurut struktur dan budaya pendidikan dari suatu negara yang bersangkutan. Oleh karena itu, tidak ada petunjuk yang dapat diaplikasikan secara umum yang bisa diberikan di negara-negara sedang berkembang melainkan rekomendasi kuat yang tidak mengabaikan berbagai aspek politik dan semua reaksi yang mereka miliki terhadap isu-isu koleksi data yang dapat diandalkan [reliable), keserupaan hasil-hasil, fasilitasi database

132

Page 146: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

yang terangkai dengan baik dan kerjasama profesional yang baik antara para guru, kepala sekolah dan staf pendukung.

Ketika menerapkan evaluasi diri sekolah [school self-evalua­tion) di negara-negara sedang berkembang, pengalaman Eropa mengenai bentuk-bentuk cangkokan dari evaluasi sekolah in­ternal dan eksternal bisa dilihat sebagai contoh positif dan bukan négatif.

Dengan biaya yang jelas, seorang ahli yang memenuhi syarat dan kenyataan bahwa di kebanyakan negara-negara sedang berkembang penilaian tingkat-sistem dan monitoring sudah diimplementasikan atau dalam suatu tahap pengembang-an, evaluasi diri sekolah [school self-evaluation) dapat keluar dari pekerjaan berat yang membosankan [get off ground) dalam mem-bangun program-program yang memiliki jangkauan luas ini.

Indikator Proses yang Diilhami Efektivitas Sekolah Dipertimbang-kan Kembali

Sebagaimana dinyatakan di atas, indikator proses memiliki suatu tempat di masing-masing konteks evaluatif yang digambarkan dalam bab ini. Kemungkinan termasuk juga memfasilitasi sinergi antara monitoring nasional, evaluasi program dan evaluasi diri sekolah [schoolself-evaluation). Bahkan dalam kasus-kasus di mana secara teknis tidak mungkin [feasible) untuk menghubungkan in-dikator-indikator proses yang secara imbal balik mengarah pada outcome, maka indikator-indikator tersebut barangkali dapat di-gunakan sebagai dasar untuk merenungkan tentang praktik pen-didikan yang baik. Informasi tentang indikator-indikator proses yang terkait dengan efektivitas, yang diukur di tingkat sekolah dan kemungkinan juga di tingkat kelas, memiliki relevansi praktis. Hal ini terletak pada kenyataan bahwa indikator-indi­kator proses mengacu pada kondisi perangkat lunak pendidik-an di sekolah dan dengan demikian dapat digunakan secara aktif

133

Page 147: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

oleh aktor-aktor yang relevan untuk tujuan-tujuan reformasi dan peningkatan.

Sejauh ini, isu yang belum dibicarakan adalah metodologi pengukuran indikator-indikator proses yang didasarkan pada penelitian tentang efektivitas sekolah. Studi Pemerintah Belanda (Cremers-van Wees, 1996a,b) menunjukkan bahwa (di Belanda) banyak sistem evaluasi diri sekolah {school self-evaluation) yang ada gagal memberikan data yang mendalam (hard data) tentang rehabilitas dan validitas instrumen. Pada sisi lain, ketika instru-men-instrumen dari studi-studi tentang efektivitas sekolah seca­ra empiris digunakan, seseorang akan mengira bahwa situasi ini lebih menguntungkan (favourable).

Cara efisien untuk mengukur indikator proses tingkat se­kolah adalah melalui penggunaan survei terstruktur, yang di-berikan kepada kepala sekolah. Bagaimanapun, dari sudut pandang metodologis, pendekatan ini memunculkan beberapa persoalan, karena data pada akhimya bergantung pada laporan sendiri yang bisa jadi bias dalam pengertian 'social desirability'. Seseorang bisa membatasi masalah ini dengan membatasi sejauh mungkin pertanyaan-pertanyaan pada persoalan-persoalan faktual saja, sehingga reaksi-reaksi yang ada bisa diverifikasi dengan membandingkannya dengan informasi dari sumber-sumber lain. Ini berguna sekali terutama ketika bukti bahwa cek validasi seperti itu secara aktual senantiasa dijalankan. Pe-mecahan metodologis lainnya yang bisa dipertimbangkan antara lain menggunakan apa yang disebut 'pengukuran non-obtrusive', seperti catatan dan jejak fisik dari prilaku yang relevan, serta penggunaan responden berganda (misalnya rating guru di samping laporan diri kepala sekolah). Dalam konteks proyek evaluasi diri sekolah (school self-evaluation) secara khusus, hasil positif telah diperoleh dengan meminta murid menyusun rating guru, dan sebaliknya, guru membuat rating kepala sekolah (Kuyper and Swint, 1996).

134

Page 148: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

V. Kesimpulan: Implikasi bagi Para Perencana Pendidikan

Dilihat dari perspektif para perencana di üngkat nasional atau regional, pengetahuan tentang apa yang berjalan ditingkat

sekolah adalah penting, sungguhpun banyak faktor yang dii-dentifikasi tidak dapat dikontrol secara langsung dari atas. Inte­grasi berbagai untaian penelitian tentang efektivitas pendidikan dalam model multi-level pendidikan mengangkat pendekatan sistem terbuka, yang menyisakan ruang bagi bentuk-bentuk pe-ngaruh tidak langsung lebih besar dari tingkat sekolah di atas.

Tiga kesimpulan menonjol ketika konsep efektivitas seko­lah dianalisis dan bukti penelitian yang ada ditinjau ulang:

Penelitian tentang efektivitas sekolah secara empiris mem-bicarakan bidang-bidang penting berfungsinya sekolah yang dalam fokusnya membicarakan model-model pendidikan yang membuat perbedaan kinerja nilai tambah sekolah yang dapat dilihat dalam ruang lingkup materi pelajaran (subject-matter) dasar tradisional; betapapun tidak ada ulasan yang komplit mengenai semua tujuan pendidikan yang relevan dan kriteria efektivitas organisasi;

Meskipun hasil-hasil riset menunjukkan bahwa kondisi pe-rangkat lunak yang lebih dekat dengan proses permulaan pengajaran dan pembelajaran mempunyai dampak lebih

135

Page 149: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

substansial dibanding faktor-faktor yang lebih jauh dari, hai ini tìdak harus mengecilkan haü upaya-upaya dan tingkat sekolah yang di atas untuk meningkatkan sekolah, terutama sekali ketika hai ini dirancang sebagai pengukuran tidak lang-sung untuk meningkatkan kondisi efektivitas di dalam seko­lah;

• Meskipun adanya konsensus dalam rieview yang lebih kualitatif terhadap bukü penelitian tersebut, namun síntesis penelitian kuantitatif dan studi perbandingan intemasional menunjukkan ketidakmenentuan yang sungguh-sungguh tentang generalisibilitas dan ukuran pengaruh aktual dari faktor-faktor yang dianggap bisa bekerja; hai ini menghasil-kan rekomendasi bahwa para perencana pendidikan belum menggunakan seperangkat faktor-faktor tersebut sebagai cetak bini preskriptif secara seragam mengenai apa yang terjadi di sekolah.

Paradigma rasionalitas, prinsip meta ilmiah sosia! yang sung­guh-sungguh familiar bagi para perencana, digunakan sebagai prinsip yang mendasari dalam menjelaskan mengapa seperangkat faktor yang diidentifikasi harus bekerja. Tiga penafsiran berbeda mengenai paradigma rasionalitas yang masuk pertimbangan menghasilkan tiga impératif berbeda:

• Berpikir dahulu dan pre-struktur (perencanaan synoptic);

Menciptakan insenüf bagi prilaku berkaitan dengan tugas (teori pilihan publik);

• Merangsang sibemetik, yaitu mekanisme evaluasi-umpan balik (perencanaan retroactive)

Merangsang rasionalitas dalam pendidikan yang menggu­nakan seluruh tiga penekanan ini dianggap relevan, meskipun pilihan bagi perencanaan retroactive telah ditampilkan (lihat di bawah). Kualifikasi penting dari kesimpulan ini adalah bahwa kebutuhan dasar dalam pengertian sumber daya material dan

136

Page 150: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

manusia hams ditempatkan sebelum meningkatnya teknik ra-sional dapat dianggap mulai membuat perbedaan.

Ide tentang sekolah sebagai organisasi semi-otonom yang memiliki sejumlah kontrol tertentu atas efektivitasnya sendiri sesuai sangat baik dengan kebijakan desentralisasi fungsional yang telah diterapkan di banyak negara. Prinsip subsidiaritas, yang menyatakan bahwa semua yang dapat dilakukan di tingkat lebih rendah tidak mesti bisa dipakai pada tingkat yang lebih tinggi, permintaan untuk kontrol yang minimal dari level yang lebih tinggi. Pola desentralisasi fungsional tampaknya berbeda-beda di antara sektor pendidikan yang ada; yakni, misalnya, sangat mungkin bahwa kurikulum dan fungsi penilaian akan dikontrol secara terpusat pada pendidikan tingkat dasar di ban­ding pada pendidikan kejuruan tingkat menengah-atas. Men-ciptakan kondisi lokal yang mendorong keterlibatan orangtua dan masyarakat, serta meningkatkan fungsi evaluasi, dilihat se­bagai contoh kontrol minimal dan kontrol tidak langsung.

Beberapa alasan ditemukan untuk memfokuskan aplikasi-aplikasi praktis pada prosedur evaluasi dan monitoring: relevansi evaluasi sebagai kondisi yang dapat meningkatkan efektivitas, ketidakmenentuan dasar pengetahuan tentang efektivitas seko­lah dan gambaran evaluasi dan perencanaan retroactive yang sesuai untuk sistem pendidikan yang didesentralisasi secara fungsional. Bab terakhir ini ingin mendiskusikan peran dari in-dikator-indikator proses, yang diidentifikasi atas dasar peneli-tian tentang efektivitas sekolah, di dalam konteks indikator dan sistem evaluasi diri sekolah [school self-evaluation) itu sendiri. Bentuk-bentuk cangkokan dan kombinasi dua pendekatan ini direkomendasikan, serta efektivitas biaya dari kombinasi-kombinasi tersebut juga diperhatikan.

137

Page 151: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

Daftar Pustaka

Achilles, C. M., 1996, "Student Achieve More in Smaller Classes", in Educa­tional Leadership, 53, pp. 76-77

Aitkin, M.; Longford, N., 1986, "Statistical Modelling Issues in School Effec­tiveness Studies", ini The Journal of the Royal Statistical Society, Series A (General), 149, Part 1, pp. 1-43

Amelsvoort, H. W. C. H., van,; Scheerens, J., 1997, "Policy Issues Surround­ing Processes of Centralization and Decentralization in European Edu­cation Systems", in Educational Research and Evaluation, 3 (4), pp. 340-363

Amelsvoort, H. W. C. H. van,; Barzano, G.; Donoughue, C ; Gil, R.: Mosca, S.; Pedro, E; Scheerens.J, 1998, Evaluation of Educational Establishment. Barcelona: Universidad Oberta de Catalunya.

Anderson, L. W.; Ryan, D. W.; Shapiro, B.J., 1989, The IEA Classroom Envi­ronment Study. Oxford: Pergamon Press

Bangert, R. L.; Kulik, J. A.; Kulik, C. C , 1983, "Individualized Systems of Instruction in Secondary Schools", in Review of Educational Research, 53, pp. 143-158

Bereiter, C ; Kurland, M., 1982, "A Constructive Look at Follow Through Results", in Interchange, 12, pp. 1-22

Bloom, B., 1976, Human Characteristics and School Learning. New York: McGraw Hill

Bosker, R. J.; Witziers, B., 1996, The Magnitude of School Effects. Or: Does it Really Matter which School a Student Attends?'New York: AERA paper

139

Page 152: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

Bosker, R. J.; Scheerens,J., 1999, "Openbare Prestatiegegeven van Scholen; Nutügheid en Validiteit", in Pedagogische Studien, 76 (1), pp. 61-73

Brandsma, H. P., 1993, Basisschoolkenmerken en de Kwaliteit van het Onderwijs (Characteristics of Primary Schools and the Quality of Education). Groningen: RION

Bray, M., 1994, "Centralization/Decentralization and Privatization/Publica­tion: Conceptual Issues and the Need for More Research", in W. K. Cummings and A. Riddell (ed.), Alternatives Policies for the Finance, Control, and Delivery of Basic Education [Special Issue]. International Journal of Educational Research, 21 (8), pp. 817-824

Brookover, W. B.; Beady, C ; Flood, P., et. al., 1979, School Social Systems and Student Achievement-Schools Can Make a Difference. New York: Praeger Pub­lishers

Brophy, J., 1996, Classroom Management as Socializing Students Into Clearly Ar­ticulated Roles. New York: AERA paper

Brophy, J. ; Good, Th. L. 1986. "Teacher behavior and student achievement" . In: M. C. Wittrock (Ed.), Handbook of research on teaching, pp. 328-375. New York: McMillan Inc.

Cameron, K.S.; Whetten, D. A. (Eds.). 1983. Organizational Effectiveness. A Comparison of Multiple Models. New York: Academic Press.

Cameron, K.S.; Whetten, D. A. 1985. "Administrative effectiveness in higher education". In The Review of Higher Education, 9, PP. 35-49.

Campbell, D. T. 1969. "Reforms as experiments". In American Psychohgist, 24 (4).

Caplan, N. 1982. "Social research and public policy at the national level", In D. B. P. (Ed.), Social Science Reseach and Public Policy-Making: a Reappraisal. Windsor, U.K.: NFER-Nelson.

Card, D.; Krueger, A.B. 1992."Does school quality matter? Returns to educa­tion and the characteristics of public schools in the United States", in Journal of Political Economy, WO, PP. 1-40.

Carroll,J. B. 1963. "A model of School Learning", In Teacher College Record, 64, PP. 722-733.

140

Page 153: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

Cheng, Y. C. 1993. Conceptualization and Measurement of School Effectiveness: an Organizational Perspective. Atlanta: AERA paper.

ChubbJ. E.; Moe, T. M., 1990. Politics, Markets and American Schools". In Wash­ington D. C : Brookings Institute.

Clauset, K.H.; Gaynor, A.K. 1982."A Syistems Prespective on Effective Schools", in Education Leadership, 40(3), PP. 54-59.

Cohen, J. 1969. Statistical Power Analysis for the Behavioral Sciences (2* ed.) Hillsdele, NJ: Lawrence Erlbaum Associates.

Cohen, M.D.; March,J.G.; Olsen, 1972. "A Garbage can Model or Organiza­tional Choice", In, Administrative Science Quarterly, 17, PP. 1-25.

Coleman.J.S. et al. 1966. Equality of Educational Opportunity. Washington D.C.: U.S. Government Printing Office.

Coleman, P.; LaRaque, L. 1990. Struggling to be 'Good Enough': Administrative Practices and School District Ethos. London: The Falmer Press.

Conley, D.T. 1997. Roadmap to Restructuring. Oregon: Eric Clearinghouse on Educational management, University of Oregon.

Correa, H. 1995. "The microeconomic theory of education" [Special issue]. International Journal of Educational Research, 23 (5).

Cotton, K. 1995. Effective Scholing Practices: a Research Synthesis. 1995 Update. School Improvement Reseach Series. Northwest Regional Educational Laboratory.

Creemers, B.P.M. 1994. The Effective Classroom. London: Cassell.

Cremers-van Wees, LM.C.M,; Rekveld, IJ.; Brandsma, H.P.; and Bosker, RJ. 1996a. Instrument voor Kwaliteitszorg: Inventarisatie en Beschrijving. Enschede Universiteit Twente, OCTO.

Cremers-van Wees, L.M.C.M.; Rekveld, IJ.; Brandsma, H.P.; Bosker, RJ. 1996b. Instrumenten voor Zeifevaluatie: Beschrijving van 31 Instrumenten. Enschede: Universiteit Twente, OCTO.

Davies, J.K. 1972. "Style and effectiveness in education and training: a model for organizing, teaching and learning", In Instructional Science, 2.

141

Page 154: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

Dijkstra, A.B. 1992. De Religìeuze Factor. Onierwijskansen en Godsdienst: een Vergelijkend Onderzpek Naar Gereformecrd-Vrijgemaakte Scholen. Nijmgen: ITS.

Doyle, W. 1985. Effective secondary classroom practices. In: M J. Kyle (Ed.), Reaching for Excellence. An Effective Schools Sourcebook. Washington: U.S. Government Printing Office.

Dror, Y. 1968. Public Policy-Making Reexamined. Scranton, Pennsyvania: Chan­dler.

Duffy, Th.M.; Jonassen, D.H. 1992. Constructivism and the Technology of Instruc­tion: a Conversation. Hillsdale, NJ: Lawrence Erlbaum Ass.

Faerman, S.R.; R.E. Quinn. 1985. "Effectiveness: the Perspective from Orga­nization Theory", In The Review of Higher Education, 9, PP. 83-100.

Ferguson, R.F. 1991. "Paying for Public Education: New Evidence on How and Why Money Matters". Harvard Journal on Legislation, 28, PP. 465-498.

Fraser, B J.; Walberg, HJ.; Welch, W.W. ; Hattie, J.A. 1987. "Syntheses of Educational Productivity Research"{Special Issue}. International Journal of Educational Research

Friebel, AJ . J .M. 1994. Planning van Onderwijs en het Gebruik van Planningsdocumcn: Doet dat Ertoe ? (Does Planning of Education and the Use of Planning Documents Matter?). Oldenzaal: Dinkeldruk.

Fuller, B. 1987. " What school factors raise achivement in the Third World ?" In Review of Educational Research, 57(3), pp. 255-292.

Fuller, B.; Clarke, P. 1994. "Raising School Effects While Ignoring Culture? Local Conditions and the Influence of Clasroom Tools, Rules and Peda­gogy", In Review of Educational Research, 64{\), pp. 119- 157.

Gage, N. 1965. " Desirable behaviros of teachers", In Urban Education, 1, pp. 85-95.

Galton, M. 1999. "Class Size and Pupil Achievement", In Internationaljoumal of Education Research, 29.

Goodlad, J.I.; Anderson, R H . 1987. The NongradedElementary School. New York: Columbia University, Teachers College.

142

Page 155: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

Gooren, W.AJ. 1989. "Kwetsbare en weerbare scholen en het welbevinden van de leraar", Inj. Scheerens andJ.C.Verhoeven (Eds.), SchoolorganisatU, Beleid en Onderwijskwaliteit. Lisse: Swets and Zeidinger.

Grisay, A. 1996. Evolution des Acquis Cognitifi et Socio-Affectifs des Eleoes au Cours des Années de College. Liege: Universite de Liege.

Hanushek, E.A. 1979. "Conceptual and Empirical Issue in die Estimation of Educational Production Functions", In Journal of Human Resourch, 14, PP.351-388.

Hanushek, E.A. 1986. "The Economics of Schooling Production and Efficiency in Public Schools", In Journal of Economic Literature, 24, PP. 1141-1177.

Hanushek, E.A. 1995. "Interpreting Recent Research on Schooling in Devel­oping Countries", In The World Bank Reseach Observer, 10. PP. 227-246.

Hanushek, E.A. 1997. "Assessing die Effects of School Resources on Student Performance: an Update", In Educational Evaluation and Policy Analysis, 19, PP. 141-164.

Hargreaves, D.H.; Hopkins, D. 1991. The Empowered School. London: Cassell.

Hauser, R. M.; Sewell, W. H.; Alwin, D. F. 1976, "High School Effects on Achievement", in W. H. Sewell, R. M. Hauser and D. L. Featherman (eds.), Schooling and Achievement in American Society. New York: Academic Press

Haywood, H. C , 1982, "Compensatory Education", in PeabodyJournal of Edu­cation, 59, pp. 272-301

Hedges, L. V.; Laine, R. D., Greenwald, R. 1994. "Does Money Matter? A Meta-Analysis of Studies of the Effects of Differential School Inputs on Student Outcomes", in Educational Researcher, 23 (3), pp. 5-14

Herpen, M. van, 1989, Conceptual Models in Use for Educational Indicators. Paper for the Conference on Educational Indicators in San Fransisco

Hill, P. W.; Rowe, K.J.; Jones, T. 1995. SJIS: School Improvement Information Service: Version 1.1. October 1995. Melbourne: The University of Melbourne: Center for Applied Educational Research

Hingel, A. J.; Jakobson, L. B., 1998. EVA Newsletter 3, November 1998. Brus­sels: European Commission

143

Page 156: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

Hirsch, D. 1994. School: A Matter of Choice. Paris: OECD/CERI.

Hofiman, R.; Hoeben, W.: Guldemond, H. 1995, "Denominane en Effectiviteit van Schoolbusturen" (Denomination and the Effectiveness of School Boards), in Tidjschrifi voor Onderwijresearch, 20 (1), p. 63-78

Jimenez, E.; Paquea, V. 1996, "Do Local Contributions Affect the Effective­ness of Public Schools?", in Economics of Education Review, 15, pp. 377-386

Jong, T. A. B. de; Joolingen, W. R. van. 1998. "Scientific Discovery Learning with Computer Simulations of Conceptual Domains", in Review of Edu­cational Research, 68, pp. 179-201

Kesteren, J.H.M. van. 1996. Doorlichten en Herontwerpen van Organizatie Complexen (Auditing and Redesigning Organizational Complexes). The­sis: University of Groningen

Kuyper, H.; Swint, F. E. 1996. Microsopisch Schoohnderzpek (Microscopic School Research: The First Three Years of Secondary Education). Groningen: GION

Kyle, M.J. (ed). 1985. Reaching for Excellence: An Effective Schools Sourcebook. Washington, D.C.: U.S. Government Printing Office

Leeuw, A.C.J, de. 1982. Organisaties: Management, Analyse, Outwepen Veranding; Een Systeemvisie. Assen: Van Gorcum

Liethwood, K.; Jantzi, D.; Steinbach, R. 1995. "Centrally Initiated School Restructuring in Canada", Paper presented at the ICSEI Conference, Leeuwarden, the Netherlands

Leune, J .M.G. 1987. "Besluitvorming en Machtsverhoudingen in het Nederlandse Onderwijsbestel", in J. A. van Kemenade et. al. (Eds.), Onderwijs, Bestel en BeleidDeel 2. Groningen: Wolters-Noordhoff

Leune,J.M.G. 1994. "Onderwijskwaliteit en de Outonomie van Scholen", in B.P.M. Creemers (ed.), Deregulering en de Kwaliteit van Het Onderwijs. Groningen: RION

Levine, D.U.; Lezotte, L.W. 1990. Unussually Effective Schools: a Review and Analysis of Research and Practice. Madison, Winconsin: National Center for Effective Schools Research and Development.

144

Page 157: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

Lockheed, M.; Hanushek, E. 1988. "Improving Educational Efficiency in Developing Countries: What do We Know?" in Compare, 18, (1), pp. 21-38

Lockheed, M.; Verspoor, A. 1991. Improving Primary Education in Developing Countries. London: Oxford University Press

Lockheed, M.E. 1988. The Measurement of Educational Efficiency and Effective­ness. New Orleans: AERA paper

Lortie, D.C. 1973. "Observations on Teaching as Work'', in R.M.W Travers (ed.), Second Handbook of Research on Teaching. Chicago: Rand McNally

Lotto, L.S.; Clark, D.L. 1986. "Understanding Planning in Educational Orga­nizations", in Planning and Changing, 19, pp. 9-18

Louis, K.S.; Smith, B.A. 1990. "Teachers' Work: Current Issues and Prospects for Reform", in P. Rayes (ed.), Productivity and Performance in Educational Organizations, pp. 23-47. Newburry Park: SAGE

MacBeath, J. 1999. "Qualitative Approaches to School Self-Evaluation", in A. Tiana (ed.), Report of the EU Project: Innovative Approaches in School Evalu­ation. Manuscript

March, J.T.; Olsen, J.P. 1976. Ambiguity and Choice in Organization. Bergen, Norway: Universitetforlagest.

McLaughlin, M.W.;Mei-ling Yee, S. 1988, "School as a Place to have a Ca­reer", in A. Lieberman (ed.), Building a Professional Culture in Schools. New York: Teachers College Press

Medley, D.; Metzel, H. 1963. "Measuring Classroom Behavior by Systematic Observation", in N.L. Gage (ed), Handbook of Research on Teaching. Chi­cago: Rand McNally

Meuret, D.; Scheerens,J. 1995. An International Comparison of Functional and Territorial Decentralization of Public Educational Systems. San Francisco: ERA paper

Mintberg, H. 1979, The Structuring of Organizations. Englewood Chiffs: Prentice Hall

Monk, D.H. 1992, Microeconomics of School Productions. Paper

145

Page 158: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

Morgan, G. 1986. Images of Organization. London: Sage

Mortìmore, P.: Sammons, P.; StoU, L.; Lewis, D.; Ecob, R. 1988. School Mat­ters: The Junior Years. Somerset: Open Books

Murphy, J. 1992. "School Effectiveness and School Restructuring: Contribu­tions to Educational Improvement'', m School Effectiveness and School Im­provement, 3 (2), pp. 90-109

Nevo, D. 1995. School-Based Education: A Dialogue for School Improvement Ox­ford: Pergamon

Newfield,J.W. 1990. "Self-Report", in HJ . Walberg and G.D. Haertel (eds), The International Encyclopedia of Educational Evaluation, pp. 146-147. Ox­ford: Pergamon Press

Niskanen, W.A. 1971. Bureaucracy and Representative Government. Chicago: Aldine-Atherton.

Nuttal, D.L. 1989. "International Educational Indicators: The Conceptual Paper", Paper for the Meeting of the OECD Educational Indicator Projed. San Fransisco

Pfeffer, J.; Salancik, G.R. 1978. The External Control of Organizations: A Resource Dependence Perspective. New York: Harper and Row.

Picciotto, R. 1996. What is Education Worth? From Production Function to Institu­tional Capital World Bank: Human Capital Development Working Pa­per, No. 75

Postlethwaite, T.N.; Ross, K.N. 1992. Effective Schools in Reading: Implications for Education Planners: An Exploratory Study. The Hague: IEA

Pritcett, L.; Filmer, D. 1997. What Educational Production Functions Really Show: A Positive Theory of Education. World Bank: Policy Research Working Paper of the Development Research Group on Poverty and Human Resources

Purkey, S.C.; Smith, M.S. 1983. "Effective Schools: A Review", in The El­ementary Schooljournal, 83, pp. 427-452

Quinn, R.E.; Rohrbaugh, J. 1983. "Spatial Model of Effectiveness Criteria Towards a Competing Values Approach to Organizational Analysis", in Management Science, 29, pp. 363-377

146

Page 159: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

Ralph, J.H.; Fannessey, J. 1983. "Science of Reform: Some Qustìons About the Effective Schools Model", in Phi Delta Kappan, 64 (10), pp. 689-694

Reynolds, D.; Hopkins, D.; Stoll, L. 1993. "Lingking School Effectiveness Knowledge and School Improvement Practice: Toward a Synergy", in School Effectiveness and School Improvement, 4 (1), pp. 37-58

RiddelL A. 1997. "Assesing Designs for School Effectiveness Research and School Improvement in Developing Countries", in Comparative Educa­tion Review, 41 (2), pp. 178-204

Riley, D.D. 1990. "Should Market Forces Control Educational Decision Mak­ing?" in American Political Science Review, 84, pp. 554-558

Rist, R.C.;Joyce, M.K. 1995. "Qualitative Research and Implementation Evalu­ation: A Path to Organizational Learning", in T.E. Barone (ed.), The Issues of Educational Research [Special Issue]. International Journal of Educational Research, 23 (2), pp. 127-136

Rosenshine, B. 1987. "Direct Instruction", in MJ. Dunkin (ed.), The Interna­tional Encyclopedia of Teaching and Teacher Education, pp. 257-263. Oxford: Pergamon Press

Sammons, P.: Hillman, J.; Mortimore, P. 1995. Key Characteristics of Effective Schools: A Review of School Effectiveness Research. London: OFSTED

Scheerens,J. 1987. Enhancing Educational Opportunities for Disadvantaged Learn­ers. Amsterdam: North-Holland Publishing Company

Scheerens, J. 1990. "School Effectiveness and the Development of Process Indicators of School Functioning", in School Effectiveness and School Im­provement, 1, pp. 61-80. Lisse: Swets and Zeitlinger

Scheerens, J. 1992, Effective Schooling, Research, Theory and Practice. London: Cassel

Scheerens, J. 1994. "The School-Level Context of Instructional Effectiveness: A Comparison Between School Effectiveness and Restructuring Mod­els", in Ttjdschrifi voor Onderwijsresearch, 19 (1), PP. 26-38

Scheerens, J. 1999, School Effectiveness in Developed and Developing Countries: A Review of the Research Evidence. World Bank paper

Scheerens, J.; Bosker, RJ. 1997. The Foundations of Educational Effectiveness. Oxford: Elsevier Science Ltd.

147

Page 160: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

Scheerens,J. Praag, B.M.S. van (ed.), 1998. Micro-.Economic Theory and Educa­tional Effectiveness. Enschede/Amsterdam: Universiteit Twente, OCTO/ Universiteit van Amsterdam, SEO

Scheerens, J.; Stoel, W.G.R.; Vermeulen, CJ.AJ.; Pelgrum, WJ. 1988. De Haalbaarheid van een Indicatorenstelsel voor het Basis-en Voorgezft Onderwijs. Enschede: Universiteit Twente

Scheerens, J.; Stoel, W.G.R.; Vermeulen, CJ.AJ.; Pelgrum, WJ. 1989. "Generalizibility of Instructional and School Effectiveness Indicators Across Nations", in International Journal of Educational Research, 13 (7), pp. 789-799

Simon, H.A. 1964. Administrative Behavior. New York: Macmillan

Simons, P.RJ. 1989. "Leren Leren: Naar een Nieuwe Didactische Aanpak" (Learning to Learn: Towards a New Didactice Approach), in P.RJ. Simons and J.G.G. Zuylen (ed.), Handboek Huiswerkdidactiek en GeintegreerdStudievaardighedsonderwijs (Handbook for Homework Didac­tics and Learning How to Learn). Heerlen: Meso Consult

Slavin, R.E. 1996. Education for AIL Laise: Swets and Zeitlinger

Soutworth. G. 1994. "The Learning School", in P. Ribbens and E. Burridge (eds.), Improving Education: Promoting Quality in Schools. London: Cassell.

Stalling, J. 1985. "Effective Elementary Classroom Practices", in M J. Kyle (ed.), Reaching for Excellence: An Effective Schools Sourcebook. Washington, D.C.: Government Printing Office

Stebbins, L.B.; St. Pierre, R.G.; Proper, E.C.; Anderson, R.R.; Cerva, T.R. 1977. "An Evaluation of Follow Through", Education as Experimentation: A Planned Variation Model, Vol IV-A. Cambridge, Mass.: Abt Associates Ine

Stem, J.D. 1986. The Educational Indicators Project at the U.S. Departement of Education. Center for Statistics, U.S. Departement of Education

Stringfield, S.C.; Bedinger, S.; Herman, R. 1995. Implementing a Private School Programme in an Inner-City Public School: Processes, Effects, and Implications from a Four Year Evaluation. Paper presented at the ICSEI Conference, Leeuwarden, the Netherlands

148

Page 161: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

Stringfìeld, S.C.; Slavin, R.E. 1992. "A Hierarchical Longitudinal Model for Elementary School Effects", in B.P.M. Creemers and GJ. Reezigt (ed.), Evaluation of Effectiveness. ICO-Publication 2

Taeuber, R.C. (ed.), 1987. "Educational Data System Redesign" [Special Is­sue]. International Journal of Educational Research. 11 (4),

Thompson, J.D. 1967. Organizßtions in Action. NbewYork: McGraw Hill

Tiana, A. (Ed.). 1999. Report of the EU Project: Innovative Approach in School Evaluation. Manuscript

Tyler, R 1950. Basic Principles of Curriculum and Instruction. Chicago: Univer­sity of Chicago Press

Verstegen, D.A.; King, RA. 1998. "The Relationship Between School Spend­ing and Student Achievement: A Review and Analysis of 35 Years of Production Function Research", in Journal of Education Finance, 24, pp. 243-262

Vos, H. de. 1989. "A Rational-Choice Explanation of Composition Effects in Educational Research", in Rationality and Society, 1 (2), pp. 220-239

Walberg, HJ . 1984. "Improving the Productivity of American Schools", in Educational Leadership, 41, pp. 19-27

Wang, M.C.; Haertel, G.D.; Walberg, HJ . 1993. "Toward a Knowledge Base for School Learning", in Review of Educational Research, 63, (3), pp. 249-294

Wang, M.C.; 1999. Community for Learning: Questions and Answers. Paper Pre­sented at ICSEI Conference, San Antonio

Weeda, W.C. 1986. "Effectiviteitsonderzoek van Scholen" (Effectiveness Re­search on Schools), in J.C. van der Wolf and J J. Hox (Eds). Kwaliteit van het Onderwijs in het Amsterdams Pedologische Centrum, nr. 2. Lisse: Swets and Zeitlinger

Weiss, C.H.; Bucuvalas, MJ. 1980. "Truth Tests and Utility Tests: Decision-Makers' Kramers of Reference for Social Science Research", in American Sociological Review, 45. Pp. 303-313

Werf, M.P.C, van der. 1988. Het Schoolwerkplan in het Basisonderwijs (School Development Plans in Primary Education). Lisse: Swets and Zeitlinger

149

Page 162: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

Wets, M.; Hopkins, D. 1997. Using Evaluation Data in Improve the Quality of Schooling. Frankfurt, Germany: ECER-Conference

Witte, J.F. 1990. Understanding High School Achievement: After a Decade of Re­search, Do Wee Have Any Confident Policy Recommendation?'San Fransisco: AERA paper

150

Page 163: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

Indeks

A Achilles 33 administratif lokal 102 Aitkin 30 akuntabilitas 131 akuntabilitas birokratis 95 Alwin 30 Amerika Serikat 71, 85, 91 análisis untung rugi 10 Anderson 64, 119 anggaran sekolah 110 aritmaaka 1, 7 asosiasi; positif 57; i

tua 20

B Bedinger 84 Belanda 67, 84, 120, 121 benchmark 129 birokrasi profesional 131 Bloom 46 Bosker 17,21,42 Brandsma 52, 74

c Calvert-Barclay 85 Campbell 81, 107 Card 33 Carroll 44,46 Cheng 23 Chubb 90 Clarke 56, 60, 65, 73 Clauset 97 Cohen 80, 87 Coleman 29,30,31,38 Cotton 39,40 Creemers 39,51

D Data disaggregate 106, 107 demokrasi keterwakilan 88 desentralisasi 67,91;

__fungsional 69, 137 dewan sekolah lokal 110 diri sekolah 129, 137 Doyle 47

151

Page 164: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

E Efektivitas 9; biaya 35;

guru 72; organisasi 11,15-17,20,23-25,65,87, 96,98,117,122,135;

pendidikan 2,6-8,22, 25, 27, 28, 34, 36,40, 51, 56, 64, 71, 75, 88, 98, 100, 104, 135; pengajaran 1, 39, 44, 47, 48, 50, 51, 54;

sekolah 1, 2, 3, 5- 8, 10, 11,16-19,21-25,27,29,30, 38, 39, 42, 51, 52, 54, 59, 63-67, 70, 71, 73, 74, 77-79, 81, 83, 84, 87, 89, 91, 96-101, 108, 112, 117-119, 122, 123, 126, 134, 135, 137; seko­lah terpadu 66; sosial 9;

teknis 9; sekolah 27 ekonomimikro 59 Eropa 126 etnik siswa 29 evaluasi; berbasis stakeholder

93; diri 132; diri sekolah 101, 112, 114, 126, 127, 128, 129, 130, 131, 133;

internal 114; pembe-lajaran kognitif 96; pen­didikan 12; program 109; sekolah 113

F Ferguson 33 Filmer 59 Fraser 48,53 Fuller 56, 60, 65, 73

fungsi-fungsi produksi pendidik­an 1

Fürst 45

G Gaynor 97 Goodlad 119 Gooren 121 Greenwald 33, 53 Grisay 52 guru 111

H Hanushek 31, 32, 34, 53 Hauser 30 Hedges 33,53 Herman 84 Hopkins 115, 116, 128

I indikator; output 108;

pendidikan 101, 105, 107; proses 107, 108, 134; proses sekolah 101;

sosial pendidikan 102; indikator proses 118,

126, 133, 134; evaluatif 93

input; non-moneter 23; perangkat lunak 30; sumber daya 6, 35, 58,

63; sumber daya 53,54, 61,72

Itali 126

152

Page 165: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

J M Jenck 38

K Kapasitas sekolah 121 karakteristik; pribadi guru

45; sekolah 31; sosio-ekonomi 30

kebijakan publik 77 Kementerian Pendidikan 113 kepemimpinan; instruksional

89; pendidikan 72; sekolah 74

Kerajaan Inggris 91 Kesteren, Van 25 ketersediaan buku teks 63 keunggulan sekolah swasta 90 keuntungan efisiensi 58 King 32 KomisiEropa 68 Konsumen pendidikan 92 konsumerisme 69; pendidik­

an 66 kontrol birokratìs 59 Krueger 33 Kulik 48 kurikulum model 100; pasio­

nal 100

L Laine 33, 53 Leune 68 Levine 40 Lezotte 40 Longford 30

Magari 31 maksimalisasi waktu belajar 83 malfungsi organisasi 88 manajemen sekolah 70 March 80, 87 mastery learning 44 matematika 1, 7, 37, 53 metode pengajaran 9,38, 68,

69,82 Mintzberg 14,83 model; __hubungan manusia

117,119,122; pengajar-an-pembelajaran Carroll 46; produktivitas 78;

proses internal 117,122; rasionalitas yang murni

80; 'síntesis buktì-terbaik 48; sistem terbuka 117, 120;tujuan rasional 117, 118

Moe 90 monitoring; capaian murid

83; kemajuan siswa 72; pendidikan 3

Morgan 94 Mortimore 52 multi-level pendidikan 135

N nilai; 'bersih' (net) 6;

__tambah 6, 25 Niskanen 13

O Olsen 80, 87 organisasi pembelajaran 95, 96

153

Page 166: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

orientasi prestasi 89 otonomi sekolah 91 otoritas 81; pendidikan 127 outcome pendidikan 28 output 9; pendidikan 28;

sekolah 6, 9, 10, 17, 71

P Paradigma rasionalitas 77, 136 pelajaran terstruktur 83 Pelgrum 54 pembatasan; agregasi 65;

instrumentalitas 66 pembelajaran kognitif 96 pencapaian tujuan 7 pendekatan; konstruktivis

48; terstruktur 85 penelitian tentang pengajaran

45 pengajaran; konstruktivis 49;

langsung 44, 46, 82; yang efektif 46

pengukuran; efektivitas 11; konteks 103; output

27 peningkatan sekolah 115 perencana; pendidikan 136;

sosial 78 perencanaan; rasional 82;

Retroactive 92; re­troactive 3, 79, 93, 97, 98, 136, 137; Synoptic 80;

synoptic 3, 79, 81-86, 88, 92, 93, 96, 98, 136;

'synoptic 81 perilaku berorientasi-tugas 77 perspektif substansial 78 Picciotto 59

Pilipina 58 Postlethwaite 54 predictor efektivitas 31 Presiden Johnson 36 prestasi; belajar 29; latar

belakang keluarga siswa 61; pendidikan 2, 7, 49, 58; siswa 12

Prinsip; subsidiaritas 137; subsidiaritas 67

Pritchett 59 Privatisasi 67 produksi; pendidikan 35, 87,

108; pendidikan dasar 35

produktivitas pendidikan 1, 45 Program; compensatory 28, 36;

penilaian 100; pe­ningkatan sekolah 99;

Sukses 37 proses 133; bottom-up 129 Protestan 68 Proyek; EEDS 126; EVA

127; Inovasi Amsterdam 36

Purkey 39, 40

R rasionalitas; ekonomi 12, 78,

82; substansial 78; synoptic 91

reformasi sistem 105 retroactive 93 Reynolds 39 Riddell 58, 64 Roma 68 Rosenshine 45 Ross 54

154

Page 167: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

Ryan 64

S sains 7 Sammons 39, 40 Scheerens 17,21, 39, 40, 42, 54 sektor pendidikan 106 Sewell 30 Shapiro 64 Simon 80 sistem; akuntabilitas nasional

97; indikator 103; informasi kebijakan

102; pendidikan 3,59, 65-67, 88, 92, 97, 98, 100, 101-105, 108, 111, 112, 114, 140; pendidikan nasio­nal 90

skor prestasi 34 Skotlandia 126 Slavin 51 Smith 39,40 social desirability 134 Spanyol 126 stakeholder 20, 69, 132;

eksternal 23 Stallings 44 standarisasi prestasi 96 status sosio-ekonomi 71 Stringfield 51,84 Struktur; mekanistik 83;

parüsipatoris 84 studi input-output 49 subsidiaritas 67 subsidiarity 65 sukses sekolah 88

sumber daya 33; material 136

synoptic 81

T Teori; ekonomi mikro 58,

59; ilmiah sosial 3; pilihan-publik 87,90

tiga blök variabel 54 time-frame proyek 105 tingkat; agregasi 66, 77;

desentralisasi 69; otonomi sekolah 90; sekolah 135

transformasi pendidikan 107 Tyler 12

u UniEropa 128 Utrecht 36

V Van Kesteren 25 variabel; keuangan 61 ;

pengajaran 35; seko­lah 61; __tingkat sekolah 2,54; waktu 62

Vermeulen 54 Verstegen 32

w Walberg 48, 53 Weber,Max 83 Welch 53 West 115, 116, 128

155

Page 168: Peningkatan Mutu Sekolah; Fundamentals of educational planning ...

Buku ini diterbitkan sebagai upaya untuk

memonitor evolusi dan perubahan

dalam kebijakan pendidikan, serta pe-

ngaruhnya terhadap kebutuhan peren­

canaan pendidikan; menyoroti isu-isu

mutakhir mengenai perencanaan pen­

didikan dan menganalisisnya dalam

konteks latar historis dan kemasyara-

katannya; dan menyebarkan metodologi

perencanaan yang dapat diterapkan pa-

da konteks, baik negara maju maupun

negara sedang berkembang.

Dalam kajian ini, Jaap Scheerens akan

mengetengahkan berbagai aspek me­

ngenai efektivitas sekolah, dengan mem-

berikan telaah menyeluruh yang bergu-

na bagi para perencana pendidikan.

L 0 MO S v

WACANA ILMU DAN PEMIKIRAN

1979-626-141-3