-
1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Indonesia memiliki banyak potensi dan sumber daya alam yang
belum dikembangkan
secata maksimal, termasuk di dalamnya sektor pariwisata.
Indonesia menawarkan
berbagai macam objek wisata baik objek wisata alam, wisata
pantai, maupun wisata
budaya meliputi kebudayaan, adat istiadat, serta makanan yang
seluruhnya sangat
indah dan menarik. Keindahan ini membuat Indonesia dikenal
sebagai salah satu
tujuan wisata yang digemari. Hal ini dibuktikan dengan tingginya
angka kunjungan
wisatawan mancanegara ke Indonesia yang mencapai 7,6 juta pada
tahun 2011 dan
peningkatan daya saing pariwisata Indonesia pada tahun 2011 ke
peringkat 74 dari
peringkat ke-81 pada tahun 2010.1 Salah satu daya tarik utama
yang dicari-cari oleh
wisatawan mancanegara maupun lokal adalah wisata kulinernya.
Indonesia dikenal
sebagai negara surga makanan, luasnya citra rasa, mulai dari
yang manis sampai
yang pedas, mulai dari makanan kudapan hingga hidangan utama
yang khas dan lezat
hingga tidak mungkin dilewatkan oleh wisatawan.2
Tingginya variasi makanan yang ada disertai variasi tingkat
keamanan makanan.
Keamanan makanan ini mencakup kualitas makanan, penyajian, cara
pengolahan
makanan, pelayanan, bahan baku hingga tingkat kebersihan.3 Belum
ada dan sulitnya
melakukan standardisasi keamanan makanan ini dapat menyebabkan
tingginya kasus
keracunan makanan serta tingginya angka penyakit infeksi yang
ditransmisikan lewat
makanan. Menurut Centers for Disease Control and Prevention,
infeksi akibat
makanan terjadi pada 48 juta penduduk Amerika, menyebabkan
128.000 orang harus
dirawat dan 3000 orang meninggal.4 Salah satu kejadian infeksi
yang sangat sering
terjadi adalah diare pada wisatawan, yang disebut juga
travellers diarrhea.
-
2
Travellers diarrhea yang terjadi hingga 40% wisatawan yang
berkunjung ke negara
berkembang biasanya disebabkan oleh konsumsi makanan dan minuman
yang
terkontaminasi dengan bakteri, virus, atau parasit yang masuk
dan mengganggu kerja
sistem pencernaan hingga menyebabkan peningkatan motilitas dan
kegagalan
penyerapan beberapa jenis bahan makanan.5 Normalnya diare ini
bersifat ringan dan
dapat sembuh dengan sendirinya, namun sangat mengganggu
aktivitas dan
kenyamanan dalam berwisata. Bahkan menderita travellers diarrhea
terkadang
mengharuskan wisatawan untuk istirahat total di kamar hotel atau
di rumah sakit.6
Travellers diarrhea yang tidak tertangani pun dapat berlanjut
kepada keadaan yang
lebih berat hingga dehidrasi dan gangguan elektrolit yang
membutuhkan perawatan
intensif. Terganggunya jadwal liburan maupun ketidaknyamanan
dalam perjalanan ini
bisa jadi sangat menjengkelkan dan menimbulkan kekecewaan
terhadap kondisi
pariwisata Indonesia yang dapat berujung pada penurunan daya
saing pariwisata
Indonesia kedepannya. Maka dari itu, perlu dilakukan berbagai
daya upaya untuk
menghindari terjadinya travellers diarrhea.
Pencegahan travellers diarrhea yang paling efektif adalah dengan
sangat berhati-hati
dalam mengonsumsi, baik makanan maupun minuman, serta membatasi
diri dalam
mengonsumsi kudapan lezat dan menarik. Namun tentu saja hal
tersebut sangat sulit
dilakukan, apalagi dengan tawaran makanan yang sangat lezat saat
berwisata. Cara
lain yang dapat dilakukan untuk mencegah travellers diarrhea
adalah dengan
menggunakan profilaksis. Profilaksis yang paling efektif dalam
mencegah travellers
diarrhea adalah penggunaan antibiotik. Sayangnya penggunaan
antibiotik sangat
tidak dianjurkan karena dapat meningkatkan resistensi mikroba
dan terjadinya efek
samping yang tidak diinginkan.7 Oleh karena itu diperlukan
alternatif profilaksis yang
lebih aman dengan efektifitas yang sama seperti antibiotik.
Salah satu cara yang dapat
dilakukan adalah dengan menggunakan produk alami, seperti
penggunaan madu.
-
3
Madu sudah lama dikenal dan ternyata memiliki aktivitas
antibakteri dan antiparasit,
berbagai karakteristiknya yang lain pun dapat menguntungkan
sehingga madu
memiliki potensi yang besar sebagai profilaksis. Maka dari itu,
penulis ingin
mengetahui manfaat penggunaan madu sebagai profilaksis
travellers diarrhea bagi
wisatawan baik asing maupun lokal yang berkunjung ke berbagai
daerah di
Indonesia.
I.2 Perumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut:
- Apakah madu dapat digunakan sebagai profilaksis travelers
diarrhea?
I.3 Tujuan
I.3.1. Tujuan Umum
Menurunkan angka kejadian travelers diarrhea di Indonesia
sehingga
dapat meningkatkan kenyamanan dan potensi pariwisata di
Indonesia
secara umum.
I.3.1. Tujuan Khusus
1. Diketahuinya potensi penggunaan madu sebagai profilaksis
travelers
diarrhea.
I.4 Hasil
Hasil karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat memberikan
informasi yang bermanfaat
bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang travel medicine,
khususnya tentang
travelers diarrhea dan manfaat madu sebagai profilaksisnya serta
dapat
diaplikasikan bagi wisatawan asing maupun lokal yang berkunjung
ke berbagai
daerah di Indonesia.
-
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Travelers Diarrhea
II.1.1 Definisi
Travelers diarrhea didefinisikan sebagai defekasi dengan tinja
berbentuk cair
dan frekuensi lebih dari tiga kali sehari disertai dengan
setidaknya satu gejala
gangguan gastrointestinal seperti mual, muntah, kram perut,
kembung, defekasi
yang tidak bisa ditahan, tenesmus, atau tinja berdarah dan
berlendir pada orang
yang sedang berwisata.8
II.1.2 Epidemiologi
Travelers diarrhea merupakan masalah kesehatan utama yang
terjadi pada
wisatawan.5
Setiap tahunnya 20-50% wisatawan internasional atau sekitar
10
juta orang mengalami diare. Travelers diarrhea umumnya terjadi
pada minggu
pertama wisata namun bisa juga terjadi kapan saja ketika
berwisata bahkan
setelah selesai wisata.7
II.1.3 Etiologi
Penyebab Travelers diarrhea terutama adalah bakteri (85%),
parasit (10%)
dan virus (5%). Bakteri utama penyebab travelers diarrhea
adalah
Enterotoxigenic Escherichia coli (ETEC), meskipun di beberapa
belahan dunia
Campylobacter lah yang mendominasi. Penyebab umum lainnya
adalah
Salmonella, Shigella, rotavirus, dan Norwalk agent. Masalah yang
sekarang
berkembang adalah naiknya tingkat resistensi antibiotik bakteri
patogen,
termasuk resistensi strain dari Campylobacter terhadap
quinolones dan strain
dari E.coli, Shigella, dan Salmonella terhadap
trimethoprimsulfamethoxazole.
-
5
Sedangkan untuk parasit, penyebab utama travelers diarrhea
adalah Giardia
lamblia.6
II.1.4 Faktor Risiko
Risiko utama dari penyakit ini adalah tujuan wisata. Tujuan
wisata dengan
risiko tinggi merupakan negara berkembang seperti Amerika Latin,
Afrika, dan
Asia.7 Insiden per 2 minggu perjalanan wisata sekitar 8% di
negara industri dan
55% di negara berkembang. Risiko ini sangat berhubungan dengan
geografis,
iklim, sanitasi, dan kebiasaan higienis masyarakatnya.6
Gambar 1. Gambaran Daerah Risiko Traveller's Diarrhea
http://www.travmed.com/health_guide/ch6.htm
Indonesia yang merupakan negara tropis tentunya memiliki
tingkat
mikroorganisme yang sangat banyak jumlahnya. Selain itu sanitasi
dan
kebiasaan higienis masyarakat Indonesia yang masih rendah
meningkatkan
risiko terkontaminasinya makanan dan minuman dengan dengan
berbagai
bakteri dan parasit penyebab diare. Salah satu penelitian di
Jakarta Utara
menemukan bahwa tingkat kontaminasi makanan tersaji oleh E.coli
sebesar
12,2%, kontaminasi makanan baru matang 7,5%, kontaminasi bahan
makanan
40%, kontaminasi air 12,9%, kontaminasi tangan pengolah 12,5%,
dan
-
6
kontaminasi pewadahan 16,9%. Tingkat kontaminasi tersebut sangat
terutama
pada pedagang kaki lima (PdgK5), walaupun ternyata tingkat
kontaminasi di
restoran juga cukup tinggi (Rst/RM).9
Gambar 2. Perbandingan tingkat kontaminasi E. coli
dari tiga jenis tempat pengelolaan makanan
Djaja IM. Kontaminasi E. Coli Pada Makanan Dari Tiga Jenis
Tempat Pengelolaan
Makanan (TPM) di Jakarta Selatan 2003. Makara Kesehatan. 2008
Jun 1; 12(1): 36-41
II.1.5 Gejala Klinis
Kebanyakan travelers diarrhea terjadi secara tiba-tiba, ditandai
dengan
peningkatan frekuensi, volume, dan perubahan konsistensi tinja
disertai dengan
gejala gangguan gastrointestinal. Pada beberapa kasus, gejala
penyerta ini
sangat mengganggu dan membuat pasien mencari pertolongan
kesehatan
walaupun tanpa memenuhi kriteria defekasi dengan tinja cair
lebih dari tiga
kali.8 Kebanyakan kasus sembuh sendiri dalam 3-5 hari tanpa
terapi.
7 Meskipun
demikian, 40% wisatawan yang mengalaminya harus mengubah jadwal
wisata
mereka bahkan 20% nya harus beristirahat total (bed rest).
Meskipun sembuh
dengan sendirinya dan mampu diatasi dengan antibiotik, beberapa
kasus diare
bisa terjadi secara persisten. Patogen utama penyebab diare yang
persisten ini
adalah Giardia lamblia.6
-
7
II.1.6 Pencegahan
Pencegahan utama adalah dengan menghindari makanan dan minuman
yang
dijual di jalanan, toko, atau restauran yang kondisinya tidak
higienis;
menghindari daging dan seafood yang belum matang; serta buah
maupun sayur-
sayuran yang tidak higienis. Air keran, es batu, susu yang tidak
dipasteurisasi,
dan produk dari susu juga meningkatkan risiko travelers
diarrhea. Meskipun
para wisatawan sudah diperingatkan, namun berdasarkan banyak
penelitian
98% wisatawan akan tetap makan dan minum sembarangan dalam 72
jam
pertama setelah mereka sampai ke tujuan wisata.6
II.1.7 Profilaksis
Profilaksis paling efektif untuk travelers diarrhea adalah
dengan antibiotik,
namun Center for Disease Control and Prevention tidak
merekomendasikan hal
tersebut. Penggunaan rutin profilaksis antibiotik meningkatkan
risiko efek
samping dan resistensi mikroorganisme.7
Alternatif lain adalah dengan menggunakan bismuth subsalicylate,
namun
hanya 60% efektif (dibandingkan efektivitas antibiotik yang
mencapai 90%).6
Penggunaan bismuth harus dihindari pada pasien yang alergi
aspirin, hamil, dan
pasien yang meminum obat lain (seperti antikoagulan, probenecid,
dan
methotrexate). Bismuth juga menyebabkan tinja dan lidah berwarna
kehitaman
serta telinga yang berdengung. Dikarenakan efek sampingnya,
penggunaan
profilaksis ini tidak boleh diberikan lebih dari 3 minggu.7
Selain itu harga
bismuth subsalicylate juga relatif mahal yaitu
Rp.69.576,00/kemasan.10
Penggunaan rifamixin juga mulai banyak digunakan sebagai
profilaksis, namun
rifamixin hanya efektif terhadap E.coli saja.
II.1.8 Tatalaksana
-
8
Walaupun pemilihan makanan dan minuman sudah sangat teliti,
travelers
diarrhea masih sering juga terjadi. Oleh karena itu wisatawan
seharusnya
membawa obat-obatan pribadi. Untuk diare ringan dan sedang,
loperamide dan
penggantian cairan tubuh mungkin cukup. Sedangkan untuk diare
yang berat
diperlukan antibiotik. Regimen standart nya adalah kuinolon yang
diminum 2
kali sehari selama 3 hari.6
II.2 Madu
II.2.1 Definisi
Madu didefinisikan sebagai cairan yang banyak mengandung zat
gula pada
sarang lebah atau bunga dengan rasa yang manis.11
Sarang lebah merupakan
tempat tinggal koloni lebah madu yang terdiri dari 20.000 hingga
60.000 lebah.
Koloni besar ini memiliki pembagian tugas, dimana peran dalam
pengumpulan
madu dilakukan oleh lebah pekerja. Lebah pekerja mengumpulkan
nektar
berupa larutan gula (sukrosa) dari bunga yang satu ke bunga yang
lain sambil
melakukan polinisasi, kemudian mengumpulkannya dalam sarang
lebah.
Setelah menghisap nektar, lebah madu akan memfermentasi nektar
di dalam
perutnya dengan mengubah sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa
oleh enzim
invertase yang dikeluarkan kelenjar di tenggorokannya.
Sekembalinya ke
sarang, lebah akan menyalurkan cairan nektar ke sarang lewat
belalainya ke
dalam sisir madu (honeycomb). Lebah di sarang kemudian akan
melanjutkan
proses fermentasi dengan menelan dan mengeluarkan cairan nektar
berulang
kali. Pada saat ini, terjadi proses ekstraksi air dan
pembersihan nektar dsari
racun dan mikroba, serta penambahan asam amino, lipid, dan
elemen lainnya.
Proses pembentukan ini juga dapat dikenali sebagai proses
regurgitasi.12
Kemudian lebah akan menguapkan air dari nektar hingga kadar air
hanya
berkisar antara 18,6% dengan tujuan untuk mengurangi kadar
air,
meningkatkan konsentrasi gula dan mencegah fermentasi, dan mulai
disebut
madu. Pada masa ini, madu akan disimpan dalam sarang, ditutup
dengan lilin
-
9
lebah (beeswax). Karakteristik warna dan rasa madu sendiri cukup
dipengaruhi
oleh jenis tanaman yang diambil nektarnya.13
Pada saat ini, lebah telah dapat
diternak dengan memindahkan ratu lebah dan pekerja ke dalam
sarang artifisial,
untuk kemudian diambil madunya.14
II.2.2 Karakteristik madu
Karakteristik madu cukup bervariasi bergantung pada tanaman yang
menjadi
sumber utama madu, suhu dan proporsi gula spesifik pada madu.
Madu segar
memiliki kandungan air yang jauh lebih sedikit dibandingkan
setelah didiamkan
pada suhu ruang.12
Pada suhu ruang, madu berbentuk cair dengan kondisi kurang
stabil. Titik
lelehnya berkisar antara 40 hingga 50 0
C, pada penyimpanan dibawah suhu
tersebut, madu bersifat metastabil maupun labil, sehingga dapat
mengkristal
secara spontan pada penambahan gula. Kecepatan kristalisasi ini
bergantung
pada rasio fruktosa dengan glukosa, serta kandungan dekstrin.
Sedangkan pada
penyimpanan dengan suhu dibawah 5 oC, madu bersifat sangat
stabil dan tidak
akan mengkristal, sehingga tekstur dan rasa asli dapat
dipertahankan.12
Rasa
manis yang terdapat pada madu berasal dari gula monosakarida
berupa fruktosa
dan glukosa dengan aroma yang berbeda bergantung pada tanaman
sumber
utama nektar madu.14
Madu memiliki aktivitas air yang rendah yaitu sekitar 0,6.
Rendahnya
aktivitas air ini menjadikan suasana yang kurang kondusif bagi
mikroorganisme
untuk berkembang, walau begitu endospora bakteri Clostridium
botulinum
masih dapat bertahan dalam kondisi dorman, menjadikannya
berbahaya bagi
anak bayi. Aktivitas air ini dapat dipengaruhi oleh kelembaban
lingkungan,
karena sifat higroskopis yang dimiliki madu, yang akan mengikat
air dari
udara.14, 15
-
10
II.2.3 Keamanan dan Efek samping
Penggunaan madu sendiri telah disetujui oleh U.S. Food and
Drug
Administration (FDA), dimana madu harus dilabel berdasarkan nama
tanaman
atau jenis bunga yang menjadi sumber utama madu, juga sebagai
identitas
warna serta rasa madu tersebut.16
Pada beberapa individu, madu dapat menunjukkan efek samping yang
amat
minimal. Penelitian di American Journal of Clinical Nutrition
tahun 1995
melaporkan konsumsi madu pada orang normal dapat menimbulkan
diare atau
gangguan perut. Hal ini mungkin disebabkan kandungan fruktosa
madu yang
cukup tinggi. Tingginya fruktosa madu pada beberapa orang
dapat
menyebabkan gangguan penyerapan yang disebut malabsorpsi
fruktosa. Hal ini
cukup merepotkan bagi orang-orang dengan pencernaan yang
sensitif. Namun,
menurut penelitian tersebut, madu justri memiliki efek
menguntungkan untuk
orang dengan keluhan susah buang air besar karena efek
laksatifnya. 17
Madu, walaupun telah dinyatakan aman, memiliki beberapa kondisi
yang
memungkinkan terjadinya kontaminasi madu. Kontaminasi madu dapat
terjadi
jika dilakukan penyemprotan pestisida pada lahan tanaman
maupun
penggunaan obat-obatan untuk pengusir tungau dan binatang lain
oleh petani
madu walau secara umum penggunaan pestisida ini dapat membunuh
koloni
dan tidak memungkinkan diproduksinya madu. Namun, pada kadar
yang
rendah, lebah masih dapat bertahan, sehingga penggunaan
obat-obatan ini perlu
sangat dihindari.13
Keracunan madu juga dapat terjadi sebagai akibat kontaminasi
spora
Clostridium botulinum pada suplementasi madu yang tidak diproses
pada diet
balita, menyebabkan infeksi botulinum, dan dapat berbahaya
dengan imunitas
yang belum matang. Beberapa jenis madu pun memiliki toksin yang
cukup
-
11
berbahaya akibat nektar yang diambil beracun, misalnya pada madu
dari
tumbuhan Rhododendron ponticum yang mengandung andrometoksin.
Namun,
industri madu sudah maju dan dapat mendeteksi terlebih dahulu
madu yang
beracun hingga tidak akan lolos sampai ke konsumen 17
II.2.4 Penggunaan Madu
Madu telah dikenal sejak zaman mesolithikum dan telah mendapat
tempat
dalam pengobatan tradisional setidaknya sejak abad ke 4 sebelum
masehi oleh
penduduk mesir kuno untuk mengobati berbagai keluhan seperti
pada demam,
luka, nyeri, kehausan, maupun untuk mengatasi demam. Bentuk
pemberian pun
beragam, mulai dari diminum langsung, dicampurkan dengan air,
dicampur
dengan cuka (oxymel), dicampurkan dengan obat lain.
Penggunaan madu
bahkan telah mewarnai kebudayaan berbagai agama, hingga
digunakan dalam
ritual agama hindu dan buddha, serta dituliskan dalam kitab suci
agama islam
dan kristen.12
Sempat ada beberapa kontroversi dalam komunitas mengenai
penggunaan madu, namun telah ditemukan berbagai keuntungan
dalam
penggunaan madu, diantaranya:
II.2.4.1 Madu Sebagai Bahan Makanan Dalam Memasak
Madu dapat digunakan untuk memasak, memanggang, dicampurkan
dengan roti, dijadikan bahan tambahan dalam minuman seperti
teh
maupun minuman lain berdasarkan sifatnya yang manis dan
beraroma.
Madu juga dapat digunakan sebagai bahan dasar maupun sebagai
bahan
penambah rasa dalam pembuatan minuman beralkohol.14
II.2.4.2 Nutrisi
Bahan dasar madu adalah gula yang kemudian digabungkan
dengan
senyawa lainnya. Kandungan karbohidrat madu secara umum
adalah
sekitar 38,5% fruktosa dan 31,0% glukosa.12
Jenis karbohidrat lain yang
terkandung pada madu diantaranya maltosa, fruktosa, maupun
karbohidrat kompleks lainnya. Madu juga mengandung beberapa
jenis
-
12
asam amino esensial, vitamin dan mineral serta komponen lain
yang
bersifat antioksidan seperti chrysin, ponobanksin, vitamin C,
katalase, dan
pinocembrin.17, 18
Kandungan vitamin dan mineral dalam madu diantaranya vitamin
A,
betakaroten, vitamin B kompleks, vitamin C, D, E, dan K. Madu
pun
mengandung mineral yang cukup lengkap dan bervariasi seperti zat
besi,
kalium, kalsium, magnesium, tembaga, mangan, natrium dan fosfor.
Zat
lainnya adalah barium, seng, sulfur, klorin, yodium, zirconium,
gallium,
vanadium, cobalt dan molybendenum yang proporsinya
dilampirkan.
Biasanya madu berwarna gelap maupun madu multiflora lebih kaya
akan
mineral.17
Madu memiliki indeks glikemik sekitar 31 hingga 78, bergantung
pada
jenisnya dengan berat jenis 1,36 kg tiap liter.17
II.2.4.3 Efek antibakteri dan antifungi
Madu dapat berfungsi sebagai antibakteri dan antifungi pada
beberapa
organisme seperti Staphylococcus aureus, patogen enteral,
Candida
albicans dalam madu yang dicairkan. Madu dengan konsentrasi
40%
bersifat bakterisidal pada berbagai jenis bakteri gram negatif
maupun
positif seperti Salmonella shigella, Escherichia coli dan Vibrio
cholera
yang merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas di seluruh
dunia.14,15
Berbagai penelitian untuk memastikan efektifitas penggunaan
madu
sebagai antibaktreri dan antifungi telah dilakukan, dan
menunjukkan hasil
yang seirama, bahwa madu memiliki kemampuan antibiotic dan
antifungi,
bahkan lebih baik dibandingkan penggunaan antibiotik seperti
sefalosforin, ampisilin, gentamisin, nitrofurantoin, asam
nalidixic dan
kotrimoxazole.
-
13
Efek antibakteri dan antifungi ini didasari oleh beberama
mekanisme,
diantaranya:
II.2.4.3.1 Efek osmotik
Madu terdiri dari campuran 84% gula dengan kadar air sekitar
15
20 % sehingga sangat tinggi kadar gulanya. Sedikitnya
kandungan
air dan interaksi aor dengan gula akan membuat bakteri tak
dapat
hidup. Bahkan tidak ada bakteri yang mampu hidup pada kadar
air
kurang dari 17%. Berdasarkan efek ini, seharusnya madu yang
diencerkan hingga kadar gulanya menurun akan mengurangi efek
antibakteri. Namun kenyataannya, ketika madu dioleskan pada
permukaan luka yang basah dan tercampur dengan cairan luka,
efek
antibakterinya tidak hilang. Beberapa jenis madu masih dapat
membunuh bekteri meskipun diencerkan hingga 7 14 kali.17
II.2.4.3.2 Aktivitas hidrogen peroksida
Selain efek osmotik, madu mengandung dan memproduksi
hidrogen
peroksida. Dulu, hidrogen peroksida dikenal sebagai zat
inhibine.
Bila madu bereaksi dengan air, maka produksi hidrogen
peroksida
akan meningkat. Konsentrasi hidrogen peroksida pada madu
sekitar
1 mmol/L, 1000 kali lebih kecil dibandingkan larutan
hidrogen
peroksida 3% yang biasa dipakai sebagai antiseptik. Meski
konsentrasinya kecul, efektivitasnya tetap baik sebagai
pembunuh
kuman.15,17
II.2.4.3.3 Sifat asam madu
Ciri khas madu yang lain adalah bersifat asam dengan pH antara
3,2
4,5 cukup rendah untuk menghambat pertumbuhan bakteri yang
berkembang biak rata-rata pada pH 7,2 7,4.17
-
14
II.2.4.3.4 Faktor fitokimia
Pada beberapa jenis madu juga ditemukan zat antibiotik. Zat
tersebut disebut faktor non-peroksida. Madu yang selama ini
telah
diteliti memiliki faktor tersebut adalah madu manuka
(Leptospernum scoparium) yang berasal dari Selandia Baru. Di
Australia, madu dari spesies Leptospermum yang lain, seperti
Jellybush, juga ditemukan memiliki kandungan zat ini.18
II.2.4.3.5 Aktivitas fagositosis dan meningkatkan limfosit
Madu dapat meningkatkan pembelahan sel limfosit, juga dapat
meningkatkan produksi sel monosit sehingga berbagai sitokin,
TNF-alfa, interleukin 1 dan 6 , dapat mengaktifkan respon
daya
tahan tubuh terhadap infeksi. Kandungan glukosa dan keasaman
madu juga secara sinergis ikut membantu sel fagosit
menghancurkan bakteri.19
II.2.4.4 Perawatan luka dan luka bakar
Penggunaan madu untuk perawatan luka sudah dilakukan sejak
ribuan
tahun yang lalu. Dunia kedokteran modern saat ini telah
banyak
membuktikan madu sebagai obat penyembuh luka yang unggul.
Sebuah
laporan menunjukkan luka yang dibalut dengan madu menutup pada
90%
kasus. Pada luka bakar derajat ringan, penyembuhan oleh madu
berlangsung lebih cepat. Madu juga dapat digunakan untuk terapi
luka
infeksi dan sukar sembuh, misalnya pada gangren diabetik. Madu
dapat
merangsang pembentukan kulit baru dan lebih sehat serta
dapat
mengurangi peradangan yang ditandai dengan berkurangnya
nyeri
bengkak dan luka yang mengering. Hal ini didasari oleh
osmolaritasnya
yang tinggi hingga dapat menyerap air dan memperbaiki sirkulasi
serta
pertukaran udara di area luka.18
-
15
II.2.4.5 Manfaat lain
Madu juga berguna untuk memperbaiki berbagai kondisi
pencernaan
seperti sakit maag, diare. Selain itu, madu juga dapat digunakan
sebagai
sumber antioksidan, meredakan alergi, mengatasi kekurangan
kalsium,
memperbaiki gangguan pengelihatan, mengatasi insomnia,
mengatasi
kejang otot dan kedutan, menghilangkan batuk dan flu, mabuk
alkohol,
bermanfaat dalam perbaikan penyakit jantung. Dengan
kandungannya
yang beragam, madu pun memiliki potensi sebagai terapi nutrisi
sebagai
sumber nutrisi dan energi, sumber vitamin dan mineral,
dikonsumsi oleh
diabetisi dan hiperkolesterolemia.17,18
Dalam mengatasi kekurangan kalsium, konsumsi madu dapat
menguntungkan karena dapat meningkatkan penyerapan kalsium.
Semakin tinggi kadar madu, maka semakin meningkat penyerapan
kalsium. Hal ini dapat dimanfaatkan untuk mencegah
osteoporosis.17,18
II.2.5 Anjuran penggunaan
Untuk mendapat manfaat dari madu, mengonsumsi madu sebaliknya
sejumlah
dosis yang direkomendasikan dengan dicampurkan dalam segelas air
hangat,
diminum tiga kali sehari dengan total 100-200 gram sehari.
Konsumsi di pagi
hari sebanyak 30 60 gram, siang 40 80 gram, dan malam 30 60
gram.
Disarankan satu jam setengah atau dua jam atau dua jam sebelum
makan atau
tiga jam sesudah makan. Untuk anak-anak, dosis mdu adalah 30
gram sehari.
Jumlah ini bisa disesuaikan apabila terjadi gangguan seperti
intoleransi maupun
diare.18
Pencampuran dengan air hangat mempermudah proses pencernaan
dan
meningkatkan bioavailabilitas di darah, jaringan hingga ke
sel-sel tubuh.
Karena kadar gulanya yang tinggi, madu tidak boleh dikonsumsi
berlenbbihan
-
16
karena pada dosis yang tinggi dapat meningkatkan kadar gula
darah dan
memperberat kerja hormon insulin.17,18
II.2.6 Jenis madu di Indonesia
Terdapat banyak jenis madu menurut karakteristiknya, dimana
komponen yang
paling membedakan karakteristik madu berdasarkan sumber nektar,
letak
geografi dan teknologi pemrosesannya. Karakteristik madu
disesuaikan dengan
sumber nektar, yaitu flora, ekstraflora, dan madu embun. Dikenal
pula madu
monoflora yang berarti hanya berasal dari saru jenis tumbuhan
dan poliflora
yang berasal dari nektar beberapa jenis bunga.20
Di Indonesia sendiri, madu cukup mudah ditemukan, dan telah
menjadi
komoditas lokal, dengan jumlah produksi mencapai 1.538 ton pada
tahun
1999.20
Hal ini didasari oleh musim berbunga sepanjang tahun di
Indonesia,
memungkinkan produksi yang terus menerus, juga dengan banyaknya
lahan
perkebunan di Indonesia.18
Jenis madu yang dapat ditemukan di Indonesia digolongkan
berdasarkan bunga
sumber nektar, misalnya madu bunga kapuk (randu), madu bunga
karet, madu
bunga kopi, madu bunga lengkeng, madu bunga sonokeling, madu
bunga
durian, madu bungan rambutan, madu bunga apel, madu bunga jambu
air, madu
bunga mangga, madu bunga mahoni, madu bunga jambu mede, dan
madu
hutan.18
-
17
Tabel 1. Kandungan mineral dan vitamin dalam madu
Nutrisi Unit
Jumlah rata-
rata dalam
100 gram
madu
Rekomendasi
kebutuhan
sehari (RDA)
Kalori kkal 304 2.8
Vitamin:
A IU - 5
B1 (thiamin) mg 0,004 -
0,006
1,5
B2 (riboflavin) mg 0,002 - 0,06 1,7
Asam nikotinat
(niasin)
mg 0,11 - 0,36 20
B6 (piridoksin) mg 0,008 - 0,32 2,0
Asam pantotenat mg 0,02 - 0,11 10
Asam folat ug - 0,4
B12
(sianokobalamin)
mg - 6
C IU 2,2 - 2,4 60
D IU - 400
E (tokoferol) - 30
Biotin - 0,3
Mineral:
Kalsium mg 4 - 30 1
Klorin mg 2 - 20 -
Tembaga mg 0,01 - 0,12
Yodium mg - 0,15
Besi mg 1 - 3,4 18
Magnesium mg 0,7 - 13 400
Fosfor mg 2 - 60 1
Kalium mg 10-470 -
Natrium mg 0,6 - 40 -
Seng mg 0,2 - 0,5 15
Suranto A. Terapi Madu.Jakarta: Penebar Plus; 2007. P. 16-18;
26-40
-
18
BAB III
METODE PENULISAN
III.1. Metodologi Penulisan
Metode penulisan yang digunakan adalah metode studi kepustakaan.
Sumber-sumber
kepustakaan yang dipergunakan adalah jurnal kedokteran, buku
teks, dan informasi
dari internet. Metode pemilihan sumber menggunakan kaidah
penulisan karya tulis
ilmiah.
III.2. Sistematika Penulisan
Karya tulis ini terdiri dari 5 bab, berisi bab pendahuluan, bab
tinjauan pustaka, bab
metode penulisan, bab pembahasan dan bab penutup. Pada bab I
akan dibahas
pendahuluan karya tulis ini, mulai dari latar belakang, rumusan
masalah, tujuan
penulisan, baik secara umum maupun khusus, serta manfaat
penulisan bagi berbagai
kalangan dan institusi. Bab II akan lebih membahas teori dan
pengetahuan yang ada
tentang masalah yang dibahas, meliputi pembahasan travellers
diarrhea dan madu,
serta peranannya sebagai profilaksis travellers diarrhea. Bab
III metode penulisan
berisi pemaparan metode penulisan yang digunakan dalam karya
tulis ini untuk
menginformasikan pembaca mengenai metode pembuatan karya tulis
yang penulis
gunakan. Selanjutnya, pembahasan mengenai hubungan aspek-aspek
dalam karya ini
hingga dapat menghasilkan sebuah paradigma baru akan dipaparkan
secara jelas pada
bab IV. Bab terakhir, yakni bab V akan menuliskan simpulan dan
saran yang
diberikan penulis berdasarkan topik yang dibahas, yaitu
penggunaan madu sebagai
profilaksis travellers diarrhea pada wisatawan, baik lokal
maupun internasional,
diikuti daftar pustaka yang mendasari penulisan ini.
-
19
BAB IV
ANALISIS DAN SINTESIS
IV.1. Profilaksis Travelers Diarrhea dengan Madu
Sampai saat ini profilaksis yang digunakan untuk travelers
diarrhea adalah dengan
menggunakan bismuth subsalicylate dan rifamixin. Namun
keefektivitasan dari
penggunaan bismuth hanya sekitar 60%. Selain itu harganya yang
mahal dan efek
samping yang ditimbulkan mungkin membuat wisatawan enggan
untuk
meminumnya. Sedangkan untuk rifamixin, walaupun efektif namun
obat ini hanya
mampu mencegah TD yang disebabkan oleh E.coli saja. Alternatif
lain yang bisa
digunakan untuk profilaksis travelers diarrhea adalah
menggunakan madu.6
Madu telah lama dikenal memiliki aktivitas antibakteri yang
kemampuannya bisa
disetarakan dengan antibiotik. Faktor faktor yang membuat madu
bersifat antibakteri
adalah tinggginya osmolaritas (kandungan gula dalam madu
mencapai 80%),
keasaman (pH rendah), kadar hidrogen peroksida (H2O2) yang
tinggi dan komponen
non-peroksida seperti methylglyoxal (MGO). Aktivitas antibakteri
ini terutama
didominasi oleh hidrogen peroksida di mana konsentrasinya
ditentukan oleh kadar
relatif glucose oxidase yang disintesis oleh lebah dan katalase
yang berasal dari
serbuk sari bunga. Kebanyakan madu akan menghasilkan H2O2 ketika
diencerkan
karena terjadi aktivasi enzim glucose exidase yang mengoksidasi
glukosa menjadi
asam glukonat dan H202. H2O2 merupakan agen oksidator kuat
(radikal bebas) yang
memiliki kemampuan merusak sel. Dalam larutan cair, H2O2
berperan seperti asam
dan dapat mengoksidasi berbagai senyawa dengan menerima elektron
bebas yang
berpasangan. Hal ini menyebabkan terbentuknya radikal bebas
lainnya yang
menyebabkan terganggunya struktur biologis dan semakin merusak
sel. Namun,
dalam beberapa kasus, aktivitas peroksidase ini bisa dihambat
dengan mudah oleh
panas dan katalase.21
-
20
Di samping H202, beberapa faktor non-peroksidase juga
menimbulkan aktivitas
antibakteri. Hal ini membuat madu mampu mempertahankan aktivitas
antibakterinya
walaupun terdapat katalase (tidak adanya glucose oxidase), jenis
madu ini disebut
dengan non-peroxide honey. Beberapa komponen diketahui
berkontribusi dalam
aktivitas non-peroksidase seperti methyl syringate dan
methylglyoxal. 21
Madu juga bersifat asam dengan pH antara 3,2 sampai 4,5 di mana
cukup rendah
untuk menghambat pertumbuhan beberapa bakteri patogen. Hal ini
dikarenakan pH
mempengaruhi bentuk enzim, sehingga bisa menyebabkan protein
terdenaturasi.
Kadar pH minimum yang dibutuhkan oleh bakteri patogen antara
lain : E.coli (4,3),
Salmonella (4,0), P.Aeruginosa (4,4), S.Pyogenes (4,4).21
Madu juga memiliki kadar karbonidrat yang tinggi dalam bentuk
monosakarida yang
menyebabkan madu memiliki aktivitas air (water activity) yang
rendah. Aktivitas air
artinya jumlah air yang ada di lingkungan lebih rendah
dibandingkan dengan kadar
solusinya. Rendahnya aktivitas air ini membuat madu mampu
menghambat bakteri
melalui efek osmosis. Kadar gula yang tinggi menyebabkan air di
dalam sel berdifusi
keluar melalui dinding dan membran sel. Hal ini membuat sel
menjadi dehidrasi dan
mengerut. Proses ini disebut dengan plasmolisis dan dapat
menyebabkan kematian
sel.21
Kemampuan madu dalam menghambat pertumbuhan bakteri dapat diuji
dengan
menggunakan metode disc difussion, yaitu suatu tes kualitatif
untuk mendeteksi
sukseptibilitas bakteri terhadap suatu senyawa antimikroba. Madu
terbukti efektif
dalam mencegah pertumbuhan bakteri-bakteri penyebab utama diare
seperti
Eschericia coli dan Salmonella.21
Sebuah studi in vitro untuk mengetahui efek bakteri pada diare
juga sudah dilakukan
di Nigeria. Madu yang digunakan adalah madu dari lokasi budidaya
lebah di Obafemi
-
21
Awolowo University Teaching Complex (OAUTHC), dinamakan dengan
madu A
dan madu B, sedangkan spesies bakteri yang diteliti antara lain
Salmonella
enterocolitis, Campylobacter jejuni,Escherichia coli and
Shigella dysenteriae. Dari
penelitian tersebut didapatkan bahwa efek inhibisi tertinggi
madu adalah terhadap
Escherichia coli dan diikuti dengan Salmonella enterocolitis dan
Shigella
dysenteriae. Efek inhibisi tersebut didapatkan dengan Minimum
Inhibitory
Concentration (MIC) 1:8 madu dalam air suling untuk Escherichia
coli dan 1:2 untuk
Salmonella enterocolitis dan Shigella dysenteriae.22
Tabel 2. Perbandingan aktivitas antibakteri madu A dibandingkan
dengan antibiotik
konvensional
Adebolu TT. Effect of natural honey on local isolates of
diarrhea causing bacteria
in southwestern Nigeria. African Journal of Biotechnology. 2005
Oct; 4(10):1172-1174
Tabel 3. Perbandingan aktivitas antibakteri madu B dibandingkan
dengan antibiotik
konvensional
Adebolu TT. Effect of natural honey on local isolates of
diarrhea causing bacteria
in southwestern Nigeria. African Journal of Biotechnology. 2005
Oct; 4(10):1172-1174
-
22
IV.2. Keuntungan dan efek praktis penggunaan madu di
Indonesia
IV.2.1. Ketersediaan dan harga
Indonesia merupakan salah satu negara penghasil madu, dimana
angka
produksinya mencapai 1.538 ton per tahun.23
Madu dan produknya sangat
mudah ditemukan baik di warung-warung, di toko-toko, di
supermarket hingga
pembelian lewat toko online. Harga yang ditawarkan pun sangat
bervariasi,
bergantung pada kemasan, berat, jenis madu, kualitas, hingga
daerah tempat
penjualan yang berkisar antara Rp. 33..000,- hingga Rp.
1.700.000,- per
kilogramnya.24,25
Harga ini cukup terjangkau, jika dihubungkan dengan
penggunaan harian yang dianjurkan sebanyak 100 hingga 200 gram
per hari,
maka pengeluaran harian untuk memenuhi kebutuhan madu berkisar
antara Rp.
3.300,- (sebanding dengan 35 sen USD) Rp. 340.000,- (USD 36)
sesuai
dengan kemampuan dan kebutuhan.
IV.2.2. Mudah dibawa
Madu memiliki sifat kental dalam suhu ruang, dan walaupun kurang
stalbil
dalam suhu ruang, madu tidak akan membentuk kristal secara
spontan dalam
wadah yang kedap ataupun tanpa penambahan gula.18
Sifat ini membuat
khasiatnya tidak berkurang maupun menjadi rusak apabila di
bawa-bawa dalam
tas untuk masyarakat dengan aktivitas dan mobilitas yang
tinggi.
Saat ini madu telah dikemas dalam berbagai kemasan dan ukuran,
untuk
berbagai tujuan. Kemasan ditujukan untuk pemakaian harian di
rumah dalam
botolan besar hingga kemasan yang mudah dibawa berupa kemasan
sachet 20
ml maupun botolan 185 ml yang berukuran lebih kecil dari akua
gelas.26
IV.2.3. Bermanfaat bagi diare dengan resistensi beberapa
antibiotik
Penelitian in vitro yang dilakukan oleh Professor Rose Cooper di
University of
Wales Institute menunjukkan bahwa sifat antimikroba yang
dimiliki madu
manuka dapat menghambat pertumbuhan dari Pseudomonas
aeruginosa,
-
23
Streptokokus grup A, dan Meticilin-resistant Staphylococcus
aureus (MRSA).
Dalam pengamatannya terhadap bakteri MRSA, ditemukan bahwa madu
dapat
meningkatkan sensitivitas bakteri ini terhadap antibiotik
seperti oksasilin,
sehingga secara efektif membalikkan resistensi antibiotik.27
Penggunaannya
bersama dengan antibiotik dalam upaya penyembuhan pun menjadi
sangat
efektif.
Madu juga memiliki keunggulan, dimana tidak seperti antibiotik
pada
umumnya, pemberian madu manuka tidak menyebabkan adanya
selektifitas
bakteri hingga meningkatkan strain bakteri yang resisten pada
madu seperti
preparat antibiotik. Walau begitu, belum dilakukan penelitian
efek antimikroba
madu jenis lain terhadap bakteri-bakteri yang telah
resisten.27
IV.2.4. Bertahan lama
Madu dapat bertahan dalam kondisi baik dalam jangka waktu yang
cukup lama,
yaitu sekitar 2 3 tahun, bahkan setelah 3 tahun, madu masih
dapat bertahan.
Dapat diperharikan bahwa kebanyakan mikroorganisme tidak dapat
tumbuh
dalam medium madu. Hal ini terlihat pada penggunaannya dalam
metode
pengawetan mumi firaun di mesir. Namun, memang kondisi terbaik
madu
didapatkan selama kurang dari 3 tahun setelah panen.18
Hal ini sesuai dengan pengetahuan bahwa bakteri maupun jamur
membutuhkan
kondisi yang tepat untuk bertumbuh, yaitu pada keadaan cukup
air, makanan,
dan lingkungan yang nyaman. Dalam madu, hanya terdapat gula
yang
terkonsentrasi. Walaupun gula merupakan medium yang baik bagi
bakteri untuk
tumbuh, namun komponen krusial lain seperti air tidak tersedia.
Terbukti bahwa
madu yang disimpan dalam wadah kedap dapat bertahan selama
bertahun-tahun
hingga berabad-abad, walaupun akan mengalami perubahan sifat
fisis dan kimia
seperti perubahan warna, aroma, dan rasa selama proses
penyimpanannya.
Namun, madu perlu disimpan dalam wadah yang kedap, sehingga madu
yang
-
24
bersifat higroskopis tidak akan menarik air, sehingga kadar air
dalam madu
dipertahankan rendah. Rendahnya kadar air ini tidak memungkinkan
bakteri
maupun jamur untuk tumbuh.17
IV.2.5. Keuntungan sebagai Komoditas
Meskipun dalam hal teknik budidaya lebah madu, angka produksi
madu setiap
tahun dan tingkat konsumsi madu, Indonesia sudah tertinggal dua
sampai tiga
dekade dari negara lain, perlebahan masih menjadi salah satu
komponen penting
dalam pembangunan sektor pertanian dan kehutanan berkelanjutan.
Secara
ekologis dan ekonomis, peran lebah madu dalam penyerbukan
tanaman juga
cukup menguntungkan bagi kelestarian flora dan peternakan
lebah.28
Ditinjau dari kekayaan alam, Indonesia menyimpan potensi besar
bagi
pengembangan usaha perlebahan. Bahkan, enam dari tujuh spesies
lebah madu
di dunia terdapat di Indonesia, dan sudah dimanfaatkan oleh
masyarakat. Belum
lagi melihat luasnya lahan perkebunan di Indonesia yang
berpotensi menjadi
lahan budidaya lebah madu.20
Dengan ditingkatkannya konsumsi madu oleh wisatawan, maka
kebutuhan akan
produksi madu akan meningkat, sehingga industri madu akan lebih
hidup dan
berdampak pada perbaikan kesejahteraan masyarakat.
IV.3 Anjuran penerapan konsumsi madu pada wisatawan di
Indonesia
IV.3.1 Kerjasama dengan Penginapan di Seluruh Indonesia
Madu, bahan makanan yang memiliki berbagai manfaat, terutama
sebagai
antimikroba tanpa risiko resistensi, dapat digunakan, baik
sebagai agen
profilaksis maupun sebagai agen yang membantu treatmen infeksi
bakteri di
saluran pencernaan, dalam hal ini diare. Oleh karena itu, madu
dapat digunakan
secara rutin pada wisatawan, dengan jumlah anjuran 100 200 gram
per hari
dibagi dalam tiga kali dosis, pagi-siang dan sore.
-
25
Konsumsi harian ini cukup dimungkinkan melihat karakteristik
madu yang
memiliki rasa manis dan khas, juga dapat dikonsumsi dengan
berbagai cara,
baik sebagai bahan tambahan dalam makanan yang dimasak
maupun
dipanggang, dicampurkan dengan roti, dicampurkan dengan minuman
lain
hingga dikonsumsi secara langsung. Penggunaan yang fleksibel dan
beraneka
cara ini memungkinkan konsumsi madu harian menjadi menarik dan
tidak
membosankan untuk dikonsumsi secara rutin. Baik di pagi hari,
siang hingga
malam hari.
Sulitnya menghimbau wisatawan secara rutin untuk mengonsumsi
madu
sebanyak tiga kali sehari secara rutin selama masa perjalanan
cukup sulit dan
membutuhkan kepatuhan yang tinggi. Rendahnya kepatuhan ini dapat
diatasi
jika bekerjasama dengan tempat penginapan di Indonesia,
berkaitan dengan
penyediaan dan penggunaan madu dalam menu harian. Hal ini
selaras dengan
kenyataan bahwa besar wisatawan yang sedang berkunjung, baik
wisatawan
lokal maupun wisatawan asing tinggal di penginapan selama masa
perjalanan
mereka, yang biasanya memiliki fasilitas restauran maupun
fasilitas pake makan
pagi.
Melihat keuntungan lain penggunaan madu disamping profilaksis
infeksi seperti
tambahan asupan nutrisi yang dapat meningkatkan viabilitas,
mengobati
gangguan sistem gastrointestinal lain, sumber antioksidan,
meredakan alergi,
mengatasi kekurangan kalsium, perbaikan pengelihatan, dan
berbagai manfaat
yang lain merupaka poin tambahan yang dapat dijadikan daya jual
tersendiri
bagi pariwisata Indonesia apabila penggunaan dan penyediaan madu
dalam
menu harian di penginapan dapat diimplementasikan dengan
baik.
IV.3.2. Fungsi Bawa Praktis
Penyediaan dan penggunaan madu oleh rumah makan di penginapan
acapnya
cukup efektif untuk memenuhi kebutuhan madu harian dalam rangka
profilaksis
-
26
infeksi saluran pencernaan. Namun, diluar waktu istirahat malam
dan sarapan
pagi, sebagian besar waktu wisatawan dihabiskan di luar
penginapan, sehingga
pengonsumsian madu sebaiknya dapat dilakukan secara praktis di
berbagai
tempat.
Untungnya, madu saat ini telah sangat mudah ditemui di berbagai
toko maupun
supermarket di seluruh Indonesia, walaupun begitu, tidak mungkin
wisatawan
untuk selalu membeli madu setiap kali berpergian, terutama jika
sedang
berkunjung ke daerah yang cukup perifer. Maka dari itu,
wisatawan dapat
dihimbau untuk selalu membawa persediaan madu sendiri. Hal ini
sangat
dimungkinkan, karena saat ini madu telah dikemas dalam berbagai
kemasan
sachet maupun botolan kecil yang mudah dibawa-bawa.
Membawa madu kemana-mana secara praktis dapat pula membawa
manfaat, hal
ini berdasarkan bahwa madu memiliki kandungan kalori yang cukup,
bila dalam
peralanan mengalami kesulitan mencari tempat makan, madu dapat
digunakan
sebagai sumber nutrisi sementara dan dapat menghindari kondisi
hipoglikemi
maupun kelaparan. Kegunaannya dalam menyembuhkan luka dan
antiinfeksi
dengan penggunaan topikal pun sangat bermanfaat dalam keadaan
mendesak.
Tentunya, hal ini tidak akan memberatkan bagi wisatawan untuk
membawa
madu multifungsi dalam tas mereka.
-
27
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
V.1 Simpulan
Berdasarkan uraian pada tinjauan pustaka dan pembahasan di atas,
secara garis
besar dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Dengan efek bakterinya, madu dapat digunakan sebagai
profilaksis diare. Efek ini
dilandaskan oleh sifat madu, yaitu memiliki osmolaritas yang
tinggi (kandungan
gula dalam madu mencapai 80%), keasaman (pH rendah), kadar
hidrogen
peroksida (H2O2) yang tinggi dan komponen non-peroksida
seperti
methylglyoxal (MGO).
2. Sampai saat ini, penelitian efektifitas madu sebagai
profilaksis terhadap diare
pada wisatawan sendiri belum mencapai tahap clinical trial. Hal
ini cukup
disayangkan, karena jika dambah dengan bukti penelitian uji
klinis, maka, nilai
dan efektifitas penggunaannya telah terbukti dan dapat lebih
diimplementasikan
dalam kehidupan sehari-hari
V.2 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan adalah melakukan uji klinis
mengenai peran
madu sebagai profilaksis diare pada wisatawan. Apabila hasil
yang ditemukan sejalan
dengan hasil pada penelitian invitro, maka dapat dilakukan
beberapa upaya,
diantaranya dengan mensosilisasikan dan menerapkan penggunaan
madu secara rutin
pada wisatawan baik wisatawan lokal maupun mancanegara sebagai
profilaksis
travellers diarrhea.
- bekerjasama dengan managemen penginapan di Indonesia dalam
pengaplikasian penggunaan madu sebagai salah satu bahan makanan
wajib di
tempat makan, terutama pada waktu makan pagi
-
28
- Wisatawan lokal maupun internasional disarankan untuk
mengonsumsi madu
secara rutin
- Dengan keuntungan madu yang praktis dibawa-bawa, mudah diolah,
dengan
kandungan gizi yang baik, dan harga yang terjangkau, penggunaan
madu
dapat dijadikan pilihan utama dalam upaya profilaksis travellers
diarrhea