PENGGUNAAN PUPUK KANDANG AYAM DAN KELINCI DALAM BUDIDAYA SELADA (Lactuca sativa var. crispa) SECARA HIDROPONIK SISTEM WICK Oleh : RINO NATAMA AJI UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS PERTANIAN MALANG 2017
PENGGUNAAN PUPUK KANDANG AYAM DAN KELINCI DALAM BUDIDAYA SELADA (Lactuca sativa var. crispa)
SECARA HIDROPONIK SISTEM WICK
Oleh : RINO NATAMA AJI
UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS PERTANIAN
MALANG
2017
PENGGUNAAN PUPUK KANDANG AYAM DAN KELINCI
DALAM BUDIDAYA SELADA (Lactuca sativa var. crispa)
SECARA HIDROPONIK SISTEM WICK
Oleh :
RINO NATAMA AJI
135040201111094
MINAT BUDIDAYA PERTANIAN
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
Gelar Sarjana Pertanian Strata Satu (S-1)
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS PERTANIAN
JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
MALANG
2017
i
PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa segala pernyataan dalam skripsi ini merupakan
hasil penelitian saya sendiri, dengan bimbingan komisi pembimbing. Skripsi ini
tidak pernah ditujukan untuk memperoleh gelar di perguruan tinggi manapun dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang dengan jelas di tunjukkan
rujukannya dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Malang, Desember 2017
ii
LEMBAR PERSETUJUAN
Judul Skripsi : Penggunaan Pupuk Kandang Ayam dan Kelinci dalam
Budidaya Selada (Lactuca sativa var. crispa) secara
Hidroponik Sistem Wick
Nama : Rino Natama Aji
NIM : 135040201111094
Minat : Budidaya Pertanian
Program Studi : Agroekoteknologi
Disetujui,
Pembimbing Utama,
Ir. Koesriharti, MS.
NIP. 195808301983032002
Mengetahui,
Ketua Jurusan Budidaya Pertanian
Dr. Ir. Nurul Aini, MS.
NIP. 196010121986012001
Tanggal Persetujuan :
iii
LEMBAR PENGESAHAN
Mengesahkan
MAJELIS PENGUJI
Penguji I, Penguji II,
Dr. Ir. Nurul Aini, MS. Ir. Koesriharti, MS.
NIP. 196010121986012001 NIP. 195808301983032002
Penguji III,
Prof. Ir. Syukur Makmur Sitompul, Ph.D.
NIP. 195007161980031003
Tanggal Lulus:
iv
RINGKASAN
RINO NATAMA AJI. 135040201111094. Penggunaan Pupuk Kandang
Ayam dan Kelinci dalam Budidaya Selada (Lactuca sativa var. crispa) secara
Hidroponik Sistem Wick.Dibawah bimbingan Ir. Koesriharti, MS.
Tanaman selada merupakan salah satu komoditas sayuran hortikultura
yang memiliki prospek bagus untuk dikembangkan.Permintaan pasar terhadap
sayuran terus bertambah seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk
Indonesia.Namun hal tersebut tidak diimbangi dengan luas area pertanian yang
semakin sempit terutama di Pulau Jawa.Salah satu solusi untuk mengatasi
masalah tersebut yaitu melalui teknik budidaya secara hidroponik.Jenis sistem
hidroponik yang paling sederhana, murah, dan mudah diterima oleh masyarakat
adalah sistem wick.Cara kerja sistem ini dengan memanfaatkan gaya kapilaritas
dari sumbu untuk menghubungkan larutan nutrisi dan media tanam. Budidaya
selada secara hidroponik sistem wick ini juga sesuai untuk mendukung program
Kementrian Pertanian Indonesia yaitu KRPL denganmemanfaatkan pekarangan
rumah sebagai lahan budidaya untuk memenuhi kebutuhan pangan dan gizi
keluarga. Namun budidaya hidroponik masih menggunakan pupuk kimia AB mix
untuk mencukupi kebutuhan unsur hara tanaman. Kotoran ayam dan kelinci
merupakan sumber bahan organik yang memiliki kandungan unsur nitrogen (N)
tinggi dan dapat dimanfaatkan untuk mengurangi dosis kimia pada budidaya
hidroponik.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kombinasi nutrisi AB Mix,
pupuk cair kotoran ayam, dan pupuk cair kotoran kelinci yang optimum untuk
pertumbuhan dan hasil tanaman selada secara hidroponik sistem wick sebagai
nutrisi alternatif yang dapat mengurangi penggunaan nutrisi AB Mix. Hipotesis
yang diajukan yaitu penggunaan pupuk cair kotoran ayam dan kotoran kelinci
dapat mengurangi penggunaan nutrisi AB Mix pada budidaya selada secara
hidroponik sistem wick. Penelitian ini dilaksanakan di Greenhouse UPT Pelatihan Kerja Pertanian
dan Pengembangan Tenaga Kerja Luar Negeri Wonojati, Singosari,
Malang.Analisis kandungan unsur hara NPK larutan nutrisi dan analisis jaringan
tanaman unsur hara N dilakukan di laboratorium kimia tanah BPTP
Karangploso.Penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai Juli 2017.Alat yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu tray persemaian, bak tanam plastic (35 cm x
28 cm x 12 cm), styrofoam berisi 6 lubang tanam diameter 4cm, media tanam
rockwool, netpot, kain flannel, aerator, gelas ukur 100 ml, penggaris, timbangan
digital, Leaf Area Meter (LAM),Total Disolved Solid(TDS) meter, pH meter,
karung,tong volume 100 liter, timba plasik, pengaduk, camera digital, dan alat
tulis. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu benih selada varietas new
grand rapid, air, sitrun (citric acid), EM4, nutrisi AB mix, kotoran ayam, dan
kotoran kelinci.Penelitian ini dirancang menggunakan Rancangan Acak
Kelompok (RAK) yang terdiri atas 11 perlakuan dengan 3 kali ulangan. Perlakuan
yang digunakan yaitu P1 (AB mix 100%), P2 (kotoran ayam 100%), P3 (AB mix
50% + kotoran ayam 50%), P4 (AB mix 25% + kotoran ayam 75%), P5 (kotoran
kelinci 100%), P6 (AB mix 50% + kotoran kelinci 50%), P7 (AB mix 25% +
kotoran kelinci 75%), P8 (AB mix 50% + kotoran ayam 25% + kotoran kelinci
25%), P9 (AB mix 25% + kotoran ayam 50% + kotoran kelinci 25%), P10 (AB
v
mix 25% + kotoran ayam 25% + kotoran kelinci 50%), dan P11 (kotoran ayam
50% + kotoran kelinci 50%). Pengamatan yang dilakukan yaitu pertumbuhan
secara non destruktif (tinggi tanaman dan jumlah daun) serta panen secara
destruktif (luas daun, bobot segar total per tanaman, bobot segar konsumsi per
tanaman, bobot segar akar, dan panjang akar). Data yang diperoleh dianalisis
dengan metode analisis ragam berdasarkan uji F 5%.Apabila terdapat pengaruh
nyata makan di uji lanjut menggunakan uji BNJ 5%.
Hasil penelitian menunjukan bahwa penggunaan pupuk kandang ayam dan
kelinci dengan takaran yang tepat dapat mengurangi penggunaan pupuk kimia AB
mix dalam budidaya tanaman selada secara hidroponik sistem wick. Penggunaan
pupuk cair pukan kelinci 100% (P5) menghasilkan bobot segar total per tanaman
yang lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan pupuk cair pukan ayam
100% (P2), AB mix 50% + pukan ayam 50% (P3), dan pukan ayam 50% + pukan
kelinci 50% (P11), yaitu menghasilkan bobot segar total per tanaman sebesar
76,55 gram.
vi
SUMMARY
RINO NATAMA AJI. 135040201111094. The Use of Chicken Manure and
Rabbit Manureon Cultivation of Lettuce (Lactuca sativa var. crispa) in
Hydroponics Wick System. Supervised by Ir. Koesriharti, MS.
Lettuce is one of vegetable horticulture commodities that have good
prospects for developed.Market demand for vegetable increased with increasing
population Indonesia. But the area of agriculture in Indonesia is getting narrower,
especially in Java Island. One of solution to overcome this problem is by
hydroponic technique. Type of hydroponic system most simple, cheap, and
readily accepted by the public is the wick system. The system works by utilizing
the capillary of wick to connect a nutrient solution and growing media.Cultivation
of lettuce hydroponic wick system is also appropriate with Ministry of Agriculture
Indonesia program that is KRPL. KRPL is program to utilize the home yard as a
field of cultivation so the food and nutrition needs of the family is sufficient. But
hydroponics cultivation is still using chemical fertilizer AB mix to sufficenutrition
of plant. Chicken manure and rabbit manure is source of organic material having
high nitrogen (N) element content and can be utilized to reduce the chemical dose
on hydroponic cultivation.This research aims toknow the combination of AB mix
nutrient, liquid fertilizer chicken manure and rabbit manure optimum on growth
and yield of lettuce in hydroponics wick system as alternative nutrient to reduce
the use of AB mix. Hypothesis is the use of liquid fertilizers chicken manure and
rabbit manure can reduce the use of AB mix nutrient in the cultivation of
lettuce(Lactuca sativa var. crispa) in hydroponic wick system.
This research will be conducted in Greenhouse UPT Pelatihan Kerja
Pertanian dan Pengembangan Tenaga Kerja Luar Negeri Wonojati, Singosari,
Malang.Analysis laboratory of NPK content in nutrient solution and nitrogen
content in plant tissues conducted in the soil chemical laboratory BPTP
Karangploso. This research will be conducted from April until July 2017. The
tools used in this research is nursery tray, plastic tub (35cm x 28cm x 12cm),
styrofoam 6 planting hole diameter 4cm, rockwool, netpot, flannel, aerator,
measuring cup, ruler, weigher, Leaf Area Meter (LAM),Total Disolved
Solid(TDS) meter, pH meter, sack, drum volume 100 Liters, bucket plastic, mixer,
camera digital, and stationary. Materials used in this research is seed lettuce
varieties new grand rapid, water, EM4, molasses, citric acid, AB mix nutrient,
chicken manure and rabbit manure. This reaserch using a randomized block
design, which consists of 11 treatments and 3 replication. The treatment used is
P1 (AB mix 100%), P2 (chicken manure 100%), P3 (AB mix 50% + chicken
manure 50%), P4 (AB mix 25% + chicken manure 75%), P5 (rabbit manure
100%), P6 (AB mix 50% + rabbit manure 50%), P7 (AB mix 25% + rabbit
manure 75%), P8 (AB mix 50% + chicken manure 25% + rabbit manure 25%), P9
(AB mix 25% + chicken manure 50% + rabbit manure 25%), P10 (AB mix 25% +
chicken manure 25% + rabbit manure 50%), and P11 (chicken manure 50% +
rabbit manure 50%). The observations made are growth as destructive (height
plant and number of leaves) and yield as non destructive (leaf area, total fresh
weight per plant, consumption of fresh weight per plant, root fresh weight and
root length). Data were analyzed by using analysis of variance by F test 5%.If
vii
there is real influence then in a further test using test honest significant difference
(HSD) 5%.
The results indicated that the useof chicken manure and rabbit manure
with the right dosage can reduce the use of chemical fertilizer AB mix in the
cultivation of lettuce on hydroponic wick system.Total fresh weight per plant on
the use of liquid fertilizer rabbit manure 100% (P5) is higher than treatment
chicken manure 100% (P2), AB mix 50% + chicken manure 50% (P3), and
chicken manure 50% + rabbit manure 50% (P11), it’s produces the highest weight
of 76,55 grams.
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada kehadirat Allah SWT atas rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul“Penggunaan Pupuk Kandang Ayam dan Kelinci dalam Budidaya Selada
(Lactuca sativa var. crispa) secara Hidroponik Sistem Wick” sebagai salah satu
syarat untuk memperoleh gelar sarjana pertanian strata satu (S-1) di Fakultas
Pertanian Universitas Brawijaya Malang.
Pada kesempatan kali ini penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Ibu Ir. Koesriharti, MS.selaku dosen pembimbing utama yang telah
membimbing dan mengarahkan penulis dalam pengerjaanskripsi ini.
2. Dr. Ir. Nurul Aini, MS. selaku dosen pembahas yang telah memberikan
koreksi, nasihat, dan arahan kepada penulis.
3. Prof. Ir. Syukur Makmur Sitompul, Ph.D. selaku ketua majelis yang telah
memberikan koreksi, nasihat, dan masukan kepada penulis.
4. Kedua orang tua dan keluarga yang selalu memberikan doa,motivasi, dan
semangat untuk kesuksesan penulis.
5. Dwi Rahminingrum yang selalu memberikan motivasi dan selalu ada waktu
untuk membantu penulis mulai dari awal penelitian hingga terselesaikannya
skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak
kekurangan, namun penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
penulis pribadi dan para pembaca. Kritik dan saran yang sifatnya membangun
sangat diharapkan demi penyempurnaan penulisan selanjutnya.
Malang, Desember 2017
Penulis
ix
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Lumajang pada tanggal 8 Juni 1994 sebagai putra
kedua dari dua bersaudara, dari Bapak Sentot Endro Santoso dan Ibu Sri Arba’ati.
Penulis menempuh pendidikan dasar di SDN Ditotrunan 1 Lumajang pada
tahun 2001 – 2007. Kemudian penulis melanjutkan sekolah ke SMPN 1
Sukodono, Lumajang pada tahun 2007 – 2010.Pada tahun 2010 hingga 2013,
penulis melanjutkan sekolahnya di SMAN Tempeh, Lumajang.Pada tahun 2013,
penulis melanjutkan studi sebagai mahasiswa Strata-1 Program Studi
Agroekoteknologi Minat Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas
Brawijaya Malang, Jawa Timur melalui jalur SNMPTN.
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di bidang seni musik yang
tergabung menjadi bassist dari band bernama KANNE.Penulis pernah mendapat
kesempatan untuk menjadi guest star di beberapa acara yaitu The 5th
Internasional
Scholarship Seminar “Get Scholarship, Give Charity, Approach Your Success!”
di Gedung Widyaloka UB pada tahun 2015, Fresh di Fakultas Pertanian UB pada
tahun 2015, E-Fest Expo Marketing Fair di Politeknik Negeri Malang pada tahun
2015, Nature Fest Impala UB pada tahun 2016, Bhinneka Fashion Exhibition
Universitas Negeri Malang di Matos pada tahun 2016, Kopdar Bareng Komunitas
di Matos pada tahun 2016, No Major Label Jamming Session with KANNE di
Radio Elfara 98,6 FM pada tahun 2016, Entrepreneur Festival di Politeknik
Negeri Malang pada tahun 2016, Marketing Fair “Show Off Your Creativity and
Inovation” di Politeknik Negeri Malang pada tahun 2017,Kandang Musik di
Fakultas Peternakan UB pada tahun 2017, dan 17th
Anniversary Kopma Padang
Bulan UIN Malang pada tahun 2017.
x
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN ...................................................................................................... iv
SUMMARY ......................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ....................................................................................... viii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ............................................................................. ix
DAFTAR ISI ......................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xv
1. PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2 Tujuan ......................................................................................................... 2
1.3 Hipotesis ..................................................................................................... 2
2. TINJAUAN PUSTAKA................................................................................... 3
2.1 Tanaman Selada ......................................................................................... 3
2.2 Kebutuhan Unsur Hara Tanaman Selada ................................................... 6
2.3 Hidroponik Sistem Wick ............................................................................ 7
2.4 Nutrisi AB Mix ........................................................................................... 9
2.5 Pupuk Cair Kotoran Ayam ....................................................................... 10
2.6 Pupuk Cair Kotoran Kelinci ..................................................................... 11
3. BAHAN DAN METODE .............................................................................. 13
3.1 Tempat dan Waktu ................................................................................... 13
3.2 Alat dan Bahan ......................................................................................... 13
3.3 Metode penelitian ..................................................................................... 13
3.4 Pelaksanaan Percobaan ............................................................................. 14
3.4.1 Pembuatan Larutan Nutrisi AB Mix .............................................. 14
3.4.2 Pembuatan Pupuk Cair Kotoran Ayam dan Kotoran Kelinci ........ 15
3.4.3 Pembibitan Benih ........................................................................... 16
3.4.4 Pembuatan Sistem Wick ................................................................. 16
3.4.5 Penanaman ..................................................................................... 16
3.4.6 Pemeliharaan .................................................................................. 17
xi
3.4.7 Panen .............................................................................................. 17
3.5 Pengamatan Percobaan ............................................................................. 17
3.6 Analisa Labratorium ................................................................................. 18
3.7 Analisa Data ............................................................................................. 18
4. Hasil dan Pembahasan..................................................................................... 19
4.1 Hasil .......................................................................................................... 19
4.1.1 Tinggi Tanaman ............................................................................. 19
4.1.2 Jumlah Daun ................................................................................... 21
4.1.3 Luas Daun ...................................................................................... 23
4.1.4 Bobot Segar Total per Tanaman ..................................................... 24
4.1.5 Bobot Segar Konsumsi per Tanaman ............................................. 25
4.1.6 Panjang Akar dan Bobot Segar Akar ............................................. 26
4.2 Pembahasan .............................................................................................. 27
5. Kesimpulan dan Saran..................................................................................... 32
5.1 Kesimpulan ............................................................................................... 32
5.2 Saran ......................................................................................................... 32
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 33
LAMPIRAN ........................................................................................................ 36
xii
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
Teks
1. Kebutuhan Konsenterasi Larutan Nutrisi dan pH pada Beberapa
Tanaman .................................................................................................. 7
2. Komposisi Pembuatan Larutan Stok AB Mix Sayuran Daun ................. 9
3. Batas Kisaran Konsenterasi Unsur Hara yang Terkandung pada Larutan
Nutrisi AB Mix ..................................................................................... 10
4. Kandungan Unsur Hara pada Berbagai Kotoran Ternak ...................... 11
5. Kandungan Unsur Hara Paitan dibandingkan dengan Unsur Pupuk
Kandang ................................................................................................ 12
6. Kandungan Bahan Dasar Nutrisi AB Mix Hydromart Lettuce ............. 14
7. Rerata Tinggi Tanaman Selada Akibat Penggunaan Pupuk Cair Kotoran
Ayam dan Kelinci pada Umur 7 – 35 HST ........................................... 20
8. Rerata Jumlah Daun Selada Akibat Penggunaan Pupuk CairKotoran
Ayam dan Kelinci pada Umur 7 – 35 HST ........................................... 22
9. Rerata Luas Daun per Tanaman Selada Akibat Penggunaan Pupuk Cair
Kotoran Ayam dan Kelinci (Pengamatan Panen) ................................. 23
10. Rerata Bobot Segar Total per Tanaman Selada Akibat Penggunaan
Pupuk Cair Kotoran Ayam dan Kelinci ................................................ 24
11. Rerata Bobot Segar Konsumsi per Tanaman Selada Akibat Penggunaan
Pupuk Cair Kotoran Ayam dan Kelinci ................................................ 25
12. Rerata Panjang Akar dan Bobot Segar Akar Selada Akibat Penggunaan
Pupuk Cair Kotoran Ayam dan Kelinci .............................................................. 26
xiii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
Teks
1. Selada kepala (Lactuca sativa var. capitata) ........................................... 4
2. Selada romain (Lactuca sativa var. longifolia) ....................................... 4
3. Selada daun (Lactuca sativa var. crispa)................................................. 5
4. Selada batang (Lactuca sativa var. aspirgana) ........................................ 5
5. Rangkaian sistem wick ............................................................................ 8
6. Penambahan air 100 liter kedalam tong ................................................ 50
7. Penambahan EM4 10 ml ....................................................................... 50
8. Penambahan molase 10 ml .................................................................... 50
9. Memasukkan pukan kedalam tong ........................................................ 50
10. Pencampuran pukan kelinci, EM4, dan molase .................................... 50
11. Pencampuran pukan ayam, EM4, dan molase ...................................... 50
12. Hasil pengomposan pukan ayam ketika sudah matang ......................... 51
13. Hasil pengomposan pukan kelinci ketika sudah matang....................... 51
14. Memasukkan bahan nutrisi Mix A ke dalam air dengan volume
5 liter ..................................................................................................... 52
15. Pengadukan bahan nutrisi Mix A hingga larut ...................................... 52
16. Memasukkan bahan nutrisi Mix B ke dalam air dengan volume
5 liter .................................................................................................... 52
17. Pengadukan bahan nutrisi Mix B hingga larut ..................................... 52
18. Hasil pembuatan larutan nutrisi AB mix .............................................. 52
19. Penyaringan pupuk cair kotoran ayam ................................................. 53
20. Penyaringan pupuk cair kotoran kelinci ............................................... 53
21. Pupuk cair kotoran ayam setelah dilakukan penyaringan .................... 53
22. Pupuk cair kotoran kelinci setelah dilakukan penyaringan .................. 53
23. Benih selada varietas new grand rapid ................................................. 53
24. Benih sudah ditanam pada rockwool ................................................... 53
25. Bibit selada umur 3 HSS ...................................................................... 54
26. Bibit selada umur 7 HSS ...................................................................... 54
27. Bibit selada umur 14 HSS .................................................................... 54
xiv
28. Bibit selada dipindahkan kedalam netpot untuk di transplanting ke
bak tanam ............................................................................................ 54
29. Penambahan larutan nutrisi ke dalam bak tanam sesuai dosis
perlakuan ............................................................................................. 54
30. Hasil panen perlakuan P1 .................................................................... 55
31. Hasil panen perlakuan P2 .................................................................... 55
32. Hasil panen perlakuan P3 .................................................................... 55
33. Hasil panen perlakuan P4 .................................................................... 55
34. Hasil panen perlakuan P5 .................................................................... 55
35. Hasil panen perlakuan P6 .................................................................... 55
36. Hasil panen perlakuan P7 .................................................................... 56
37. Hasil panen perlakuan P8 .................................................................... 56
38. Hasil panen perlakuan P9 .................................................................... 56
39. Hasil panen perlakuan P10 .................................................................. 56
40. Hasil panen perlakuan P11 .................................................................. 56
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
Teks
1. Deskripsi Selada Varietas New Grand Rapid ....................................... 36
2. Denah Percobaan ................................................................................... 37
3. Denah Penataan Tanaman pada Setiap Bak Tanam .............................. 38
4. Perhitungan Kebutuhan Air dan Pupuk Cair ......................................... 39
5. Dosis Larutan Nutrisi dalam Satu Bak Tanam (7 Liter Air) ................. 42
6. Langkah-Langkah Pembuatan Larutan Nutrisi AB Mix ....................... 43
7. Langkah-Langkah Pembuatan Pupuk Cair Kotoran Ayam dan
Kotoran Kelinci ..................................................................................... 44
8. Hasil Analisis Laboratorium Larutan Nutrisi ........................................ 45
9. Hasil Analisis Laboratorium Jaringan Tanaman ................................... 46
10. Hasil Analisis Ragam Parameter Pengamatan Tinggi Tanaman pada
Berbagai Umur Pengamatan ................................................................. 47
11. Hasil Analisis Ragam Parameter Pengamatan Jumlah Daun pada
Berbagai Umur Pengamatan ................................................................. 48
12. Hasil Analisis Ragam Parameter Pengamatan Panen ........................... 49
13. Dokumentasi Proses pengomposan Kotoran Ayam dan Kelinci .......... 50
14. Dokumentasi Hasil Pengomposan Kotoran Ayam dan kelinci ............. 51
15. Dokumentasi Pembuatan Larutan Nutrisi AB Mix ............................... 52
16. Dokumentasi Penyemaian Benih dan Penambahan Larutan Nutrisi
pada Bak Tanam ................................................................................... 53
17. Dokumentasi Panen Tanaman Selada ................................................... 55
1
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tanaman selada merupakan salah satu komoditas sayuran hortikultura
yang banyak digemari oleh masyarakat. Kandungan gizi yang terdapat pada
tanaman selada sangatbaik untuk kesehatan tubuh manusia. Menurut Pracaya dan
Kartika (2016), selada mengandung gizi yang cukup tinggi, terutama sebagai
sumber mineral, vitamin, asam folat, dan serat yang tak kalahdengan jeruk
ataupun bayam.Komoditas ini mempunyai prospek bagus untuk dikembangkan.
Daya tarik utama tanaman ini adalah memiliki masa panen yang pendek, pasar
yang terbuka luas dan harga yang relatif stabil.
Permintaan pasar terhadap sayuran terus bertambah seiring dengan
bertambahnya jumlah penduduk Indonesia dan meningkatnya kesadaran
masyarakat terhadap kesehatan. Namun bertambahnyapermintaan pasar tersebut
tidak diimbangi dengan luas area pertanian yang semakin sempit terutama di
Pulau Jawa. Sekretariat Jendral Kementrian Pertanian (2014) mengemukakan
bahwa luas lahan sawah di Pulau Jawa mengalami penurunan 0,9% dari tahun
2012 – 2013. Pada tahun 2012 luas lahan sawah di Jawa yaitu 3.444.282,58
hektar, kemudian pada tahun 2013 berkurang menjadi 3.141.377 hektar. Hal
tersebut disebabkan oleh pertumbuhan populasi penduduk di Pulau Jawa yang
semakin tidak terkendali, sehingga dilakukan alih fungsi lahan pertanian menjadi
pemukimanuntuk tempat tinggal mereka.
Salah satu solusi untuk mengatasi masalah tersebut yaitu melalui teknik
budidaya secara hidroponik. Teknik ini dapat diaplikasikan pada lahan sempit
dengan populasi tanaman yang tinggi, pemakaian pupuk lebih efektif, bebas
pestisida, perawatan tanaman lebih terkontrol, dan kualitas hasil panen lebih
terjamin. Jenis sistem hidroponik yang paling sederhana dan murah adalah sistem
wick atau sumbu. Sistem ini cocok digunakan oleh semua kalangan termasuk
pemula hidroponik. Cara kerja sistem ini dengan memanfaatkan gaya kapilaritas
dari sumbu untuk menghubungkan larutan nutrisi dan media tanam. Budidaya
selada secara hidroponik sistem wick ini juga sesuai untuk mendukung program
Kementrian Pertanian Indonesia yaitu KRPL (Kawasan Rumah Pangan Lestari)
terutama pada pekarangan rumah yang memiliki lahan terbatas. KRPL adalah
2
pemanfaatan pekarangan rumah yang ramah lingkungan sebagai lahan budidaya
untuk memenuhi kebutuhan pangan dan gizi keluarga. Apabila program KRPL ini
dapat terealisasi dengan baik, maka kebutuhan pangan keluarga akan tercukupi
tanpa bergantung pada pasar, serta strategi pemerintah untuk mewujudkan
ketahanan dan kemandirian pangan akan tercapai.
Namun budidayahidroponikmasih menggunakan pupuk kimia AB mix
untuk mencukupi kebutuhan unsur hara tanaman. Bahan organikdapat
dimanfaatkan untuk mengurangi dosis kimia pada budidaya hidroponik.
Sehinggahasil panen yang dihasilkan merupakan produk organikyang baik untuk
kesehatan manusia.Kotoran ayam dan kelincimerupakan sumber bahan organik
yang memiliki kandungan unsur nitrogen (N) yang lebih tinggi dari pada kotoran
ternak yang lain. Kandungan unsur hara pada kotoran kelinci yaitu 1,22 % N, 0,87
% P, dan 0,57 % K, sedangkan pada kotoran ayam mengandung 2,71 % N, 1,32 %
P, dan 1,45 % K (Brown, 2013). Unsur N sangat dibutuhkan oleh tanaman untuk
pembentukan organ vegetatif. Oleh karena itu kotoran ayam dan kelincidapat
diaplikasikan sebagai nutrisi alternatif pada tanaman selada yang dipanen hanya
pada fase vegetatif saja.
1.2 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahuikombinasinutrisi AB Mix, pupuk
cair kotoran ayam, dan pupuk cair kotoran kelinci yang dapat digunakan sebagai
nutrisi alternatif dalammengurangi penggunaan nutrisi AB Mix.
1.3 Hipotesis
Penggunaan pupuk cair kotoran ayam dan kotoran kelinci dapat
mengurangi penggunaan nutrisi AB Mix pada budidaya selada secara hidroponik
sistem wick.
3
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Selada
Menurut Rukmana (1994), tanaman selada termasuk dalam kingdom
tumbuhan (plantae), divisi spermatofita, kelas dikotil (berkeping dua) dan famili
Compositae(Asteraceae). Tanaman selada masih satu famili dengan tanaman
andewi atauendive (Cichorium endive L.) yang umumnya juga ditanam untuk
sayuran. Genus selada termasuk dalam Lactuca, dengan nama spesies yaitu
Lactuca sativa L.
Selada termasuk dalam tanaman semusim yang banyak mengandung air.
Batangnya pendek berbuku-buku sebagai tempat tumbuhnya daun. Daun selada
berbentuk panjang bulat. Ukuran panjangnya dapat mencapai ±25 cm dan
lebarnya ±15 cm.Sistem perakaran tanaman selada yaitu tunggang dan cabang-
cabang akar menyebar ke semua arah dengan kedalaman mencapai 25 – 50 cm.Di
daerah yang beriklim sedang (sub-tropis), tanaman selada mudah berbunga.
Bunga selada berwarna kuning. Bunga ini menghasilkan buah berbentuk polong
yang berisi biji. Biji selada berbentuk oval, berukuran kecil pipih, dan bagian
ujungnya lancip (Rukmana, 1994).
Menurut Pracaya (2007), tanaman selada dikelompokkan menjadi empat
jenis, yaitu selada kepala (Lactuca sativa var. capitata), selada silindris (Lactuca
sativa var.longifolia), selada daun (Lactuca sativa var. crispa), dan selada batang
(Lactuca sativa var.aspirgana).
1. Selada kepala (Lactuca sativa var.capitata), selada ini disebut juga selada
kol, karena memiliki bentuk daun yang kompak seperti kepala atau kol,
hanya lebih kecil dan kurang keras, daunnya lebar, hampir bulat, halus dan
lembut (Gambar 1). Selada kepala ini dapat tumbuh baik dan membentuk
kepala apabila ditanam di dataran tinggi. Selada kepala dibagi menjadi 2
macam berdasarkan bentuk daunnya yaitu crisphead (berdaun keriting)
dan butterhead (berdaun lurus).
4
(a) (b)
Gambar 1. Selada kepala (Lactuca sativa var. capitata)
(a) Crisphead lettuce
(b) Butterhead lettuce Sumber: www.rijkzwaan.com.au
2. Selada silindris (Lactuca sativa var.longifolia), selada ini disebut juga
selada cos atau selada romain. Krop dari selada ini berbentuk kerucut atau
silinder. Daunnya memanjang, ujungnya lengkung, bertekstur keras, kaku,
dan agak kasar (Gambar 2). Menurut Haryantoet al. (2007), selada romain
memiliki daun yang lebih tegak daripada daun selada pada umunya.
Ukurannya besar dengan warna daun hijau tua.
Gambar 2. Selada romain(Lactuca sativa var. longifolia) Sumber: www.rijkzwaan.com.au
3. Selada daun (Lactuca sativa var. crispa), selada ini merupakan jenis selada
yang tidak membentuk krop. Menurut Haryantoet al. (2007), jenis selada
daun memiliki helaian daun yang lepas dan tepi daunnya berombak atau
bergerigi, serta memiliki warna daun hijau atau merah (Gambar 3). Selada
daun biasa dibudidayakan pada dataran rendah, daunnya memiliki rasa
renyah dan berwarna hijau segar.
5
Gambar 3. Selada daun (Lactuca sativa var. crispa), Sumber: www.rijkzwaan.com.au
4. Selada batang (Lactuca sativa var. aspirgana), Selada jenis ini memiliki
ciri-ciri daun berukuran besar, panjang dan bertangkai lebar, serta
berwarna hijau terang. Daunnya berlepasan ,tidak membentuk krop, dan
memiliki ukuran batang lebih besar dari jenis selada yang lain (Gambar 4).
Gambar 4. Selada batang (Lactuca sativa var. aspirgana) Sumber: www.specialtyproduce.com
Selada dapat tumbuh di dataran tinggi ataupun rendah. Namun hampir
semua tanaman selada dibudidayakan pada dataran tinggi. Hanya jenis selada
daun saja yang masih toleran terhadap dataran rendah. Pada penanaman di dataran
tinggi, jenis selada kepala (selada kol) menghasilkan bentuk krop yang lebih baik
daripada dibudidayakan pada di dataran sedang atau rendah (Haryantoet al.,
2007).
Menurut Sastradihardja (2011), daerah yang cocok untuk penanaman
selada adalah daerah yang memiliki ketinggian sekitar 500 – 2000 m dpl dan suhu
rata-rata 15º-20ºC. Waktu tanam yang paling cocok untuk tanaman selada yaitu
pada waktu akhir musim hujan (Maret/April). Akan tetapi selada dapat pula
ditanam pada musim kemarau, asalkan dilakukan penyiraman air yang cukup.
Selada memerlukan sinar matahari yang cukup (tidak banyak awan) dan tempat
yang terbuka.
6
Menurut Zulkarnain (2013), tanaman selada masih dapat diusahakan di
tanah dengan kandungan hara yang rendah asalkan diberi pupuk organik yang
memadai. Ketersediaan air yang terus menerus sangat penting untuk mendapatkan
hasil panen yang berkualitas tinggi karena sebagian besar tanaman terdiri dari air
dan kualitasnya ditentukan oleh air yang dikandungnya. Oleh karena itu,
kelembaban tanah yang tinggi perlu dijaga selama pertumbuhan selada.
Hasil penelitian Rohmah (2009), menunjukkan bahwa selada kultivar
crispa memberikan hasil indeks luas daun yang tinggi pada jarak tanam 20cm x
15cm. Perlakuan jarak tanam 20cm x 15cm menunjukkan bobot segar tanaman
per ha dan bobot segar konsumsi per ha yang lebih tinggi dibandingkan dengan
jarak tanam 25cm x 25cm dan 30cm x 25cm.
1.2 Kebutuhan Unsur Hara Tanaman Selada
Unsur hara memiliki pengaruh penting dalam pertumbuhan dan
perkembangan tanaman. Tanaman membutuhkan unsur hara yang cukup dan
seimbang agar dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Apabila tanaman
mengalami kekurangan (defisiensi) atau kelebihan (toksisitas) unsur hara, maka
pertumbuhan tanaman menjadi tidak normal sehingga berpengaruh pada kualitas
dan kuantitas hasil panen (Jones, 2005).
Menurut Roberto (2003), unsur hara esensial yang dibutuhkan oleh
tanaman dibagi menjadi dua yaitu unsur hara makro dan mikro. Unsur hara makro
adalah unsur hara yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang relatif besar.
Contohnya yaitu nitrogen (N), fosfor (P), kalium (K), kalsium (Ca), magnesium
(Mg), belerang (S). Sedangkan unsur hara mikro adalah unsur hara yang
dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang relatif kecil, namun apabilaberlebihan
dapat menjadi racun.Unsur hara ini diantaranya besi (Fe), mangan (Mn), boron
(B), molibdenum (Mo),Tembaga (Cu), Seng (Zn) dan Klor (Cl).
Pada dasarnya nutrisi hidroponik memegang peran penting dalam
pertumbuhan tanaman, karena budidaya hidroponik tanpa menggunakan media
tanah sehingga kebutuhan unsur hara tanaman hanya dapat terpenuhi melalui
pemberian larutan nutrisi. Ketersediaan unsur hara pada larutan nutrisi hidroponik
dapat diketahui dari nilai EC (Electrical Conductivity) ataupun TDS (Total
Dissolve Solid) dari larutan nutrisi tersebut. Raviv dan Leith (2008)
7
mengemukakan bahwaEC (Electrical Conductivity) merupakan kepekatan unsur
hara dalam larutan, semakin pekat larutan maka semakin besar kemampuan
penghantaran aliran listrik, karena muatan ion yang terkandung pada larutan
nutrisi tersebut juga tinggi. Sedangkan TDS (Total Dissolve Solid) adalah ukuran
zat terlarut (baik itu zat organik maupun anorganik) yang terdapat pada sebuah
larutan. TDS meter menggambarkan jumlah zat terlarut dalam Part Per
Million (PPM) atau sama dengan milligram per Liter (mg/L).Setiap tanaman
memiliki standart nilai EC dan TDSlarutan nutrisi yang berbeda.Hasil penelitian
Setiawan (2007), menunjukkan bahwa tanaman selada dapat tumbuh optimum
pada nilai EC 1,56 – 1,74 mS/cm. Pada perlakuan tersebut memberikan pengaruh
nyata terhadap parameter pertumbuhan tanaman dan hasil panen tanaman selada
dengan berat total per tanaman yang dihasilkan adalah 56,115 gram. Menurut
Roberto (2003), tanaman selada dapat tumbuh dengan baik pada konsentrasi 560 –
840 ppm, dengan pH berkisar 6,0 – 7,0 (Tabel 1).
Tabel 1. Kebutuhan Konsentrasi Larutan Nutrisi dan pH pada Beberapa Tanaman
(Roberto, 2003)
Jenis Tanaman pH Ppm
Basil 5,5 – 6,5 700 – 1120
Brokoli 6,0 – 6,8 1900 – 2450
Bayam 6,0 – 7,0 1260 – 1610
Cabai 6,0 1260 – 1540
Mentimun 5,5 – 6,0 1100 – 1750
Melon 5,5 – 6,0 1400 – 1750
Tomat 5,5 – 6,5 1400 – 3500
Selada 6,0 – 7,0 560 – 840
1.3 Hidroponik Sistem Wick
Menurut Jones (2005), hidroponik merupakan suatu cara budidaya
tanaman tanpa menggunakan media tanah, tetapi menggunakan larutan nutrisi
untuk mencukupi kebutuhan hara tanaman. Media yang biasa digunakan yaitu air,
pasir, gravel, vermikulit, rockwool, perlite, peat moss, sabut kelapa ataupun
serbuk gergaji. Hidroponik dibagi menjadi dua yaitu kultur air (air sebagai media
8
dan penyedia unsur hara) dan kultur substrat (menggunakan media padat bukan
tanah).
Kelebihan dari budidaya tanaman secara hidroponik yaitu tidak
membutuhkan lahan yang luas, populasi tanaman yang lebih tinggi, tanaman lebih
steril karena tidak terkontaminasi oleh tanah, penggunaan air dan pupuk lebih
efisien, faktor lingkungan lebih terkontrol, dan hasil yang diperoleh lebih
memuaskan daripada budidaya konvensional. Kelemahan dari system hidroponik
yaitu membutuhkan biaya oprasional yang mahal, membutuhkan pengetahuan
khusus dalam proses budidaya hidroponik, dan penyebaran penyakit lebih cepat
daripada budidaya konvensional (Jensen, 1981).
Menurut Syarieva (2014), sistem wick merupakan salah satu contoh
hidroponik kultur air yang paling sederhana dan biaya oprasional yang lebih
rendah daripada sistem hidroponik yang lain. Sumber biaya tertinggi hanya
berasal dari benih dan nutrisi. Teknik ini menghubungkan nutrisi dan media tanam
melalui perantara sumbu dengan memanfaatkan gaya kapilaritas (Gambar 5). Cara
kerja mirip kompor minyak tanah. Sistem wick termasuk dalam sistem hidroponik
pasif (terbuka), karena larutan nutrisi pada wadah tidak tersirkulasi, oleh karena
itu perlu penggunaan aerator untuk mencukupi ketersediaan oksigen di zona
perakaran. Sehingga proses respirasi tidak terganggu dan unsurhara dapat diserap
oleh akar tanaman secara optimal. Menurut Herwibowo dan Budiana (2015),
kelebihan dari sistem wick adalah mudah dibuat, biaya oprasional rendah,
sehingga cocok digunakan untuk semua kalangan, termasuk pemula maupun
pehobi.
Gambar 5. Rangkaian Sistem Wick Sumber: www.caramenanamhidroponik.com
9
1.4 Nutrisi AB Mix
Nutrisi AB Mix merupakan pupuk hidroponik lengkap yang mengandung
semua unsur hara makro dan mikro yang dibutuhkan oleh tanaman hidroponik.
Pupuk tersebut diformulasikan secara khusus, sesuai jenis dan fase pertumbuhan
tanaman. Nutrisi AB Mix di bedakan menjadi 2 bagian yaitu nutrisi A dan nutrisi
B. Menurut Sastro dan Rokhmah (2016), Nutrisi A mengandung campuran
kalsium nitrat, kalium nitrat, dan Fe EDTA. Sedangkan Nutrisi B mengandung
campuran kalium di-hidro fosfat, ammonium sulfat, kalium sulfat, magnesium
sulfat, cupric sulfat, zinc sulfat, asam borat, mangan sulfat, dan ammonium hepta
molibdat (Tabel 2). Komposisi nutrisi A dan B berbeda-beda tergantung dari
formilasi yang digunakan. Batas kisaran kandungan masing-masing unsur hara
makro dan mikro pada bahan pembuatan nutrisi AB Mix harus tetap diperhatikan
(Tabel 3).
Tabel 2. Komposisi Pembuatan Larutan Stok AB Mix Sayuran Daun (Sastro dan
Rokhmah, 2016)
Larutan Stok Unsur Komposisi (g)
A
Kalsium nitrat 1176
Kalium nitrat 616
Fe EDTA 38
B
Kalium dihidro fosfat 335
Amnonium sulfat 122
Kalium sulfat 36
Magnesium sulfat 790
Cupric sulfat 0,4
Zinc sulfat 1,5
Asam borat 4
Mangan Sulfat 8
Amonium hepta molibdat 0,1
Nutrisi A dan B tidak dapat dicampur secara langsung kedalam satu
wadah, karena bila kation Ca (Kalsium) dalam pekatan A bertemu dengan anion S
(Sulfat) dalam pekatan B akan terjadi endapan kalsium sulfat sehingga unsur Ca
10
dan S tidak dapat diserap oleh akar. Tanaman pun akan menunjukkan gajala
defisiensi Ca dan S (Hendra dan Andoko, 2014).
Tabel 3. Batas Kisaran Konsentrasi Unsur Hara yang Terkandung pada Larutan
Nutrisi AB Mix (Raviv dan Leith, 2008)
Unsur Kimia Bentuk Ion uang Diserap
Tanaman
Batasan Umum
(ppm = mg/L)
Nitrogen (N) NO3- , NH4
+ 50-200
Fosfor (P) H2PO4-, PO4
3-, HPO4
2- 5-50
Potasium (K) K+ 50-200
Kalsium (Ca) Ca2+
40-200
Magnesium (Mg) Mg2+
10-50
Sulfur (S) SO42-
5-50
Besi (Fe) Fe2+
, Fe3+
0,5-3,0
Tembaga (Cu) Cu2+
0,001-0,01
Mangan (Mn) Mn2+
0,1-1,0
Zinc (Zn) Zn2+
0,01-0,1
Molibdenum (Mo) MoO42-
0,01-0,1
Boron (B) BO32-
, B4O72-
0,1-0,3
1.5 Pupuk Cair Kotoran Ayam
Kotoran ayam memiliki kandungan unsur hara yang baik untuk
pertumbuhan tanaman. Menurut Samekto (2006), kandungan unsur hara di dalam
kotoran ayam lebih tinggi dari pada kandungan unsur hara di dalam kotoran
mamalia. Kotoran ayam memiliki kandungan 2,71% N, 1,32% P, dan 1,45% K
(Brown, 2013). Kandungan unsur hara pada kotoran ayam dibandingkan dengan
kotoran ternak lain disajikan pada Tabel 4.
Hasil penelitian Ichwalzah (2015), menunjukkan bahwa pada perlakuan
25% AB Mix + 25% pupuk cair paitan + 50% pupuk cair kotoran ayam
menghasilkan pengaruh tidak berbeda nyata dengan perlakuan 100% AB Mix
(kontrol) pada hampir semua parameter pengamatan pertumbuhan dan hasil
tanaman kangkung secara hidroponik sistem wick (sumbu).
Hasil penelitian Masarirambi et al. (2012), menunjukkan bahwa dengan
penambahan pupuk kotoran ayam 60 ton/ha memberikan pengaruh nyata terhadap
11
pertumbuhan, hasil panen, dan kualitas pada tanaman selada (Lactuca sativa L.).
Hasil tersebut lebih tinggi daripada menggunakan pupuk kimia. Pada parameter
hasil panen per tanaman perlakuan penambahan pupuk kotoran ayam 60 ton/ha
menghasilkan berat 370 gram, sedangkan pada perlakuan menggunakan pupuk
kimia seberat 100 gram.
Hasil penelitian Jigme et al. (2015), juga menunjukkan bahwa pemupukan
menggunakan kompos yang ditambahkan pupuk cair kotoran ayam 200ml/minggu
memberikan pengaruh nyata pada hampir semua parameter pertumbuhan dan hasil
panen tanaman brokoli (Brassica oleracea L. var. italica Plenck cv. Top Green).
Hasil panen yang dihasilkan dengan perlakuan pemupukan menggunakan kompos
yang ditambahkan pupuk cair kotoran ayam 200ml/minggu yaitu 11,59 ton/ha
lebih tinggi dari pada perlakuan kontrol (9,27 ton/ha) maupun kompos (9,59
ton/ha). Namun hasil tersebut tidak berbeda nyata dengan perlakuan penggunaan
pupuk kimia (12,12 ton/ha).
Tabel 4. Kandungan Unsur Hara pada Berbagai Kotoran Ternak (Brown, 2013)
Jenis Pukan Total N NH4-N P K
% Ppm % % %
Babi 0,93 2,913 0,29 0,49 0,57
Sapi perah 0,72 1,505 0,15 0,20 0,61
Sapi potong 0,92 1,778 0,18 0,33 0,66
Domba 0,87 2,784 0,28 0,34 0,76
Kambing 1,04 2,818 0,28 0,28 1,03
Kuda 0,50 0,749 0,07 0,15 0,43
Ayam 2,71 5,501 0,60 1,32 1,45
Kelinci 1,22 1,228 0,12 0,87 0,57
1.6 Pupuk Cair Kotoran kelinci
Kotoran kelinci dapat digunakan sebagai pupuk organik yang potensial
untuk tanaman sayuran, salah satunya yaitu selada. Brown (2013) mengemukakan
bahwa kotoran kelinci memiliki kandungan 1,22% N, 0,87% P, dan 0,57% K.
Kandungan unsur hara dalam kotoran kelinci tersebut lebih tinggi dari pada
12
kotoran ternak yang lain setelah kotoran ayam. Kandungan unsur hara pada
kotoran kelinci dibandingkan dengan kotoran ternak lain disajikan pada Tabel 4.
Hasil penelitian Tauryska (2014), menunjukkan bahwa pemberian pupuk
cair hasil fermentasi kotoran padat kelinci dengan konsentrasi30% (60ml pupuk
cair + 140ml aquades) merupakan konsentrasi yang optimal untuk pertumbuhan
dari tanaman sambiloto (Andrographis paniculata Nees.). Perlakuan tersebut
memiliki pengaruh berbeda nyata terhadap perlakuankonsentrasi 0% (kontrol
200ml air) dan hasil pengamatan yang lebih tinggi dari pada perlakuan yang lain
pada seluruh parameter pertumbuhan.
Hasil penelitian Nurrohmanet al. (2014), menunjukkan bahwa
denganpenggunaan fermentasi ekstrak paitan dan kotoran kelinci cair dapat
mensubstitusi nutrisi dalam budidaya hidroponik tanaman sawi. Perlakuan AB
Mix Joro + kotoran kelinci cairmemberikan pengaruh nyata terhadap bobot segar
konsumsi tanaman sebesar 38,35 gram yang lebih tinggi dari pada perlakuan AB
Mix Joro (kontrol) sebesar 31,85 gram. Namun perlakuan AB Mix Joro + kotoran
kelinci cair pada parameter pengamatan bobot segar konsumsi, hasilnya lebih
rendah dari pada perlakuan AB Mix Joro + paitan + kotoran kelinci sebesar 48,57
gram.
Togun dan Akanbi, 2002 (dalam Olabode et al., 2007) mengemukakan
bahwakandungan unsur hara pada kotoran ayam lebih tinggi dari pada paitan,
namun paitan memiliki kandungan kalium yang lebih tinggi dari pada kotoran
ayam (Tabel 5). Oleh karena itu, penelitian ini diharapkan denganpemberian
pupuk cair kotoran ayam dan pupuk cair kotoran kelinci dapat meningkatkan
pertumbuhan dan hasil dari tanaman selada (Lactuca sativa var. crispa) secara
hidroponik sistem wick.
Tabel 5. Kandungan Unsur Hara pada Paitan dibandingkan dengan pupuk
kandang (Togun dan Akanbi, 2002 dalam Olabode et al., 2007)
Jenis Pukan N P K Ca Mg
Paitan 1,76 0,82 3,92 3,00 0,005
Ayam 1,78 2,00 1,80 9,70 0,44
Sapi 1,06 0,52 0,95 1,06 0,86
Babi 1,69 1,32 0,76 3,81 0,54
13
3. BAHAN DAN METODE
3.1 Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Greenhouse UPT Pelatihan Kerja Pertanian
dan Pengembangan Tenaga Kerja Luar Negeri Wonojati, Singosari, Malang.
Analisis kandungan unsur hara NPK larutan nutrisidan analisis jaringan tanaman
unsur hara N dilakukan di laboratorium kimia tanah BPTP (Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian) Karangploso. Penelitian dilaksanakan pada bulan April
sampai Juli 2017.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tray persemaian, bak tanam
plastic (35cm x 28cm x 12cm), styrofoam berisi 6 lubang tanam diameter 4cm,
media tanam rockwool, netpot, kain flannel, aerator, gelas ukur 100 ml, penggaris,
timbangan digital, Leaf Area Meter (LAM),Total Disolved Solid(TDS) meter, pH
meter, karung,tong volume 100 liter, timba plasik, pengaduk, camera digital, dan
alat tulis.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu benih selada varietas
newgrand rapid, air, sitrun (citric acid),EM4, molase,Nutrisi AB Mix, kotoran
ayam, dan kotoran kelinci.
3.3 Metode Penelitian
Penelitian ini dirancang menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK)
yang terdiri atas 11 perlakuan dengan 3 kali ulangan. Setiap satuan percobaan
terdiri dari enam tanaman. Sehingga total seluruh tanaman sebanyak 198
tanaman.Denah percobaan disajikan pada Lampiran 2. Adapun perlakuan tersebut
adalah sebagai berikut:
P1 = AB mix 100%
P2 = Pukan ayam 100%
P3 = AB mix 50% + pukan ayam 50%
P4 = AB mix 25% + pukan ayam 75%
P5 = Pukan kelinci 100%
P6 = AB mix 50% + pukan kelinci 50%
P7 = AB mix 25% + pukan kelinci 75%
14
P8 = AB mix 50% + pukan ayam 25% + pukan kelinci 25%
P9 = AB mix 25% + pukan ayam 25% + pukan kelinci 50%
P10 = AB mix 25% + pukan ayam 50% + pukan kelinci 25%
P11 = Pukan ayam 50% + pukan kelinci 50%
3.4 Pelaksanaan Percobaan
3.4.1 Pembuatan larutan nutrisi AB Mix
Larutan nutrisi AB Mix yang digunakan adalah AB Mix Hydromart.
Kandungan bahan dasar pada nutrisi AB Mix Hydromart Lettucedisajikan pada
Tabel 6.
Tabel 6. Kandungan Bahan Dasar Nutrisi AB Mix Hydromart Lettuce
Ion Konsentrasi
N-NO3 20,3 %
N-NH4 3,0 %
P 6,3 %
K 26,3 %
Ca 23,8 %
Mg 5,6 %
S 14,1 %
Fe EDTA 3,26 ppm
Fe EDDHA 0,74 ppm
Mn EDTA 0,50 ppm
Zn EDTA 0,10 ppm
Cu EDTA 0,10 ppm
B 0,50 ppm
Mo 0,051 ppm
Na 0,024 ppm
Langkah pertama dalam pembuatan nutrisi AB Mix yaitu menyiapkan
serbuk nutrisi AB Mix, dua buah timba plastik, dan pengaduk. Timba dicuci
terlebih dahulu. Kemudian bahan nutrisi stokA dimasukkan ke dalam salah satu
wadah, lalu tambahkan air bersih hingga volume air 5 liter, dan aduk hingga
benar-benar larut. Begitu pula dengan bahan nutrisi stok B yang dituangkan
15
kedalam wadah berbeda. Larutan nutrisi stock A dan stock B disimpan pada
tempat yang sejuk dan kering.
Cara pemakaian nutrisi AB Mix yaitu 7 liter air ditambahkan 30 ml nutrisi
A, kemudian diaduk hingga merata. Setelah itu ditambahkan 30 ml nutrisi B dan
aduk kembali hingga merata. Campuran nutrisi AB Mix tersebut akan
menghasilkan konsentrasi nutrisi 830 ppm dengan EC 1,6 mS/cm.
Sebelum di aplikasikan ke tanaman, larutan nutrisi AB Mix di analisis
terlebih dahulu untuk mengetahui unsur hara yang terkandung pada larutan nutrisi
tersebut.
3.4.2 Pembuatan pupuk cair pukan ayam dan pukan kelinci
Pengambilan kotoran ayam dilakukan di peternakan ayam petelur Desa
Junrejo, Kota Batu, Jawa Timur, sedangkankotoran kelinci diambil dari
peternakan kelinci Desa Toyomarto, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang,
Jawa Timur. Pupuk kandang yang digunakan berasal dari kotoran ayam dan
kelinci dari semua umur yang diternak pada peternakan tersebut. Pengambilan
kotoran ayam dan kotoran kelinci masing-masing sebanyak 50 kg. Pengambilan
dilakukan dengan memasukkan masing-masing kotoran kedalam karung. Kotoran
ayam dan kelinci dipisahkan dari daun, rumput, jerami, dan rating yang terdapat
pada kotoran tersebut. Setelah itu 2 buah tong disiapkan untuk diisi air PDAM
masing-masing sebanyak 100 liter serta ditambahkan 10 ml EM4 dan 10 ml
molase. Kotoran ayam dimasukkankedalam tong dan diaduk hingga merata,
begitu pulakotoran kelinci dimasukkan kedalam tong yang berbeda. Kemudian
tong ditutup dengan rapat. Pengadukan pupuk dilakukan 3 hari sekali. EM4 dan
molase ditambahkan sebanyak 10 ml setiap 2 minggu sekali sampai pupuk
matang. Pupuk sudah matang apabila bau menyengat dari pupuk sudah hilang dan
wanginya berubah menjadi seperti tape. Pupuk cair kotoran ayam dan kelinci
sudah matang saat umur pengomposan 52 hari.
Setelah itu, dilakukan pengecekan EC larutan nutrisi untuk mengetahui
volume pupuk cair yang dibutuhkan dalampersentase dosis pada setiap perlakuan.
Pengecekan EC dilakukan dengan cara menyaring masing-masing pupuk cair
menggunakan kain kassa terlebih dahulu. Setelah itu air disiapkan sebanyak 1 liter
dan ditambahkan pupuk cair hasil saringan per milliliter. Kemudian larutan pupuk
16
cair tersebut di cek ECnya menggunakan EC meter. Pupuk cair terus ditambahkan
hingga EC mencapai 1,6mS/cm. Hasil dari volume penambahan pupuk cair pada 7
liter air(P2 = kotoran ayam 100% dan P3 = kotoran kelinci 100%) dicatat sebagai
dasar untuk menentukan volume pupuk cair yang digunakan pada persentase dosis
pada setiap perlakuan.Volume yang dibutuhkan untuk mencapai EC 1,6 yaitu
170ml kotoran ayam (P2) dan 730 ml kotoran kelinci (P3).Sebelum diaplikasikan
ke tanaman, setiap perlakuan tersebut di analisis kandungan unsur haranya
terlebih dahulu.
3.4.3 Pembibitan benih
Pembibitan dilakukan menggunakan media tanam rockwool. Rockwool
dipotong berukuran 2cm x 2cm x 2cm. Benih ditanam tepat dibagian tengah
rockwool. Tiaprockwool berisi 1 benih selada. Proses pembibitan dilakukan
selama 14 hari. Bibit yang sudah siap pindah tanam ditandai dengan mulai
tumbuh daun berjumlah 2-3 helai. Kemudianbibit seladabeserta rockwoolnya
dipindahkan ke netpot untukdilakukan penanaman pada hidroponik sistem wick.
3.4.4 Pembuatan Sistem Wick
Bak nutrisi menggunakan wadah plastik berukuran 35cmx 28cm x 12cm.
Jumlah bak dalam penelitian ini yaitu 33 bak dan setiap baknya berisi 6 tanaman.
Jarak tanam pada styrofoam adalah 20cm x 15cm dengan diameter lubang tanam
yaitu 4cm. Setiap netpot diselipkan kain flannel sebagai sumbu untuk
menghubungkan larutan nutrisi dengan akar tanaman. Bak plastik diisi dengan
larutan nutrisi sesuai dengan perlakuan dengan volume 7 liter air.
3.4.5 Penanaman
Bibit selada ditanam pada setiap netpot beserta rockwoolnya. Kemudian
netpot diletakkan pada lubang tanam yang tersedia distyrofoam.Styrofoam yang
telah ditanami bibit selada diletakkan diatas bak nutrisi yang telah diisi larutan
nutrisi sesuai perlakuan.Kain flannel pada netpot dikondisikan agar tercelup pada
larutan nutrisi agar terjadi proses kapilaritas sehingga rockwool tetap dalam
kondisi lembab serta kebutuhan air dan nutrisi tanaman tersedia. Aerator
digunakan untuk mencukupi ketersediaan oksigen terlarut pada larutan nutrisi dan
meminimalisir terjadinya pengendapan nutrisi.
17
3.4.6. Pemeliharaan
Pemeliharaan tanaman dilakukan agar bibit yang telah ditanam pada
sistem wick dapat tumbuh dengan optimal. Kegiatan pemeliharaan tanaman
meliputi monitoring nilai EC (Electrical Conductivity), pH, dan Organisme
Pengganggu Tanaman (OPT).pH larutan nutrisi dipertahankan berkisar antara 6,0-
7,0. Apabila pH terlalu tinggi ditambahkan sitrun (citric acid) sampai pH sesuai
dengan kebutuhan tanaman. Sedangkah pH yang terlalu rendah cukup
ditambahkan air untuk menaikan pH sesuai kebutuhan tanaman. Larutan nutrisi
diganti seminggu sekali. Aerator digunakan untuk mencukupi ketersediaan
oksigen terlarut pada larutan nutrisi dan meminimalisir terjadinya pengendapan
nutrisi.
3.4.7 Panen
Pemanenan dilakukan ketika tanaman selada sudah sesuai dengan kriteria
panen.Menurut Samadi (2014), tanaman selada yang siap panen mempunyai
kriteria tanaman belum berbunga, daun belum terlihat menua, daun paling bawah
sudah rebah hampir menyentuh tanah, ukuran tanaman telah mencapai maksimal
dan jumlah daun sudah maksimal. Pemanenan selada dilakukan dengan cara
mencabut tanaman dari netpot beserta rockwoolnya.
3.5 Pengamatan Percobaan
Pengamatan yang dilakukan antara lain pengamatan pertumbuhan tanaman
dan panen.
Pengamatan pertumbuhan tanaman secara non destruktif dilakukan pada
saat umur tanaman 7 HST, 14 HST, 21 HST, 28 HST, 35 HST, 42 HST. meliputi:
1. Tinggi Tanaman (cm)
Tinggi tanaman diukur dari pangkal batang sampai daun tertinggi. Alat
yang digunakan yaitu penggaris.
2. Jumlah Daun (Helai)
Perhitungan jumlah daun dilakukan pada daun yang telah membuka
sempurna pada setiap tanaman.
18
Pengamatan panen dilakukan secara destruktif meliputi:
1. Luas Daun per tanaman (cm2)
Pengukuran luas daun sampel menggunakan alat Leaf Area Meter (LAM).
2. Bobot Segar Total per Tanaman (gram)
Pengukuran bobot segar per tanaman dilakukan dengan menimbang
seluruh bagian tanaman beserta netpotnya karena apabila netpot dilepas maka akar
akan rusak. Hasil dari bobot tersebut dikurangi dengan bobot netpot, rockwool,
dan kain flannel.
3. Bobot Segar Konsumsi per Tanaman (gram)
Pengukuran bobot segar konsumsi per tanaman dilakukan dengan
memotong pangkal batang. Kemudian seluruh daun dalam satu tanaman sampel
ditimbang.
4. Bobot Segar Akar (gram)
Pengukuran bobot akar dilakukan dengan memisahkan bagian akar dengan
bagian pangkal batang. Kemudian akar tersebut ditimbang bobotnya
menggunakan timbangan. Hasil dari bobot tersebut dikurangi dengan bobot
netpot, rockwool, dan kain flannel.
5. Panjang Akar (cm)
Panjang akar diukur dari dasar netpot sampai ujung terpanjang dari akar.
Alat yang digunakan yaitu penggaris.
3.6 Analisa Laboratorium
Analisa laboratorium yang dilakukan yaitu analisa laboratorium unsur hara
NPK pada larutan nutrisi dan unsur hara N pada jaringan tanaman. Sampel analisa
laboratorium larutan nutrisi diambil saat satu minggu setelah pupuk matang. Tiap
perlakuan terdapat 1 sampel dengan volume laturan nutrisi 1 liter/sampel.
Sedangkan sampel analisa laboratorium jaringan tanaman diambil saat panen.
Tiap perlakuan diambil satu tanaman untuk dijadikan sampel.
3.7 Analisa Data
Data yang diperoleh dianalisis dengan metode analisis ragam berdasarkan
uji F 5%. Apabila terdapat pengaruh nyata maka di uji lanjut menggunakan uji
BNJ 5%.
19
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Tinggi Tanaman
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penggunaan pupuk kandang
ayam dan kelinci dengan takaran yang tepat berpengaruh nyata terhadap tinggi
tanaman selada pada umur pengamatan 7 HST sampai 35 HST (Lampiran 10).
Rerata tinggi tanaman selada akibat penggunaanpupuk cair kotoran ayam dan
kelinci pada umur 7 – 35 HST disajikan pada Tabel 7.
Data pada Tabel 7 menunjukkan bahwa pengamatan pada umur 7 HST
menunjukkan tinggi tanaman pada perlakuan penggunaan pupuk cair AB mix
50% + pukan kelinci 50% (P6) dan AB mix 100% (P1) lebih tinggi dibandingkan
dengan perlakuan yang lain. Pengamatan pada umur 14 HST menunjukkan tinggi
tanaman pada perlakuan penggunaan pupuk cair pukan kelinci 100% (P5) lebih
tinggi dibandingkan dengan perlakuan pemberian pupuk cair pukan ayam 100%
(P2), AB mix 50% + pukan ayam 50% (P3), AB mix 25% + pukan ayam 75%
(P4), dan pukan ayam 50% + pukan kelinci 50% (P11). Pengamatan pada umur 21
HST menunjukkan tinggi tanaman pada perlakuan penggunaan pupuk cair pukan
kelinci 100% (P5)lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan pemberian pupuk
cair kotoran ayam 100% (P2), AB mix 50% + pukan ayam 50% (P3), dan pukan
ayam 50% + pukan kelinci 50% (P11). Pengamatan pada umur 28 HST dan 35
HST menunjukkan tinggi tanaman pada perlakuan penggunaan pupuk cair pukan
kelinci 100% (P5) lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan pemberian pupuk
cair pukan ayam 100% (P2), AB mix 50% + pukan ayam 50% (P3), AB mix 25%
+ pukan ayam 75% (P4), AB mix 25% + pukan ayam 50% + pukan kelinci 25%
(P9), AB mix 25% + pukan ayam 25% + pukan kelinci 50% (P10), dan pukan
ayam 50% + pukan kelinci 50% (P11).
20
Tabel 7. Rerata tinggi tanaman selada akibat penggunaan pupuk cair kotoran ayam dan kelinci pada umur 7 – 35 HST.
Perlakuan Tinggi Tanaman (cm)
7 HST 14 HST 21 HST 28 HST 35 HST
P1 (AB mix 100%) 8,59 b 10,32 bc 17,38 c 27,81 b 35,78 b
P2 (Pukan Ayam 100%) 4,51 a 5,73 a 11,51 a 15,24 a 23,22 a
P3 (AB mix 50% + pukan ayam 50%) 4,69 a 5,86 a 11,84 ab 15,46 a 23,39 a
P4 (AB mix 25% + pukan ayam 75%) 5,27 a 6,71 ab 12,37 abc 17,04 a 25,11 a
P5 (Pukan Kelinci 100%) 5,50 a 9,34 abc 13,78 abc 21,66 ab 30,78 ab
P6 (AB mix 50% + pukan kelinci 50%) 8,03 b 11,05 c 16,75 bc 28,02 b 36,00 b
P7 (AB mix 25% + pukan kelinci 75%) 5,00 a 8,31 abc 12,93 abc 20,77 ab 28,39 ab
P8 (AB mix 50% + pukan ayam 25% + pukan kelinci 25%) 5,61 a 8,64 abc 14,69 abc 21,99 ab 30,00 ab
P9 (AB mix 25% + pukan ayam 50% + pukan kelinci 25%) 4,22 a 7,52 abc 13,45 abc 18,12 a 26,11 a
P10 (AB mix 25% + pukan ayam 25% + pukan kelinci 50%) 4,02 a 7,58 abc 13,44 abc 18,25 a 25,69 a
P11 (Pukan ayam 50% + pukan kelinci 50%) 4,06 a 5,64 a 11,90 ab 16,11 a 24,11 a
BNJ 5% 2,15 4,19 5,11 9.45 9,45 Keterangan : Bilangan yang didampingi dengan huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNJ taraf 5%; HST = hari
setelah tanam
21
4.1.2. Jumlah Daun
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penggunaan pupuk kandang
ayam dan kelinci dengan takaran yang tepat berpengaruh nyata terhadap jumlah
daun tanaman selada pada umur pengamatan 8 HST sampai 35 HST (Lampiran
11).Rerata jumlah daun selada akibat penggunaan pupuk cair kotoran ayam dan
kelinci pada umur 7 – 35 HST disajikan pada Tabel 8.
Pengamatan pada umur 7 HST menunjukkan jumlah daun pada perlakuan
penggunaan pupuk cair pukan kelinci 100% (P5) lebih tinggi dibandingkan
dengan perlakuan penggunaan pupuk cair pukan ayam 100% (P2), AB mix 50% +
pukan ayam 50% (P3), AB mix 25% + pukan ayam 75% (P4), dan pukan ayam
50% + pukan kelinci 50% (P11). Pengamatan pada umur 14 HST menunjukkan
jumlah daun pada perlakuan penggunaan pupuk cair pukan kelinci 100% (P5)
lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan penggunaan pupuk cair pukan ayam
100% (P2), AB mix 50% + pukan ayam 50% (P3), AB mix 25% + pukan ayam
50% + pukan kelinci 25% (P9), dan pukan ayam 50% + pukan kelinci 50% (P11).
Pengamatan pada umur 21 HST menunjukkan jumlah daun pada perlakuan
penggunaan pupuk cair pukan kelinci 100% (P5)lebih tinggi dibandingkan dengan
perlakuan penggunaan pupuk cair pukan ayam 100% (P2), AB mix 50% + pukan
ayam 50% (P3), AB mix 25% + pukan ayam 75% (P4), AB mix 25% + pukan
ayam 50% + pukan kelinci 25% (P9), dan pukan ayam 50% + pukan kelinci 50%
(P11).Pengamatan pada umur 28 HST menunjukkan jumlah daun pada perlakuan
penggunaan pupuk cair pukan kelinci 100% (P5) lebih tinggi dibandingkan
dengan perlakuan penggunaan pupuk cair pukan ayam 100% (P2), AB mix 50% +
pukan ayam 50% (P3), AB mix 25% + pukan ayam 50% + pukan kelinci 25%
(P9), dan pukan ayam 50% + pukan kelinci 50% (P11).Pengamatan pada umur 35
HST menunjukkan jumlah daun pada perlakuan penggunaan pupuk cair pukan
kelinci 100% (P5) lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan penggunaan pupuk
cair pukan ayam 100% (P2), AB mix 50% + pukan ayam 50% (P3), AB mix 25%
+ pukan ayam 75% (P4),AB mix 25% + pukan ayam 50% + pukan kelinci 25%
(P9), dan pukan ayam 50% + pukan kelinci 50% (P11).
22
Tabel 8. Rerata jumlah daun selada akibat penggunaan pupuk cair kotoran ayam dan kelinci pada umur 7 – 35 HST.
Perlakuan Jumlah Daun (helai)
7 HST 14 HST 21 HST 28 HST 35 HST
P1 (AB mix 100%) 3,66 c 5,05 b 7,28 b 8,44 bc 10,50 bc
P2 (Kotoran Ayam 100%) 2,33 a 3,61 a 5,27 a 6,61 ab 8,67 ab
P3 (AB mix 50% + kotoran ayam 50%) 2,16 a 3,55 a 5,16 a 6,72 ab 8,78 ab
P4 (AB mix 25% + kotoran ayam 75%) 2,61 ab 4,00 ab 5,44 a 7,00 abc 9,06 ab
P5 (Kotoran Kelinci 100%) 3,17 abc 4,44 ab 6,22 ab 7,39 abc 9,44 abc
P6 (AB mix 50% + kotoran kelinci 50%) 3,50 bc 5,11 b 7,33 b 8,89 c 10,94 c
P7 (AB mix 25% + kotoran kelinci 75%) 2,72 abc 4,44 ab 5,83 ab 7,70 abc 9,78 bc
P8 (AB mix 50% + kotoran ayam 25% + kotoran kelinci 25%) 2,83 abc 4,38 ab 5,89 ab 7,94 bc 10,00 bc
P9 (AB mix 25% + kotoran ayam 50% + kotoran kelinci 25%) 2,66 abc 3,67 a 5,17 a 6,72 ab 8,78 ab
P10 (AB mix 25% + kotoran ayam 25% + kotoran kelinci 50%) 2,83 abc 4,05 ab 5,61 ab 7,22 abc 9,28 abc
P11 (Kotoran ayam 50% + kotoran kelinci 50%) 2,27 a 3,61 a 4,89 a 5,78 a 7,84 a
BNJ 5% 1,02 1.18 1,74 1,99 1,84 Keterangan : Bilangan yang didampingi dengan huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNJ taraf 5%; HST = hari
setelah tanam
23
4.1.3 Luas Daun
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penggunaan pupuk kandang
ayam dan kelinci dengan takaran yang tepatberpengaruh nyata terhadap luas daun
tanaman selada (Lampiran 12). Rerata luas daun selada akibat perlakuan
pemberian pupuk cair kotoran ayam dan kelinci disajikan pada Tabel 9.
Tabel 9. Rerata luas daun per tanaman selada akibat penggunaan pupuk cair
kotoran ayam dan kelinci (pengamatan panen)
Perlakuan Luas Daun
(cm2/tan)
P1 (AB mix 100%) 987,33 d
P2 (Pukan ayam 100%) 684,48 a
P3 (AB mix 50% + pukan ayam 50%) 779,28 abc
P4 (AB mix 25% + pukan ayam 75%) 805,61 abc
P5 (Pukan kelinci 100%) 861,51 bcd
P6 (AB mix 50% + pukan kelinci 50%) 947,20 cd
P7 (AB mix 25% + pukan kelinci 75%) 834,98 abcd
P8 (AB mix 50% + pukan ayam 25% + pukan kelinci 25%) 944,88 cd
P9 (AB mix 25% + pukan ayam 50% + pukan kelinci 25%) 796,72 abc
P10 (AB mix 25% + pukan ayam 25% + pukan kelinci 50%) 814,75 abcd
P11 (Pukan ayam 50% + pukan kelinci 50%) 742,82 ab
BNJ 5% 172,67 Keterangan : Bilangan yang didampingi dengan huruf yang sama pada kolom yang sama
menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNJ taraf 5%
Data pada Tabel 9 menunjukkan bahwa luas daun pada perlakuan
penggunaan pupuk cair pukan kelinci 100% (P5)lebih tinggi dibandingkan dengan
perlakuan penggunaan pupuk cair pukan ayam 100% (P2), AB mix 50% + pukan
ayam 50% (P3), AB mix 25% + pukan ayam 75% (P4), AB mix 25% + pukan
ayam 50% + pukan kelinci 25% (P9), pukan ayam 50% + pukan kelinci 50%
(P11).
24
4.1.4 Bobot Segar Total per Tanaman
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penggunaan pupuk kandang
ayam dan kelinci dengan takaran yang tepatberpengaruh nyata terhadap
bobotsegar total per tanaman (Lampiran 12). Rerata bobotsegar total per tanaman
selada akibat perlakuan pemberian pupuk cair kotoran ayam dan kelinci disajikan
pada Tabel 10.
Tabel 10. Rerata bobotsegar total per tanaman selada akibat penngunaan pupuk
cair kotoran ayam dan kelinci
Perlakuan
Bobot Segar
Total per
Tanaman (g)
P1 (AB mix 100%) 106,72 bc
P2 (Pukan ayam 100%) 46,33 a
P3 (AB mix 50% + pukan ayam 50%) 54,11 ab
P4 (AB mix 25% + pukan ayam 75%) 64,28 abc
P5 (Pukan kelinci 100%) 76,55 abc
P6 (AB mix 50% + pukan kelinci 50%) 114,17 c
P7 (AB mix 25% + pukan kelinci 75%) 76,61 abc
P8 (AB mix 50% + pukan ayam 25% + pukan kelinci 25%) 84,78 abc
P9 (AB mix 25% + pukan ayam 50% + pukan kelinci 25%) 58,22 abc
P10 (AB mix 25% + pukan ayam 25% + pukan kelinci 50%) 67,83 abc
P11 (Pukan ayam 50% + pukan kelinci 50%) 54,33 ab
BNJ 5% 57,77 Keterangan : Bilangan yang didampingi dengan huruf yang sama pada kolom yang sama
menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNJ taraf 5%
Data pada Tabel 10 menunjukkan bahwa bobot segar per tanaman pada
perlakuan penggunaan pupuk cair pukan kelinci 100% (P5)lebih tinggi
dibandingkan dengan perlakuan penggunaan pupuk cair pukan ayam 100% (P2),
AB mix 50% + pukan ayam 50% (P3), dan pukan ayam 50% + pukan kelinci 50%
(P11).
25
4.1.5 Bobot Segar Konsumsi per Tanaman
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penggunaan pupuk kandang
ayam dan kelinci dengan takaran yang tepatberpengaruh nyata terhadap bobot
segar konsumsi per tanaman (Lampiran 12). Rerata bobotsegar konsumsi per
tanaman selada akibat perlakuan pemberian pupuk cair kotoran ayam dan kelinci
disajikan pada Tabel 11.
Tabel 11. Rerata bobotsegar konsumsi per tanaman selada akibat penggunaan
pupuk cair kotoran ayam dan kelinci
Perlakuan
Bobot Segar
Konsumsi per
Tanaman (g)
P1 (AB mix 100%) 100,67 bc
P2 (Pukan ayam 100%) 44,06 a
P3 (AB mix 50% + pukan ayam 50%) 50,44 ab
P4 (AB mix 25% + pukan ayam 75%) 60,67 abc
P5 (Pukan kelinci 100%) 72,44 abc
P6 (AB mix 50% + pukan kelinci 50%) 108,45 c
P7 (AB mix 25% + pukan kelinci 75%) 72,89 abc
P8 (AB mix 50% + pukan ayam 25% + pukan kelinci 25%) 80,33 abc
P9 (AB mix 25% + pukan ayam 50% + pukan kelinci 25%) 55,72 ab
P10 (AB mix 25% + pukan ayam 25% + pukan kelinci 50%) 64,44 abc
P11 (Pukan ayam 50% + pukan kelinci 50%) 50,61 ab
BNJ 5% 51,61 Keterangan : Bilangan yang didampingi dengan huruf yang sama pada kolom yang sama
menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNJ taraf 5%
Data pada Tabel 11 menunjukkan bahwa bobot segar konsumsi pada
perlakuan penggunaan pupuk cair pukan kelinci 100% (P5)lebih tinggi
dibandingkan dengan perlakuan penggunaan pupuk cair pukan ayam 100% (P2),
AB mix 50% + pukan ayam 50% (P3), AB mix 25% + pukan ayam 50% + pukan
kelinci 25% (P9), dan pukan ayam 50% + pukan kelinci 50% (P11).
26
4.1.6 Panjang Akar dan BobotSegar Akar
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penggunaan pupuk kandang
ayam dan kelinci dengan takaran yang tepattidak berpengaruh nyata
terhadappengamatan panjang akar dan bobotsegarakar tanaman selada (Lampiran
12). Rerata panjang akar dan bobotsegarakar selada akibat perlakuan pemberian
pupuk cair kotoran ayam dan kelinci disajikan pada Tabel 12.
Tabel 12. Rerata panjang akar dan bobotsegarakar selada akibat penggunaan
pupuk cair kotoran ayam dan kelinci
Perlakuan Panjang Akar
(cm)
Bobot Akar
(g/tan)
P1 (AB mix 100%) 26,64 6,05
P2 (Kotoran Ayam 100%) 23,56 2,28
P3 (AB mix 50% + kotoran ayam 50%) 22,11 3,67
P4 (AB mix 25% + kotoran ayam 75%) 25,39 3,61
P5 (Kotoran Kelinci 100%) 32,36 3,78
P6 (AB mix 50% + kotoran kelinci 50%) 34,78 5,72
P7 (AB mix 25% + kotoran kelinci 75%) 32,69 3,72
P8 (AB mix 50% + kotoran ayam 25% + kotoran
kelinci 25%) 28,17 4,44
P9 (AB mix 25% + kotoran ayam 50% + kotoran
kelinci 25%) 24,47 2,50
P10 (AB mix 25% + kotoran ayam 25% +
kotoran kelinci 50%) 27,67 3,39
P11 (Kotoran ayam 50% + kotoran kelinci 50%) 25,61 3,72
BNJ 5% tn tn Keterangan : Bilangan yang didampingi dengan huruf yang sama pada kolom yang sama
menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNJ taraf 5% ; tn = tidak
nyata
27
1.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui pada pengamatan parameter
pertumbuhan tanaman bahwa penggunaan pupuk kandang ayam dan kelinci
dengan takaran yang tepatberpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman (Tabel 7)
dan jumlah daun (Tabel 8) tanaman selada secara hidroponik sistem wick.
Hasil pengamatan tinggi tanaman selada pada umur pengamatan 7 HST
sampai 35 HST menunjukkan bahwa penggunaan pupuk cair pukan kelinci 100%
(P5) lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan penggunaan pupuk cair pukan
ayam 100% (P2), AB mix 50% + pukan ayam 50% (P3), AB mix 25% + pukan
ayam 75% (P4), AB mix 25% + pukan ayam 50% + pukan kelinci 25% (P9), AB
mix 25% + pukan ayam 25% + pukan kelinci 50% (P10), dan pukan ayam 50% +
pukan kelinci 50% (P11). Perlakuan penggunaan pupuk cair pukan kelinci 100%
(P5) tidak berbeda nyata dengan perlakuan AB mix 100% (P1), dan menghasilkan
tinggi tanaman maksimum 30,78 cm, sedangkan perlakuan AB mix 100% (P1)
menghasilkan tinggi maksimum 35,78 cm pada umur tanaman 35 HST. Hasil
pengamatan jumlah daun tanaman selada pada umur pengamatan 7 HST sampai
35 HST menunjukkan bahwa penggunaan pupuk cair pukan kelinci 100% (P5)
lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan penggunaan pupuk cair pukan ayam
100% (P2), AB mix 50% + pukan ayam 50% (P3), AB mix 25% + pukan ayam
75% (P4),AB mix 25% + pukan ayam 50% + pukan kelinci 25% (P9), dan pukan
ayam 50% + pukan kelinci 50% (P11). Perlakuan penggunaan pupuk cair pukan
kelinci 100% (P5) tidak berbeda nyata dengan perlakuan AB mix 100%, dan
menghasilkan jumlah daun maksimum 9,44 helai, sedangkan perlakuan AB mix
100% menghasilkan jumlah daun maksimum 10,50 helai pada umur tanaman 35
HST.Hal ini diduga penggunaan pupuk cair pukan kelinci 100% (P5) dapat
mencukupi kebutuhan unsur hara N tanaman selada dan dapat diserap dengan baik
oleh akar, sehingga proses pertumbuhan tanaman menjadi optimal. Kebutuhan
unsur nitrogen yang tercukupi dapat memacu pertumbuhan organ vegetatif
tanaman termasuk batang dan daun. Unsur hara nitrogen dapat merangsang
pembelahan dan pembesaran sel pada jaringan meristem tanaman yang berperan
dalam proses pertumbuhan tanaman. Selain itu unsur nitrogen memiliki fungsi
utama untuk sintesis klorofil. Klorofil menangkap sinar matahari untuk
28
pembentukan makanan melalui proses fotosintesis. Sebagian zat gula hasil
fotosintesis akan dirombak untuk menghasilkan energi. Energi sangat dibutuhkan
untuk berbagai aktivitas metabolisme, termasuk pertumbuhan organ vegetatif
tanaman.Hal ini sesuai dengan pendapat Manuhuttu et al. (2014), bahwa
pemberian unsur nitrogen dapat meningkatkan laju fotosintesis tanaman dan
berperan dalam proses sintesis klorofil sehingga dapat memacu pertumbuhan
vegetatif tanaman. Nitrogen juga digunakan tanaman untuk pertumbuhan vegetatif
melalui proses pembentukan asam amino dan protein. Protein merupakan
penyusun utama protoplasma yang berfungsi sebagai pusat proses metabolisme
dalam tanaman yang selanjutnya akan memacu pembelahan dan pemanjangan sel.
Hal ini juga sesuai dengan pendapat Irawati (2013), bahwa bertambahnya tinggi
dan jumlah daun suatu tanaman merupakan hasil dari pembelahan sel di dalam
jaringan meristem tanaman sebagai akibat meningkatnya jumlah dan meluasnya
sel.
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui pada pengamatan parameter
hasil tanaman bahwa penggunaan pupuk kandang ayam dan kelinci dengan
takaran yang tepat berpengaruh nyata terhadap luas daun per tanaman (Tabel 9),
bobot segar total per tanaman (Tabel 10), dan bobot segar konsumsi per tanaman
selada (Tabel 11). Namun tidak berpengaruh nyata terhadap panjang akar dan
bobot akar tanaman selada (Tabel 12) secara hidroponik sistem wick.
Hasil pengamatan luas daun per tanaman selada menunjukkan bahwa
perlakuan penggunaan pupuk cair pukan kelinci 100% (P5) lebih tinggi
dibandingkan dengan perlakuan penggunaan pupuk cair pukan ayam 100% (P2),
AB mix 50% + pukan ayam 50% (P3), AB mix 25% + pukan ayam 75% (P4), AB
mix 25% + pukan ayam 50% + pukan kelinci 25% (P9), pukan ayam 50% +
pukan kelinci 50% (P11). Namun perlakuan penggunaan pupuk cair pukan kelinci
100% (P5) tidak berbeda nyata terhadap perlakuan penggunaan pupuk cair AB
mix 100% (P1). Perlakuan penggunaan pupuk cair pukan kelinci 100% (P5)
menghasilkan luas daun sebesar 861,51 cm2, sedangkan perlakuan penggunaan
pupuk cair AB mix 100% (P1) menghasilkan luas daun sebesar 987,33 cm2.Hal
ini didugapenggunaan pupuk cair pukan kelinci 100% (P5) mampu menyediakan
unsur hara nitrogen secara optimal, sehingga luas daun yang terbentuk menjadi
29
lebar akibat dari aktifitas pembelahan selyang terletak pada jaringan meristem
daun. Hal ini sesuai dengan pendapat Darmawan (2013) bahwa penggunaan bahan
organik dalam budidaya tanaman dapat memacu perkembangan luas daun,
sehingga kemampuan daun untuk menyerap cahaya akan lebih tinggi dan
fotosintat yang dihasilkan juga akan tinggi.Hal ini juga sesuai dengan pendapat
Lakitan (1996), unsur hara yang paling berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
perkembangan daun adalah nitrogen. Unsur hara nitrogen yang tercukupi akan
menghasilkan daun yang lebih besar. Penambahan lebar daun pada tanaman
angiospermae disebabkan oleh aktifitas jaringan meristem yang terletak
disepanjang tepi aksis daun (leaf axis).
Hasil pengamatan bobot segar total per tanaman selada menunjukkan
bahwa perlakuan penggunaan pupuk cair pukan kelinci 100% (P5) lebih tinggi
dibandingkan dengan perlakuan penggunaan pupuk cair pukan ayam 100% (P2),
AB mix 50% + pukan ayam 50% (P3), dan pukan ayam 50% + pukan kelinci 50%
(P11). Perlakuan penggunaan pupuk cair pukan kelinci 100% (P5) menghasilkan
bobot segar total per tanaman sebesar 76,55gram. Hasil pengamatan bobot segar
konsumsi per tanaman selada juga menunjukkan bahwa perlakuan penggunaan
pupuk cair pukan kelinci 100% (P5) lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan
pemberian pupuk cair pukan ayam 100% (P2), AB mix 50% + pukan ayam 50%
(P3), AB mix 25% + pukan ayam 50% + pukan kelinci 25% (P9), dan pukan
ayam 50% + pukan kelinci 50% (P11). Perlakuan penggunaan pupuk cair pukan
kelinci 100% (P5) menghasilkan bobot segar konsumsi per tanaman sebesar
72,44gram. Hal ini diduga pemberian pupuk cair AB mix 50% + kotoran kelinci
50% (P5) dapat mencukupi unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman selada
sehingga aktifitas metabolisme tanaman tidak terganggu dan dapat meningkatkan
bobot segar total tanaman dan bobot segar konsumsi tanaman. Hal ini juga sesuai
dengan pendapat Duaja et al. (2016), bahwa bobot segar tanaman yang merupakan
akumulasi dari berbagai cadangan makanan sebagai hasil proses metabolisme
dalam jaringan tanaman. Sedangkan menurut Marlita (2015), pemberian unsur
nitrogen yang tercukupi dapat merangsang pertumbuhan daun, menghijaukan
daun, meningkatkan kandungan protein pada daun, dan mempengaruhi bobot
segar konsumsi tanaman.
30
Nutrisi hidroponik memiliki peran penting dalam proses pertumbuhan
tanaman, karena budidaya hidroponik tidak menggunakan media tanah untuk
mencukupi ketersediaan unsur hara tanaman. Oleh karena itu perlu ditambahkan
pupuk cair untuk mencukupi kebutuhan tanaman. Pupuk cair yang biasa
digunakan dalam budidaya hidroponik adalah pupuk kimia AB mix. Bahan
organik juga dapat dimanfaatkan untuk mengurangi dosis kimia pada budidaya
hidroponik. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Lestari (2009), bahwa
penggunaan media organik dalam proses budidaya sangat penting untuk upaya
mempertahankan hasil yang tinggi dan dapat digunakan sebagai substitusi media
anorganik untuk memenuhi kebutuhan hara tanaman.
Pupuk cair kotoran ayam dan kelinci merupakan sumber bahan organik
yang memiliki kandungan unsur nitrogen tinggi dari pada kotoran ternak yang
lain. Namun dalam penelitian ini, hasil analisis laboratorium unsur hara NPK
pupuk cair kotoran ayam dan kelinci termasuk rendah (Lampiran 8), karena unsur
hara NPK yang terkandung masih dibawah standar. Menurut Peraturan Menteri
Pertanian Nomor 70/Permentan/SR.140/10/2011 tentang pupuk organik, pupuk
hayati dan pembenah tanah, standar mutu kandungan unsur hara makro NPK pada
pupuk cair organik adalah 3 – 6 %. Hal ini dikarenakan jumlah EM4 yang
ditambahkan dalam proses pengomposan masih kurang, sehingga waktu
pengomposan menjadi lebih lama dan mempengaruhi kandungan unsur hara dari
pupuk cair tersebut. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Kurniawan et al. (2013),
semakin sedikit volume EM4 yang diberikan maka jumlah mikroba sebagai agen
dekomposer bahan organik akan semakin sedikit, sehingga nilai total N anorganik
dalam senyawa NH4+ dan NO3-, mineral phospat, dan kalium sebagai hasil dari
pendekomposisian bahan organik akan semakin menurun. Semakin lama proses
fermentasi maka pupuk akan kehilangan unsur hara sebanyak 20 - 25 % karena
proses penguapan, sehingga menyebabkan unsur hara yang dihasilkan semakin
menurun. Menurut Kurniawati et al. (2016), pemberian konsenterasi EM4 yang
tepat dapat meningkatkan proses perombakan bahan organik dan berpengaruh
pada ketersediaan unsur hara sehingga berpengaruh pertumbuhan tanaman
menjadi optimal.
31
Analisis unsur hara nitrogen pada jaringan tanaman juga dapat dijadikan
acuan untuk mengetahui tingkat kecukupan unsur hara nitrogen yang dibutuhkan
oleh tanaman. Hasil analisis jaringan tanaman terlampir pada Lampiran 9.
Menurut Silva dan Uchida (2000), tingkat kecukupan unsur hara nitrogen pada
jaringan tanaman selada berkisar antara 3,50 – 4,50%. Hal ini menunjukkan
bahwa penggunaan pupuk cair pukan ayam 100% (P2), pukan kelinci 100% (P5),
AB mix 50% + pukan kelinci 50% (P6), AB mix 25% + pukan kelinci 75% (P7),
AB mix 50% + pukan ayam 25% + pukan kelinci 25% (P8), dan AB mix 25% +
pukan ayam 25% + pukan kelinci 50% (P10) memiliki tingkat unsur hara nitrogen
yang tercukupi. Sedangkan penggunaanAB mix 50% + pukan ayam 50% (P3),
AB mix 25% + pukan ayam 75% (P4), dan AB mix 25% + pukan ayam 50% +
pukan kelinci 25% (P9)mengalami kelebihan (toksistas) unsur hara nitrogen,
karena hasil analisis jaringan tanaman lebih dari 4,5%. Sedangkan pada
penggunaan pupuk cair pukan ayam 50% + pukan kelinci 50% (P11) mengalami
kekurangan (defisiensi) unsur hara nitrogen, karena hasil analisis unsur hara
nitrogen jaringan tanaman kurang dari 3,5 %. Hasil analisis jaringan tanaman
tersebut juga sesuai dengan hasil di lapang yang menunjukkan bahwa penggunaan
pupuk cair AB mix 50% + pukan ayam 50% (P3), AB mix 25% + pukan ayam
75% (P4), AB mix 25% + pukan ayam 50% + pukan kelinci 25% (P9), dan pukan
ayam 50% + pukan kelinci 50% (P11) memiliki hasil yang rendah pada parameter
pertumbuhan dan hasil dari tanaman selada secara hidroponik sistem
wick.Sedangkan pada perlakuan pemberian pupuk cair kotoran ayam 100% (P2)
memiliki tingkat unsur hara nitrogen yang tercukupi namun pada parameter
pertumbuhan dan hasil tanaman menunjukkan hasil yang rendah. Hal ini diduga
kandungan unsur hara fosforataupun kalium pada jaringan tanaman dalam kondisi
tidak tercukupi, sehingga aktifitas metabolisme tanaman menjadi
terganggu.Menurut Nurrohman et al. (2014), tanaman yang kebutuhan unsur hara
nitrogennya tercukupi dapat merangsang pertumbuhan organ-organ yang
berkaitan dengan fotosintesis seperti daun. Pembentukan daun akan lebih luas dan
kandungan klorofil yang terkandung juga akan lebih tinggi, sehingga tanaman
mampu menghasilkan fotosintat dalam jumlah yang tinggi untuk merangsang
pertumbuhan vegetatif.
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil dan pembahasan yang telah dilakukan dapat disimpulkan
bahwa:
1. Penggunaan pupuk kandang ayam dan kelinci dengan takaran yang tepat
dapat mengurangi penggunaan pupuk kimia AB mixdalam budidaya
tanaman selada secara hidroponik sistem wick.
2. Penggunaan pupuk cair pukan kelinci 100% (P5)menghasilkan bobot segar
total per tanaman yanglebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan
pupuk cair pukan ayam 100% (P2), AB mix 50% + pukan ayam 50% (P3),
dan pukan ayam 50% + pukan kelinci 50% (P11), yaitu menghasilkan
bobot segar total per tanaman sebesar 76,55 gram.
5.2 Saran
1. Penelitian ini perlu adanya uji lanjutan mengenai penggunaan bahan
organik lain seperti kotoran kambing dan sapi sebagai media alternatif
untuk mengurangi penggunaan nutrisi AB mix dalam proses budidaya
hidroponik tanaman selada, dan perlu dilakukan analisa laboratorium
unsur hara NPK pada jaringan tanaman.
2. Penambahan EM4 dan molase masing-masing sebanyak 40 ml / 100 liter
air untuk mempercepat proses pengomposan.
33
DAFTAR PUSTAKA
Brown, C. 2013. Available Nutrient and Value for Manure From Various
Livestock Types. Ontario Ministry of Agriculture and Food and the Ministry
of Rual Affairs. Canada.
Darmawan, A. F. 2013. Pengaruh Berbagai Macam Bahan Organik Dan
Pemberian Air Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Sawi (Brassica
Juncea L.). Jurnal Produksi Tanaman. 1(5):389-397.
Duaja, M. D., Gusniwati, Z. F. Gani, dan H. Salim. 2012. Pengaruh Jenis Pupuk
Organik Cair terhadap Pertumbuhan dan Hasil Dua Varitas Selada (Lactuca
Sativa L.). Bioplantae. 1(3):154-160.
Haryanto, E., T. Suhartini, E. Rahayu, dan H. Sunarjono. 2007. Sawi dan Selada.
Penebar Swadaya, Jakarta.
Hendra, H. A., dan A. Andoko. 2014. Bertanam Sayuran Hidroponik Ala Paktani
Hydrofarm. PT Agromedia Pustaka. Jakarta.
Herwibowo, K., dan N. S. Budiana. 2015. Hidroponik Sayuran untuk Hobi dan
bisnis. Penebar Swadaya. Jakarta.
Ichwalzah, A. 2015. Penggunaan Pupuk Cair Paitan dan Pupuk Cair Kotoran
Ayam sebagai Nutrisi Kangkung (Ipomea reptans) pada Sistem Hidroponik
Sumbu. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang.
Irawati, Z. S. 2013. Pertumbuhan Tanaman Kangkung Darat (Ipomoea reptans
Poir.) Dengan Pemberian Pupuk Organik Berbahan Dasar Kotoran Kelinci.
Jurnal Bioedukatika. 1 (1):1-14
Jensen, M.N. 1981. New Development in Hydroponic System: Descriptions,
Operating, Characteristics, Evaluation. In Proceeding: Hydroponics: Where
Is it Growing? Hydroponic Society of America. Brentwood, CA.
Jigme, N. Jayamangkala, P. Sutigoolabud, J. Inthasan, dan S. Sakhonwasee. 2015.
The Effect of Organic Fertilizers on Growh and Yield of Broccoli (Brassica
oleracea L. var. italica Plenck cv. Top Green). Journal of Organic Systems.
10 (1) : 9-14.
Jones, J. B. Jr. 2005. Hydroponics: A Practical Guide for The Soilless Grower
Second Edition. CRC Press. Boca Raton. Florida.
Kurniawan, D., S. Kumalaningsih, dan N. M. Sabrina. 2013. Pengaruh Volume
Penambahan Effective Microorganism 4 (Em4) 1% dan Lama Fermentasi
terhadap Kualitas Pupuk Bokashi dari Kotoran Kelinci dan Limbah Nangka.
Jurnal Industria. 2(1) : 57 – 66
34
Kurniawati, D., Baharudin, dan R. Yusuf. 2016. Pengaruh Konsentrasi dan
Frekuensi Aplikasi Effective Microorganisms-4 (Em-4) terhadap
Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Sawi (Brassica juncea L.). Jurnal
Agrotekbis. 4(1):24-33.
Lakitan, B. 1996. Fisiologi Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman.
Rajagrafindo Persada. Jakarta.
Lestari, A. P. 2009. Pengembangan Pertanian Berkelanjutan Melalui Subtitusi
Pupuk Anorganik dengan Pupuk Organik. Jurnal Agronomi.13(1):38-44.
Manuhuttu, A. P., H. Rehatta, dan J. J. G. Kailola. 2014. Pengaruh Konsentrasi
Pupuk Hayati Bioboost terhadap Peningkatan Produksi Tanaman Selada
(Lactuca sativa. L). Agrologia. 3(1):18-27.
Marlita, H. M. 2015. Respon Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Selada
(Lactuca sativa L.) terhadap Pemberian Pupuk Organik. Jurnal
Agroforestri. 10(3):239-246
Masarirambi, M. T., P. Dlamini, P. K. Wahome, dan T. O. Oseni. 2012. Effect of
Chicken Manure on Growth, Yield and Quality of Lettuce (Lactuca sativa
L.) ‘Taina’ Under a Lath House in Semi-Arid Sub-Tropical Environment.
American-Eurasian J. Agric. And Environ. Sci. 12 (3) : 399-406.
Nurrohman, M., A. Suryanto, dan K. P. Wicaksono. 2014. Penggunaan
Fermentasi Ekstrak Paitan (Tithonia diversifolia L.) dan Kotoran Kelinci
Cair Sebagai Sumber Hara pada Budidaya Sawi (Brassica juncea L.) secara
Hidroponik Rakit Apung. Jurnal Produksi Tanaman. 1(2):649-657.
Olabode, O. S., O. Sola, W. B. Akanbi, G. O. Adesiana, dan P. A. Babajide. 2007.
Evaluation of Tithonia diversifolia (Hemsl.) A Gray for Soil Improvement.
World Journal of Agricultural Sciences. 3 (4) : 503-507
Pracaya. 2007. Bertanam Sayuran Organik di Kebun, Pot, dan Polibag. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Pracaya, dan J. G. Kartika. 2016. Bertanam 8 Sayuran Organik. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Raviv, M., dan J. H. Leith. 2008. Soilless Culture Theory and Practice. Elsevier.
London.
Roberto, K. 2003. How To Hydroponics 4th
edition. The Futuregarden Press.
New York.
Rohmah, N. 2009. Respon Tiga Kultivar Selada (Lactuca sativa L.) pada Tingkat
Kerapatan Tanaman yang Berbeda. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas
Brawijaya. Malang.
Rukmana, R. 1994. Bertanam Selada dan Andewi. Kanisius. Yogyakarta.
35
Samadi, B. 2014. Rahasia Budidaya Selada secara Organik dan Anorganik.
Pustaka Mina. Depok.
Samekto, R. 2006. Pupuk Kandang. PT Citra Aji Parmata. Yogyakarta.
Sastradihardja, S. 2011. Praktis Bertanam Selada dan Andewi Secara Organik.
Penerbit Angkasa. Bandung.
Sastro, Y., dan N. A. Rokhmah. 2016. Hidroponik Sayuran di Perkotaan. Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP). Jakarta
Sekretariat Jendral Kementrian Pertanian. 2014. Statistik Lahan Pertanian Tahun
2009-2013. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. Jakarta.
Setiawan, L. 2007. Optimasi Konsentrasi Larutan Hara pada Budidaya Selada
(Lactuca sativa L. Var. Grand Rapid) dengan Teknologi Hidroponik Sistem
Terapung (THST). Skripsi. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Silva, J.A., dan R. Uchida. 2000. Plant Nutrient Management in Hawaii’s Soil,
Approaches for Tropical and Subtropical Agriculture. University of Hawaii.
Manoa.
Syarieva, E. 2014. Hidroponik Praktis My Trubus Potential Business. Trubus
Swadaya. Jakarta.
Tauryska, E. M. 2014. Pengaruh Pemberian Pupuk Cair Hasil Fermentasi Kotoran
Padat Kelinci terhadap Pertumbuhan Sambiloto (Andrographis paniculata
Nees.) sebagai Sumber Belajar Biologi SMA Kelas XII. Jupemasi-pbio. 1
(1) : 87-92.
Zulkarnain. 2013. Budidaya Sayuran Tropis. Bumi Aksara. Jakarta.