-
7
BABBABBABBAB IIIIIIII
DASARDASARDASARDASAR TEORITEORITEORITEORI
Dalam bab dua ini penulis akan menjelaskan teori–teori penunjang
utama dalam
merancang penguat audio kelas D tanpa tapis LC pada bagian
keluaran menerapkan
modulasi dengan tiga aras keluaran.
Penguat audio kelas D dengan dua aras keluaran mempunyai tiga
bagian utama
(Gambar 2.1.a) yaitu modulator, tingkat daya dan tapis
induktor-kapasitor (LC).
Sedangkan pada penguat audio kelas D dengan tiga aras keluaran
bagian tapis LC dapat
dihilangkan sehingga keluaran dari tingkat daya dapat
dihubungkan langsung ke
penyuara (Gambar 2.1.b).
Gambar 2.1.(a). Blok Diagram Kelas D dengan Dua Aras Keluaran.
(b). Blok Diagram
Kelas D dengan Tiga Aras Keluaran.
Bagian modulator berfungsi untuk memodulasi isyarat audio
masukan menjadi
rentetan pulsa-pulsa yang akan mengandung frekuensi dari isyarat
audio masukan dan
frekuensi tinggi yang terjadi dikarenakan proses dari modulasi.
Pada penguat kelas D
dengan tiga aras keluaran, bagian modulator akan mengirimkan
pulsa-pulsa hasil
modulasi untuk mengontrol bagian tingkat daya sehingga pada
keluaran muncul isyarat
termodulasi dengan tiga aras keluaran. Teknik modulasi yang
sering dipakai sebagai
modulator pada penguat audio kelas D adalah modulasi lebar pulsa
(pulse width
-
8
modulation PWM) dan modulasi sigma delta (sigma delta modulation
SDM). Pada
tugas akhir ini penulis menggunakan teknik modulasi/penyandian
noise-shaping coding
yang merupakan pengembangan dari SDM. Teknik modulasi ini akan
dijelaskan secara
lebih terperinci pada subbab 2.1.
Bagian tingkat daya digunakan untuk memperkuat daya isyarat dari
keluaran
modulator. Isyarat keluaran modulator yang berupa rentetan
pulsa-pulsa akan
mengendalikan komponen aktif MOSFET pada bagian tingkat daya
sebagai saklar.
MOSFET akan dikendalikan dalam dua kondisi saja yaitu saturasi
(’ON’) atau cut-off
(’OFF’). Oleh karenanya, secara ideal tidak ada disipasi daya
yang terjadi pada
MOSFET. Hal inilah yang membuat penguat kelas D mempunyai
efisiensi yang sangat
besar jika dibandingkan dengan penguat konvensional lainnya
dimana MOSFET
bekerja pada daerah aktif. Bagian tingkat daya pada penguat
kelas D dengan tiga aras
keluaran diwujudkan dengan penguat jembatan penuh.
2.1.2.1.2.1.2.1. ModulatorModulatorModulatorModulator
padapadapadapada PPPPenguatenguatenguatenguat KKKKelaselaselaselas
DDDD
Bagian modulator dari penguat kelas D dapat menghasilkan isyarat
keluaran
termodulasi lebar pulsa (pulse width modulation, PWM) atau
termodulasi rapat pulsa
(pulse density modulation, PDM) [4]. PWM dihasilkan dengan
membandingkan isyarat
masukan dengan isyarat segitiga. Metode PWM ini merupakan metode
konvensional
dari kelas D. Sedangkan PDM merupakan keluaran dari teknik
modulasi sigma delta
(sigma delta modulation SDM). Perbandingan antara PWM dan PDM
akan dijelaskan
pada subbab 2.1.1.
Kemudian pada subbab 2.1.2 akan dijelaskan mengenai teknik
modulasi sigma
delta (SDM). Penjelasan mengenai SDM akan diawali terlebih
dahulu dengan
penjelasan mengenai modulasi kode pulsa (pulse code modulation,
PCM) dimana pada
PCM terjadi proses pencuplikan dan kuantisasi yang terjadi pula
pada SDM. Pada
penjelasan PCM terdapat pemodelan linear dari proses kuantisasi
dimana pemodelan ini
juga akan digunakan pada pemodelan pengkuantisasi yang ada pada
SDM.
Penjelasan mengenai PCM akan dilanjutkan penjelasan lebih
mendalam
mengenai SDM dimana akan dibahas pemodelan linear dari SDM dan
proses
pembentukan derau (noise-shaping) yang diperlukan pada SDM
dimana derau pada
frekuensi audio ditekan dan meloloskan frekuensi di atasnya.
Sehingga SDM
menghasilkan SNR yang lebih baik dari PCM.
-
9
Untuk menghasilkan SNR yang lebih tinggi diperlukan SDM orde
tinggi,
padahal SDM orde tinggi mempunyai masalah pada
ketidakstabilannya. Untuk
mengatasi masalah ketidakstabilan pada SDM, maka dikembangkanlah
teknik
penyandian noise-shaping coding. Noise-shaping coding akan
dijelaskan pada subbab
2.1.3.
2.1.1.2.1.1.2.1.1.2.1.1. ModulasiModulasiModulasiModulasi
LebarLebarLebarLebar PulsaPulsaPulsaPulsa (PWM)(PWM)(PWM)(PWM)
dandandandanModulasiModulasiModulasiModulasi RapatRapatRapatRapat
PulsaPulsaPulsaPulsa (PDM)(PDM)(PDM)(PDM)
Modulator merupakan bagian yang sangat penting dari penguat
audio kelas D.
Teknik modulasi paling dasar dari penguat kelas D adalah PWM.
Isyarat audio analog
sebagai isyarat masukan modulator akan diubah menjadi isyarat
PWM. Perubahan ini
dilakukan dengan cara membandingkan isyarat audio dengan isyarat
segitiga yang
bersumber dari luar yang mempunyai frekuensi tinggi 5 hingga 50
kali dari frekuensi
isyarat audio [3]. Diagram kotak dari penguat kelas D
menggunakan PWM dapat dilihat
pada Gambar 2.2. Pada tahap ini, penguat masih menggunakan dua
aras keluaran.
Gambar 2.2. Blok Diagram Penguat Kelas D Menggunakan Metode PWM
[5].
Dalam setiap periode dari isyarat segitiga, lebar pulsa dari
isyarat PWM yang
terbentuk akan sebanding dengan amplitudo dari isyarat audio
analog masukan [4].
Gambar 2.3. memperlihatkan contoh isyarat PWM itu.
-
10
Gambar 2.3. Contoh Keluaran Isyarat PWM. Warna merah menunjukkan
isyarat audio
masukan, warna hijau menunjukkan isyarat segitiga dan warna biru
isyarat PWM [3].
Selain PWM, penguat kelas D dapat pula menghasilkan isyarat
keluaran
modulasi rapat pulsa (PDM), PDM dapat dihasilkan dengan teknik
modulasi sigma delta
(SDM). Diagram kotak penguat kelas D menggunakan SDM dapat
dilihat pada Gambar
2.4.
Gambar 2.4. Blok Diagram Penguat Kelas D Menggunakan SDM.
Berbeda dengan PWM, pada PDM, rata-rata dari amplitudo isyarat
masukan
akan sebanding dengan banyaknya pulsa yang muncul pada keluaran.
Gambar 2.5.
memperlihatkan contoh dari isyarat PDM.
-
11
Gambar 2.5. Contoh Keluaran Isyarat PDM (bawah) dengan Isyarat
Masukan (atas) [9].
Metode PWM mempunyai kelemahan yaitu ketika duty cyle dari
PWM
mendekati 100% (terjadi ketika isyarat masukan mempunyai
amplitudo yang mendekati
amplitudo dari isyarat segitiga) maka diperlukan kecepatan
switching yang tinggi dari
komponen yang dipakai karena keadaan keluaran akan berubah
dengan sangat cepat.
Jika komponen switching tidak dapat mengikuti perubahan kondisi
yang sangat cepat,
maka proses switching menjadi tidak sempurna. Misalnya ketika
keluaran dari
modulator masih dalam transisi kondisi ‘low’ menuju ‘high’,
keluaran sudah harus
berubah menuju kondisi ‘low’ mengakibatkan isyarat keluaran
proses switching tidak
sempurna dan sebagai akibatnya isyarat keluaran akan mengalami
cacat.
PDM tidak akan mengalami masalah ini, karena pada SDM perubahan
kondisi
pada keluaran hanya dapat terjadi tiap periode dari isyarat
clock. Hal ini dikarenakan
keluaran dari pengkuantisasi dari SDM akan diperbaharui setiap
mendapat picuan dari
isyarat clock. Isyarat clock ini merupakan isyarat kotak dengan
frekuensi tetap, sehingga
setiap proses switching akan terjadi secara sempurna.
Selain itu, PDM mempunyai kelebihan lain yaitu PDM
mendistribusikan energi
dari frekuensi tinggi hasil modulasi, sedangkan pada PWM, energi
frekuensi tinggi akan
terkonsentrasi pada frekuensi isyarat segitiga beserta frekuensi
harmonik-harmoniknya
[4]. Pada PDM terjadi proses pendistribusian frekuensi
dikarenakan pada SDM terdapat
proses pembentukan derau (noise-shaping). SDM akan dijelaskan
lebih lanjut pada
subbab di bawah ini.
2.1.2.2.1.2.2.1.2.2.1.2. SigmaSigmaSigmaSigma
DeltaDeltaDeltaDelta ModulationModulationModulationModulation
(SDM)(SDM)(SDM)(SDM)
Sigma delta modulation (SDM) merupakan metode modulasi yang
digunakan
dalam modulator penguat kelas D untuk mengubah isyarat audio
masukan menjadi
-
12
isyarat pulse density modulation (PDM). Di dalam SDM terjadi
proses pembentukan
derau (noise-shaping) di dalamnya untuk menekan derau pada
frekuensi pada pita
tertentu. SDM secara umum mempunyai diagram kotak seperti pada
Gambar 2.6.
Gambar 2.6. Diagram Kotak SDM. adalah isyarat analog masukan,
adalah
isyarat error antara dan yang telah ditapis oleh , adalah
isyarat
keluaran dari SDM.
SDM terbagi menjadi dua blok bagian utama yaitu loop filter ( )
dan
pengkuantisasi (quantizer). SDM akan dijelaskan dengan melakukan
pemodelan linear
pada bagian pengkuantisasi. Oleh karena itu, sebelumnya penulis
akan membahas
terlebih dahulu bagian pengkuantisasi dimana hal ini akan
dijelaskan menggunakan
modulasi kode pulsa (pulse code modulation, PCM) pada subbab
2.1.2.1. Digunakan
PCM karena pada PCM terjadi proses pencuplikan dan proses
kuantisasi yang mana
kesemuanya itu terjadi pada bagian pengkuantisasi pada SDM.
Penjelasan mengenai PCM akan dilanjutkan mengenai penjelasan SDM
pada
subbab 2.1.2.2 dimana penjelasan mengenai SDM akan menggunakan
pemodelan linear
dari bagian pengkuantisasi yang telah dijelaskan pada bagian
PCM.
2.1.2.1.2.1.2.1.2.1.2.1.2.1.2.1. PulsePulsePulsePulse
CodeCodeCodeCode ModulationModulationModulationModulation
(PCM)(PCM)(PCM)(PCM)
Pulse-code modulation (PCM) akan menyampling isyarat masukan
pada
frekuensi Nyquist kemudian mengkuantisasi isyarat masukan
menjadi N-bit keluaran.
PCM membutuhkan aras kuantisasi sebesar . Jarak antara aras
kuantisasi ( ) disebut
sebagai quantization step yang dapat dituliskan sebagai
berikut,
. (2.1)
Pada Gambar 2.7 dapat dilihat transfer karakteristik untuk 3-bit
pengkuantisasi.
merupakan keluaran pengkuantisasi dan adalah isyarat
masukan.
-
13
Pengkuantisasi akan mengkuantisasi isyarat ke aras terdekat dari
aras
pengkuantisasi yang ada. Derau kuantisasi merupakan perbedaan
antara masukan dan
keluaran hasil pengkuantisasi [9].
Gambar 2.7. Transfer Karakteristik dari 3-bit Pengkuantisasi
[9]. Sumbu tegak
merupakan keluaran pengkuantisasi dan adalah masukan
pengkuantisasi.
Pengkuantisasi merupakan sistem yang sangat tidak linear,
sehingga efek dari
proses kuantisasi pada sinyal masukan dan derau yang dihasilkan
dari proses kuantisasi
sangat sulit untuk diukur secara pasti. Oleh karenanya dilakukan
pendekatan secara
linear (Gambar 2.8) dengan beberapa asumsi-asumsi antara lain
[9],
1. Derau kuantisasi adalah stasioner (proses acak).
2. Derau kuantisasi tidak berkorelasi dengan dirinya sendiri dan
dengan isyarat
masukan ( ).
3. Probablity-density function dari derau adalah uniform pada
rentang derau
kuantisasi.
Gambar 2.8. Model Linear dari Proses Kuantisasi [9]. merupakan
isyarat masukan,
merupakan isyarat keluaran hasil kuantisasi dan adalah derau
kuantisasi.
-
14
Oleh karenanya, derau dari proses kuantisasi ini merupakan derau
putih yang
tersebar merata pada berbagai frekuensi hingga frekuensi
Nyquist. Gambar 2.9
memperlihatkan contoh keluaran isyarat hasil kuantisasi pada
ranah frekuensi.
Gambar 2.9. FFT dari Proses N-bit Kuantisasi dengan Frekuensi
Sampling Fs [10].
untuk N-bit kuantisasi dari sinyal sinusoisal dengan amplitudo
dapat
dirumuskan sebagai berikut [9],
...............................................(2.2).
Pada proses kuantisasi dapat dilihat untuk kenaikan 1 bit
kuantisasi, SNR akan
mengalami kenaikan sekitar 6 dB.
Untuk mendapatkan yang lebih tinggi dapat dilakukan dengan
memperbesar frekuensi sampling yang dinamakan sebagai
oversampling. Jika frekuensi
Nyquist adalah , dan isyarat disampling dengan frekuensi ,
maka
oversampling ratio nya adalah . Derau dari proses kuantisasi
akan
tersebar pada rentang frekuensi yang lebih lebar, sehingga derau
kuantisasi pada
fekuensi di bawah frekuensi Nyquist akan berkurang. yang
dihasilkan dapat
dirumuskan sebagai berikut [9],
.......................................(2.3).
Dapat dilihat untuk setiap melipatduakan frekuensi sampling,
akan naik
sebesar 3dB.
-
15
Gambar 2.10. FFT dari Proses N-bit Kuantisasi dengan Frekuensi
Sampling kFs [10].
Gambar 2.10 memperlihatkan contoh keluaran isyarat hasil
kuantisasi dengan
frekuensi sampling k kali dari frekuensi Nyquist pada ranah
frekuensi.
2.1.2.2.2.1.2.2.2.1.2.2.2.1.2.2.
PemodelanPemodelanPemodelanPemodelan SecaraSecaraSecaraSecara
LinearLinearLinearLinear ModulasiModulasiModulasiModulasi
SigmaSigmaSigmaSigma DeltaDeltaDeltaDelta
Modulasi sigma delta (SDM) tersusun dari pengkuantisasi dan
tapis di
depan pengkuantisasi dan keluaran isyarat hasil kuantisasi yang
diumpan balik seperti
yang terlihat pada Gambar 2.6. Pengkuantisasi pada SDM akan
dikendalikan oleh sinyal
error yang telah ditapis ( ) oleh tapis .
Dalam melakukan analisis, pengkuantisasi dimodelkan secara
linear dan
direpresentasikan seperti pada Gambar 2.11.
Gambar 2.11. Blok Diagram dari SDMMenggunakan Model Linear pada
Bagian
Pengkuantisasinya.
Pada Gambar 2.11, bagian pengkuantisasi dimodelkan secara linear
dengan
derau kuantisasi dilambangkan dengan . Melalui asumsi yang telah
dijelaskan pada
subbab 2.1.2.1 derau bagian kuantisasi merupakan derau putih
yang mempunyai
-
16
komponen frekuensi tersebar merata pada semua frekuensi.
Sehingga dalam model
linear, keluaran merupakan penjumlahan dari masukan
pengkuantisasi dengan
derau kuantisasi .
Dari pemodelan Gambar 2.11, dapat dicari hubungan antara
keluaran
dengan derau dan hubungan antara keluaran dengan isyarat masukan
.
Hubungan antara keluaran dengan derau disebut sebagai noise
transfer function
( ) dicari dengan mengabaikan isyarat masukan seperti dapat
dilihat pada
Gambar 2.12.
Gambar 2.12. Diagram Kotak Noise Transfer Function .
NTF(s) ini dapat ditulis sebagai fungsi dari sebagai
berikut,
.............................................................(2.4).
Sedangkan hubungan antara keluaran dengan isyarat masukan
disebut sebagai
signal transfer function ( ) dicari dengan mengabaikan derau
seperti dapat
dilihat pada Gambar 2.13.
Gambar 2.13. Diagram Kotak Signal Transfer Function .
ini dapat ditulis sebagai fungsi dari sebagai berikut,
.............................................................(2.5).
-
17
Keluaran dari SDM ini dapat ditulis sebagai berikut,
.............................................(2.6).
Dengan melakukan pendekatan linear, dapat dilihat efek dari
tapis
terhadap isyarat baik masukan, keluaran dan derau. Dapat dilihat
bahwa akan
berperan terhadap pembentukan derau pada keluaran . Jika
diinginkan derau pada
keluaran ditekan pada pita frekuensi audio, maka harus merupakan
tapis lolos
tinggi. Derau pengkuantisasi akan dilemahkan pada pita frekuensi
audio dan diloloskan
pada frekuensi tinggi. Oleh karena itu, SDM disebut melakukan
pembentukan derau
(noise shaping). Gambar 2.14 menunjukkan contoh keluaran dari
spektrum isyarat
keluaran.
Gambar 2.14. Spektrum Isyarat Keluaran Modulator dengan Derau
yang Telah
Dibentuk pada Frekuensi Tinggi [10].
Pada perancangan SDM, dirancang terlebih dahulu tanggapan
yang
diinginkan. Kemudian dari dapat dicari tapis dari persamaan
(2.4) yang
dapat ditulis sebagai berikut,
.....................................................................................(2.7).
Jika dituliskan sebagai
.....................................................................................(2.8),
dengan, adalah numerator dari dan adalah denumerator dari
.
Tapis dapat dituliskan kembali sebagai berikut,
-
18
.....................................................................................(2.9)
Semakin besar orde dari tapis , modulasi sigma delta akan
memberikan
keuntungan pada kenaikan signal-to-noise ratio ( ). Hal ini
dikarenakan terjadinya
proses noise-shaping dimana derau akan dipindahkan pada pita
frekuensi yang jauh
lebih tinggi dari pita audio.
ideal untuk SDM orde tinggi (k-orde) dapat dirumuskan sebagai
berikut [6],
......................................................................(2.10).
Pada SDM untuk tapis orde 1 (k = 1), dengan melakukan
melipatduakan
frekuensi sampling akan terjadi kenaikan SNR sebesar 9 dB. Pada
PCM yang tidak
melakukan proses noise-shaping melipatduakan frekuensi sampling
hanya akan
menaikkan SNR sebesar 3 dB.
Gambar 2.15. Noise-Shaping pada SDM untuk Orde 1, 2 dan 3
[11].
Dari Gambar 2.15, dapat dilihat bahwa dengan melakukan
penambahan orde
dari tapis , maka dapat dicapai SNR pada pita frekuensi audio
yang lebih tinggi.
Namun, SDM dengan orde tinggi (lebih dari dua) mempunyai masalah
pada
kestabilannya, yaitu sangat tidak stabil.
-
19
Permasalahan ini tidak dapat dijelaskan dengan model linear
karena adanya
umpan balik dari pengkuantisasi yang bersifat sangat tidak
linear. Hingga saat ini belum
ada yang dapat memecahkan persoalan ketidakstabilan dari SDM
orde tinggi [12].
2.1.3.2.1.3.2.1.3.2.1.3.
Noise-ShapingNoise-ShapingNoise-ShapingNoise-Shaping
CodingCodingCodingCoding [[[[13131313]]]]
Sigma Delta Modulation (SDM) kemudian dikembangkan menjadi
noise-
shaping coding seperti yang telah dikerjakan pada [13] untuk
mengatasi masalah
ketidakstabilan orde tinggi pada SDM. Blok diagram noise-shaping
coding dapat dilihat
pada Gambar 2.16.
Gambar 2.16. Diagram Kotak Noise-Shaping Coding [13].
Gambar 2.15 menunjukkan diagram kotak dari teknik penyandian
noise-shaping
dimana adalah isyarat audio analog masukan, dan merupakan
keluaran
dari tapis . Isyarat merupakan isyarat error antara masukan r(t)
dan keluaran
y(t) yang telah ditapis oleh tapis .
Sedangkan isyarat akan dijelaskan lebih lanjut pada penjelasan
mengenai
tapis . Keluaran dari akan bergantung dari isyarat dan sesuai
dengan
aturan kuantisasi yang telah ditentukan. Dari aturan kuantisasi
yang telah ditentukan dan
persamaan untuk isyarat akan dijabarkan kemudian bahwa isyarat
sebagai
masukan ke bagian pengkuantisasi akan terbatas nilainya,
sehingga penyandi noise-
shaping coding yang dibuat stabil.
Tapis untuk noise-shaping coding digambarkan lebih jelas pada
Gambar
2.17.
-
20
Gambar 2.17. Tapis pada Noise-Shaping Coding.
Tapis ini merupakan tapis dengan dua masukan ( dan ) dan dua
keluaran ( dan ). Oleh karenanya tapis ini ditulis dalam bentuk
state-
variable karena bentuk state variable dapat memperlihatkan
hubungan dari suatu sistem
yang memiliki banyak input dan banyak output.
Tapis dalam state-variable ditulis sebagai berikut [14],
G :
................................................................(2.11)
dengan
• = state vector (n × 1) untuk sistem orde n,
• = matriks sistem (n × n),
• = matriks masukan (n × 1),
• = matriks keluaran (1 × n).
Untuk menyederhanakan perhitungan, semua sinyal ternormalisasi
terhadap
tegangan catu daya ±1. Jika kuantisasi yang dipakai adalah
kuantisasi seragam,
kuantisasi ternormalisasi untuk N-bit coding adalah,
dimana adalah quantization step .
Untuk 1 bit kuantisasi atau dua aras kuantisasi, maka aras
kuantisasi nya ( )
adalah , sedangkan untuk tiga aras kuantisasi, .
Perbedaan antara noise-shaping coding dengan SDM terletak pada
loop filter
. Pada tapis G(s) ditambahkan satu buah keluaran yang memenuhi
persamaan,
...................................................................................(2.12).
-
21
Isyarat ini menjamin kestabilan dari penyandi noise-shaping yang
dibuat
[14]. Bagian pengkuantisasi akan melakukan kuantisasi dengan
syarat kuantisasi adalah
isyarat ke aras terdekat dengan aras kuantisasi yang ada ( ),
bergantung pada
isyarat . Sebagai contoh jika , dengan
adalah bilangan bulat, maka keluaran kuantisasi dari sinyal
adalah :
Dengan adanya isyarat yang mengendalikan pengkuantisasi
menyebabkan
terbatasnya amplitudo isyarat [14]. Sebuah modulator dikatakan
stabil jika
masukan ke pengkuantisasi terbatas atau dapat dikatakan error
sinyal dibatasi [15].
Oleh karenanya, noise-shaping coding menjamin kestabilan dari
coder atau modulator.
Keterbatasan dari isyarat error yang telah ditapis oleh tapis
dapat dilihat
dari persamaan-persamaan sebagai berikut,
........................................................................(2.13.a)
...........................................................(2.13.b)
oleh karena sesuai dengan persamaan (2.12) bahwa
maka
.............................................................................(2.14).
Bagian pengkuantisasi akan mengkuantisasi sinyal ke aras
terdekat dengan
aras kuantisasi yang ada bergantung pada sinyal e, sehingga akan
didapatkan,
.....................................................................................(2.15)
sehingga,
................................................................(2.16).
Dengan melakukan proses integrasi maka akan didapatkan sebagai
berikut,
..........................................................(2.17.a)
.......................................................................................(2.17.b),
dimana adalah periode dari frekuensi sampling. Dapat dilihat
bahwa error yang telah
ditapis akan terbatas pada nilai sehingga modulator dapat
dikatakan stabil.
Ada dua syarat yang harus dipenuhi agar modulator stabil, yang
pertama adalah
isyarat tidak boleh overload atau tidak melebihi dari tegangan
catu daya yang
-
22
digunakan. Syarat yang kedua adalah zero dari tapis harus ada di
sebelah kiri
sumbu imajiner [13].
2.2.2.2.2.2.2.2. TingkatTingkatTingkatTingkat DayaDayaDayaDaya
dengandengandengandenganMOSFETMOSFETMOSFETMOSFET
Pada tugas akhir ini MOSFET dipakai sebagai komponen aktif yang
dipakai
pada bagian tingkat daya untuk menguatkan isyarat pulsa keluaran
modulator. Pada
subbab ini akan dijelaskan mengenai konsep dari MOSFET serta
konfigurasi full-bridge
dengan MOSFET yang dipakai dalam perancangan sebagai bagian
penguat akhir dari
penguat audio kelas D yang dirancang.
2.2.1.2.2.1.2.2.1.2.2.1. KonsepKonsepKonsepKonsep
MOSFETMOSFETMOSFETMOSFET
MOSFET mempunyai impedans masukan yang sangat tinggi dan
menyerap daya
searah yang sedikit sekali. Hal ini yang menyebabkan MOSFET
sangat efisien dalam
rangkaian berdayamikro, baik digital maupun analog [16]. Tidak
seperti transistor
sambungan dua kutub (bipolar junction transistor, BJT), MOSFET
tidak membutuhkan
pengendali arus yang besar. Demikian pula, MOSFET mempunyai
kecepatan operasi
yang tinggi dibandingkan dengan BJT, sehingga MOSFET cocok
digunakan dalam
aplikasi pensaklaran (switching) dengan frekuensi yang cukup
tinggi [8].
Terdapat dua jenis MOSFET yaitu MOSFET tipe pengosongan dan
MOSFET
tipe peningkatan. Kedua jenis MOSFET ini mempunyai operasi kerja
yang berbeda.
Pada pembahasan selanjutnya akan dibahas mengenai MOSFET tipe
peningkatan yang
dipakai penulis dalam perancangan tugas akhir.
MOSFET akan bekerja jika tegangan gerbang ( ) lebih besar atau
sama
dengan tegangan ambang . Besarnya suatu MOSFET biasanya berkisar
antara 1
sampai 3 V.
Karakteristik ideal dari − suatu MOSFET saluran-n tipe
peningkatan dapat
dilihat seperti pada Gambar 2.18.
-
23
Gambar 2.18. Karakteristik Ideal − MOSFET Saluran-n Tipe
Peningkatan [16].
Dari Gambar 2.13 dapat dilihat ada dua buah daerah kerja MOSFET
yaitu
daerah trioda dan daerah pinch-off (aktif). Daerah aktif terjadi
ketika MOSFET
memenuhi kondisi . Pada daerah aktif ini besarnya akan
konstan
bergantung pada besarnya meskipun tegangan penguras-sumber ( )
dinaikkan.
Sedangkan daerah trioda akan terjadi ketika MOSFET berada pada
kondisi
. Pada daerah trioda, akan bernilai sangat kecil dan
menyebabkan
akan bernilai maksimum bergantung pada besarnya . Saat kondisi
trioda ini,
terdapat hambatan searah antara penguras dan sumber yang
dinyatakan sebagai
parameter .
Ketika MOSFET akan dioperasikan sebagai saklar, MOSFET akan
bekerja
dalam dua kondisi. Yang pertama adalah MOSFET akan bekerja dalam
kondisi cut-off
atau mati (MOSFET OFF). Pada kondisi cut-off, MOSFET tidak
bekerja, hal ini terjadi
ketika . Arus penguras ( ) akan bernilai 0 dan akan bernilai
maksimum.
Hal ini ditunjukkan untuk pada Gambar 2.17 untuk . Yang kedua
adalah
MOSFET bekerja pada daerah triode, dimana besarnya arus
pernguras maksimal dan
bernilai mendekati 0 (MOSFET ON). Pada saat kondisi ini terjadi
disipasi daya
pada MOSFET yang akan terbuang menjadi panas. Besarnya disipasi
daya dari
MOSFET akan bergantung pada parameter dari MOSFET.
-
24
2.2.2.2.2.2.2.2.2.2.2.2. MOSFETMOSFETMOSFETMOSFET
KonfigurasiKonfigurasiKonfigurasiKonfigurasi
JembatanJembatanJembatanJembatan PenuhPenuhPenuhPenuh
((((FullFullFullFull BridgeBridgeBridgeBridge))))
Sebagai penguat bagian akhir, MOSFET dapat diwujudkan dalam
dua
konfigurasi yaitu half bridge dan full bridge. Perbedaan
konfigurasi half bridge dan full
bridge dapat dilihat pada Gambar 2.19.
(a) (b)
Gambar 2.19. (a). Konfigurasi Half Bridge. (b). Konfigurasi Full
Bridge.
Konfigurasi full bridge mempunyai kelebihan dibandingkan dengan
half bridge
antara lain, konfigurasi full bridge tidak mempunyai DC offset
seperti pada konfigurasi
half bridge, konfigurasi full bridge tidak mengalami terjadinya
bus pumping effect
seperti pada half bridge dimana catu daya mengalami pemompaan
balik dari penggeser
aras, sehingga menghasilkan fluktuasi pada tegangan bus [8].
Selain itu, daya keluaran
yang dihasilkan pada konfigurasi full bridge dua kali lebih
besar dari daya yang
dihasilkan half bridge dengan tegangan catu daya yang sama.
Pada konfigurasi full bridge, tiga aras keluaran pada penguat
dapat
diimplementasikan karena pada beban dapat terjadi tiga kondisi
keluaran seperti dapat
dilihat pada Gambar 2.20, sedangkan pada half bridge, hanya dua
aras keluaran saja
yang dapat diimplementasikan.
-
25
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 2.20. (a) dan (b). Kondisi MOSFET pada Full Bridge MOSFET
ketika Ada
Aliran Arus pada Penyuara. (c) dan (d). Tidak ada aliran arus
pada penyuara.
Pada Gambar 2.20 (a) dan (b) ada arus yang melewati penyuara,
namun berbeda
polaritasnya pada penyuara, sedangkan untuk Gambar 2.20 (c) dan
(d) tidak ada beda
potensial di antara penyuara atau potensial di kedua ujung
penyuara sama besarnya
sehingga menyebabkan tidak adanya arus yang melewati penyuara.
Tabel 2.1
memperlihatkan kondisi yang dapat terjadi pada keluaran dari
full bridge mengacu pada
Gambar 2.20, beserta kondisi tiap MOSFET (M1, M2, M3, M4),
diasumsikan tegangan
catu daya Vcc = ‘1’.
Tabel 2.1. Kondisi Tiap MOSFET pada Konfigurasi Full Bridge dan
Keluarannya.
MOSFETMOSFETMOSFETMOSFET KeluaranKeluaranKeluaranKeluaran
M1 M2 M3 M4 (OUT+) − (OUT-)
on off off on ‘1’
off on on off ‘-1’
on off on off ‘0’
off on off on ‘0’