GANGGUAN REFRAKSI MATA A. PENGERTIAN 1. Kelainan refraksi adalah pembiasan sinar oleh media penglihatan yang terdiri dari kornea, cairan mata, lensa, badan kara atau panjang bola mata, sehingga bayangan benda dibiaskan tidak tepat di biaskan di daerah macula lutea tanpa bantuan akomodasi , keadaan ini disebut Ametropia ( masjoer, A :1999 : 72 ) 2. Kelainan refraksi adalah penyimpangan cahaya yang lewat secara miring dari suatau medium ke medium lain yang berbeda densitasnya. Penyimpangan tersebut terjadi pada permukaan pembatas kedua medium tersebut yang dikenal sebagai permukaan refraksi ( Dorland, 1996; 1591 ). 3. Gangguan refraksi adalah suatau keadaan dimana penglihatan terganggu karena terlalu pendek atau terlalu panjang bola mata sehingga mencegah cahaya terfokus dengan jelas pada retina ( Timby, Scherer dan Smith, 2000 ) B. KLASIFIKASI Klasifikasi kelianan refleks menurut ilyas, S. ( 1998 ), Tinaby, Scherer dan Smith, E. ( 2000 ). Ada 2 yaitu :
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
GANGGUAN REFRAKSI MATA
A. PENGERTIAN
1. Kelainan refraksi adalah pembiasan sinar oleh media penglihatan yang
terdiri dari kornea, cairan mata, lensa, badan kara atau panjang bola mata,
sehingga bayangan benda dibiaskan tidak tepat di biaskan di daerah
macula lutea tanpa bantuan akomodasi , keadaan ini disebut Ametropia
( masjoer, A :1999 : 72 )
2. Kelainan refraksi adalah penyimpangan cahaya yang lewat secara miring
dari suatau medium ke medium lain yang berbeda densitasnya.
Penyimpangan tersebut terjadi pada permukaan pembatas kedua medium
tersebut yang dikenal sebagai permukaan refraksi ( Dorland, 1996; 1591 ).
3. Gangguan refraksi adalah suatau keadaan dimana penglihatan terganggu
karena terlalu pendek atau terlalu panjang bola mata sehingga mencegah
cahaya terfokus dengan jelas pada retina ( Timby, Scherer dan Smith,
2000 )
B. KLASIFIKASI
Klasifikasi kelianan refleks menurut ilyas, S. ( 1998 ), Tinaby, Scherer dan
Smith, E. ( 2000 ). Ada 2 yaitu :
1. Ametropia.
Ametropoa dibedakan menjadi 4 yaitu:
a. Ametropi oksial: Ametropia yang terjadi akibat sumbu optik bola mata
lebih panjang atau pendek.
b. Ametropia refraktif: Ametropia akibat kelainan system pembiasan
sinar di dalam mata.
c. Ametropia kurvatur: Ametropia akibat kelengkungan kornea atau lensa
yang tidak normal.
d. Ametropia indeks: Ametropia karena indeks bias abnormal di dalam
mata.
Ametropia dapat ditemukan empat bentuk kelainan yaitu :
a. Myopia
Myopia adalah mata denga daya lensa positif yang lebih kuat sehingga
sinar yang sejajar atau datang dari tak terhingga di fokuskan di depan
retina. Myopia dibedakan berdasarkan:
1) Menurut bentuknya myopia dibedakan menjadi 2 yaitu:
a) Myopia refraktif
Bertambahnya indeks bias media penglihatan seperti yang
terjadi pada katarak intumesen dimana lensa menjadi lebih
cembung sehingga pembiasan lebih kuat.
b) Myopia aksial
Myopia akibat panjanganya sumbu bola mata, dengan
kelengkungan lenssa mata dan kornea yang normal.
2) Menurut derajat beratnya myopia dibedakan dalam:
a) Myopia ringan dimana myopia kecil dari pada 1 – 3 dioptri.
b) Myopia sedang dimana myopia lebih dari antara 3 – 6 dioptri.
c) Myopia berat atau tinggi dimana myopia lebih besar dari 6
dioptri.
3) Menurut perjalanan myopia dikenal bentuk:
a) Myopia stasioner, myopia yang menetap setelah dewasa.
b) Myopia progresif, myopia yang bertambah terus menerus pada
usia dewasa akibat bertambah panjangnya bola mata.
c) Myopia maligna atau degeneratif, myopia yang dapat
mengakibatkan ablasi retina dan kebutaan atau sama dengan
myopia pernisiosa ditemukan pada semua umur dan terjadi
sejak lahir.
b. Hipermetropi
Merupakan keadaan gangguan kekuatan pembiasan mata dimana sinar
sejajar jauh tidak cukup dibiaskan sehingga titim fokusnya terletak
dibelakang retina, hipermetropi dikenal dalam bentuk :
1) Hipermetropi manifestasi
Ialah hipermetropi yang dapat dikoreksi dengan kaca mata positif
maksimal yang memberikan tajam penglihatan yang normal.
2) Hipermetropi laten
Ialah dimana kelainan hipermetropi tanpa sikloplegia ( atau dengan
obat yang melemahkan akomodasi ) diimbangi seluruhnya dengan
akomodasi.
3) Hipermetropi total
Hipermetropi yang ukuranya didapatkan sesudah diberikan
sikloplegia ( obat tetes mata, biasanya diberikan pada anak,
pemberian diberikan selama 3 hari untuk mengetahui kelainan
refraksi ).
c. Afakia
Adalah suatau keadaan dimana mata tidak mempunyai lensa
sehingga mata tersebut menjadi hipermetropi tinggi.
d. Astigmatisme
Adalah kelainan kelengkungan kornea mata. Astigmatisme dikenal
dalam bentuk:
1) Astigmatisme reguler
Adalah Astigmatisme yang memperlihatkan kekuatan pembiasan
bertambah atau berkurang perlahan – lahan secara terataur dari
satau meredian ke meredian berikutnya.
2) Astigmatisme irreguler
Adalah astigmatisme yang terjadi tidak mempunyai 2 meredian
yang tegak lurus.
2. Presbiopi.
Adalah gangguan akomodasi pada usia lanjut yang dpat terjadi akibat
kelemahan otot akomodasi, lensa meta tidak kenyal atau berkurang
elastisitasnya akibat sclerosis lensa.
C. ETIOLOGI
Penyebab kelainan refraksi menurut Ilyas, S. ( 1998 ). Timby, Scherer dan
smith. ( 2000 ) yaitu :
1. Myopia
a. Sumbu optik bola mata lebih panjang.
b. Pembiasan media penglihatan kornea lensa yang terlalu kuat.
2. Hipermetropi
a. Bola mata pendek atau sumbu anteropasterior yang pendek.
b. Kelengkungan kornea atau lensa kurang.
c. Indeks bias kurang pada sistem optik mata.
3. Afakia
Tidak adanya lensa mata.
4. Astigmatisme
a. Kelainan kelengkungan permukaan kornea.
b. Kelainan pembiasan pada miridian lensa yang berbeda.
c. Infeksi kornea.
d. Truma distrofi.
5. Presbiopi
a. Kelemahan otot akomodasi.
b. Lensa mata tidak kenyal atau berkurangnya elastisitas akibat sklerosis
lensa.
D. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi menurut Ilyas ( 1998 ).
Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang
terdiri atas kornea, cairan mata, lensa, badan kaca dan panjangnya bola mata.
Pada orangn normal susunan pembiasan oleh media penglihatan dan
panjangnya bola mata demikian seimbang sehingga bayangan mata dibiaskan
tepat di macula lutea. Mata normal disebut emetropia mata dengan kelainan
refraksi mengakibatkan sinar normal tidak dapat terfokus pada macula. Hal ini
disebabkan oleh kornea yang terlalu mendatar atau mencembung, bola mata
lebih panjang atau pendek lensa berubah kecembungannyaatau tidak ada lensa
mengakibatkan Ametropi dan bila di akibatkan oleh elastisitas lensa yang
kurang atau kelemahan otot akomodasi mengakibatkan presbiopi.
Pada Ametropi apabila bola mata lebih panjang pembiasan kornea
berlebihan atau lensa yang terlalu kuat mengakibatkan pembiasan terlalu kuat
sehingga fokus terletak didepan retina dan penderita mengalami rabun jauh
( myopia )sebaliknya bila bola mata terlalu pendek, indeks bias kurangatau
kelengkungan kornea atau lensa kurang maka pembiasan tidak cukup
sehingga fokus dibelakang retina dan mengakibatkan rabun dekat
( hipermetropi ). Hipermetropi tinggi terjadi akibat mata tidak memiliki lensa
( Afakia ) apabila terjadi kelainan kelengkungan kornea, infeksi kornea,
distrofi atau pembiasan lensa berbeda maka akan mengakibatkan bayangan
ireguler ( Astigmatisme ).
Pada presbiopi elastisitas lensa yang berkurang atau kelemahan otot
akomodasi mengakibatkan daya akomodasi berkurang, sehingga lensa kurang
mencembung dan pembiasan kurang kuat. Untuk melihat mata berakomodasi
terus menerus sehingga terjadi ketegangan otot siliar yang mengakibatkan
mata lelah, dan mata berair jika menekan kelenjar air mata.
Pada ametropi akomodasi juga dilakukan terus menerus agar mata dapat
melihat. Hal ini mengakibatkan mata lelah atau sakit, mata esotropia atau
mata juling ke dalam dan strabismus karena bola mata bersama – sama
konvergensi, serta glaucoma sekunder karena hipertrofi otot siliar pada badan
siliar mempersempit sudut bilik mata.
Rabun jauh atau myopia yang berjalan progresif akan mengakibatkan
kebutaan dan hiperplasi pigmen epitei dan perdarahan, kebutaan dapat terjadi
karena digenari macula dan retina perifer mengakibatkan atrofi lapis sensori
retina dan degennerasi saraf optik. Hiperplasi pigmen epitel dan perdarahan
terjadi karena neovaskularisasi sub retina akibat ruptur membran bruch.
E. MANIFESTASI KLINIS
1. Myopiaa
a. Melihat jelas bila dekat dan melihat jauh kabur ( rabun jauh ).
b. Sakit kepala sering disertai juling.
c. Celah kelopak yang sempit.
d. Astemopia konvergensi.
e. Myopik kresen yaitu: gambaran bulan sabit yang terlihat pada polos
posterior fundus matamyopia yang terdapat pada daerah pupil saraf
optik akibat tidak tertutupnya sklera oleh koroid.
f. Degenerasi macula dan retina bagian perifer.
PATOFISIOLOGI
Kornea mendatar/ cembung
Bola mata ( lebih panjang/pendek)
Lensa( berubah kecembunganya)
Elastisitas lensa berkurang
Kelemahan otot akomodasi
Sinar normal tak focus pada makula
Lensa sukar mencembung
Ametropi Daya akomodasi berkurang
Presbiopi
Untuk melihat akomodasi terus
Tegangan otot siliar
Menekan kelenjar air mataMata lelah
Bola mata lebih panjang.Pembiasan penglihatan kornea terlalu kuat.Lensa terlalu kuat
Bola mata lebih pendek.Indeks bias kurang.Kelengkungan kornea atau lensa kurang
Masjoer, Arif. ( 1999 ). Kapita selekta kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius.
Panduan diagnosa keperawatan NANDA 2005-2006.
Reeves, J. Charlene. ( 2001 ). Keperawatan medikal bedah. Buku satu. Jakarta : Salemba Medika.
Satino, Rita , Henya, A. & siti,L. ( 2000 ) Surgical medical nursing I. Semarang Departemen Of Health Central Java.
Smeltzer,S.C.& Bare, B.G. ( 2000 ) Bruner & sudarts tex book of medical surgical nursing. Phildelphia: Lippincctt William & Wilkins.
Timby, B. K. Jeanne. S. & nancy. F.S. ( 2000 ) introductory medical surgical nursing. Sevent edition : Phildelphia: Lippincctt
Tucker,S.M.Canabbia,M.M. Paquette, E.V. Wells,M.F.( 1992 ). Patient care standards nursing process diagnosis and outcome.5th edition, Mosby Year Book Philadelphia.