1 Pengujian estimasi beta saham non manufaktur sebelum dan selama krisis moneter (studi empiris di bursa efek Jakarta periode 1992-2002) Christian Tricahyono F.0399027 Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya stabilitas beta saham dan menguji model estimasi beta saham pada perusahaan non manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta tahun 1992-2002. Periode penelitian dibagi menjadi dua sub periode yaitu sebelum dan selama krisis moneter. Periode sebelum krisis moneter dimulai dari 1 Januari 1992 sampai 30 Juni 1997 dan periode selama krisis moneter dimulai dari 1 Juli 1997 sampai 31 Desember 2002. Estimasi beta saham dihitung menggunakan empat model estimasi beta yaitu model OLS, model Blume (1971), model Vasicek (1973) dan model Brooks dan Faff (1997a,b). Penelitian ini merupakan penelitian empiris dengan pengujian terhadap hipotesis. Sampel dalam penelitian ini adalah perusahaan dalam kategori non manufaktur. Sebelum krisis moneter terdapat sebanyak 56 perusahaan dan selama krisis moneter sebanyak 89 perusahaan. Data yang digunakan adalah harga saham individu harian dan harga saham gabungan. Harga saham disesuaikan dengan corporate action seperti stock split, bonus share, stock dividen dan right issue. Analisis data dan pengujian hipotesis dilakukan menggunkan uji korelasi product moment dan korelasi rank order. Pengujian hipotesis dilakukan dengan melihat koefisien korelasi antar waktu pengamatan, baik dari tahun ketahun atau antar sub periode. Pengujian model estimasi beta sebagai prediktor beta masa depan dilakukan dengan Mean Square Error. MSE dibagi menjadi tiga bagian yaitu bias, inefisiensi, dan random error untuk megetahui penyebab pergerakan beta. Hasil yang diperoleh dari analis data dan pengujian hipotesis menunjukkan adanya stabilitas saham pada periode sebelum dan selama krisis moneter. Adanya stabilitas berarti beta saham historis dan beta masa depan saling berkorelasi. Perbandingan korelasi antar periode menunjukkan kecenderungan beta saham pada periode selama krisis lebih stabil dibandingkan sebelum krisis. Beta yang peling stabil sebelum krisis adalah beta OLS sedangkan untuk selama krisis adalah beta Vasicek. Hasil dari penghitungan MSE mengindikasikan model beta disesuaikan lebih baik daripada model yang tidak disesuaikan (OLS). Model
65
Embed
Pengujian estimasi beta saham non manufaktur …/Pengujian... · Harga saham disesuaikan dengan ... Peneliti di pasar modal berkembang menemukan beta cenderung tidak stabil dikarenakan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
Pengujian estimasi beta saham non manufaktur sebelum dan selama krisis moneter
(studi empiris di bursa efek Jakarta periode 1992-2002)
Christian Tricahyono
F.0399027
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya stabilitas beta saham dan
menguji model estimasi beta saham pada perusahaan non manufaktur yang
terdaftar di Bursa Efek Jakarta tahun 1992-2002. Periode penelitian dibagi
menjadi dua sub periode yaitu sebelum dan selama krisis moneter. Periode
sebelum krisis moneter dimulai dari 1 Januari 1992 sampai 30 Juni 1997 dan
periode selama krisis moneter dimulai dari 1 Juli 1997 sampai 31 Desember 2002.
Estimasi beta saham dihitung menggunakan empat model estimasi beta yaitu
model OLS, model Blume (1971), model Vasicek (1973) dan model Brooks dan
Faff (1997a,b).
Penelitian ini merupakan penelitian empiris dengan pengujian terhadap hipotesis. Sampel dalam penelitian ini adalah perusahaan dalam kategori non manufaktur. Sebelum krisis moneter terdapat sebanyak 56 perusahaan dan selama krisis moneter sebanyak 89 perusahaan. Data yang digunakan adalah harga saham individu harian dan harga saham gabungan. Harga saham disesuaikan dengan corporate action seperti stock split, bonus share, stock dividen dan right issue.
Analisis data dan pengujian hipotesis dilakukan menggunkan uji korelasi product moment dan korelasi rank order. Pengujian hipotesis dilakukan dengan melihat koefisien korelasi antar waktu pengamatan, baik dari tahun ketahun atau antar sub periode. Pengujian model estimasi beta sebagai prediktor beta masa depan dilakukan dengan Mean Square Error. MSE dibagi menjadi tiga bagian yaitu bias, inefisiensi, dan random error untuk megetahui penyebab pergerakan beta.
Hasil yang diperoleh dari analis data dan pengujian hipotesis menunjukkan adanya stabilitas saham pada periode sebelum dan selama krisis moneter. Adanya stabilitas berarti beta saham historis dan beta masa depan saling berkorelasi. Perbandingan korelasi antar periode menunjukkan kecenderungan beta saham pada periode selama krisis lebih stabil dibandingkan sebelum krisis. Beta yang peling stabil sebelum krisis adalah beta OLS sedangkan untuk selama krisis adalah beta Vasicek. Hasil dari penghitungan MSE mengindikasikan model beta disesuaikan lebih baik daripada model yang tidak disesuaikan (OLS). Model
2
estimasi beta yang terbaik selama periode sebelum dan selama krisis adalah model Brooks dan Faff (1997a,b). Bagian MSE yang mengakibatkan ketidakakuratan beta cenderung diakibatkan oleh random error. Model Vasicek (1973) memiliki random error tertinggi. Kata kunci : beta, stabilitas, model estimasi beta, sebelum krisis dan selama krisis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Investor akan memperhitungkan tingkat keuntungan investasi yang akan
diperoleh (expected return) di masa datang pada suatu periode tertentu. Return
dapat diartikan sebagai hasil yang diperoleh dari setiap investasi. Pada
kenyataannya expected return tidak akan sama dengan tingkat keuntungan yang
terealisasi (realized return) dikarenakan adanya unsur ketidakpastian atau risiko.
Jadi, memperhitungkan return saja tidaklah cukup tanpa melihat risiko
investasinya karena pertimbangan investasi adalah trade-off dari kedua faktor itu
(Hartono, 2000: 124). Perencanaan alternatif investasi yang baik dengan
mempertimbangkan return dan risiko akan memberikan hasil investasi yang
efektif.
Expected return dan risiko mempunyai hubungan yang positif, artinya
semakin besar risiko yang ditanggung maka semakin besar return yang akan
dikompensasikan (Hartono, 2000: 138). Terdapat dua kemungkinan yang akan
dihadapi investor yaitu return terbesar dengan risiko tertentu atau return tertentu
dengan risiko terkecil (Husnan, 1996: 175).
3
Alternatif investasi yang diambil oleh investor hampir semua disertai oleh
risiko. Besar kecilnya risiko tergantung dari jenis investasi yang diambil. Saham
dianggap mempunyai risiko yang lebih tinggi dibandingkan dengan deposito,
tabungan dan obligasi karena harga saham lebih berfluktuatif. Semakin fluktuatif
harga saham maka semakin tinggi juga tingkat ketidakpastiannya atau risikonya.
Risiko dapat didefinisikan sebagai kemungkinan terjadinya peristiwa yang
tidak menguntungkan di masa depan. Ada dua macam risiko dalam alternatif
investasi yaitu risiko tidak sistematik (unsystematic risk) adalah risiko yang
mempengaruhi sekelompok kecil perusahaan sehingga dapat didiversivikasi atau
dihilangkan dengan mengambil hal-hal baik yang terjadi pada perusahaan lainnya
dan risiko sistematik (systematic risk) merupakan risiko yang tidak dapat
dihilangkan karena mempengaruhi seluruh perusahaan, misalnya kondisi
perekonomian dan inflasi (Hartono, 2000: 160)
Risiko sistematik dapat diukur dengan menggunakan koefisien beta.
Jones (1996) mendefinisikan beta sebagai suatu ukuran relatif dari risiko
sistematik saham individu atau portofolio dengan pasar secara keseluruhan yang
diukur dari fluktuasi return. Beta mengukur fluktuasi dari return saham terhadap
return pasar. Semakin besar fluktuasi return suatu saham terhadap return pasar,
maka semakin besar pula beta saham tersebut. Demikian pula sebaliknya, semakin
kecil fluktuasi return suatu saham terhadap return pasar, semakin kecil beta
saham tersebut. Pengukuran beta merupakan pengukuran yang kompleks
dikarenakan dua hal. Pertama, frekuensi perdagangan yang tidak sinkron
(nonsynchronous trading) yang berkaitan dengan isu bias beta saham dan yang
4
keedua, beta yang selalu mengalami perubahan yang berkaitan dengan isu
stabilitas beta.
Bias dalam estimasi beta dapat mengurangi keakuratan hasil estimasi
return yang diharapkan dari investasi. Bias terjadi karena periode return suatu
sekuritas dengan periode return pasar tidak sama atau tidak sinkron yang
disebabkan beberapa sekuritas tidak mengalami perdagangan untuk beberapa
waktu (infrequent trading) (Hartono, 2000: 272). Hartono dan Surianto (2000)
membuktikan bahwa pasar modal Indonesia adalah pasar yang tipis (thin trading)
karena terjadi bias. Model yang dipakai untuk mengoreksi bias yaitu, model
Scholes dan Williams (1997), model Dimson (1979) dan model Fowler dan Rorke
(1983). Penelitian ini mendapatkan hasil model beta koreksi yang terbaik untuk
mengurangi bias adalah model Fowler dan Rorke (1983) empat lag dan empat
lead.
Stabilitas beta berguna untuk menentuan tingkat return yang diharapkan
investor. Hal ini disebabkan karena stabilitas koefisien beta dari waktu ke waktu
antara periode yang digunakan untuk estimasi akan memudahkan investor dalam
memperkirakan besarnya risiko sistematis di masa yang akan datang. Jadi, apabila
beta bersifat stabil maka beta saham juga dapat diprediksi. Beta dikatakan stabil
jika mempunyai nilai satu atau cenderung ke arah nilai rata-rata pasar (Blume,
1971; Elton dan Gruber 1987: 110).
5
Pendekatan yang paling umum dilakukan untuk mengukur stabilitas dan
prediktabilitas beta adalah dengan menghitung koefisien korelasi beta saham
menggunakan product-moment dan rank-order untuk melihat apakah ada
hubungan antara periode (Blume, 1971). Pendekatan lainnya adalah dengan
menggunakan matriks transisi untuk melihat apakah beta saham berada pada kelas
risiko yang sama pada periode berikutnya (Tandelilin dan Lantara, 2001).
Penelitian stabilitas beta pada dasarnya dimaksudkan untuk meneliti
perilaku risiko sistematik saham dari waktu ke waktu secara berurutan dan juga
membuktikan apakah informasi beta historis dapat digunakan untuk memprediksi
beta masa depan (Blume, 1971; 1975). Penelitian stabilitas beta di pasar modal
yang maju menemukan bahwa stabilitas beta dapat dilihat dari korelasi yang kuat
antar periode pengamatan seperti yang terjadi di Amerika (Blume, 1971; 1975)
dan Irlandia (Murray, 1995). Beberapa penelitian stabilitas banyak dilakukan
untuk melihat akibat dikeluarkanya suatu peraturan seperti yang terjadi di
Australia (Brooks dan Faff ,1997b; Brooks, Faff dan McKenzie, 1997) dan
Amerika (Brooks, Faff dan Ho, 1997). Kesimpulan penelitian tersebut adalah saat
peraturan baru dikeluarkan beta akan cenderung lebih tidak stabil dibandingkan
sebelum peraturan yang disebabkan oleh penyesuaian terhadap peraturan tetapi
setelah peraturan berjalan, beta akan cenderung stabil. Brooks, Faff dan
Ragunathan (2000) menemukan bahwa risiko saham akan mempengaruhi nilai
beta saat penerapan kebijakan dan menyarankan agar berhati-hati dalam membuat
kebijakan dan terus mengevaluasi penerapan kebijakan baru.
6
Beberapa penelitian juga dilakukan untuk membuktikan kebenaran teori.
Teori menyatakan ketidakstabilan dapat diminimalkan dengan membentuk
portofolio karena semakin banyak saham yang membentuk portofolio maka akan
saling meniadakan tetapi Brooks, Faff dan Lee (1994), dan Allen, Impson dan
Karafiath (1994) menemukan walaupun telah membentuk portofolio, beta tetap
saja tidak stabil apabila dibentuk dari saham-saham yang tidak stabil. Klemkosky
dan Martin (1975b) meneliti adanya perbedaan tingkat diversifikasi antara beta
portofolio yang tinggi dan rendah. Beta portofolio yang tinggi mempunyai tingkat
diversifikasi yang rendah. Teori juga mengatakan semakin banyak observasi akan
menghasilkan beta yang lebih stabil tetapi Brooks, Faff dan Slade (1997)
menemukan bahwa dengan data mingguan, beta lebih tidak stabil daripada
menggunakan data bulanan.
Penelitian tentang stabilitas beta merupakan isu penting pada pasar
modal yang maju dan liquid dan menjadi lebih penting apabila dilakukan pada
pasar modal berkembang (emerging market) (Brooks, Faff dan Ariff, 1996).
Emerging market adalah pasar modal yang mengalami perkembangan yang pesat
baik dalam jumlah perusahaan yang terdaftar di bursa dan nilai kapitalisasinya
tetapi kegiatan perdagangan relatif masih kecil. Peneliti di pasar modal
berkembang menemukan beta cenderung tidak stabil dikarenakan koefisien beta
sering kali mengalami perubahan (volatile) seperti yang terjadi di Turki (Odabasi,
2000) dan India (Cawla, 2001 dan Shah, 2002). Beberapa penelitian juga menguji
stabilitas yang disebabkan oleh suatu perubahan seperti, pemisahan dan
penggabungan pasar modal yang terjadi di Malaysia (Brooks, Faff dan Ariff,
7
1996), Singapura (Brooks, Faff dan Ariff, 1998) dan Hong Kong (Yong, Brooks
dan Faff, 2000) maupun dikeluarkannya peraturan capital control di Malaysia
(Brooks dan Shoung, 2000). Penelitian membuktikan bahwa koefisien beta
cenderung tidak stabil setelah terjadi pemisahan dan penyatuan pasar modal
sedangkan untuk perubahan peraturan, beta akan lebih stabil setelah
dikeluarkannya peraturan capital control.
Pengujian stabilitas beta telah dilakukan oleh beberapa peneliti di pasar
modal Indonesia. Husnan dan Pudjiastuti (1993) dan Tandelilin dan Lantara
(2001) menunjukkan bahwa beta tahun sebelumnya berkorelasi positif dan cukup
tinggi dengan beta tahun berikutnya. Haroyah (2000) meneliti beta saham dengan
membandingkan dua kondisi pasar yang berbeda yaitu periode perekonomian
normal dan krisis. Hasilnya pada saat perekonomian krisis, beta cenderung
bergerak ke arah nilai rata-rata pasar. Hasil penelitian tersebut membuktikan
adanya stabilitas beta saham di pasar modal Indonesia.
Peneliti dan pelaku pasar modal membuat model estimasi yang berbeda-
beda untuk mengestimasi keakuratan beta di masa mendatang. Model estimasi
beta yang telah teruji untuk memperbaiki model pasar dan banyak dipakai oleh
peneliti terdahulu adalah model Blume (1971) dan model Vasicek (1973) (Lally,
1998). Model estimasi lain yang lebih sederhana adalah dengan menggunakan
Brooks dan Faff (1997) yang merupakan penyederhanaan dari model yang lebih
kompleks.
Blume (1971) merumuskan teknik untuk menyesuaikan beta historis dengan
meregresikan ke arah satu atau menuju nilai rata-rata pasar dengan cara beta pada
8
periode kedua diregresikan dengan periode pertama. Persamaan yang dihasilkan
dipakai untuk memprediksi beta periode selanjutnya. Blume (1971)
menyimpulkan bahwa penyesuaian beta untuk suatu periode merupakan estimasi
yang baik untuk penyesuaian periode berikutnya. Hasil-hasil ini menunjukkan
bahwa persamaan regresi tersebut akan menurunkan nilai beta yang lebih dari satu
dan meningkatkan beta yang kurang dari satu. Vasicek (1973) mengembangkan
teknik estimasi model Bayesian dengan berpendapat penyesuaian beta ke nilai
rata-ratanya tidak menggunakan bobot yang sama tetapi tergantung dari kesalahan
pengambilan sampel (sampling error) dari beta. Ketidakpastian diukur dengan
varian nilai beta. Semakin besar variannya berarti semakin berbeda dari nilai rata-
ratanya. Brooks dan Faff (1997a,b) menemukan suatu persamaan regresi yang
lebih sederhana dengan memilih nilai setengah untuk mentransformasikan beta.
Klemkosky dan Martin (1975a) menyatakan bahwa model Blume (1971)
maupun model Vasicek (1973) memberikan tingkat ketepatan estimasi yang lebih
baik daripada model historis yang tidak disesuaikan (unadjusted) dan hasil yang
didapatkan menggunakan model Vasicek (1973) terbukti lebih akurat daripada
model Blume (1971). Secara perhitungan matematis, Lally (1998) juga
mendukung bahwa model Vasicek (1971) lebih baik daripada model Blume
(1971) karena sampling error yang digunakan model Vasicek (1973). Model
Blume (1971) saat digunakan di pasar modal Indonesia oleh Husnan dan
Pudjiastuti (1993) terbukti lebih baik dari model pasar (unadjusted model) karena
menghasilkan rata-rata error lebih kecil. Brooks dan Faff (1997a)
membandingkan model Brooks dan Faff (1997a,b), Blume (1971) dan model yang
9
lebih sederhana. Hasil penelitian menemukan bahwa model estimasi beta yang
lebih sederhana akan menghasilkan beta yang akurat. Kemudian, Brooks dan Faff
(1997c) menguji penelitiannya terdahulu dan mendukung model yang lebih
sederhana akan menghasilkan forecast error lebih kecil. Penelitian ini juga
menyatakan bahwa model yang terbaik tergantung kepada kecepatan revisi
estimasi beta menuju mean keseluruhan, model Brooks dan Faff (1997a,b) akan
akurat untuk revisi mean moderat sedangkan model Vasicek (1973) akan akurat
pada revisi mean yang lebih lambat. Murray (1995) membandingkan model
Vasicek (1973) dengan model CHMSW, model pasar (market model) dan Vasicek
Adjusted. Hasil penelitian membuktikan model Vasicek (1971) merupakan model
yang terbaik karena mempunyai mean square error yang kecil.
Berdasarkan penjelasan di atas, penelitian ini bertujuan untuk menguji
stabilitas beta perusahaan non manufaktur di Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan
membandingkan model estimasi beta saham dengan model pasar (OLS), model
Blume (1971), model Vasicek (1973) dan model Brooks dan Faff (1997a,b).
Perusahaan non manufaktur dipilih dengan pertimbangan bahwa penelitian beta
saham yang terdahulu belum banyak yang meneliti khusus perusahaan non
manufaktur. Penelitian ini merupakan penelitian baru di pasar modal Indonesia
karena penelitian sebelumnya belum ada yang menguji stabilitas dengan
membandingkan model estimasi beta diatas. Model Blume (1971) dipilih karena
selain sudah pernah diteliti di BEJ juga banyak digunakan oleh perusahaan jasa
investasi terkenal di Amerika yaitu Merrill Lynch dan Value Line (Fabozzi, 1999:
105). Model Vasicek (1973) digunakan karena terbukti lebih baik dari model
10
Blume (1971) baik secara hitungan matematis maupun penelitian. Penelitian
sebelumnya membuktikan bahwa model yang lebih sederhana memberikan
prediksi yang terbaik, maka model Brooks dan Faff (1997a,b) digunakan karena
paling sederhana dari pada model Blume (1971) dan model Vasicek (1973).
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian sebelumnya mengenai latar belakang masalah, maka
masalah yang diuji dalam penelitian ini yaitu:
1. Apakah beta saham perusahaan non manufaktur di BEJ stabil pada saat
sebelum dan selama krisis?
2. Model estimasi beta apa, dari model pasar (OLS), model Blume (1971),
model Vasicek (1973) dan model Brooks dan Faff (1997a,b), yang secara
empiris terbukti paling akurat digunakan di BEJ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini antara lain adalah:
1. Untuk mengetahui stabilitas beta saham perusahaan non manufaktur di
BEJ pada saat sebelum dan selama krisis.
2. Untuk memilih model estimasi beta yang paling tepat digunakan di Bursa
Efek Jakarta dari ketiga model estimasi beta yaitu model pasar (OLS),
model Blume (1971), model Vasicek (1973) dan model Brooks dan Faff
(1997a,b).
D. Manfaat Penelitian
11
Penelitian ini memberikan manfaat untuk masyarakat yang
berkepentingan, terutama pelaku pasar modal, untuk dapat lebih mengetahui
stabilitas beta dan model estimasi beta mana, model pasar, model Blume (1971),
model Vasicek (1973) dan model Brooks dan Faff (1997a,b), yang terbaik untuk
periode sebelum dan selama krisis ekonomi sehingga berguna dalam pengambilan
keputusan investasi yang berhubungan dengan risiko.
E. Organisasi Bab Selanjutnya
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisi penjelasan teori yang menjadi acuan utama
penelitian, review penelitian terdahulu dan hipotesis dari
peneitian yang dilakukan
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN
Dalam bab ini akan dibahas mengenai jenis penelitian, populasi,
sampel, teknik pengumpulan data, jenis dan sumber data, dan
metode analisis data.
BAB IV : ANALISIS DATA
Dalam bab ini akan dibahas mengenai pemilihan sampel akhir,
deskripsi data, hasil pengujian data dan hasil analisis data
BAB V : PENUTUP
Dalam bab ini berisi kesimpulan penelitian, implikasi,
keterbatasan, dan saran bagi penelitian selanjutnya.
12
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Investasi
Ada beberapa keuntungan yang diperoleh oleh investor dengan membeli dan
memiliki saham antara lain:
a. Dividen
Dividen adalah pembagian keuntungan yang diberikan perusahaan penerbit
saham atas laba yang dihasilkan perusahaan. Dividen dapat berupa dividen tunai
maupun dividen saham. Dividen tunai (cash divided) berupa uang tunai dalam
jumlah tertentu untuk setiap saham sedangkan dividen saham (stock dividend)
diberikan berupa sejumlah saham sehingga menambah saham yang dimiliki
investor. Diveden manarik investor yang berorientasi pada return jangka panjang.
b. Capital Gain
Capital gain merupakan selisih antara harga beli dan harga jual karena
aktivitas perdagangan di pasar modal. Misalnya investor membeli saham dengan
harga per saham Rp 2.000 kemudian menjualnya dengan harga Rp 2.500 per
saham maka capital gain yang diperoleh sebesar Rp. 500 per saham. Capital gain
menarik bagi investor yang berorientasi pada jangka pendek.
13
c. Saham Bonus
Saham bonus (bonus share) yaitu bonus pembagian saham baru sebagai
bentuk reward. Bagi pemegang saham, baik saham bonus maupun dividen saham
tidak ada bedanya karena keduanya diterima dalam bentuk saham tetapi dari sisi
emiten akan berbeda. Perbedaannya dividen saham berasal dari saldo laba
sedangkan saham bonus berasal dari kapitalisasi agio saham atau pun selisih
kembali penilaiaan aktiva tetap.
B. Risiko
Return merupakan hasil yang diperoleh dari investasi. Return dapat berupa
return yang sudah terjadi (realized return) dan return (expected return)
merupakan return yang diharapan akan diperoleh di masa yang akan datang.
Risiko adalah kemungkinan terjadinya peristiwa yang tidak menguntungkan.
Dalam mengambil keputusan investasi, risiko merupakan faktor dominan yang
harus dipertimbangkan karena besar kecilnya risiko yang terkandung dalam suatu
alternatif investasi akan mempengaruhi pendapatan tersebut. Jones (1996) risiko
adalah kemungkinan pendapatan yang diterima (actual return) dalam suatu
investasi berbeda dengan pendapatan yang diharapkan (expected return). Makin
besar kemungkinan penyimpangan antara pendapatan yang diterima dalam suatu
investasi dengan pendapatan yang diharapkan akan semakin besar risiko yang
ditanggung.
Ada dua macam risiko yaitu risiko tidak sistematis dan risiko sistematis. Risiko
tidak sistematis (unsystematic risk) adalah bagian risiko yang dapat dihilangkan
(diversified) dengan membentuk portofolio disebut dengan risiko yang dapat
14
Risiko Sistematik
Risiko Total
Risiko Tidak Sistematik
didiversifikasi (diversified risk) atau risiko perusahaan (company risk) atau risiko
spesifik (specific risk) atau risiko unik (unique risk) (Hartono, 2000:160). Karena
risiko ini unik untuk suatu perusahaan, yaitu hal yang buruk terjadi pada satu
perusahaan dapat diimbangi dengan hal yang baik terjadi di perusahaan lain, maka
risiko unik ini dapat didiversifikasi dalam portofolio. Contoh risiko tidak
sistematis adalah pemogokan kerja, tuntutan hukum dan bencana alam.
Risiko sistematis (systematic risk) adalah risiko yang tidak dapat
didiversifikasi (nondiversified risk) oleh portofolio atau risiko pasar (market risk)
atau risiko umum (general risk). Risiko ini terjadi karena kejadian di luar
perusahaan, seperti inflasi, resesi, dan sebagainya. Faktor-faktor ini menyebabkan
ada kecenderungan semua saham untuk bergerak sama, sehingga selalu ada dalam
setiap saham. Hubungan antara risiko sistematik dan risiko tidak sistematik dapat
dilihat pada gambar II.1.
Gambar II.1. Hubungan risiko sistematik dan risiko tidak sistematik
Sumber: Husnan (1996:168)
Pada umumnya para investor bersifat enggan terhadap risiko (risk averse),
oleh karena itu mereka akan memilih untuk melakukan diversifikasi, apabila
dengan diversifikasi tersebut dapat mengurangi risiko. Dengan diversifikasi
15
penurunan tingkat keuntungan atau risiko satu jenis sekuritas akan ditutup dengan
kenaikan tingkat keuntungan sekuritas yang lain. Jadi, risiko yang hilang karena
diversifikasi menjadi tidak relevan dalam perhitungan risiko. Hanya risiko yang
tidak bisa dengan diversifikasi yang menjadi relevan dalam perhitungan risiko.
Untuk mengukur systematic risk dari suatu sekuritas atau portofolio relatif
terhadap risiko pasar digunakan beta.
C. Beta
Beta didefinisikan sebagai pengukur volatilitas return portofolio dengan return
pasar. Volatilitas dapat didefinisikan sebagai fluktuasi dari return-return suatu
sekuritas atau portofolio dalam suatu periode waktu tertentu (Hartono 2000: 238).
1994). Model yang digunakan model Hildreth dan Houck (1969) lalu di uji
kembali dengan POI. Augmented market model dipakai untuk melihat pengaruh
perubahan dari masing-masing periode. Hasil penelitian ini adalah pre-regulatory
change dan post-regulatory terdiri dari 16,7% saham yang tidak stabil, monetery
experiment dan deregulation menghasilkan menghasilkan 50% saham yang tidak
stabil, reregulation menghasilkan 22,2% saham yang tidak stabil. Kesimpulan
dari penelitian ini adalah beta pada pre-regulatory change dan post-regulatory
lebih stabil. Ketidakstabilan tinggi pada periode monetery experiment dan
deregulation reregulation.
Brook dan Shoung (2000) menguji stabilitas akibat dikeluarkannya peraturan
capital control pada beta saham sepuluh bank terbesar di Malaysia. Data yang
digunakan adalah return harian periode 2 Januari 1995-3 Mei 1999. Periode
sebelum peraturan 2 Januari 1995-30 September 1998 dan setelah peraturan 1
Oktober 1998-3 Mei 1999. Model yang digunakan adalah augmented market
model dengan variabel dummy. Hasil penelitian menemukan bahwa setelah
penerapan capital control beta bergerak ke arah rata-rata pasar atau lebih stabil
dibandingkan sebelum penerapan capital control.
24
Brooks, Faff dan McKenzie (1997) menguji stabilitas beta 3 saham bank
terbesar dan portofolio di Australia dengan menggunakan data bulanan. Periode
yang diteliti adalah 1974-1992 kemudian dibagi lagi, sebelum peraturan (1974-
1983), selama peraturan (1984-1987) dan post-crash (1987-1992). Model
multivariate-GARCH digunakan untuk melihat pengaruh deregulasi. Kesimpulan
penelitian ini adalah sebelum dikeluarkan peraturan beta stabil tetapi setelah
dikeluarkan peraturan menjadi tidak stabil disebabkan karena penyesuaian
terhadap peraturan tetapi pada periode post-crash beta menjadi stabil kembali..
Brooks dan Faff (1997c) menggunakan return bulanan 72 saham yang
dikelompokkan menjadi 23 industri di pasar modal Australia periode 1974-1992.
Tujuan penelitiannya adalah untuk menguji tingkat beta dan stabilitas beta periode
sebelum peraturan (pre-deregulation) dan setelah peraturan (post-deregulation).
Tahun 1974-1983 mewakili sebelum peraturan dan 1984-1992 setelah
dikeluarkannya peraturan. Model estimasi beta menggunakan POI dan APOI,
model Hildreth-Houck dan model Rosenberg. Hasil penelitian tingkat beta
menunjukkan bahwa 10 industri mempunyai risiko yang cenderung naik, 4
industri turun dan 8 industri tidak terpengaruh oleh peraturan. Kesimpulan
penelitian ini adalah beta cenderung stabil setelah peraturan. Stabilitas terjadi pada
15 saham dari 23 saham.
Ragunathan, Faff dan Brooks (2000) menguji risiko beta 23 portofolio di
Australia dengan membandingkan market model domestik dan internasional.
Periode dibagi menjadi dua yaitu pre-deregulation (Januari 1974-November
1983) dan post-deregulation (Februari 1984-Desember 1982). Market model
25
domestik menggunakan Centre for Research in Finance (CRIF) dan Morgan
Stanley Capital Indices (MSCI) Australia. Market model internasional
menggunakan return pasar MSCI Amerika, Jepang dan dunia. Penelitian ini
menyimpulkan bahwa market model internasional menunjukan ketidakstabilan
beta. Businness cycle Amerika dan Jepang lebih mempengaruhi beta dibandingkan
business cycle Australia. Nilai stabilitas beta akan beragam pada pre-deregulation
dan post-deregulation karena indeks yang dipakai juga beragam atau
ketidakstabilan yang tidak berpola.
Faff dan Brooks (1998) menguji pengaruh fase kondisi pasar pada stabilitas
beta menggunakan market model. Moment yang dipilih adalah mean dan standar
deviasi dengan kombinasi dari tiga kategori yang berbeda rendah, sedang dan
tinggi. Data yang dipakai adalah return bulanan periode Februari 1958-Desember
1992. Periode dibagi menjadi tiga sub periode Februari 1958-Januari 1963,
Februari 1963-Desember 1987 dan Januari 1988-Desember 1992. Kesimpulan
penelitian ini yaitu, fase rendah-rendah mempunyai ketidakstabilan yang lebih
rendah (12%) daripada tinggi-tinggi (25%) dan fase rendah-rendah menunjukkan
tidak adanya pengaruh antara tingkat beta dan tingkat ketidakstabilan sedangkan
tinggi-tinggi sebaliknya.
Murray (1995) menguji beta di pasar modal Irlandia menggunakan data
harian dari 79 perusahaan periode Januari 1987 sampai Desember 1990. Murray
membandingkan estimasi beta Cohen, Hawawini, Mayer, Schwartz dan Whitcomb
(CHMSW) (1983), Vasicek (1973) dan market model. Stabilitas beta
26
menggunakan second pass regression. Hasil penelitian ini menunjukkan beta
stabil dari waktu ke waktu.
Di pasar modal Indonesia, Husnan dan Pudjiastuti (1993) menguji model
Blume (1971) di BEJ dengan data mingguan 25 saham teraktif di BEJ selama
tahun 1990 sampai 1992. Penelitian ini menunjukkan bahwa beta tahun
sebelumnya berkorelasi positif dan cukup tinggi dengan beta tahun ini.
Kesimpulan yang diambil adalah terdapat stabilitas beta di BEJ.
Haroyah (2000) meneliti beta saham pada kondisi perekonomian normal dan
krisis menggunakan model indeks tunggal. Sampel yang diambil adalah
perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEJ tahun 1995-1999. Hasil penelitian
ini menunjukkan pada saat perekonomian normal saham cenderung lebih peka
terhadap perubahan pasar atau cenderung dipengaruhi oleh prospek masing-
masing perusahaan. Ketika perekonomian krisis saham cenderung mengikuti
perubahan return pasar atau lebih banyak dipengaruhi kondisi pasar. Dengan kata
lain perekonomian krisis mempunyai beta yang lebih stabil dibandingkan
perekonomian normal.
Tandelilin dan Lantara (2001) mengacu pada penelitian Hartono dan Surianto
(2000) dengan mengambil sampel dari 1994 -1996 dan membaginya menjadi tiga
sub-periode tahunan. Pengujian stabilitas dengan menggunakan matriks transisi
dan pengujian prediktabilitas beta menggunakan product moment dan rank order.
Hasilnya ada stabilitas beta saham individual dan portofolio saham selama tiga
sub-periode dan akan berkurang stabilitasnya apabila menggunakan periode yang
27
lebih lama. Hasil penelitian menunjukkan adanya korelasi beta yang signifikan
antar periode atau terdapat kecenderungan beta stabil.
Chawla (2001) menguji stabilitas beta pada pasar modal India dengan sampel
sebanyak 36 saham yang diklasifikasikan menjadi 9 kelompok industri. Data
return bulanan diambil dari periode Maret 1996-Maret 2000. Estimasi beta
menggunakna OLS. Pengujian stabilitas beta dengan dua model yaitu, model
regresi menggunakan waktu sebagai variabelnya dan model regresi menggunakan
variabel dummy untuk mengukur perubahan beta dari waktu ke waktu. Model
OLS menghasilkan 50% saham yang nilai diatas satu yang berarti lebih volatile.
Model regresi variabel waktu hanya menghasilkan 21 saham yang tidak stabil.
Model regresi variabel dummy menghasilkan 23 saham yang tidak stabil. Ketiga
model itu menunjukkan bahwa beta tidak stabil. Shah (2002) menguji kembali
stabilitas beta di pasar modal Bombay menggunakan return harian dengan 50
saham teraktif. Periode waktu yang diambil dari 1 Mei 1996-30 Maret 2000.
Estimasi beta menggunkan model Kalmer Filter yang terbukti menghasilkan MSE
yang kecil. Pengujian stabilitas beta menggunakan mean reverting model, random
coeficient model dan random walk model. Kesimpulannya 26 saham atau 52%
saham mempunyai beta tidak stabil.
Odabasi (2000) menguji stabilitas saham dan portofolio pada pasar modal
Istambul di Turki yang emerging. Saham yang menjadi sampel sebanyak 100
saham biasa periode 1992-1997. Beta diuji dengan data mingguan dan bulanan
dengan periode yang beragam yaitu, 6 bulan, 1 tahun, 2 tahun dan 3 tahun.
Pengujian stabilitas menggunakan arithmetic mean correlations, rank correlations
28
dan multi rank correlation. Matriks transisi digunakan untuk melihat perubahan
koefisien beta dari waktu ke waktu. Kesimpulan yang didapatkan dari penelitian
adalah data yang lebih panjang akan menghasilkan korelasi antar periode yang
tinggi, terbukti dengan menggunakan data bulanan korelasi akan menurun
dibandingkan dengan data mingguan. Saham individu tidak menunjukkan
stabilitas beta. Portofolio lebih stabil dibanding dengan saham individu karena
mempunyai korelasi yang lebih tinggi. Portofolio yang dibentuk dari minimal 5
saham akan lebih baik. Dari uraian penelitian di atas, maka hipotesis dapat
dirumuskan sebagai berikut:
Ho : Beta saham perusahaan non manufaktur di Bursa Efek Jakarta tidak stabil
E.2. Model Estimasi Beta Saham
Pengujian terhadap model estimasi beta telah dilakukan oleh peneliti
sebelumnya dengan hasil yang tidak jauh berbeda. Blume (1971) meneliti
koefisien beta di New York Stock Exchange (NYSE) untuk periode Juli 1926-Juni
1968 dengan data return bulanan kemudian membentuk portofolio dengan
berbagai jumlah saham di dalamnya (1, 2, 4, 7,10, 20, 35, 50 dan 100) dan diuji
korelasinya dengan menggunakan product moment dan rank order. Tetapi ada
kecenderungan beta periode sebelumya lebih kecil dari periode kedua. Blume
(1971) lalu membuat model estimasi beta masa depan dengan meregresikan
bt dengan bt+1 agar koefisien beta mendekati rata-rata pasarnya. MSE (Mean
Square Error) digunakan untuk menguji model dan hasilnya model Blume (1971)
lebih akurat dibandingkan unadjusted model. Jadi, beta historis dapat digunakan
untuk memprediksi beta masa depan.
29
Klemkosky dan Martin (1975a) menguji model beta dengan data return
bulanan di pasar modal Amerika. Periode Juli 1947-Juni 1972 dibagi menjadi
empat sub-periode lima tahunan. Model yang dibandingkan adalah Unadjusted
model, model Blume (1971), model Vasicek (1973) dan model MLPFS (Merrill
Lynch, Pierce, Fenner, dan Smith Inc). MSE dipakai dengan membaginya menjadi
tiga bagian yaitu bias, inefficiency, dan standard error. Baik beta saham maupun
portofolio, model terbaik pada periode dua adalah model MLPFS sedangkan
periode ketiga dan keempat model yang terbaik adalah model Vasicek (1973).
Klemkosky dan Martin (1975a) menyarankan dengan menggunakan model
Vasicek (1973) dan portofolio yang tepat maka akan diperoleh koefisien beta yang
dapat dipredikasi karena model Vasicek (1973) akan mengurangi error pada
saham yang membentuk portofolio.
Murray (1995) menguji model beta di pasar modal Irlandia menggunakan
data harian dari 79 perusahaan periode 1987-1990. Murray membandingkan
market model, model CHMSW (Cohen, Hawawini, Mayer, Schwartz dan
Whitcomb) (1983), Vasicek (1973) dan Vasicek-Adjusted. MSE dipakai untuk
menguji prediktor dan menemukan model yang tepat untuk estimasi beta adalah
model Vasicek (1973).
Lally (1998) mendukung penemuan Murray (1995) dan Klemkosky dan
Martin (1975a) dengan melakukan perbandingan secara rumus matematika antara
model Blume (1971) dan Vasicek (1973). Hasil penemuannya menunjukkan
model Vasicek (1973) mempunyai kelebihan dalam menghindari perkiraan
implisit dari beberapa kecenderungan beta yang sesungguhnya mendekati nilai
30
satu sehingga model Vasicek (1973) lebih baik daripada model Blume (1971)
untuk menghasilkan ketepatan estimasi beta di masa depan.
Di pasar modal Indonesia Husnan dan Pudjiastuti (1993) menguji model
beta menggunakan data mingguan selama periode 1990-1992. Model yang
dibandingkan adalah market model dengan model Blume (1971). MSE dipakai
untuk melihat kinerja prediktor. Hasil penelitian ini adalah model Blume (1971)
memberikan estimasi beta tahun 1992 yang lebih baik daripada market model.
Di pasar modal maju, Brooks dan Faff (1997a) melakukan penelitian di
Australia dengan data bulanan selama periode 1983-1987 dan membandingkan
model estimasi beta seperti market model, model CR (crash dummy variable),
model Blume (1971), Model Brooks dan Faff (1997a,b) dan model yang lebih
sederhana mengambil persamaan 0,363035 + 0,657229b. Lalu mengguji prediktor
dengan MSFE (mean square forecast error), MFE (mean forecast error) dan
MAFE (mean absolout forecast error). Hasil penelitian ini membuktikan bahwa
beta dengan model yang lebih sederhana dapat menyederhanakan estimasi beta
karena mempunyai error yang kecil.
Brooks dan Faff (1997b) juga meneliti pasar modal Malaysia periode 1983-
1991 dengan membandingkan ketiga model estimasi beta. Untuk periode 1986-
1989 digunakan market model, model Vasicek (1973), model Brooks dan Faff
(1997a,b), dan model sederhana (0,45593 + 0,52085b) sedangkan periode 1990-
1991 dari ketiga model sebelumnya ditambah model Blume (1971) dengan
persamaan 0,25455 + 0,81085b. Perbandingan ketiga model tersebut dengan
MSFE, MFE dan MAFE. MSFE dibagi menjadi tiga komponen seperti bias,
31
inefficiency dan random error. Model terbaik untuk periode pertama adalah model
sederhana (0,45593 + 0,52085b) dan periode kedua model Blume (1971) dengan
persaman 0,25455 + 0,81085b. Dari kedua penelitian Brooks dan Faff (1997a,b)
dapat disimpulkan bahwa model dengan persamaan regresi yang lebih sederhana
akan memberikan error yang kecil.
Berdasarkan hasil uraian penelitian sebelumnya, maka model yang digunakan
dalam penelitian adalah model OLS, model Blume (1971), model Vasicek (1973)
dan model Brooks dan Faff (1997a,b).
32
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan studi empiris dengan tujuan untuk menguji
stabilitas dan membandingkan model estimasi beta periode sebelum dan selama
krisis dengan pengujian stabilitas beta di Bursa Efek Jakarta.
B. Populasi, Sampel dan Teknik Pengumpulan Sampel
1. Populasi
Populasi merupakan kelompok orang, kejadian atau peristiwa yang menjadi
perhatian peneliti untuk diteliti (Sekaran, 2000: 266). Populasi dari penelitian ini
adalah keseluruhan perusahaan publik yang terdaftar di BEJ tahun 1992-2002.
Periode penelitian dibagi menjadi dua sub periode yaitu sebelum perekonomian
krisis dan selama perekonomian krisis. Periode selama krisis dimulai dari awal
Juli 1997-Desember 2002. Tahun 2002 dipilih karena sampai dengan penelitian
ini dilakukan merupakan tahun terakhir yang terbaru. Berdasarkan pertimbangan
kesamaan periode, sebelum krisis dipilih dari Januari 1992-akhir Juni 1997.
33
Dipilihnya awal Juli 1997 sebagai dasar awal krisis adalah berdasarkan laporan
Bank Indonesia 1997/98 yang secara implisit menyatakan krisis moneter yang
melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 berdampak pada perkembangan
dunia usaha di Indonesia baik sektor industri, jasa, maupun keuangan dan
perbankan. Indikator krisis yaitu turunnya nilai tukar rupiah terhadap dollar
Amerika sampai 80% dan menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap
pemerintah yang menyebabkan makin terpuruknya perekonomian Indonesia. Hal
ini juga mempengaruhi aktivitas pasar modal Indonesia yang terkena dampaknya
secara langsung dan dapat dilihat dengan menurunnya harga saham perusahaan go
public di BEJ. Tercatat indeks harga saham gabungan (IHSG) yang pernah
meningkat dari 100 sampai 700 basis poin selama kurun waktu 4 tahun (1994 -
1996) kemudian mengalami penurunan sejak pertengahan 1997 (Jurnal Pasar
Modal, Desember 1997). Sepanjang tahun 2002 secara umum masih
mengindikasikan proses pemulihan ekonomi walaupun semakin membaiknya
indikator makro moneter seperti inflasi, nilai tukar dan suku bunga tetapi investasi
dan ekspor masih belum menunjukkan perkembangan yang menggembirakan
(Laporan Tahunan BI, 2002).
2. Sampel
Sampel merupakan bagian dari populasi yang diperoleh dari proses seleksi dari
populasi (Sekaran, 2000: 267). Sampel penelitian ini adalah perusahaan non
manufaktur yang terdaftar di BEJ periode sebelum krisis dan selama krisis.
Perusahaan non manufaktur diklasifikasikan menurut jenis usahanya menjadi tiga
yaitu sektor perbankan, lembaga keuangan non bank dan perdagangan, jasa,
34
pertanian dan pertambangan. Kelompok perbankan terdiri dari bank-bank.
Lembaga keuangan non bank terdiri dari perusahaan yang bergerak di sektor
perkreditan non bank, asuransi, lembaga investasi dan surat berharga.
Perdagangan, jasa, pertanian dan pertambangan terdiri dari perusahaan yang
bergerak di sektor pertanian, kehutanan dan perikanan, perternakan,
pertambangan, jasa konstruksi, transportasi, perdagangan dan retail, perumahan
dan properti, perhotelan dan jasa perjalanan, dan jasa komunikasi.
3. Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel (sampling) didefinisikan sebagai proses
penyeleksian beberapa elemen dari populasi untuk menjadi sampel yang akan
diteliti (Sekaran, 2000: 267). Pengambilan sampel perusahaan berdasarkan
purposive sampling untuk sampel yang bersyarat yang ditentukan dengan ktriteria
tertentu yaitu,
1. sudah harus terdaftar di BEJ sebelum tanggal 1 Januari 1992 yang terus
berada dalam kategori non manufaktur dan tidak pernah di-delist sampai
dengan 31 Juni 1997 untuk periode sebelum krisis,
2. sudah harus terdaftar di BEJ sebelum tanggal 1 Juli 1997 yang terus
berada dalam kategori non manufaktur dan tidak pernah di-delist sampai
dengan 31 Desember 2002 untuk periode selama krisis.
C. Jenis dan Sumber Data
35
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder.
Data sekunder adalah informasi yang diperoleh dari pihak lain (Sekaran, 2000:
255). Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut,
1. Nama, tanggal listing dan sektor perusahaan sampel diperoleh dari Indonesian
Capital Market Directory (ICMD) tahun 1993-2002 yang dikeluarkan oleh
Institute for Economic and Financial Research (EFCIN).
2. Perubahan nama perusahaan dan tanggal delist diambil dari fact book 1996-
2002 yang diperoleh di pojok BEJ UNS.
3. Kode perusahaan diambil dari JSX Statistics tahunan.
4. Informasi company action periode sebelum krisis diambil dari PPA PDPM
(Pusat Pengembangan Akuntansi Pusat Data Pasar Modal) UGM sedangkan
periode selama krisis dari JSX Statistics tahunan atau bulanan dan ICMD.
5. Harga Saham Individu (ISI) berupa harga penutupan saham harian (daily
closing price) dan indeks harga pasar gabungan (IHSG) harian yang diambil
dari PPA PDPM UGM. Data harian digunakan karena mempunyai tingkat
kepekaan yang lebih tinggi dalam merespon reaksi pasar dibandingkan dengan
data harga saham mingguan atau pun bulanan (Ball dan Brown, Brown dan
Warner dalam Hartono dan Surianto, 2000).
D. Model dan Metode Analisis Data
1. Menghitung Return Pasar dan Return Saham Harian
Koefisien b diperoleh dari perhitungan persamaan regresi antara return saham
(Ri) dengan return pasar (Rm) selama periode estimasi.
36
Return pasar dihitung dengan menggunakan data IHSG per hari sebelum dan
selama krisis, dengan formula:
RMt = 1t
1tt
IHSG
)IHSG(IHSG
-
--
Notasi: RMt = return pasar
IHSGt = indeks harga saham gabungan hari t
IHSGt-1 = indeks harga saham gabungan hari t-1
Return saham dihitung dengan menggunakan data IHSI harian sebelum dan
selama krisis, dengan formula:
Rit = 1t
1tt
ISI
)ISI(ISI
-
--
Notasi :
Rit = return saham
ISIt = indeks harga individu hari ke-t
ISIt-1 = indeks harga saham individu hari t-1
2. Melakukan Penyesuaian Corporate Action
Perusahaan yang melakukan corporate action seperti stock split, stock
dividen, bonus share maupun right issue selama periode pengamatan, dilakukan
penyesuaian (adjustment) karena akan berpengaruh terhadap jumlah saham yang
beredar maupun terhadap harga saham di pasar. Adjustment dilakukan untuk
melihat nilai return yang terjadi akibat corporate action.
Stock Split adalah pemecahan nilai nominal saham menjadi pecahan yang
lebih kecil untuk tujuan likuiditas saham, karena saham yang beredar akan
37
bertambah dan harga nominal per saham akan berubah sesuai dengan persentase
stock split. Formulasi harga teoritis untuk stock split adalah:
Harga Teoritis = Terakhir SahamHarga XBaru SahamLama Saham
Stock diveden dan bonus share adalah pembagian saham baru untuk
pembagian keuntungan atau sebagai bentuk reward. Jumlah saham yang beredar
akan meningkat yang akan meningkatkan faktor penawaran, apabila permintaan
tetap, maka sahamnya turun atau terjadi koreksi atas harga saham sesuai dengan
faktor koreksinya. Formulasi harga teoritis untuk bonus share dan stock dividen
adalah:
Harga Teoritis = DateCum SahamHarga XBaru SahamLama Saham
Lama Saham-
+
Right issue adalah merupakan pengeluaran saham baru dalam rangka
penambahan modal perusahaan untuk kepentingan ekspansi dan restrukturisasi.
Jumlah saham yang beredar akan bertambah yang akan menyebabkan harga
sahamnya turun. Formulasi harga teoritisnya adalah:
Harga Teoritis = RSB)(RSL
HP) X (RSBDate)Cum SahamHarga X (RSL+
+-
Notasi:
RSL = Rasio Saham Lama
RSB = Rasio Saham Baru
HP = Harga Pelaksanaan
Harga Cum-date = harga sebelum corporate action
3. Menghitung Koefisien Beta
38
Untuk mengukur nilai beta saham digunakan model indeks tunggal (model
pasar) dengan pendekatan Ordinary Least Square (OLS) dengan formula (Elton
dan Gruber, 1995: 152).
Persamaan model pasar tersebut adalah sebagai berikut :
eba ++= Mtiiit RR
Notasi :
Rit = return saham perusahaan i pada hari t
ai = intersep dari regresi untuk masing-masing perusahaan i
bi = beta untuk masing-masing perusahaan i
RMt = return pasar pada hari t
e = kesalahan acak dengan nilai 0
4. Menghitung Beta dengan Model Estimasi Beta
Beta dari hasil persamaam OLS kemudian dipakai untuk persamaam ketiga
model estimasi beta.
a.Model Blume (1971)
Tahap pertama beta pada periode kedua diregresikan dengan beta pada tahap
pertama dengan mencari koefisien parameter a dan b melalui formulasi berikut:
1-+= itit ba bb
Persaman regresi tahap pertama dapat dipergunakan untuk mengestimasi beta
tahap berikutnya dengan formulasi:
bit+1= a+ b bit
39
Notasi:
bit = beta untuk sekuritas i pada periode t
bit-1 = beta untuk sekuritas i pada periode t-1
bit-1 = beta untuk sekuritas i pada periode t+1
b = slope garis regresi
a= intersep dari regresi
b. Model Vasicek (1973)
MS = (1/ N – 2) * (å (yt - a - bXit ) 2)
s2 = MS / å (Xit - Xavgt ) 2
úúû
ù
êêë
é
++úúû
ù
êêë
é
+= --
--
-
--
-
122
2
122
2
11
1
11
1
titit
itt
it
itt
t bss
sb
sss
bbb
b
bb
b
Notasi:
MS = Mean Square nilai residual
Xt = return pasar periode t
Xavgt = rata-rata return pasar
bit-1 = beta untuk sekuritas i pada periode t-1
s2 bit = varian beta untuk sekuritas i pada periode t
s2 bt-1 = varian beta untuk sekuritas periode t-1
___
b t-1 = rata-rata nilai beta untuk sekuritas periode t-1
c. Model Brooks dan Faff (1997a,b)
bit = 0,5 + 0,5 bi-t
Notasi :
bit = beta untuk sekuritas i pada periode t
bit-1 = beta untuk sekuritas i pada periode t-1
40
5. Pengujian Stabilitas Beta
Pengujian prediktabilitas beta dengan menggunakan product moment dan
rank-order untuk mengukur derajat asosiasi antara beta masa lalu dengan beta saat
ini. Semakin besar derajat asosiasi antara beta masa historis dengan beta saat ini,
berarti semakin besar stabilitas dan prediktibilitas beta saham. Penghitungan
menggunakan program SPSS (Statistical Product and Service Solutions) versi 11.
Product moment atau korelasi Pearson
rp =
å å å å
å å å
= = = =
= = =
--
-
n
i
n
i
n
i
n
ii
n
i
n
i
n
i
yynxxn
yxyxn
1 1 1 1
21
221
2
1 1 11111
)()(
))(()(
Notasi:
n = banyaknya sampel
X = beta individu
Y = beta total
Rank order atau korelasi Spearman
rs = 1 - )1(
)(6
21
2
-
å=
nn
din
i
Notasi:
di = perbedaan dalam rank
n = banyaknya sampel
6. Pengujian akurasi Model Estimasi Beta
Mean Squared Forecast Error (MSE) digunakan untuk menguji estimasi beta
lebih lanjut, karena faktor yang menyebabkan perubahan nilai. Terdapat tiga
41
komponen standar yaitu bias, inefisiensi, dan random error (Theil dalam Murray,
1995). Komponen pertama mengukur bias yang mengindikasikan rata-rata
prediktor di atas atau di bawah rata-rata realisasi. Komponen kedua mengukur
inefficiency untuk kecenderungan kesalahan prediksi, bernilai positif pada nilai
yang rendah dan negatif pada nilai yang tinggi. Komponen ketiga random error
mengetahui hubungan forecast error antar perusahaan. Apabila suatu prediktor
memberikan rata-rata error terkecil, maka prediktor tersebut memberikan hasil
yang lebih baik.
( ) ( ) ( ) ( )
( ) ( )itit
itavgtavgt
n
iitit
VARp
VARAnMSE
b
bbbbb
*1
1/ 1*221
1
21
-+
-+-=-= --
=-å
Notasi:
bit = beta untuk sekuritas i pada periode t
bit-1 = beta untuk sekuritas i pada periode t-1
bavgt = rata-rata beta periode t
bavgt-1 = rata-rata beta periode t-1
pit =Koefisien korelasi (R Square)
A = koefisien slope (b)
VAR (bit) = varian sampel beta pada periode t
VAR (bit-1) = varian sampel beta pada periode t-1
42
BAB IV
ANALISIS DATA
A. Pemilihan Sampel Akhir
Nama dan tanggal listing perusahaan non manufaktur dilihat dari ICMD
1992-2002 kemudian dipisahkan untuk periode sebelum krisis dan selama krisis.
Kode perusahaan dilihat dari JSX statistics. Pergantian nama perusahaan dilihat
pada fact book 1996-2002. Perusahaan yang berpindah kategori dari perusahaan
manufaktur ke perusahaan non manufaktur tetap dimasukan apabila berpindah
sebelum 1992 untuk periode sebelum krisis dan sebelum Juli 1997 untuk periode
selama krisis. Sampel yang dikeluarkan adalah perusahaan yang mempunyai
harga saham yang tidak berubah selama satu tahun atau lebih karena tidak dapat
dihitung koefisien betanya. Prosedur pemilihan sampel untuk masing-masing
periode sebelum krisis dapat dilihat pada tabel IV.1 dan periode selama krisis
pada tabel IV.2.
Tabel IV.1.
Hasil Seleksi Sampel Sebelum Krisis
Keterangan Jumlah Perusahaan yang publik terdaftar sampai tahun 1997 286
43
Perusahaan manufaktur (150) Perusahaan non manufaktur 136 Perusahaan non manufaktur yang terdaftar setelah tahun 1992 (78) Perusahaan non manufaktur yang terdaftar Januari 1992-Juni 1997 58 Perusahaan yang harga sahamnya tidak berubah (2) Sampel akhir perusahaan 56
Sumber: ICMD 1992 dan 1998
Perusahaan non manufaktur yang harga sahamnya tidak berubah selama
periode sebelum krisis adalah:
1. PT. Asuransi Dayin Mitra, Tbk.
2. PT. Pudjiadi & Sons Estate, Tbk.
Tabel IV.2.
Hasil Seleksi Sampel Selama Krisis
Keterangan Jumlah Perusahaan yang terdaftar sampai tahun 2002 336 Perusahaan manufaktur (185) Perusahaan non manufaktur 151 Perusahaan non manufaktur yang berdiri setelah Juli 1997 (55) Perusahaan non manufaktur yang terdaftar Juli 1997- Desember 2002 96 Perusahaan yang harga sahamnya tidak berubah (7) Sampel akhir perusahaan 89
Sumber: ICMD 1998 dan JSX Statistics monthly Desember 2002
Perusahaan non manufaktur yang harga sahamnya tidak berubah selama
periode selama krisis adalah:
1. PT. Indonesia Prima Properti, Tbk
2. PT. Lippo Pasifik Utama , Tbk
3. PT. Metro Supermarket Realty, Tbk
4. PT. Plaza Indonesia Realty, Tbk
5. PT. Pool Asuransi Indonesia, Tbk
44
6. PT. Pudjiadi & Sons Estate, Tbk
7. PT. Toko Gunung Agung, Tbk
B. Deskripsi Nilai Beta Saham.
Pengukuran deskriptif yang dipakai adalah pengukuran tentang tendensi
sentral seperti mean, median dan pengukuran tentang dispersi (sebaran) seperti
varians. Beta yang mempunyai mean bernilai 1,0 berarti mendekati nilai rata-rata
pasarnya dan juga terhindar dari bias akibat dari perdagangan yang tidak sinkron
(Murray, 1995).
1. Nilai Beta Saham Kelompok Perusahaan
Perusahaan non manufaktur dibagi menjadi tiga kelompok yaitu perbankan,
lembaga keuangan non bank, dan perdagangan, jasa, pertanian dan pertambangan.
Bagian ini akan menjelaskan nilai mean, median dan varian dari masing-masing
kelompok tersebut periode sebelum dan selama krisis.
a. Sebelum Krisis
Kelompok perbankan periode sebelum krisis terdiri dari 15 bank. Kelompok
lembaga keuangan non bank terdiri dari 17 perusahaan sedangkan kelompok
perdagangan, jasa, pertanian dan pertambangan sebanyak 24 perusahaan. Nilai
mean, median dan varian kelompok perusahaan dapat dilihat dari tabel IV.3.
Tabel IV.3 pada kolom perbankan memperlihatkan beta yang mempunyai
nilai mean tertinggi adalah, beta OLS pada tahun 1994 sebesar 0,88 dan beta
Brooks dan Faff (1997a,b) mempunyai mean tertinggi pada tahun 1995, 1996 dan
1997 sebesar 0,94; 0,91; 0,72. Nilai varian terkecil dimiliki oleh beta Blume
(1971) pada tahun 1994 dan 1997 sebesar 0,02 dan 0,03 sedangkan pada tahun
45
1995 dan 1996 dimiliki oleh beta Brooks dan Faff (1997a,b) sebesar 0,12 dan
0,14.
Pada tabel IV.3. kolom lembaga keuangan non bank dapat terlihat bahwa
sepanjang tahun, mean dan median seluruh beta jauh dari nilai 1,0 dibandingkan
kelompok perbankan dan perdagangan, jasa, pertanian dan pertambangan.
Sepanjang tahun 1994 sampai 1997, nilai mean dan median tertinggi dimiliki oleh
beta Brooks dan Faff. Tahun 1995 dan 1996, nilai varian Brooks dan Faff
(1997a,b) paling kecil sebesar 0,03 sedangkan untuk tahun 1994 dan 1997 varian
terkecil dimiliki beta Blume (1971) sebesar 0,00 dan 0,01.