PENGUKURAN TARGET STRENGTH BEBERAPA SPESIES IKAN DALAM KONDISI TERKONTROL DI LABOTARIUM AKUSTIK KELAUTAN MENGGUNAKAN QUANTIFIED FISH FINDER FAISAL AHMAD C540524908 DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
105
Embed
PENGUKURAN TARGET STRENGTH BEBERAPA ... TARGET STRENGTH BEBERAPA SPESIES IKAN DALAM KONDISI TERKONTROL DI LABOTARIUM AKUSTIK KELAUTAN MENGGUNAKAN QUANTIFIED FISH FINDER FAISAL AHMAD
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PENGUKURAN TARGET STRENGTH BEBERAPA SPESIES
IKAN DALAM KONDISI TERKONTROL DI LABOTARIUM
AKUSTIK KELAUTAN MENGGUNAKAN
QUANTIFIED FISH FINDER
FAISAL AHMAD
C540524908
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
PENGUKURAN KARAKTERISTIK REFLEKSI IKAN
DALAM KONDISI TERKONTROL DI LABOTARIUM AKUSTIK
KELAUTAN MENGGUNAKAN QUANTIFIED FISH FINDER
FAISAL AHMAD
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Ilmu Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Pada
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
RINGKASAN FAISAL AHMAD C54052408. Pengukuran Karakteristik Refleksi Ikan Dalam Kondisi Terkontrol Di Labotarium Akustik Kelautan Menggunakan Quantified Fish Finder. Dibawah Bimbingan : Dr. Ir. Henry M. Manik M.T.
Sumber daya hayati dari laut dan perairan tawar yaitu ikan. Salah satu cara untuk mengetahui bagaimana kita dapat mengeksplorasi sumber daya alam di lautan dengan tepat adalah dengan mempelajari karakteristiknya dengan menggunakan Teknologi akustik. Teknologi ini dapat mendeteksi lokasi dan jumlah dari ikan serta menduga tingkah laku ikan tersebut. Teknologi akustik yang dimaksud ini adalah echosounder.
Ditinjau dari segi akustik permasalahan akurasi dalam deteksi ini terutama disebabkan scattering suara yang terjadi pada waktu transmisi dan refleksi, untuk menganalisis hal tersebut, analisis data yang umum digunakan dalam penelitian refleksi akustik ikan adalah dengan perhitungan Target Strength
Output data yang dihasilkan dari echosounder ini bisa berupa echogram dan sinyal Amplitudo, Pada penelitian ini pendugaan ikan dilakukan dengan pengolahan sinyal amplitudo ikan menjadi Echo Strength dan Target Strength dari echosounder menggunakan metode hidroakustik dan Continous Wavelet Transfrom. Ikan mas (Cyprinus carpio) mempunyai rentang amplitudo 25-32 volt, Echo Strength sebesar -21 dB sampai -14 dB, ikan lele (Clarias sp) mempunyai rentang nilai amplitudo 27-32.5 volt, Echo Strength sebesar -19.5 dB sampai -17.8 dB dan ikan nila hitam mempunyai rentang nlai amplitudo 23-28.5 volt, Echo Strength sebesar -19.75 dB sampai -19 dB. Pada ikan nila hitam (Oreochromis niloticus) dengan jumlah 10 ekor dan mempunyai masing-masing ukuran tubuh (Fork Length) yang berbeda, mempunyai dugaan nilai Target Strength : 20 log 70.06 dengan nilai R2=0.808, semakin panjang tubuh ikan maka semakin besar nilai Target Strength nya. Metode Continous Wavelet Transfrom yang digunakan untuk mengidentifikasi jenis ikan berdasarkan nilai koefisen absolute C, pada ikan mas rentang nilai Koefisien C terbesar pada semua scale adalah 1.1x10-5 sampai 2.258144. Pada ikan nila sebesar 0.3x10-5 sampai 2.191676 dan pada ikan lele sebesar 0.3x10-5 sampai 0.380933
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Pengukuran
Karakteristik Refleksi Ikan Dalam Kondisi Terkontrol di Laboratorium Akustik
Kelautan Menggunakan Quantified FISH FINDER adalah karya saya sendiri di
bawah bimbingan Bapak Dr. Ir. Henry M. Manik M.T. dan belum pernah
digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam daftar pustaka dib again akhir skripsi ini.
Bogor, Oktober 2010
Faisal Ahmad
NIM C54052408
Judul Skripsi : Pengukuran Karakteristik Refleksi Ikan Dalam Kondisi Terkontrol di Labotarium Akustik Kelautan Menggunakan Quantified FISH FINDER
Nama Mahasiswa : Faisal Ahmad NIM : C54052408 Program Studi ; Ilmu dan Teknologi Kelautan
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Henry M. Manik M.T.
NIP. 19701229 199703 1 008
Mengetahui,
Ketua Departemen
Ilmu dan Teknologi Kelautan
Prof. Dr. Ir. Setyo Budi Susilo .MSc
NIP. 19580909 198303 1 003
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat ALLAH SWT, Tuhan Yang Maha Esa, karena atas Berkat
ridho-Nya laporan tugas akhir ini bisa diselesaikan sesuai jadwal yang direncanakan. Tidak
lupa shalawat serta salam selalu penulis haturkan kepada Rasulullah SAW, para keluarga dan
sahabatnya.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada:
1. Ayah dan Ibu yang telah bersabar dalam mendidik anakmu ini, tak henti-hentinya
mengucapkan doa, dorongan, kasih sayang, semangat dan pengorbanan agar saya
tetap fokus dalam menyelesaikan studi
2. Bapak Dr. Ir. Henry M. Manik M.T. yang senantiasa memberi kesempatan kepada
penulis serta selalu meluangkan waktunya untuk membimbing dan member
arahan kepada penulis.
3. Bang M. Iqbal, S.Pi (37) dan Bang Asep Ma’mun, S.Pi (41) yang membantu saya
dalam pengambilan data serta pengolahan data.
4. Mbak Reda, Mas Farid dan Aris yang senantiasa ada dan membantu penulis jika
dalam kesulitan
5. Temen Seperjuangan hidupku, Ressy Dwi Mariska yang senantiasa ada
menemaniku,
6. Teman-teman ITK 42 yang selalu mengingatkan penulis jika salah
7. Seluruh Warga ITK yang tidak saya bisa sebutkan satu-persatu yang ikut
membantu dalam proses penyelesaian studi ini.
Bogor, Oktober 2010
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR…………………………………………………………. i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………… ii
DAFTAR TABEL…………………………………….……………………... v
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………... vi
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………… ix
BAB I. PENDAHULUAN……………………………………………………... 1
1.1 Latar Belakang………………………………………..……………..……… 1
1.2 Tujuan………………………………………………….…………………… 2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA………………………….…………………... 3
2.1 Ikan…………………………………………………………………………. 3
2.1.1 Ikan Lele Dumbo (Clarias sp.) …………………………………….. 3
2.1.2 Ikan Mas (Cyprinus carpio)………………………………………… 4
2.1.3 Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus)…………………………... 4
2.2 Prinsip Kerja Hidroakustik…………………………………………………. 5
2.2.1 Single-Beam Echosounder………………………..………………… 7
2.2.2 Near Field dan Far Field…………………………..……………….. 10
(2) Faktor biologi : suara dan pergerakan binatang dibawah air
(3) Faktor artificial : deruman mesin kapal, baling-baling kapal, dan aliran air di
sekitar kapal.
2.2.1 Single-Beam Echosounder
Single-beam echosounder merupakan instrumen akustik yang paling sederhana
dengan memancarakan beam tunggal sehingga kita dapat informasi tentang kedalaman dan
target yang dilaluinya. Dengan menggunakan berbagai frekuensi yang berbeda pada
echosounder dan beam-width yang berbeda akan didapatkan hasil yang berbeda pula.
Frekuensi yang digunakan pada umumnya untuk aplikasi deteksi ikan adalah 38 kHz, 120
kHz, 200 kHz atau 420 kHz sedangkan beam –width yang digunakan berkisar antara 5o-
15o(MacLennan and Simmonds, 2005). Pada penelitian ini digunakan frekuensi 200 kHz dan
beam-width 6o.
Gambar 4. Salah satu contoh beam pattern dari BioSonics dengan frekuensi 200 Khz lebar
beam 6o dan side lobes -35dB sampai -30 dB (Solid line). Beam 5.5o dengan side lobes
sekitar -18 dB (dotted line). Sumber : (MacLennan and Simmonds, 2005)
8
Gambar 5. Komponen single-beam echosounder pada kapal Sumber: Ozcoast (2009)
Hasil dari deteksi yang dilakukan echosounder ini selanjutnya akan ditampilkan
dalam bentuk echogram. Tampilan pada echogram berupa warna-warna yang memiliki
karakteristik sendiri, biasanya sinyal yang kuat ditandai dengan warna merah/hitam lalu
berurut secara mundur biru/abu-abu menunjukan sinyal lemah (MacLennan and Simmonds,
2005)
9
Gambar 6. Echogram Sumber : MacLennan and Simmonds (2005)
Konsep pada single-beam echosounder dari mendeteksi target sampai
menampilkannya pada echogram dapat dilihat pada gambar dibawah ini
Gambar 7. Prinsip kerja single-beam echosounder Sumber : McLennan and Simmonds (2005)
10
2.2.2 Near Field dan Far Field
Menurut Lurton (2002) pada saat transducer memancarkan suara maka akan terjadi
perpindahan energi pada lingkungan. Energi yang dipancarkan oleh transducer ke suatu
medium dapat menghilang seiring perambatan suara pada medium tersebut. Proses hilangnya
energi tersebut bergantung pada jarak antara titik observasi terhadap transducer. Terdapat dua
zona dimana terjadi perpindahan energi saat suara dipancarkan, zona tersebut adalah Near
field dan Far field.
Near Field (zona Fresnel) merupakan zona adanya pengaruh dari titik-titik yang
berbeda fase satu dengan lainnya pada saat transducer mentransmisikan suara (Lurton, 2002).
Sedangkan menurut MacLennan and Simmonds (2005), Near Field merupakan jarak dari
permukaan transducer sampai kejarak dimana terjadi fluktuasi yang tinggi dari intensitas atau
tekanan. Far field (zona Fraunhofer) adalah zona terjadinya perbedaan sinyal karena
pengaruh interferensi yang hilang pada wilayah tersebut. Intensitas berkurang seiring
bertambahnya kedalaman. Menurut MacLennan and Simmonds (2005), Far field merupakan
jarak dimana terjadinya fluktuasi intensitas suara ketika ditransmisikan transducer.
Menurut Larson, Brain F. (2001) jarak Near Field dapat diformulasikan sebagai
berikut :
……………………………………………………………….. (1)
Gambar 8. Ilustrasi daerah zona Fresnel (Near Field) dan zona Fraunhofer (Far Field) Sumber : (MacLennan and Simmonds, 2005)
11
dengan a sebagai diameter transducer dan adalah panjang gelombang pulsa dari transducer
2.2.3 Kecepatan Suara
Nilai kecepatan suara di laut tidak lah konstan melainkan bervariasi antara 1450 m/s
hingga 1550 m/s. variasi ini dipengaruhi oleh suhu, salinitas, dan kedalaman. Selain terhadap
suhu dan salinitas, kecepatan juga berubah dengan adanya perubahan frekuensi atau panjang
gelombang suara yang dipancarkan menurut persamaan dimana c adalah
kecepatan suara, adalah panjang gelombang dan f adalah frekuensi. Menurut MacKaenzie
(1981) dan Munk et al. (1995) in Stewart (2007), hubungan kecepatan suara dengan suhu,
salinitas dan tekanan dapat digambarkan melalui persamaan berikut
1448.96 4.591 0.05304 0.0002374 0.01630 1.340
0.01025 35 1.675 10 7.139 10 …….(2)
Keterangan :
C = kecepatan suara (m/s)
T = suhu (oC)
S = Salinitas (permil)
Z = Kedalaman (m)
Pengukuran kecepatan suara di perairan dilaksanakan dengan tujuan untuk
menentukan dan memastikan ada atau tidaknya perubahan sifat fisik tersebut di media,
dimana gelombang bunyi dipancarkan sehingga ada kemungkinan terjadi perubahan
kecepatan gelombang bunyi selama penjalarannya (MacLennan and Simmonds, 2005).
2.2.4 Target Strength (TS)
Target Strength (TS) merupakan faktor terpenting dalam pendeteksian dan pendugaan
stok ikan dengan menggunakan metode hidroakustik. TS merupakan suatu ukuran yang dapat
menggambarkan kemampuan suatu target untuk memantulkan gelombang suara yang datang
mengenainya.
Nilai TS suatu ikan tergantung kepada ukuran dan bentuk tubuh, sudut datang pulsa,
tingkah laku atau orientasi ikan terhadap tranducer, keberadaan gelembung renang, frekuensi
atau panjang gelombang, acoustic impedance dan elemen ikan (daging, tulang, kekenyalan
12
kulitnserta distribusi dari sirip dan ekor) walaupun pengaruh elemen terakhir ini sangat kecil
karena nilai kerapatannya tidak terlalu jauh dengan air (MacLennan and Simmonds, 2005)
Menurut Coates (1990) Menyatakan TS adalah ukuran decibel intensitas suara yang
dikembalikan oleh target, diukur pada jarak standar satu meter dari pusat target relatif
terhadap intensitas suara yang mengenai target. Johannesson dan Mitson (1983) membagi dua
definisi TS berdasarkan domain yang digunakan, yaitu intensitas target strength (TSi) dan
energi target strength (TSe). Berdasarkan intensitas target strength dapat diformulasikan
sebagai berikut :
10 log , 1 …………………………………………….(3)
dimana :
TSi = Intensitas target strength
Ir = Intensitas suara yang dipantulkan diukur pada jarak 1 meter dari target
Ii = Intensitas suara yang mengenai target
Sedangkan energi target strength diformulasikan sebagai
10 log , 1 ……………………………….……………(4)
dimana :
TSe = Energi target strength
Er = Energi suara yang dipantulkan diukur pada jarak 1 meter dari target
Ei = Energi suara yang mengenai target
Menurut Maclennan dan Simmond (2005), TS merupakan backscattering cross
section dari target yang mengembalikan sinyal dan dinyatakan dalam bentuk persamaan :
10 log …..……………………………………………………(5)
Sedangkan menurut Burczynski dan Johnson (1986) kesetaraan backscattering cross section
( ) dengan TS dinyatakan dalam persamaan :
13
10 log ….…………………………………………………(6)
TS ikan tunggal sebagai scalling factor bagi volume back scattering strength
kelompok ikan agar diperoleh pendugaan kelimpahan ikan. Dawson dan Karlp (1990),
pendugaan baik ukuran maupun densitas ikan selalu tergantung pada distribusi target
strength.
2.2.5 Volume Backscattering Strength (Sv)
Volume backscattering strength (Sv) merupakan rasio antara intensitas yang
direfleksikan oleh suatu group single target, dimana target berada pada suatu volume air
(Lurton, 2002). MacLennan and Simmonds (2005) menyatakan bahwa Sv dari kelompok ikan
dapat ditentukan dari volume reverberasi. Teori volume reverberasi menggunakan pendekatan
liniear untuk directional transducer dengan asumsi :
(1) Ikan bersifat homogen atau terdistribusi merata dalam volume perairan.
(2) Perambatan gelombang suara pada garis lurus dimana tidak ada refleksi oleh medium
hanya spreading loss saja.
(3) Densitas yang cukup dalam satuan volume.
(4) Tidak ada Multiple Scattering.
(5) Panjang pulsa yang pendek untuk propagasi diabaikan
Total intensitas suara yang dipantulkan oleh multiple target adalah jumlah dari
intensitas suara yang dipantulkan oleh masing-masing target tunggal
… . ……..………………………………(7)
dimana n = jumlah target
Suatu grup terdiri dari n target dengan sifat-sifat akustik serupa maka diperoleh persamaan
sebagai berikut:
. ………………………………………………………………..(8)
dimana = intensitas rata-rata yang direfleksikan oleh target tunggal
Equivalent cross section rata-rata tiap target
14
∑ ………………………………………………………………(9)
Menurut definisi 4 akan menjadi
4 …………………………………..……………………………(10)
Dengan mengganti . maka akan diperoleh
. …………………………………….………………...(11)
Jadi total intensitas dari gelombang suara yang dipantulkan oleh multiple target adalah
proposional terhadap jumlah individu target (n), scattering cross section rata-rata tiap target
dan intensitas suara yang mengenai target (Ii).
Persamaan ini merupakan dasar untuk pendugaan secara kuantitatif dari biomassa atau
stok ikan dengan metode akustik. Metode echo integration yang digunakan untuk mengukur
Sv yaitu berdasarkan pada pengukuran total power backscattered pada transduser.
2.3 Wavelet
2.3.1 Pengenalan Wavelet
Analisis Transformasi Fourier adalah sebuah perangkat matematik untuk
menstransformasikan sudut pandang kita terhadap sinyal dari domain waktu ke domain
frekuensi, tetapi transformasi Fourier mempunyai kekurangan, yaitu apabila kita melakukan
transformasi ke domain frekuensi maka informasi waktu akan hilang. Keuntungannya adalah
dapat melihat transformasi Fourier dari suatu sinyal maka adalah tidak mungkin untuk
mengetahui kapan fenomena itu terjadi.
Sebagai usaha untuk mengurangi kekurangan pada transformasi Fourier yang gagal
memberikan informasi waktu dan frekuensi secara bersamaan, Gabor memperkenalkan teknik
STFT (Short Time Fourier Transfrom) yang melakukan pemetaan sebuah sinyal ke dalam
fungsi berdimensi dua, yaitu dalam waktu dan frekuensi. STFT memberikan informasi
mengenai kapan dan pada frekuensi berapa suatu sinyal event terjadi. Tetapi, STFT memiliki
keterbatasan bahwa informasi serentak dalam waktu dan frekuensi dapat dicapai dengan
presisi yang terbatas, dibatasi oleh ukuran jendela (window) yang dipilih. Sekali dipilih
ukuran tertentu dari jendela maka jendela tersebut akan sama untuk semua frekuensi.
15
Wavelet adalah gelombang kecil yang mempunyai energy terkonsentrasi dalam waktu
yang dapat dipakai sebagai alat analisis fenomena transien, nonstastioner, atau time varying.
Transformasi wavelet menguraikan sinyal dilatasi dan translasi wavelet (Habibie, 2007).
2.3.2 Analisis wavelet
Sebuah gelombang (wave) biasanya didefinisikan sebagai sebuah fungsi osilasi dari
waktu, misalnya sebuah gelombang sinusoidal. Sebuah wavelet merupakan gelombang
singkat (small wave) yang energinya terkonsentrasi pada suatu selang waktu untuk
memberikan analisis transien, ketidakstasioneran, atau fenomena berubah terhadap waktu
(time-varying) (Polikar, 1996). Karakteristik dari wavelet antara lain adalah berosilasi
singkat, translasi (pergeseran) dan dilatasi (skala). Berikut ini akan diperlihatkan gambar dari
sebuah sinyal biasa dan sinyal wavelet.
Gambar 9. Perbedaan sinyal biasa dengan sinyal wavelet (Mathworks, 2002)
Secara sederhana, translasi (pergeseran) pada wavelet bermaksud untuk menggeser
permulaan dari sebuah wavelet. Secara matematis, pergeseran sebuah fungsi f(t) dengan k
direpresentasikan dengan f(t-k) (The Math Works Inc, 2000)
Gambar 10. Pergesaran pada wavelet (Mathworks, 2002)
Skala (dilatasi) dalam sebuah wavelet berarti pelebaran atau penyempitan wavelet.
Seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini:
16
Gambar 11. Scale pada wavelet (Mathworks, 2010)
Sebuah faktor skala dapat dinyatakan sebagai α. Apabila α diperkecil maka wavelet
akan menyempit dan terlihat gambaran mendetail namun tidak menyeluruh, kebalikannya
apabila α diperbesar maka wavelet akan melebar dan terlihat gambaran kasar, global namun
menyeluruh. Dengan menggunakan wavelet pada skala resolusi yang berbeda, akan diperoleh
gambaran keduanya, yaitu gambaran mendetail dan menyeluruh. Selain itu, terdapat
keterkaitan antara skala pada wavelet dengan frekuensi yang dianalisa oleh wavelet. Nilai
sekala yang kecil berkaitan dengan frekuensi tinggi sedangkan nilai skala yang besar
berkaitan dengan frekuensi rendah.
Tahap pertama analisis wavelet adalah menentukan tipe wavelet, yang disebut dengan mother
wavelet atau analyzing wavelet, yang akan digunakan. Hal ini perlu dilakukan karena fungsi
wavelet sangat bervariasi dan dikelompokan berdasarkan fungsi dasar masing-masing.
2.3.3 Transformasi wavelet
Transformasi wavelet memiliki kemampuan untuk menganalisa suatu data dalam
domain waktu dan domain frekuensi secara simultan. Analisa data pada transformasi wavelet
dilakukan dengan membagi suatu sinyal ke dalam komponen-konponen frekuensi yang
berbeda-beda dan selanjutnya masing-masing komponen frekuensi tersebut dapat dianalisa
sesuai dengan skala resolusinya. Hal ini seperti proses filtering, dimana sinyal dalam domain
17
waktu dilewatkan ke dalam filter highpass dan lowpass dan memisahkan komponen frekuensi
tinggi dan fekuensi rendah.
Wavelet merupakan sebuah fungsi variable real t, diberi notasi dalam dalam ruang
fungsi . Fungsi ini dihasilkan oleh parameter dilatasi dan translasi, yang dinyatakan
dalam persamaan (Wang dan Nicholas, 1998):
Ψ , t a Ψ ; a 0, …………………………………...………(12)
Ψ , 2 ⁄ Ψ 2 t k ; j, k ε Z …………..…………………………………(13)
Dimana :
a = parameter dilatasi
b = parameter translasi
R= mengkondisikan nilai a dan b dalam nilai integer
2j = parameter dilatasi (parameter frekuensi atau skala)
k = parameter waktu atau lokasi ruang
Z = mengkondisikan nilai j dan k dalam nilai integer
Fungsi wavelet pada persamaan (7) dikenalkan pertama kali oleh Grossman dan Morlet,
sedangkan persamaan (8) oleh Daubechies (Polikar, 1996). Pada fungsi Grossman-Morlet, a
adalah parameter dilatasi dan b adalah parameter translasi, sedangkan pada fungsi
Daubechies, para meter dilatasi diberikan oleh 2j dan parameter translasi oleh k. Kedua fungsi
dapat dipandang sebagai mother wavelet, dan harus memenuhi kondisi (Wang dan
Nicholas, 1998):
Ψ 0………………………………………………………….(14)
yang menjamin terpenuhinya sifat ortogonalitas vektor
Pada dasarnya, transformasi wavelet dapat dibedakan menjadi dua tipe berdasarkan
nilai parameter translasi dan dilatasinya, yaitu transformasi wavelet kontinu (continue
wavelet transform) dan diskrit (discrete wavelet transform).
18
2.4 Continous Wavelet Transfrom (CWT)
CWT menganalisa sinyal dengan perubahan skala pada window yang dianalisis,
pergeseran window dalam waktu dan perkalian sinyal serta mengintegralkan semuanya
sepanjang waktu (Polikar, 1996). Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut:
, Ψ , . ……………………………………………..(15)
dimana Ψ , seperti pada persamaan (8), sedangkan transformasi wavelet diskrit menganalisa
suatu sinyal dengan skala yang berbeda dan mempresentasikannya kedalam skala waktu
dengan menggunakan teknik filtering, yakni menggunakan filter yang berbeda frekuensi cut
off-nya
2.5 Discrete Wavelet Transfrom (DWT)
Berdasarkan fungsi mother waveletnya, bahwa fungsi wavelet penganalisa untuk
transformasi wavelet diskrit dapat didefinisikan dalam persamaan (9). Berdasarkan
persamaan tersebut, representasi fungsi sinyal dalam domain wavelet diskrit
didefinisikan sebagai (Gonzales et al., 1993);
∑ , Ψ ,, …………………………………………………….(16)
, ini merupakan DWT dari fungsi f(t) yang dibentuk oleh inner product antara fungsi
wavelet induk dengan f(t):
, Ψ , , ………………………………………………………….(17)
sehingga f(t) disebut sebagai inverse discrete wavelet transform dapat dinyatakan dengan :
∑ Ψ , Ψ ,, ………………………………………………..(18)
19
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Waktu penelitian dimulai pada bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2010 dan bulan
Juli sampai bulan Agustus 2010 bertempat di Water Tank Labotarium Akustik Kelautan,
Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut
Pertanian Bogor
3.2 Alat
Alat yang digunakan untuk penelitian ini adalah 1set alat PcFF80 PC Fishfinder dan
Notebook HP 6350b dilengkapi perangkat lunak seperti Microsoft office, dan MATLAB
r2008a
3.2.1 PcFF80 PC Fishfinder
Satu set PcFF80 PC Fishfinder dengan keterangan spesifikasi pada Tabel 1 di bawah ini
Tabel 1. Spesifikasi PcFF80 PC
Operating Voltage 9.5 to 16.0 VDC, 0.05 amps nominal, 4.7 amps peak at max power Indicator Front panel LED for Power ON/Off and communications indicator Output Power 2560 watts peak-to-peak (320W RMS). 24KW DSP processed
power (3200 WRMS) Depth Capability 1000 feet or more at 200kHz, 1500 Feet or more at 50kHz Operating temperature 0 to 50 deg Celsius ( 32 to 122 deg Fahrenheit). Interface Box 100 x 80 x 50 mm (4 x 3.2 x 2 inch). Powder Coated Aluminum
Extrusion Interface RS-232, 115 KBaud, serial data and USB Transducer Dual Frequency 50/200kHz, Depth/Temperature (single-beam
echosounder
Echosounder tersebut terhubung ke notebook HP 6350b melalui port pararel yang
disambungkan terlebih dahulu ke interface RS-232 menggunakan kabel sepanjang 10 m
20
Gambar 12. Penyambungan Interface RS-232 dengan notebook HP 6350b dan tranducer
Parameter setting dan kalibrasi pada waktu pengambilan data yang dilakukan pada
water tank adalah sebagai berikut
Tabel 2. Kalibrasi dan setting alat PcFF80 PC (Manik, H.M, 2009)
Frekuensi 200 kHz C 1505,06 m/s Ping rate 0.334 s Beam width 11o Clutter Filter 3 Display Threshold 4 Chart Speed 8 Transmitter Power 15,7 watt A Scope Threshold 5 Signal processing Analog Time-Varying Gain Time-Varying Gain
110 1. Surface Gain 2. Changer Rate 10
Depth range 5 m Depth Ofset 0 m A Scope ON Pulse width 1 Vinput 12 v
21
3.2.2 Notebook HP 6350b
Spesifikasi Notebook HP 6350b adalah sebagai berikut
1. Sistem Operasi : Windows Xp Professional 2002 service pack 2
2. Processor : Intel(R) Core(TM)2 Duo CPU
3. RAM : 3 Gb
4. SVGA : 1 Gb Share with RAM
5. HDD : 300 Gb
3.3 CruzPro PC Fishfinder
Perangkat lunak yang digunakan untuk mengambil data primer ikan pada water tank
yang dihubungkan dengan single-beam echosounder dual frekuensi.
Sistem-sistem minimal yang dibutuhkan untuk menginstall software ini adalah
sebagai berikut:
WIN98 SE, 2000, XP and Vista
500 Mhz Pentium PC (Serial Port (16550 compatible UART) atau USB port
128MB RAM
50MB Hard Drive space
SVGA Graphics (1024 x 768 resolution)
Mouse / Keyboard
Output data ini berupa nilai-nilai amplitudo yang direkam oleh echosounder dalam
eksistensi file *.I
Perangkat Microsoft Office yang digunakan adalah M.S Excel 2007 untuk membuka
file yang bereksistensi *.I yang selanjutnya digunakan untuk merapihkan dan merata-rata kan
data amplitude.
3.4 Matlab r2008a
Perangkat ini digunakan untuk mengolah data dengan metode wavelet baik
menggunakan toolbox maupun syntax sendiri serta menghasilkan tampilan visual grafik
dalam bentuk satu dimensi, dua dimensi dan 3 dimensi dari data amplitudo yang dihasilkan,
22
serta menghitung nilai-nilai yang dibuthkan dalam pengolahan data akustik, seperti Sv, TS
dan sebagainya
3.5 Pengambilan Data Akustik
3.5.1 Ikan Kelompok
Gambar 13. Alur pengambilan data akustik pada ikan kelompok
Ikan Kelompok dengan jumlah 10 ekor (mas, lele dan nila) diletakan pada jaring
(cage) dengan kerangka tabung berukuran tinggi 1 m dan diameter alas 1 m serta volume
sebesar 0.785 m3 didalam water tank. Selanjutnya diatas kerangka tabung tersebut diletakan
tranducer, Tranduser akan mendeteksi ikan tersebut masing-masing selama 4 jam.
Pengambilan data yang pertama dilakukan adalah data ikan mas, ikan lele dan yang terakhir
ikan nila secara terpisah. Output data ini adalah nilai voltase amplitude yang berkesistensi *.I
CruzPro PC Fishfinder
Data bereksistensi *.I t =1 m
d = 1 m
23
3.5.2 Ikan tunggal
Berikut ini adalah alur pengambilan data ikan tunggal menggunakan tilting
mechanism
Gambar 14. Tiltting mechanism
Ikan diletakan di bawah jembatan tangga tepatnya dibawah tiltting mechanism dan
tranducer. Ikan di ikat pada dua buah besi pemberat dengan panjang 1,4 m yang pertama
diletakan diantara tranducer dan tiltting mechanism, disambungkan. dan yang kedua diletakan
di bawah ikan sebagai pemberat. Selanjutnya tranducer ini dihubungkan ke interface box
yang terhubung dengan laptop HP 6530b
Tiltting mechanism system ini merupakan sistem alat yang membuat kita bisa
memperoleh data ikan dari sudut yang berbeda. Perlakuan pada ikan mas (Cyprinus carpio)
adalah dari sudut -40o sampai dengan 40o, ikan lele (Clarias sp) adalah dari sudut -25o sampai
dengan 25o dan ikan nila hitam (Oreochromis niloticus) adalah dari sudut -40o sampai dengan
JEMBATAN
Interface Box
Laptop Hp 6530b
Kabel Konektor
Tiltting Mechanism
Besi/PemberatEchosounder
Ikan
24
40o bisa dilihat pada gambar 15. Data output yang diperoleh berupa nilai voltase amplitudo
yang disimpan dalam file bereksistensi *.I
Gambar 15. Proses pengambilan data pada tiltting mechanism.
3.6 Pengolahan Data
3.6.1 Ikan Kelompok
Data yang bereksistensi (*.I) selanjutnya di export ke Microsoft Excel 2007 untuk
dirapihkan dan di ambil nilai amplitudonya saja, setelah itu dilakukan pengolahan data
kembali dengan matlab untuk diambil nilai Amplitudo, Amplitudo Relatif dan Echo Strength
Gambar 16. Alur Komputasi data
Transducer
-40o -25o 0o 25o 40o
Data (*.I) Excel Matlab r2008a
Amplitudo
Amplitudo Relatif Echo Strength
Metode CWT Identifikasi target
25
Nilai Amplitudo di dapat dari rata-rata pantulan pada data (*.I) pada setiap pingnya
(Manik, 2010)
∑ , ……………………………………………………………………..(19)
dimana:
A(i) = Amplitudo pada ping ke-i
X(i,j) = Nilai pantulan ke-j sampai k pada ping ke-i
k = Total pantulan
Selanjutnya untuk nilai amplitudo relatif adalah perbandingan antara nilai amplitudo
dengan nilai pantulan yang maximum, secara matematis di tuliskan sebagai berikut
…………………………………………………………………………………(20)
dimana:
= Amplitudo relatif pada ping ke-i
A(i) = Amplitudo pada ping ke-i
255 = Voltase Amplitudo Dasar Water Tank
Untuk nilai Echo Strength (Es) diperoleh dengan menggunakan rumus
10 log ………………………………………………………………………(21)
dimana :
Es(i) = Nilai Echo Strength pada ping ke-i
= Amplitudo relatif pada ping ke-i
logaritma yang dipakai adalah logaritma basis 10.
26
Nilai Echo Strength ini selanjutnya menjadi nilai input untuk metode Continous
Wavelet Transfrom (CWT). Pada Matlab, syntak yang diberikan adalah sebagai berikut:
W = cwt(Ss(i),SCALES,'wname',PLOTMODE) …………………………….……..(22)
Sumber : Mathworks (2000)
dimana :
W = nilai koefisien dari CWT
cwt = Continous Wavelet Transfrom
Es(i) = Echo Strength pada ping ke-i
SCALES = Parameter dilatasi yang kita inginkan
‘Wname’ = Mother Wavelet
Untuk PLOTMODE deskripsinya ada pada Tabel 3 di bawah ini (Mathworks, 2000)
Tabel 3. Syntak PLOTMODE yang digunakan dalam pengolahan wavelet
PLOT MODE Deskripsi ‘lvl’ Pewarnaan berdasarkan scale by scale ‘glb’ Pewarnaan bedasarkan semua scale ‘abslvl’ Pewarnaan berdasarkan scale by scale dengan menggunakan nilai
absolute dari koefisien CWT ‘absglb’ Pewarnaan bedasarkan semua scale dengan menggunakan nilai absolute
dari koefisien CWT
Grafik yang dibentuk dari nilai koefisen CWT selanjutnya digunakan untuk
identifikasi target seperti ukuran-ukuran dari target
3.6.2 Ikan Tunggal
Pengolahan data akustik untuk ikan tunggal berbeda dengan ikan kelompok
karena adanya perbedaan perlakuan dalam menentukan posisi sudut ikan yang dilakukan
secara manual. Untuk lebih jelasnya perhatikan alur pengolahan data pada Gambar 17.
27
Gambar 17. Alur pengolahan data ikan tunggal (Manik, 2010)
Mulai
, ,
20 log
10 ⁄
10 log4
log
20 log
Pers. Hubungan target strength dengan panjang ikan
Selesai
,
1√2
0
STOP
28
Data yang di dapat dalam pengukuran adalah voltase amplitudo setiap perlakuan
sudut pada ikan ( ), Voltase pada alat dan nilai pantulan balik bandul pejal
sebagai acuan , dimana:
20 log ………………………………………………………………. (23)
dimana merupakan nilai voltase amplitudo dari bandul pejal (gambar 18)
t = tinggi, d = diameter
Gambar 18. Skematik pengukuran Target Strength Referensi (TSref) pada bandul pejal berukuran (3 x 3 x 3)4π cm3
Selanjutnya, dari input data yang di dapat, maka nilai dari Target Strength ikan pada
setiap sudut yang berbeda ( dan backscattering section dapat dicari.
Untuk mengetahui hubungan antara target strength dengan panjang ikan maka
normalized target strength (TS) dan normalized backscattering section dari ikan perlu
Transducer
d=6 m
6 cm
1.5 m
t=3.2 m
29
dicari. Target strength dan backscattering strength merupakan nilai pantulan keseluruhan
dari ikan melalui pendekatan peluang secara statistik dengan menggunakan rumus dari
Probability Density Function (PDF) dalam hal ini dilambangkan .
Karena melalui pendekatan statistik maka ada syarat yang perlu di penuhi yaitu nilai
dari hasil pengurangan sudut ikan dengan rata-ratanya harus kurang atau sama dengan dari
nilai simpangan bakunya, jika syarat ini tidak dipenuhi maka nilai 0
30
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Jarak Near Field (Rnf) yang diperoleh pada penelitian ini dengan menggunakan
formula (1) adalah 0.2691 m dengan lebar transducer 4.5 cm, kecepatan suara 1505.06
m/s, dan frekueansi 200 kHz. Arti dari Rnf ini adalah jarak minimum dari target terhadap
transducer. Pada penelitian ini target ikan diletakan sejauh 1 m dan bandul sejauh 1.5 m
dari transducer, sehingga tidak terpengaruh oleh fluktuasi pada zona Fresnel (Near Field)
Grafik amplitudo, amplitudo relatif, dan Echo Strength pada ikan mas (Cyprinus
carpio), ikan lele (Clarias Sp) dan ikan nila hitam (Oreochromis niloticus) kelompok (10
ekor) diberikan pada Gambar 19, 20 dan 21
Gambar 19. Grafik Amplitudo dalam satuan ping (a) dan satuan detik (b), Amplitudo Relatif (c) dan Echo Strength (d) Pada Ikan Mas (Cyprinus carpio)
Nilai amplitudo ikan mas (a,b) berkisar antara 25-32. Pada nilai 50 menunjukan
adanya aktifitas noise yang disebabkan oleh gerakan air pada water tank yang terjadi pada
detik ke 1200, 4500 dan 5500. Nilai amplitude relatif berada pada selang 0.09 sampai 0.12
31
sedangkan untuk nilai Echo Strength (d) bekisar antara -21 dB sampai -14 dB. Dugaan target
pada grafik menunjukan pola yang berbeda pada umunya yaitu berupa adanya gundukan,
dalam hal ini terjadi pada detik ke 12500 atau ping ke 35000 dengan nilai Echo Strength -18
dB ( Lampiran 1). Nilai amplitudo pada ikan lele (Gambar 19 a,b) berkisar antara 27-32.5.
Nilai amplitudo relatifnya (c) berkisar antara 0.1055-0.1255,sedangkan untuk nilai Echo
Strength berkisar antara -19.5 dB sampai -17.8 dB. Dugaan target terdeteksi pada detik 7000
dan 12000 dengan nilai kisaran Echo Strength dari -18.5 dB sampai -18 dB serta -18.5 dB
sampai -18.2 dB ( Lampiran 2).
Gambar 20. Grafik Amplitudo, Amplitudo Relatif, dan Echo Strength Pada Ikan Lele (Clarias Sp)
Nilai amplitudo pada ikan Nila berkisar antara 23-28.5 (Gambar 20 b), sedangkan
nilai amplitudo relatifnya (c) berkisar 0.09-0.113. Nilai Echo Strength dari ikan Nila tersebut
adalah antara -21 dB sampai -19 dB (Gambar d). Pola gundukan pada detik 8000 sampai
10000 detik dengan kisaran nilai Echo Strength -19.75 dB sampai -19 dB. ( Lampiran 3)
32
Gambar 21. Grafik Amplitudo, Amplitudo Relatif, dan Echo Strength Pada Ikan Nila
Sedangkan untuk grafik amplitudo, dan Echo Strength pada ikan mas (Cyprinus
carpio), ikan lele (Clarias sp) dan ikan nila hitam (Oreochromis niloticus) tunggal diberikan
pada Gambar 22 sampai Gambar 31. Pada ikan mas (Gambar 22) posisi semula (0o)
amplitudo berkisar antara 31-34 (a), posisi 25o amplitudo berkisar antara 29.5-31.5 (d), posisi
-25o berkisar antara 29-31.5 (b), posisi 40o berkisar antara 29-31 (e) dan pada posisi -40o
berkisar antara 30-32.5 (c) ( Lampiran 4)
Gambar 22. Grafik Amplitudo Ikan Mas (Cyprinus carpio) Tunggal dengan sudut orientasi 0o
(a), -25o (b), -40o (c), 25o (d), 40o(e) dari ikan kearah vertikal.
33
Begitu halnya untuk Echo Strength ( Gambar 23) pada posisi semula (0o)
berkisar antara -18.2 dB sampai -17.5 dB (a), posisi 25o berkisar antara -18.5 dB sampai
-18 dB (d), posisi -25o berkisar antara -18.5 dB sampai -18 dB (b), posisi 40o berkisar
antara -18.7 dB sampai -18.2 dB (e) dan pada posisi -40o berkisar antara -18.5 dB
sampai -18 dB (c)
Setiap perbedaan posisi ikan terhadap posisi transducer akan mempengaruhi
nilai voltase amplitudo, dilihat dari gambar maka pada posisi 0o mempunya nilai Echo
Strength yang terbesar. Dan juga menjelaskan bahwa posisi swimbladder berada pada
badan ikan, bukan di kepala maupun di ekor ikan. ( Lampiran 5)
Gambar 23. Grafik Echo Strength Ikan Mas (Cyprinus carpio) Tunggal dengan sudut orieantasi 0o (a), -25o (b), -40o (c), 25o (d), 55o(e) dari ikan kearah vertikal.
. Pada ikan nila hitam, gambar yang ditampilkan di bawah ini merupakan nilai
amplitudo untuk ikan nila 1 (FL= 22 cm), ikan nila 2 (FL= 20 cm) dan ikan nila 3 ( FL= 24.7
cm).
34
Gambar 24. Grafik amplitudo ikan nila 1 (FL= 22 cm) Tunggal dengan sudut orieantasi 0o (a), -25o (b), -40o (c), 25o (d), 40o(e) dari ikan kearah vertikal.
Pada ikan nila 1 ( Gambar 24) posisi semula (0o) amplitudo berkisar antara 23.5-25.6
(a), posisi 25o amplitudo berkisar antara 23-24.2 (d), posisi -25o berkisar antara 23-26 (b),
posisi 40o berkisar antara 25-26 (e) dan pada posisi -40o berkisar antara 22-25 (c) ( Lampiran
6)
Gambar 25. Grafik amplitudo ikan nila 2 (FL= 20 cm) Tunggal dengan sudut orieantasi 0o (a), -25o (b), -40o (c), 25o (d), 40o(e) dari ikan kearah vertikal.
35
Pada ikan nila 2 ( Gambar 25) posisi horizontal (0o) amplitudo berkisar antara 27-28
(a), posisi 25o amplitudo berkisar antara 25-26 (d), posisi -25o berkisar antara 25-26 (b),
posisi 40o berkisar antara 24-28 (e) dan pada posisi -40o berkisar antara 25-37.5 (c)
Pada ikan nila 3 ( Gambar 26) posisi semula (0o) amplitudo berkisar antara 25-27 (a),
posisi 25o amplitudo berkisar antara 25-26 (d), posisi -25o berkisar antara 23-24 (b), posisi
40o berkisar antara 25-26 (e) dan pada posisi -40o berkisar antara 24-25 (c).
Gambar 26. Grafik amplitudo ikan nila 3 (FL= 24.7 cm) Tunggal dengan sudut orieantasi 0o
(a), -25o (b), -40o (c), 25o (d), 40o(e) dari ikan kearah vertikal.
Sedangkan untuk gambar 27 sampai 29 yang di tampilkan di bawah ini merupakan
nilai Echo Strength untuk ikan nila 1 (FL= 22 cm), ikan nila 2 (FL= 20 cm) dan ikan nila 3 (
FL= 24.7 cm).
Pada Gambar 27 Echo Strength pada posisi semula (0o) berkisar antara -21.8 dB
sampai -20 dB (a), posisi 25o berkisar antara -21.8 dB sampai -21.5 dB (d), posisi -25o
berkisar antara -21.5 dB sampai -20 dB (b), posisi 40o berkisar antara -21 dB sampai -17 dB
(e) dan pada posisi -40o berkisar antara -21.7 dB sampai -21.2 dB (c) ( Lampiran 7)
36
Gambar 27. Grafik Echo Strength ikan nila 1 (FL= 22 cm) Tunggal dengan sudut orieantasi 0o (a), -25o (b), -40o (c), 25o (d), 40o(e) dari ikan kearah vertikal.
Echo Strength ( Gambar 28) pada posisi semula (0o) berkisar antara -19.8 dB sampai
-19.1 dB (a), posisi 25o berkisar antara -20.1 dB sampai -19.8 dB (d), posisi -25o berkisar
antara -20.2 dB sampai -19.9 dB (b), posisi 40o berkisar antara -20.9 dB sampai -19.8 dB (e)
dan pada posisi -40o berkisar antara -20.4 dB sampai -16.5 dB (c)
Gambar 28. Grafik Echo Strength ikan nila 2 (FL= 20 cm) Tunggal dengan sudut orieantasi 0o (a), -25o (b), -40o (c), 25o (d), 40o(e) dari ikan kearah vertikal.
37
Echo Strength ( Gambar 29) pada posisi semula (0o) berkisar antara -20.9 dB sampai
-19.8 dB (a), posisi 25o berkisar antara -20.1 dB sampai -19.8 dB (d), posisi -25o berkisar
antara -20.9 dB sampai -20.1 dB (b), posisi 40o berkisar antara -20.2 dB sampai -19.8 dB (e)
dan pada posisi -40o berkisar antara -20.8 dB sampai -20.2 dB (c)
Gambar 29. Grafik Echo Strength ikan nila 3 (FL= 24.7 cm) Tunggal dengan sudut orieantasi 0o (a), -25o (b), -40o (c), 25o (d), 40o(e) dari ikan kearah vertikal.
Untuk Gambar 30 dan 31 merupakan hasil pengukuran nilai akustik berupa
amplitudo dan Echo Strength pada ikan lele (Clarias sp)
Gambar 30. Grafik Amplitudo Ikan Lele (Clarias sp) Tunggal dengan sudut orientasi 0o (a), -15o (b), -25o (c), 15o (d), 25o(e) dari ikan kearah vertikal.
38
Ikan Lele pada posisi semula (0o) amplitudo berkisar antara 26-28 (a), posisi
15o amplitudo berkisar antara 26-27.5 (b), posisi -15o berkisar antara 26-27 (c), posisi
25o berkisar antara 26-28 (d) dan pada posisi -25o berkisar antara 26-27 (e).
(Lampiran 8)
Gambar 31. Grafik Echo Strength Ikan Lele (Clarias sp) Tunggal dengan sudut orientasi 0o
(a), -15o (b), -25o (c), 15o (d), 25o(e) dari ikan kearah vertikal.
Echo Strength pada posisi semula (0o) berkisar antara -19.7 dB sampai -19.2
dB (a), posisi 15o berkisar antara -19.8 dB sampai -19.5 dB (d), posisi -15o berkisar
antara -20 dB sampai -19.5 dB (b), posisi 25o berkisar antara -20 dB sampai -19.5 dB
(e) dan pada posisi -25o berkisar antara -19.7 dB sampai -19.3 dB (c) (Lampiran 9)
Rata-rata nilai Echo Strength pada tiap perlakuan sudut ikan seragam yaitu
pada rentang -20 dB-19.5 dB lebih kecil dari ikan mas dan nila.
4.1.1 Sebaran Target Strength pada Ikan Mas (Cyprinus carpio), Ikan Lele (Clarias Sp)
dan Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus) kelompok (10 ekor)
Berikut ini merupakan grafik diagram batang dari sebaran nilai Target
Strength pada ikan mas, nila dan lele yang disajikan pada Gambar 32, 33 dan 34.
Sebaran nilai dari TS ikan mas berkisar antara -39.1 dB sampai dengan -32.2
dB, dengan jumlah frekuensi yang paling dominan pada selang -34.6 dB sampai dengan
-34
frek
G
32.2
den
den
Gam
Frekue
nsi
k
4.2 dB adalah
kuensi seban
Gambar 32.
Sebar
2 dB, denga
ngan -33.4 dB
ngan frekuen
mbar 33. Seb
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
8000
‐39.1‐38.7
Seba
010002000300040005000600070008000
‐3‐
Frekue
nsi
Seb
h 5632 buah
nyak 7135 bu
Sebaran nila
an nilai dari
an jumlah fre
B adalah 736
nsi sebanyak
baran nilai Ta
‐38.6‐38.2
‐38.1‐37.7
‐37‐37
ran Frek
34.1‐34
‐33.9‐33.8
baran Fre
dan pada se
uah ( Lampi
ai Target Str
TS ikan nila
ekuensi yang
66 buah dan
k 6013 buah.
Target Streng
7.67.2
‐37.1‐36.7
‐36.6‐36.2
‐‐
Targe
kuensi Ta
‐33.7‐33.6
‐33.5‐33.4
Ta
ekuensi
elang -34.1 d
ran 10)
rength pada I
a hitam berk
g paling dom
n pada selang
( Lampiran
gth pada Ikan
‐36.1‐35.7
‐35.6‐35.2
‐35‐34
et Strength (dB
arget Str
‐33.3‐33.2
‐33.1‐33
arget Strength
Target SHitam
dB sampai de
Ikan Mas ke
kisar antara -
minan pada se
g -33.5 dB sa
10)
n Nila Hitam
5.14.7
‐34.6‐34.2
‐34.1‐33.7
‐‐
B)
rength Ik
1 ‐32.9‐32.8
‐32‐32
(dB)
Strength
engan -33.7
elompok (10
-34.1 dB sam
elang -33.7 d
ampai denga
m kelompok (
‐33.6‐33.2
‐33.1‐32.7
‐32‐32
kan Mas
2.72.6
‐32.5‐32.4
‐3‐3
h Ikan Ni
3
dB dengan
ekor)
mpai dengan
dB sampai
an -33.4 dB
(10 ekor)
2.62.2
s
Ts
32.332.2
ila
Ts
39
-
33.
118
seb
( La
G
4.1.2 Ni
ika
be
sud
sud
peru
baw
k
Sebar
7 dB, denga
80 buah, -34
banyak 4407
ampiran 10)
Gambar 34.
ilai Target S
an Nila Hita
erbeda
Nilai
dut posisi hor
dut positif ini
ubahan sudu
wah, hasil da
0500100015002000250030003500400045005000
Frekue
nsi
Seb
an nilai dari
an jumlah fre
4.6 dB seban
buah, -34.3
Sebaran nila
Strength pad
am (Oreoch
Target Stren
rizontal ikan
i berupa peru
ut negatif me
ari perlakuan
baran Fre
TS ikan nila
ekuensi yang
nyak 1342 bu
3 sebanyak 3
ai Target Str
da ikan mas
hromis niloti
ngth pada ika
n dari 0o ke 4
ubahan posi
erupakan per
n tersebut dib
Ta
ekuensi
a hitam berk
g paling dom
uah, -34.5 dB
3428 buah da
rength pada I
s (Cyprinus
icus) tungga
an mas tungg
40o (positif)
si kepala ika
rubahan pos
berikan pada
arget Strength
Target S
kisar antara -
minan pada n
B sebanyak 2
an -34.2 dB
Ikan Lele ke
carpio), ika
al dengan su
gal dengan p
serta 0o ke 4
an sampai m
isi kepala ik
a Gambar 32
(dB)
Strength
-35.2 dB sam
nilai -34.7 dB
2026 buah, -
sebanyak 97
elompok (10
an lele (Clar
udut orienta
perlakuan pe
40o (negatif)
menghadap ke
kan sampai m
2 sampai 34
h Ikan Le
4
mpai dengan
B sebanyak
-34.4 dB
75 buah
ekor)
rias Sp) dan
asi yang
erubahan
. Perubahan
e atas dan
menghadap k
ele
Ts
40
-
ke
41
Gambar 35. Grafik nilai Target Strength pada Ikan Mas tunggal dengan sudut orientasi ysng berbeda-beda dari posisi horizontal ikan terhadap arah datang sumber akustik
.
Nilai Target Strength pada posisi vertikal ikan (Gambar 35), yaitu pada sudut -
40o dimana posisi kepala ikan menghadap bawah sebesar -34,83 dB dan pada sudut 40o
dimana posisi kepala ikan menghadap ke atas sebesar -34.53 dB, sedangkan pada posisi
horizontal (0o) memiliki nilai TS sebesar -35.21 dB. Nilai TS maksimum dan minimum
dicapai pada perubahan sudut -25o dan 0o masing-masing sebesar -34.5 dB dan -35.21
Head Down Head UpHead Down Head UpHead Down Head UpHead Down Head Up
42
Gambar 36. Grafik nilai Target Strength pada Ikan Lele tunggal dengan sudut orientasi yang berbeda-beda dari posisi horizontal ikan terhadap arah datang sumber akustik
Nilai Target Strength pada ikan lele tunggal (Gambar 36) dengan perlakuan
perubahan sudut posisi horizontal ikan dari 0o ke 25o (positif) serta 0o ke 25o (negatif).
Nilai TS pada posisi vertikal ikan, yaitu pada sudut -25o dimana posisi kepala ikan
menghadap bawah sebesar -33,45 dB dan pada sudut 25o dimana posisi kepala ikan
menghadap ke atas sebesar -33.42 dB, sedangkan pada posisi horizontal (0o) memiliki
nilai TS sebesar -33.62 dB. Nilai TS maksimum dan minimum dicapai pada perubahan
sudut -15o dan 5o masing-masing sebesar -33,4 dB dan -33.89 dB. ( Lampiran 11)
‐34
‐33,9
‐33,8
‐33,7
‐33,6
‐33,5
‐33,4
‐33,3
‐33,2
‐33,1
‐25 ‐20 ‐15 ‐10 ‐5 0 5 10 15 20 25
Target Stren
gth (dB)
Sudut Orientasi Ikan (◦)
Lele
Head Down
Head Up
43
Gambar 37. Grafik nilai Target Strength pada Ikan Nila tunggal dengan sudut orientasi dan ukuran yang berbeda-beda dari posisi horizontal ikan terhadap arah
datang sumber akustik
Nilai Target Strength pada ikan nila tunggal ( Gambar 37 ) dengan perlakuan
perubahan sudut posisi horizontal ikan dari 0o ke 40o (positif) serta 0o ke 40o (negatif) serta
dengan ukurannya Nila 1 (FL=22 cm), Nila 2 (FL=20 cm) dan Nila 3 (FL=24.7 cm). Pada
posisi vertikal dengan kepala menghadap bawah (-40o) nilai Target Strength masing-masing
pada ikan nila 1, nila 2 dan nila 3 berturut-turut adalah -32.22 dB, -33.45 dB, dan -32.51 dB.
Sedangkan dengan posisi kepala menghadap atas (40o) adalah -32.91 dB, 32.5 dB, dan -33
dB. Pada posisi horizontal (0o) nilai Target Strength ikan nila 1, nila 2 dan nila 3 berturut-
turut adalah -32.7 dB, -33.8 dB dan -33.2 dB.
Nilai Target Strength terbesar pada ikan nilai 1 (FL= 22 cm) adalah -32.2 dB pada
posisi -40o, sedangkan yang terkecil adalah -32.9 dB pada sudut 20o. Pada ikan nila 2 (FL=
20 cm) nilai Target Strength terbesar adalah -32.5 dB pada sudut 40o dan yang terkecil adalah
-33.8 dB pada posisi 0o. Pada ikan nila 3 (FL=24.7 cm) nilai Target Strength terbesar adalah -
Pada Tabel 4 diatas disajikan keragaman nilai Target Strength <TS> pada setiap ikan
nila hitam dengan ukuran tubuh (Fork Length) yang berbeda-beda. <TS> dihitung dari nilai
TS (θ) dari sudut -40o sampai 40o dengan menggunakan metode Probability Density Function
(PDF) dimana merupakan fungsi kepadatan peluang dari ikan nila hitam tersebut. f(θ)
merupakan nilai PDF dari sudut θ, sedangkan (θ-Ō) <=S merupakan syarat dari PDF, dimana
nilai sudut dikurangi rata-ratanya harus lebih kecil sama dengan nilai simpangan baku dari
sudut tersebut, bila syarat ini tidak dipenuhi maka nilai f(θ) = 0. Karena tiap ikan mempunya
perlakuan sudut yang sama maka nilai peluang muncul dari σ dengan batas -40o sampai 40o
adalah sama yaitu f(θ)=0.90495
Pada Tabel 5 merupakan hasil perhitungan nilai <TS> dan log FL yang dihubungkan
dengan fork length dari ikan nila hitam, dengan nilai m dan A adalah konstan
45
Tabel 5. Hubungan normalized Target Strength <TS> dengan Fork Length pada persamaan log
<TS> (dB) FL (cm) log FL
-43.2069 22 1.342423
-44.3601 20 1.30103
-43.5741 24.7 1.392697
-44.7709 20 1.30103
-43.8867 21.5 1.332438
-43.6031 22.2 1.346353
-43.8773 22 1.342423
-43.7156 22 1.342423
-43.5778 22.1 1.344392
-43.4608 22.1 1.344392
Dari data pada Tabel 5 diatas maka nilai m dan A pada persamaan
log dapat diketahui dengan menggunakan model liner sederhana
dimana log FL dapat kita misalkan X dan <TS> kita misalkan Y, sehingga persamaannya
menjadi Y= mX + A . dengan menggunakan selang kepercayaan 95 % maka didapat nilai
m = 12.98602711 dan nilai A = -61.19109517 dengan nilai R2 =0.808 ( Lampiran 18). Nilai m
pada umumnya bernilai 18 sampai dengan 30 dan paling sering berada pada nilai 20
(Maclennan and Simmonds, 2005) oleh karena itu perlu dilakukan proses normalisasi,
sehingga nilai m = 20 maka nilai A menjadi -70.05536
46
Gambar 38. Grafik hubungan Target Strength dengan Fork Length pada Ikan Nila Hitam
Dari grafik pada gambar 38 disajikan dugaan dengan model
20 log 70.06. bila nilai log FL bertambah 1 satuan maka nilai <TS> akan
membesar sebesar 20 dB dari semula, untuk R2 = 0.808 menjelaskan bahwa nilai log FL
menjelaskan 80.8 % dari nilai <TS>.
4.1.4 Grafik Polar pada ikan mas (Cyprinus carpio), ikan lele (Clarias Sp) dan ikan Nila
Hitam (Oreochromis nilaticus) tunggal
Grafik polar pada Gambar 39 merupakan grafik polar dengan sudut batas -90o sampai
sudut 90o. Grafik ini menunjukan bahwa pola nilai TS pada sudut-sudut yang berbeda dari
sudut -40o sampai sudut 40o.
Gambar 39. Grafik Polar Target Strength dari Ikan Mas Tunggal
y = 20log(FL) ‐ 70.06R² = 0.808
‐45‐44,8‐44,6‐44,4‐44,2‐44
‐43,8‐43,6‐43,4‐43,2‐43
0 5 10 15 20 25 30
Target Stren
gth (dB)
Fork Length (cm)
<TS>
47
Grafik polar pada Gambar 40 merupakan grafik polar dengan sudut batas -90o sampai
sudut 90o. Grafik ini menunjukan bahwa pola nilai TS pada sudut-sudut yang berbeda dari
sudut -40o sampai sudut 40o dengan ukuran masing-masing ikan nila.
Gambar 40. Grafik Polar Target Strength dari Ikan Nila dengan ukuran Nila 1 (FL=22 cm), Nila 2 (FL=20 cm) dan Nila 3 (FL=24.7 cm)
Grafik polar pada Gambar 41 merupakan grafik polar dengan sudut batas -90o sampai
sudut 90o. Grafik ini menunjukan bahwa pola nilai TS pada sudut-sudut yang berbeda dari
sudut -25o sampai sudut 25o. syntak matlab grafik polar dapat dilihat pada Lampiran 18
Gambar 41. Grafik Polar Target Strength dari Ikan Lele tunggal
48
4.1.5 Continous Wavelet Transfrom
4.1.5.1 Grafik CWT dan Garfik koefisien C Ikan Mas (Cyprinus carpio) kelompok
Pada Gambar 42 merupakan nilai koefisien C dari Continous Wavelet Transfrom dari
sinyal Echo Strength ikan mas kelompok yang diambil selama 4 jam. Scale yang digunakan
dimulai dari scale 1 sampai 50. Nilai koefisien C ini berada pada rentang nilai 0 sampai
dengan 27. Warna hitam menunjukan nilai koefisien C terendah dan warna putih menunjukan
nilai koefisien C tertinggi.
Gambar 42. Grafik Continous Wavelet Transvom Ikan Mas kelompok dengan scale 1:1:50
Gambar 43. Grafik Koefisien Absolut C Ikan Mas kelompok pada Scale 1, 10, 20 ,30 ,40 dan 50 pada detik ke 10000 sampai 12000
49
Grafik di atas merupakan grafik dari nilai koefisien C yang diambil pada detik ke
10000 sampai 12000 dengan Scale 1, 10, 20 , 30, 40 dan 50. Scale 1 merupakan ukuran
semula dari wavelet morlet ,ditandai dengan garis lurus berwarna merah dengan rentang nilai
koefisien C-nya adalah 1.1x10-5-0.362229, grafik scale 10 merupakan sepuluh kali ukuran
dari wavelet morlet semula ditandai dengan garis berwarna biru dengan rentang nilai
6.3x10-5-1.729470. Grafik scale 20 merupakan dua puluh kali dari ukuran wavelet morlet
semula ditandai dengan garis hijau dengan rentang nilai 4.1x10-5-1.529031, Grafik scale 30
merupakan tiga puluh kali dari ukuran wavelet morlet semula ditandai dengan garis merah
putus-putus dengan rentang nilai 7.7x10-5-2.133687. Grafik scale 40 merupakan empat puluh
kali dari ukuran wavelet morlet semula ditandai dengan garis hijau putus-putus dengan
rentang nilai 3.17x10-4-2.258144. Grafik scale 50 merupakan lima puluh kali dari ukuran
wavelet morlet semula ditandai dengan garis biru putus-putus dengan rentang nilai
3.66x10-4-2.067497 ( Lampiran 15)
Dugaan target pada grafik ini mulai terlihat pada scale 10 sampai 50. Pada scale 10
target terdeteksi mulai detik ke 11400 sampai 12000, sedangkan pada scale 20 sampai 50
dugaan target sama-sama terdeteksi pada detik 11000 sampai 11200 dan 11400 sampai
12000.
4.1.5.2 Grafik CWT dan Garfik koefisien C Ikan Nila Hitam (Oreochromis nilaticus)
kelompok
Pada Gambar 44 merupakan nilai koefisien C dari Continous Wavelet Transfrom dari
sinyal Echo Strength pada ikan nila hitam yang diambil selama 4 jam. Scale yang digunakan
dimulai dari scale 1 sampai 50. Nilai koefisien C ini berada pada rentang nilai 0 sampai
dengan 27.
50
Gambar 44. Grafik Continous Wavelet Transvom Ikan Nila Hitam kelompok
dengan scale 1:1:50
Gambar 45. Grafik Koefisien Absolut C Ikan Nila Hitam kelompok pada Scale 1, 10, 20 ,30
,40 dan 50 pada detik ke 10000 sampai 12000
Grafik diatas merupakan grafik dari nilai koefisien C pada Scale 1, 10, 20 , 30, 40 dan
50. Scale 1 ditandai dengan garis lurus berwarna merah dengan rentang nilai koefisien C-nya
adalah 3x10-6-0.097605, grafik scale 10 ditandai dengan garis berwarna biru dengan rentang
nilai 71x10-6-0.499468. Grafik scale 20 ditandai dengan garis hijau dengan rentang nilai
1.68x10-4-1.715957, Grafik scale 30 ditandai dengan garis merah putus-putus dengan rentang
nilai 2.59x10-4-1.901211. Grafik scale 40 ditandai dengan garis hijau putus-putus dengan
51
rentang nilai 1.83x10-4-2.137974. Grafik scale 50 ditandai dengan garis biru putus-putus
dengan rentang nilai 3.4x10-4-2.191676
Pada scale 10 dugaan target terlihat pada detik 10000 sampai detik 10200, sedangkan
untuk scale 20 sampai 50 dugaan target terlihat pada detik ke 11200 sampai detik 11400
4.1.5.3 Grafik CWT dan Garfik koefisien C Ikan Lele (Clarias sp) kelompok
Pada Gambar 43 merupakan nilai koefisien C dari Continous Wavelet Transfrom
menggunakan sinyal Echo Strength ikan lele. Scale yang digunakan dimulai dari scale 1
sampai 50. Nilai koefisien C ini berada pada rentang nilai 0 sampai dengan 27. Dugaan target
mulai terlihat pada scale 10 sampai 50, dengan melihat pola gambar yang mulai menunjukan
garis tebal
Gambar 46. Grafik Continous Wavelet Transvom Ikan Lele kelompok dengan scale 1:1:50
52
Gambar 47. Grafik Koefisien Absolut C Ikan Lele kelompok pada Scale 1, 10, 20 ,30 ,40 dan
50 pada detik ke 10000 sampai 12000
Grafik di atas merupakan grafik dari nilai koefisien C pada Scale 1, 10, 20 , 30, 40
dan 50. Scale 1 ditandai dengan garis lurus berwarna merah dengan rentang nilai koefisien C-
nya adalah 1.2x10-5-0.089312, grafik scale 10 ditandai dengan garis berwarna biru dengan
rentang nilai 0.3x10-5-0.365830. Grafik scale 20 ditandai dengan garis hijau dengan rentang
nilai 0.6x10-5-0.319788, Grafik scale 30 ditandai dengan garis merah putus-putus dengan
rentang nilai 3.5x10-5-0270219. Grafik scale 40 ditandai dengan garis hijau putus-putus
dengan rentang nilai 6.3x10-5-0.350740. Grafik scale 50 ditandai dengan garis biru putus-
putus dengan rentang nilai 7.0x10-5-0.380933.
Dugaan target terlihat pada scale 10 sampai 50 pada detik 10000 sampai dengan
12000, namun nilai koefiesien C-nya lebih kecil dari pada ikan Mas dan ikan Nila Hitam.
53
4.2 Pembahasan
4.2.1 Karakteristik Ikan Kelompok
Menurut Arnaya (1991) perbedaan nilai amplitudo pada kedua ikan ini
disebabkan karena ada tidaknya gelembung renang pada ikan (swimbladder), tingkah
laku ikan dan ukuran dari ikan itu sendiri. Pada ikan mas (Cyprinus carpio) dan ikan
nila hitam (Oreochromis niloticus) memiliki gelembung renang, ukuran ikan besar dan
tingkah lakunya aktif. Sedangkan ikan lele (Clarias sp) tidak memiliki gelembung
renang, ukuran ramping dan tingkah lakunya pasif pada siang hari namun aktif pada
malam hari. Karena pengambilan data ini dilakukan pada siang hari, ikan lele tersebut
cenderung pasif di dasar fish cage
4.2.2 Karakteristik Ikan Tunggal
Teknik deteksi ikan dengan manual menggunakan busur sudut. Pada ikan mas
dan ikan nila sudut yang ditampilkan hasilnya adalah sudut 0o, 25o, -25o, 40o, -40o
Sedangkan pada ikan Lele sudut yang ditampilkan adalah 0o, 15o, -15o, 25o, -25o pada
posisi 40o, -40o, kondisi ikan mas dan ikan nila sudah lurus sehingga tidak diperlukan
lagi dalam penambahan perubahan sudutnya sedangkan untuk ikan lele pada posisi 25o
dan -25o
Perbedaan nilai amplitudo ini disebabkan karena pantulan suara yang
mengenai target ikan pada posisi yang berbeda akan menghasilkan nilai target yang
berbeda juga. Menurut Simmonds and McLennan (2005), Target Strength dari suatu
objek sangat dipengaruhi dari posisi sudut ikan. Pada perubahan sudut positip, ikan
beroreantasi ke arah atas dimana ketika posisi ikan tegak lurus kepala ikan berada
diatas. Sedangkan pada perubahan sudut negatip, ikan berorientasi kearah bawah
dimana ketika tegak lurus posisi kepala ikan berada di bawah.
Ketika suara dari transducer ini mengenai target pada posisi yang berbeda
maka energi pantulan yang dihasilkan dari target bernilai kecil ketika pada posisi sudut
dimana pantulan energi saling melemahkan (superposisi destruktif) dan bernilai besar
ketika pantulan energy saling menguatkan (superposisi konstruktif)
54
4.2.3 Continous Wavelet Transfrom
Mother wavelet yang digunakan pada penelitian ini adalah Morlet karena
paling sesuai dengan metode CWT dan juga menurut Vetterli and Kovacevic (1995),
wavelet morlet merupakan wavelet yang cocok dengan pengolahan sinyal pada metode
CWT karena bisa terkoreksi walaupun dengan jarak yang kecil.
Scale yang digunakan pada penelitian ini adalah 1:1:50, artinya setiap wavelet
morlet memulai scale 1 sampai 50 dengan perubahan 1. Nilai koefisien C dari data
tersebut menunjukan seberapa dekat atau similar antara data ikan dengan wavelet
tersebut, semakin tinggi nilai C maka semakin mirip. (Mathworks, 2002) Sedangkan
menurut Percival and Warden (2000), arti fisis nilai Koefisien C merupakan indikasi
adanya proses refleksi seismik yang terjadi. Semakin tinggi nilai Koefisien C maka
indikasi adanya refleksi dari target semakin besar. Nilai koefisien C ini lah yang
dijadikan adanya fenomena atau keanehan dari data bisa juga di indikasikan adanya
target
Pada data ikan Mas (Gambar 42,43) dan ikan Nila Hitam (Gambar 44, 45),
grafik CWT menunjukan adanya banyak dugaan target yang terihat pada tiap detik
dengan nilai koefisen C yang cukup besar. Hal ini dikarenakan karena ikan tersebut
memiliki gelembung renang dan aktif bergerak tiap detiknya. Berbeda pada ikan lele
(Gambar 46,47), grafik CWT menunjukan hanya beberapa saja indikasi dugaan target
dari lele pada detik-detik tertentu dengan nilai koefisien C-nya yang hamper seragam
tiap detik. Hal ini karena ikan lele tidak memiliki gelembung renang dan juga bersifat
pasif pada siang hari (dimana waktu melakukan pengambilan data)
Perbedaan hasil CWT pada ketiga ikan tersebut terletak pada nilai refleksi
seismik yang diterima, warna gelap menunjukan rendahnya pantulan seismik sedangkan
warna terang menunjukan tingginya nilai pantulan tersebut, semakin tinggi pantulannya
maka nilai Koefisien C dari wavelet morlet semakin tinggi (Percivial and Warden,
2000)
55
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Nilai-nilai data hidroaksutik yaitu voltase amplitudo, amplitudo relatif, echo strength,
back scattering section, dan target strength dari ikan mas (Cyprinus carpio), ikan lele (Clarias
sp) dan ikan nila hitam (Oreochromis niloticus) secara berkelompok dan tunggal memiliki nilai
yang beragam diantaranya ikan mas mempunyai rentang amplitudo 25-32 volt, echo strength
sebesar -21 dB sampai -14 dB, ikan lele mempunyai rentang nilai amplitudo 27-32.5 volt, echo
strength sebesar -19.5 dB sampai -17.8 dB dan ikan nila hitam mempunyai rentang nlai
amplitudo 23-28.5 volt, echo strength sebesar -19.75 dB sampai -19 dB.
Dengan frekuensi dan panjang gelombang yang sama pada alat deteksi ikan maka
pengaruh dari keragaman ini tidak lain karena adanya perbedaan ada tidaknya swimbaldder,
densitas ikan, orientasi sudut deteksi pada ikan, karakter zat pada ikan dan tingkah laku dari ikan
tersebut. Pada penelitian ini hanya ikan lele (Clarias sp) yang tidak memiliki swimbalddder
sehingga menyebabkan nila echo strength nya mayoritas lebih kecil dari ikan lainnya.
Pada Ikan nila hitam (Oreochromis niloticus) dengan jumlah 10 ekor dan mempunyai
masing-masing ukuran tubuh (Fork Length) yang berbeda, mempunyai dugaan nilai Target
Strength : 20 log 70.06 dengan nilai R2=0.808, semakin panjang tubuh ikan
maka semakin besar nilai target strength nya
Metode Continous Wavelet Transfrom yang digunakan untuk mengidentifikasi jenis ikan
berdasarkan nilai koefisen absolute C, pada ikan mas rentang nilai Koefisien C terbesar pada
semua scale adalah 1.1x10-5 sampai 2.258144. Pada ikan nila sebesar 0.3x10-5sampai 2.191676
dan pada ikan lele sebesar 0.3x10-5 sampai 0.380933
56
5.2 Saran
(1) Untuk pengambilan data pada ikan kelompok, sebaiknya sebelum ikan dimasukan
kedalam cage berbentuk tabung, dilakukan dulu pengukuran nilai Echo Strength dari
cage-nya sebagai acuan. Setelah itu ikan dimasukan kedalam cage satu persatu dengan
sebelum penambahan ikan di ukur terlebih dahulu nilai Echo Strength-nya
(2) Untuk pengambilan data pada ikan tunggal, sebaiknya perlakuan pada tilting mechanism-
nya adalah dari -45o sampai 45o dengan perubahan 1o karena directivity pattern dari
Target Strength ikan sangat sensitif
58
DAFTAR PUSTAKA
Arnaya, I. N. 1991. Akustik Kelautan. Proyek peningkatan Perguruan Tinggi. IPB. Bogor
Blaxter JHS. 1969. Development of Eggs and Larvae. Academic Press. New York.
Burczynski, J dan Johnson. 1986. Introduction to The Use of Sonar System for Estimating Fish Biomass. FAO. Fisheries Technical Paper No.199 Revision 1. Roma.
Chen TP. 1976. Aquaculture Practise in Taiwan. Page Bros. Norwich
Dawson, J.j dan Karlp, W.A.1990. In Situ Measurement of Target Strength Variability of Individual Fish. Rapp.P.V.Reur.Cons Int. Expor.Mcr.189 p
Direktorat Jendral Perikanan. 1991. Buku Pedoman Pengenalan Sumberdaya Perikanan Laut. Jakarta : Departemen Pertanian
FAO. 1985. Finding Fish with Echosounders. Roma
Gonzales, R. C. and Woods. R. 1993. Digital Image Processing. USA: Addison-Wesley Publishing Company.
Gross, M. G. 1993. Oceanography: A View of Earth. 5th. Edition Prentice Hall, Inc. Simon and Schuster Company Englewood Cliffs. New Jersey.
Habibie, N. S. 2007. Deteksi Kelainan Jantung Berdasarkan Suara Jantung Menggunakan Paket Wavelet dan Jaringan Syaraf Tiruan LVQ (Learning Vector Quantization). Skripsi (tidak dipublikasikan). Jurusan Teknik Elektro. Sekolah Tinggi Teknologi Telkom. Bandung.
Huet M. 1972. Text Book of Fish Culture Cultivation. Fishing New Books Ltd, London.
Larson, B. F. 2001. Center of Nondestructive Evaluation. Iowa State University Ames. USA. http://www.ndt-ed.org/GeneralResources/Formula/UTFormula/near_field/near.htm [15 Oktober 2010]
Lurton, X. 2002. An Introduction to Underwater Acaoustic. Principles and Applications. Praxis Publishing Ltd. Chichester. Uk.
MacLennan, D.N and E. J. Simmonds. 2005. Fisheries Acoustic, 2nd edition. Blackwell Science. Oxford. UK
Manik, H. M. 2006. Study on Acoustic Quantification of Sea Bottom using Quantitative Echo Sounder. Ph.D Dissertataion. Graduate School of Marine Science and Technology Tokyo University of Marine Science and Technology , Tokyo Japan. 186 p
Manik, H. M. 2009. Kalibrasi Alat PcFF80 PC. Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan. Institut Pertanian Bogor
59
Manik, H.M. 2010. Measuring Echo Strength of Fish using Undewater Acoustic Instrument. Procedings of The Third International Conference on Mathematics and Natural Science (ICMNS) 2010.
Margolang A. 2009. Pembesaran Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus). http://www.bbat-sukabumi.tripod.com. [7 Agustus 2010].
Najiyati, S. 1992. Memelihara Lele Dumbo di Kolam Taman. Penebar Swadaya, Jakarta. Hlm 35-48.
Natsir, M., B. Sadhotomo dan Wudianto. 2005. Pendugaan Biomassa Ikan Pelagis Di Perairan Teluk Tomini Dengan Metode Akustik Beam Terbagi. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. Vol 11: 101-107
Petit, D. dan P. Cotel. 1996. Weight Conversion Of The Ines Movies Acoustic Densites And The Threshold Effect On Biomass Evolution. Proceeding of Acoustic. Seminar Akustikan 2 27-29 Mei
Paercival, D. B. and Walden, A.T. 2000. Wavelet Methods for Time Series Analysis. Cambridge, UK: Cambridge University Press
Pasaribu, B.P. 1982. Masalah Tenaga Kerja Teknis Dalam Modernisasi Perikanan Indonesia. Prosiding Workshop Sosial Ekonomi Perikanan Indonesia 1983 Pusat Penelitian Dan Pengembangan Perikanan. No.3 Hal 87-93
Pasaribu, B. P., I. N. Arnaya dan Ayodhyoa. 1985. Studi Refleksi Akustik dari Model ikan (II). Institut Pertanian Bogor. Fakultas Perikanan. Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan 1985.
Saanin, H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan Jilid 1 dan 2. Bina Cipta, Jakarta. Hlm 508.
Susanto, H. 2007. Budidaya Ikan Perkarangan. Jakarta : Penebar Swadaya.
Suyanto, SR. 1992. Budidaya Ikan Lele. Penebar Swadaya, Jakarta
Error t Stat P-value Lower 95% Intercept -61.19109517 5.749202096 -10.6434 5.31893E-06 -74.44877896 X Variable 1 12.98602711 4.293068305 3.024882 0.016436892 3.086193852
Upper 95% Lower 95.0%
Upper 95.0%
‐47.93341137 ‐74.4488 ‐47.9334
22.88586037 3.086194 22.88586
80
Lampiran 13. Syntak MATLAB dalam membuat grafik polar
function hpol = dirplot(theta,rho,line_style,params) % DIRPLOT Polar directivity plot. % A modification of The Mathworks POLAR function, DIRPLOT generates % directivity plots in the style commonly used in acoustic and RF work. % Features include: % 1. Plots -90 to +90 or -180 to +180 degrees based on range of input % THETA, with 0 degrees at top center. % 2. Produces semicircular plots when plot range is -90 to +90 degrees. % 3. RHO is assumed to be in decibels and may include negative % values. % 4. Default automatic rho-axis scaling in "scope knob" factors. % 5. Optional PARAMS argument allows manual setting of rho-axis % scaling. % % DIRPLOT(THETA, RHO) makes a plot using polar coordinates of the % angle THETA versus the radius RHO. THETA must be in degrees, and % must be within the range -180 to +180 degrees. If THETA is within % the range -90 to +90 degrees, the plot will be semicircular. RHO is % assumed to be in decibels and the values may be positive or negative or % both. By default, with no PARAMS argument, rho-axis scaling will be determined % automatically using scope knob factors of 1-2-5. By default, 10 % ticks will be plotted. Note: Like POLAR, DIRPLOT does not rescale the % axes when a new plot is added to a held graph. % % DIRPLOT(THETA, RHO, LINE_STYLE, PARAMS) makes a plot as described above % using the linestyle specified in string LINE_STYLE, and using the rho-axis % scaling specified in vector PARAMS. Either of these optional arguments may be % used alone. Vector PARAMS is a 3-element row vector defined as % [RHOMAX RHOMIN RHOTICKS]. String LINE_STYLE is the standard MATLAB linestyle % string. See PLOT for a description. % % HPOL = DIRPLOT(...) returns a handle to the LINE object generated by the PLOT % function that actually generates the plot in DIRPLOT. % % See also POLAR, PLOT, LOGLOG, SEMILOGX, SEMILOGY. % % Rev 1.0, 17 January 2002 % Tested in MATLAB v. 6.0 % % Adapted from The MathWorks POLAR function by % Steve Rickman % [email protected] if nargin <= 1 error('Requires 2, 3, or 4 input arguments.') elseif nargin == 2 line_style = 'auto'; elseif nargin == 3 if isnumeric(line_style) params = line_style; line_style = 'auto'; end end if exist('params')
81
if length(params) ~= 3 error('Argument PARAMS must be a 3-element vector: [RHOMAX RHOMIN RHOTICKS].') end if params(1) <= params(2) error('Error in PARAMS argument. RHOMAX must be greater than RHOMIN.') end if params(3) <= 0 params(3) = 1; warning('Error in PARAMS argument. RTICKS set to 1.') end end if isstr(theta) | isstr(rho) error('THETA and RHO must be numeric.'); end if ~isequal(size(theta),size(rho)) error('THETA and RHO must be the same size.'); end if (max(theta) - min(theta)) < 6.3 warning('THETA must be in degrees'); end if min(theta) >= 0 warning('Plot is -90 to +90 or -180 to +180 degrees'); end if max(abs(theta)) > 180 error('Plot is -90 to +90 or -180 to +180 degrees'); end % Get range of theta and set flag for full or half plot. if (max(theta)-min(theta)) > 180 | max(theta) > 90 fullplot = 1; else fullplot = 0; end % Translate theta degrees to radians theta = theta*pi/180; cax = newplot; next = lower(get(cax,'NextPlot')); hold_state = ishold; if hold_state & exist('params') warning('Plot is held. New plot parameters ignored') end % get x-axis text color so grid is in same color tc = get(cax,'xcolor'); ls = get(cax,'gridlinestyle'); % Hold on to current Text defaults, reset them to the % Axes' font attributes so tick marks use them. fAngle = get(cax, 'DefaultTextFontAngle'); fName = get(cax, 'DefaultTextFontName'); fSize = get(cax, 'DefaultTextFontSize'); fWeight = get(cax, 'DefaultTextFontWeight'); fUnits = get(cax, 'DefaultTextUnits'); set(cax, 'DefaultTextFontAngle', get(cax, 'FontAngle'), ... 'DefaultTextFontName', get(cax, 'FontName'), ... 'DefaultTextFontSize', get(cax, 'FontSize'), ...
82
'DefaultTextFontWeight', get(cax, 'FontWeight'), ... 'DefaultTextUnits','data') % only do grids if hold is off if ~hold_state % make a radial grid hold on; if ~exist('params') rticks = 10; % default ticks lims = findscale(rho,rticks); % get click, rmax, rmin click = lims(1); rmax = lims(2); rmin = lims(3); rngdisp = rmax - rmin; else rmax = params(1); rmin = params(2); rticks = params(3); rngdisp = rmax - rmin; click = rngdisp/rticks; end set(cax,'userdata',[rngdisp rmax rmin]); % save variables for added plots % define a circle th = 0:pi/50:2*pi; xunit = cos(th); yunit = sin(th); % now really force points on x/y axes to lie on them exactly inds = 1:(length(th)-1)/4:length(th); xunit(inds(2:2:4)) = zeros(2,1); yunit(inds(1:2:5)) = zeros(3,1); % plot background if necessary if ~isstr(get(cax,'color')), patch('xdata',xunit*rngdisp,'ydata',yunit*rngdisp, ... 'edgecolor',tc,'facecolor',get(gca,'color'),... 'handlevisibility','off'); end % draw radial circles % angles for text labels c88 = cos(88*pi/180); s88 = sin(88*pi/180); c92 = -cos(92*pi/180); s92 = -sin(92*pi/180); for i=click:click:rngdisp tickt = i+rmin; if abs(tickt) < .001 tickt = 0; end ticktext = ['' num2str(tickt)]; hhh = plot(xunit*i,yunit*i,ls,'color',tc,'linewidth',1,... 'handlevisibility','off'); if i < rngdisp text(i*c88,i*s88, ... ticktext,'verticalalignment','bottom',... 'handlevisibility','off','fontsize',8) else text(i*c88,i*s88, ... [ticktext,' dB'],'verticalalignment','bottom',... 'handlevisibility','off','fontsize',8) end if fullplot if i < rngdisp
83
text(i*c92,i*s92, ... ticktext,'verticalalignment','bottom',... 'handlevisibility','off','fontsize',8) else text(i*c92,i*s92, ... [ticktext,' dB'],'verticalalignment','bottom',... 'handlevisibility','off','fontsize',8) end end end set(hhh,'linestyle','-') % Make outer circle solid % plot spokes at 10 degree intervals th = (0:18)*2*pi/36; cst = cos(th); snt = sin(th); cs = [-cst; cst]; sn = [-snt; snt]; plot(rngdisp*cs,rngdisp*sn,ls,'color',tc,'linewidth',1,... 'handlevisibility','off') % label spokes in 30 degree intervals rt = 1.1*rngdisp; for i = 1:3:19 text(rt*cst(i),rt*snt(i),[int2str(90-(i-1)*10),'^o'],... 'horizontalalignment','center',... 'handlevisibility','off'); end if fullplot for i = 3:3:6 text(-rt*cst(i+1),-rt*snt(i+1),[int2str(-90-i*10),'^o'],... 'horizontalalignment','center',... 'handlevisibility','off'); end for i = 9:3:15 text(-rt*cst(i+1),-rt*snt(i+1),[int2str(270-i*10),'^o'],... 'horizontalalignment','center',... 'handlevisibility','off'); end end % set view to 2-D view(2); % set axis limits if fullplot axis(rngdisp*[-1 1 -1.15 1.15]); else axis(rngdisp*[-1 1 0 1.15]); end end if hold_state v = get(cax,'userdata'); rngdisp = v(1); rmax = v(2); rmin = v(3); end % Reset defaults. set(cax, 'DefaultTextFontAngle', fAngle , ... 'DefaultTextFontName', fName , ...
84
'DefaultTextFontSize', fSize, ... 'DefaultTextFontWeight', fWeight, ... 'DefaultTextUnits',fUnits ); % transform data to Cartesian coordinates. % Rotate by pi/2 to get 0 degrees at top. Use negative % theta to have negative degrees on left. xx = (rho+rngdisp-rmax).*cos(-theta+pi/2); yy = (rho+rngdisp-rmax).*sin(-theta+pi/2); % plot data on top of grid if strcmp(line_style,'auto') q = plot(xx,yy); else q = plot(xx,yy,line_style); end if nargout > 0 hpol = q; end set(gca,'dataaspectratio',[1 1 1]), axis off; set(cax,'NextPlot',next); set(get(gca,'xlabel'),'visible','on') set(get(gca,'ylabel'),'visible','on') % Subfunction finds optimal scaling using "scope knob" % factors of 1, 2, 5. Range is limited to practical % decibel values. function lims = findscale(rho, rticks) clicks = [.001 .002 .005 .01 .02 .05 .1 ... .2 .5 1 2 5 10 20 50 100 200 500 1000]; lenclicks = length(clicks); rhi = max(rho); rlo = min(rho); rrng = rhi - rlo; rawclick = rrng/rticks; n = 1; while clicks(n) < rawclick n = n + 1; if n > lenclicks close; error('Cannot autoscale; unrealistic decibel range.'); end end click = clicks(n); m = floor(rhi/click); rmax = click * m; if rhi - rmax ~= 0 rmax = rmax + click; end rmin = rmax - click * rticks;
% Check that minimum rho value is at least one tick % above rmin. If not, increase click value and % rescale. if rlo < rmin + click if n < lenclicks click = clicks(n+1); else error('Cannot autoscale; unrealistic decibel range.'); end m = floor(rhi/click); rmax = click * m; if rhi - rmax ~= 0 rmax = rmax + click; end rmin = rmax - click * rticks; end lims = [click rmax rmin];
85
Lampiran 14. Syntak MATLAB dalam pengolahan sinyal menggunakan wavelet
%Menghitung nilai Koefisien absolut C dengan metode CWT %Dengan Mother wavelet yang dipakai adalah morlet %serta scale 1:1:50 % Keterangan % vir= nilai echo strenght dari ikan % KC = koefisien absolut C vir = echStr KC=cwt(vir,1:1:50,'morl','plot') for i=1:6 for j=1:2001 C(i,j)=abs(KC(i,j)); end end subplot(3,2,1); h=plot(C(1,:),'-r'); grid on xlim ([200 1800]); ylim ([0 1]); Xlabel({'Time (sec)'; '(a)'}); set(gca,'XTickLabel',{'2200';'2400';'2600';'2800';'3000';'3200';'3400';'3600';'3800'}); Ylabel('Koefisien Absolut (C)'); legend('Scale 1'); Title ('Grafik Koefisien Absolut dari CWT Ikan Lele'); subplot(3,2,2); plot (C(2,:),'-b'); grid on xlim ([200 1800]); ylim ([0 1]); Xlabel({'Time (sec)'; '(b)'}); set(gca,'XTickLabel',{'2200';'2400';'2600';'2800';'3000';'3200';'3400';'3600';'3800'}); Ylabel('Koefisien Absolut (C)'); legend('Scale 10'); Title ('Grafik Koefisien Absolut dari CWT Ikan Lele'); subplot(3,2,3); plot (C(3,:),'-g'); grid on xlim ([200 1800]); ylim ([0 1]); Xlabel({'Time (sec)'; '(c)'}); set(gca,'XTickLabel',{'2200';'2400';'2600';'2800';'3000';'3200';'3400';'3600';'3800'}); Ylabel('Koefisien Absolut (C)'); legend('Scale 20'); Title ('Grafik Koefisien Absolut dari CWT Ikan Lele'); subplot(3,2,4); plot (C(4,:),'--r'); grid on
86
xlim ([200 1800]); ylim ([0 1]); Xlabel({'Time (sec)'; '(d)'}); set(gca,'XTickLabel',{'2200';'2400';'2600';'2800';'3000';'3200';'3400';'3600';'3800'}); Ylabel('Koefisien Absolut (C)'); legend('Scale 30'); Title ('Grafik Koefisien Absolut dari CWT Ikan Lele'); subplot(3,2,5); plot (C(5,:),'--g'); grid on xlim ([200 1800]); ylim ([0 1]); Xlabel({'Time (sec)'; '(e)'}); set(gca,'XTickLabel',{'2200';'2400';'2600';'2800';'3000';'3200';'3400';'3600';'3800'}); Ylabel('Koefisien Absolut (C)'); legend('Scale 40'); Title ('Grafik Koefisien Absolut dari CWT Ikan Lele'); subplot(3,2,6); plot (C(6,:),'--b'); grid on xlim ([200 1800]); ylim ([0 1]); Xlabel({'Time (sec)'; '(f)'}); set(gca,'XTickLabel',{'2200';'2400';'2600';'2800';'3000';'3200';'3400';'3600';'3800'}); Ylabel('Koefisien Absolut (C)'); legend('Scale 50'); Title ('Grafik Koefisien Absolut dari CWT Ikan Lele');
87
Lampiran 15. Nilai Koefisien absolute C pada ikan mas