PENGGUNAAN METODE AL-BARQY UNTUK MEMBACA HURUF HIJAIYAH PADA ANAK TUNARUNGU WICARA KELAS VIII SMP DI SLB B YRTRW SURAKARTA TAHUN AJARAN 2009/2010 SKRIPSI OLEH : Eva Masithoh Wijayanti K 5106002 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PENGGUNAAN METODE AL-BARQY UNTUK MEMBACA HURUF
HIJAIYAH PADA ANAK TUNARUNGU WICARA KELAS VIII SMP
DI SLB B YRTRW SURAKARTA
TAHUN AJARAN 2009/2010
SKRIPSI
OLEH :
Eva Masithoh Wijayanti
K 5106002
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
HALAMAN PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji
Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
Persetujuan Pembimbing
Dosen Pembimbing I
Drs. Maryadi, M. Ag NIP.19520601 198103 1 003
Dosen Pembimbing II
Drs. R. Djatun, M. Pd
NIP. 19460410 198003 1 002
ABSTRAK
Eva Masithoh Wijayanti. PENGGUNAAN METODE AL-BARQY UNTUK BELAJAR MEMBACA HURUF HIJAIYAH PADA ANAK TUNARUNGU WICARA KELAS VIII SMP DI SLB B YRTRW SURAKARTA TAHUN AJARAN 2009/2010. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta, Juni, 2010.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan kemampuan membaca huruf hijaiyah pada anak tunarungu wicara kelas VIII SMP di SLB B YRTRW Surakarta setelah digunakan metode Al-barqy tahun ajaran 2009/2010. Pada penelitian ini penulis menggunakan penelitian tindakan kelas. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode Al-barqy. Langkah-langkah dalam penelitian ini terdiri dari identifikasi masalah, perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi, refleksi hasil dan merevisi perencanaan untuk tahap selanjutnya. Penelitian ini terdiri dari dua siklus. Siklus I terdiri dari tiga pertemuan dan siklus II terdapat dua pertemuan. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik observasi, wawancara dan tes. Teknis analisis yang digunakan adalah dengan melakukan deskripsi secara kualitatif yaitu dengan analisis kritis, dan data kuantitatif dengan analisis deskriptif komparatif. Pada penelitian tindakan ini penulis berperan sebagai guru dalam proses pembelajaran. Sedangkan guru Pendidikan Agama Islam berperan sebagai pengamat. Sumber data penelitian ini adalah peristiwa proses pembelajaran membaca huruf hijaiyah yang berlangsung di kelas dengan informan (guru dan siswa), serta dokumen. Untuk menguji validitas data penulis menggunakan triangulasi teknik dan review informan.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa metode Al-barqy dapat meningkatkan kemampuan membaca huruf hijaiyah. Hal ini dapat dilihat dari keaktifan siswa dan perhatian siswa selama proses pembelajaran. Selain itu, dapat dilihat dari peningkatan prestasi belajar siswa. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa metode Al-barqy dapat digunakan untuk belajar membaca huruf hijaiyah pada siswa kelas VIII SLB B YRTRW Surakarta tahun ajaran 2009/2010.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tunarungu dapat diartikan sebagai suatu keadaan hilangnya kemampuan
mendengar yang mengakibatkan seseorang tidak dapat menangkap berbagai
perangsang terutama melalui indera pendengaran. Karena kemampuan
mendengarnya yang mengalami gangguan, mengakibatkan kemampuan bahasa
dan bicara anak turarungu wicara berbeda dengan anak yang mendengar.
Kemampuan bahasa dan bicara erat kaitannya dengan kemampuan mendengar.
Untuk itu, perbendaharaan kata yang dimiliki anak tunarungu wicara sangat
terbatas. Selain itu, pengucapan kata tidak sebagus anak normal pada umumnya.
Begitu juga dalam membaca, baik huruf abjad maupun huruf hijaiyah. Patton
dalam Mohammad Efendi (2006: 7) mengemukakan bahwa “tunarungu adalah
ketidakmampuan seseorang dalam mengkomunikasikan gagasannya kepada orang
lain dengan memanfaatkan organ bicaranya“. Meskipun kondisi anak tunarungu
berbeda apabila dibandingkan dengan anak normal pada umumnya, tetapi anak
tunarungu wicara memiliki hak yang sama dalam pendidikan. Hal ini dilandaskan
pada UUD 1945 pasal 27 ayat 3 yang berbunyi “Setiap warga negara berhak
mendapatkan pendidikan dan pengajaran’’. Dalam undang-undang pendidikan
nasional No 20 tahun 2003 pasal 2 disebutkan mengenai dasar, fungsi, dan tujuan
pendidikan nasional yaitu :
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab’’.
Dari landasan undang-undang di atas, anak tunarungu wicara memiliki hak
untuk menikmati pendidikan yang dapat mengoptimalkan potensinya. Selain
memiliki keterbatasan dalam masalah pendengaran, anak tunarungu wicara juga
memiliki potensi intelegensi yang sama dengan anak normal. Keterbatasan yang
dimiliki anak tunarungu mengakibatkan kemampuan bicaranya kurang. Kata yang
diucapkan tidak begitu jelas, terutama huruf hijaiyah yang jarang digunakan
dalam kehidupan sehari-hari. Meskipun demikian, anak tunarungu yang beragama
Islam membutuhkan pengajaran mengenai huruf hijaiyah. Karena membaca huruf
hijaiyah merupakan titik awal dari membaca Al-Qur’an yang dianjurkan bagi
umat muslim.
SLB B YRTRW merupakan sekolah luar biasa yang menangani anak
tunarungu wicara dari tingkat TK sampai dengan SMA. Di dalam kurikulum
terdapat pokok bahasan membaca huruf hijaiyah yang diajarkan pada kelas 3 SD.
Namun, dalam sebuah pembelajaran agama Islam di kelas VIII SMP yang diikuti
penulis, siswi–siswi mengutarakan bahwa mereka baru hafal 2 surat pendek.
Sehingga dalam shalat tarawih mereka mengulang-ulang 2 surat pendek yang
mereka hafal itu. Padahal usia mereka rata-rata sekitar 14 tahun bahkan ada yang
berusia 20 tahun. Sesuai dengan silabus sekolah luar biasa, anak tunarungu wicara
pada jenjang pendidikan menengah pertama harus mampu menghafal 12 surat
pendek. Serta telah mampu menghafal seluruh huruf hijaiyah. Adapun surat
pendek yang mereka hafal itu, berasal dari tulisan terjemahan Indonesianya dan
baru satu siswi yang hafal selebihnya belum hafal. Di kelas tersebut terdapat 7
siswa dengan 5 perempuan dan 2 laki-laki. Sedangkan yang beragama Islam
adalah kelima siswi tersebut. Ketika penulis menanyakan kepada mereka tentang
huruf hijaiyah, mereka mengaku belum bisa. Hanya beberapa huruf yang mampu
mereka lafalkan dengan benar. Tetapi ada sebagian yang memang sulit untuk
mereka ucapkan. Namun demikian, tidak dapat dijadikan alasan bagi anak
tunarungu untuk tidak belajar membaca huruf hijaiyah. Karena dari segi
intelektual mereka digolongkan normal. Meskipun dalam hal pelafalan huruf tidak
seperti anak normal dalam melafalkan. Tetapi minimal ada perbedaan cara
pengucapan di setiap huruf hijaiyah. Kemampuan membaca huruf hijaiyah juga
diperlukan bagi anak tunarungu khususnya yang beragama Islam. Karena
kemampuan ini merupakan awal dari kemampuan membaca Al-Qur’an.
Kemampuan membaca huruf hijaiyah anak tunarungu wicara kelas VIII di
SLB B YRTRW Surakarta masih kurang. Siswi-siswi belum dapat membaca
sebagian besar dari huruf hijaiyah. Ketika siswi-siswi disuruh untuk membaca
huruf hijaiyah mereka berkata tidak bisa. Mereka kesulitan untuk mengingat dan
membaca huruf hijaiyah. Apabila mereka mengalami kesulitan dalam membaca
huruf hijaiyah, mereka membuka dan mengurutkan huruf-huruf hijaiyah tersebut
dari tulisan Indonesianya. Bahkan untuk huruf alif saja ada sebagian siswi yang
memerlukan waktu lama untuk mengingat huruf tersebut. Apalagi untuk huruf-
huruf yang berdekatan dalam pengucapannya mereka juga mengalami kesulitan.
Pada umumnya anak-anak membaca huruf hijaiyah dengan melihat transliterasi
hijaiyah ke Indonesianya. Hal ini dipertegas dari hasil wawancara dengan guru
Pendidikan Agama Islam bahwa anak-anak kelas VIII belum mampu dalam
membaca huruf hijaiyah. Siswi yang dianggap telah bisa sebenarnya belum
menguasainya. Masalah ini terjadi karena kurangnya kemampuan berbahasa ATR
sehingga dalam pengajaran membaca huruf hijaiyah sebatas mengenalkan saja
karena huruf ini jarang digunakan dalam berkomunikasi dengan lingkungaan.
Untuk itu, diperlukan metode pembelajaran huruf hijaiyah yang dapat
mengoptimalkan potensi akademik yang mereka miliki dan memberikan
tambahan materi bagi mereka. Sehingga mereka hafal dan mampu membaca huruf
hijaiyah.
Metode Al-barqy merupakan metode belajar membaca Al-Qur’an dengan
sistem 8 jam yang menggunakan kata lembaga atau kata kunci yang dapat diingat
anak. Metode ini juga disebut metode “anti lupa“ (Muhajir Sulthon, 1996: iii)
yang cocok diajarkan pada anak mulai kelas 4 SD. Selain itu, metode ini tidak
memberikan efek kejenuhan karena sangat fleksibel dan variatif. Sehingga metode
ini sangat cocok digunakan oleh anak tunarungu wicara untuk belajar membaca
huruf hijaiyah. Metode Al-barqy belum diterapkan di SLB B YRTRW Surakarta
yang memungkinkan menjadi solusi bagi siswa yang belum mampu membaca
huruf hijaiyah di sekolah ini. Rata-rata anak belum mampu membaca huruf
hijaiyah. Maka penulis memilih metode Al-barqy untuk diterapkan pada anak
tunarungu wicara kelas VIII SMP yang masih belum mampu membaca huruf
hijaiyah. Dari uraian latar belakang di atas penulis merencanakan kegiatan
penelitian yang berjudul ”Penggunaan Metode Al-barqy Untuk Belajar
Membaca Huruf Hijaiyah Pada Anak Tunarungu Wicara Kelas VIII SMP di
SLB B YRTRW Surakarta Tahun Ajaran 2009/2010”.
B. Rumusan Masalah
Secara umum permasalahan dalam penelitian ini adalah mengkaji
kemampuan anak tunarungu wicara kelas VIII SMP di SLB B YRTRW Surakarta
dalam belajar membaca huruf hijaiyah.
Dari uraian latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut :
Apakah penggunaan metode Al-barqy dapat meningkatkan kemampuan anak
tunarungu wicara kelas VIII SMP di SLB B YRYRW Surakarta dalam belajar
membaca huruf hijaiyah?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Tujuan Umum
Tujuan penelitian ini adalah untuk belajar membaca huruf hijaiyah
pada anak kelas VIII SMP di SLB B YRTRW Surakarta.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah :
Untuk mengetahui kemampuan membaca huruf hijaiyah pada anak
tunarungu wicara kelas VIII di SLB B YRTRW Surakarta setelah
digunakan metode Al-barqy yang dilaksanakan oleh peneliti.
D. Manfaat Penelitian
Dalam penelitian ini penulis mengharapkan agar diperoleh manfaat secara
praktis dan teoritis, yaitu :
1. Manfaat Teoritis
Manfaat secara teoritis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Mengembangkan metode pembelajaran Pendidikan Agama Islam
untuk anak tunarungu wicara di SLB B YRTRW Surakarta dalam
belajar membaca huruf hijaiyah.
b. Memperluas pengetahuan penulis terhadap permasalahan yang
berhubungan dengan belajar membaca huruf hijaiyah pada anak
tunarungu wicara yang dilakukan penulis.
2. Manfaat Praktis
Manfaat secara praktis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Dapat digunakan sebagai alternatif model pembelajaran membaca
huruf hijaiyah pada anak tunarungu wicara.
b. Memperkaya metode pembelajaran membaca huruf hijaiyah yang
sesuai dengan karakteristik anak tunarungu wicara.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Tinjauan Tentang Metode Pembelajaran
a. Pengertian Metode Pembelajaran Metode merupakan cara yang digunakan untuk manyampaikan materi
ajar kepada peserta didik. Metode berasal dari dua kata yaitu meta yang berarti
melalui dan hodos yang berarti jalan/cara. ”Metode adalah suatu jalan yang dilalui
untuk mencapai suatu tujuan” (Arifin, 2003: 116). Dalam buku Prinsip Desain
Pembelajaran disebutkan bahwa ”teknik atau cara yang dianggap jitu untuk
menyampaikan materi ajar disebut dengan metode” (Dewi Salma Prawiradilaga,
2007: 18). Metode diperlukan dalam mengimplementasikan rencana pembelajaran
yang telah disusun. Metode memiliki kedudukan yang penting dalam upaya
pencapaian tujuan, karena menjadi sarana dalam menyampaikan materi pelajaran.
Tanpa adanya metode suatu materi pelajaran tidak akan dapat berjalan secara
efisien dan efektif dalam kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan
pendidikan. Metode yang tidak efisien akan menjadi penghambat kelancaran
proses pembelajaran sehingga banyak waktu dan tenaga terbuang sia-sia.
Mulyani Sumantri dan Johar Permana (2001: 114) mengemukakan
bahwa ”metode merupakan cara-cara yang ditempuh guru untuk menciptakan
situasi pengajaran yang benar-benar menyenangkan dan mendukung bagi
kelancaran proses belajar dan tercapainya prestasi belajar anak yang memuaskan”.
Metode lebih bersifat prosedural dan sistematik karena tujuannya untuk
mempermudah pengerjaan suatu pengajaran. Setiap metode pembelajaran secara
umum memiliki satu ranah pembelajaran yang paling menonjol dari ranah kognisi,
afeksi dan psikomotor. Dapat disimpulkan bahwa metode merupakan cara yang
bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan
yang ditentukan. Metode merupakan komponen strategi pembelajaran yang
menentukan situasi belajar.
b. Macam-macam Metode Pembelajaran
Secara garis besar metode pembelajaran dapat dikelompokkan menjadi 3
(Jamila KA Muhammad, 2007: 69) yaitu sebagai berikut :
1) Melekat dengan penyajian guru, seperti : ceramah, demonstrasi, tanya jawab.
2) Terkait dengan proses belajar, seperti : belajar kolaboratif, diskusi tim, belajar mandiri, metode proyek, metode berbasis masalah.
3) Berbasis teknologi, seperti : diskusi internet.
Terdapat 5 metode pengajaran yang diperuntukkan bagi anak tunarungu
wicara. Penggunaan metode tersebut disesuaikan dengan tingkat masalah
pendengaran dan penanganan awal yang telah dilakukan (Jamila KA Muhammad,
2007: 70). Adapun metode tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut :
1) Metode auditory oral
Metode ini menekankan pada proses mendengar serta bertutur kata
dengan penggunaan alat bantu yang lebih baik. Metode ini tidak
menggunakan bahasa isyarat atau gerakan jari tetapi lebih menekankan
pada membaca gerak bibir (lip reading). Metode ini membutuhkan
bantuan bunyi untuk mengembangkan kemampuan mendengar dan
berbicara, serta latihan pendengaran yang dapat melatih anak untuk
mendengar bunyi dan mengklasifikasikannya.
2) Metode membaca bibir
Metode ini menekankan pada penglihatan yang baik serta menuntut
konsentrasi tinggi. Menurut John Tracy, anak tunarungu mendengar
melalui mata, “a deaf child has to listen with eye”.
3) Metode bahasa isyarat
Bahasa isyarat merupakan bahasa yang mudah digunakan bagi anak
tunarungu. Bahasa isyarat secara sendirinya dimiliki oleh anak
tunarungu.
4) Metode komunikasi universal
Metode komunikasi universal adalah metode yang menggabungkan
gerakan jari, isyarat, pembacaan bibir, penuturan, dan implikasi
auditoris. Metode ini lebih dikenal dengan metode komunikasi total.
Karena merupakan penggabungan dari berbagai metode. Melalui
metode ini anak dapat memahami hal yang disampaikan menurut
kemampuan masing-masing.
5) Penuturan isyarat (cued speech)
Metode ini merupakan pengembangan dari metode pembacaan bibir
arab dan html). Sehingga metode ini dikenal dengan metode secepat kilat dengan
system 8 jam/200 menit (Muhajir Sulthon, 1996 : iv). Ciri dari metode ini ialah
menggunakan kata lembaga yang diserap dari bahasa Indonesia yang mudah
diingat dan dimengerti. Kata lembaga tersebut adalah sebagai berikut :
A-DA-RA-JA
MA-HA-KA-YA
KA-TA-WA-NA
SA-MA-LA-BA
Penggalan suku kata tersebut dibaca dengan dibolak-balik secara
berulang-ulang dengan tempo yang kadang lambat dan kadang dipercepat.
Kelebihan dari metode ini Al-barqy (Muhajir Sulthon, 1996 : iii) antara lain
adalah sebagai berikut :
a. Konsentrasi dengan titian ingatan (untuk mengingat sewaktu lupa)
b. Terdapat pengelompokan bunyi untuk mengenal atau memindah dari
huruf yang telah di kenal ke huruf yang sulit.
c. Menggunakan latihan bacaan dalam mengenalkan makhraj maupun
kepekaan terhadap huruf maupun kefasihan membaca.
d. Menggunakan pengenalan dengan titian unta.
Metode ini selain mengenalkan huruf hijaiyah secara cepat juga
menggunakan daya pikir yakni ketika anak lupa dengan mengingat kata lembaga
yang telah mereka hafal. Metode ini juga mendorong anak tunarungu wicara
untuk mengoptimalkan kognisi mereka.
Langkah-langkah penggunaan metode Al-barqy adalah sebagai berikut :
a. Langkah pertama
Guru meminta siswa untuk menghafalkan terlebih dahulu beberapa
kata lembaga dalam metode Al-barqy. Kata lembaga tersebut
merupakan struktur yang terdiri dari huruf-huruf hijaiyah.
Contohnya:
ADA RAJA – MAHA KAYA – KATA WANA – SAMA LABA.
Guru membacakan kata lembaga tersebut kemudian diikuti oleh
peserta didik.
b. Langkah kedua
Setelah peserta didik sudah mampu menghafalkan kata kunci tersebut,
kemudian guru menuliskannya di papan tulis.
Contohnya :
ب ل م س ن و ت ك ي ك ح م ج ر د ا
Selanjutnya guru meminta siswa untuk membacakan huruf-huruf
tersebut, karena sebelumnya peserta didik sudah menghafalkan kata
lembaga, maka huruf-huruf hijaiyah yang dituliskan guru mampu
dibaca peserta didik.
c. Langkah ketiga
Guru meminta siswa untuk menuliskan kata-kata kunci tersebut
dengan huruf hijaiyah. Sebagai permulaan guru meminta siswa
mengikuti contoh tulisan huruf tersebut. Selanjutnya guru
menyebutkan salah satu huruf dengan acak dan siswa menuliskannya
di buku dengan cara guru mendikte dan siswa menulis sambil
menyebutkan huruf yang ditulisnya berulang kali sampai hafal.
d. Langkah keempat
Guru meminta siswa satu persatu untuk membaca huruf-huruf tersebut
dengan cara guru menunjukan huruf-huruf tersebut dengan tidak
teratur.
Contohnya :
س ج م ح ك ا ي ك و د ن م ل ب ت ر
3. Tinjauan Tentang Belajar Membaca Huruf Hijaiyah
a. Tinjauan Tentang Belajar
1) Pengertian Belajar
Beberapa ahli telah mengemukakan definisi belajar. Cronbach dalam
(Gino, Suwarni, Suripto, Maryanto, Sutijan, 2000: 5) menyatakan bahwa
“Learning is shown by a change is behavior as a result of experience”. Hasil
belajar yang baik haruslah melalui pengalaman. Harold Spears dalam (Gino dkk,
2000: 5) mengemukakan “Learning is to observe, to read, to imitate, to try
something themselves, to listen, to follow direction“. Witherington dalam (Nana
Syaodih Sukmadinata, 2004: 155) menyatakan bahwa ”belajar merupakan
perubahan dalam kepribadian yang dimanifestasikan sebagai pola-pola respons
yang baru yang berbentuk ketrampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan, dan
kecakapan”.
Winkel dalam bukunya psikologi pengajaran (Gino dkk, 200: 6) menyatakan bahwa belajar adalah aktivitas mental yang berlangsung dalam interaksi dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan pengetahuan pemahaman, ketrampilan, dan nilai sikap. Perubahan itu bersifat konstan dan berbekas.
Belajar adalah berusaha memahami sesuatu, berusaha untuk memperoleh
ilmu pengetahuan, berusaha agar dapat terampil mengerjakan sesuatu (Badudu
Zain, 2001: 19). Sedangkan menurut aliran psikologi behavioristik belajar
merupakan perubahan tingkah laku yang terjadi atas dasar paradigma S-R
(Stimulus-Respons) yaitu suatu proses yang memberikan respons tertentu
terhadap rangsangan yang datang dari luar (Gino dkk, 2000: 6). Belajar menurut
aliran psikologi kognitif adalah perubahan persepsi serta pemahamannya tentang
situasi yang berhubungan dengan tujuan-tujuannya (Gino dkk, 2000: 8).
Sedangkan aliran psikologi humanistik mengartikan belajar adalah usaha dari
pebelajar untuk mengembangkan diri, pengenalan diri sendiri sebagai pribadi
yang unik dan untuk mewujudkan potensi yang ada pada diri mereka. Dari definisi
di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu kegiatan yang dapat
menghasilkan perubahan tingkah laku, baik potensial maupun aktual.
b. Tinjauan Tentang Membaca
Membaca merupakan aktivitas auditif visual untuk menafsirkan simbol berupa huruf atau kata. Membaca meliputi dua proses yaitu proses decoding (membaca teknis) dan membaca pemahaman. Membaca teknis dapat diartikan sebagai proses pemahaman atas hubungan antara huruf (grafim) dengan bunyi (morfim) atau menterjemahkan kata-kata yang tercetak menjadi bahasa lisan atau sejenisnya. Sedangkan pemahaman merupakan proses menangkap makna kata yang tercetak. William S. Gray dalam I Gusti Ngurah Oka (2005: 34) dalam (Yasrul Efendi, http://id.forums.wordpress.com/topic/peningkatan-kemampuan-membaca-cepat-dengan-menggunakan-metode-speed-reading) menekankan bahwa “membaca tidak lain daripada kegiatan pembaca menerapkan sejumlah
keterampilan mengolah tuturan tertulis (bacaan) yang dibacanya dalam rangka memahami bacaan”. Definisi menurut Snow dalam (Wawan Junaidi, 2009, http://wawanjunaidi.blogspot.com/2009/10/pentingnyakemampuanmembaca.html) “membaca adalah suatu proses pemberian makna pada materi yang tercetak dengan menggunakan pengetahuan tentang huruf-huruf tertulis dan susunan suara dari bahasa oral untuk mendapatkan pengertian”. Membaca juga diartikan sebagai suatu cara untuk mendapatkan informasi yang disampaikan secara verbal dan merupakan hasil ramuan pendapat, gagasan, teori, untuk diketahui dan menjadi pengetahuan siswa.
Menurut Heilman dalam Suwaryono Wiryodijoyo (1989: 1) “membaca
ialah proses mendapatkan arti dari kata-kata tertulis“. Sedangkan pengertian
membaca menurut Suwaryono Wiryodijoyo (1989: 1) adalah sebagai berikut :
Membaca ialah pengucapan kata-kata dan perolehan arti dari barang cetakan. Kegiatan itu melibatkan analisis dan pengorganisasian berbagai ketrampilan yang komplek. Termasuk didalamnya pelajaran, pemikiran pertimbangan, perpaduan, pemecahan masalah yang berarti menimbulkan kejelasan informasi bagi pembaca.
Soedarso dalam Mulyono Abdurrahman (1996: 171) mengemukakan
bahwa “Membaca merupakan aktivitas kompleks yang memerlukan sejumlah
besar tindakan terpisah-pisah, mencakup penggunaan pengertian, khayalan,
pengamatan, dan ingatan”. Pengertian ini menunjukkan bahwa manusia membaca
dengan menggerakkan mata dan menggunakan pikiran. Hal ini senada dengan
pengertian membaca yang dikemukakan oleh Mulyono Abdurrahman (1996: 171)
yaitu “Membaca merupakan aktivitas kompleks yang mencakup fisik dan mental”.
Aktivitas fisik yang terkait dengan membaca ialah gerak mata dan ketajaman
penglihatan. Sedangkan aktivitas mental meliputi ingatan dan pemahaman. Orang
dapat membaca dengan baik apabila mampu melihat dengan jelas dan mampu
menggerakkan mata serta mengingat simbol-simbol bahasa dan memiliki
penalaran dalam memahami bacaan.
A.S Broto dalam Mulyono Abdurrahman (1996: 171) mengemukakan bahwa “Membaca bukan hanya mengucapkan bahasa tulisan atau lambang bunyi bahasa, melainkan juga menanggapi dan memahami isi bahasa tulisan. Bond dalam Mulyono Abdurrahman (1996: 171) mengemukakan bahwa “Membaca merupakan pengenalan simbol-simbol bahasa tulis yang
merupakan stimulus yang membantu proses mengingat tentang apa yang dibaca, untuk membangun suatu pengertian melalui pengalaman yang telah dimiliki”.
Badudu Zain (2001: 101) dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia
mempengaruhi-minat.html) “guru adalah semua orang yang
berwenang dan bertanggungjawab terhadap pendidikan individual
maupun klasikal, baik di sekolah maupun di luar sekolah”.
Mengkaji atau mengajarkan huruf Al-Qur’an bukanlah pekerjaan
yang mudah terutama bagi anak tunarungu.
3) Faktor Alat dan Sarana
4) Faktor Lingkungan Masyarakat
Membaca huruf hijaiyah berarti melafalkan huruf-huruf hijaiyah yang
berharakat fathah, kasrah, dan dhammah. Membaca huruf hijaiyah merupakan
titik awal dari kemampuan membaca Al-Qur’an yang dianjurkan dalam agama
Islam.
4. Anak Tunarungu Wicara a. Pengertian Anak Tunarungu Wicara
Anak tunarungu wicara dapat diartikan sebagai seseorang yang
mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar baik sebagian
atau seluruhnya yang diakibatkan karena tidak berfungsinya sebagian atau seluruh
alat pendengaran, sehingga ia tidak dapat menggunakan alat pendengarannya
dalam kehidupan sehari-hari yang membawa dampak terhadap kehidupannya
secara kompleks (Andreas Dwijosumarto, 1996: 26). Istilah tunarungu diambil
dari kata tuna yang berarti kurang dan rungu yang artinya pendengaran. ”Orang
dikatakan tunarungu apabila ia tidak mampu mendengar atau kurang mampu
mendengar suara” (Murni Winarsih, 2007: 21). ”Anak tunarungu adalah anak
yang pada periode 3 tahun pertama dari kehidupan mengalami gangguan
pendengaran, yang mengakibatkan terjadinya gangguan bicara oleh karena
persepsi dan asosiasi dari suara yang datang ke telinga terganggu” (Djoko
Sindhusakti, 1997: 23).
Mufti Salim (1984: 8) dalam Sutjihati Somantri (1996: 74) mengemukakan bahwa “anak tunarungu adalah yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar yang disebabkan oleh kerusakan atau tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran sehingga ia mengalami
hambatan dalam perkembangan bahasanya. Ia memerlukan bimbingan dan pendidikan khusus untuk mencapai kehidupan lahir batin yang layak”.
Donald F Morees (1978: 3) dalam Somad dan Herawati (1996: 26) dalam Murni Winarsih (2007: 22) berpendapat bahwa ”Hearing impairment a generic term indicating a hearing disability that may range in severity form mild to profound it concludes the subsets of deaf and hard of hearing. A deaf person in one whose hearing disability preclude succesful processing of linguistic information through audition, with or without a hearing aid. A hard of hearing is one who generally with use of hearing aid, has residual hearing sufficient to enable succesful processing of linguistic information through audition.
Dari pendapat ahli di atas, dapat penulis simpulkan bahwa anak tunarungu
wicara ialah seseorang yang mengalami gangguan pada fungsi pendengaran yang
mengakibatkan berkurangnya kemampuan mendengar. Sehingga anak mengalami
kesulitan dalam mengangkap bahasa lisan.
b. Klasifikasi Anak Tunarungu
Klasifikasi anak kelainan pendengaran sesuai dengan tingkat kehilangan
pendengarannya menurut Andreas Dwijosumarto (1996: 29) adalah sebagai
berikut :
1) Tuli adalah seseorang yang mengalami kehilangan kemampuan
mendengar sehingga menghambat proses informasi bahasa melalui
pendengaran, baik memakai alat bantu atau tidak memakai alat
bantu.
2) Kurang dengar adalah seseorang yang mengalami kehilangan
sebagian kemampuan mendengar, akan tetapi ia mempunyai sisa
pendengaran dan memakai alat bantu mendengar membantu proses
informasi bahasa melalui pendengaran.
Klasifikasi anak tunarungu menurut Sterg dalam (Andreas Dwidjosumarto,
1996 : 29 ) adalah sebagai berikut :
1) Kehilangan kemampuan mendengar 20-30 db (mild losses)
2) Kehilangan kemampuan mendengar 30-40 db (marginal losses)
3) Kehilangan kemampuan mendengar 40-60 db (moderat losses)
4) Kehilangan kemampuan mendengar 60-70 db (severe losses)
5) Kehilangan kemampuan mendengar 75 db ke atas (profound losses)
M. Cem Girgin dalam Internasional Jurnal of Special Education vol 23
no 2 2008 membahas mengenai tunarungu jenis isi seperti berikut ini : “Children
with profound hearing-impairment show a wide range of spoken language
abilities, some having highly intelligible speech while others have unintelligible
speech. This is due to errors in speech production”. (M. Cem
Klasifikasi anak tunarungu ditinjau dari lokasi terjadinya ketunarunguan
(Mohammad Efendi, 2006 :63) dapat dikelompokkan menjadi sebagai berikut :
1) Tunarungu kondusif
2) Tunarungu perseptif
3) Tunarungu campuran
Klasifikasi tunarungu juga dijelaskan dalam jurnal (http://www.medicalhomeinfoorg/downloads/pdfs/mild&unilateralHL.pdf) Berikut: “Hearing loss is the most common congenital condition, affecting 1 to 3 per 1,000 live births. 1,2 When left undetected, hearing loss of any degree, including mild bilateral and unilateral, has been shown to adversely affect speech, language, and academic and psychosocial development. 3–16 A standard definition of mild bilateral and unilateral hearing loss has not been established. However, several definitions of mild bilateral hearing loss can be summarized by pure tone averages (PTA) between 20 and 40 decibels (db) in the better ear. The definition of unilateral hearing loss can be summarized by a PTA in one ear of any degree above 20 db. Permanent conductive, sensorineural, and mixed losses are included for the purpose of this discussion”.
Penyebab Ketunarunguan
Penyebab ketunarunguan menurut Trybus dalam (Andreas
Dwidjosumarto, 1996 : 32) adalah sebagai berikut :
1) Keturunan 2) Campak jerman dari pihak ibu 3) Komplikasi selam kehamilan 4) Radang selaput otak 5) Otitis media 6) Penyakit anak-anak, radang, luka-luka.
Penyebab ketunarunguan menurut Moores (1978) dalam (Mohammad
Efendi, 2006: 65) adalah sebagai berikut :
1) Ketunarunguan sebelum lahir (prenatal)
a) Hereditas atau keturunan
b) Cacar jerman atau rubella
c) Pemakaian antibiotika over dosis
d) Taxoemia
2) Ketunarunguan saat lahir (neonatal)
a) Lahir prematur
b) Rhesus faktor
c) Tang verlossing
3) Ketunarunguan setelah lahir (postnatal)
a) Penyakit meningitis cerebralis
b) Infeksi
c) Otitis media kronis
B. Kerangka Berpikir
Berdasarkan kajian teoritik yang telah diuraikan diperoleh model yang
kerangka berpikir sebagai berikut :
Gambar 9. Bagan Kerangka Berfikir Penelitian
C. Hipotesis Tindakan
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah penggunaan metode
Al-barqy dapat meningkatkan kemampuan anak tunarungu wicara kelas VIII SMP
di SLB B YRYRW Surakarta dalam belajar membaca huruf hijaiyah.
Anak belum mampu membaca huruf
hijaiyah
Tindakan penanganan dengan menggunakan
metode Al-barqy
Mampu membaca huruf hijaiyah
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Metode penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah penelitian
tindakan kelas atau classroom action research, khususnya dalam belajar membaca
huruf hijaiyah pada anak tunarungu wicara kelas VIII SMP di SLB B YRTRW
Surakarta. Penelitian tindakan kelas menawarkan cara dan prosedur baru untuk
memperbaiki dan meningkatkan profesionalisme guru dalam proses belajar
mengajar di kelas dengan melihat indikator keberhasilan proses dan hasil
pembelajaran siswa. Menurut Kemmis dan Carr dalam Basuki Wibawa (2004: 5)
“Penelitian tindakan merupakan suatu bentuk penelitian yang bersifat reflektif
yang dilakukan oleh pelaku dalam masyarakat sosial dan bertujuan untuk
memperbaiki pekerjaannya, memahami pekerjaan dan situasi pekerjaan yang
dilakukan”. Ebbut dalam Basuki Wibawa (2004: 5) mengungkapkan bahwa
“Penelitian tindakan merupakan studi yang sistematis dalam pendidikan dengan
melakukan tindakan praktis serta refleksi dari tindakan tersebut”.
Dari berbagai pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa penelitian
tindakan kelas adalah suatu penelitian yang memiliki tindakan untuk mengatasi
masalah yang muncul dalam dunia pendidikan khususnya di dalam kelas dengan
tujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pembelajaran.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Dalam penelitian ini penulis mengambil lokasi di SLB-B YRTRW
Surakarta desa Gumunggung, kelurahan Gilingan kecamatan Banjarsari.
2. Waktu Penelitian
Penulis menentukan menggunakan waktu penelitian selama 7 bulan
yakni bulan November s.d Mei 2010. Jadwal penelitian secara rinci dapat
dilihat dalam tabel berikut ini :
Tabel. 1. Rincian Waktu dan Jenis Kegiatan Penelitian
3.Lama Tindakan
Waktu untuk melaksanakan tindakan pada bulan Maret, mulai dari siklus
I dan Siklus II.
C. Sumber Data
Data yang diperoleh dalam penelitian ini berupa informasi tentang
kemampuan membaca huruf hijaiyah anak tunarungu wicara. Data penelitian ini
1. Siswa kelas VIII SMP di SLB-B YRTRW Surakarta yang berjumlah 5
orang.
2. Tempat dan peristiwa berlangsungnya aktifitas pembelajaran Pendidikan
Agama Islam dengan cabang kajian huruf hijaiyah.
3. Dokumen dan arsip berupa nilai harian yang dimiliki siswa kelas VIII
SMP dan hasil pre test.
D. Pengumpulan data
Teknik pengumpulan data adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam
mengumpulkan data penelitiannya (Suharsimi Arikunto, 1997: 135). Sesuai
dengan tujuan penelitian ini, maka pengumpulan data diperoleh dari:
1. Wawancara
Menurut Husaini Usman (2000: 57) ”Wawancara adalah tanya jawab lisan
antara dua orang atau lebih secara langsung”.
a. Keuntungan wawancara 1) Salah satu teknik terbaik untuk mendapatkan data pribadi 2) Tidak terbatas pada tingkat pendidikan, asalkan responden dapat
berbicara dengan baik 3) Dapat dijadikan pelengkap teknik pengumpul data lainnya 4) Sebagai penguji terhadap data-data yang didapat dengan teknik
pengumpulan data lainnya b. Kelemahan wawancara
1) Harus pandai bicara dengan jelas dan benar 2) Waktu, tenaga, dan biaya tidak efisien 3) Sangat tergantung pada ketersediaan interview 4) Proses wawancara sangat mudah dipengaruhi oleh keadaan 5) Untuk objek lain yang luas diperlukan interview yang banyak
Wawancara dilakukan dengan Ibu Rini Ekawati selaku guru Pendidikan
Agama Islam di SLB B YRTRW Surakarta. Wawancara dilakukan guna
memperoleh gambaran mengenai kemampuan membaca huruf hijaiyah anak kelas
VIII SMP di SLB B YRTRW Surakarta. Hal-hal yang akan diwawancarai adalah
sebagai berikut :
1. Pelaksanaan pembelajaran agama Islam
2. Kendala yang dihadapi
3. Upaya mengatasi kendala
4. Kemungkinan penggunaan metode baru dalam mengatasi kendala
2.Observasi
Menurut Sutrisno Hadi (2004: 159) “Observasi adalah pengamatan dan
pencatatan yang sistematis atas fenomena-fenomena yang diteliti’’. Keuntungan
dan kelemahan dari metode observasi yang dikemukakan oleh Husaini Usman
(2000: 58) adalah sebagai berikut :
a. Keuntungan Observasi 1) Sebagai alat langsung dalam meneliti gejala 2) Observasi yang selalu sibuk lebih senang diteliti melalui observasi
daripada diberi angket atau mengadakan wawancara 3) Memungkinkan pencatatan yang serempak terhadap berbagai
gejala 4) Tidak tergantung pada self-report
b. Kelemahan Observasi 1) Banyak kejadiam langsung tidak dapat diobservasi 2) Observasi yang menyadari dirinya sebagai obyek penelitian
cenderung memberikan kesan yang menyenangakan observer 3) Kejadian tidak selamanya dapat diramalkan 4) Tugas observer akan terganggu jika terjadi peristiwa yang tidak
terduga 5) Terbatasnya kepada lamanya kejadian berlangsung
Hal-hal yang akan diobservasi adalah sebagai berikut :
a. Keadaan perilaku siswa dalam mengikuti Pendidikan Agama Islam
b. Identifikasi kemampuan awal siswa
c. Tidakan guru dalam kegiatan belajar mengajar
Dalam mengidentifikasi kemampuan membaca huruf hijaiyah anak
tunarungu digunakan daftar cek yang dipadukan dengan instrumen observasi
kemampuan guru dalam mengajar di kelas. Adapun daftar cek tersebut adalah
sebagai berikut :
Tabel 2. Daftar cek kemampuan membaca huruf hijaiyah
Aspek kemampuan Kemampuan murid Cek
1.Mengenal bentuk huruf
2.Menggerakkan mata
3.Mengucapkan huruf
4.Intonasi
5.Membaca huruf
a. Lancar, cepat, tepat
b. Cepat, tidak tepat
c. Lamban, tepat
d. Lamban, salah
a. Cepat
b. Lambat
a. Tepat
b. Tidak tepat
a. Tepat
b. Tidak tepat
a. Tepat
b. Tidak Tepat
3. Tes
Menurut Zainal Arifin (1990: 21) “Tes adalah suatu teknik atau cara dalam rangka melaksanakan kegiatan evaluasi, yang di dalamnya terdapat item atau serangkaian tugas yang harus dikerjakan dan dijawab oleh anak didik, kemudian pekerjaan dan jawaban itu menghasilkan nilai tentang perilaku anak didik tersebut”.
Metode tes dalam penelitian ini adalah dalam bentuk lisan dan tes
tertulis. Tes lisan yaitu suatu bentuk tes yang menuntut respon dalam bahasa lisan
atau oral. Sedangkan tes tertulis merupakan tes dalam bentuk tulisan. Dalam
menjawab soal siswa tidak selalu harus merespon dalam bentuk menulis kalimat
jawaban tetapi dapat juga dalam bentuk mewarnai, memberi tanda, menggambar
grafik, diagram dan sebagainya (Abdul Majid, tt: 195). Adapun tes yang
digunakan ialah materi huruf hijaiyah. Tes dilakukan untuk mengukur hasil yang
diperoleh siswa sebelum dan sesudah mendapatkan tindakan.
4. Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah suatu cara pengumpulan data melalui
peninggalan tertulis, seperti arsip-arsip dan termasuk juga buku-buku dan teori
yang berhubungan dengan masalah penelitian (Suharman, 1993: 90).
Sumber Data
Tes
Observasi
Wawancara DATA
Dokumentasi dalam penelitian ini adalah foto-foto hasil penelitian di SLB B
YRTRW Surakarta.
E. Uji Validitas Data
Uji validitas data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan
teknik triangulasi, yaitu mengecek data yang telah diperoleh melalui sumber yang
sama dengan teknik yang berbeda yakni dicek dengan wawancara, observasi, dan
dokumentasi. Menurut Lexy Maleong (2004: 330) dalam Deni Andriana (www.
Goyang Karawang.com/2010/02/triangulasi) “triangulasi adalah teknik
pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain dalam
membandingkan hasil wawancara terhadap objek penelitian”. Penelitian ini juga
menggunakan review informan yakni menanyakan kembali kepada informan
apakah data yang telah diperoleh sudah valid atau belum. Skema pemeriksaan
validitas data dapat dilihat sebagai berikut:
Gambar 11. Skema pemeriksaan validas data
F. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah model
Spiral Kemmis dan Mc Taggart. Langkah-langkah model ini adalah
“Menyusun rencana, mengadakan tindakan, melakukan pengamatan, refleksi,
mengadakan perencanaan kembali yang menjadi dasar untuk suatu rancangan
tindakan pemecahan masalah”. Data yang berupa hasil observasi dan wawancara
diklasifikasikan sebagai data kualitatif. Data ini diinterpretasikan dan
dihubungkan dengan data kuantitatif (tes) sebagai dasar untuk mendeskripsikan
keberhasilan pelaksanaan pembelajaran. Data kualitatif dianalisis dengan teknik
analisis kritis yang mencakup kegiatan untuk mengetahui hasil dari tindakan tiap
siklus dengan indikator ketercapaian sekaligus mengungkap kelemahan dan
kelebihan kinerja guru dan siswa dalam proses belajar mengajar. Data yang
berupa tes diklasifikasikan sebagai data kuantitatif. Data tersebut dianalisis secara
deskriptif komparatif yakni membandingkan nilai tes antar siklus dengan
indikator pencapaian. Analisis dilakukan terhadap nilai yang diperoleh pada setiap
siklusnya dan membandingkan hasil tes disetiap siklus.
G. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian dalam melaksanakan tindakan disusun melalui
tahapan yang sistematik. Langkah-langkah penelitian tersebut melalui tahap
persiapan, tahap perencanaan, tahap pelaksanaan tindakan, tahap analisis dan
tahap penyusunan laporan penelitian. Adapun uraian tahapan penelitian yang akan
dilaksanakan oleh penulis adalah sebagai berikut :
1. Tahap Persiapan
a. Melakukan permohonan izin kepada kepala SLB B YRTRW Surakarta
sebagai tempat melaksanakan penelitian dan menyerahkan proposal
penelitian.
b. Mengadakan observasi di kelas VIII SMP sebagai tempat penelitian.
2. Tahap Perencanaan
Permasalahan yang telah diidentifikasi dijadikan sebagai dasar penyusunan
rencana penelitian. Rencana penelitian meliputi bentuk kegiatan, waktu dan
tempat pelaksanaan kegiatan. Peneliti menyusun rencana penelitian sebagai
berikut :
a. Menyusun instrumen penelitian yang akan digunakan dalam tindakan.
b. Rencana pembuatan siklus – siklus yang terdiri dari empat kegiatan
untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Dalam penelitian ini
menggunakan dua siklus yang diperkirakan dapat mengatasi masalah
yang ada. Adapun kedua siklus tersebut dapat dijelaskan sebagai
berikut :
1) Siklus I
Langkah awal untuk mengatasi permasalahan yang muncul. Pada
siklus ini peneliti melakukan treatmen menggunakan metode Al-
barqy.
2) Siklus II
Pada siklus kedua siswa yang masih kurang atau belum mengalami
peningkatan kemampuan, dioptimalkan dalam melakukan tindakan
agar diperoleh hasil yang maksimal.
c. Implementasi Tindakan
Tahapan ini, merupakan salah satu kegiatan dalam mengatasi
permasalahan yang diteliti. Implementasi tindakan disesuaikan dengan
rencana yang telah disusun.
d. Pengamatan
Pengamatan berlangsung pada saat proses tindakan dilaksanakan
dalam kegiatan belajar mengajar.
e. Refleksi
Dari hasil evaluasi yang diperoleh dilakukan tindakan refleksi untuk
mengetahui keberhasilan tindakan yang telah dilakukan dan untuk
menentukan langkah penelitian selanjutnya.
3. Tahap pelaksanaan Tindakan
a. Siklus I
1) Tahap Perencanaan Tindakan
a) Mengadakan pre test
b) Pengumpulan data diri anak yang kemampuan membaca huruf
hijaiyahnya kurang berdasarkan hasil pre test.
c) Mengidentifikasi masalah yang dihadapi siswa dan
menyelesaikannya.
d) Menentukan program pengajaran yang tepat yakni
menggunakan metode Al-barqy.
2) Tahap Pelaksanaan Tindakan
a) Peneliti mengajar di kelas dengan menggunakan metode Al-
barqy.
b) Siswa belajar dalam situasi pembelajaran dengan menggunakan
metode Al-barqy.
c) Memantau perkembangan kemampuan membaca huruf hijaiyah
anak.
3) Tahap Observasi
Peneliti dan guru mengawasi dan membantu siswa jika mengalami
kesulitan selama proses pembelajaran.
4) Tahap Refleksi
a) Mengadakan post test
b) Peneliti mengadakan refleksi dan mengevaluasi dari kegiatan
pelaksanaan tindakan.
b. Suklus II
1) Tahap Perencanaan Tindakan
a) Mencatat data anak yang masih mengalami masalah dan yang
akan ditingkatkan kemampuan membaca huruf hijaiyah.
b) Menemukenali masalah yang dialami anak.
c) Menyusun rencana tindakan yang baru.
2) Tahap Pelaksanaan Tindakan
a) Guru menerapkan pembelajaran dengan menggunakan metode
Al-barqy dengan modifikasi pada media atau alat peraga.
b) Siswa belajar dalam pembelajaran yang menggunakan metode
Al-barqy.
c) Memantau dan mengawasi anak yang mengalami kesulitan
dalam proses pembelajaran.
3) Tahap Observasi
a) Peneliti dan guru mengamati proses belajar mengajar yang
sedang berlangsung.
b) Peneliti dan guru membantu siswa yang mengalami kesulitan
dalam proses pembelajaran.
4) Tahap Refleksi
a) Mengadakan post test.
b) Mengadakan refleksi dan mengevaluasi hasil kegiatan
pelaksanaan tindakan.
4. Tahap Analisis
Pada tahap ini dilakukan analisis data hasil test membaca huruf hijaiyah
yang kemudian disimpulkan sebagai akhir dari kegiatan penelitian. Penelitian ini
menggunakan analisis secara kualitatif deskriptif dan kuantitatif komparatif.
5. Tahap Penyusunan Laporan
Tahap ini adalah tahap akhir penelitian dengan menyusun laporan hasil
penelitian, sehingga menjadi bentuk yang sistematis.
H. Indikator Ketercapaian
Pada siklus terakhir sekurang-kurangnya siswa kelas VIII SLB B
YRTRW Surakarta Tahun Ajaran 2009 / 2010 dapat mencapai :
Tabel. 3. Indikator Ketercapaian.
No Indikator Ketercapaian Keterangan
1 Keaktifan siswa dalam
pembelajaran
4 dari 5 siswa Diamati ketika proses belajar
mengajar sedang berlangsung
dengan lembar observasi
siswa, dihitung dari jumlah
siswa yang mendapatkan skor
minimal 31.
2 Ketuntasan belajar 4 dari 5 siswa Dihitung dari jumlah siswa
yang mampu mendapatkan
nilai 60 ke atas.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Kondisi Awal
Kemampuan awal siswa diperoleh dari hasil observasi, pre test dan hasil
wawancara dengan guru mata pelajaran Pendidikan Agama Islam kelas VIII SMP.
Berikut ini adalah hasil pre test kemampuan membaca huruf hijaiyah siswa kelas
VIII SLB B YRTRW Surakarta Tahun Ajaran 2009 / 2010 Semester Genap.
Tabel. 4. Kemampuan Awal Membaca Huruf Hijaiyah Siswa Kelas VIII SLB B YRTRW Surakarta Tahun Ajaran 2009 / 2010 Semester Genap
Nama
Siswa
Nilai Tes
Tertulis
Nilai Tes
Lisan
Nilai akhir
Md 55 55 55
Ed 55 55 55
Dn 50 40 45
Rz 45 45 45
Vt 55 35 45
Dari tabel 4 di atas, terdapat 3 siswa yang mendapat nilai 45 atau sebesar
60% dari jumlah siswa secara keseluruhan dan 2 siswa mendapat nilai 55 atau
sebesar 40% dari 5 siswa secara keseluruhan. Apabila ditinjau dari KKM
(Kriteria Ketuntasan Minimal) yang telah ditetapkan untuk mata pelajaran
Pendidikan Agama Islam di SLB B YRTRW Surakarta yaitu ≥ 60, belum ada dari
ke 5 siswa tersebut yang mencapai ketuntasan. Jadi dapat disimpulkan bahwa
kemampuan awal siswa dalam membaca huruf hijaiyah adalah 0%.
Observasi awal penelitian ini mengamati kemampuan siswa dalam
membaca huruf hijaiyah dan melakukan observasi terhadap keaktifan siswa dalam
mengikuti pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Dalam tahap observasi ini,
peneliti menggunakan sistem observasi non partisipan. Peneliti tidak terlibat
secara langsung dalam kegiatan belajar mengajar serta mengusahakan sebisa
mungkin untuk tidak mempengaruhi proses kegiatan belajar mengajar pada hari
itu. Hasil observasi terhadap keaktifan siswa dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel. 5. Hasil Observasi Kondisi Awal Keaktifan Siswa
Dari hasil observasi terhadap keaktifan siswa dalam pembelajaran
Pendidikan Agama Islam pada tanggal 8 Maret 2010, terdapat 1 siswa dalam
kategori aktif dan terdapat 4 siswa dalam kategori. Secara garis besar observasi
mencakup aspek perhatian terhadap penjelasan dan perintah guru serta aktifitas
siswa dalam proses belajar. Observasi sejak pelajaran dimulai sampai pelajaran
berakhir. Peneliti juga melakukan observasi keterlibatan siswa dalam kegiatan
pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Perubahan dilihat setiap 15 menit. Jumlah
siswa yang terlibat dalam pembelajaran berdasarkan waktu pelaksanaan dapat
dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel. 6. Tabel Keterlibatan Siswa dalam Kegiatan Pembelajaran Berdasarkan