-
PENILAIAN PENGUASAAN KOMPETENSI PEDAGOGIK DAN
PENILAIAN TERHADAP KURIKULUM 2013 SEBAGAI
PREDIKTOR BAGI STRES DALAM PELAKSANAAN
KURIKULUM 2013 PADA GURU DI SMP
NEGERI 1 JAYAPURA, PAPUA
OLEH
INDAH PUSPA SAPTIANTI
802010040
TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari
Persyaratan
Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2015
-
PENILAIAN PENGUASAAN KOMPETENSI PEDAGOGIK DAN
PENILAIAN TERHADAP KURIKULUM 2013 SEBAGAI
PREDIKTOR BAGI STRES DALAM PELAKSANAAN
KURIKULUM 2013 PADA GURU DI SMP NEGERI 1
JAYAPURA, PAPUA
Indah Puspa Saptianti
Berta Esti Ari Prasetya
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2015
-
i
Abstrak
Dalam penelitian ini peneliti ingin melihat apakah penilaian
penguasaan kompetensi
Pedagogik dan penilaian terhadap Kurikulum 2013 dapat menjadi
prediktor bagi stres
dalam pelaksanaan Kurikulum 2013 pada guru di SMP Negeri 1
Jayapura, Papua. Teknik
pengambilan sampel jenuh digunakan dalam penelitian ini dengan
mengambil guru yang
melaksanakan Kurikulum 2013 sebanyak 31 orang sebagai responden.
Alat ukur yang
digunakan adalah Skala Penilaian Penguasaan Kompetensi
Pedagogik, Skala Penilaian
terhadap Kurikulum 2013 dan Teacher Stress Inventory. Analisis
regresi dilakukan
sebagai teknik analisis data. Hasil menunjukkan bahwa penilaian
penguasaan kompetensi
Pedagogik tidak berkorelasi dengan stres guru dengan r = -0,177
dan signifikansi 0,171
(p>0,05), sedangkan penilaian terhadap Kurikulum 2013 juga
tidak berkorelasi dengan
stres r = 0,016 dan signifikansi 0,465 (p>0,05). Hasil
korelasi tersebut membuat analisis
regresi tidak dapat dilakukan . Dengan demikian penilaian
penguasaan kompetensi
Pedagogik dan penilaian terhadap Kurikulum 2013 tidak dapat
menjadi prediktor bagi stres
dalam pelaksanaan Kurikulum 2013 pada guru di SMP Negeri 1
Jayapura, Papua.
Kata Kunci : Penilaian, Kompetensi Pedagogik, Kurikulum 2013,
Stres Guru
-
ii
Abstract
In this study, researcher wanted to investigate whether the
appraisal of mastery
Pedagogic competency and the appraisal of Kurikulum 2013 can be
the predictors for
stres in the implementation of Kurikulum 2013 at teacher in SMP
Negeri 1 Jayapura,
Papua. Saturated sampling technique is used in this study by
taking 31 teacher who
implement Kurikulum 2013 as respondents. Measuring instruments
of this study are the
Penilaian Penguasaan Kompetensi Pedagogik Scale, Penilaian
terhadap Kurikulum 2013
Scale, and Teacher Stress Inventory. Regression analysis is done
as data analysis
technique. The result shows there is no correlation between the
appraisal of mastery
Pedagogic competency and teacher stress with r = -0,177 and
significance 0,171
(p>0,05), while the appraisal of Kurikulum 2013 also not
related to teacher stress with r
= 0,016 and signifcance 0,465 (p>0,05). Therefore, the
regression analysis can not be
done. Finally, the result suggest that whether the appraisal of
mastery Pedagogic
competency and appraisal of Kurikulum 2013 cannot be the
predictors for stres in the
implementation of Kurikulum 2013 at teacher in SMP Negeri 1
Jayapura, Papua.
Keyword : Appraisal, Pedagogic Competency, Kurikulum 2013,
Teacher Stress
-
1
PENDAHULUAN
Stres merupakan hal yang sering terjadi pada setiap orang,
termasuk guru.
Holroyd & Lazarus (dalam Dewe, O’Driscoll, & Cooper,
2012) menyebutkan bahwa
stres sebagai sesuatu yang timbul dari penilaian bahwa tuntutan
lingkungan tertentu
melebihi sumber daya individu, sehingga mengancam
kesejahteraannya. Munculnya
stres pada guru tentu saja membawa dampak bukan hanya bagi guru
itu sendiri, tetapi
juga rekan, peserta didik dan juga sekolah. Blase dan Poornima
(dalam Reddy &
Anuradha, 2013) menyebutkan bahwa stres pada guru seringkali
memengaruhi
kemampuan guru untuk berfungsi secara efektif. Brown dan Ralph
(dalam Reddy &
Anuradha, 2013) menyebutkan stres guru juga menyebabkan adanya
penurunan kinerja
dan output; ketidakmampuan untuk mengatur waktu atau delegasi;
perasaan terasing
dan tidak mampu; hilangnya kepercayaan diri dan motivasi;
meningkatkan introversi;
iritabilitas dengan rekan-rekan; keengganan untuk bekerja sama;
sering terjadi konflik
irasional di tempat kerja; penarikan diri dari hubungan yang
mendukung; humor sinis
yang tidak pantas; pikiran negatif yang terus-menerus;
penyalahgunaan zat yang
meningkat; kehilangan nafsu makan; sering mengalami infeksi; dan
rawan kecelakaan.
Stres kerja guru dapat mempengaruhi fisiologis, kesejahteraan
psikologis dan perilaku
guru, sekolah sebagai organisasi, kesejahteraan murid,
pencapaian tujuan pendidikan,
dan kualitas pendidikan secara umum (Milbourne; Black; Weidner
dalam Oztruk,
2011).
Oztruk (2011) menyebutkan salah satu hal yang menyebabkan stres
pada guru
adalah perubahan kebijakan pendidikan, seperti perubahan
kurikulum. Kurikulum baru
yang saat ini tengah dijalankan oleh pemerintah Indonesia adalah
Kurikulum 2013,
yang telah diuji coba sejak tahun 2013. Namun pada tahun 2015
beberapa sekolah di
-
2
Indonesia yang dianggap memenuhi persyaratan telah resmi
menjalankan kurikulum
tersebut ( Latief, 2013). Kemendikbud (2013) memaparkan bahwa
ada 4 perubahan
besar dalam Kurikulum 2013 yaitu 1) Konsep kurikulum, dimana
dalam Kurikulum
2013 ini berusaha menyeimbangkan antara hardskill dan softskill,
dimulai dari Standar
Kompetensi Lulusan, Standar Isi, Standar Proses, dan Standar
Penilaian, 2) Buku yang
dipakai merupakan buku yang berbasis kegiatan dan tematik
terpadu, 3) Proses
pembelajaran menggunakan pendekatan saintifik melalui mengamati,
menanya,
manalar, dan mencoba serta guru bertugasuntuk menuntun siswa
untuk mencari tahu,
bukan diberi tahu, 4) Proses penilaian difokuskan bukan pada
hasil kerja siswa
melainkan proses kerja siswa, selain itu penilaian otentik pada
aspek kompetensi sikap,
pengetahuan, dan keterampilan dilakukan dengan menggunakan
portofolio
pembelajaran siswa.
Berbagai masalahpun timbul akibat perubahan tersebut, seperti
yang dipaparkan
oleh salah satu guru di SMP Negeri 1 Jayapura, Papua dalam
wawancara yang
dilakukan sekitar bulan November 2014 lalu antara lain a) Proses
penilaian dalam
kurikulum 2013 dinilai menyulitkan guru karena guru dituntut
untuk dapat menilai
bukan saja tentang pengetahuan dan keterampilan anak, tetapi
juga sikap, yang
kemudian dibuat dalam portofolio. Masalah utamanya adalah guru
tersebut bukan hanya
menilai 10 atau 20 anak, tetapi 70 hingga 200 anak. Hal ini
menghambat guru dalam
memaksimalkan proses belajar mengajar dan menyebabkan guru
seringkali menilai
dengan tidak obyektif atau sembarangan, b) ketersediaan buku
pegangan siswa dan guru
yang masih terbatas, c) siswa yang kurang proaktif. Hampir 80%
siswa sulit untuk aktif
bertanya, melakukan diskusi kelompok dan mempresentasikan di
depan kelas, meskipun
sudah di motivasi dengan penambahan nilai bagi siswa yang aktif
dan berani. Hal ini
http://edukasi.kompas.com/read/2014/12/04/19414341/Tim.Evaluasi.Kurikulum.2013.Temui.Mendikbud
-
3
mengakibatkan prestasi siswa menjadi menurun, d) banyak guru
yang kesulitan dalam
mengintegrasikan materi mata pelajarannya dengan materi mata
pelajaran lain dan
kehidupan sehari-hari, e) guru kesulitan dalam mengintegrasikan
TIK dengan mata
pelajarannya karena keterbatasan fasilitas seperti internet dan
komputer, selain itu masih
ada guru yang belum menguasai TIK.
Dalam wawancara tersebut, guru juga mengeluhkan mengalami stres
karena
Kurikulum 2013 tersebut mensyaratkan banyak tugas sehingga guru
harus mampu
membagi waktu untuk dapat tetap menjalankan tanggung jawab dalam
keluarga. Hal
tersebut tentu saja menyebabkan kelelahan pada guru. Selain itu
guru menjadi sering
memarahi siswanya yang dianggap sulit diatur dan enggan untuk
melakukan tugasnya
dengan sebaik mungkin. Menurut Kyriacou dan Sutcliffe (dalam
Vaezi & Fallah, 2012)
perasaan negatif seperti kemarahan merupakan sindrom respon dari
stres.
Lazarus dan Folkman (dalam Edgey & Ivey, 2012) menyebutkan
bahwa proses dari
penilaian kognitif dari stres meliputi dua level yaitu penilaian
primer dan penilaian
sekunder. Level pertama yaitu penilaian primer yang muncul
ketika seseorang
diperhadapkan dengan stresor dan mengeveluasinya sebagai sesuatu
yang negatif,
positif, atau tidak relevan – tantangan (challenge) sebagai
penilaian positif, ancaman
(threat), kerugian atau kehilangan (harm or loss) sebagai
penilaian negatif (Weinstein,
Brown, & Ryan, 2009). Sesuatu akan dinilai positif atau
negatif hanya jika hal tersebut
mengkonfrontasi tujuan dari individu, sehingga ia menjadi rentan
terhadap hal tersebut.
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa penilaian kognitif
terhadap stresor merupakan
bagian yang paling penting dalam timbulnya respon stres (Dewe,
1991; Edge & Ivey,
2012; Harvey, Nathen, Bandiera, & LeBlanc, 2010), hal ini
berarti apakah seseorang
-
4
menilai stresor sebagai sesuatu yang positif (tantangan) atau
negatif (ancaman atau
kerugian) akan menentukan kondisi stresnya.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Harvey dan rekannya (2010)
ditemukan
bahwa orang-orang yang menilai stresor atau situasi sebagai
ancaman cenderung
memperlihatkan respon stres yang lebih tinggi yang ditandai
dengan adanya pelepasan
kortisol dibandingkan dengan mereka yang yang menilai stresor
sebagai tantangan.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa perubahan
kurikulum, dalam kasus ini
adalah Kurikulum 2013, merupakan stresor bagi guru dan karena
penilaian terhadap
stresor merupakan hal yang penting dalam proses munculnya stres,
maka penilaian guru
terhadap Kurikulum 2013 akan memengaruhi munculnya stres pada
guru. Jika
Kurikulum 2013 dianggap sebagai sesuatu yang negatif yaitu
sebagai ancaman atau
kerugian maka guru menjadi rentan terhadap stres. Sebaliknya
jika Kurikulum 2013
dianggap sebagai tantangan, maka guru akan termotivasi untuk
menghadapinya
Jika stresor dirasakan berpengaruh bagi individu maka individu
tersebut akan
mengevaluasi kemampuan dirinya (Lazarus & Folkman, 1987).
Ini merupakan level
kedua dari penilaian kognitif yaitu penilaian sekunder. Menurut
Lazarus dan Folkman
(1987) penilaian sekunder merupakan suplemen krusial untuk
penilaian primer sebab
kerugian, tantangan, dan ancaman juga tergantung dari bagaimana
seseorang yakin
mampu mengendalikan hasil. Kemampuan untuk mencapai hasil yang
diinginkan inilah
yang disebut dengan kompetensi (Guillen & Saris, 2013;
Trinder, 2008). Kompetensi
juga memampukan seseorang untuk melakukan kegiatan dalam suatu
pekerjaan, untuk
dapat berfungsi seperti yang diharapkan dalam pekerjaan tersebut
dan untuk melakukan
pekerjaan dibawah berbagai kondisi, termasuk mengatasi segala
kemungkinan yang
mungkin terjadi (Trinder, 2008).
-
5
Dalam penelitiannya, Yperen (2007) menemukan bahwa penilaian
yang tinggi
terhadap kompetensi diri dapat mengatasi efek negatif dari
situasi terevaluasi. Selain itu
Tram dan Cole (2000) menemukan bahwa penilaian terhadap
kompetensi diri dapat
memprediksi perubahan pada gejala depresi. Salah satu kompetensi
dasar yang harus
dimiliki oleh seorang guru adalah kompetensi Pedagogik.
Kompetensi Pedagogik
merupakan kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran peserta
didik yang
meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan
pelaksanaan
pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta
didik untuk
mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya (Standar
Nasional Pendidikan
Pasal 28 ayat (3) butir a dalam Musfah, 2011).
Berdasarkan penguraian diatas, maka dapat ditarik sebuah logika
bahwa Kurikulum
2013 dapat menjadi pemicu stres jika guru menilai hal tersebut
sebagai sesuatu yang
negatif yaitu sebagai ancaman atau kerugian dan hal tersebut
disebabkan oleh penilaian
bahwa ia tidak atau kurang menguasai kompetensi pedagogik
sebagai salah satu sumber
daya personalnya untuk mengatasi hambatan tesebut, sehingga
tuntutan yang diberikan
dalam Kurikulum 2013 dianggap melebihi kapasitasnya. Sebaliknya,
guru akan
termotivasi untuk menghadapi hambatan tersebut jika guru menilai
hal tersebut sebagai
tantangan yang harus ditaklukan dan hal tersebut disebabkan oleh
penilaian bahwa ia
yakin telah menguasai kompetensi pedagogik sebagai sumber daya
personal untuk
mengatasi setiap hambatan yang muncul akibat perubahan kurikulum
tersebut.
-
6
Melihat pemaparan tersebut, maka peneliti tertarik untuk
melihat
a) Apakah penilaian penguasaan kompetensi Pedagogik secara
mandiri dan signifikan
dapat menjadi prediktor terhadap stres dalam pelaksanaan
Kurikulum 2013 pada
guru di SMP Negeri 1 Jayapura, Papua.
b) Apakah penilaian terhadap Kurkulum 2013 secara mandiri dan
signifikan dapat
menjadi prediktor terhadap stres dalam pelaksanaan Kurikulum
2013 pada guru di
SMP Negeri 1 Jayapura, Papua.
c) Apakah penilaian penguasaan kompetensi Pedagogik dan
penilaian terhadap
Kurikulum 2013 secara bersama-sama dapat menjadi prediktor
terhadap stres dalam
pelaksanaan Kurikulum 2013 pada guru di SMP Negeri 1 Jayapura,
Papua.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kurikulum 2013
1. Definisi
Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan
Nasional menyebutkan bahwa kurikulum merupakan seperangkat
rencana dan
pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta tata
cara yang digunakan
sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk
mencapai tujuan
pendidikan tertentu (dikutip dari PERMENDIKBUD Nomor 68 Tahun
2013).
Lebih lanjut, dalam PERMENDIKBUD tersebut disebutkan bahwa
Kurikulum
2013 merupakan kurikulum yang memenuhi definisi tersebut dan
diberlakukan
mulai tahun 2013/2014.
-
7
2. Tujuan Kurikulum 2013
Kurikulum 2013 bertujuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia
agar
memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara
yang
beriman,produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu
berkontribusi pada
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban
dunia.
B. Stres Dalam Pelaksanaan Kurikulum 2013 Pada Guru
1. Definisi Stres
Holroyd & Lazarus (dalam Dewe, dkk, 2012) mendefinisikan
stres sebagai
sesuatu yang timbul dari penilaian bahwa tuntutan lingkungan
tertentu melebihi
sumber daya individu, sehingga mengancam kesejahteraannya.
Senada dengan
pendapat tersebut, US National Institute of Occupational Safety
and Health (dalam
Dollard, Winefield & Winefield, 2003) mendefinisikan stres
sebagai respon fisik
dan emosional berbahaya yang terjadi ketika tuntutan pekerjaan
tidak sesuai dengan
kemampuan, sumber daya dan kebutuhan seseorang.
Berdasarkan definisi di atas, maka stres akibat stresor pada
guru dapat diartikan
sebagai sebagai respon yang timbul, baik secara fisik maupun
emosional, dari
penilaian guru bahwa tuntutan yang ada dalam Kurikulum 2013
melebihi
kemampuan guru dalam penguasaan kompetensi Pedagogik.
2. Faktor yang Memengaruhi
Dalam penelitiannya, Oztruk (2011) mengkategorikan faktor
penyebab stres
pada guru menjadi 9 kategori yaitu :
-
8
a. Lingkungan fisik dan sumber daya
Lingkungan sekolah seperti kebisingan, lingkungan yang ramai,
jumlah
siswa di kelas, kondisi fisik (cahaya, kebersihan, ventilasi dan
lain-lain), sumber
daya sekolah (laboratorium, komputer dan lain-lain), dan bahan
ajar dapat
menimbulkan stres pada guru.
b. Beban kerja dan tekanan waktu
Hal ini meliputi terlalu banyaknya pekerjaan, membawa pekerjaan
sekolah
ke rumah, kurangnya waktu, dokumen dan komputer kerja, jumlah
guru,
perubahan kebijakan pendidikan dan tanggung jawab baru, banyak
hal yang
perlu diingat dan fokus pada banyak hal.
c. Perubahan kebijakan pendidikan
Faktor ini meliputi terlalu banyak kertas kerja, hal-hal
administratif,
pekerjaan dengan menggunakan komputer, tanggung jawab baru dan
tekanan
serta tuntutan yang lebih tinggi, pendidikan yang berpusat pada
siswa,
kurikulum baru dan banyak topik yang harus diselesaikan, dalam
masa
pelatihan, terlalu banyak pertemuan dan konferensi, tanggung
jawab yang lebih
besar dari orang tua, lebih bertanggung jawab untuk
kesejahteraan sosial dan
psikologis siswa, meningkatnya jam kerja, tujuan nasional,
desentralisasi, dan
status mengajar.
d. Siswa
Hal ini meliputi hubungan dengan siswa, psikologis dan
kesejahteraan sosial
siswa, masalah perilaku, tingkat motivasi, masalah disiplin di
kelas, tingkat
kemampuan, penghargaan dan hukuman, dampak perubahan dalam
masyarakat,
sikap dan minat siswa, serta tuntutan orang tua pada anak-anak
mereka.
-
9
e. Orang tua
Faktor orang tua yang dapat menyebabkan stres pada guru antara
lain
hubungan dan kerjasama, tuntutan dan tekanan pada guru, orang
tua tidak peduli
dan tidak tertarik, sikap terhadap guru, hubungan dengan dan
sikap terhadap
anak mereka
f. Penghargaan
Kurangnya penghargaan terhadap guru seperti rendahnya gaji,
status dan
pengenalan serta kurangnya kesempatan untuk mengembangkan
profesionalitas
menjadi faktor penyebab stres pada guru.
g. Hubungan dengan rekan kerja dan kepala sekolah
Hubungan, kerjasama dan sikap kepala sekolah seperti
pertimbangan-
pertimbangan, tingkat dukungan, tuntutan dan tekanan dari kepala
sekolah serta
bekerja dalam tim dengan kolega merupakan hal-hal yang dapat
menyebabkan
stres pada guru.
h. Konflik peran
Konflik peran yang dapat mendatangkan stres pada guru antara
lain menjadi
role model dan mempunyai peran yang lain sekaligus seperti
sebagai orang tua,
saudara atau teman.
i. Struktur dan manajemen sekolah.
Tekanan pada guru, jadwal, kompetisi untuk pelajar, masalah
anggaran, dan
memiliki waktu istirahat yang berbeda, kekurangan guru dan
perubahan kelas
untuk setiap pelajaran menjadi faktor penyebab stres pada
guru.
-
10
3. Manifestasi Stres
Fimian (dalam Hanif, 2004) menyebutkan bahwa manifestasi stres
terdiri atas
level emosional, fisikologis dan perilaku, yang kemudian dibagi
menjadi:
a. Manifestasi emosional, yaitu perasaan tidak aman, perasaan
rentan mendapat
serangan atau kritikan, depresi, cemas, dan perasaan tidak mampu
dalam
mengatasi masalah
b. Manifestasi kelelahan, yaitu lebih banyak tidur dari
biasanya, menjadi lelah
dalam waktu singkat, menunda-nunda pekerjaan, tubuh merasa
lelah, dan tubuh
merasa lemah
c. Manifestasi kardiovaskular, yaitu perasaan adanya peningkatan
tekanan darah,
merasa berdebar-debar, dan bernafas dengan cepat
d. Manifestasi gastronomik, yaitu nyeri di perut dalam waktu
lama, kram di perut,
asam lambung meningkat
e. Manifestasi perilaku, yaitu Pemakaian obat-obatan secara
berlebihan,
penggunaan obat-obatan yang direkomendasikan, mengkonsumsi
alkohol,
meminta ijin dengan alasan sakit
C. Penilaian terhadap Kurikulum 2013
1. Definisi
Penilaian terhadap Kurikulum 2013 terkait dengan penilaian
terhadap stresor
yang dibagi menjadi tiga kategori (Weinstein, dkk, 2009)
yaitu
a. Negatif, yaitu penilaian dimana stresor dianggap sebagai
ancaman atau
kerugian
b. Positif, yaitu penilaian dimana stresor dianggap sebagai
tantangan
-
11
c. Tidak relevan, yaitu penilaian dimana stresor tidak berdampak
atau tidak
memiliki pengaruh bagi seseorang
Dengan demikian penilaian terhadap Kurikulum 2013 dapat
diartikan sebagai
evaluasi guru terhadap Kurikulum 2013 apakah sebagai sesuatu
yang positif
(tantangan), negatif (ancaman atau kerugian) atau tidak relevan.
Adapun Kurikulum
2013 telah dijelaskan sebelumnya.
2. Terbentuknya Penilaian Terhadap Stresor
Lazarus & Folkman (dalam Frisancho, 1997) menyebutkan bahwa
penilaian
terhadap stresor dibentuk dari faktor individu dan situasi,
seperti keyakinan dan
komitmen. Keyakinan merupakan gagasan awal tentang realita yang
memberikan
pandangan perseptual, keyakinan menunjukkan bagaimana sesuatu
memberikan
hubungan antara individu dengan lingkungannya. Sedangkan
komitmen merujuk
pada apa yang penting dan memiliki arti bagi individu. Komitmen
menunjukkan
hal-hal yang dipertaruhkan dalam menghadapi hambatan yang
spesifik. Berbagai
pengalaman yang melibatkan komitmen yang kuat akan dinilai
sebagai sesuatu
yang berarti bagi seseorang dan apabila perkiraan hasil
mengancam atau
membahayakan komitmen tersebut maka ia akan menjadi rentan.
D. Penilaian Penguasaan Kompetensi Pedagogik
1. Definisi
Kompetensi Pedagogik menurut Standar Nasional Pendidikan Pasal
28 ayat
(3) butir a (dalam Musfah, 2011) merupakan kemampuan
mengelola
pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap
peserta didik,
perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil
belajar, dan
-
12
pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai
potensi yang
dimilikinya.
Secara detail, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik
Indonesia
Nomor 16 Tahun 2007 Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan
Kompetensi
Guru menyebutkan kompetensi pedagogik tersebut meliputi :
a. Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik,
moral, spiritual, sosial,
kultural, emosional, dan intelektual
b. Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang
mendidik
c. Mengembangkan kurikulum yang terkait dengan mata pelajaran
yang diampu
d. Menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik
e. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk
kepentingan
pembelajaran
f. Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk
mengaktualisasikan
berbagai potensi yang dimiliki
g. Berkomunikasi secara efektif, empatik dan santun dengan
peserta didik
h. Menyelenggarakan penilaian dan evaluasi proses dan hasil
belajar
i. Memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan
pembelajaran
j. Melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas
pembelajaran
Dengan demikian penilaian penguasaan kompetensi Pedagogik
dapat
diartikan sebagai sejauh mana seorang guru mengevaluasi dirinya
bahwa ia telah
menguasai kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang
meliputi
pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan
pembelajaran,
evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk
mengaktualisasikan
berbagai potensi yang dimilikinya.
-
13
E. Hipotesis
a. Penilaian penguasaan kompetensi Pedagogik secara mandiri dan
signifikan
dapat menjadi prediktor terhadap stres dalam pelaksanaan
Kurikulum 2013 pada
guru di SMP Negeri 1 Jayapura, Papua
b. Penilaian terhadap Kurkulum 2013 secara mandiri dan
signifikan dapat menjadi
prediktor terhadap stres dalam pelaksanaan Kurikulum 2013 pada
guru di SMP
Negeri 1 Jayapura, Papua
c. Penilaian penguasaan kompetensi Pedagogik dan penilaian
terhadap Kurikulum
2013 secara bersama-sama dapat menjadi prediktor terhadap stres
dalam
pelaksanaan Kurikulum 2013 pada guru di SMP Negeri 1 Jayapura,
Papua.
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang bertujuan
untuk melihat
apakah variabel independen dapat menjadi prediktor bagi variabel
dependen.
Adapun variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
Variabel Dependen : Stres dalam PelaksanaanKurikulum 2013
Variabel Independen 1 : Penilaian terhadap Kurikulum 2013
Variabel Independen 2 : Penilaian penguasaan kompetensi
Pedagogik
B. Populasi danSampel
Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri dari
objek/subjek yang
memiliki kualitas dan karakteristik tertentu (Sugiyono, 2010).
Populasi dalam
penelitian ini adalah 49 guru di SMP Negeri 1 Jayapura, Papua.
Sedangkan sampel
-
14
merupakan jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi
tersebut (Sugiyono,
2010). Sampel dalam penelitian ini merupakan 31 guru mata
pelajaran yang sedang
menjalankan Kurikulum 2013 dan tidak terlibat dalam jabatan
tertentu seperti
Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah, Tata Usaha dan
Pengawas.
C. Alat Ukur Penelitian
Dalam penelitian ini akan digunakan skala psikologis sebagai
alat pengambilan
data dengan menggunakan metode tryout terpakai, dimana
pengambilan data hanya
dilakukan satu kali saja, sehingga subjek yang dikenakan sebagai
data uji coba akan
digunakan sebagai data penelitian. Sebelum skala diberikan
kepada subjek, terlebih
dahulu dilakukan uji bahasa terhadap 3 guru untuk memastikan
guru memahami
setiap item dalam skala. Skala psikologis yang akan diberikan
terdiri dari tiga skala
yaitu :
a. Skala Penilaian Penguasaan Kompetensi Pedagogik
Skala ini mengukur persepsi guru tentang penguasaan
kompetensi
Pedagogiknya dan berisi 10 aspek kompetensi Pedagogik yang
disusun oleh
peneliti berdasarkan atas indikator kompetensi pedagogik yang
dimuat dalam
PERMENDIKNAS Nomor 16 Tahun 2007 Tentang Standar Kualifikasi
Akademik dan Kompetensi Guru. Kesepuluh aspek ini akan
diturunkan menjadi
41 item. Skala ini merupakan Skala Likert yang terdiri dari 5
poin yaitu Sangat
Tidak Sesuai (1), Sedikit Sesuai (2), Cukup Sesuai (3), Sesuai
(4), Sangat Sesuai
(5). Uji item dilakukan sebanyak 2 kali untuk memastikan tidak
ada item yang
gugur. Hasil uji reliabilitas skala ini menunjukkan bahwa dari
41 item tidak ada
item yang gugur dan reliabilitas skala ini sebesar 0,755
-
15
b. Skala Penilaian terhadap Kurikulum 2013
Skala Penilaian terhadap Kurikulum 2013 dimodifikasi oleh
peneliti dengan
mengacu pada The Cognitive Appraisal of Health Scale yang
dikembangkan oleh
Kessler. Dalam penelitian ini peneliti memodifikasi item-item
penilaian primer
dalam CAHS dengan mengganti keterangan “masalah kesehatan
(health problem)
menjadi “Kurikulum 2013” sebagai contoh “ saya mengalami banyak
kerugian
akibat masalah kesehatan (I have a lot to lose because of this
health problem)”
menjadi “saya mengalami banyak kerugian karena Kurikulum 2013
ini” dan
menyeleksi item-item yang tidak relevan serta menambahkan item
yang relevan,
sehingga diperoleh 19 item. Perkiraan konsistensi internal dari
skala penilaian
utama lebih besar dari .70 (Carpenter, 2008). Skala ini dinilai
dalam 5 poin skala
Likert yang terdiri dari 1 (sangat tidak setuju) hingga 5
(sangat setuju). Uji item
skala dilakukan sebanyak 2 kali untuk memastikan tidak ada lagi
item yang
gugur. Hasil item gugur sebanyak 2 item dan item terpakai
sebanyak 17 item.
Nilai reliabiltas pada skala ini sebesar 0,614.
c. Teacher Stress Inventory
Skala ini diadaptasi dari Teacher Stress Inentory yang
dikembangkan oleh
Fimian (1988). Pada penelitian ini peneliti mengambil kategori
manifestasi stres
untuk mengukur stres yang dialami oleh guru. Kategori ini
terdiri dari beberapa
faktor yaitu yang berisi 5 faktor yaitu 1) manifestasi
emosional, 2)manifestasi
kelelahan, 3) manifestasi kardiovaskular, 4) manifestasi
gastronomi, dan 5)
manifestasi perilaku. Teacher Stress Inventory akan
diadministrasikan dalam
bentuk skala likert dengan 5 alternatif jawaban: (1) tidak
sesuai, (2) sedikit
sesuai, (3) cukup sesuai, (4) sesuai, (5) Sangat Sesuai.
Konsistensi internal untuk
-
16
pendidikan reguler manifestasi emosional adalah .84, manifestasi
kelelahan
adalah .70, manifestasi kardiovaskular adalah .78, manifestasi
gastronomik
adalah .76, dan manifestasi perilaku adalah .82 (Fimian, 1988).
Uji item
dilakukan sebanyak 2 kali dan dari 20 item dihasilkan item gugur
sebanyak 2
item sehingga banyaknya item terpakai sebayak 18 item.
Reliabilitas skala ini
sebesar 0,745.
D. Teknik Analisis Data
Uji analisis data dalam penelitian ini menggunakan dua tahap
yaitu
a. Analisis korelasi product moment untuk melihat hubungan
antara Penilaian
Penguasaan Kompetensi Pedagogik dan Penilaian terhadap Kurikulum
2013
secara mandiri dengan Stres dalam Pelaksanaan Kurikulum 2013
pada guru
b. Jika terdapat korelasi antarvariabel diatas, maka dilanjutkan
dengan analisis
regresi berganda untuk melihat apakah Penilaian Penguasaan
Kompetensi
Pedagogik dan Penilaian terhadap Kurikulum 2013 secara
bersama-sama dapat
menjadi prediktor bagi Stres dalam Pelaksanaan Kurikulum 2013
pada guru.
HASIL
Uji Normalitas
Berdasarkan uji normalitas dengan menggunakan uji
Kolmogrov-Smirnov, maka
ditemukan bahwa ketiga variabel berdistribusi normal, yaitu
variabel Penilaian terhadap
Kompetensi Pedagogik dengan K-S Z 0,962 yang memiliki
signifikansi sebesar 0,313
dimana (p>0,05), sedangkan variabel Penilaian terhadap
Kurikulum 2013 memiliki K-S
Z sebesar 0,468 serta signifikansi sebesar 0,983 dimana
(p>0,005) dan variabel Stres
-
17
dalam Pelaksanaan Kurikulum 2013 memiliki K-S Z sebesar 0,667
serta signifikansi
sebesar 0,766 (p>0,05).
Uji Linearitas
Hasil uji linearitas antara variabel penilaian kompetensi
Pedagogik dan
stres dalam pelaksanaan Kurikulum 2013 memperlihatkan adanya
hubungan
linear (F= 1,204) dengan signifikansi 0,414 (p>0,05).
Sedangkan untuk hubungan
antara penilaian terhadap Kurikulum 2013 dengan stres pada guru
juga
memperlihatkan adanya hubungan linear (F = 0,762) dengan
signifikansi 0,962
(p>0,05)
Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas menghasilkan nilai Tolerance kedua
variabel bebas sebesar
o,824 (p>0,10)dan nilai VIF sebesar 1,214 (p
-
18
Berdasarkan hasil diatas maka dapat dikatakan bahwa dari 31
subjek mayoritas
subjek yaitu sebanyak 19 orang atau 61,2% memiliki penilaian
yang tinggi terhadap
Kompetensi Pedagogiknya, sedangkan yang menilai memiliki
Kompetensi Pedagogik
yang tinggi sebanyak 6 orang atau 19,3%, hal ini seimbang dengan
subjek yang menilai
memiliki kompetensi Pedagogik yang sedang. Sedangkan tidak ada
yang menilai rendah
dan sangat rendah pada Kompetensi Pedagogiknya. Dengan demikian
dapat
disimpulkan bahwa rata-rata subjek menilai dirinya memiliki
Kompetensi Pedagogik
yang tinggi dengan mean sebesar 160,19 dan standar deviasi
19,503.
Tabel 2
Kategorisasi Skala Penilaian terhadap Kurikulum 2013
Kategorisasi Rentang Nilai Frekuensi Persentase Mean SD
Sangat positif 71,4 < x < 85 7 22,5%
Positif 57,8 < x < 71,4 21 67,7% 66,94 6,797
Biasa saja 44,2 < x < 57,8 3 9,6%
Negatif 30,6 < x < 44,2 0
Sangat Negatif 17 < x < 30,6 0
Keterangan : x = skor subjek
Berdasarkan hasil diatas maka dapat dikatakan bahwa dari 31
subjek sebanyak 7
orang atau 22,5% memberikan penilaian sangat positif pada
Kurikulum 2013, 21 orang
atau 67,7% menilai positif terhadap Kurikulum 2013, 3 orang
menilai biasa saja
terhadap Kurikulum 2013 sedangkan 0 pada nilai negatif dan
sangat negatif. Dengan
begitu dapat disimpulkan bahwa rata-rata guru menilai bahwa
Kurikulum 2013
merupakan hal yang positif dengan mean 66,94 dan standar deviasi
sebesar 6,797
Tabel 3
Kategorisasi Skala Stres dalam Pelaksanaan Kurikulum 2013
Kategorisasi Rentang Nilai Frekuensi Persentase Mean SD
Sangat tinggi 75,6 < x < 90 0
Tinggi 61,2 < x < 75,6 0
Sedang 46,8 < x < 61,2 1 3,2%
Rendah 32,4 < x < 46,8 10 32,2%
-
19
Sangat Rendah 18 < x < 32,4 20 64,5% 30,13 8,`102
Keterangan : x = skor subjek
Berdasarkan hasil diatas, maka dapat dikatakan bahwa dari 31
subjek sebanyak
20 subjek atau sebesar 64,5% memiliki stres yang sangat rendah,
10 subjek atau sebesar
32,2% memiliki stres yang rendah dan 1 subjek atau sebesar 3,2%
memiliki stres
tergolong sedang serta tidak ada subjek yang memiliki stres
dalam kategori tinggi dan
sangat tinggi. Dengan begitu dapat disimpulkan bahwa rata-rata
subjek memiliki stres
yang tergolong sangat rendah dengan mean 30,13 dan standar
deviasi sebesar 8,102.
Uji Korelasi
Berdasarkan uji korelasi berganda dengan menggunakan pearson
correlation
maka diperoleh hasil sebagai berikut:
1. Besarnya hubungan antara penilaian penguasaan Kompetensi
Pedagogik dengan
stres pada guru sebesar r = -0,177 dengan signifikansi 0,171
(p>0,05). Hal ini
menunjukkan tidak adanya hubungan antara kedua variabel
tersebut.
Correlations
kompetensi Kurikulum stres
kompetensi Pearson
Correlation
1 .420**
-.177
Sig. (1-tailed) .009 .171
N 31 31 31
Kurikulum Pearson
Correlation
.420**
1 .016
Sig. (1-tailed) .009 .465
N 31 31 31
Stress Pearson
Correlation
-.177 .016 1
Sig. (1-tailed) .171 .465
N 31 31 31
**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).
-
20
2. Besarnya hubungan antara penilaian terhadap Kurikulum 2013
dengan stres
pada guru sebesar r = 0,016 dengan signifikansi 0,465
(p>0,05). Hal ini
menunjukkan tidak adanya hubungan antara kedua variabel
tersebut
Dikarenakan uji korelasi tidak menunjukkan adanya hubungan baik
antara
penilaian penguasaan kompetensi Pedagogik dengan stres dan
antara penilaian
terhadap Kurikulum 2013 dengan stres maka analisis regresi
berganda tidak dapat
dilakukan.
Pembahasan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penilaian penguasaan
kompetensi
Pedagogik tidak berkorelasi dengan stres pada guru dalam
pelaksanaan Kurikulum 2013
dengan r = -0,177 dengan signifikansi 0,171 (p>0,05). Dengan
demikian penilaian
penguasaan kompetensi Pedagogik tidak dapat menjadi prediktor
bagi stres dalam
pelaksanaan Kurikulum 2013 pada guru. Hasil ini tentu saja
bertentangan dengan
penelitian sebelumnya yang menemukan bahwa penilaian terhadap
kompetensi diri
memiliki hubungan negatif terhadap stres (Yperen, 2007; Tram
& Cole, 2000).
Tidak terdapatnya hubungan antara kedua variabel tersebut
mungkin
dikarenakan oleh ada atau tidaknya autonomous motivation atau
tindakan yang
didasarkan atas keinginan sendiri dari guru tersebut (Gagne’ dan
Deci dalam Tre
´panier, Fernet, Austin, 2012). Jika seorang guru merasa
memiliki kompetensi yang
baik, namun dalam melaksanakan tugasnya ia merasa hal tersebut
bukan atas
kesadarannya sendiri, maka hal tersebut dapat memicu stres pada
guru. Tre ´panier,
Fernet, Austin ( 2012) menemukan bahwa mereka yang memiliki
autonomous
motivation yang tinggi mengalami distress yang rendah saat
menghadapi tuntutan
stres/jurnal%20akhir/New%20folder/Tram%20Cole%202000%20modearator%20mediator.pdfEGDownloads/ContentServer(1).pdfEGDownloads/ContentServer(1).pdf
-
21
pekerjaan dibandingkan mereka yang memiliki autonomous
motivation yang rendah.
Berdasarkan keterangan dari beberapa guru, masih ada guru yang
menerima tugas dari
kepala sekolah dengan mengeluh sehingga merasa tugas tersebut
menjadi beban bagi
dirinya. Dengan begitu penilaian terhadap kompetensi Pedagogik
diri tidak memberikan
kontribusi apa-apa, karena entah seorang guru merasa berkompeten
atau tidak, jika tidak
didukung dengan adanya autonomous motivation maka bisa
memungkinkan tingkat
stres yang dialaminya lebih tinggi dibandingkan mereka yang
memiliki autonomous
motivation.
Selain itu dukungan sosial dari rekan guru mungkin juga dapat
memengaruhinya
(Hamaideh, 2012). Dalam Kurikulum 2013 ini guru dituntut untuk
dapat menggunakan
teknologi dengan baik dalam proses belajar mengajar, namun
berdasarkan keterangan
yang peneliti peroleh masih ada guru yang belum menguasai
teknologi. Hal ini dapat
memicu stres pada guru jika tidak ada bantuan dari rekan guru
yang lebih mampu.
Selain itu, meskipun guru merasa berkompeten, namun banyak hal
yang tentu saja tidak
bisa dilakukan oleh guru itu sendiri dan tanpa adanya dukungan
dari rekan guru, hal
tersebut mungkin dapat menimbulkan stres. Oleh karena itu tinggi
rendahnya
kompetensi guru mungkin tidak berpengaruh pada tingkat stres
guru, karena kehadiran
dukungan sosial dari rekan guru mungkin saja lebih berpengaruh
pada tingkat stres
guru.
Hasil penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa penilaian
terhadap Kurikulum
2013 juga tidak berkorelasi dengan stres (r = 0,016, p>0,05).
Dengan demikian
penilaian terhadap Kurikulum 2013 tidak dapat menjadi prediktor
bagi stres dalam
pelaksanaan Kurikulum 2013 pada guru .Hasil ini juga
bertentangan dengan hasil
penelitian sebelumnya bahwa penilaian kognitif terhadap stresor
merupakan bagian
-
22
yang paling penting dalam timbulnya respon stres (Dewe, 1991;
Edge & Ivey, 2012;
Harvey, Nathen, Bandiera, & LeBlanc, 2010). Hal ini mungkin
disebabkan karena
meskipun penilaian terhadap Kurikulum 2013 positif tetapi setiap
guru mengajar mata
pelajaran yang berbeda dengan tingkat kesulitan yang berbeda di
setiap jenjang kelas,
hal ini mungkin bisa memengaruhi tingkat stres pada guru.
Penilaian yang diberikan guru terhadap Kurikulum 2013 merupakan
penilaian
secara umum, namun dalam menjalankan Kurikulum tersebut
masing-masing guru
mungkin memiliki kesulitannya masing-masing mengingat
masing-masing guru
mengampu mata pelajaran yang berbeda-beda, selain itu jenjang
kelas yang diampu juga
berbeda-beda, belum lagi jika guru juga memikul tanggung jawab
sebagai wali kelas.
Beban tanggung jawab inilah yang mungkin saja bisa berdampak
pada stres guru. Jika
guru tidak mampu meregulasi dirinya, tanggung jawab tersebut
dapat meningkatkan
stres guru. Dengan begitu, penilaian terhadap Kurikulum 2013
tidak memberi pengaruh
pada tingkat stres guru karena bagaimana guru mampu meregulasi
dirinya dalam
menghadapi tugas-tugas tersebut mungkin dapat memengaruhi stres.
Disamping itu,
dalam dunia pendidikan, guru seringkali harus mengalami
pergantian kurikulum, oleh
karena itu bagi beberapa guru mungkin tidak akan sulit untuk
bisa beradaptasi dengan
perubahan yang ada. Selain itu, sebelum memulai Kurikulum 2013
ini beberapa guru
telah mengikuti pelatihan terlebih dahulu. Pelatihan inilah yang
mungkin saja
memengaruhi tingkat stres guru, bukan penilaian mereka terhadap
Kurikulum 2013.
Berdasarkan analisis deskriptif, penilaian guru terhadap
kompetensi pedagogik
mereka tergolong tinggi (mean =160,19). Hal ini mungkin
dikarenakan beberapa hal
seperti pelatihan yang guru jalani. Aziz dan Akhtar (2014)
menemukan bahwa guru
yang terlatih memiliki kompetensi pedagogik yang lebih baik
dibandingkan dengan
-
23
guru yang tidak terlatih. Berdasarkan keterangan dari beberapa
guru, selama mereka
menjadi guru sering diadakan pelatihan-pelatihan yang berkaitan
dengan pengembangan
kompetensi guru. Selain itu orientasi tujuan juga berhubungan
dengan bagaimana
seseorang menilai kompetensinya, menentukan kesuksesan atau
kegagalan, serta terlibat
dan bertindak dalam situasi keberhasilan (Nicholls; Duda;
Roberts dalam Brunel, 1999).
Sedangkan penilaian terhadap stresor tergolong positif
(mean=66,94). Hal ini
mungkin dikarenakan adanya proses adaptasi guru terhadap
perubahan Kurikulum,
selain itu pemahaman lebih dalam terhadap Kurikulum 2013 mungkin
dapat
memengaruhi penilaian terhadap Kurikulum 2013 ini. Ketersediaan
fasilitas mungkin
juga menjadi salah satu faktor yang memengaruhi penilaian
tersebut. Sebaik apapun
Kurikulum 2013 diterapkan dalam sekolah tersebut, namun jika
fasilitas yang tersedia
tidak mendukung, guru akan mengalami kesulitan dan merasa bahwa
Kurikulum 2013
hanya menambah beban mereka dan menurut pendapat beberapa guru
fasilitas di
sekolah tersebut tergolong baik sehingga membantu proses belajar
mengajar (Oztruck,
2011).
Tingkat stres guru berada pada kategori sangat rendah (mean =
30,13). Hal ini
mungkin dikarenakan pihak sekolah telah memperhitungkan
kesejahteraan guru, baik
secara materi berupa insentif, maupun moral berupa
bantuan-bantuan yang diperlukan
oleh guru. Selain itu dukungan sosial yang diterima dari rekan
kerja mungkin juga
memengaruhi tingkat stres guru. Berdasarkan keterangan yang
diperoleh dari beberapa
guru, kekeluargaan di SMP Negeri 1 sangat baik jika dibandingkan
dengan sekolah lain
di Jayapura. Kayastha dan Kayastha (2012) menemukan bahwa
kepuasan kerja seperti
gaji, rekan kerja, supervisi, dan pekerjaan secara umum
berkorelasi negatif terhadap
munculnya stres.
file:///D:/jurnal/New%20folder/relationship%20between%20achievement%20goal.pdf
-
24
KESIMPULAN
Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa
a. Penilaian penguasaan kompetensi Pedagogik secara mandiri dan
signifikan tidak
dapat menjadi prediktor terhadap stres dalam pelaksanaan
Kurikulum 2013 pada
guru di SMP Negeri 1 Jayapura, Papua
b. Penilaian terhadap Kurkulum 2013 secara mandiri dan
signifikan tidak dapat
menjadi predktor terhadap stres dalam pelaksanaan Kurikulum 2013
pada guru di
SMP Negeri 1 Jayapura, Papua
c. Penilaian penguasaan kompetensi Pedagogik dan penilaian
terhadap Kurikulum
2013 secara bersama-sama tidak dapat menjadi prediktor terhadap
stres dalam
pelaksanaan Kurikulum 2013 pada guru di SMP Negeri 1 Jayapura,
Papua.
SARAN
Kepala Sekolah
Meskipun guru menilai dirinya berkompeten dan stres yang
dialaminya rendah,
namun hal tersebut belum tentu menjamin bahwa guru tidak
mengalami stres. Oleh
karena itu Kepala Sekolah diharapkan selalu memantau kondisi
guru lewat evaluasi
rutin sehingga dapat mencegah guru mengalami stres yang tinggi.
Hal ini nantinya juga
dapat berguna bagi perkembangan sekolah. Selain itu Kepala
Sekolah juga diharapkan
memberikan kegiatan-kegiatan rutin seperti training untuk
mempertahankan dan/atau
meningkatkan kompetensi dan kualitas guru, khususnya dalam
keterampilan
menggunakan teknologi dimana dalam Kurikulum 2013 ini guru
dituntut untuk dapat
menguasai teknologi dan informasi.
Guru
-
25
Guru diharapkan untuk dapat terus melakukan upaya dalam
meningkatkan
kualitas kompetensi sebagai guru melalui kegiatan-kegiatan
pengembangan diri seperti
pelatihan bagi guru-guru. Hal ini juga berguna bagi guru dalam
mempersiapkan diri
menghadapi masalah yang mungkin akan muncul akibat pelaksanaan
Kurikulum 2013,
mengingat bahwa meskipun penilaian guru terhadap Kurikulum 2013
cenderung positif
namun hal tersebut belum tentu menjamin guru tidak mengalami
stres.
Penelitian Selanjutnya
Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk melakukan
penelitian kualitatif
untuk dapat melihat secara keseluruhan gejala-gejala stres yang
dialami oleh guru dalam
menjalankan tugasnya. Mengingat bahwa ada faktor lain yang
mungkin menyebabkan
tidak terjadinya hubungan antara ketiga variabel dalam
penelitian ini, maka bagi peneliti
selanjutnya diharapkan dapat meneliti kaitan ketiga variabel
tersebut dengan faktor-
faktor tersebut. Selain itu penelitian selanjutnya diharapkan
dapat memperbesar
kuantitas subjek sehingga nantinya dapat digeneralisasi.
-
26
DAFTAR PUSTAKA
Aswar, S. (2015). Penyusunan skala psikologi. Pustaka Pelajar:
Yogyakarta
Aziz, F., & Akhtar, M.M.S. (2014). Impact of training on
teacher competence at higher
eduction level in pakistan. Journal of Arts, Science &
Commerce Vol. V, 121-128
Brunel, P.C. (1999). Relationship between achievement goal
orientation and perceived
motivational climate on intrinsic motiation. Scandinavian
Journal of Medicine
&Science in Sports, 9, 365-374
Carpenter, R.D. (2008). Cognitive appraisal of perceived threat
of diabetes and
adherence to self-management behaviors. Dissertation. School of
Nursing, West
Virginia University
Dewe,P. (1991). Primary appraisal, secondary appraisal and
coping: their role in
stressful work encounter. Journal of Ocupaional Psychology,
64,331-351
Dewe,P.J., O’Driscoll, M.P., & Cooper, C.L. (2012). Handbook
of Occupational Health
and Wellness. Gatchel,R.J., & Schultz,L.Z (ed). Handbooks in
Health, Work, and
Disability, DOI 10.1007/978-1-4614-4839-6_2. Springer
Science+Business Media
New York
Dollard, M.F., Winefiled, A.H., & Winefield, H.R. (2003).
Occupational stress in the
service professions. Taylor & Francis: London
Edge,H. J.M., Ivey, G.W. (2012). Mediation of cognitive
appraisal on combat
exprosure and psychological distress. Military
Psychology,24:71-85
Fimian, M.J., (1988). Teacher stress inventory. Clinical
Psychology Publishing Co., Inc.
Frisancho, S. (1997). The relationship between the primary
appraisal of stress,
dialecticalthinking and moral dilemmasthat threaten the self. ,
1-
22
Guillen,L., & Saris,W.E. (2013). Competencies,personality
traits, and organizational
rewards of middle managers: a motive-based approach.Human
Performance,
26:66-92
Hamaideh, S.H. (2012). Occupational stress, social support, and
quality of life among
jordanian mental health nurses. Issues in Mental Health Nursing,
33:15–23
Hanif, R. (2004). Teacher stress, job performance and
self-efficacy of women school
teacher. Disertation. National Institute of Psychology.
Quaid-i-Azam University:
Islamabad. (diunduh dari
http://prr.hec.gov.pk/Thesis/2352.pdf)
Harvey,A., Nathens,A.B., Bandiera,G., & LeBlanc,V.B. (2010).
Threat and challenge:
cognitive appraisal and stress responses in simulated trauma
resuscitations.
Medical Education, 44: 587-594
http://prr.hec.gov.pk/Thesis/2352.pdf
-
27
Kayastha, D.P., & Kayastha, R. (2012). A study occupational
stress on job satisfaction
among teacher with particular reference to corporate, higher
secondary school of
nepal: empirical study. Asian Journal of Management Sciences and
Education, Vol.
1, No.2, 52-62
Kemendikbud. (2013). Implementasi kurikulum 2013 dan
relevansinya dengan
kebutuhan kualifikasi kompetensi lulusan.Paparan Wakil Menteri
Pendidikan dan
Kebudayaan Bidang Pendidikan. (diunduh dari
http://pps.unnes.ac.id/wp-
content/uploads/2013/09/Musliar-Kasim.pdf)
Latief (ed). (4 Desember 2014). Tim evaluasi kurikulum 2013
temui mendikbud. Harian
Kompas.http://edukasi.kompas.com/read/2014/12/04/19414341/Tim.Evaluasi.Kurik
ulum.2013.Temui.Mendikbud. (diunduh tanggal 11 Maret 2015)
Lazaruz,R.S., & Folkman,S. (1987). Transactional theory and
research on emotion and
coping. European Journal of Personality, Vol. 1, 141-169
Musfah,J. (2011). Peningkatan kompetensi guru melalui pelatihan
dan sumber belajar
teori dan praktik. Kencana: Jakarta
Ozturk,G. (2011). Public primary school teachers’ perceptions of
their working
conditions and job stress, cases from Istanbul and Stockholm.
Department of
Education,Institute of International Education. (diunduh
darihttp://www.edu.su.se/polopoly_fs/1.142107.1375791744!/menu/standard/file/P
ublic_Primary_School_Teachers.pdf)
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 68 Tahun 2013.
Diunduh dari
http://biologi.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2013/08/PDK-2013-68-Kerangka-
Dasar-Kurikulum-Kompetensi-SMP.pdf
PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 16 TAHUN 2007 (diunduh
darihttp://luk.staff.ugm.ac.id/atur/Permen16-
2007KompetensiGuru.pdf)
Reddy, G.L., & Anuradha, R.V. (2013). Occupational stress of
higher secondary
teachers working in vellore district. International Journal of
Educational Planning
& Administration, Volume 3, Number 1, 9-24
Sugiyono. (2010). Metode Penelitian kuantitatif kualitatif dan
r&d. Alfabeta: Bandung
Tram, J.M., & Cole, D.A. (2000). Self-perceived competence
and the relation between
life events and depressive symptoms in adolescence: mediator or
moderator?.Journal
of Abnormal Psychology Vol.109,No.4,753-760
Tre ´panier, S.G., Fernet, C., & Austin, S. (2013). The
moderating role of autonomous
motivation in the job demands-strain relation: a two sample
study. Motiv Emot
37:93–105.
Trinder. J.C. (2008). Competency standards – a measure of the
quality of a workforce.
The International Archieves of the Photogrammetry, Remote
Sensing and Spatial
http://edukasi.kompas.com/read/2014/12/04/19414341/Tim.Evaluasi.Kurikulum.2013.Temui.Mendikbudhttp://edukasi.kompas.com/read/2014/12/04/19414341/Tim.Evaluasi.Kurikulum.2013.Temui.Mendikbudhttp://www.edu.su.se/polopoly_fs/1.142107.1375791744!/menu/standard/file/Public_Primary_School_Teachers.pdfhttp://www.edu.su.se/polopoly_fs/1.142107.1375791744!/menu/standard/file/Public_Primary_School_Teachers.pdfhttp://biologi.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2013/08/PDK-2013-68-Kerangka-Dasar-Kurikulum-Kompetensi-SMP.pdfhttp://biologi.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2013/08/PDK-2013-68-Kerangka-Dasar-Kurikulum-Kompetensi-SMP.pdfhttp://luk.staff.ugm.ac.id/atur/Permen16-2007KompetensiGuru.pdfhttp://luk.staff.ugm.ac.id/atur/Permen16-2007KompetensiGuru.pdf
-
28
Information Science. Vol.XXXVII. Part B6a. Beijing(dunduh
dari
http://www.isprs.org/proceedings/XXXVII/congress/6a_pdf/5_WG-VI-5/01.pdf)
Vaezi,S., & Fallah, N. (2011). The relationship between
self-efficacy and stress among
Iranian ELF teachers. Journal of Language Theaching and
Research, Vol. 2, No.5,
1168-1174
Weinstein,N., Brown,K.W., & Ryan, R.M. (2009). A
multi-method examination of the
effects of mindfulness on stress atribution, coping, and
emotional well-being.
Journal of Research in Personality, 43, 374-385
Yperen, N.W.V. (2007). Performing well in an evaluative
situation: the roles of
perceived competence and task-irrelevant interfering thoughts.
Anxiety, Stress, &
Coping, 20(4): 409-419
http://www.isprs.org/proceedings/XXXVII/congress/6a_pdf/5_WG-VI-5/01.pdf