PENINGKATAN DAYA SAING KOPERASI MELALUI DEFERENSIASI YANG KOMPETITIF, DALAM RANGKA MENGHADAPI PERSAINGAN GLOBAL Oleh: Giyanto Purbo Suseno Abstrak Skala ekonomi sering dijadikan alasan perlunya membentuk dan menjaga kesinambungan koperasi.. Dengan demikian, skala ekonomi menjadi daya saing koperasi paling dasar dalam rangka meningkatkan kesejahteraan anggota yang ditunjukan dengan peningkatan pendapatan anggota secara nominal ataupun riil. Seiring dengan meningkatnya persaingan lokal dan global, paradigma daya saing koperasi yang hanya mendasarkan pada skala ekonomi harus dirubah atau dikembangkan. Salah satu caranya adalah dengan menciptakan berbagai diferensiasi kompetitif yang sesuai kemampuan koperasi dan harapan anggota pada khususnya serta masyarakat pada umumnya. Kata Kunci: skala ekonomi, daya saing, diferensiasi I. Pendahuluan It’s not a question. Itulah kalimat pertama yang muncul ketika dalam suatu kesempatan saya bertanya pada seorang anggota koperasi dari suatu koperasi di Denmark. Bagi dia dan lainnya, menjadi anggota koperasi merupakan suatu hal yang sudah turun temurun, karena banyak manfaat atau kemudahan yang diperoleh. Mereka tidak mempersoalkan lagi berapa sisa hasil usaha (SHU) yang diperoleh, ataupun berapa SHU yang seharusnya diterima. Yang jadi pertimbangan adalah kepuasan yang mereka peroleh dari layanan yang diberikan koperasi 1
31
Embed
PENINGKATAN DAYA TARIK KOPERASI … · Web viewBargaining position positif di pasar ditempuh agar dalam persaingan pasar bisa dipertahankan harga jual barang dengan memperhatikan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PENINGKATAN DAYA SAING KOPERASI MELALUI DEFERENSIASI YANG KOMPETITIF, DALAM RANGKA
MENGHADAPI PERSAINGAN GLOBAL
Oleh:Giyanto Purbo Suseno
AbstrakSkala ekonomi sering dijadikan alasan perlunya membentuk dan menjaga kesinambungan koperasi.. Dengan demikian, skala ekonomi menjadi daya saing koperasi paling dasar dalam rangka meningkatkan kesejahteraan anggota yang ditunjukan dengan peningkatan pendapatan anggota secara nominal ataupun riil. Seiring dengan meningkatnya persaingan lokal dan global, paradigma daya saing koperasi yang hanya mendasarkan pada skala ekonomi harus dirubah atau dikembangkan. Salah satu caranya adalah dengan menciptakan berbagai diferensiasi kompetitif yang sesuai kemampuan koperasi dan harapan anggota pada khususnya serta masyarakat pada umumnya.
Kata Kunci: skala ekonomi, daya saing, diferensiasi
I. Pendahuluan It’s not a question. Itulah kalimat pertama yang muncul ketika dalam suatu
kesempatan saya bertanya pada seorang anggota koperasi dari suatu koperasi
di Denmark. Bagi dia dan lainnya, menjadi anggota koperasi merupakan suatu
hal yang sudah turun temurun, karena banyak manfaat atau kemudahan yang
diperoleh. Mereka tidak mempersoalkan lagi berapa sisa hasil usaha (SHU)
yang diperoleh, ataupun berapa SHU yang seharusnya diterima. Yang jadi
pertimbangan adalah kepuasan yang mereka peroleh dari layanan yang
diberikan koperasi baik dalam penyediaan barang konsumsi dan industri (seperti
pakan ternak) maupun dalam penjualan hasil produksinya. Bahkan SHU pun
tidak mereka ambil, karena menurut hemat mereka, akan lebih bermanfaat untuk
menambah modal koperasi.
Bagaimana jika pertanyaan yang sama disampaikan pada anggota
koperasi di kita (Indonesia) ? Kemungkinan kisaran jawabanya antara lain untuk
memperoleh kredit, membeli dengan biaya murah, agar dapat SHU, mudah
menjual produknya, terpaksa karena dipotong gajinya, dan ada juga yang
1
mungkin menjawab agar dapat memperoleh manfaat ekonomi langsung dan
tidak langsung (ini mungkin jawaban dari anggota koperasi yang profesinya
dosen/guru koperasi). Bervariasinya jawaban ini, dapat mengindikasikan
bervariasinya pesan yang diterima anggota tentang perlunya berkoperasi. yang
pada intinya bertujuan untuk mendapatkan efisiensi biaya melalui pemenuhan
kebutuhan secara bersama.
Economies of scale, yaitu skala usaha yang masih menguntungkan untuk
dikembangkan, merupakan salah satu alasan dari penggabungan beberapa
usaha kecil sejenis menjadi satu usaha yang lebih besar. Melalui penggabungan
itu dimaksudkan untuk memperkecil biaya total rata-rata, hingga keuntungan
yang diperoleh bisa diperbesar. Keadaan inilah yang dijadikan alasan perlunya
berkoperasi dengan melandaskan adanya manfaat ekonomi langsung melalui
economies of scale disamping manfaat ekonomi tidak langsung berupa Sisa
Hasil Usaha (SHU). Dengan demikian koperasi diharapkan mampu memberi
harga yang rendah pada anggotanya, dibandingkan dengan pesaingnya
(koperasi pembelian), atau memberikan marjin yang menguntungkan bagi
penjualan produk anggotanya (koperasi penjualan).
Senada dengan itu, tujuan koperasi ditetapkan untuk meningkatkan
kesejahteraan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada
umumnya. Kesejahteraan biasanya diejawantahkan dengan peningkatan
pendapatan anggota. Peningkatan pendapatan ini bisa berupa peningkatan
pendapatan secara nominal yang ditunjukkan sesuai nilai mata uangnya maupun
pendapatan secara riil yang ditunjukkan dengan kemampuan daya belinya.
Semua itu pada dasarnya bermuara pada daya saing koperasi yang didasarkan
pada efisiensi biaya yang memberikan baik manfaat ekonomi langsung maupun
tidak langsung. Sehingga menjadi daya tarik pula bagi anggota dan calon
anggota.
Seiring dengan perkembangan dinamika lingkungan koperasi yang
semakin dinamis, daya tarik manfaat ekonomi langsung dan tidak langsung
yang mendasarkan pada efisiensi biaya saja sebagai faktor daya saing ternyata
tidaklah mencukupi. Paradigma daya saing koperasi harus diperluas dengan
2
mengembangkan diferensiasi-diferensiasi kompetitif yang dimiliki koperasi.
Sebagai seperangkat sistem kelembagaan yang menjadi landasan
perekonomian kita, koperasi diharapkan selalu berkembang dinamis mengikuti
berbagai perubahan lingkungan. Dinamika itulah yang mengundang lahirnya
beraneka pola pikir peningkatan daya saing koperasi.. Gejala seperti itu justru
sangat posisitf bagi proses pendewasaan koperasi. Terlebih dengan telah
Koperasi tidak dapat menghindar dari persaingan, baik yang bersifat lokal,
maupun global yang disebabkan dampak dari AC FTA atau lainnya. Secara
makro, Indonesia sebagai salah satu negara anggota ACFTA menunjukkan
gejala keterpurukan dengan dampak dari AC FTA karena terganggunya pasar
domestik, Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dan koperasi.
Sebenarnya banyak potensi yang menguntungkan dengan penerapan
ACFTA, salah satunya berpotensi menciptakan 1,7 miliar konsumen. Namun
Indonesia tidak bisa memanfaatkannya karena tidak mempersiapkan diri dan
tidak memperkuat sektor riil agar bisa bersaing (Rully Indrawan, 2010). Sebagai
salah satu pilar ekonomi yang keberadaannya di back up Undang-undang,
koperasi dituntut mampu memberikan kontribusinya yang signifikan terhadap
ketahanan ekonomi kerakyatan.
Mensikapi hal tersebut, secara mikro, sudah saatnya koperasi harus
memikirkan upaya-upaya untuk meningkatkan daya saingnya, tidak hanya
mendasarkan pada efisiensi biaya saja , tetapi menciptakan diferensiasi-
diferensiasi lain yang kompetitif. Dalam bahasa ekonomi, permintaan pada
koperasi tidak hanya didasarkan oleh harganya yang kompetitif saja (movements
along the demand curve) tapi juga dengan mengelola faktor-faktor lain yang
mula-mula dianggap tidak berubah (ceteris paribus) tapi sekarang berubah
(shifts of the demand curve). Salah satunya adalah dengan melakukan
diferensiasi yang kompetititif. .
3
II. Pembahasan Di era globalisasi seperti sekarang ini, tingkat persaingan usaha tidak
terbatas hanya dalam satu negara, tetapi persaingan sudah meluas dalam
lingkup dunia. Koperasi dituntut dapat mengelaborasi dirinya untuk mengenali
potensi dan kelemahannya, sehingga paling tidak dapat meningkatkan daya
saingnya untuk dapat bertahan di tengah gempuran arus globalisasi yang tidak
terbendung. Bahasan berikut adalah selayang pandang beberapa aspek terkait
dengan koperasi, yang dengan kekhasannya, akan mampu mengelola
persaingan, melalui peningkatan daya saingnya.
.
1. Amanat Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 Pasal 3 UU No.25/1992 mengamanatkan tujuan koperasi sebagai:
“Koperasi bertujuan memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju,adil dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1995”
Pasal 3 tersebut menggambarkan misi yang agung dari koperasi, yaitu bukan
hanya badan usaha yang dimiliki oleh anggota-anggota koperasi, namun
merupakan gerakan ekonomi rakyat dalam rangka mewujudkan masyarakat
yang maju, adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar
1945. Tujuan mulia tersebut akan dapat tercapai apabila setiap koperasi secara
keseluruhan berhasil menjalankan peranannya masing-masing dalam
mempromosikan para anggotanya. Oleh karena itu, dalam bahasan ini akan
lebih difokuskan pada aspek mempromosikan anggota.
Promosi anggota adalah meningkatkan taraf hidup anggota sehingga
menjadi lebih sejahtera. Dalam Undang-undang No 25/1992 di atas kata
memajukan kesejahteraan anggota berarti meningkatkan. Dengan begitu, maka
yang diukur dalam memajukan kesejahteraan anggota adalah peningkatan
tingkat kesejahteraan anggota.
Konsep kesejahteraan tersebut demikian luas, selain juga bermakna relatif.
Karena hal ini sebagai dasar yang dijadikan daya tarik koperasi, maka
4
operasionalisasi konsep ini harus dapat dipahami dan dimengerti oleh anggota
yang kebanyakan adalah masyarakat pada umumnya.
Menurut Ramudi Arifin (1997) dalam batasan ekonomi, tingkat
kesejahteraan itu dapat diwakili oleh tinggi rendahnya pendapatan. Apabila
pendapatan seseorang atau masyarakat meningkat, maka kesejahteraan
(ekonomi) seseorang atau masyarakat tersebut akan meningkat pula. Berkaitan
dengan jalan pemikikiran di atas, maka apabila tujuan koperasi adalah
meningkatkan kesejahteraan anggotanya, maka berarti pula bahwa tujuan
koperasi itu dioperasionalkan dalam bentuk meningkatkan pendapatan para
anggotanya.
Dalam ilmu ekonomi, terdapat dua kategori pengertian pendapatan, yaitu
pendapatan nominal dan pendapatan riil (Ramudi Arifin, 1997). Pendapatan
nominal adalah pendapatan seseorang dalam satuan jumlah uang yang
diperoleh. Sedangkan pendapatan riil adalah pendapatan seseorang dalam
ukuran jumlah barang dan jasa pemenuh kebutuhan yang dapat dibeli dengan
membelanjakan nominalnya (uangnya). Apabila pendapatan nominal seseorang
meningkat dan dengan asumsi harga tetap, maka orang tersebut dapat membeli
barang/atau jasa lebih banyak, yang berarti kesejahteraannya meningkat.
Peningkatan pendapatan nominal atau riil, tergantung siapa anggota
koperasinya. Prinsipnya, landasan dari peningkatan pendapatan yang
merupakan konsep economies of scale untuk mencapai skala ekonomi. Skala
ekonomi dapat dianggap sebagai faktor-faktor yang memungkinkan bagi suatu
perusahaan untuk memproduksi output lebih banyak dengan biaya rata-rata lebih
rendah dari pada hanya menghasilkan output yang lebih sedikit (Ropke, 2000).
Skala ekonomi sering dilihat sebagai alasan yang penting bagi
pembentukan dan keberlangsungan suatu koperasi. Sehingga harus dibuktikan
kepada anggota bahwa koperasi mampu merealisasikan skala ekonomi secara
lebih baik dibandingkan dengan non koperasi. Hal ini harus dapat
dikomunikasikan dengan lugas dan sederhana, serta dibuktikan dengan bukti
nyata, sehingga rangsangan dari sudut pandang ekonomi ini dapat disadari baik
oleh anggota maupun calon anggota koperasi..
5
Koperasi Mina Jaya, Muara Angke, Jakarta Utara, adalah salah satu
contoh koperasi perikanan yang berhasil dalam mempromosikan anggota..
Prestasi terakhir, sebagai Koperasi Berprestasi Nasional. mendapatkan
penghargaan dari Kementerian Koperasi, dan Departemen Kelautan dan
Perikanan (DKP). Penghargaan berupa Adi Mina Bakti Baruna , diberikan atas
kesuksesannya mengelola TPI (tempat pelelangan ikan) di pelabuhan perikanan
Muara Angke, yang memberikan manfaat ekonomi anggotanya.
Dalam dalam RAT tahun 2005, koperasi mampu memberikan santunan kepada
janda nelayan, beasiswa bagi anak berprestasi dan penghargaan bag yang rajin
menabung serta mambayar hutang.
2. Masalah partisipasi anggota Problem pengembangan koperasi di Indonesia masih terganjal sejumlah
masalah klasik. Di antaranya sarana dan prasarana yang kurang memadai,
lemahnya partisipasi anggota, kurangnya permodalan dan pemanfaatan layanan,
dan masalah manajemen. Di antara masalah tersebut, partisipasi anggota
mempunyai peran utama terkait dengan maju mundurnya koperasi.
Tujuan organisasi tidak akan tercapai tanpa adanya peran aktif dari
anggota. Anggota merupakan salah satu aset yang berharga bagi organisasi
koperasi. Tanpa anggota, tempat dan modal tidak akan berarti apa-apa jika
hanya dibiarkan begitu saja. Ditangan anggotalah semua itu akan dapat
berkembang Oleh karena itu. tuntutan akan motivasi dan partisipasi yang baik
dari anggota sangatlah diperlukan.
Dalam kedudukannya Koperasi sebagai badan usaha yang bergerak dalam
bidang ekonomi mempunyai ciri khas tersendiri. Ciri khas itu dapat terletak pada
kedudukan anggota yaitu dengan adanya identitas ganda. Ramudi Ariffin (1997)
menyatakan:
“Prinsip identitas ganda anggota Koperasi akan membentuk hubungan khusus antara anggota Koperasi dengan perusahaan Koperasi. Dalam hal ini hubungan-hubungan ekonomi akan menyangkut tiga pihak, yaitu: Anggota Koperasi (sebagai unit ekonomi), perusahaan Koperasi dan pasar.”
6
Dengan adanya peran identitas ganda tersebut Hanel (1989) dapat
membedakan berbagai dimensi partisipasi anggota sebagai berikut:
a. Dalam kedudukannya sebagai pemilik, para anggota :
- Memberikan kontribusinya terhadap pembentukan dan pertumbuhan
perusahaan Koperasinya dan bentuk kontribusi keuangan (penyertaan modal
atau saham, pembentukan cadangan, simpanan) dan melalui usaha-usaha
pribadinya, demikian pula
- Dengan mengambil bagian dalam penetapan tujuan, pembuatan keputusan
dan dalam proses pengawasan terhadap tata kehidupan Koperasinya.
b. Dalam kedudukannya sebagai pelanggan/pemakai, para anggota
memenfaatkan berbagai potensi yang disediakan oleh perusahaan Koperasi
dalam menunjang kepentingan-kepentingannya.
Berdasarkan hal tersebut, maka koperasi harus mampu melakukan kegiatan-
kegiatan usaha yang dapat memotivasi anggota untuk meningkatkan
partisipasinya, baik dalam kedudukannya sebagai pelanggan maupun sebagai
pemilik.
3. Tantangan koperasi pada masa datang Selama ini banyak orang, termasuk pengurus, pengawas maupun anggota
koperasi, memiliki mainset bila koperasi merupakan organisasi sosial, lembaga
penjamin stabilias harga, dan lainnya. Padahal dalam era ekonomi global
sekarang, koperasi harus dapat berkembang modern dengan menerapkan
kaidah ekonomi modern pula.
Sebagaimana diketahui bahwa ACFTA yang mulai berlaku tahun 2010
berimplikasi luas terhadap usaha kecil dan menengah untuk bersaing dalam
perdagangan bebas. Dalam hal ini, mau tidak mau KUKM dituntut untuk
melakukan proses produksi dengan produktif dan efisien, serta dapat
menghasilkan produk dan layanan yang sesuai dengan tuntutan pasar global.
7
Untuk itu, KUKM perlu mempersiapkan diri agar mampu bersaing baik secara
keunggulan komparatif maupun keunggulan kompetitif.
Penerapan kebijakan-kebijakan yang selama ini digulirkan seperti paket-
paket kebijakan perbaikan iklim investasi dan pemberdayaan KUKM, kebijakan
countercyclical untuk menghadapi dampak krisis keuangan global, dan kebijakan
debottlenecking belum mampu menunjukan peningkatan daya saing hasil
industri Indonesia. Sejak sepuluh tahun terakhir koperasi memang menunjukan
kemunduran yang disebabkan oleh tatanan ekonimi baru dengan daya saing
usaha masyarakat yang lemah dan tidak mampu bersaing alhasil menambah
kemiskinan dan angka pengangguran (Rully Indrawan, 2010).
Untuk menghadapi iklim persaingan demikian, siapapun, termasuk
koperasi, harus mampu menciptakan competitive advantage. Dengan
keunggulan daya saing tersebut, perusahaan (produk) akan dapat bertahan dan
mampu menangkap peluang masa depan. Jika pelaku bisnis hanya sekedar
memperebutkan dan bersaing di masa kini, hal itu tidak akan memberi manfaat
dan keuntungan yang optimal, karena persaingan tersebut hanya terbatas dalam
memperebutkan satu pangsa pasar yang tetap. Menurut Rully Indrawan (2010),
ACFTA sebenarnya sudah disepakati delapan tahun yang lalu, namun tidak ada
pembenahan yang dilakukan untuk meningkatkan daya saing. Untuk itu, Dekopin
harus mengambil langkah-langkah pembinaan koperasi untuk peningkatan daya
saing.
Usaha untuk meningkatkan daya saing adalah dengan meningkatkan
kualitas produk dan dihasilkan. Walaupun penilaian kualitas suatu produk adalah
penilaian yang subyektif oleh konsumen. Penilaian ini ditentukan oleh persepsi
pada apa yang dikehendaki dan dibutuhkan oleh konsumen terhadap produk
tersebut.
Untuk meningkatkan kualitas produk agar sesuai dengan persepsi
konsumen, produsen harus senantiasa melakukan perbaikan dan inovasi
terhadap produk mereka secara berkelanjutan. Idealnya, kekuataan potensial
yang dimiliki perusahaan dapat berupa kekuatan yang berhubungan dengan
8
adanya unsur-unsur : skala ekonomi, mempunyai posisi tawar yang baik, dapat
memanfaatan keterkaitan pasar, dan biaya transaksi yang optimal. Skala
ekonomi diperoleh dengan mengantisipasi tingkat penjualan yang cocok dengan
meminimumkan skala efisien. Bargaining position positif di pasar ditempuh agar
dalam persaingan pasar bisa dipertahankan harga jual barang dengan
memperhatikan gerak para pesaingnya.
Agar perusahaan mampu bersaing perusahan harus melakukan orientasi
pasar agar mampu unggul bersaing didalam persaingan pasar. Keunggulan
tersebut dimiliki organisasi koperasi karena beberapa hal diantaranya :
1. Untuk mencapai skala ekonomi dengan mengatur tingkat volume produksi-
bersama.
2. Mengkoordinasi biaya transaksi
3. Mengadakan kesepakatan harga jual produk demi menarik konsumen dalan
hal posisi koperasi di pasar.
Koperasi mempunyai dua pasar:, yaitu internal market dan external market
Pada internal market, arah penyaluran barang koperasi ditunjukan kepada para
anggotanya. Sedangkan pada external market, pasar yang dituju adalah di luar
anggota atau untuk umum. Dengan melayani dua pasar tersebut, secara makro
koperasi diharapkan mampu memberikan kontribusi signifikan dalam
perekonomian nasional.
Dalam tatanan perekonomian nasional, koperasi Indonesia pada dasarnya
mempunyai fungsi yang sarat dengan misi pembangunan, terutama terwujudnya
pemerataan. Koperasi Indonesia merupakan bagian integral dari sistem
pembangunan nasional Indonesia. Dari kerangka pendekatan dan pemikiran
yang bersifat integral ini, maka jelaslah bahwa koperasi Indonesia adalah suatu
badan usaha yang seharusnya dapat bergerak di bidang usaha apa saja
sepanjang orientasinya adalah untuk meningkatkan usaha golongan ekonomi
lemah. Koperasi ini pada gilirannya akan memberikan dampak berupa
peningkatan kesejahteraan mereka.
Orientasi usaha seperti itulah yang merupakan salah satu ciri sosial dari
koperasi yang membedakannya dengan badan usaha lainnya. Dalam hubungan
9
ini perlu juga adanya kejelasan terhadap pendapat bahwa karena koperasi harus
melayani yang lemah dan kecil, maka usaha koperasi tidak dapat menjadi besar.
Pendapat demikian ini adalah keliru, karena justru untuk memperoleh kelayakan
usahanya, setiap koperasi harus didorong dan dikembangkan menjadi besar
dengan menghimpun kekuatan ekonomi dari mereka yang lemah dan kecil-kecil.
Memang perlu ditegaskan bahwa besarnya usaha koperasi seperti di atas
bukanlah tujuan, tetapi hanya merupakan dampak dari suatu upaya untuk dapat
mengembangkan dirinya secara efektif dan efisien.
Tolok ukur perkembangan koperasi Indonesia bukan saja besar atau
kecilnya volume usaha atau sumbangannya dalam pertumbuhan ekonomi. Yang
menjadi ukuran koperasi Indonesia adalah sejauh mana usaha koperasi itu
terkait dengan usaha anggotanya terutama golongan ekonomi lemah, dan pada
gilirannya dapat menghasilkan manfaat sebesar-besarnya dalam proses
peningkatan kesejahteraan mereka. Dengan perkataan lain yang diukur adalah
sumbangannya secara langsung dalam proses melaksanakan fungsi
pemerataan. Dengan cara pandang demikian koperasi yang memiliki usaha
kecil, namun terkait dengan kegiatan usaha para anggotanya akan memiliki
bobot kualitas yang lebih tinggi dibanding dengan koperasi yang memiliki usaha
besar tetapi tidak terkait dengan kegiatan usaha atau kepentingan para
anggotanya. Tugas utama koperasi adalah tetap berusaha meningkatkan
kesejahteraan dan kemakmuran anggotanya
4. Meningkatkan daya saing koperasi Mengingat telah berlakukanya ACFTA, kelemahan kondisi internal koperasi
pada umumnya, dan lingkungan persaingan yang makin dinamis, maka perlu
perlu perubahan/ pengembangan cara pandang dalam pengelolaan koperasi.
Dengan demikian, diharapkan daya saing dan akan menjadi daya tarik bagi
anggota maupun masyarakat. Pada akhirnya, tujuan koperasi dapat diwujudkan
dan dipertahankan keberlangsungannya. Secara garis besar, perubahan cara
pandang (paradigma) dalam pengelolaan koperasi terkait peningkatan daya
saing, dapat dilihat dalam berikut.
10
LAMA BARU
ACFTA dan
Lainnya
Gambar : Paradigma Baru Peningkatan Daya Saing Koperasi
11
Kredit uang/barang
Penjualan produk
Biaya murah
SHU
Pergerakan pergeseranKurva demand
Cost efficiency Cost effectiveness
Harmonisasi 4 P + 4 C
Diferensiasi yang kompetitif : Produk, Ciri, personalia, pelayanan, citra
Partisipasi anggota
PENINGKATAN
VOLUME
TRANSAKSI
PENINGKATAN
KESEJAHTERAAN
DAYA
TARIK
KOPERASI
DAYA
SAING
KOPERASI
T E A M K R E A T IF
Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa peningkatan daya saing diarahkan
untuk meningkatkan partisipasi anggota. Melalui partisipasi aktifnya,
kesejahteraan anggota diharapkan dapat ditingkatkan. Berikut, uraian dari
beberapa variable dalam gambar tersebut
a. Dari pergerakan sepanjang kurva demand (movements along the demand curve) menuju pergeseran kurva demand (shifts of the demand curve)
Hukum permintaan mengatakan bahwa apabila harga suatu barang naik
maka permintaan barang tersebut turun, sebaliknya apabila harga suatu barang
turun permintaan naik, ceteris paribus. Ceteris paribus dimaknai sebagai asumsi
yang mengatakan bahwa faktor-faktor lain yang mempengaruhi di luar harga
barang yang bersangkutan dianggap tetap. Titik tolak pemahaman ini adalah
karena yang mempengaruhi mengapa orang membeli suatu produk tidak hanya
harga produk yang bersangkutan, tetapi faktor-faktor lain seperti harga barang
lain yang berkaitan, selera konsumen, kualitas, pendapatan konsumen,
ekspektasi konsumen dan sebagainya. Analog dengan pemahaman tersebut,
maka daya tarik koperasi yang mendasarkan pada efisiensi biaya dengan
memunculkan harga yang murah dalam koperasi pembelian, pada dasarnya
baru menekankan pada konsep hukum permintaan tersebut.
Dalam konsep ekonomi mikro, dibedakan istilah movements along the
demand curve dan shifts of the demand curve. Pemahaman yang pertama
diartikan perubahan dalam jumlah yang diminta disebabkan oleh peningkatan
atau penurunan harga. Sedangkan pemahaman yang kedua dimaksudkan
dengan perubahan permintaan yang disebabkan oleh faktor-faktor lain yang
mula-mula dianggap tetap (ceteris paribus) sekarang berubah. Mengacu dari
pemahaman ini, maka koperasi harus mampu mengekplorari faktor-faktor ceteris
paribus- nya untuk menjadi daya saing koperasi. Kemampuan mendiferensiasi
daya tarik di luar harga murah harus dikembangkan.
Kopwan Kencono Wungu, dengan sistem tanggung renteng yang
diterapkan secara sungguh-sungguh, mampu membangun kesadaran dan
12
kepercayaan masyarakat, sehingga tertarik menjadi anggota kopwan. Dua
gedung koperasi dibangun melalui sumbangan anggotanya.
b. Dari cost efficency menuju cost effectiveness Pertama kali yang dilakukan oleh Robby Johan saat masuk menjadi Dirut
Garuda, adalah merubah mainset bisnis dari cost effisiensi menjadi cost
effectiveness. Setelah membuka pintu bagi karyawan-karyawan mengambil
kesempatan pension dini dengan sejumlah pesangon, Robby justru
meningkatkan gaji dan tunjangan karyawan yang masih bertahan. Banyak di
antara karyawan yang telah mengajukan pensiun dini kabarnya merasa
menyesal.
Apa tuntutan dari cost effectiveness ? Kalau pada konsep yang pertama
(cost efficiency), tekanan adalah pada penghematan-penghematan, sedangkan
pada konsep yang kedua, biaya boleh meningkat, namun peningkatan biaya ini
harus dibalas dengan peningkatan hasil yang berlipat ganda. Karyawan boleh
meningkat gaji atau tunjangannya, tetapi di sisi lain, karyawan tersebut harus
memberikan reward berlipat ganda pada perusahaan.
Terlepas dari bagaiman kondisi Garuda saat ini, namun wacana ini harus
dijadikan pertimbangan bagi koperasi untuk tidak hanya berkutat pada
penekanan efisiensi saja atau pada harga murah saja. Peningkatan kualitas
produk layanan harus dilakukan walaupun diringi dengan peningkatan biaya.
Koperasi harus mencobanya.
Cerita menarik juga diperoleh dari kisah sukses Kopwan Kencono Wungu,
Kabupaten Mojokerto. Untuk mengintensifkan pembinaan kepada anggota maka
pengurus, dengan mengeluarkan sedikit biaya sebagai balas jasa, dibantu oleh
5 orang PPL (Pembina Penyuluh Lapangan). PPL merupakan kader-kader
pilihan yang diangkat oleh pengurus melalui surat keputusan dan bertugas serta
bertanggung jawab dalam pertemuan kelompok,yang dilaksanakan sebulan
sekali. Sehingga secara strategis PPL bertugas membantu pengurus
memajukan koperasi dalam bidang organisasi.
13
c. Mengharmonisasikan 4P dengan 4C Saat ini, perusahaan-perusahaan yang ingin bertahan hidup tidak dapat
dilakukan semata-mata hanya dengan mengandalkan melakukan pekerjaan
yang baik. Untuk dapat bertahan hidup, mereka, termasuk di dalamnya
perusahaan koperasi, harus melakukan pekerjaan yang baik sekali, sehingga
konsumenpun tidak hanya puas saja, namun puas sekali. Pertumbuhan pasar
lambat, namun persaingannya sengit terjadi di dalam negeri dan di luar negeri.
Konsumen, baik konsumen akhir maupun pembeli bisnis, berhadapan dengan
banyak pemasok yang berusaha untuk memuaskan kebutuhan mereka ketika
mereka memilih pemasok Penelitian telah menunjukkan, bahwa kunci bagi
prestasi perusahaan yang menguntungkan adalah mengetahui dan memuaskan
pelanggan sasaran dengan penawaran yang bersaing. Pemasaran adalah salah
satu fungsi perusahaan yang dibebani tugas untuk mendefinisikan pelanggan
sasaran dan cara terbaik untuk memuaskan kebutuhan dan keingginan
kompetitif yang menguntungkan.
Instrumen-instrumen yang dapat digunanakan perusahaan untuk mencapai
tujuan pemasarannya dikenal dengan istilah bauran pemasaran (marketing mix).
Bauran pemasaran adalah seperangkat alat pemasaran yang digunakan
perusahaan untuk mencapai tujuan dalam pasar sasaran (Kotler, 1997 )..Bauran
pemasaran adalah salah satu konsep penting dalam pemasaran modern.
Selanjutnya, McCarthy (dalam Kotler, 1997 ) mempopulerkan klasifikasi yang
terdiri dari empat faktor yang disebut 4P yaitu : Produk (Product), Harga (Price),
Distribusi (Place), dan Promosi (Promotion). Variabel-variabel tertentu setiap P
harus dimplementasikan secara tepat.
Bauran pemasaran (4P) menunjukkan pandangan perusahaan tentang kiat
pemasaran yang ada untuk mempengaruhi konsumennya, namun dari sudut
pandang konsumen, setiap kiat pemasaran harus memberi manfaat bagi
pembeli. Jadi 4P bagi perusahaan, harus dirancang dan dikelola secara tepat
sebagai tanggapan dari variable 4C, yang bersumber dari konsumen. Gambaran
hubungan antara variable-variabel 4P dan 4C secara singkat dapat digambarkan
dalam hubungan sebagai berikut.:
14
Product - pada dasarnya harus sesuai dengan kebutuhan dan keinginan
konsumen (Customer Solution)
Price bagi anggota pada dasarnya merupakan biaya (Cost to the
customer), sehingga harus dirancang tepat dan murah
Promotion bagi anggota pada dasarnya adalah bentuk komunikasi
(Communication), sehingga harus sesuai dengan situasi dan
kondisi anggota agar dicapai komunikasi yang efektif.
Place bagi anggota,berkaitan dengan kemudahan untuk memperoleh
pelayan koperasi (Convenience)
Sebetulnya dalam koperasi, yang pelanggannya dikenal dengan istilah
captive market (bahasa sederhananya, pasarnya sudah pasti), semestinya
sudah tidak menemui kesulitan lagi untuk mendefinisikan pelanggan sasaran dan
cara terbaik memuaskan kebutuhan pelanggannya. Namun fakta di lapangan
menunjukkan bahwa koperasi kesulitan untuk memuaskan kebutuhan dan
keinginan pelanggan anggota. Artinya, koperasi kesulitan untuk
mengharmonisasikan unsur 4P dan 4C. Rapat Anggota harus benar-benar
efektif, sehingga dapat disusun program-progam pelayanan yang benar-benar
berbasis pada keinginan anggota.
Koperasi Wanita (Kopwan) Kartika Candra, Kabupaten Pasuruan, adalah
salah satu contoh koperasi yang berhasil tumbuh dan berkembang dari bawah
(bottom up). Segala kegiatannya selalu berorientasi kepada kepentingan dan
pemenuhan kebutuhan anggota. Kopwan ini mampu mewujudkan berdirinya
kantor yang hamper 90 % diperoleh dari partisipasi anggota.
d. Diferensiasi yang kompetitif Dalam persaingan monopolistik, para penjual bersaing melalui diferensiasi
produk (perbedaan diantara produk mengenai antara lain kualitas, harga, lokasi,
kemasan, iklan dan sebagainya) agar produk dapat di bedakan dengan produk
yang di jual produsen lain lain. Persaingan monopolistik merujuk kepada
15
organisasi pasar dimana terdapat banyak perusahaan yang menjual barang-
barang yang hampir serupa tapi tidak sama (Salvatore, 1985).
Koperasi harus mampu mengembangkan diferensiasi-diferensiasi
kompetitif yang lain, tidak hanya mendasarkan pada efisiensi biaya (harga
murah) saja. Jadi yang harus dipikirkan adalah, dengan cara apa koperasi bisa
membedakan penawarannya dari para pesaing. Saatnya bagi koperasi untuk
membentuk team kreatif yang mampu melahirkan diferensiasi-diferensiasi
kompetitif.,
Kotler (1997 ) mengkategorikan peralatan-peralatan untuk diferensiasi
yang kompetitif, yaitu : diferensiasi produk, diferensiasi ciri-ciri, diferensiasi
pelayanan, diferensiasi personalia, dan diferensiasi citra. Berikut adalah
penjelasan dari diferensiasi-diferensiasi tersebut.
a. Diferensiasi produk
Pada suatu keadaan tertentu, kita dihadapkan pada suatu produk yang
sangat terstandarisasi sehingga memungkinkan sedikit variasi, seperti daging
ayam, garam. Tetapi dalam beberapa hal, beberapa variasi alamiah (asli) masih
memungkinkan. Misalnya garam, dikemas dengan kemasan yang menarik serta
mengandung Iodium sebagaimana yang dibutuhkan oleh tubuh pemakainya.
b. Diferensiasi ciri-ciri
Ciri-ciri adalah karakteristik yang mendukung fungsi dasar suatu produk.
Sebagian produk dapat ditawarkan dengan beberapa cirri-ciri. Perusahaan harus
mempertimbangkan berapa banyak orang yang membutuhkan setiap cirri-ciri
tertentu, berapa lama waktu yang diperlukan untuk setiap cirri itu diperkenalkan,
apakah mudah bagi pesaing untuk meniru cirri tersebut, dan sebagainya.
Beberapa karakteristik yang mendukung fungsi dasar suatu produk yang dapat
dikelola oleh koperasi adalah: kinerja, peyesuaian (konformansi), tahan lam
(durability), tahan uji (realibility), kemudahan perbaikan (repairability), model
(style), dan desain (kekuatan yang mengintegrasi).
16
c. Diferensiasi pelayanan (service differentiation)
Selain pembedaan dari produk fisiknya, koperasi dapat juga membedakan
dari pelayanan lanjutannya. Kunci sukses persaingan sering terletak pada
tambahan pelayan dan mutu. Variavel-variabel pelayanan termasuk di dalamnya
adalah: pengiriman, pemasangan, pelatihan bagi pelanggan, pelayanan
konsultasi, perbaikan dan pelayanan rupa-rupa.
Kopwan Setia Bhakti Wanita, Surabaya, dengan 10.020 anggota (data
2009), asset Rp. 81,2 milyar dan volume usaha Rp. 101 ilyar (data tahun 2002),
berhasil mengembangankan pola simpan pinjam dengan sistem tanggung
renteng. Dampakanya bagi anggota adalah, koperasi mampu memenuhi
kebutuhan anggota melalui KSP, interaksi antar anggota dan berkembangnya
solidaritas antar anggota. Keberhasilan ini dilakukan salah satunya melalui
kegiatan pelatihan bagi anggota antara lain, pelatihan dalam pengambilan
keputusan, pelatihan tentang sistem tanggung renteng yang dilakukan secara
periodik dan pelatihan-pelatihan lain yang berkaitan dengan pengembangan
potensi.
Dampak koperasi terhadap lingkungannya antara lain menjadi wadah
belajar bagi koperasi lain dan menumbuhkan unit usaha baru. Hampir setiap
bulan selalu ada saja institusi yang berkunjung ke Kopwan ini, baik untuk
meminta pelatihan atau untuk studi banding. Sepert pada bulan Januari 2010,
Kopwan mendapat kunjungan 200 siswa dan 18 guru dari SMKN I Bangkalan.
Dalam waktu yang sama Kopwan juga mendapat kunjungan dari siswa SD.
d. Diferensiasi personalia
Keunggulan kompetitif bisa diperoleh koperasi karena memperkerjakan
dan melatih orang-orangnya dengan lebih baik dibandingkan pesaingnya.
Tenaga terdidik memiliki enam cirri yaitu: kompeten, sopan santun, kredibel,
dapat diandalkan, cepat bereaksi terhadap keinginan pelanggan dan punya
kemampuan berkomunikasi yang baik. Dadang Hawari mengkategorikan SDM
yang unggul adalah SDM yang punya IQ, CQ, EQ dan SQ.
17
Kopwan Kopinkra Sutra Ayu Kabupaten Pekalongan, sebagai koperasi
sukses membangun silaturahmi yang sehat antara pengurus dengan
anggotanya. Melalui silaturahmi yang baik ini, masalah yang berkaitan dengan
partisipasi anggota dapat diminimalisir.
e. Diferensiasi citra (Image differentiatioan)
Citra adalah persepsi yang bertahan lama. Untuk mengembangkan citra
yang kuat terhadap suatu produk, merek atau perusahaan menuntut kreatifitas
dan kerja keras.. Citra tidak dapat ditanamkan dalam pikiran masyarakat hanya
dalam satu malam, atau dengan satu media saja. Apalagi untuk koperasi,
dimana masih mempunyai citra yang tidak menguntungkan di masyarakat,
seperti contohnya KUD, yang sering dipeleskan menjadi Ketua Untung Duluan.
Walaupun tidak benar adanya, dibutuhkan kerja keras untuk memperbaiki dan
membangun citranya.
Citra harus ditanamkan dalam setiap alat komunikasi pada perusahaan dan
dilakukan secara berulang-ulang. Misalnya, pesan: comitted to you selain ditulis
dengan bahasa gaul committed 2 u agar selalu diingat, pesan ini harus
digambarkan dalam simbol, media tertulis atau audio visual, suasana fisik
perusahaannya, peristiwa-peristiwa dan para orang perorang . Koperasi harus
percaya diri dengan mengunakan nama atau istilah yang atraktif.. Walaupun
hanya merubah nama tokonya dari Tunas Dinamika menjadi TD Mart , paling
tidak KKBM Ikopin sudah berusaha melakukan perubahan, terlepas besar atau
kecil signifikansinya pada volume transaksi. Membangun citra memang tidak
cukup hanya berganti nama saja.
Kopwan Kopinkra Sutra Ayu Pekalongan, mempunyai motto Kepercayaan
adalah Nyawa . Setiap bantuan modal yang diterima, dikembalikan tepat pada
waktunya. Kopwan Kencono Wungu, Mojokerto dengan slogan kunci suksenya,
Sediakanlah waktu tertawa, karena tertawa itu musiknya jiwa. Kopwan Kartika
Candra Pasuruan, dengan mottonya, Berjuang bersama meraih sukses.
Sedangkan Kopwan Setia Bhakti Wanita Surabaya, mempunyai misi,
Meningkatkan pelayanan koerasi dan kualitas sumber daya manusia untuk
18
menumbuh kembangkan kehidupan yang lebih bertanggung jawab (mandiri) dan
berkesinambungan. Dengan prestasinya, kopwan-kopwan tersebut mempunyai
citra positif di mata anggota dan masyarakat serta instansi terkait.
Banyaknya cerita sukses kopwan yang diangkat, karena faktanya
menunjukkan bahwa dengan keunikannya, banyak kopwan yang mampu
mengelola organisasi dan perusahaan koperasi dengan baik. Di Subang,
pimpinan kepala daerahnya bertekad menjadikan daerah Subang sebagai
kabupaten koperasi wanita terbesar di Jawa Barat atau bahkan di Indonesia
(data 2010). Hal ini mengacu kepada banyaknya kaum perempuan di Kabupaten
Subang yang menjadi anggota koperasi aktif. Ada sedikitnya 150 Kopwan
Lumbung ekonomi Desa (LED) dengan anggota mencapai 60.000 orang.
Idealnya, perusahaan (dalam hal ini koperasi) mendiferensiasikan dirinya
dalam beberapa dimensi. Perlu ditegaskan bahwa, strategi diferensiasi tidak
berarti memungkinkan perusahaan untuk mengabaikan biaya, tetapi biaya
bukanlah target strategis yang utama (Porter, 1990). Paling tidak, aktifitas
menggali dan menciptakan diferensiasi harus tetap diupayakan secara kontinyu.
Seperti judul buku yang ditulis oleh seorang pemilik perusahaan computer: The
same is not my style.
V. Kesimpulan Dari paparan di atas dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Kesejahteraan anggota secara mudah dapat diukur dari peningkatan
pendapatan anggota baik nominal maupun riil, tergantung siapa anggota
koperasinya.
2. Peningkatan pendapatan tersebut dapat dicapai karena adanya daya
saing koperasi yaitu skala ekonomi,.
3. Selain memperbaiki kelemahan internal dan mengeksplorasi potensinya,
peningkatan daya saing dapat dilakukan dengan: mendifensiasi produk ,
jasa, personalia, citra atau karakteristik khusus lainnya sesuai harapan
anggota, tanpa mengabaikan biaya.
19
VI. Rekomendasi1.. Eksplorasi dalam rangka menemukan variabel-varibel diferensiasi daya saing
koperasi di luar efisiensi biaya, dapat dilakukan dengan brainstorming atau
lokakarya Logical Framework Approach (LFA), yang melibatkan stakeholder
koperasi, termasuk anggota koperasi yang bersangkutan..
2. Koperasi membentuk Team Kreatif yang akan melakukan kajian secara
periodik, sehingga dapat ditemu kenali varibel diferensiasi kompetitif yang
mampu meningkatkan daya saing koperasi., serta dapat melakukan studi
banding ke koperasi wanita yang berkinerja sangat baik.
Daftar PustakaHanel, Alfred, 1989. Organisasi Koperasi. Penerbit : Unpad, Bandung
Kotler, Philip, 1997. Manajemen Pemasaran: Analisis, Perencanaan dan
Pengendalian. Terjemahan Adi Zakaria Afiff, FE UI
McGuigan, James R and Moyer, R. Charles, 1989. Managerial Economics. Fifth
Edition. West Publishing Company, USA
Porter, Michael E, 1990. Strategi Bersaing (Terj. Agus Maulana). Penerbit
Erlangga
Ramudi Ariffin, 1997. Ekonomi Koperasi. Seri No 1Perusahaan Koperasi FMP
Ikopin
Ropke, Jochen, 2000. Ekonomi Koperasi: Teori dan Manajemen. Penerbit
Salemba Empat. Jakarta
Salvatore, Dominick, 1983. Theory and Problemsof Microeconomic