PENILAIAN KINERJA KEUANGAN BANK DITINJAU DARI ASPEK LIKUIDITAS, RENTABILITAS, PERMODALAN, DAN EFISIENSI USAHA Studi Kasus Pada PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Akuntansi Oleh : Budi Iswanto NIM : 011334030 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2007 i PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
153
Embed
PENILAIAN KINERJA KEUANGAN BANK DITINJAU DARI ASPEK ...repository.usd.ac.id/7453/2/011334030_Full.pdf · ditinjau dari aspek permodalan, (4) kine rja keuangan PT Bank Negara Indonesia
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PENILAIAN KINERJA KEUANGAN BANK DITINJAU DARI ASPEK LIKUIDITAS, RENTABILITAS,
PERMODALAN, DAN EFISIENSI USAHA Studi Kasus Pada PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Akuntansi
Oleh : Budi Iswanto
NIM : 011334030
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2007
i
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
MOTTO “Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketuklah, maka pintu akan dibukakan bagimu. Karena setiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap orang yang mengetuk, baginya pintu dibukakan.”
“Sesekali ..... Tuhan membawa kita pada keadaan yang teramat sulit, seolah tanpa ada pengharapan, adalah supaya kita tahu bahwa hanya kuasa-Nya saja yang akan menyelesaikan. Segala hal dengan indah pada waktunya ..... lebih dari apa yang kita pikirkan”
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PERSEMBAHAN Skripsi ini aku persembahkan untuk :
Bapak dan ibuku tersayang yang telah memberikan segalanya yang sangat berarti dalam hidupku.
Mbak Imi, mas Supri, Mas Narto yang telah memberikan perhatian dan dukungan baik moril dan materiel.
Keponakanku yang lucu dan manis Bayu Tirta Ardi
Teman-teman seperjuangan angkatan ‘01 dengan segala apa adanya kalian.
Almamater.
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRAK
PENILAIAN KINERJA KEUANGAN BANK DITINJAU DARI ASPEK LIKUIDITAS, RENTABILITAS,
PERMODALAN, DAN EFISIENSI USAHA Studi Kasus Pada PT Bank Negara Indonesia Tbk
Budi Iswanto Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta 2007
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) kinerja keuangan PT Bank Negara Indonesia Tbk pada tahun 2005 ditinjau dari aspek likuiditas, (2) kinerja keuangan PT Bank Negara Indonesia Tbk pada tahun 2005 ditinjau dari aspek rentabilitas, (3) kinerja keuangan PT Bank Negara Indonesia Tbk pada tahun 2005 ditinjau dari aspek permodalan, (4) kinerja keuangan PT Bank Negara Indonesia Tbk pada tahun 2005 ditinjau dari aspek efisiensi usaha. Jenis penelitian ini adalah studi empiris dan studi kasus. Penelitian dilaksanakan di Pojok Bursa Efek Jakarta Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada bulan Desember 2006. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah dokumentasi. Teknik analisa data menggunakan analisa rasio. Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1) kinerja keuangan PT Bank Negara Indonesia Tbk pada tahun 2005 ditinjau dari aspek likuiditas adalah baik (cash ratio bank = 12,09 % > cash ratio industri = 10,03 %; loan to assets ratio bank = 39,46 % < loan to assets ratio industri = 51,78 %), (2) kinerja keuangan PT Bank Negara Indonesia Tbk pada tahun 2005 ditinjau dari aspek rentabilitas adalah kurang baik (return on assets bank = 1,53 % < return on assets industri = 1,72 %; return on equity bank = 11,90 % < return on equity industri = 12,62 %), (3) kinerja keuangan PT Bank Negara Indonesia Tbk pada tahun 2005 ditinjau dari aspek permodalan adalah baik (car bank = 14,84 % > car minimum = 8 %), (4) kinerja keuangan PT Bank Negara Indonesia Tbk pada tahun 2005 ditinjau dari aspek efisiensi usaha adalah kurang baik (leverage multiplier bank = 12,43 X < leverage multiplier industri = 13,10 X; assets utilization bank = 10,09 % < assets utilization industri = 10,72 %).
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRACT
THE ASSESSMENT ON THE BANK’S FINANCIAL PERFORMANCE VIEWED FROM LIQUIDITY,
RENTABILITY, CAPITAL, AND BUSINESS EFFICIENCY ASPECTS
A Case Study of “PT Bank Negara Indonesia Tbk”
Budi Iswanto Sanata Dharma University
Yogyakarta 2007
This research was aimed to know : (1) the financial performance of “PT Bank Negara Indonesia Tbk” in 2005 viewed from liquidity aspect, (2) the financial performance of “PT Bank Negara Indonesia Tbk” in 2005 viewed from rentability aspect, (3) the financial performance of “PT Bank Negara Indonesia Tbk” in 2005 viewed from capital aspect, (4) the financial performance of “PT Bank Negara Indonesia Tbk” in 2005 viewed from business efficiency aspect. This empirical and case study was conducted in The Jakarta Stock Exchange, Sanata Dharma University Yogyakarta, on Desember 2006. The data collecting method used in this research was the ratio analysis.
The research result show that : (1) the financial performance of “PT Bank Negara Indonesia Tbk” in 2005 viewed from liquidity aspect is good (bank cash ratio = 12,9 % > industry cash ratio = 10,3 %; bank loan to assets ratio = 39,46 % < industry loan to assets ratio = 51,78 %), (2) the financial performance of “PT Bank Negara Indonesia Tbk” in 2005 viewed from rentability aspect is not quite good (bank return on assets = 1,53 % < industry return on assets = 1,72; bank return on equity = 11,90 % < industri return on equity = 12,62 %), (3) the financial performance of “PT Bank Negara Indonesia Tbk” in 2005 viewed from capital aspect is good (bank car = 14,84 % > minimum car = 8 %), (4) the financial performance of “PT Bank Negara Indonesia Tbk” in 2005 viewed from business efficiency aspect is not quite good (bank leverage multiplier = 12,43 X < industry leverage multiplier = 13,10; bank assets utilization = 10,09 % < industry assets utulization = 10,72 %).
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan rahmat dan anugrah, sehingga penulis pada akhirnya dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul “Penilaian Kinerja Keuangan Bank Ditinjau
Dari Aspek Likuiditas, Rentabilitas, Permodalan, Dan Efisiensi Usaha. Penulisan
skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Akuntansi.
Dalam proses pembuatan skripsi ini penulis menyadari sepenuhnya, bahwa
skripsi ini tidak akan terwujud tanpa bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu
dengan penuh kerendahan dan ketulusan hati, perkenankanlah penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Drs. T. Sarkim, M.ED., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Bapak Drs. Sutarjo Adisusilo, J.R., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial Uneversitas Sanata Dharma Yogyakarta.
3. Bapak S. Widanarto P, S.Pd., M.Si., selaku Ketua Program Studi Pendidikan
pada aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR). Yang dimaksud dengan
aktiva dalam perhitungan ini mencakup baik aktiva yang tercantum dalam
neraca maupun aktiva yang bersifat administratif sebagaimana tercermin
pada kewajiban yang masih bersifat kontinjen dan atau komitmen yang
disediakan oleh bank bagi pihak ketiga. Terhadap masing-masing jenis
aktiva tersebut ditetapkan bobot risiko yang besarnya didasarkan pada
kadar risiko yang terkandung pada aktiva itu sendiri atau bobot risiko yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
didasarkan pada golongan nasabah, penjamin, atau sifat barang jaminan.
Berikuit ini disajikan tabel perhitungan penyediaan modal minimum PT
Bank Negara Indonesia Tbk tahun 2005.
Tabel 5-7 Perhitungan Penyediaan Modal Minimum PT Bank Negara Indonesia Tbk Tahun 2005
No. Keterangan Nominal Bobot Risiko (%)
ATMR
I. 1.
1.1 1.2 1.3 1.4
1.5 1.6 1.7 1.8 1.9
1.10 1.11 1.12 1.13 1.14
Aktiva Neraca Kas Giro pada Bank Indonesia Giro pada bank lain Penempatan pada bank lain dan Bank Indonesia Surat Berharga Wesel ekspor dan tagihan lainnya Tagihan derivatif Pinjaman yang diberikan Tagihan akseptasi Obligasi Pemerintah Penyertaan Aktiva tetap Aktiva pajak tangguhan Biaya dibayar dimuka dan aktiva lain
2.843.779 11.280.678
500.134
19.553.926 8.849.689 1.392.211
50.788 58.331.161 3.497.254
32.367.923 778.525
4.557.160 156.437
3.652.541
0 0
20
0 20 20 20
100 20 20
100 100 100 100
0 0
400.107
0 1.769.938 1.113.769
40.630 58.331.161 2.797.803
25.894.338 778.525
4.557.160 156.437
3.652.541 1.15 Jumlah ATMR aktiva neraca 99.492.409
2. Rekening Adminstratif 2.1
2.2
2.3
Fasilitas kredit kepada debitur yang belum digunakan Irrevocable letters of credit yang masih berjalan Jaminan Bank a. Stanby letters of credit b. Garansi bank c. Performance bonds d. Advance payment bonds e. Bids bonds
7.960.576
4.122.461
567.170
1.810.796 1.069.762
766.619 305.049
50
100
0 0 0 0 0
3.980.288
4.122.461
0 0 0 0 0
2.4 Jumlah ATMR rekening adminstratif 8.102.749 3. Jumlah ATMR (1.15 + 2.4) 107.595.158 No. Keterangan Nominal II. 1.
1.1 1.2 1.3 1.4 1.5
Modal Modal Inti : Modal disetor Tambahan modal disetor/agio saham Cadangan umum dan wajib Cadangan khusus Laba yang ditahan
7.042.194 2.525.661
389.494 434.641
1.891.432
1.6 Jumlah Modal Inti 12.283.422 2.
2.1 2.2
Modal Pelengkap : Pinjaman subordinasi Cadangan umum penyisihan
2.433.032
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
Penghapusan aktiva produktif (max 1,25 dari ATMR)
1.255.802
2.3 Jumlah Modal Pelengkap 3.688.834 3. Jumlah Modal (II.1.6 + II.2.3) 15.972.256 III. IV. V.
Modal Minimum (8 % X I.3) Kelebihan(Kekurangan) Modal (II.3 – III) Rasio Modal (II.3 : I.3) X 100 %
8.607.613
7.364.643 14,84 %
Sumber : Data sekunder diolah Keterangan : dalam jutaan rupiah, kecuali bobot risiko
b. Membandingkan antara nilai capital adequacy ratio bank dengan
ketentuan minimum capital adequacy ratio dari Bank Indonesia sebesar
8 %.
Tabel 5-8 Perbandingan CAR Bank dengan Ketentuan CAR Bank Indonesia Tahun 2005
Nama Bank Modal (Rp) ATMR (Rp) CAR (%)
CAR minimum (%)
Negara Indonesia *15.972.256 *107.595.158 14,84 8,00
* dalam jutaan
d. Menarik Kesimpulan
Melalui tabel 5-8 kita dapat mengetahui bahwa pada tahun 2005 PT Bank
Negara Indonesia Tbk memiliki nilai capital adequacy ratio yang lebih
besar bila dibandingkan dengan ketentuan minimum capital adequacy
ratio dari Bank Indonesia sebesar 8 %. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa kinerja keuangan PT Bank Negara Indonesia Tbk
ditinjau dari aspek permodalan pada tahun 2005 adalah baik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
4. Kinerja Keuangan PT Bank Negara Indonesia Tbk Ditinjau Dari Aspek
Efisiensi Usaha.
a. Menentukan rasio efisiensi usaha standar industri
1) Menghitung rasio efisiensi usaha setiap bank
a) Leverage Multiplier
Tabel 5-9 Perhitungan Leverage Multiplier (LM) Industri Tahun 2005 Nama Bank Total Aktiva (Rp) Equity (Rp) LM
Victoria Internasional *231.969.469 *2.112.004.691 10,98
Jumlah 112.248.799.534.532 1.046.236.814.173.391 246,53 Sumber : Data sekunder diolah Keterangan : * dalam ribuan ** dalam jutaan
2) Menghitung rata-rata hitung rasio efisiensi usaha industri
a. Rata-rata hitung leverage multiplier industri
X = ∑ X n
= 301,25 23
= 13,10 X
b. Rata-rata hitung assets utilization industri
X =∑ X X 100 % n
= 246,53 % 23
= 10,72 %
b. Menghitung rasio efisiensi usaha PT Bank Negara Indonesia Tbk
1) Leverage Multiplier = Total Assets Total Equity Capital
= Rp 147.812.206.000.000 Rp 11.894.914.000.000
= 12,43 X
2) Assets Utilization = Operating Income + Non Operating Income X 100% Total Assets
= Rp 15.204.636.000.000 X 100 % Rp 147.812.206.000.000
= 10,29 %
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
c. Membandingkan antara rasio efisiensi usaha bank dengan rasio efisiensi
usaha standar industri
Tabel 5-11 Perbandingan LM Bank dengan Rasio Standar Industri Tahun 2005 Nama Bank LM (X) LM Industri (X) AU
(%) AU Industri
(%) Negara Indonesia 12,43 13,10 10,29 10,72
d. Menarik Kesimpulan
Tabel 5-11 diatas menunjukkan perbandingan antara nilai leverage
multiplier dan assets utilization bank dengan rasio industrinya. Informasi
yang dapat kita peroleh melalui tabel diatas adalah bahwa nilai leverage
multiplier dan assets utilization bank lebih kecil bila dibandingkan dengan
rasio industrinya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kinerja
keuangan PT Bank Negara Indonesia Tbk ditinjau dari aspek efisiensi
usaha pada tahun 2005 adalah kurang baik.
C. Pembahasan
1. Kinerja Keuangan PT Bank Negara Indonesia Tbk Ditinjau Dari Aspek
Likuiditas.
a. Cash Ratio
Cash ratio menunjukkan kemampuan bank untuk membayar kewajiban-
kewajiban yang sudah jatuh tempo/simpanan para nasabah pada saat ditarik
dengan menggunakan alat likuid yang dimilikinya. Semakin besar nilai cash
ratio suatu bank, maka semakin besar pula alat likuid yang digunakan untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
memenuhi/membayar kewajiban-kewajibannya, yang berarti semakin likuid
bank yang bersangkutan.
Bila dibandingkan dengan rasio standar industri, BNI memiliki selisih
lebih cash ratio 2,06 %. Hal ini berarti untuk mencapai tingkat cash ratio dari
rata-rata industri sebesar 10,03 %, BNI hanya membutuhkan alat likuid
sebesar Rp 11.715.915.020.000. Sepintas kita dapat menilai bahwa BNI
memiliki idle fund sebesar Rp 2.408.541.980.000 (Rp14.124.457.000.000-
Rp11.715.915.020.000). Namun menurut penulis, kebijakan yang telah
ditempuh BNI dalam mengutamakan keamanan atau likuiditas ini sudah tepat.
Hal ini mengingat posisi bank sebagai lembaga keuangan memiliki
tanggungjawab sosial dalam menjaga integritas sistem perbankan. Disamping
itu dari sudut bisnis bank sebagai agen of trust , bank selalu dituntut untuk
menjaga kepercayaan masyarakat khususnya nasabah terhadap bank yang
bersangkutan.
Saldo kas sebesar Rp 2.843.779.000.000 menyumbang 20,13 % dari
jumlah alat likuid yang dikuasai bank. Hal ini menunjukkan bahwa seperlima
dari jumlah kebutuhan likuiditas diperkirakan akan berasal dari transaksi tunai
para nasabah, khususnya pengambilan tunai melalui rekening non giro.
Kas disajikan dalam neraca sebesar nilai nominalnya. Dalam pengertian
kas adalah uang kertas dan uang logam, baik rupiah maupun valuta asing
(valas) yang masih berlaku sebagai alat pembayaran yang syah di Indonesia.
Emas batangan dan uang logam yang diterbitkan untuk memperingati suatu
peristiwa (commemorative coin) tidak termasuk dalam pengertian kas. Saldo
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
kas akan bertambah bilamana lebih banyak jumlah setoran nasabah
dibandingkan jumlah pengambilannya. Sebaliknya, saldo kas akan berkurang
bilamana lebih banyak jumlah pengambilan nasabah bila dibandingkan dengan
jumlah penyetorannya.
Sementara saldo Giro pada Bank Indonesia sebesar Rp
11.280.678.000.000 memberi kontribusi yang relatif sangat besar dalam
menjaga kebutuhan likuiditas bank, yaitu sebesar 79,87 % atau hampir
mencapai 80 % dari keseluruhan alat likuid yang dimiliki. Hal ini menjadi
indikasi bahwa PT Bank Negara Indonesia Tbk memberi kebijakan lebih
dalam menyiapkan dana untuk menjaga perubahan penerimaan dan
pengeluaran uang melalui transaksi clearing yaitu penyelesaian utang piutang
melalui Bank Indonesia. Dengan kata lain bahwa sebagian besar kebutuhan
likuiditas PT Bank Negara Indonesia Tbk berasal dari transaksi rekening giro.
Giro pada Bank Indonesia merupakan giro milik bank pelapor pada Bank
Indonesia. Jumlah tersebut tidak boleh dikurangi dengan kredit yang diberikan
Bank Indonesia dan tidak boleh ditambah dengan fasilitas kredit yang sudah
disetujui Bank Indonesia dan belum digunakan. Bertambahnya saldo Giro
pada Bank Indonesia terjadi karena lebih banyak setoran nasabah pada
transaksi clearing dibandingkan dengan pengambilannya. Sebaliknya,
pengurangan saldo Giro pada Bank Indonesia terjadi karena lebih banyak
pengambilan oleh nasabah melalui transaksi giral dibandingkan dengan
penyetorannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
Alat likuid bank yang terdiri atas kas dan Giro pada Bank Indonesia
merupakan salah satu perwujudan pengalokasian dana bank yaitu dalam
bentuk non earning assets, khususnya primary reserve. Penempatan dalam
primary reserve merupakan suatu hal yang tidak bisa dihindari bagi semua
bank. Hal ini disebabkan primary reserve merupakan cadangan utama yang
harus dipelihara bank demi memenuhi ketentuan likuiditas minimum
berdasarkan ketentuan yuridis dari bank sentral. Selain itu, pembentukan
primary reserve diperlukan untuk memenuhi permintaan efektif dari para
nasabah yang muncul secara tiba-tiba. Denga kata lain primary reserve
dibentuk dengan tujuan untuk membangun/mempertahankan kepercayaan
masyarakat dengan menjaga agar posisi likuiditas bank tetap aman.
Sementara dari sektor kewajiban yang segera dibayar, simpanan nasabah
sebesar Rp 115.517.123.000.000 mempunyai porsi yang sangat besar dalam
hal kewajiban yang harus ditanggung oleh PT Bank Negara Indonesia Tbk,
yaitu 98,89 % dari total kewajiban yang segera dibayar. Semakin besar jumlah
kewajiban yang segera dibayar, maka menunjukkan semakin besar pula
pertanggungjawaban yang harus dipikul oleh pihak bank kepada masyarakat
(nasabah). Namun disisi lain pos ini memberi informasi mengenai sukses
tidaknya pihak bank dalam menggalang dana. Hal ini mengingat bahwa dana
dari masyarakat merupakan sumber dana terbesar yang paling diandalkan oleh
bank.
Baik buruknya kinerja keuangan likuiditas sangatlah dipengaruhi oleh
besar kecilnya nilai rasio yang diperoleh bank. Mengingat bahwa cash ratio
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
adalah angka perbandingan antara alat likuid dengan kewajiban yang segera
dibayar, maka besar kecilnya nilai cash ratio ini dipengaruhi oleh kedua
komponen tersebut.
Bila kita melihat dari komponen alat likuid, BNI memiliki jumlah alat
likuid sebesar Rp 14.124.457.000.000. Sementara untuk bank-bank lain rata-
rata memiliki jumlah alat likuid sebesar Rp 4.137.340.608.588 (Rp
95.158.833.997.522/23). Bila kita melihat perbandingan antara jumlah alat
likuid yang dimiliki BNI dengan rata-rata jumlah alat likuid industri, maka
BNI memiliki jumlah alat likuid yang lebih besar, yaitu memiliki selisih lebih
Rp 9.987.116.391.412 terhadap rata-rata jumlah alat likuid industri.
Bila kita melihat dari komponen kewajiban segera dibayar, BNI
memiliki jumlah kewajiban segera dibayar Rp 116.808.724.000.000.
Sementara untuk bank-bank lain rata-rata memiliki jumlah kewajiban segera
dibayar Rp 36.374.655.767.951 (Rp 836.617.082.662.879/23). Dengan
membandingkan antara jumlah kewajiban segera dibayar BNI dengan rata-rata
kewajiban segera dibayar industri, maka BNI memiliki jumlah kewajiban
segera dibayar yang lebih besar dibandingkan dengan bank-bank lain, yaitu
memiliki selisih lebih Rp 102.323.648.862.026 terhadap rata-rata aktiva
industri.
Bila kita melihat dari komponen-komponen yang mempengaruhi besar
kecilnya nilai cash ratio, BNI memiliki komponen cash ratio yang lebih
besar, baik untuk jumlah alat likuid maupun jumlah kewajiban segera dibayar.
Untuk dapat mengetahui hal yang menyebabkan BNI memiliki nilai cash ratio
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
yang lebih besar bila dibandingkan dengan ratio standar industri, kita harus
menghitung selisih antara jumlah alat likuid dengan jumlah kewajiban segera
dibayar untuk masing.
Bila kita menyelisihkan antara jumlah kewajiban segera dibayar dengan
jumlah alat likuid, BNI memiliki selisih Rp 102.684.267.000.000 (Rp
116.808.724.000.000 – Rp 14.124.457.000.000) atau 87,91 % dari jumlah
kewajiban segera dibayar (Rp 102.684.267.000.000/116.808.724.000.000 X
100 %). Sementara bank-bank lain memiliki selisih Rp 32.237.315.159.363
(Rp 36.374.655.767.951 – Rp 4.137.340.608.588) atau 88,63 % dari jumlah
kewajiban segera dibayar (Rp 32.237.315.159.363/Rp 36.374.655.767.951 X
100 %). Semakin besar persentase selisih antara jumlah kewajiban segera
dibayar dengan jumlah alat likuid terhadap jumlah kewajiban segera dibayar,
maka menunjukkan semakin lebar jarak antara pembilang dan penyebut.
Sebaliknya, semakin kecil persentase selisih antara kewajiban segera dibayar
dengan jumlah alat likuid terhadap jumlah kewajiban segera dibayar, maka
menunjukkan semakin dekat jarak antara pembilang dan penyebut.
BNI memiliki persentase selisih antara kewajiban segera dibayar dengan
jumlah alat likuid terhadap jumlah kewajiban segera dibayar yang lebih kecil
bila dibandingkan dengan rata-rata bank lain. Dengan memiliki persentase
yang lebih kecil ini, maka BNI memiliki jarak antara pembilang dan penyebut
yang lebih dekat dibandingkan dengan rata-rata bank lain. Dengan memiliki
jarak yang lebih dekat antara pembilang dan penyebut, maka hasil pembagian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
antara pembilang dan penyebut semakin besar, sehingga BNI memiliki nilai
cash ratio yang lebih besar bila dibandingkan dengan bank-bank lain.
b. Loan to Assets Rasio
Loan to assets ratio merupakan rasio yang memberi informasi mengenai
seberapa besar bagian dari keseluruhan aktiva yang dialokasikan pada
pinjaman (kredit) yang diberikan. Dengan kata lain rasio ini menunjukan
kemampuan bank yang bersangkutan dalam memenuhi permintaan kredit dari
para debitur dengan assets yang tersedia. Semakin besar nilai loan to assets
ratio suatu bank, maka menunjukkan semakin rendahnya tingkat likuiditas
bank yang bersangkutan, namun semakin besar kemungkinan bank tersebut
untuk memperoleh keuntungan. Hal ini mengingat bahwa loan to assets ratio
merupakan angka perbandingan antara pinjaman yang diberikan dengan total
aktiva. Semakin besar loan to assets ratio, semakin besar pula bagian dari
aktiva yang dialokasikan sebagai pinjaman yang diberikan, sementara semakin
kecil kemungkinan bagian aktiva yang dialokasikan sebagai alat likuid.
Sebaliknya semakin kecil nilai loan to assets ratio, menunjukkan semakin
tinggi likuiditas bank yang bersangkutan, namun semakin kecil kemungkinan
bank tersebut untuk mendapatkan keuntungan.
Loan to assets ratio sebesar 39,46 % menunjukkan bahwa hampir
duaperlima bagian dari aktiva dialokasikan sebagai pinjaman yang diberikan.
Bila dibandingkan dengan rasio standar industri yang memiliki nilai 51,77%,
BNI memiliki selisih kurang loan to assets ratio sebesar 12,31 %. Hal ini
menunjukkan bahwa BNI memiliki jumlah aktiva yang lebih sedikit sebesar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
Rp 18.206.009.270.000 [(Rp 147.812.206.000.000 X 0.5178) – Rp
58.331.151.000.000] yang dialokasikan kedalam bentuk pinjaman yang
diberikan. Sementara bank-bank lain mengalokasikan lebih dari separuh dari
jumlah aktivanya kedalam bentuk pinjaman yang diberikan.
Mengingat loan to assets ratio ini merupakan angka perbandingan antara
pinjaman yang diberikan dengan jumlah aktiva, maka besar kecilnya nilai
rasio ini dipengaruhi oleh kedua komponen tersebut. Bila kita melihat dari
komponen pinjaman yang diberikan, BNI memiliki jumlah pinjaman yang
diberikan sebesar Rp 58.331.161.000.000. Sementara untuk bank-bank lain
rata-rata memiliki jumlah pinjaman yang diberikan sebesar Rp 20.262.504.190
(Rp 466.037.596.373.119/23). Bila kita melihat perbandingan antara jumlah
pinjaman yang diberikan milik BNI dengan rata-rata pinjaman yang diberikan
industri, maka BNI memiliki jumlah pinjaman yang diberikan yang lebih
besar, yaitu memiliki selisih lebih Rp 38.068.656.809.864 terhadap rata-rata
pinjaman yang diberikan industri.
Bila kita melihat dari komponen aktiva, BNI memiliki jumlah aktiva Rp
147.812.206.000.000. Sementara untuk bank-bank lain rata-rata memiliki
jumlah aktiva Rp 45.488.557.137.974 (Rp 1.046.236.814.173.391/23).
Dengan membandingkan antara jumlah aktiva BNI dengan rata-rata aktiva
industri, maka BNI memiliki jumlah aktiva yang lebih besar dibandingkan
dengan bank-bank lain, yaitu memiliki selisih lebih Rp 102.323.648.862.026
terhadap rata-rata aktiva industri.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
Dengan melihat kedua komponen yang mempengaruhi nilai loan to
assets ratio tersebut, maka kita dapat mengetahui bahwa kecilnya nilai loan to
assets ratio BNI dibandingkan rasio standar industri disebabkan jumlah
alokasi pinjaman yang diberikan milik BNI tidak sebanding dengan jumlah
aktivanya. Nilai loan to assets ratio ini dapat dipertinggi dengan menambah
jumlah alokasi pinjaman yang diberikan, sebaliknya penurunan nilai loan to
assets ratio dapat dilakukan dengan mengurangi jumlah alokasi pinjaman
yang diberikan terhadap jumlah aktiva.
2. Kinerja Keuangan PT Bank Negara Indonesia Tbk Ditinjau Dari Aspek
Rentabilitas
a. Return on Assets (ROA)
Return on assets menunjukkan kemampuan suatu bank dalam
memperoleh laba melalui aktiva yang dimiliknya. Semakin besar nilai return
on assets, semakin besar pula tingkat keuntungan yang berhasil diperoleh
bank yang bersangkutan.
Return onnassets sebesar 1,53 % dapat diartikan bahwa PT Bank Negara
Indonesia Tbk pada tahun 2005 mampu menghasilkan laba sebesar Rp 0,0153
untuk setiap Rp 1,00 aktiva yang dimilikinya. Sementara untuk rasio industri
sebesar 1,72 % dapat ditafsirkan bahwa bank-bank lain rata-rata menghasilkan
laba sebesar Rp 0,0172 untuk setiap Rp 1,00 aktiva yang dimilikinya. Hal ini
berarti bahwa PT Bank Negara Indonesia Tbk mempunyai kemampuan yang
lebih kecil dalam menghasilkan laba melalui penggunaan aktivanya, yaitu
sebesar 0,19 % dari rasio standar industri.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
Kemampuan PT Bank Negara Indonesia Tbk dalam memperoleh laba
melalui aktiva yang dimilikinya bila dibandingkan dengan bank lain dapat
dikategorikan buruk, dalam artian berada dibawah rata-rata. Hal ini
semestinya menjadi perhatian tersendiri bagi pihak manajemen bank
khususnya manajemen pendapatan pada masa yang akan datang.
Besar kecilnya nilai return on assets ini sangat mempengaruhi penilaian
kinerja rentabilitas suatu bank. Adapun yang mempengaruhi besar kecilnya
nilai rasio ini adalah laba usaha dan jumlah aktiva. Jumlah laba yang diperoleh
bank sangat dipengaruhi oleh jumlah aktiva yang dialokasikan kedalam bentuk
earning assets. Semakin banyak jumlah earning assets suatu bank, maka
semakin besar peluang bank tersebut untuk memperoleh pendapatan, yang
pada akhirnya akan mampu menghasilkan laba yang lebih besar.
Pada periode 2005, BNI mampu memperoleh laba usaha Rp
2.255.783.000.000, lebih besar daripada rata-rata laba usaha industri yaitu Rp
1.037.683.155.082 (Rp 21.791.346.256.722/21). Pada periode tersebut, BNI
memiliki selisih lebih laba usaha Rp 1.218.099.844.918 dari rata-rata laba
usaha industri.
Sementara dari komponen aktiva, BNI memiliki total aktiva sebesar Rp
147.812.206.000.000. Sementara untuk bank-bank lain rata-rata memiliki total
aktiva Rp 49.544.169.254.024. Dengan demikian bila dilihat dari komponen
aktiva, BNI memiliki total aktiva yang lebih besar daripada rata-rata aktiva
bank-bank lain, yaitu memiliki selisih lebih Rp 98.268.036.745.976.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
Dengan melihat kedua komponen yang mempengaruhi besar kecilnya
nilai return on assets tersebut, maka kita dapat mengetahui bahwa lebih
kecilnya nilai return on assets BNI disebabkan jumlah laba yang diperoleh
BNI tidak sebanding dengan jumlah aktivanya. Seharusnya dengan jumlah
aktiva tersebut, BNI mampu untuk memperoleh laba yang lebih besar lagi.
Seperti yang telah dikemukakan diatas, bahwa besar kecilnya laba yang
diperoleh bank sangat dipengaruhi oleh jumlah aktiva yang dialokasikan
kedalam bentuk earning assets, salah satunya pinjaman yang diberikan. Bila
kita melihat kebelakang, BNI mengalokasikan pinjaman yang diberikan
sebesar 39,46 % dari jumlah aktiva. Sementara bank-bank lain rata-rata
mengalokasikan lebih dari separuh dari jumlah aktivanya kedalam bentuk
pinjaman yang diberikan. Dengan memiliki jumlah pinjaman yang diberikan
kurang dari duaperliama bagian dari jumlah aktivanya, maka hal ini tentunya
akan mempengaruhi jumlah pendapatan yang akan diperoleh, mengingat
pinjaman yang diberikan merupakan salah satu jenis aktiva produktif yang
paling banyak memberikan kontribusi terhadap perolehan pendapatan.
b. Return on Equity (ROE)
Return on equity adalah perbandingan antara jumlah laba yang tersedia
bagi pemilik modal sendiri dengan jumlah modal sendiri yang menghasilkan
laba tersebut. Dengan kata lain return on equity adalah kemampuan suatu
bank dengan modal sendiri yang bekerja didalamnya untuk menghasilkan
keuntungan. Semakin besar nilai rasio return on equity, maka semakin besar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
pula tingkat keuntungan yang berhasil diperoleh, yang berarti semakin besar
pula bagian laba yang diperuntukkan bagi pemilik bank.
Pada tabel 5-6 BNI memiliki return on equity 11,90 %, yang berarti
bahwa setiap Rp1,00 modal sendiri yang dimiliki mampu menghasilkan laba
bersih sebesar Rp 0,1190. Sementara untuk rasio industri memiliki nilai
12,62%, yang dapat diartikan bahwa bank-bank lain rata-rata mampu
menghasilkan laba sebesar Rp 0,1262 untuk setiap Rp 1,00 modal sendiri yang
dimiliki. Dengan demikian BNI memiliki kemampuan yang lebih kecil dalam
memperoleh keuntungan.
Baik buruknya kinerja keuangan ini sangatlah dipengaruhi oleh besar
kecilnya nilai rasio yang diperoleh bank. Dimana perubahan nilai rasio
rentabilitas ini secara signifikan dipengaruhi oleh komponen laba bersih dan
modal sendiri. Besar kecilnya laba sangat dipengaruhi oleh jumlah alokasi
dana bank dalam bentuk earning assets. Sementara besar kecilnya modal
sendiri dipengaruhi oleh financial leverage yang dikehendaki.
Bila kita melihat dari sektor laba bersih, BNI telah mampu memperoleh
laba bersih diatas rata-rata industri. Hal ini dapat kita ketahui dengan
memperbandingkan antara laba yang diperoleh BNI dengan rata-rata laba
industri. Pada periode 2005, BNI berhasil memperoleh laba Rp
1.414.739.000.000. Sementara rata-rata laba bersih industri menunjukkan Rp
703.774.030.513 (Rp 14.779.254.640.768/21). Dengan demikian BNI
sebenarnya memiliki kemampuan memperoleh laba yang lebih besar bila
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
dibandingkan dengan bank-bank lainnya, yaitu memiliki selisih lebih Rp
710.964.969.487 dari rata-rata laba industri.
Sementara dari sektor modal sendiri yang merupakan faktor pembagi
(penyebut) terhadap laba bersih, BNI memiliki modal sendiri Rp
11.894.914.000.000, sementara bank-bank lain rata-rata memiliki modal
sendiri Rp 4.689.998.287.358. Dengan melihat perbandingan tersebut, BNI
memiliki modal sendiri yang lebih besar daripada bank-bank lainnya, yaitu
memiliki selisih lebih Rp 7.204.915.712.642 dari rata-rata modal sendiri
industri.
Bila kita menyelisihkan antara modal sendiri dengan laba bersih, BNI
memiliki selisih Rp 10.480.175.000.000 (Rp 11.894.914.000.000 – Rp
1.414739.000.000) atau 88,11 % dari modal sendiri (Rp 10.480.175.000.000/
Rp 11.894.914.000.000 X 100 %). Sementara bank-bank lain memiliki selisih
Rp 3.986.224.257.045 (Rp 4.689.998.287.358 – Rp 703.774.030.513) atau
84,99 % dari modal sendiri (Rp 3.986.224.257.045/Rp 4.689.998.287.358 X
100 %). Semakin besar persentase selisih antara modal sendiri dengan laba
bersih terhadap modal sendiri, maka menunjukkan semakin lebar jarak antara
pembilang dan penyebut. Sebaliknya, semakin kecil persentase selisih antara
modal sendiri dengan laba bersih terhadap modal sendiri, maka menunjukkan
semakin dekat jarak antara pembilang dan penyebut.
BNI memiliki persentase selisih antara modal sendiri dengan laba bersih
terhadap modal sendiri yang lebih besar bila dibandingkan dengan rata-rata
bank lain. Dengan memiliki persentase yang lebih besar ini, maka BNI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
memiliki jarak yang lebih lebar antara pembilang dan penyebut dibandingkan
dengan rata-rata bank lain. Dengan memiliki jarak yang lebih lebar antara
pembilang dan penyebut, maka hasil pembagian antara pembilang dan
penyebut semakin kecil. Hal inilah yang menyebabkan BNI memiliki nilai
return on equity yang lebih kecil bila dibandingkan dengan bank-bank lain.
3. Kinerja Keuangan PT Bank Negara Indonesia Tbk Ditinjau Dari Aspek
Permodalan.
Pada tahun 2005 BNI memiliki jumlah aktiva yang berisiko sebesar Rp
107.595.158.000.000. Dari jumlah tersebut, Rp 99.492.409.000.000 atau
92,47 % berasal dari aktiva neraca, sementara Rp 8.102.749.000.000 atau 7,53
% berasal dari rekening adminstratif. Dengan jumlah aktiva yang berisiko
tersebut, BNI seharusnya hanya membutuhkan jumlah modal sebesar Rp
8.607.613.000.000 untuk menopang kemungkinan kerugian yang mungkin
timbul dari aktiva yang berisiko tersebut seperti ketentuan yang telah
ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Pada tahun 2005 BNI memiliki modal inti sebesar
Rp 12.283.422.000.000 atau 76,90 % dari jumlah modal serta modal
pelengkap Rp 3.688.834.000.000 atau 23,10 % dari jumlah modal. Dengan
rasio modal sebesar 14,84 % ini, maka BNI memiliki kelebihan modal
sebesar Rp 7.364.643.000.000 dari ketentuan yang telah ditetapkan Bank
Indonesia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
4. Kinerja Keuangan PT Bank Negara Indonesia Tbk Ditinjau Dari Aspek
Efisiensi Usaha.
a. Leverage Multiplier (LM)
Leverage multiplier merupakan rasio atau perbandingan antara total
aktiva dengan jumlah modal sendiri. Rasio ini digunakan untuk mengukur
besarnya komponen modal sendiri dengan aktiva. Semakin besar nilai rasio ini
berarti semakin efisien, karena semakin kecil bagian modal sendiri atau
semakin besar dana pihak luar sebagai sumber pembiayaan aktivanya, juga
menunjukkan tingkat kepercayaan pihak luar pada bank tersebut.
Melalui tabel 5-11 dapat dilihat bahwa PT Bank Negara Indonesia Tbk
pada tahun 2005 memiliki nilai leverage multiplier sebesar 12,43 X. Hal
menunjukkan bahwa 8,05 % dari keseluruhan aktiva dibiayai dari modal
sendiri. Sementara untuk bank-bank yang lain rata-rata memiliki nilai leverage
multiplier sebesar 13,10 X, yang berarti bahwa 9,41 % dari keseluruhan aktiva
dibiayai dari modal sendiri. Bila dibandingkan dengan leverage multilplier
rasio standar industri, BNI memiliki selisih kurang sebesar 0,66 X dari rata-
rata efisiensi usaha industri.
Baik buruknya kinerja keuangan ini dipengaruhi oleh nilai rasio yang
diperoleh bank. Faktor-faktor yang mempengaruhi besar kecilnya nilai rasio
efisiensi usaha ini tergantung oleh komponen jumlah aktiva dan modal sendiri.
Pada periode 2005, BNI memiliki jumlah aktiva Rp 147.812.206.000.000, dan
bank-bank lain rata-rata memiliki jumlah aktiva Rp 45.488.557.137.974 (Rp
1.046.236.814.173.391/23). Bila kita membandingkan antara jumlah aktiva
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
yang dimiliki BNI dengan rata-rata aktiva bank-bank lain, maka BNI memiliki
jumlah aktiva yang lebih besar daripada jumlah aktiva bank-bank lain.
Pada periode yang sama, BNI memiliki modal sendiri sebesar Rp
11.894.914.000.000, sementara rata-rata modal sendiri industri sebesar Rp
4.296.660.000.026 (Rp 98.823.180.000.603/23). Sama halnya dengan
komponen aktiva, BNI juga memiliki jumlah modal sendiri yang lebih besar
bila dibandingkan dengan rata-rata modal sendiri.
Bila kita menyelisihkan antara aktiva dan modal sendiri, BNI memiliki
selisih Rp 135.917.292.000.000 atau 91,95 % dari aktiva (Rp
135.917.292.000.000/Rp 147.812.206.000.000 X 100 %). Sementara untuk
bank-bank lain memiliki selisih Rp 41.191.897.137.948 atau 90,55 % dari
aktiva (Rp 41.191.897.137.948/Rp 45.488.557.137.974 X 100 %). Semakin
besar persentase selisih antara aktiva dengan modal sendiri, maka
menunjukkan semakin lebar jarak antara pembilang dan penyebut, yang
menyebabkan hasil pembagian pembilang dan penyebut semakin kecil. Hal
inilah yang menyebabkan BNI memiliki nilai leverage multiplier yang lebih
kecil daripada industrinya.
b. Assets Utilization Ratio (AU)
Assets utilization diperoleh melalui perbandingan antara total pendapatan
dengan total aktiva. Adapun kegunaan dari rasio ini adalah untuk mengukur
kemampuan yang ada dalam suatu bank dalam memperoleh pendapatan.
Semakin besar nilai rasio ini berarti semakin besar kemampuan setiap unit
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
aktivitasnya dalam memperoleh pendapatan, yang juga berarti semakin efisien
bagi bank tersebut.
Selama periode 2005 BNI mampu menghasilkan pendapatan sebesar
10,29 % dari jumlah aktivanya. Hal ini dapat diartikan bahwa BNI mampu
menghasilkan pendapatan sebesar Rp 0,1029 untuk setiap Rp 1,00 aktiva yang
dimilikinya. Sementara untuk rasio standar industri sebesar 10,72 % dapat
diartikan bahwa bank-bank lain rata-rata mampu menghasilkan pendapatan
sebesar Rp 0,1072 untuk setiap Rp 1,00 aktiva yang dimilikinya.
Baik buruknya kinerja keuangan ini dipengaruhi oleh besar kecilnya
nilai rasio yang diperoleh bank. Dimana perubahan nilai rasio efisiensi usaha
ini dipengaruhi oleh komponen pendapatan dan aktiva. Besar kecilnya
pendapatan bank sangat dipengaruhi oleh jumlah alokasi earning assets
terhadap jumlah aktiva. Semakin besar jumlah earning assets suatu bank,
maka semakin besar pula pendapatan yang akan diperoleh bagi bank tersebut.
Sementara jumlah aktiva bank dipengaruhi oleh kemampuan bank tersebut
dalam memperoleh/menghimpun sumber-sumber dana, baik berasal dari
dalam maupun dari luar/asing.
Bila kita melihat dari komponen pendapatan, BNI telah mampu
memperoleh pendapatan diatas rata-rata pendapatan industri. Hal ini dapat kita
ketahui dengan memperbandingkan antara pendapatan yang diperoleh BNI
dengan rata-rata pendapatan. Selama periode 2005, BNI mampu memperoleh
pendapatan Rp 15.204.636.000.000, sementara bank-bank lain rata-rata
mampu memperoleh pendapatan Rp 489.078.240.632 (Rp
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
112.248.799.534.532/23). Dengan demikian bila kita melihat dari komponen
pendapatan, BNI memiliki pendapatan yang lebih besar bila dibandingkan
dengan bank-bank lain, yaitu terdapat selisih lebih Rp 14.715.557.759.368
dari rata-rata pendapatan industri.
Sementara dari komponen aktiva, BNI memiliki jumlah aktiva yang
lebih besar dibandingkan dengan rata-rata aktiva indusri. Pada periode 2005,
BNI memiliki jumlah aktiva sebesar Rp 147.812.206.000.000, sementara rata-
rata aktiva industri sebesar Rp 45.488.557.137.974 (Rp 1.046.236.814.173391
/23). Dengan melihat perbandingan antara jumlah aktiva BNI dengan rata-rata
aktiva industri, kita dapat mengatakan bahwa BNI memiliki selisih lebih
aktiva yang jauh lebih besar dibandingkan dengan rata-rata industrinya.
Dengan kata lain selisih lebih pendapatan BNI tidak sebanding dengan selisih
lebih aktiva yang dimiliki. Seharusnya dengan jumlah aktiva tersebut, BNI
mampu untuk memperoleh pendapatan yang lebih besar lagi. Hal inilah yang
menyebabkan BNI memiliki nilai rasio assets utilization yang lebih kecil
dibandingkan bank-bank lainnya, sehingga selama periode 2005 BNI tidak
menjalankan usahanya secara efisien.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa :
1. Kinerja keuangan BNI pada tahun 2005 apabila ditinjau dari aspek likuiditas,
melalui pendekatan cash ratio maupun loan to assets ratio adalah baik. Hal ini
dapat dilihatidari perbandingan antara nilai cash ratio dan loan to assets ratio
bank dengan rasio standar industri, dimana untuk cash ratio, bank memiliki
nilai cash ratio 12,09 % dan rasio industri 10,03 %. Sementara untuk loan to
assets ratio, BNI memiliki nilai yang lebih kecil yaitu 39,46 % dan rasio
industri 51,78 %.
2. Kinerja keuangan BNI pada tahun 2005 apabila ditinjau dari aspek
rentabilitas, bila dilihat melalui pendekatan return on assets maupun return on
equity adalah kurang baik. Hal ini dapat ditunjukkan dari perbandingan antara
nilai rasio rentabilitas bank dengan rasio rentabilitas industri. Pada tahun 2005
BNI memiliki return on assets 1,53 %, sementara untuk rasio standar
industrinya memiliki nilai 1,72 %. Pada periode yang sama BNI juga memiliki
nilai return on equity yang lebih kecil, yaitu 11,90 % sementara rasio industri
12,62 %.
3. Kinerja keuangan permodalan BNI pada tahun 2005 adalah baik. Hal ini dapat
dilihat dari nilai capital adequacy ratio (car) bank sebesar 14,84 %, dimana
ketentuan kecukupan modal minimum dari Bank Indonesia adalah 8 %.
75
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
Dengan rasio modal 14,84 %, maka BNI memiliki kelebihan modal sebesar
Rp 7.364.643.000.000.
4. Selama periode 2005, BNI kurang menjalankan bisnis usahanya secara efisien.
Hal ini dapat dilihat dari rasio efisensi usaha bank (leverage multiplier dan
assets utilization) yang lebih kecil bila dibandingkan dengan rasio standar
industri.
B. Saran-Saran
1. Bagi BNI
a. Selama periode 2005, BNI telah mampu menghasilkan cash ratio dan loan
to assets ratio diatas rasio standar industri. Dengan kata lain BNI telah
menunjukkan kinerja keuangan likuiditas yang baik selama periode
tersebut. Untuk itu tidak perlu adanya penambahan jumlah alat likuid, baik
berupa Kas maupun Giro pada Bank Indonesia.
b. BNI selama periode 2005 belum mampu menunjukkan tingkat rentabilitas
yang baik. Untuk itu diharapkan pada masa yang akan datang BNI mampu
untuk meningkatkan perolehan laba. Hal ini dapat dilakukan dengan
menjalankan bisnis usahanya secara efisien, terutama dalam hal
memperoleh pendapatan. Namun secara umum, BNI telah mampu
menjalankan usaha perbankan secara sehat dan pencapaian keuntungan
secara wajar. Artinya jumlah pendapatan BNI telah mampu untuk menutup
semua biaya yang dikeluarkan, baik biaya operasional maupun non
operasional.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
c. Jumlah modal yang dimiliki BNI selama periode 2005 telah memenuhi
ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Keadaan seperti ini
diharapkan dapat terus dipertahankan pada masa yang akan datang.
d. BNI selama periode 2005 tidak menjalankan bisnis usahanya secara efisen.
Untuk itu diharapkan pada periode berikutnya BNI mampu untuk
menjalankan bisnis usahanya secara efisien. Efisien usaha ini dapat
dilakukan dengan meningkatkan perolehan pendapatan.
2. Bagi Peneliti Selanjutnya
a. Penilaian kinerja terhadap BNI ini hanya mampu mengungkap prestasi
yang telah dicapai BNI dari segi keuangan. Untuk itu diharapkan adanya
penilaian kinerja bank dengan menggunakan metode yang lain, seperti
balanced scorecard yang mampu mengupas dari berbagai perspektif, atau
dengan metode CAMEL seperti yang dianjurkan Bank Indonesia.
b. Penilaian kinerja keuangan terhadap BNI ini hanya dilakukan selama
periode 2005. Untuk itu perlu dilakukan penilaian kinerja selama beberapa
periode, sehingga dapat mengetahui perkembangan kinerja yang telah
dicapai BNI.
C. Keterbatasan Penelitian
1. Laporan keuangan yang menjadi data sumber penelitian merupakan data
sekunder, sehingga kemungkinan data dan informasi yang diperoleh kurang
lengkap. Disamping itu selalu ada kemungkinan bahwa laporan keuangan
tersebut disusun tidak sesuai dengan keadaan yang sesungguhnya, atau terjadi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
kesalahan dalam penyusunan laporan keuangan tersebut. Dalam penelitian ini,
laporan keuangan yang diperoleh dianggap sebagai data karena sudah
dilaporkan oleh auditor kepada Bursa Efek Jakarta.
2. Sebagai peneliti eksternal, penulis tidak dapat melacak kebenaran data yang
diperoleh.
3. Hasil penelitian ini hanya mampu mengungkap penilaian kinerja dari segi
keuangan bank, tidak mengungkap penilaian kualitas manajemen seperti yang
ada dalam sistem penilaian metode CAMEL.
4. Dengan penuh kesadaran, penulis mengakui bahwa penulis masih awam
dalam bidang perbankan, sehingga dalam penelitian ini penulis hanya mampu
membahas/menginterpretasikan hal-hal yang penulis ketahui. Hal ini
disebabkan masih minimnya jumlah mata kuliah yang menyangkut bidang
perbankan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
Daftar Pustaka Anthony, Robert dan John Dearden. Sistem Pengendalian Manajemen. Erlangga, Jakarta : 1987. Abdullah, M. Faisal. Manajemen Perbankan Teknik Analisis Kinerja Keuangan Bank. Malang : Bagian Penerbitan Universitas Muhamadiyah, 2003. Dendawijaya, Lukman. Manajemen Perbanka. Jakarta : Ghalia Indonesia, 2000. Echols, Jhon M. Kamus Inggris – Indonesia. Cetakan XII. Jakarta : PT Gramedia, 1994 Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka, 1991. Kuncoro, Mudrajad dan Suhardjono. Manajemen Perbankan Teori dan Aplikasi. Yogyakarta : BPFE, 2002. Mulyadi dan Setyawan. Sistem Perencanaan dan Pengendalian Manajemen. Yogyakarta : Aditya Medika, 1999. Muljono, Teguh Pudjo. Aplikasi Akuntansi Manajemen Dalam Praktek Perbankan. Yogyakarta : BPFE, 1988. Muljono, Teguh Pudjo. Aplikasi Manajemen Audit Dalam Industri Perbankan. Yogyakarta : BPFE, 1999. Munawir, Slamet. Analisa Laporan Keuangan. Yogyakarta : Liberty, 2001. Nasucha, Chaizi. Reformasi Administrasi Publik (Teori dan Praktik). Jakarta : Grasindo, 2004. Riyanto, Bambang. Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan. Yogyakarta : BPFE, 1999. Siamat, Dahlan. Manajemen Bank Umum. Jakarta : Intermedia, 1993. The Liang Gie. Efisiensi Untuk Meraih Sukses. Yogyakarta : Panduan, 2003.