Top Banner
1 PENGGUNAAN METODE POSITIVE DEVIANCE UNTUK MENGATASI MASALAH GIZI BURUK Oleh: Zuldesni, Elfitra, Dwiyanti Hanandini, Wahyu Pramono, Aziwarti Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Andalas ABSTRAK Berbagai literature dan hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang relevan antara kemiskinan dan kekurangan gizi. Artinya, kemiskinan merupakan salah satu factor yang sangat berpengaruh terhadap status gizi anak. Pemahaman ini mempengaruhi bentuk- bentuk program yang telah dikeluarkan oleh pemerintah untuk menanggulangi masalah kekurangan gizi. Sehingga dapat kita pahami program-program yang telah dilakukan adalah seperti PMT (Pemberian Makanan Tambahan) kepada anak-anak keluarga yang mengalami kekurangan gizi. Makanan tersebut dapat berupa susu, biscuit, telur,dll. Program tersebut dibuat tentu dengan asumsi bahwa anak mengalami kekurangan gizi karena ketidakmampuan (kemiskinan) keluarga untuk memberikan makanan-makanan yang bergizi kepada anak. Pengabdian ini berangakat dari pemahaman yang sama tetapi dengan pendekatan yang berbeda, dimana kemiskinan memang merupakan salah satu factor yang berpengaruh terhadap kekurangan gizi, tetapi pendekatan yang digunakan adalah dari dalam komunitas itu sendiri yaitu pendekatan penyimpangan positif (Positif Deviance). Penyimpangan Positif adalah keluarga miskin dengan kebiasaan dan perilaku tertentu membuat mereka berhasil keluar dari permasalahan kekurangan gizi (memiliki anak dengan status gizi baik). Kata Kunci: Kurang Gizi, Anak Balita, Kemiskinan, Penyimpangan Positif. PENDAHULUAN Badan Pusat Statistik memperkirakan, jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2010 mencapai 234,2 juta atau naik dibanding jumlah penduduk 2000 yang mencapai 205,1 juta jiwa. Sekitar 37,3 juta penduduk hidup di bawah garis kemiskinan, separo dari total rumah tangga mengkonsumsi makanan kurang dari kebutuhan sehari-hari, lima juta balita berstatus gizi kurang, dan lebih dari 100 juta penduduk berisiko terhadap berbagai masalah kurang gizi. Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) mendata, akhir 2012, Indonesia berada di peringkat nomor 5 di dunia untuk angka balita kekurangan gizi. Jumlah balita yang kekurangan gizi di Indonesia saat ini sekitar 900 ribu jiwa. Jumlah tersebut merupakan 4,5 persen dari jumlah balita Indonesia, yakni 23 juta jiwa. Daerah yang kekurangan gizi tersebar di seluruh Indonesia, tidak hanya daerah bagian timur Indonesia. Angka itu tak bisa diacuhkan, tinggi badan mereka lebih rendah dibanding balita normal. Salah satu masalah kesehatan masyarakat yang sedang dihadapi Indonesia saat ini adalah beban ganda masalah gizi. Pada tahun 1990, prevalensi gizi kurang dan gizi buruk sebanyak 31%, sedangkan pada tahun 2010 terjadi penurunan menjadi 17,9%. Berdasarkan
21

PENGGUNAAN METODE POSITIVE DEVIANCE UNTUK …

Nov 09, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: PENGGUNAAN METODE POSITIVE DEVIANCE UNTUK …

1

PENGGUNAAN METODE POSITIVE DEVIANCE UNTUK MENGATASI

MASALAH GIZI BURUK

Oleh:

Zuldesni, Elfitra, Dwiyanti Hanandini, Wahyu Pramono, Aziwarti

Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Andalas

ABSTRAK

Berbagai literature dan hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang relevan

antara kemiskinan dan kekurangan gizi. Artinya, kemiskinan merupakan salah satu factor

yang sangat berpengaruh terhadap status gizi anak. Pemahaman ini mempengaruhi bentuk-

bentuk program yang telah dikeluarkan oleh pemerintah untuk menanggulangi masalah

kekurangan gizi. Sehingga dapat kita pahami program-program yang telah dilakukan adalah

seperti PMT (Pemberian Makanan Tambahan) kepada anak-anak keluarga yang mengalami

kekurangan gizi. Makanan tersebut dapat berupa susu, biscuit, telur,dll. Program tersebut

dibuat tentu dengan asumsi bahwa anak mengalami kekurangan gizi karena ketidakmampuan

(kemiskinan) keluarga untuk memberikan makanan-makanan yang bergizi kepada anak.

Pengabdian ini berangakat dari pemahaman yang sama tetapi dengan pendekatan yang

berbeda, dimana kemiskinan memang merupakan salah satu factor yang berpengaruh

terhadap kekurangan gizi, tetapi pendekatan yang digunakan adalah dari dalam komunitas itu

sendiri yaitu pendekatan penyimpangan positif (Positif Deviance). Penyimpangan Positif

adalah keluarga miskin dengan kebiasaan dan perilaku tertentu membuat mereka berhasil

keluar dari permasalahan kekurangan gizi (memiliki anak dengan status gizi baik).

Kata Kunci: Kurang Gizi, Anak Balita, Kemiskinan, Penyimpangan Positif.

PENDAHULUAN

Badan Pusat Statistik memperkirakan, jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2010

mencapai 234,2 juta atau naik dibanding jumlah penduduk 2000 yang mencapai 205,1 juta

jiwa. Sekitar 37,3 juta penduduk hidup di bawah garis kemiskinan, separo dari total rumah

tangga mengkonsumsi makanan kurang dari kebutuhan sehari-hari, lima juta balita berstatus

gizi kurang, dan lebih dari 100 juta penduduk berisiko terhadap berbagai masalah kurang

gizi.

Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) mendata, akhir 2012, Indonesia

berada di peringkat nomor 5 di dunia untuk angka balita kekurangan gizi. Jumlah balita yang

kekurangan gizi di Indonesia saat ini sekitar 900 ribu jiwa. Jumlah tersebut merupakan 4,5

persen dari jumlah balita Indonesia, yakni 23 juta jiwa. Daerah yang kekurangan gizi tersebar

di seluruh Indonesia, tidak hanya daerah bagian timur Indonesia. Angka itu tak bisa

diacuhkan, tinggi badan mereka lebih rendah dibanding balita normal.

Salah satu masalah kesehatan masyarakat yang sedang dihadapi Indonesia saat ini

adalah beban ganda masalah gizi. Pada tahun 1990, prevalensi gizi kurang dan gizi buruk

sebanyak 31%, sedangkan pada tahun 2010 terjadi penurunan menjadi 17,9%. Berdasarkan

Page 2: PENGGUNAAN METODE POSITIVE DEVIANCE UNTUK …

2

data Riskesdas 2010, prevalensi gizi lebih pada Balita sebesar 14,0 %, meningkat dari

keadaan tahun 2007 yaitu sebesar 12,2 %. Masalah gizi lebih yang paling mengkhawatirkan

terjadi pada perempuan dewasa yang mencapai26,9% dan laki-laki dewasa sebesar 16,3%.

Menurut Sihad, dkk (2001), anak balita gizi buruk jika tidak segera mendapat penanganan

yang serius akan memberikan dampak yang cukup fatal. Hasil penelitian pada awal usia 6 9

tahun yang sewaktu balita menderita gizi buruk memiliki rata-rata IQ yang lebih rendah 13,7

poin dibandingkan dengan anak yang tidak pernah mengalami gangguan gizi.

Jumlah Kasus gizi buruk saat ini menggambarkan fenomena puncak gunung es

dimana kondisi sebenarnya dilapangan jauh lebih banyak. Kasus gizi buruk di Lombok Timur

misalnya, hingga Januari 2011 mencapai 330 orang dengan rincian 130 balita gizi buruk dan

200 balita gizi kurang (VIVAnews.com). Tak hanya di Lombok Timur, Jumlah penderita gizi

buruk di Sulawesi Selatan hingga Oktober 2011 dilaporkan 286 kasus meningkat dari tahun

sebelumnya yang hanya 150 kasus sehingga jumlahnya mencapai 436 kasus (tribun

timur.com). Adapun di Gorontalo berjumlah 250 kasus, salah satunya adalah Fitri yang

berusia delapan tahun tubuhnya kurus kering, kulit disekujur tubuhnya mengelupas dan

mulutnya penuh luka. Kondisi yang lebih ironis dialami oleh Nurmayasari anak dari salah

satu keluarga miskin di Bogor, Jawa Barat, pada November 2011 sudah tak bernyawa,

karena tidak mampu lagi menerima asupan gizi (liputan 6.com). Dan masih banyak daerah-

daerah lain di Indonesia yang mengalami kasus serupa. Sehingga tak heran jika Direktur Bina

Gizi Kesehatan Ibu dan Anak Kemenkes Dr dr Slamet Riyadi Yuwono, DTM&H,

MARS,mengatakan bahwa“Ada sekitar 1 juta anak gizi buruk di Indonesia diantara 240 juta

penduduk Indonesia.”

Persentase kasus gizi buruk dibeberapa provinsi berada diatas prevalensi nasional

(5,4%). Misalnya, Provinsi Nusa Tenggara Barat merupakan yang tertinggi di Indonesia

mencapai 30,5 % dan yang terendah adalah di Provinsi Sulawesi Utara, sebesar 10,6 %

(Babuju.com). Millennium Development Goals (MDGs) merupakan kerangka kerja

pembangunan yang telah disepakati seluruh anggota PBB termasuk Indonesia. Salah satu

sasaran utama MDGs adalah pemberantasan kemiskinan dan kelaparan.Indikator tingkat

kemiskinan di Indonesia salah satunya dilihat dari prevalensi gizi buruk. Oleh karena itu,

MDGs menargetkan tercapainya penurunan prevalensi gizi kurang dan gizi buruk menjadi

15% dan 3,5 % pada tahun 2015.

Sumatera Barat memiliki prevalensi gizi buruk dan gizi kurang yang tinggi di

Indonesia. Menurut data Departemen Kesehatan tahun 2004, Sumatera Barat memiliki

prevalensi 25,42%. Hasil penelitian HKI dan Fakultas Kedokteran Unand tahun 2000 di

Page 3: PENGGUNAAN METODE POSITIVE DEVIANCE UNTUK …

3

Sumatera Barat diperoleh informasi anak usia 0 – 59 bulan yang stunting ringan/sedang

(TB/U nya ≥ -2 SD) ada sebanyak 36,7%, stunting tingkat berat (TB/U < -3 SD) sebesar

10,6%, sedangkan prevalensi stunting untuk 4 kota besar di Sumatera Barat mencapai 31%.

Temuan dari Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Barat tahun 2001 melalui kegiatan

Pemantauan Status Gizi (PSG) ditemukan balita yang menderita KEP Berat sebesar 1,8%.

Prevalensi gizi buruk (skor Z berat badan menurut umur) di Indonesia tahun 2003 sebanyak

8,3 %, menjadi 8,8% tahun 2005, Propinsi Sumatera Barat 7,03% tahun 2003 dan meningkat

menjadi 10,8% tahun 2005 (Depkes, 2006).

Laporan hasil penimbangan massal di propinsi Sumatera Barat pada tahun 2005 angka

prevalensi gizi kurang telah turun menjadi 14,9% (2,9% adalah gizi buruk) dan pada tahun

2006 meningkat lagi menjadi 15,8% (2,9% menderita gizi buruk). Peningkatan angka

prevalensi gizi kurang terjadi di Kota Padang sebanyak (1,8%) dengan cakupan penimbangan

yang paling rendah (56,2%) dibandingkan daerah lain (Tabel 1). Walaupun cakupan

penimbangan masih rendah, tetapi data ini mampu memberikan gambaran bahwa kekurangan

gizi terus meningkat karena Indonesia masih mengalami krisis ekonomi yang

berkepanjangan.

Data dari Dinas Kesehatan Kota Padang bahwa data Balita gizi buruk tahun 2010

berjumlah 100 orang, sebanyak 12 balita gizi buruk yang dirawat inap dan 88 orang Balita

yang rawat jalan. Balita dengan status gizi kurang berjumlah 550 orang dan sebanyak 317

orang diantaranya berasal dari keluarga miskin. Balita dengan gizi kurang dan gizi buruk

tersebar di seluruh Puskesmas kota padang.

Pada tahun 1998 pemerintah melakukan perbaikan gizi melalui langkah pengamanan

yang disebut Social Safety Mate atau yang dikenal dengan jaring pengaman social. Dalam

bidang kesehatan dikenal dengan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) sebagai bagian dari

Jaring Pengaman Sosial Bidang Kesehatan (JPS-BK). PMT dilakukan dengan memberian

makanan tambahan berupa telur, susu, biskuit pada anak-anak gizi buruk dan gizi kurang

selama 90 hari. PMT JPS-BK kemudian menjadi idola tetapi masih menyisakan masalah

besar akibat mewariskan karakter ketergantungan yang hebat, bukan saja pada level petugas

kesehatan tetapi juga pada level masyarakat penerima bantuan. Seringkali bantuan yang

diberikan berupa susu, telur dan biscuit bukan dikonsumsi oleh anak yang kurang gizi, tetapi

malah dikonsumsi oleh orang tua atau anggota keluarga lainnya. Sehingga program ini

bukannya menyelesaikan masalah, malah menimbulkan masalah baru yaitu ketergantungan.

(Sirajuddin, 2004:2).

Page 4: PENGGUNAAN METODE POSITIVE DEVIANCE UNTUK …

4

Pendekatan lain yang tak kalah penting yang pernah digalakkan oleh pemerintah

adalah konsep pemberdayaan keluarga. Hingga saat ini konsep pemberdayaan keluarga dalam

mengatasi gizi buruk masih jarang dilakukan, karena sulitnya untuk merumuskan bentuk

intervensi yang melibatkan aspek income generating keluarga. Terlebih jika kemudian

disimpulkan bahwa penyebab gizi buruk adalah sindroma kemiskinan.

Fenomena di atas menunjukkan bahwa dibutuhkan sebuah pendekatan yang lebih

mengakar dan memberi hasil yang maksimal dalam menanggulangi masalah gizi buruk di

Indonesia. Pendekatatan positive deviance sebagai salah satu pendekatan yang pernah sukses

di Vietnam dalam menanggulangi masalah kekurangan gizi merupakan salah satu pilihan

(alternative) yang dapat dijadikan pilihan.

Walaupun kekurangan gizi berhubungan erat dengan kemiskinan, akan tetapi sebagian

anak dalam keluarga tertentu dengan sosial ekonomi yang rendah (miskin) mempunyai daya

adaptasi yang tinggi sehingga mampu tumbuh dan berkembang dengan baik (tidak kurang

gizi). Mereka dapat keluar dari permasalahan yang sama (kekurangan gizi) ketika keluarga-

keluarga miskin lainnya terbelenggu dalam masalah kekurangan gizi. Padahal secara sosial

ekonomi mereka sama dan hidup dalam lingkungan yang sama serta memiliki akses yang

sama pula terhadap fasilitas kesehatan. Keluarga miskin yang memiliki anak yang sehat

inilah yang disebut sebagai penyimpangan positif (positive deviance).

TINJAUAN PUSTAKA

Ada beberapa faktor penyebab yang diduga menghambat masyarakat untuk

mengkonsumsi gizi. Ketiadaan bahan gizi murah merakyat dan yang paling disayangkan

adalah ketidaktahuan masyarakat akan gizi dan peran pentingnya dalam kehidupan manusia.

Faktor kemiskinan seringkali diduga penyebab masyarakat kurang gizi. Pendapat ini

tidak sepenuhnya benar. Fakta yang lebih kuat menyatakan bahwa ternyata masyarakat kita

belum sepenuhnya memahami gizi dengan benar. Ada kesan bahwa gizi itu barang mewah

yang mahal dan orang miskin tidak akan mampu menyediakannya. Jelas ini adalah opini yang

salah dan berakibat fatal. Salah satu penyebab terjadinya kekurangan gizi ini adalah perilaku

masyarakat yang dapat membuat struktur keluarga terpecah (pekerja migrasi, perceraian dll)

yang pada akhirnya membuat anak terlantar dan menjadi kurang gizi. Faktor lain yang juga

cukup dominan adalah kurangnya pengetahuan tentang gizi dan kesehatan para ibu atau

keluarga yang mengasuh dan memelihara anak/balita tersebut, juga rapatnya jarak kehamilan

dan kelahiran. Selain itu juga anak tidak mendapat cukup perhatian dan ASI, karena ibunya

sangat sibuk mengurusi anak yang banyak serta asupan makanan yang kurang atau anak

sering sakit/terkena infeksi. Beberapa faktor penyebab:

Page 5: PENGGUNAAN METODE POSITIVE DEVIANCE UNTUK …

5

Tidak tersedianya makanan secara adekuat terkait langsung dengan kondisi sosial

ekonomi. Kadang-kadang bencana alam, perang maupun kebijakan politik maupun ekonomi

yang memberatkan rakyat akan menyebabkan hal ini. Kemiskinan sangat identik dengan

tersedianya makan yang adekuat. Data Indonesia dan negara lain menunjukkan adanya

hubungan timbal balik antara kurang gizi dengan kemiskinan. Kemiskinan merupakan

penyebab pokok atau akar masalah gizi buruk. Proporsi anak malnutrisi berbanding terbalik

dengan pendapatan. Makin kecil pendapatan penduduk, makin tinggi persentasi anak yang

kekurangan gizi. Kemiskinan sering dituding sebagai biang keladi munculnya penyakit ini di

negara-negara berkembang. Rendahnya pendapatan masyarakat menyebabkan kebutuhan

paling mendasar yaitu pangan pun sering tidak bisa terpenuhi. Laju pertambahan penduduk

yang tidak diimbangi dengan bertambahnya ketersediaan bahan pangan akan menyebabkan

krisis pangan. Inipun menjadi penyebab munculnya penyakit kurang gizi.

Anak tidak cukup mendapat makanan bergizi seimbang. Makanan alamiah terbaik

bagi bayi yaitu ASI, dan sesudah usia 6 bulan anak tidak mendapat makanan pendamping

ASI (MP-ASI) yang tepat, baik jumlah dan kualitasnya akan berakibat terhadap status gizi

bayi. MP-ASI yang baik tidak hanya cukup mengandung energi dan protein, tetapi juga

mengandung zat besi, vitamin A, asam folat, vitamin B serta vitamin dan mineral lainnya.

MP-ASI yang tepat dan baik dapat disiapkan sendiri di rumah. Pada keluarga dengan tingkat

pendidikan dan pengetahuan yang rendah seringkali anaknya harus puas dengan makanan

seadanya yang tidak memenuhi kebutuhan gizi balita karena ketidaktahuan. Faktor sosial:

yang dimaksud disini adalah rendahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya makanan

bergizi bagi pertumbuhan anak. Sehingga banyak balita yang diberi makan ”sekedarnya” atau

asal kenyang padahal miskin gizi.

Pola pengasuhan anak berpengaruh pada timbulnya gizi buruk. Anak yang diasuh

ibunya sendiri dengan kasih sayang, apalagi ibunya berpendidikan, mengerti soal pentingnya

ASI, manfaat posyandu dan kebersihan, meskipun sama-sama miskin, ternyata anaknya lebih

sehat. Unsur pendidikan perempuan berpengaruh pada kualitas pengasuhan anak. Sebaliknya

sebagian anak yang gizinya buruk ternyata diasuh oleh nenek atau pengasuh yang juga

miskin dan tidak berpendidikan. Banyaknya perempuan yang meninggalkan desa untuk

mencari kerja di kota bahkan menjadi TKI, kemungkinan juga dapat menyebabkan anak

menderita gizi buruk. Kebiasaan, mitos ataupun kepercayaan/ adat istiadat masyarakat

tertentu yang tidak benar dalam pemberian makan akan sangat merugikan anak. Misalnya

kebiasaan memberi minum bayi hanya dengan air putih, memberikan makanan padat terlalu

dini, berpantang pada makanan tertentu (misalnya tidak memberikan anak-anak daging, telur,

Page 6: PENGGUNAAN METODE POSITIVE DEVIANCE UNTUK …

6

santan dll), hal ini menghilangkan kesempatan anak untuk mendapatkan asupan lemak,

protein maupun kalori yang cukup.

Sering sakit menjadi penyebab terpenting kekurangan gizi, apalagi di negara-negara

terbelakang dan yang sedang berkembang seperti Indonesia, dimana kesadaran akan

kebersihan/personal hygine yang masih kurang, serta ancaman endemisitas penyakit tertentu,

khususnya infeksi kronik seperti TBC masih sangat tinggi. Kaitan infeksi dan kurang gizi

seperti layaknya lingkaran setan yang sukar diputuskan, karena keduanya saling terkait dan

saling memperberat. Kondisi infeksi kronik akan menyebabkan kurang gizi dan kondisi

malnutrisi sendiri akan memberikan dampak buruk pada sistem pertahanan sehingga

memudahkan terjadinya infeksi. Tak dapat dipungkiri memang ada hubungan erat antara

infeksi dengan malnutrisi. Infeksi sekecil apapun berpengaruh pada tubuh. Sedangkan kondisi

malnutrisi akan semakin memperlemah daya tahan tubuh yang pada giliran berikutnya akan

mempermudah masuknya beraga

Sajogyo dkk (1999:34), bahwa penyebab timbulnya masalah gizi (kurang gizi) pada

anak balita adalah rendahnya penghasilan dari rumah tangga. Rendahnya penghasilan

membawa akibat pada penberian makanan yang kurang jumlahnya dan kualitas gizinya.

Berbagai cara telah dilakukan oleh pemerintah uuntuk mengatasi masalah kekurangan

gizi antara lain malekukan penimbangan balita, KIE/Promkes, pemanfaatan pekarangan,

pemberian makanan tambahan (PMT), oralit, kapsul vitamin A. Kegiatan tersebut sifat

intervensi yang berasa dari lar komunitas. Oleh karena itu hasilnya seringkali kurang

memuaskan karena ketika intervesi selesai dilakukan masyarakat kurang mampu melanjutkan

sendiri program yang telah diintrodusir terebut. Untuk itu perlu dicarikan suatu metode yang

dapat menggugah kesadaran masyarakat agar mau berusaha sendiri untuk mengatasi

masalahnya melalui perilaku-perilaku yang telah dikerjakan oleh orang lain dalam

komunikatas yang menyimpang dari perilaku umum yang ada. Perilaku ersebut disebut

sebagai perilaku penyimpangan ositif.

Penyimpang positif (positive deviant) adalah individu-individu tertentu dalam

masyarakat atau komunitas yang mempunyai kebiasaan-kebiasaan dan perilaku-perilaku

special atau tidak umum yang memungkinkan mereka dapat menemukan cara-cara yang lebih

baik untuk mengatasi masalah-masalah dibandingkan tetangga-tetangga mereka yang

Page 7: PENGGUNAAN METODE POSITIVE DEVIANCE UNTUK …

7

memiliki sumber yang sama dan menghadapi resiko yang serupa.”(Monique and J. Sternin,

2003:2).1

Adapun yang dimaksud dengan memiliki sumber yang sama yaitu keluarga-keluarga

yang memiliki anak-anak kekurangan gizi dan keluarga-keluarga yang memiliki anak-anak

sehat (positive deviant) hidup dalam lingkungan yang sama serta memiliki status social

ekonomi yang sama (miskin) dan menghadapi resiko yang serupa yaitu kekurangan gizi2.

Walaupun memiliki sumber yang sama (miskin) dan menghadapi resiko yang serupa

(kekurangan gizi), namun memiliki hasil yang berbeda yaitu keluarga miskin dengan anak

yang kekurangan gizi dan keluarga miskin dengan anak yang sehat. Keluarga miskin dengan

anak yang sehat inilah yang disebut dengan keluarga penyimpang positif.

Mengapa keluarga miskin dapat memiliki anak-anak yang sehat? karena keluarga

miskin tersebut memilki perilaku-perilaku yang tidak lazim atau biasa dilakukan oleh

kebanyakan (normal) keluarga miskin lainnya dalam komunitas yang sama. Perilaku-perilaku

tersebut adalah perilaku special yang berhubungan dengan kesehatan seperti pola

pengasuhan, pola pemberian makan, perilaku kebersihan, dll. Walaupun perilaku-perilaku

dan kebiasaan-kebiasaan yang special tersebut tidak umum dilakukan di dalam komunitas,

tetapi perilaku dan kebiasaan tersebut tidak menghambat atau bertentangan dengan

kearifan/kebijaksanaan konvensional (conventional wisdom). Perilaku dan kebiasaan tersebut

seperti memakan tanaman yang dianggap tabu oleh masyarakat, memasak makanan dengan

cara yang berbeda, perawatan anak selama sakit,dll.

Perilaku-perilaku keluarga devian positif tersebut di atas bukanlah perilaku yang tidak

dapat dilakukan oleh keluarga miskin lainnya. Tetapi karena adanya nilai-nilai dan kebiasaan-

kebiasaan tertentu membuat beberapa keluarga miskin tidak dapat melakukannya. Misalnya

dalam pemberian kolostrum, keluarga miskin yang memiliki anak kekurangan gizi tidak

memberikan kolostrum kepada anaknya karena adanya kepercayaan bahwa kolostrum

1 Lebih lanjut istilah positive deviance telah dipakai untuk menjelaskan suatu keadaan

penyimpangan positif yang berkaitan dengan kesehatan, pertumbuhan dan perkembangan anak-anak di dalam lingkungan masyarakat dan keluarga yang sama. Secara khusus pengertian positive deviance dapat dipakai untuk menjelaskan factor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan atau status gizi yang baik dan anak-anak yang hidup di dalam keluarga miskin dimana sebagian besar anak lainnya menderita gangguan pertumbuhan dan kekurangan gizi. Dapat dilihat dalam: Positive Deviance in Child Nutrition :with emphasis on psychosocial and behavioural aspects and implications for development, by Marian Zeitlin, Hossein Ghassemi and Mohamed Mansour, The United Nations University, Tokyo,1990)

2 Beberapa hasil peneltian menunjukkan hubungan yang erat antara kemiskinan dan kekurangan gizi. Lebih lanjut lihat: (Supariasa, 2002; Sajogyo dkk, 1999)

Page 8: PENGGUNAAN METODE POSITIVE DEVIANCE UNTUK …

8

tersebut adalah susu basi, sehingga tidak baik untuk anak. Bahkan kolostrum tersebut

diyakini dapat membuat anak kuning dan panas.3Hal senada juga terdapat dalam penelitian

yang dilakukan oleh LSM Totalitas dimana di Desa Batu Panjang Kab. Solok Sumatera

Barat, beberapa keluarga miskin penyimpang positif memasak serangga sejenis belalang

(mereka menyebutnya sipasin) yang banyak terdapat pada saat panen padi untuk makan anak

mereka. Sipasin tersebut sebenarnya bisa didapatkan dengan mudah di lingkungan mereka

tetapi mereka tidak biasa memberikannya untuk anak-anak karena dianggap dapat

mengakibatkan anak sakit. Tetapi beberapa keluarga penyimpang positif memasak dan

memberikanya kepada anak mereka.

TUJUAN DAN MANFAAT KEGIATAN

Tujuan Kegiatan:

a. Mengenalkan metode positive deviant kepada para kader kesehatan untuk mengatasi

masalah gizi buruk

b. Melatih kader kesehatan dalam menggunakan metode positive deviant untuk

mengatasi masalah gizi buruk.

Manfaat Kegiatan:

a. Menambah pengetahuan kader kesehatan mengenai variasi metode yang dapat

digunakan untuk mengatasi masalah gizi buruk .

b. Meningkatkan ketrampilan para kader kesehatan dalam mengatasi masalah gizi buruk.

c. Mengatasi masalah gizi buruk di Kelurahan Bungus Timur , Kecamatan Padang

Selatan, Kota Padang.

KERANGKA PEMECAHAN MASALAH

Kegiatan pengabdian dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Pembantu Bungus

Timur, Kelurahan Bungus. Dibawah wilayah kerja Puekesemas tersebut terdapat 4 posyandu

yang cukup aktif. Beberapa program penangggulangan masalah kekuarangan gizi pernah

dilakasanakan di wilayah kerja Puskesmas tersebut diantaranya adalah Pemberian Makanan

Tambahan (PMT) seperti biscuit, susu, telur, dll, Penyuluhan dan Perawatan atau dirujuk ke

Puskesmas bila status gizi anak tidak membaik. Pelaksnaan ketiga program tersebut ternyata

meninggalkan berbagai permasalahan yang cukup pelik dan memerlukan pemecahan

3 Zuldesni, “Positive Deviance”: Memahami Fenomena Penyimpangan Positif Dalam Kasus Kekurangan gizi”

(Thesis, UGM 2008)

Page 9: PENGGUNAAN METODE POSITIVE DEVIANCE UNTUK …

9

masalah. Program yang diintrodusir dari luar ternyata menciptakan ketergantungan keluarga

yang memiliki anak kekurangan gizi terhadap bantuan yang datang dari luar. Hal ini dapat

dipahami karena permasalahan yang dihadapi oleh mitra diselesaikan dengan mendatangkan

bantuan dari luar komunitas.

Pendekatan yang digunakan selama ini dalam menanggulangi masalah kekurangan

gizi lebih bersifat memberikan bantuan yang berasal dari luar komunitas. Pendekatan ini

bukannya tidak bermanfaat sama sekali, tetapi hanya cocok untuk menanggulangi masalah

kekurangan gizi yang bersifat emergensi saja dan hanya akan menciptakan ketergantungan

pada masyarakat terhadap bantuan. Ketika bantuan tidak ada lagi maka anak-anak akan

kembali mengalami kekurangan gizi. Oleh karena itu, untuk mengatasi masalah ini

pendekatan penyimpangan positif memberikan alternative solusi dengan kerangka

pemecahan masalah sebagai berikut:

a. Memberikan pegetahuan kepada stackholder (staff puskesmas dan kader posyandu)

tentang pendekatan penyimpangan positif sebagai alternative dalam menanggulangi

masalah kekurangan gizi.

b. Memberikan pelatihan kepada stackholder (staff puskesmas dan kader posyandu) tentang

penggunaan metode penyimpangan positif sebagai alternative dalam menanggulangi

masalah kekurangan gizi.

c. Menerapkan pendekatan penyimpangan positif pada keluarga yang memiliki anak-anak

kekurangan gizi.

Kegiatan ini dilaksanakan dengan dua cara, pertama memberikan pengetahuan

melalui pelatihan, menggunakan cara belajar orang dewasa. Kedua meningkatkan

keterampilan dengan mempraktekkan pendekatan ini kader posyandu. Khalayak sasaran

dalam kegiatan ini adalah staff puskesmas dan kader.

Page 10: PENGGUNAAN METODE POSITIVE DEVIANCE UNTUK …

10

Berdasarkan permasalahan yang dihadapi diatas, maka perlu dicari pemecahan yang

berakar pada masyarakat setempat dengan memberdayakan potensi yang ada pada komunitas

tersebut. Pemecahan masalah dilakukan dengan melihat dan mempelajari perilaku para ibu

rumah tangga yang mempunyai anak balita dengan status gizi yang baik tetapi kondisi

ekonominya lemah. Untuk mengenali hal tersebut maka pendekatan penyimpangan positif

dapat digunakan sebagai alternative yang dapat membantu para kader posyandu dalam

menemukenali perilaku sehat para ibu rumah tangga yang berstatus ekonomi miskin tetapi

mempunyai anak balita yang baik gizinya. Untuk mengenali hal tersebut perlu dilakukan

pelatihan.

Pelatihan pendekatan penyimpangan positif adalah memberikan solusi yang sudah ada

didalam masyarakat itu sendiri sehingga solusi itu lebih tahan lama dan tidak menciptakan

ketergantungan. Tugas kita adalah menemukan solusi tersebut didalam komunitas yaitu orang

miskin dengan anak berstatus gizi baik. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam kerangka

berikut:

IV PELAKSANAAN KEGIATAN

MASALAH

Kekurangan Gizi (Banyak keluarga Miskin

yg memiliki anak kekurangan gizi

SOLUSI:

Belajar pada perilaku dan kebiasaan

Keluarga Penyimpang Positif (Keluarga

Miskin tetapi memiliki anak dengan status

gizi baik) dalam komunitas yg sama

Page 11: PENGGUNAAN METODE POSITIVE DEVIANCE UNTUK …

11

Kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini dilaksanalan melalui beberapa tahapan

kegiatan. Adapun kegiatan-kegiatan dimaksud adalah sebagai berikut:

Tahap Persiapan

Pada tahap persiapan ini, tim mengumpulkan informasi tentang lokasi pengabdian dan

mengadakan pertemuan untuk membicarakan tentang hal-hal yang diperlukan dalam

melaksanakan kegiatan pengabdian. Pertemuan tim pengabdian dilakukan di kampus FISIP

yang dihadiri oleh semua anggota tim. Dalam pertemuan ini dibicarakan tentang; kapan

waktu turun ke lapangan, pengurusan izin mulai dari lembaga penelitian dan Pengabdian

sampai ke lokasi pengabdian (Posyandu di Wilayah Kerja Puskesmas Pembantu Bungus

Timur), penentuan materi pelatihan serta pemberi pelatihan, peralatan yang diperlukan dalam

kegiatan serta bagaimana pengadaannya, daftar hadir peserta pelatihan, dan penetapan

evaluasi awal dan akhir kegiatan penelitian. Disamping membicarakan materi pertemuan

digunakan juga untuk pembagian tugas masing-masing anggota tim.

Survai Lokasi

Survai dilakukan dalam bentuk pengamatan lapangan untuk menentukan kesiapan

objek sasaran dan Puskesmas Pembantu Bungus Timur dalam pelaksanaan kegiatan

pengabdian. Pengamatan lapangan ini dalam bentuk observasi di Posyandu, komunikasi

dengan Lurah Bungus Timur, kemudian dengan Kepala Puskesmas Pembantu dan Staff

pustu, dilakukan pada tanggal 24 Oktober 2013 ke Posyandu-Posyandu di wilayah kerja

Pustu di Bungus Timur.

Komunikasi tahap kedua dilakukan menjelang pelaksanaan pelatihan yaitu pada

tanggal 4 November 2013 sekaligus membawa Surat Tugas dari Lembaga Penelitian

danPengabdian kepada Masyarakat Universitas Andalas. Tim Pengabdian diterima oleh

Lurah Bungus Timur , kemudian kami ketemu dengan Kepala Pustu Bungus Timur Ibu Ery.

Page 12: PENGGUNAAN METODE POSITIVE DEVIANCE UNTUK …

12

Penerimaan Bpk Lurah dan pimpinan pustu sangat baik. Kami menyampaikan kepada

mereka, terutama pihak pustu bahwa Tim Pengabdian dari Universitas Andalas pada hari

Selasa tanggal 12 November 2013 akan mengadakan Pelatihan Pendekatan Penyimpangan

Positif Untuk Mengatasi Masalah Kekurangan Gizi. Pihak puskesmas pun disambut dengan

antusias. Kemudian dalam pertemuan tersebut juga dibicarakan masalah persiapan seperti

tempat, peralatan dan undangan. Khusus untuk undangan kami tim peneliti dari Universitas

Andalas ingin menyampaikan secara langsung undangan tersebut ke tangan kader-kader

posyandu. Karena ada kekhawatiran nantinya, kalau undagan tidak disampaikan secara

langsung dan kita tidak berdialog dengan kader maka tingkat partisipasi kader untuk hadir

dalam kegiatan tersebut menjadi rendah. Argumentasi itu juga dipahami oleh pimpinan

puskesmas. .

Khalayak Sasaran

Khalayak sasaran kegiatan ini adalah kader-kader posyandu di wilayah kerja

Puskesmas Bungus Timur dan staff puskesmas bidang gizi. Kader posyandu yang mengikuti

pelatihan ini terdaftar berjumlah 18 orang.

Realisasi Pemecahan Masalah

Sesuai dengan tujuan kegiatan dan kerangka pemecahan masalah, realisasi pemecahan

masalah dilakukan melalui urutan asara sebagai berikut:

Pembukaan dan Perkenalan

Kegiatan pelatihan berlangsung di Aula Puskesmas Bungus Timur. Pelatihan dimulai

pada tepat pada pukul. 09.00 Wib dengan susunan acara sebagai berikut: Moderator oleh Drs.

Wahyu Pramono, M.Si, Kata sambutan dan sekaligus membuka acara oleh Kepala Puskesmas

Bungus Timur yaitu Ibu Ery dan kata sambutan oleh Zuldesni sebagai Ketua Tim Pelaksana

Pengabdian kepada Masyarakat sekaligus memperkenalkan Tim Pengabdian kepada peserta

pelatihan yaitu Dr. Elfitra, Msi, Dra. Dwiyanti Hanandini MSi dan Aziwarti SH, MHum

Page 13: PENGGUNAAN METODE POSITIVE DEVIANCE UNTUK …

13

Proses Pelatihan

Agar pelaksanaan pelatihan tidak berjalan kaku dan terjalin keakraban diantara

fasilitator dengan peserta maka peserta pelatihan diminta duduk ditikar dan membentuk

setengah lingkaran (membentuk huruf U). Pelatihan diawali dengan perkenalan kurang lebih

20 menit dengan menggunakan permainan ZIP-ZAP. Adapun aturan main permainan ini

adalah pada tahap awal semua peserta berdiri dan memperkenalkan diri masing-masing

dengan tiga item yaitu nama, hobi, dan saat atau moment yang paling menggembirakan

didalam hidupnya. Setelah semua peserta termasuk fasilitator memperkenalkan diri, maka

fasilitator akan berputar sambil berhitung dan akan menunjuk salah seorang peserta dan

menyebut ZIP, maka peserta yang ditunjuk harus memperkenalkan teman yang berada

disebelah kirinya, kemudian fasilitaor kembali berputar dan menyebut ZAP maka perserta

yang ditunjuk harus memperkenalkan teman yang berada di sebelah kanannya. Dan ketika

fasilitator menyebut ZIP-ZAP maka semua orang harus berpindah tempat. Hal yang sama

akan dilakukan secara sampai beberapa putaran hingga diperkirakan peserta cukup megenal

teman-temannya.

Setelah proses perkenalan melalui permainan ZIP-ZAP selesai dilakukan, maka Ibu

Zuldesni sebagai ketua sekaligus fasilitator kegiatan ini memulai pelatihan dengan membagi

peserta menjadi 3 kelompok. Kelompok dibentuk dengan cara peserta berhitung sebanyak 1-

3, lalu peserta yang menyebutkan angka yang sama akan masuk dalam kelompok yang sama.

Setelah seluruh peserta mendapatkan kelompoknya, maka pelatihan dimulai dengan diskusi

kelompok dengan tema diskusi a) Program-program apa sajakah yang telah pernah dilakukan

di posyandu masing-masing dalam menanggulangi masalah kekurangan gizi? b)

Bagaimanakah tingkat keberhasilan program tersebut, apakah berhasil, gagal, berhasil hanya

untuk sementara waktu kemudian gagal lagi c) Apa faktor yang menyebabkan keberhasilan

dan kegagalannya?

Page 14: PENGGUNAAN METODE POSITIVE DEVIANCE UNTUK …

14

Setiap kelompok diberi waktu selama 20 menit untuk mendiskusikan pertanyaan

tersebut. Hasil diskusi kelompok ditulis dikertas flano dan ditempel di dinding. Kelompok II

adalah yang pertama kali menyelesaikan diskusi dan persentasi, lalu disusul oleh kelompok I

dan III. Dari hasil diskusi dapat disimpulkan bahwa: a) Program-program yang sudah

dijalankan di posyandu untuk menanggulangi masalah kekurangan gizi adalah (1). Pemberian

Makanan Tambahan (PMT) seperti berupa telur, susu, biskuit, kacang hijau, dll. (2).

Penyuluhan; baik yang dilakukan sewaktu kegiatan psoyandu maupun penyuluhan yang

disampaikan langsung ke rumah-rumah sasaran, (3) ditujuk ke Puskesmas; hal ini dilakukan

bila pendekatan yang pertama dan kedua tidak memberikan hasil, maka anak yang

mengalami kekurangan gizi terseut dirujuk ke puskesmas untuk mendapatkan perawatan yang

lebih intensif. b) Sedangkan tingkat keberhasilannya; ada yang gagal dan ada yang berhsil.

Yang gagal adalah anak-anak yang walaupun sudah diberi bantuan (PMT) namun berat

badannya tidak naik-naik. Namun ada juga yang berhasil sementara waktu saja , dimana

ketika bantuan sudah tidak ada lagi maka mereka kembali mengalami kekurangan gizi.

Disamping itu, juga ada yang gagal, dimana walaupun ketiga pendekatan di atas sudah

diberikan namun berat badan anak tetap tidak naik. c) Adapun faktornya antara lain: ibu yang

malas, makanan yang diberikan tidak disukai oleh anak sehingga seringkali yang makan

bukan anak yang mengalami kekurangan gizi tetapi kakaknya atau pun orang tuanya, bahkan

ada yang dijual.

Selanjutnya, fasiltator mencoba memancing analisis peserta dengan pertanyaan: kira-

kira kenapa perogram pengentasan kekurangan gizi dilakukan demikian? Kenapa programnya

memberikan bantuan berupa makanan tambahan dan penyuluhan. Sebagian peserta

menjawab: ”karena mereka miskin sehingga tidak mampu dan tidak tahu bagaimana cara

memberikan makanan yang terbaik kepada anak”. Lalu fasilitator mengatakan bahwa:”ya,

betul, kenapa programnya adalah pemberian makanan tambahan karena pembuat kebijakan

Page 15: PENGGUNAAN METODE POSITIVE DEVIANCE UNTUK …

15

melihat bahwa permasalahan kekurangan gizi itu memiliki hubungan yang relevan dengan

kemiskinan, sebetulnya asumsi itu tidak salah, dan bahkan beberapa data menunjukkan

bahwa memang ada hubungan yang signifikan antara kekurngan gizi dengan kemiskinan”.

Tetapi program itu akhirnya menimbulkan ketergantungan keluarga miskin terhadap bantuan

luar untuk mengatasi permasalahannya. Program itu tidak salah atau tidak bermanfaaat, tetapi

ada pendekatan lain yang lebih mengakar didalam masyarakat itu sendiri yang akan kita

bahas kali ini yaitu pendekatan penyimpangan positif.

Sebelum masuk kepada pembahasan mengenai apa itu pendekatan penyimpangan

positif, maka fasilitator mencoba memancing apa yang dipahami oleh peserta ketika berbicara

tentang penyimpangan. Sebagian peserta menjawab bahwa ”menyimpang adalah orang yang

keluar dari apa yang norma, wajar dilakukan oleh banyak orang”. Definisi sehari-hari tersebut

tidak jauh berbeda dengan apa yang dipahami dalam pelatihan ini, bahwa penyimpangan

adalah tindakan-tindakan, perilaku-perilaku yang berada diluar kebanyakan (normal) yang

terjadi di masyarakat. Jadi, bila dihubungkan dengan pendekatan penyimpangan positif dalam

kasus kekurangan gizi, maka: Normal: keluarga miskin yang memiliki anak kekurangan gizi,

penyimpangan negatif: keluarga kaya tetapi memiliki anak kekurangan gizi sedangkan

penyimpangan positif : keluarga miskin tetapi memiliki anak dengan status gizi baik. Jadi

pendekatan ini mencari solusi permasalahan yang ada didalam masyarakat dari dalam

masyarakat itu sendiri, yaitu keluarga-keluarga yang memiliki perilaku dan kebiasaan yang

spesial sehingga memungkinkan mereka menemukan jalan keluar terhadap permasalahan

yang dihadapi dibandingkan tetangga-tetangga mereka yang menghadapi resiko serupa.

Setelah perserta sudah mengerti dan paham tentang konsep penyimpangan positif

dalam kasus kekurangan gizi, maka sesi selanjutnya dilanjutkan dengan bagaimana

menerapkan pendekatan penyimpangan positif dalam kasus kekurangan gizi. Tahap-tahap

tersebut adalah:

Page 16: PENGGUNAAN METODE POSITIVE DEVIANCE UNTUK …

16

Kita harus menmpunyai data yang akurat tentang status gizi balita. Untuk endapatkan

data yang valid, tidak ada jalan lain yaitu harus menimbang semua balita yang ada di

wilayah sasaran. Kita tidak bisa dengan hanya mengandalkan data yang terdapat di

posyandu saja, karena tidak semua orang membawa anaknya untuk ditimbang ke

posyandu. Oleh karena itu, tidak ada jalan lain kita harus menimbang sendiri ke rumah-

rumah penduduk untuk mendapatkan data yang valid.

Setelah mendapatkan data yang falid tentang status gizi balita, maka kita harus

mendapatkan kategori-kategori siapa yang disebut miskin oleh komunitas. Kita harus

menggunakan kategori-kategori lokal untuk menentukan siapa yang disebut miskin.

Karena akan sulit diterapkan kalau kita menggunakan kategori-kategori dari luar

komunitas seperti Miskin menurut BPS, BKKBN, Dinas Sosial, dll.

Setelah kita mendapatkan data yang valid tentang status gizi dan status sosial ekonomi,

maka kita akan mendapatkan data tentang berapa jumlah keluarga miskin yang memiliki

anak yang kekurangan gizi, dan berapa jumlah keluarga miskin yang memiliki anak

dengan status gizi baik (PD).

Langkah selanjutnya adalah mengetahui strategi, kebiasaan, perilaku apa saja yang

dilakukan oleh keluarga PD sehingga mereka berhasil atau sukses (memiliki anak yang

sehat). Langkah ini disebut Positive Devaince Inquiry (PDI= penjajakan penyimpangan

positif). PDI ini dilakukan dengan diskusi kelompok terarah (FGD), Observasi,

wawancara mendalam, dll.

Setelah mendapatkan data yang valid tentang perilaku dan kebiasaan keluarga PD, maka

selanjutnya adalah bagaimana memindahkan kebiasaan, strategi yang sudah diperoleh itu,

kepada keluarga miskin yang mempunyai anak kekurangan gizi. Untuk memindahkan

kebiasaan baru tersebut, maka dibentuk pos gizi (PD/Hearth). Di pos gizi tersebut

pengasuh utama dan anak-anak yang mengalami kekurangan gizi mempraktekkan secara

Page 17: PENGGUNAAN METODE POSITIVE DEVIANCE UNTUK …

17

bersama perilaku dan kebiasaan tersebut. Kegiatan ini berlangsung selama 2 minggu

berturut-turut.

Setelah selama dua minggu mempraktekkan prilaku dan kebiasaan baru, maka hal-hal

baru tersebut juga dilanjtkan dengan mempraktekkannya di rumah. Sukarelawan akan

memantau dan tetap meotivasi supaya perilaku tersebut tetap dipraktekkan di rumah

sehingga menjadi sebuah kebiasaan baru. Secara teori perilaku, maka waktu satu bulan

dianggap cukup untuk membentuk sebuah kebiasaan baru.

Sebelum pelatihan berakhir, diadakan evaluasi sejauh mana tujuan pelatihan sudah

dicapai oleh peserta yaitu pemahaman terhadap konsep penyimpangan positif dan bagaimana

menerapkan pendekatan penyimpangan positif dalam menanggulangi masalah kekurangan

gizi. Berdasarkan evaluasi diketahui bahwa sebagian besar peserta sudah dapat mengetahui

apa yang dimaksud dengan penyimpangan positif. Disamping itu peserta juga sudah dapat

menjelaskan bagaimana cara menerapkan pendekatan ini dalam menanggulangi masalah

kekurangan gizi. Tetapi yang menjadi harapan peserta ke depan adalah bagaimana

pendekatan ini dipraktekkan secara langsung dilapangan.

HASIL DAN EVALUASI KEGIATAN

Hasil Kegiatan

Kegiatan pelatihan ini bertujuan untuk memperkenalkan u pendekatan penyimpangan

positif dan bagaimana menerapkan pendekatan tersebut untuk menanggulangi masalah

kekurangan gizi. Tujuan ini memang belum bisa terealisir secara maksimal dalam waktu

pelatihan yang sangat singkat. Namun demikian, dari pengamatan terhadap proses

berlangsungnya pelatihan terlihat banyak manfaat positif yang didapatkan kader posyandu

dan staf puskesmas bidang gizi terutama dalam melihat bagaimana sebuah solusi dapat

ditemukan didalam komunitas itu sendiri.

Page 18: PENGGUNAAN METODE POSITIVE DEVIANCE UNTUK …

18

Pada sesi pertama, tujuan yang ingin dicapai adalah bagaimana pemahaman peserta

terhadap pendekatan dan program-program yang sudah dilakukan dalam menanggulangi

masalah kekurangan gizi. Pada sesi ini peserta dibuat dalam bentuk kelompok. Selama

diskusi didalam kelompok sangat terlihat antusias masing-masing peserta untuk

mengemukakan pendapatnya berdasarkan pengalaman yang didapat di posyandunya masing-

masing. Pemahaman terhadap program yang sudah dilakukan sangat penting untuk dapat

melihat perbedaan dengan pendekatan penyimpangan positif.

Pada sesi kedua dari pelatihan adalah untuk mendudukkan pemahaman peserta

tentang pendekatan penyimpangan positif. Peserta dapat menyebutkan apa yang dimaksud

dengan penyimpangan dalam kehidupan sehari-hari. Setelah peserta memahami bagaimana

penyimpangan dalam kehidupan sehari-hari maka dihubungkan dengan penyimpangan positif

dalam masalah kekurangan gizi. Perserta dapat memahami bahwa keluarga penyimpangan

positif adalah keluarga miskin yang memiliki anak dengan status gizi baik. Peserta

menghubungkan dan memberikan contoh dalam wilayah kerjanya masing-masing.

Pada sesi ketiga adalah bagaimana menerapkan pendekatan penyimpangan positif

dalam menanggulangi masalah kekurangan gizi. Pada sesi ini sangat terlihat optimism dari

peserta untuk dapat menerapkan pendekatan penyimpangan positif di wilayah kerja masing-

masing. Bahkan beberapa peserta mengharapkan fasilitator dapat membantu mereka nantinya

di lapangan ketika akan menerapkan pendekatan penyimpangan positif di wilayah kerjanya

masing-masing.

Evaluasi Kegiatan

Evaluasi kegiatan dimulai sejak perencanaan dan pengorganisasian kegiatan

pengabdian, proses adsminisratif di LP2M Universitas Andalas dan Kantor Puskesmas

Pembantu Bungus Timur. Pelaksanaan kegiatan pengabdian berupa pelatihan di Aula Pustu

Bungus Timur. Dari proses keseluruhan perencanaan, pengorganisasian dan pelaksanaan

kegiatan pengabdian diperoleh hasil evaluasi sebagai berikut:

Page 19: PENGGUNAAN METODE POSITIVE DEVIANCE UNTUK …

19

1. Koordinasi Tim Pengabdian mulai dari perencanaan hingga pelaksanaan kegiatan

pelatihan relatif baik walaupun masih kurang maksimal. Hal ini ditandai dengan adanya

komunikasi yang terbangun di dalam tim dari awal hinggan akhir kegiatan pengabdian.

2. Pengurusan lokasi pengabdian di Puskesmas Bungus Timur sangat baik dan lancar.

Lurah Bungus Timur, Kepala Puskesmas Pembantu serta para staf sangat mendukung

dan mempercepat proses pelaksanaan kegiatan pengabdian.

3. Para kader posyandu sebagai peserta sangat antusias dan aktif terlibat dalam proses

pelatihan. Antusiasme dan keterlibatan kader-kader disebabkan model pendekatan yang

tidak kaku dan berorientasi pada metode pendidikan orang dewasa.

Keberhasilan kegiatan pelatihan yang telah dikemukakan di atas tentunya didukung

oleh banyak faktor. Di antara faktor pendukung itu adalah pertama, adanya dukungan moril

dan kerjasama yang baik dari pihak Pustu Bungus Timur dan seluruh kader posyandu untuk

pelaksanaan kegiatan pelatihan. Kedua, para kader sangat senang mengikuti kegiatan

pelatihan. Ketiga, materi pelatihan didesain dengan model dan metode pendidikan orang

dewasa.

Adapun kelemahan perencanaan dan pelaksanaan kegiatan pengabdian hanya terletak

kepada koordinasi Tim yang harus benar-benar maksimal dari awal hingga akhir dan waktu

pelatihan yang harus lebih panjang sehingga pendalaman dan praktik dapat dilakukan secara

langsung di dalam masyarakat.

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil kegiatan pengabdian yang telah dilakukan dalam bentuk “Pelatihan

Pendekatan Penyimpangan Positif (Positive Deviance) Dalam Menanggulangi Masalah

Kekurangan Gizi”, maka dapat dikemukakan kesimpulan dan saran.

Kesimpulan

1. Pengabdian kepada masyarakat dalam bentuk pelatihan Pendekatan Penyimpangan

Positif (Positive Deviance) Dalam Menanggulangi Masalah Kekurangan Gizi

Page 20: PENGGUNAAN METODE POSITIVE DEVIANCE UNTUK …

20

mendapat sambutan dan dukungan moril yang baik dari pihak Puskesmas Bungus

Timur, Kader-Kader posyandu di wilayah kerja Puskesmas Pembantu Bungus Timur

yang dibuktikan dengan kesiapan pihak pustu menyediakan tempat dan hadirnya

seluruh peserta yang diundang.

2. Motivasi dan keaktifan kader-kader dalam pelatihan sangat baik. Hal ini diindikasikan

dari antusiasme dan keterlibatan kader dalam mendengar materi pelatihan, bertanay

untuk mendalami materi, dan bermain bersama Tim dan fasilitator.

3. Proses pelatihan berlangsung sangat dinamis dan positif sesuai dengan kebutuhan para

peserta dan memakai pendekatan pendidikan orang dewasa, sehingga tidak terkesan

menggurui.

Saran

1. Untuk kegiatan pelatihan selanjutnya sebaiknya memiliki alokasi waktu yang panjang

sehingga pendalaman dan praktik pendekatan penyimpangan positif dapat dilakukan

secara langsung didalm masyarakat.

2. Koordinasi Tim Pengabdian dan fasilitator harus benar-benar telah terjalin dengan

baik sebelum turun ke lokasi pengabdian.

3. Hal-hal yang bersifat teknis seperti tempat, prasarana pelatihan dan konsumsi harus

benar-benar telah siap sebelum pelatihan dimulai sehingga pelatihan dapat

berlangsung efektif.

DAFTAR PUSTAKA

Coser (1962), Some Function of Deviant Behavior and Normative Flexibility, American

Journal of Sociology 68: 171-179

Douglas (1977), Shame and Deceit in Creative Deviance, pp. 59-86 in Sagarin, Edward (ed):

Deviance and Social Change, California: Sage.

Dodge, D. (1985). The Over-negativized conceptualization of deviance: A programmatic

exploration. Deviant Behavior, 6 (1), 17-37.

Page 21: PENGGUNAAN METODE POSITIVE DEVIANCE UNTUK …

21

Foster, George M and Barbara G. Anderson, Antropologi Kesehatan (Terjemahan dari

Medical Anthropology) oleh Priyanti suryadarma dan Meutia F. Hatta Swasono, UI

Press, Jakarta, 1986.

Monique and J.Sternin (2003) Panduan Positive Deviance, (terjemah CORE Group) Project

Concern International. Tidak diterbitkan

Sajogyo, Goenardi, Roeli, S, Harjadi, S, Khumaedi, M, 1994, Menuju Gizi Baik Yang Merata

di Pedesaaan dan Kota, Gadjah Mada University Press Yogyakarta.

Supariasa, I, Bakri, B, Fajar, I, 2002, Penilaian Status Gizi, Penerbit Buku Kedokteran EGC,

Jakarta

Meiyenti, Sri, Yevita Nurti, Makanan dan Gizi dalam Konteks Sosial Budaya, Dalam Jurnal

Antropologi No. V Juli 2004, Lab antropologi “Mentawai”FISIP Unand, Padang,

2004

Meiyenti, Sri, Yevita Nurni, Masalah Gizi Buruk Ditinjau Dari Aspek Sosial Budaya (Studi

Pada Masyarakat Minangkabau di Desa Ganting Kec. X koto Kab Tanah Datar

Sumatera Barat), Dalam Jurnal Antropologi Th. IV No.6 Juli-Desember 2002, Lab

Antropologi “Mentawai” fiSIP Unand, Padang, 2002

Zeitlin, Marian, dkk, Positive Deviance in Child Nutrition with Emphasis on Psychosocial

and Behavioural Aspects and Implications for Development, The United Nations

University, Tokyo, 1990.

West, B. (2003), Synergies in Deviance, Revisiting the Positive Deviance Debate, Electronic

Journal of Sociology 7(4), dapat diakses pada http:/www.sociology.org/

content/vol7.4/west.html[11 Oktober 2006]

Zuldesni, 2008, “Positive Deviance”: Memahami Feomena Penyimpangan Positif Dalam

Kasus Kekurangan Gizi, thesis UGM.