1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada zaman modern ini pertumbuhan dan perkembangan industri bangunan di Indonesia sangatlah pesat. Di Jakarta sendiri hampir tiap sudut kota banyak kita temui proyek konstruksi bangunan baru, baik proyek konstruksi bangunan besar seperti mall, gedung perkantoran, terminal, dan lain lain, ataupun proyek konstruksi sederhana seperti bangunan rumahan. Tentu dengan banyaknya proyek konstruksi bangunan baru tersebut akan berdampak kepada melonjaknya angka kebutuhan material semen. Data angka kebutuhan semen sebesar 20 juta ton dalam kurun waktu tahun 2012-2016 (Asosiasi Semen Indonesia, 2012). Seiring perkembagan zaman hampir 80% bangunan rumah di Jakarta sudah menggunakan bahan material bata beton (batako). Bangunan konvensional yang dulu masih
64
Embed
PENGGUNAAN ABU KULIT KERANG HIJAU SEBAGAI SUBTITUSI SEBAGIAN SEMEN PADA BATAKO BERLUBANG
PENGGUNAAN ABU KULIT KERANG HIJAU SEBAGAI SUBTITUSI SEBAGIAN SEMEN PADA BATAKO BERLUBANG. pada komposisi 0%, 5%, 10%
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Pada zaman modern ini pertumbuhan dan perkembangan industri
bangunan di Indonesia sangatlah pesat. Di Jakarta sendiri hampir tiap sudut kota
banyak kita temui proyek konstruksi bangunan baru, baik proyek konstruksi
bangunan besar seperti mall, gedung perkantoran, terminal, dan lain lain, ataupun
proyek konstruksi sederhana seperti bangunan rumahan. Tentu dengan banyaknya
proyek konstruksi bangunan baru tersebut akan berdampak kepada melonjaknya
angka kebutuhan material semen. Data angka kebutuhan semen sebesar 20 juta
ton dalam kurun waktu tahun 2012-2016 (Asosiasi Semen Indonesia, 2012).
Seiring perkembagan zaman hampir 80% bangunan rumah di Jakarta
sudah menggunakan bahan material bata beton (batako). Bangunan konvensional
yang dulu masih menggunakan dinding kayu dan batu bata (tanah liat) perlahan
ditinggalkan.
Pengertian batako menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah bata
yang dibuat dari adukan pasir dan teras atau semen, dan berongga, ukurannya
lebih besar daripada batu bata biasa. Batako disebut juga "conblock" (SNI 03-
0349-1989) atau batu cetak beton, yaitu komponen bangunan yang dibuat dari
campuran semen portland atau pozolan, pasir, air dan atau tanpa bahan tambahan
lainnya (additive), dicetak sedemikian rupa hingga memenuhi syarat dan dapat
digunakan sebagai bahan untuk pasangan dinding.
2
Batako berlubang mempunyai sifat-sifat panas dan ketebalan total yang
lebih baik dari pada beton padat. Batako berlubang dapat disusun 5 kali lebih
cepat dan cukup kuat untuk semua penggunaan yang biasanya menggunakan batu
bata (Eliatun, 2008). Dinding yang dibuat dari batako berlubang mempunyai
keunggulan dalam hal meredam panas dan suara.
Banyaknya kebutuhan batako berlubang sebagai bahan konstruksi tentu
berakibat peningkatan kebutuhan material pembentuknya. Sehingga memicu
penambangan batuan sebagai salah satu bahan pembentuk batako berlubang
secara besar-besaran. Dampak negatif dari hal ini adalah berkurangnya jumlah
sumber alam yang tersedia untuk bahan pembentuk batako dan menyebabkan
pengrusakan lingkungan.
Sehubungan dengan hal itu maka dilakukan penelitian sebagai upaya
untuk menemukan sumber alam lain sebagai bahan alternatif pengganti yang
efisien dalam jumlah besar dan ekonomis. Bahan alternatif tersebut didapat
dengan cara memanfaatkan limbah-limbah industri dan konstruksi yang selama ini
dibiarkan dan dibuang begitu saja. Limbah industri untuk bahan campuran bata
beton ternyata mampu meningkatkan daya kuat tekan (Simanjuntak, P., 2000).
Bahan alternatif pengganti tersebut adalah abu kulit kerang hijau. Abu kulit
kerang hijau yang digunakan sebagai bahan pengganti sebagian semen pada
batako, yang diduga efektif dan mampu mempengaruhi kuat tekan batako.
Selama ini manfaat limbah padat tersebut belum optimal. Limbah ini
hanya dimanfaatkan untuk menimbun areal di sekitar pabrik (landfill), penjernih
air, bahan obat-obatan, dan kerajinan tangan (bisnisukm.com, 2011). Tercatat
3
pada akhir tahun 2013 budidaya kerang hijau di Indonesia mencapai 22.800 ton
bruto, dan 15.960 ton limbah cangkang kerang hijau (harnas.co, 2014). Apabila
keadaan ini dibiarkan terus menerus maka semakin lama akan menyebabkan
masalah besar, penimbunan limbah secara berkelanjutan memungkinkan
terjadinya pencemaran lingkungan.
Dengan demikian diperlukan upaya untuk mengatasi permasalahan
tersebut. Salah satu alternatif mengatasi jumlah limbah tersebut peneliti
melakukan daur ulang limbah abu kulit kerang menjadi bahan campuran
pembuatan batako.
1.2. Identifikasi Masalah
Dari uraian latar belakang masalah, maka dapat diidentifikasikan
beberapa masalah, yaitu:
1. Apakah abu kulit kerang hijau dapat digunakan sebagai pengganti
sebagian semen pada batako berlubang?
2. Berapa persentase campuran optimum jika dilakukan subtitusi
terhadap volume semen dengan proporsi 0% sebagai kontrol, dan
proporsi sebesar 5% , 7,5% dan 10 % agar didapat nilai kuat tekan
optimum? Nilai penentuan proporsi didasari pada studi literatur, akan
dijelaskan pada kerangka berpikir.
3. Apakah besar kuat tekan batako yang menggunakan bahan pengganti
abu kulit kerang dapat memenuhi SNI 03-0349-1989 tentang bata
beton untuk pasangan dinding?
4
1.3. Pembatasan Masalah
Dalam penelitian ini perlu adanya pembatasan masalah yaitu:
1. Batako yang diuji adalah batako berlubang yang mempunyai ukuran 36 x 17
x 8 cm, dan dimensi lubang 8 x 17 x 3 cm sebanyak 3 lubang.
2. Perbandingan campuran 1 pc : 4 ps dengan f.a.s. 0,5.
3. Persyaratan minimum kuat tekan batako pada tingkat mutu IV SNI 03-0349-
1989 batako berubang non struktural sebesar 20 kg/cm2.
4. Penggunaan abu kulit kerang hijau sebagai subtitusi volume semen dengan
proporsi 0%, 5%, 7,5% dan 10%.
5. Bahan subtitusi diperoleh di daerah Cilincing, dan dibakar pada tungku suhu
6700 C selama 4 jam.
1.4. Perumusan Masalah
Apakah nilai kuat tekan optimum batako berlubang yang menggunakan
abu kulit kerang hijau dengan proporsi 0%, 5%, 7,5% dan 10% sebagai subtitusi
sebagian volume semen dapat memenuhi standar SNI 03-0349-1989 tingkat mutu
IV pada batako berlubang non struktural sebesar 20 kg/cm2?
1.5. Kegunaan Penelitian
1. Memperoleh informasi akurat tentang kulit kerang hijau sebagai alternatif
bahan subtitusi semen pada batako.
5
2. Menghasilkan batako yang berbahan baku limbah dari subtitusi semen dengan
abu kulit kerang yang berkualitas dan ekonomis.
3. Memberikan wawasan bagi mahasiswa teknik bangunan di Indonesia.
6
BAB II
LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS
PENELITIAN
2.1. Landasan Teori
2.1.1. Batako
2.1.1.1. Definisi dan Pengertian
Menurut Supribadi (1986) Batako adalah bata yang dibuat dari campuran
bahan perekat hidrolis ditambah dengan agregat halus dan air dengan atau tanpa
bahan tambahan lainnya dan mempunyai luas penampang lubang lebih dari 25 %
penampang batanya dan isi lubang lebih dari 25 % isi batanya.
Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI 03-0349-1989), Conblock
(concrete block) atau batu cetak beton adalah komponen bangunan yang dibuat
dari campuran semen Portland atau pozolan, pasir, air dan atau tanpa bahan
tambahan lainnya (additive), dicetak sedemikian rupa hingga memenuhi syarat
dan dapat digunakan sebagai bahan untuk pasangan dinding.
2.1.1.2. Jenis-jenis batako
Berdasarkan tipenya batako dibagi 6 tipe, yaitu (Supribadi:1986):
1. Tipe A : Ukuran 20.20.40 cm berlubang untuk tembok/dinding pemikul
dengan tebal 20 cm.
2. Tipe B : Ukuran 20.20.40 cm berlubang untuk tembok/dinding tebal 20 cm
sebagai penutup pada sudut-sudut dan pertemuan-pertemuan.
7
3. Tipe C : Ukuran 10.20.40 cm berlubang dipergunakan sebagai penutup
dinding pengisi dengan tebal 10 cm.
4. Tipe D : Ukuran 10.20.40 cm berlubang sebagai dinding pengisi pemisah
dengan tebal 10 cm.
5. Tipe E : Ukuran 10.20.40 cm tidak berlubang untuk tembok-tembok setebal
10 cm. Dipergunakan untuk dinding pengisi atau pemikul sebagai hubunan
sudut-sudut dan pertemuan-pertemuan.
6. Tipe F : Ukuran 8.20.40 cm tidak berlubang sebagai dinding pengisi.
Gambar 2.1 Tipe-tipe batako(Hendratmo:2010)
Berdasarkan bahan pembuatannya batako (Hendratmo:2010) : 1):
1. Batako putih, dibuat dari campuran tras, batu kapur, dan air. Campuran
tersebut dicetak. Tras merupakan jenis tanah berwarna putih/putih kecoklatan
yang berasal dari pelapukan batu-batu gunung berapi., warnanya ada yang
8
putih dan ada juga yang putih kecoklatan. Umumnya memiliki ukuran
panjang 25-3-cm, tebal 8-10 cm, dan tinggi 14-18 cm.
2. Batako pres, dibuat dari campuran semen dan pasir atau abu batu. Ada yang
dibuat secara manual (menggunakan tangan), ada juga yang menggunakan
mesin. Perbedaannya dapat dilihat pada kepadatan permukaan batakonya.
Umumnya memiliki ukuran panjang 36-40 cm, tebal 8-10 cm, dan tinggi 18-
20 cm.
Berdasarkan tingkat mutunya batako berlubang dibedakan menjadi 4
(SNI 03-0349-1989), yaitu:
1. Tingkat mutu I : digunakan untuk dinding non stuktural terlindungi, kuat
tekan rata-rata sebesar 70 kg/cm2.
2. Tingkat mutu II : digunakan untuk dinding struktural tak terlindungi (boleh
ada beban), kuat tekan rata-rata sebesar 50 kg/cm2.
3. Tingkat mutu III : digunakan untuk dinding non stuktural tak terlindungi
boleh terkena hujan dan panas, kuat tekan rata-rata sebesar 35 kg/cm2.
4. Tingkat mutu IV : untuk dinding non struktural terlindungi dari cuaca, kuat
tekan rata-rata sebesar 20 kg/cm2.
Dalam penelitian ini dicoba menggunakan batako berlubang yang
mempunyai ukuran 36 x 17 x 8 cm, dan dimensi lubang 8 x 17 x 3 cm sebanyak 3
lubang, dengan perbandingan 1 pc : 4 ps.
2.1.1.3. Bahan penyusun batako
Mutu batako ditentukan oleh beberapa faktor yaitu bahan dasar, bahan
tambahan/subtitusi, proses pembuatan, dan alat yang digunakan. Semakin baik
9
mutu bahan dasarnya, komposisi campuran yang direncanakan dengan baik,
proses pencetakan dan pembuatan yang dilakukan dengan baik dan sesuai
prosedur akan menghasilkan batako yang memiliki mutu baik pula.
Dalam perkembangannya bahan penyusun batako tidak hanya terdiri dari
pasir dan semen, namun berbagai variasi telah banyak dilakukan dalam penelitian.
Adapun bahan penyusun batako adalah sebagai berikut :
Pasir
Pasir adalah pasir alam sebagai hasil disintegrasi ‘alami’ batuan atau
pasir yang dihasilkan oleh industri pemecah batu dan mempunyai ukuran butir
terbesar 4,75 mm (SNI 03-6820-2002). Pasir yang digunakan harus memenuhi
persyaratan kadar lumpur, kadar zat organik, dan gradasi butiran. Pasir tidak boleh
mengandung lumpur lebih dari 5 %, modulus halus butir 2,3 sampai 3.1 (ASTM
C.33-82).
Tabel 2.1. Syarat Mutu Agregat Halus Menurut ASTM C-33-95
Ukuran Lubang Ayakan (mm) Persen Lolos Kumulatif
9.5
4.75
2.36
1.18
0.6
0.3
0.15
100
95-100
80-100
50-85
25-60
10-30
2-10
Sumber : Tri Mulyono. Teknologi Beton Indonesia. (Yogyakarta : Penerbit Andi, 2004)
10
Menurut Standar Nasional Indonesia (SKSNI-S-04-1989-F:28)
disebutkan mengenai persyaratan pasir atau agregat halus yang baik sebagai bahan
bangunan adalah sebagai berikut :
1. Agregat halus harus terdiri dari butiran yang tajam dan keras dengan indeks
kekerasan < 2,2.
2. Sifat kekal pasir apabila diuji dengan larutan jenuh natrium sulfat bagian
hancur maksimal 12%, dan jika diuji dengan larutan magnesium sulfat bagian
hancur maksimal 10%.
3. Tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5%, bilang lebih dari itu maka
pasir harus dicuci.
4. Pasir tidak boleh mengadung bahan-bahan organik terlalu banyak, yang harus
dibuktikan dengan percobaan warna dari Abrans-Harder dengan larutan jenuh
NaOH 3%.
5. Susunan besar butir pasir mempunyai modulus kehalusan antara 1,5 sampai 3,8
dan terdiri dari butir-butir yang beraneka ragam.
6. Untuk beton dengan tingkat keawetan yang tinggi reaksi pasir terhadap alkali
harus negatif.
7. Pasir laut tidak boleh digunakan sebagai agregat halus untuk semua mutu beton
kecuali dengan petunjuk dari lembaga pemerintahan bahan bangunan yang
diakui.
8. Agreagat halus yang digunakan untuk plesteran dan spesi terapan harus
memenuhi persyaratan pasir pasangan.
11
Semen
Menurut Bonardo Pangaribuan (2004) semen adalah bahan perekat atau
lem, yang bisa merekatkan bahan – bahan material lain seperti batu bata dan batu
koral hingga bisa membentuk sebuah bangunan. Sedangkan dalam pengertian
secara umum semen diartikan sebagai bahan perekat yang memiliki sifat mampu
mengikat bahan – bahan padat menjadi satu kesatuan yang kompak dan kuat
Fungsi utama semen sangatlah penting, yaitu sebagai pengikat butir-butir
agregat halus sehingga membentuk suatu massa yang padat dan mengisi rongga
udara di antara butir-butir agregat halus. Semen dapat dibedakan menjadi 2 (dua)
yaitu semen hidrolik yang dapat melekat dan mengikat di dalam air, dan semen
non hidrolik yang tidak bisa mengikat di dalam air tetapi mengeras di udara.
Contoh semen hidrolik antara lain semen portland pozzolan, semen portland terak
tanur tinggi, semen alumina dan semen expansif (Mulyono, 2004).
Sedangkan berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) nomor 15-
2049-2004, semen portland adalah semen hidrolisis yang dihasilkan dengan cara
menggiling terak (Clinker) portland terutama yang terdiri dari kalsium silikat
(xCaO.SiO2) yang bersifat hidrolis dan digiling bersama – sama dengan bahan
tambahan berupa satu atau lebih bentuk kristal senyawa kalsium sulfat
(CaSO4.xH2O) dan boleh ditambah dengan bahan tambahan lain (additive).
Standar Nasional Indonesia (SNI 15-2049-2004) membagi semen
portland menjadi 5 jenis yaitu:
1. Jenis I, yaitu semen portland untuk penggunaan umum yang tidak
memerlukan persyaratan-persyaratan khusus.
12
2. Jenis II, yaitu semen portland yang penggunaannya memerlukan ketahanan
terhadap sulfat atau kalor hidrasi sedang.
3. Jenis III, yaitu semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan
kekuatan tinggi pada tahap permulaan setelah pengikatan terjadi.
4. Jenis IV, yaitu semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan kalor
hidrasi rendah.
5. Jenis V, yaitu semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan
ketahanan tinggi terhadap sulfat.
Air
Air adalah senyawa kimia yang merupakan hasil ikatan dari unsur
hidrogen (H2) yang bersenyawa dengan unsur oksigen (O), dalam hal ini air
merupakan bahan dasar yang sangat penting dalam pembuatan batako. Air
diperlukan sebagai bahan pereaksi/penyatu antara pasir dan semen agar mudah
dipadatkan dan dibentuk. Air yang dipakai tidak boleh air yang berbahaya, seperti
air yang sudah tercemar, air buangan, dan tidak boleh mengandung bahan kimia.
2.1.1.4. Kelebihan dan Kekurangan batako
Material dinding dari batako ini umumnya dibuat dari campuran semen
dan pasir kasar yang dicetak padat atau dipress. Selain itu ada juga yang
membuatnya dari campuran batu tras, kapur dan air. Dengan bahan pembuatan
seperti yang telah disebutkan, batako memiliki beberapa kelebihan dan
kelemahan.
Kelebihan :
13
3. Ukurannya lebih besar dibanding bata sehingga secara kuantitatif lebih
menguntungkan
4. Pembuatannya agak mudah, dan ukurannya sama.
5. Karena ukurannya besar praktis waktu dan ongkos pemasangan lebih cepat.
Pemasangan batako umumnya memberikan penghematan waktu sampai
kurang lebih 50 % dibandingkan dengan bata merah.
6. Apabila pengerjaannya rapih tidak perlu diplester.
7. Lebih mudah dipotong jika dibandingkan dengan bata merah.
8. Penghematan adukan sekitar 40 s/d 50 % karena memiliki rongga.
Kekurangan :
1. Proses pembuatannya cukup lama (± 28 hari).
2. Mengingat ukurannya cukup besar dan lamanya proses mengeras,
mengakibatkan pada waktu pengangkutan batako sering pecah/potong.
2.1.2 Kerang Hijau
Kerang Hijau (Perna viridis) atau dikenal dimasyarakat dengan nama
kijing, adalah binatang lunak yang hidup di pesisir laut, bercangkang dua dan
berwarna hijau. Kerang hijau merupakan organisme yang termasuk kelas
Pelecypoda. Golongan biota yang bertubuh lunak (mollusca). Kerang hijau
termasuk Hewan dari kelas pelecipoda, kelas ini selalu mempunyai cangkang
katup sepasang maka disebut sebagai Bivalvia. Hewan kelas ini pun berinsang
berlapis-lapis sering disebut Lamelli branchiata.
14
Gambar 2.2 Budidaya kerang hijau di daerah Cilincing (2014)
Kerang hijau cukup populer dimasyarakat sebagai bahan makanan dan
telah dibudidayakan sebagai usaha penduduk di daerah pesisir laut. cara
membudidayakannya pun cukup mudah, tidak memerlukan modal besar dan dapat
dipanen setelah berusia 6 bulan. Hasil panen pertahun pun cukup menjanjikan bisa
mencapai 200-300 ton bruto atau sekitar 60-100 ton daging kerang netto.
Masyarakat pesisir biasanya membentuk kelompok usaha mikro untuk
membudidayakannya dan menjualnya ke pasar-pasar tradisional.
Selama ini masyarakat hanya mengambil daging kerang hijau sebagai
lauk dan membuang kulitnya begitu saja, padahal sampah kulit kerang memiliki
banyak sekali manfaat. Cangkang/kulit kerang hijau bisa dimanfaatkan sebagai
bahan obat-obatan, penjernih air, dan kerajinan tangan. Manfaat lainnya adalah
jika cangkang kerang hijau ini diolah dengan cara yang benar maka bisa
digunakan sebagai alternatif bahan bangunan.
Cangkang kerang hijau harus diolah dengan cara dicuci terlebih dahulu,
diopen pada suhu 6700 C, lalu dihaluskan dengan menggunakan mesin disk mill.
Kandungan Persen(%)CaO 66,70SiO2 7,88
Fe2O3 0,03Al2O3 1,25MgO 22,28
Free Lime 1,86
15
Hasilnya berupa abu kulit kerang hijau yang bersifat "Pozzolan", yaitu
mengandung mineral silika dan alumina yang bersifat reaktif sehingga dapat
digunakan sebagai bahan subtitusi sebagian semen. Dampak yang diharapkan dari
penggunaan abu kulit kerang hijau ini adalah didapatnya nilai perilaku mekanik
batako yang setara ataupun mendekati batako normal.
Tabel 2.2 Komposisi abu kulit kerang hijau
(Sumber : Shinta Marito Siregar, 2009)
2.1.3. Syarat Mutu Batako
Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 03-0349-1989 tentang
bata beton untuk pasangan dinding ada tiga syarat mutu batako, yaitu :
1. Pandangan Luar (sifat tampak)
Bidang permukaannya harus tidak cacat. Rusuk-rusuknya siku satu terhadap
yang lain, dan sudut rusuknya tidak mudah dirapihkan dengan kekuatan jari
tangan.
2. Ukuran dan Toleransi
Ukuran batako harus sesuai dengan Tabel 2.3.
16
Tabel 2.3. Ukuran Batako
Jenis
Ukuran
(mm)
Tebal dinding sekatan
lobang minimum
Panjang Lebar Tebal Luar Dalam
1. Pejal
2. Berlobang
a. Kecil
b. Besar
390 + 3
- 5
390 + 3
- 5
390 + 3
- 5
190 ± 2
190 + 3
- 5
190 + 3
- 5
100 ± 2
100 ± 2
200 ± 2
20
25
15
20
(Sumber : SNI 03-0349-1989, Badan Standardisasi Nasional)
c. Syarat Fisis (kuat tekan dan penyerapan air)
Batako harus memenuhi syarat-syarat fisis sesuai dengan Tabel 2.4.