1
PENGETAHUAN PASIEN TENTANG FAKTOR PENYEBAB GASTRITIS
PATIENT’S UNDERSTANDING ABOUT FACTORS CAUSING GASTRITIS
Fisca Rujiantie, Selvia David Richard, Tri Sulistyarini
STIKES RS.Baptis Kediri
Jl. Mayjend. Panjaitan no. 3B Kediri
Telp. (0354) 683470. Email [email protected]
ABSTRAK
Kekambuhan gastritis sering kali di karenakan oleh kurangnya pengetahuan dan
cara penanganan yang tidak tepat merupakan salah satu penyebabnya. Tujuan penelitian
adalah menggambarkan pengetahuan pasien tentang faktor penyebab gastritis di Instalasi
Rawat Jalan Rumah Sakit Baptis Kediri. Desain penelitian adalah deskriptif. Populasi
penelitian ini adalah seluruh pasien gastritis yang mengalami kekambuhan dengan tehnik
sampling Accidental sampling sejumlah 32 responden. Variabel penelitian adalah
pengetahuan pasien tentang faktor penyebab gastritis. Pengumpulan data menggunakan
kuesioner. Analisis penelitian menggunakan distribusi frekuensi. Hasil penelitian
didapatkan pengetahuan pasien pada indikator pola makan didapatkan 50% kategori baik
(50,0%), lebih dari 50% indikator tentang frekuensi makan didapatkan kategori cukup
(62,5%). Lebih dari 50% indikator tentang porsi makan didapatakan kategori baik (75%),
lebih dari 50% indikator tentang jenis makanan didapatkan kategori kurang (53,1%), pada
indikator tentang rokok didapatkan kategori kurang (37,5%), lebih dari 50% indikator
tentang alkohol didapatkan kategori baik (78,1%), mayoritas indikator tentang stress
didapatatkan kategori kurang (100%). Disimpulkan pasien gastritis telah memiliki
pengetahuan yang baik tentang faktor penyebab gastritis.
Kata Kunci: Pengetahuan, Faktor Penyebab, Gastritis
ABSTRACT
Recurrent gastritis is often caused by deficit knowledge and improper handling
of one cause. The research objective is to find out gastritis disease in Outpatient
Installation, Kediri Baptist Hospital. The research design was descriptive. The population
was all patients who were recurrent gastritis. The subjects were 32 respondents with
accidental sampling technique. The research variable was patient’s understanding about
the factors causing gastritis. Data were collected using questionnaires and then analyzed
frequency distribution. The results obtained 50% patient’s understanding the indicators of
eating pattern was good category (50.0%), more than 50% indicators about the frequency
of eating was enough category (62.5%). More than 50% indicators of the food portion
was good category (75%), more than 50% indicators about type of food was less category
(53.1%), on indicator about cigarettes was less category (37.5%), more than 50%
indicators about alcohol obtained good category (78.1%), majority of indicator about
stress was less category (100% ). In conclusion, the patients with gastritis had good
understanding about factors causing gastritis.
Keywords: Understanding, Causing factors, Gastritis
2
Pendahuluan
Bersamaan dengan perkembangan
zaman yang membawa perubahan pola
hidup, termasuk pola makan manusia,
penyakit-penyakit yang berkaitan dengan
sistem pencernaan pun semakin
kompleks. Adapun beberapa penyakit
umum yang sering di anggap sepele oleh
masyarakat seperti gastritis atau maag.
Gastritis merupakan penyakit yang sering
kita jumpai dalam masyarakat khususnya
penyakit dalam. Kekambuhan gastritis
sering kali di karenakan oleh kurangnya
pengetahuan dan cara penanganan yang
tidak tepat merupakan salah satu
penyebabnya. Gastritis adalah proses
inflamasi pada lapisan mukosa dan sub
mukosa pada lambung. Ada beberapa
faktor yang menyebabkan terjadinya
kekambuhan gastritis di antaranya pola
makan, frekuensi makan, porsi makan,
jenis makanan : kopi, teh, rokok, alkohol ,
dan stress (Priyoto, 2015). Terjadinya
kekambuhan pasien gastritis dipengaruhi
juga karena adanya faktor pengetahuan
pasien tentang penatalaksanaan gastritis.
mengatakan pengetahuan merupakan hasil
dari tahu, merupakan domain yang
penting dalam membentuk tindakan
seseorang (overt behaviour). Proses
kognitif meliputi ingatan, pikiran,
persepsi, simbol-simbol penalaran dan
pemecahan persoalan menurut Soekanto
(2002) dalam Lestari (2015). Hasil pada
wawancara saat pra penelitian yang
dilakukan oleh peneliti di Instalasi Rawat
Jalan RS.Baptis Kediri didapatkan hasil
masih banyak pasien gastritis yang
mengalami kekambuhan.
Badan penelitian kesehatan dunia
WHO mengadakan tinjauan terhadap
beberapa negara dunia dan mendapatkan
hasil presentase dari angka kejadian
gastritis di dunia, diantaranya Inggris
22%, China 31%, Jepang 14,5%,
Shanghai 17,2%, Kanada 35%, dan
Perancis 29,5%. Insiden gastritis di
Indonesia sekitar 1,8-2,1 juta dari jumlah
penduduk setiap tahun (Kemenkes, 2010)
dalam suryono (2016). Berdasarkan data
Dinas Kesehatan Kota Kediri, pada tahun
2013 penyakit gastritis menduduki
peringkat ke lima dari sepuluh penyakit
terbanyak, kasus gastritis sebesar 20.032
kasus (Dinas Kesehatan Kota Kediri,
2013) dalam suryono (2016). Hasil
penelitian Suryono (2016) di Puskesmas
Bendo menunjukan bahwa sebagian besar
pasien memiliki pengetahuan yang kurang
tentang pencegahan kekambuhan gastritis.
Dari hasil pra penelitian yang dilakukan
tanggal 15 Desember 2017 di Instalasi
Rawat Jalan Rumah Sakit Baptis Kediri
didapatkan hasil pra penelitian dari 8
pasien. Pasien yang mengalami
kekambuhan ada 7 pasien (87,5%) dan
baru mengalami gastritis 1 pasien
(12,5%). Dari hasil wawancara
kekambuhan pasien gastritis yang
disebabkan oleh makanan pedas dialami
oleh 3 pasien (37,5%), telat makan pada 2
pasien (25%), dan makan asam pada 2
pasien (25%), dan stress pada 1 pasien
(12,5%).
Secara patofisiologi, mukosa barier
lambung umumnya melindungi lambung
dari pencernaan terhadap lambung itu
sendiri, yang disebut proses auto digesti
acid, prostaglandin yang memberikan
perlindungan ini. ketika mukosa barier ini
rusak maka timbul gastritis. Setelah barier
ini rusak terjadilah perlukaan mukosa dan
diperburuk oleh histamin dan stimulasi
saraf colinergic. Kemudian HCL dapat
berdifusi balik kedalam mukus dan
menyebabkan luka pada pembuluh yang
kecil, yang mengakibatkan terjadinya
bengkak, perdarahan, dan erosi pada
lambung. Alkohol aspirin dan refluk isi
duodenal diketahui sebagai penghambat
difusi barier. Perubahan-perubahan
patologi yang terjadi pada gastritis
termasuk kongesti vaskular, edema,
peradangan sel supervisial. Manifestasi
patologi awal dari gastritis adalah
penebalan, kemerahan pada membran
mukosa dengan adanya tonjolan/terlipat.
Sejalan dengan perkembangan penyakit
dinding dan saluran lambung menipis dan
mengecil, atropi gastrik progresif karena
perlukaan mukosa kronik menyebabkan
fungsi sel utama dan parietal memburuk
(Dermawan dan Rahayuningsih, 2010).
Faktor penyebab gastritis, yaitu pola
makan yang tidak teratur, frekuensi
3
makan yang telat, porsi makan dalam
jumlah yang banyak, jenis makanan (kopi,
teh), rokok, AINS, stress (stress psisik,
stress fisik), dan alkohol (Priyoto, 2015).
Komplikasi yang timbul apabila penyakit
gastritis mengalami kekambuhan adalah
ulkus peptikum, perdarahan saluran cerna
bagian atas (Dermawan & Rahayuningsih,
2010).
Pencegahan dilakukan dengan
memperhatikan pola makan dan zat-zat
makanan yang dikonsumsi. Gastritis ini
merupakan penyakit pencernaan sehingga
pengaturan terhadap makanan yang masuk
merupakan faktor utama untuk
menghindari gastritis, seperti tidak
menggunakan obat-obat yang mengiritasi
lambung, makan teratur atau tidak terlalu
cepat, mengurangi makan makanan yang
terlalu pedas dan berminyak, hindari
merokok dan banyak minum kopi/alkohol,
kurangi stress. Stress merupakan salah
satu pemicu munculnya penyakit ini. oleh
karena itu, penting istirahat yang cukup
dan relaksasi pikiran untuk memulihkan
keadaan yang stress fisik maupun stress
mental. Mengurangi makan makanan
yang merangsang pengeluaran asam
lambung, seperti makanan berbumbu
pedas, cuka, dan lada yang berlebihan.
Beberapa jenis makanan yang telah
diketahui memberikan rangsangan yang
kurang enak terhadap perut, juga harus
dihindari. Namun, yang patut diketahui,
keadaan ini sangat berbeda pada setiap
orang. Setiap orang harus mengetahui
makanan apa yang dapat menimbulkan
rasa tidak enak ini (Widjadja, Rafelina,
2009). Tujuan penelitian ini adalah
menggambarkan pengetahuan pasien
tentang faktor-faktor penyebab gastritis di
Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Baptis
Kediri”
Metode Penelitian
Desain penelitian yang digunakan
adalah penelitian deskriptif. Populasi
penelitian adalah seluruh pasien gastritis
yang mengalami kekambuhan atau
berulang di Instalasi Rawat Jalan Rumah
Sakit Baptis Kediri. Subjek pada
penelitian ini adalah pasien gastritis yang
mengalami kekambuhan di Instalasi
Rawat Jalan Rumah Sakit Baptis Kediri
yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak
32 responden. Teknik sampling yang
digunakan adalah Accidental sampling.
Variabel independen dalam penelitian ini
meliputi pengetahuan pasien tentang
faktor penyebab gastritis. Pengumpulan
data menggunakan kuesioner. Analisis
data dengan distribusi frekuensi.
.
Hasil Penelitian
Tabel 1
Pengetahuan Pasien Tentang Faktor-faktor Penyebab Gastritis Di
Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Baptis Kediri Pada Tanggal 17 April
2018 – 11 Mei 2018(n=32)
Kriteria pengetahuan pasien
gastritis
Jumlah Persentase (%)
Baik 14 43,8
Cukup
Kurang
10
8
31,2
25,0
Jumlah 32 100
Berdasarkan tabel 1 didapatkan hasil
bahwa pengetahuan pasien gastritis dari
32 responden paling banyak memiliki
pengetahuan tentang faktor-faktor
penyebab gastritis dengan kategori baik
yaitu 14 responden (43,8%).
4
Tabel 2
No
Indikator
penyebab:
Kategori
Total
Baik Cukup Kurang %
F % F % F %
1 Pola makan 16 50,0% 6 18,8% 10 31,2% 32 100%
2 Frekuensi makan 3 9,4% 20 62,5% 9 28,1% 32 100%
3 Porsi makan 24 75,0% 0 0% 8 25,0% 32 100%
4 Jenis makanan 9 28,1% 6 18,8% 17 53,1% 32 100%
5 Rokok 11 34,4% 9 28,1% 12 37,5% 32 100%
6 Alkohol 25 78,1% 0 0% 7 21,9% 32 100%
7 Stress 0 0% 0 0% 32 100% 32 100%
Berdasarkan tabel 2 didapatkan
gambaran pengetahuan pasien tentang
faktor-faktor penyebab gastritis di
Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Baptis
Kediri berdasarkan indikator pola makan
didapatkan kategori baik dengan 16
responden (50,0%), pada indikator
frekuensi makan didapatkan kategori
cukup dengan 20 responden (62,5%).
pada indikator porsi makan didapatakan
kategori baik dengan 24 responden (75%),
pada indikator jenis makanan didapatkan
kategori kurang dengan 17 responden
(53,1%), pada indikator rokok didapatkan
kategori kurang dengan 12 responden
(37,5%), pada indikator alkohol
didapatkan kategori baik dengan 25
responden (78,1%), pada indikator stress
didapatatkan kategori kurang dengan 32
responden (100%).
Pembahasan
Gambaran Pengetahuan Pasien
Tentang Faktor-Faktor Penyebab
Gastritis di Instalasi Rawat Jalan
Rumah Sakit Baptis Kediri.
Hasil penelitian gambaran
pengetahuan pasien tentang faktor
penyebab gastritis di Instalasi Rawat Jalan
Rumah Sakit Baptis Kediri, didapatkan
sebagian besar baik yaitu 14 responden
(43,8%).
Gastritis adalah suatu peradangan
mukosa lambung yang dapat bersifat akut,
kronik, diffus atau lokal. Sebagian besar
gastritis disebabkan oleh infeksi bakterial
mukosa lambung yang kronis (Wijaya dan
Putri, 2013). Menurut Notoatmodjo,
(2003) dalam Lestari (2015) mengatakan
pengetahuan merupakan hasil tahu, dan
ini terjadi setelah orang melakukan
pengindraan terhadap obyek tertentu.
Pengindraan panca indra manusia yaitu
indra pengelihatan, pendengaran,
penciuman, rasa dan raba. Pengetahuan
manusia sebagian besar diperoleh melalui
mata dan telinga, yaitu proses melihat dan
mendengar, selain itu proses pengalaman
dan proses belajar dalam pendidikan
formal maupun informal. Pengetahuan
pada dasarnya terdiri dari sejumlah fakta
dan teori yang memungkinkan seseorang
untuk dapat memecahkan masalah yang
dihadapinya. Pengetahuan tersebut
diperoleh baik dari pengalaman langsung
maupun melalui pengalaman orang lain
(Notoadmodjo, 2012). Pengetahuan itu
sendiri dipengaruhi oleh faktor
pendidikan formal. Pengetahuan sangat
erat hubungannya dengan pendidikan,
dimana diharapkan bahwa dengan
pendidikan yang tinggi maka orang
tersebut akan semakin luas pula
pengetahuannya. Akan tetapi perlu
ditekankan, bukan berarti seseorang yang
berpendidikan rendah mutlak
berpengetahuan rendah pula (Wawan dan
Dewi, 2011). Menurut teori WHO yang
dikutip oleh Notoadmodjo (2007) dalam
Wawan dan Dewi (2011), salah satu
bentuk objek kesehatan dapat dijabarkan
Indikator Gambaran Pengetahuan Pasien Tentang Faktor-faktor Penyebab
Gastritis Di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Baptis Kediri Pada Tanggal 17
April 2018 – 11 Mei 2018(n=32)
5
oleh pengetahuan yang diperoleh dari
pengalaman sendiri.
Faktor yang melatar belakangi pasien
gastritis seperti usia 31-54 tahun sebanyak
8 responden (57,1%), dengan jenis
kelamin perempuan sebanyak 9 responden
(64,3%), berpendidikan SMP sebanyak 8
responden (57,1%), dengan pekerjaan
pegawai swasta sebanyak 7 responden
(50,0%), yang tidak mendapatkan
informasi tentang gastritis sebanyak 11
responden (78,6%), dengan riwayat
pernah menderita gastritis. Hal ini perlu
ditekankan bahwa seorang yang
berpendidikan rendah tidak berarti mutlak
berpengetahuan rendah pula. Peningkatan
pengetahuan tidak mutlak diperoleh di
pendidikan formal, akan tetapi juga dapat
diperoleh pada pendidikan non formal,
selain faktor pendidikan diatas ada faktor
informasi dan pengalaman diri sendiri.
Pendidikan dapat mempengaruhi cara
pandang seseorang terhadap informasi b
aru yang diterimanya, dan dengan
sebagian berpendidikan rendah akan
mempengaruhi kemampuan dalam
menerima informasi. Pendidikan dapat
mempengaruhi seseorang termasuk juga
perilaku seseorang akan pola hidup
terutama dalam memotivasi untuk sikap
berperan serta dalam pembangunan pada
umumnya makin tinggi pendidikan
seseorang makin mudah menerima
informasi.
Indikator pertama yaitu
pengetahuan tentang faktor penyebab
gastritis adalah pola makan didapatkan
kategori baik (50,0%), kategori cukup
(18,8%), kategori kurang (31,2%). Hal itu
dibuktikan dengan jawaban pasien
gastritis pada pertanyaan”saya makan
teratur tiga kali dalam satu hari”
menunjukan jawaban dari 32 pasien 4
pasien (12,5%) yang menjawab salah ,
pada pertanyaan “saya tidak
memperhatikan jam makan saya setiap
hari” menunjukan jawaban dari 32 pasien
18 pasien (56,2%) yang menjawab salah,
dan pada pertanyaan “jam makan saya
teratur setiap hari supaya tidak merasa
perih di lambung” menunjukan jawaban
dari 32 pasien 11 pasien (34,3%) yang
menjawab salah.
Terjadinya gastritis dapat
disebabkan oleh pola makan yang tidak
baik dan tidak teratur, yaitu frekuensi
makan, jenis, dan jumlah makanan,
sehingga lambung menjadi sensitif bila
asam lambung meningkat (Yayuk
Baliwati, 2004 dalam Priyoto, 2015),
adapun teori dari Baughman dan Hackley
(2000) dalam Luluk (2016) mengatakan
bahwa gastritis paling sering terjadi
karena diet yang sembarangan seperti
makan yang terlalu banyak, terlalu cepat,
makan makanan yang terlalu berbumbu,
dan makanan yang mengandung
mikroorganisme penyebab penyakit.
Sehingga pola makan yang sehat dengan
cara mematuhi jadwal makan, tidak
makan pada kondisi lapar. Manifestasi
klinis pada pasien dengan gastritis antara
lain: perasaan penuh pada abdomen,
anorexia, nausea, distres, epigastrik yang
tidak nyata, nyeri ulu hati, nyeri ulkus
peptik, keluhan-keluhan anemia (Wijaya
dan Putri, 2013).
Makanan sangat penting bagi tubuh
kita. Tubuh kita membutuhkan asupan
nutrisi berupa karbohidrat, lemak, protein
dan senyawa-senyawa gizi penting
lainnya. Asupan makanan ini harus
didukung dengan pengaturan pola makan
yang sesuai. Pola makan yang teratur
sangat penting bagi kesehatan tubuh kita,
sedangkan pola makan yang tidak teratur
dapat menyebabkan gangguan di sistem
pencernaan. Permasalahan dalam sistem
pencernaan tidak boleh dibiarkan. Ada
berbagai gangguan sistem pencernaan
atau penyakit yang mungkin terjadi dan
sering dibiarkan oleh banyak orang, salah
satunya adalah penyakit gastritis atau
biasa kita sebut penyakit maag. Penyakit
gastritis ini jika dibiarkan akan semakin
parah, terlebih jika tidak ada pengaturan
pola makan yang baik dan benar, maka
akan menimbulkan kekambuhan yang
akan mengganggu aktifitas.
Hasil dari penelitian didapatkan
pengetahuan tentang faktor penyebab
gastritis adalah jenis makanan diperoleh
hasil 17 pasien (53,1%) dalam kategori
kurang. Hal itu dibuktikan dengan
jawaban pasien pada pertanyaan “saya
minum kopi setiap hari sehingga nyeri ulu
6
hati” menunjukan jawaban dari 32 pasien
24 pasien (75%) yang menjawab salah
dan pertanyaan “setiap hari saya minum
teh lebih dari 2 gelas sehingga mengalami
gastritis atau nyeri pada ulu hati saya”
menunjukan jawaban dari 32 pasien 25
pasien (78,1%) yang menjawab salah.
Jenis makanan adalah variasi bahan
makanan yang kalau dimakan, dicerna,
dan diserap akan menghasilkan paling
sedikit susunan menu sehat dan seimbang.
Menyediakan variasi makanan bergantung
pada orangnya, makanan tertentu dapat
menyebabkan gangguan pencernaan,
sepertinya makanan pedas.
Mengkonsumsi makanan pedas secara
berlebihan akan merangsang sistem
pencernaan, terutama lambung dan usus
untuk berkontraksi. Hal ini akan
mengakibatkan rasa rasa panas dan nyeri
ulu hati yang di sertai dengan mual
muntah, dan kebiasaan mengkonsumsi
makanan pedas lebih dari satu kali dalam
seminggu selama minimal 6 bulan
dibiarkan terus-menerus dapat
menyebabkan iritasi pada lambung yang
disebut denga gastritis. Menurut Warianto
(2011) dalam Priyoto (2015), kopi adalah
minuman yang terdiri dari berbagai jenis
bahan dan senyawa kimia termasuk
lemak, karbohidrat, asam amino, asam
nabati yang disebut dengan fenol, vitamin
dan mineral. Kopi diketahui merangsang
lambung untuk memproduksi asam
lambung sehingga menciptakan
lingkungan yang asam dan dapat
mengiritasi lambung. Ada dua unsur yang
bisa mempengaruhi kesehatan perut dan
lapisan lambung, yaitu kafein dan asam
chlorogenic, jadi gangguan pencernaan
yang rentan dimiliki oleh orang yang
sering minum kopi adalah gastritis
(peradangan pada lapisan lambung).
Beberapa orang yang memiliki gangguan
pencernaan dan ketidaknyamanan di perut
atau lambung biasanya disarankan untuk
menghindari atau membatasiminum kopi
agar kondisinya tidak bertambah parah.
Hasil penelitian Hiromi Shinya, MD.,
dalam buku “The Miracle Of Enzyme”
menemukan bahwa orang-orang jepang
yang meminum teh kaya akan antioksidan
lebih dari dua gelas secara teratur sering
menderita penyakit yang disebut gastritis.
Kejadian gastritis yang terjadi di
kalangan usia muda maupun tua, dan
masyarakat luas, masih banyak yang tidak
terlalu memperhatikan kesehatan dan
menjaga gaya hidup terutama dari apa
yang dikonsumsi, serta pola makan dan
minum yang kurang baik. Misalnya
seperti minum kopi dan teh. Kebiasan
minum kopi dan teh di kalangan usia
muda sudah menjadi rutinitas. jika
kebiasaan ini tidak dihentikan maka
kemungkinan besar akan menderita
gastritis, dengan didukung oleh teori
Priyoto (2015), bahwa kopi diketahui
merangsang lambung untuk memproduksi
asam lambung sehingga menciptakan
lingkungan yang asam dan dapat
mengiritasi lambung, dan dalam buku
“The Miracle Of Enzyme” menemukan
bahwa orang-orang Jepang yang
meminum teh kaya akan antioksidan lebih
dari dua gelas secara teratur sering
menderita penyakit yang disebut gastritis.
Hal ini sesuai dengan pendapat Duwi
Wahyu, dkk (2015) dalam luluk (2016)
Berdasarkan studi pendahuluan yang
dilakukan oleh peneliti pada tanggal 21-
22 Januari 2013 di Puskesmas Ardimulyo
dengan wawancara, didapatkan 10 pasien
gastritis yang berobat ke Puskesmas
Ardimulyo, 6 pasien mengatakan terkena
gastritis karena suka makan makanan
yang pedas, kecut dan sering
mengkonsumsi kopi, sedangkan sebanyak
4 pasien mengatakan terkena gastritis
karena makannya tidak teratur.
Hasil dari penelitian didapatkan
pengetahuan tentang faktor penyebab
gastritis pola makan, frekuensi makan,
jenis makanan, porsi makan, stress dan
rokok. Dari ketujuh faktor penyebab,
pasien yang menjawab salah adalah faktor
rokok dan stress. Pengetahuan pasien
tentang faktor penyebab gastritis adalah
rokok diperoleh hasil 12 pasien (37,5%)
dalam kategori kurang, hal itu dibuktikan
bahwa dari 32 pasien yaitu 19 pasien
(59,3%) yang menjawab salah pada
pertanyaan “saya merokok setiap hari”,
dari 32 pasien yaitu 22 pasien (68,7%)
yang menjawab salah pada pertanyaan
7
“saat saya tidak merokok saya merasakan
perih di lambung”, dari 32 pasienn yaitu
20 pasien (86,9%) yang menjawab salah
pada pertanyaan “saya memiliki kebiasaan
merokok yang dapat menyebabkan tukak
(luka) pada lambung saya”.
Faktor penyebab gastritis terdiri dari
10 faktor penyebab, yaitu: pola makan,
frekuensi makan, porsi makan jenis
makanan, rokok, AINS (Anti Inflamasi
Non Steroid), stress, alkohol, helicobacter
pylori, dan usia, tetapi faktor penyebab
yang paling banyak terjadi adalah faktor
rokok, rokok adalah silinder kertas yang
berisi daun tembakau cacah. Sebatang
rokok, terkandung berbagai zat kimia
berbahaya yang berperan seperti racun.
asam rokok yang disulut, terdapat
kandungan zat-zat kimia berbahaya
seperti gas karbon monoksida, nitrogen
oksida, amoniak, benzene, methanol,
perelene, hidrogen sianida, akrolein,
asetilen, bensaldehid, tar, dan lain-lain,
selain nikotin, peningkatan paparan
hidrokarbon, oksigen radikal, dan
substansi racun lainnya turut bertanggung
jawab pada berbagai dampak rokok
terhadap kesehatan, dan Asam nikotinat
pada rokok dapat meningkat adhesi
thrombus yang berkontribusi pada
penyempitan pembuluh darah sehingga
suplai darah ke lambung mengalami
penurunan. Penurunan ini dapat
berdampak pada penurunan produksi
mukus yang salah satu fungsinya untuk
melindungi lambung dari iritasi. Selain itu
CO yang dihasilkan oleh rokok lebih
mudah diikat Hb daripada oksigen
sehingga memungkinkan penurunan
perfusi jaringan lambung. Kejadian
gastritis pada perokok juga dapat dipicu
oleh pengaruh asam nikotinat yang
menurunkan rangsangan pada pusat
makan, perokok menjadi tahan lapar
sehingga asam lambung dapat langsung
mencerna mukosa lambung bukan
makanan karena tidak ada makanan yang
masuk. Kebiasaan merokok menambah
sekresi asam lambung, yang
mengakibatkan bagi perokok menderita
lambung (gastritis) sampai tukak
lambung. Penyembuhan berbagai
penyakit di saluran cerna juga sulit selama
orang tersebut tidak berhenti merokok
(Priyoto, 2015).
Kejadian gastritis di masyarakat luas
masih banyak yang tidak terlalu
memperhatikan kesehatan dan menjaga
gaya hidup terutama masih banyak yang
merokok karena pengaruh lingkungan dan
ada juga karena sudah menjadi kebiasaan
individu itu sendiri. jika kebiasaan ini
tidak dihentikan maka kemungkinan besar
akan menderita gastritis, dengan didukung
oleh teori Wijaya dan Putri,(2013),
menyatakan bahwa salah satu etologi dari
penyakit gastritis adalah merokok.
Mengingat besarnya dampak buruk dari
merokok, maka perlu upaya untuk
meminimalkan bahaya tersebut dapat
dilakukan melalui peningkatan kesadaran
masyarakat tentang hal-hal yang dapat
menyebabkan penyakit pencernaan atau
gastritis, misalnya makan makanan pedas
dan asam, stres, mengkonsumsi alkohol
dan kopi berlebihan, merokok,
mengkonsumsi obat penghilang nyeri
dalam jangka panjang. Meskipun
kekambuhan dapat dicegah dengan obat
namun dengan mengurangi faktor
penyebabnya dapat memperkecil
kemungkinan terjadinya kekambuhan.
Mengkonsumsi makanan yang kaya serat
seperti sayuran dan buah buahan
membantu melancarkan kerja pencernaan.
Makan dalam jumlah kecil tetapi sering,
dan minum air putih untuk membantu
menetralkan asam lambung.
Hasil dari penelitian didapatkan
pengetahuan tentang faktor penyebab
gastritis adalah stress diperoleh hasil 32
pasien (100%) dalam kategori kurang, hal
itu dibuktikan bahwa dari 32 pasien yaitu
16 pasien (50%) yang menjawab salah
pada pertanyaan “bila stress saya
menghadapi masalah nyeri pada ulu hati”,
dari 32 pasien yaitu 16 pasien (50%) yang
menjawab salah pada pertanyaan “saya
merasakan nyeri pada ulu hati pada saat
beban kerja saya berat”.
Stres psikologi akan meningkatkan
aktivitas saraf simpatik yang dapat
merangsang peningkatan produksi asam
lambung. Peningkatan HCL dapat
dirangsang oleh mediator kimia yang
dikeluarkan oleh neuron simpatik seperti
8
epiefrin. Stress merupakan reaksi fisik,
mental, dan kimia dari tubuh terhadap
situasi yang menakutkan, mengejutkan,
membingungkan, membahayakan dan
merisaukan seseorang. Definisi lain
menyebutkan bahwa stress merupakan
ketidakmampuan mengatasi ancaman
yang dihadapi mental, fisik, emosional
dan spiritual manusia yang pada suatu
saat dapat mempengaruhi kesehatan fisik
manusia tersebut. Stress psikis adalah
produksi asam lambung akan meningkat
pada keadaan stress, misalnya pada beban
kerja berat, panik dan tergesa-gesa. Kadar
asam lambung yang meningkat dapat
mengiritasi mukosa lambung dan jika hal
ini dibiarkan, lama-kelamaan dapat
menyebabkan terjadinya gastritis. Stress
fisik adalah stress fisik akibat
pembedahan besar, luka trauma, luka
bakar, rebuks empedu atau infeksi berat
dapat menyebabkan gastritis dan juga
ulkus serta pendarahan pada lambung.
stres fisik akan menyebabkan perfusi
mukosa lambung terganggu sehingga
timbul daerah-daerah infark kecil, selain
itu sekresi asam lambung juga terpacu
(Priyoto, 2015). Muscosa barrier pada
pasien stres fisik biasanya tidak
terganggu. Hal tersebut yang
membedakan dengan gastritis erosif
karena bahan kimia atau obat. Pada
gastritis refluks, gastritis karena bahan
kimia dan obat menyebabkan muscosa
barrier rusak sehingga difusi balik ion H+
meninggi. Suasana asam yang terdapat
pada lumen lambung akan mempercepat
kerusakan muscosa barrier oleh cairan
usus (lewis, 2002 dalam Muttaqin dan
Sari, 2011).
Hasil dari penelitian didapatkan
bahwa mayoritas mengalami kekambuhan
pada saat stress, karena kesibukan dan
beban kerja didapatkan hasil penelitian 32
pasien (100%), karena pasien
mengesampingkan kebutuhan biologis
yaitu asupan makanan. Dibuktikan dengan
hasil penelitian dari Luluk (2016) bahwa
stres di tempat kerja, kebiasaan merokok,
dan pola hidup tidak sehat lainnya akibat
berbagai aktivitas dan kesibukan ditempat
kerja. Sehingga responden mengalami
nyeri pada lambung atau ulu hati dan jika
tidak ditangani maka akan berdampak
pada komplikasi misalnya tukak lambung,
ulkus, dan pendarahan saluran cerna.
Berdasarkan penelitian Luluk tahun
(2016), menyatakan bahwa tingkat
pengetahuan tentang gastritis mempunyai
tingkat pengetahuan tinggi.
Pasien yang mempunyai tingkat
pengetahuan baik umumnya dimiliki oleh
responden yang mempunyai pendidikan
menengah dan tinggi dan bagi responden
yang mempunyai tingkat pengetahuan
tentang gastritis rendah dimiliki oleh
responden yang berpendidikan rendah.
Menurut Nursalam (2005) dalam Luluk
(2016) bahwa pendidikan merupakan
proses dimana seseorang mengem-
bangkan kemampuan, sikap dan bentuk
perilaku positif yang mengandung nilai
positif dalam masyarakat tempat hidup.
Makin tinggi tingkat pendidikan
pasien semakin mudah menerima
informasi sehingga makin banyak
pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya
pendidikan yang kurang akan
menghambat perkembangan pasien
terhadap nilai-nilai baru yang dikenalkan.
Selain itu faktor lain yang mempengaruhi
tingkat pengetahuan tentang gastritis
adalah sumber informasi. Informasi
adalah keseluruhan makna dapat diartikan
sebagai pemberitahuan pasien, adanya
informasi baru bagi terbentuknya sikap.
Pengetahuan diperoleh melalui informasi
yaitu kenyataan melihat dan mendengar
sendiri serta melalui komunikasi seperti,
mendengarkan penyuluhan atau radio,
membaca surat kabar/majalah, melihat
televisi, pasien memperoleh berbagai ilmu
dari beberapa sumber informasi seperti
halnya yang disebutkan di atas maka
pengetahuannya akan bertambah
dibandingkan dengan pasien yang tidak
pernah menerima ilmu dari beberapa
sumber informasi/media.
Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Zakaria
(2013) dalam Luluk (2016) yang
menghasilkan kesimpulan bahwa
pengetahuan penderita yang dikatakan
baik adalah 52,5%, dan buruk hanya
47,5%.
9
Berdasarkan hasil penelitian yang
telah dikemukakan di atas dan
konsistenan dari hasil penelitian saat ini
dengan penelitian terdahulu, maka dapat
diasumsikan bahwa pasien yang
mempunyai pendidikan lebih tinggi
umumnya akan mempunyai tingkat
pengetahuan yang lebih tinggi pula,
demikian juga banyaknya informasi yang
dimiliki pasien maka semakin baik pula
tingkat pengetahuan tentang penyakit
gastritis, sehingga dengan dimilikinya
pengetahuan yang tinggi tersebut dapat
mengetahui pula pengertian dari gastritis
itu sendiri, mereka juga akan mengetahui
tentang penyebab, tanda dan gejala,
penanganan, perawatan dan pengobatan
gastritis.
Berdasarkan penelitian Luluk (2016),
pencegahan gastritis kurang dari 50% baik
dengan upaya yang dilakukan pola makan
dalam jumlah kecil tapi sering.
Upaya pencegahan kekambuhan
gastritis menurut Notoatmodjo (2010)
dalam Luluk (2016), upaya pencegahan
(upaya preventif) adalah sebuah usaha
yang dilakukan individu dalam mencegah
terjadinya sesuatu yang tidak diinginkan,
dalam pengertian yang sangat luas
pencegahan (preventif) diartikan sebagai
upaya secara sengaja dilakukan untuk
mencegah terjadinya gangguan, kerusakan
atau kerugian bagi pasien atau
masyarakat.
Mengurangi makanan yang dapat
mengiritasi lambung, misalnya makanan
yang pedas, asam, dan berlemak,
pencegahan kekambuhan pada gastritis
dapat dicegah agar penyakit tidak terjadi
dan berulang dengan dilakukan beberapa
tindakan walaupun pasien tidak dapat
selalu menghilangkan faktor penyebab
gastritis, dan salah satunya adalah dengan
menjaga pola makan yang baik dan
teratur, disisi lain masih ditemukan upaya
pencegahan kekambuhan gastritis
tergolong kurang baik seperti pola hidup
yang tidak sehat yang meliputi kebiasaan
makan, merokok, stres, dan lain-lain, usia
muda dan dewasa termasuk dalam
kategori usia produktif.
Simpulan
Gambaran pengetahuan pasien
tentang faktor penyebab gastritis di
Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Baptis
Kediri didapatkan kategori baik pada
indikator pola makan, porsi makan,
alkohol, kategori cukup pada indikator
frekuensi makan, dan kategori kurang
pada indikator jenis makanan, rokok dan
stress.
Saran
Pasien gastritis perlu meningkatkan
pengetahuan dalam pencegahan
kekambuhan gastritis dengan
meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan dalam faktor jenis makanan,
rokok dan stress, peningkatan
pengetahuan ini hendaknya dapat
diberikan pada saat pasien berada di
pelayanan kesehatan. Upaya yang
dianjurkan dan upayakan melalui promosi
kesehatan dengan leaflet, booklet, poster,
lembar balik, plipchart, dan pamflet, dan
pasien diharapkan untuk tetap menjaga
kesehatan dengan menjaga pola makan
yang teratur ditengah kesibukan yang
padat dan menghindari makanan yang
menjadi faktor-faktor penyebab gastritis
seperti makanan asam, pedas, dan dapat
mengatur pola makan dengan baik.
Daftar Pustaka
Dermawan, Deden & Rahayuningsih,
Tutik (2010). Keperawatan
Medikal Bedah. Yogyakarta:
Gosyen Publising.
Khusna, Luluk Ulyatul. (2016). Hubungan
Tingkat Pengetahuan dengan
Upaya Pencegahan Kekambuhan
Gastritis di Wilayah Kerja
Puskesmas Gatak Sukoharjo.
http://eprints.ums.ac.id/41718/1/1
_NASKAH%20PUBLIKASI.pdf.
Diakses tanggal 24 November
2017, 13.25 WIB
Lestari, Titik. (2015). Kumpulan Teori
Untuk Kajian Pustaka Penelitian
10
Kesehatan. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Mutaqqin , Arif & Sari, Kumala. (2011).
Gangguan Gastrointestinal
Asuhan Keperawatan Medika
Bedah. Jakarta: Salemba Medika
Notoatmodjo. (2010). Metode Penelitian
Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmodjo, Soekidjo. (2012).
Metodologi Penelitian Kesehatan.
Jakarta: Rineka Cipta.
Priyoto. (2015). Perubahan dalam
Perilaku Kesehatan. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Suryono & Meilani, Ratna Dwi. (2016).
Pengetahuan Pasien dengan
Gastritis Tentang Pencegahan
Kekambuhan Gastritis.
http://ejournal.akperpamenang.ac.id
/index.php/akp/article/view/141/12
3. Diakses tanggal 24 November
2017, 14.15 WIB.
Wawan, A & Dewi, M. (2011). Teori &
Pengukuran Pengetahuan, Sikap
Dan Perilaku Manusia.
Yogyakarta: Nuha Medika
Widjadja, Rafelina. (2009). Penyakit
Kronis. Jakarta: Bee Media
Indonesia.
Wijaya A.S & Putri Y.M. (2013).
Keperawatan Medikal Bedah
(Keperawatan Dewasa).
Yogyakarta: Nuha Medika
11
12