Page 1
BAB II
KAJIAN KEPUSTAKAAN
2.1 Kajian Tentang Tindak Tutur
2.1.1 Pengertian tindak tutur.
Suparno (1998 : 14-17) menyatakan bahwa tindak tutur merupakan verba
yang menunjukkan aktivitas yang dilakukan oleh penutur ketika berbahasa
dalam peristiwa berbahasa tertentu. Sementara Hymes (dalam Ibrahim, 1994:
268).
Menyatakan bahwa tindak tutur merupakan level yang paling sederhana
namun paling menyulitkan. Dikatakan paling sederhana karena tindak tutur
merupakan perangkat yang paling kecil yakni berada dalam peristiwa tutur,
sedangkan dikatakan menyulitkan karena tindak tutur mempunyai perbedaan
makna yang sangat tipis dengan makna istilah. Lebih lanjut, Hymes
menegaskan bahwa tindak tutur harus dibebankan dengan kalimat dlam level
gramatika.
Tindak tutur memiliki bentuk yang bervariasi untuk menyatakan suatu tujuan.
Misalnya menurut ketentuan hukum yang berlaku di negara ini, "Saya
memerintahkan anda untuk meninggalkan gedung ini segera". Tuturan
tersebut juga dapat dinyatakan dengan tuturan "Mohon anda meninggalkan
tempat ini sekarang juga" atau cukup dengan tuturan "Keluar". Ketiga contoh
tuturan di atas dapat ditafsirkan sebagai perintah apabila konteksnya sesuai.
Page 2
Sehubungan dengan itu. Menurut Hymes, tindak tutur mendapatkan statusnya
dari konteks situasi, bentuk gramatikal, dan intonasinya. Dalam kaitannya
dengan uraian di atas, Hymes menyatakan bahwa lelucon, sapaan, dan salam
yang melibatkan pasangan partisipan dapat digunakan sebagai tindak tutur.
Dalam salam, misalnya jika seseorang memberi salam kepada orang lain,
maka orang tersebut dapat berharap adanya balasan dari salam yang
disampaikan.
Senada dengan pendapat Suparno, Taringan (1986) menyatakan bahwa tindak
tutur merupakan kalimat-kalimat. Dalam hal ini, ujaran yang diungkapkan
oleh penutur merupakan bagian integral dari keseluruhan kepribadian yang
mencerminkan pembicara dan konteks sosialnya, seperti lingkungan dan
pendidikannya. Lebih lanjut Leech (1983) dan Wijanal (1996:17) menyatakan
bahwa dalam tindak tutur itu sebenarnya terdapat tiga tindakan; yaitu tindak
lokusi, tindak ilokusi, dan tindak perlokusi. Tindak lokusi adalah tindak tutur
untuk menyatakan sesuatu. Tindak tutur itu masih ada pada tataran linguistik.
Tindak ilokusi yaitu tindak tutur untuk melakukan sesuatu. Tindak tutur
ilokusi ini sudah berada pada maksud/tujuan penutur. Aapun tindak tutur
perlokusi adalah yaitu tindak tutur untuk mempengaruhi lawan tutur. Oleh
karena itu, makna tindak tutur perlokusi ini berada pada mitra tutur.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa tindak tutur
merupakan suatu verba yang menunjukkan aktivitas yang sedang dilakukan
oleh penutur ketika dia bertutur dalam peristiwa tuur. Dengan demikian,
tindak tutur selalu berada dalam peristiwa tutur. Dalam kaitannya dengan
Page 3
penelitian ini, tindak tutur merupakan jargon yang digunakan oleh peserta
lomba kerapan kambing di Kabupaten Pamekasan salah satu pakar filsafat dan
linguistik dari Inggris, J.L. Austin (dalam Ibrahim, 2002:323) menyatakan
pembedaan antara daya ilokusion dan daya erlokusion yang ada pada tindak
tutur, disamping daya lokasi menurut Austin mengucapkan sesuatu adalah
melakukan sesuatu, dan bahasa atau tutur dapat dipakai untuk membuat
kejadian karena kebanyakan ujaran, yang merupakan tindak tutur, mempunyai
daya-daya. Daya lokasi suatu ajaran adalah makna dasar dan referensi (makna
yang diakui oleh ujaran itu; daya ilokusi adalah daya yang ditimbulkan oleh
penggunanya sebagai perintah, ejekan, keluhan, janji, pujian, dan sebagainya.
Jadi, dalam hal tertentu, daya ilokusi itu merupakan fungsi tindakan tutur yang
padu (inheren) salam tutur.
Daya perlokusi adalah hasil atau efek ujaran terhadap pendengarnya, baik
yang nyata maupun yang diharapkan. Murmo Soemarmo (1998) memberikan
contoh dan ilustrasi, berikut. Seseorag datang kerumah temannya. Dan disana
dia berujar, "Rumahmu bersih sekali". Lokusi kalimat itu menggambarkan
keadaan rumah yang dimiliki pendengarnya, yaitu keadaan yang bersih sekali.
Dari sudut ilokusi, ucapan itu merupakan pujian, kalau keadaan rumah itu
dipercaya benar-benar bersih, jika keadaannya justru kotor, ucapan itu
menjadi "ejekan".
Hal tersebut menunjukkan adanya kesejajaran antara kategori fungsi tutur
dengan kategori perilaku sosial, sebagaimana ditunjukkan oleh kata antara
Page 4
daya ilokusi dengan perlokusinya, dan kesejajaran ini merupakan konsep
budaya yang berbeda dari satu masyarakat kemasyarakat lainnya.
Aslinda (2007:34) menjelaskan apabila seseorag ingin mengemukakan sesuatu
kepada orang lain, maka apa yang dikemukakannya itu adalah makna atau
maksud kalimat, namun, untuk menyampaikan makna atau maksudnya itu,
orang tersebut harus menuangkannya dalam wujud tindak tutur tindak tutur
mana yang akan dipilihnya sangat bergantung pada beberapa faktor, yaitu:
1. Dengan bahasa apa ia harus bertutur.
2. Kepada siapa ia harus menyampaikan tuturannya.
3. Dalam situasi bagaimana tuturan itu disampaikan, dan
4. Kemungkinan-kemungkinan struktur manakah yang ada dalam bahasa
yang digunakannya.
Dengan demikian satu maksud tuturan perlu dipertimbangkan berbagai
kemungkinan tindak tutur sesuai dengan posisi penutur, situasi tutur, dan
kemungkinan struktur yang dalam bahasa itu.
2.1.2 Jenis-jenis tindak tutur.
Wijana (1990:30) membagi tindak tutur menjadi dua macam; yaitu tindak
tutur langsung dan tindak tutur tindak langsung. Dikatakan sebagai tindak
tutur langsung karena informasinya dinyatakan secara langsung, berupa
perintah, permohonan, ajakan dan larangan. Misalnya "Nyalakan lampu",
"Jangan dimakan kue itu sudah tidak layak!", "Mari ikut saya", dan
sebagainya.
Page 5
Tindak tutur tidak langsung dapat berupa kalimat berita atau kalimat tanya
yang mengandung makna perintah. Misalnya tuturan "Radionya kurang jelas".
Tuturan pada contoh di atas, mengandung arti yang sebenarnya, yakni penutur
memang tidak dapat mendengar radio yang dibunyikan dengan volume yang
sangat kecil. Oleh karena itu, tuturan tersebut dapat ditafsirkan sebagai
permintaan agar mitra tutur membesarkan volume agar suaranya dapat
didengar dengan jelas. Akan tetapi apabila disampaikan oleh seseorang yang
merasa terganggu konsentrasi belajarnya agar lawan bicara mematikan radio
yang terlalu keras di dengarnya, maka tuturan ini memiliki makna yang lain
sama sekali ditafsirkan sebagai perintah untuk mematikan/ mengecilkan
volume radio agar suara radio tidak mengganggu konsentrasi belajarnya.
Tuturan "Dimana sapunya" dalam bentuk kalimat tanya jawab di atas, apabila
disampaikan oleh orang tua kepada anaknya, sebenarnya memiliki maksud
dan tujuan untuk memerintah. Dengan demikian, pertanyaan tersebut tidak
semata-mata menanyakan informasi melainkan perintah yang dinyatakan
secara tidak langsung.
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa tindak tutur langsung
merupakan ungkapan verbal yang berisi ajakan, perintah, permintaan,
permohonan dan larangan yang dinyatakan secara langsung, sedangkan tindak
tutur tidak dinyatakan secara langsung, sedangkan tindak tutur tidak langsung
merupakan ungkapan verbal yang dinyatakan dalam bentuk pernyataan dan
pertanyaan yang sebenarnya di dalamnya memiliki maksud untuk
memerintah, mengajak, meminta, memohon, ataupun melarang.
Page 6
Sementara itu, Levinson (1983) dalam Suparno (1998:13) membagi tindak
tutur dalam lima macam yaitu; (1) tindak tutur representatif, (2) tindak tutur
komisif, (3) tindak tutur direktif, (4) tindak tutur ekspresif, dan (5) tindak
tutur deklratif.
Tindak tutur repersentatif merupakan tindakan berbahasa yang
memungkinkan penutur dapat mempresentasikan (menghadirkan sesuatu
dengan bahasa). Misalnya :
(1) Tadi di Lawangan ada gerbong kereta yang anjlok.
(2) Monumen nasional itu dirancang oleh Sukarno.
Tindak tutur komisif merupakan tindak berbahasa yang memungkinkan
penutur melakukan suatu tindakan. Sumpah dan janji termasuk tindak
berbahasa komisif, seperti yang tampak pada contoh berikut:
(1) Demi Allah, saya tidak mengetahui persoalan itu.
(2) Jangan khawatir, saya akan selalu berada di sampingmu dalam keadaan
apapun.
Tindak tutur direktif merupakan tindak berbahasa yang memungkinkan lawan
tutur melakukan sesuatu tindakan menyuruh, memohon, mengusulkan,
memerintah dan sebagainya.,
Merupakan tindak tutur direktif seperti yang tampak pada contoh-contoh
berikut ini:
(1) Kembalikan uang itu secepatnya, saya membutuhkan dalam waktu dekat.
(2) Jika Bapak tidak keberatan, kehadiran Bapak sangat kami tunggu pada
acara akad nikah anak kami.
Page 7
(3) Segenap perwira kami perintahkan untuk memobilisasi barisan. Kerjakan !
Tindak tutur ekspresif merupakan tindak berbahasa yang mendorong penutur
menyatakan isi perasaan, pikiran, dan sikapnya. Tindak berbahasa ini dapat
berupa permintaan maaf, penyampaian ucapan terima kasih, penyampaikan
rasa gembira, penyampaian rasa penyesalan, dan lain-lain. Contoh :
(1) Maaf pak, saya datang terlambt, saya merasa senang kalau diperbolehkan
masuk.
(2) Pada kesempatan kali ini saya menyampaikan terima kasih kepada Bapak
yang telah mengijinkan kami mengambil data di perusahaan ini.
Tindak tutur deklaratif merupakan tindak berbahasa yang memungkinkan
penutur mendukung tindak berbahasa orang lain. Dukungan itu dapat berupa
pemantapan, atau pembenaran, seperti tampak pada contoh berikut ini:
(1) Anda benar, rumah ini kurang cocok untuk keluarga besar.
2.2 Hakikat Bahasa
2.2.1 Pengertian Bahasa
Kalau melihat dan membaca buku Linguistik dari berbagai pakar akan kita
jumpai berbagai rumusan mengenai hakikat bahasa. Rumusan-rumusan itu
kalau kita lihat akan menghasilkan sebuah ciri yang merupakan hakikat
bahasa. Ciri-ciri yang merupakan hakikat bahasa itu antara lain, adalah bahwa
bahasa itu sebuah sistem lambang, berupa bunyi, bersifat arbitrer, produktif,
dinamis, beragam, dan manusiawi.
Berikut ini ciri-ciri secara singkat (Chaer, 2003: 7-14)
Page 8
a. Bahasa adalah sebuah sistem artinya bahasa itu dibentuk oleh sejumlah
komponen yang berpola secara tetap dan dapat di kaidahkan.
b. Setiap lambang bahasa melambangkan sesuatu yang disebut makna atau
konsep.
c. Lambang bunyi itu bersifat arbitrer, artinya hubungan antara lambang
dengan yang dilambangkan tidak bersifat wajib, bisa berubah, dan tidak
dapat dijelaskan mengapa lambang tersebut mengonsepi makna tertentu.
Meskipun lambang-lambang bahasa itu bersifat arbitrer, tetapi
konvensional, artinya setiap penutur bahasa akan mematuhi antara
lambang dengan yang dilambangkan.
d. Bahasa itu bersifat produktif, artinya dengan sejumlah unsur yang terbatas,
namun dapat dibuat satuan-satuan yang hampir tidak terbatas.
e. Bahasa itu bersifat dinamis, maksudnya bahasa itu tidak terlepas dari
berbagai kemungkinan perubahan yang sewaktu-waktu dapat terjadi.
Perubahan itu dapat terjadi pada tataran Fonologi, Morfologi, Sintaksis,
Semantik, dan Leksikal.
f. Bahasa itu beragam, artinya meskipun sebuah bahasa mempunyai sebuah
kaidah atau pola tertentu yang sama, namun karena bahasa itu digunakan
oleh penutur yang heterogen yang mempunyai latar belakang sosial dan
kebiasaan yang berbeda, maka bahasa itu menjadi beragam, baik dalam
tataran Fonologi, Morfologi, Sintaksis, maupun tataran Leksikal.
g. Bahasa itu bersifat manusiawi, artinya bahasa sebagai alat komunikasi
verbal hanya dimiliki manusia.
Page 9
Ciri-ciri bahasa seperti yang dibicarakan di atas, yang menjadi indikator akan
hakikat bahasa adalah pandangan Linguistik Umum (General linguistics),
yang melihat bahasa sebagai bahasa. Menurut pandangan sosiolinguistik
bahasa itu juga mempunyai ciri sebagai alat interaksi sosial dan sebagai alat
mengidentifikasikan diri.
2.2.2 Pengertian Bahasa.
Bahasa adalah alat komunikasi sehari-hari dalam masyarakat, yang berupa
lambang bunyi suara yang dihasilkan oleh alat ucap (Chaer, 2003:10).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian bahasa adalah sistem
lambang bunyi berartikulasi (yang dihasilkan alat-alat ucap) yang bersifat
sewenang-wenang dan konvensional yang dipakai oleh alat komunikasi untuk
melahirkan perasaan dan pikiran (Moeliono, dkk, 1994-203).
Bahasa dalam pengertian sehari-hari adalah bahasa lisan, sedangkan bahasa
tulis merupakan pencerminan kembali dari bahasa lisan itu ke dalam bentuk
simbol-simbol tertulis. Pada percakapan lisan jelas terdengar bahwa kata-kata
telah dirangkai satu sama lain, serta disana sini terdengar perhentian sebentar
atau agak lama dengan suara menaik atau menurun. Disamping itu masih
terdengar ekspresi air muka seperti menggerak alis, mengangguk kepala,
mengangkat bahu, mengacungkan tangan, dll. Semua itu beigut biasa dalam
kehidupan sehari-hari, sehingga tidak timbul persoalan bagi pendengar. Setiap
orang yang diajak bicara langsung memahami fungsi dari suara naik turun,
apa makna dari tuturan yang disampaikan dalam tempo yang singkat atau
dalam tempo yang relatif lama.
Page 10
Sebagai alat komunikasi, bahasa merupakan saluran perumusan maksud kita,
melahirkan perasaan kita dan memungkinkan kita menciptkan kerja sama
dengan sesama warga. Dalam pengalaman sehari-hari atau katakanlah sejak
kecil hingga seseorang meningkat dewasa, bahasa perseorangan mengalami
perkembangan sejalan dengan bertambahnya usia dan pengalaman seseorang.
Berarti bahasa mencakup dua bidang, yaitu bunyi vokal yang dihasilkan oleh
alat ucap manusia, dan makna yaitu hubungan antara rangkaian bunyi vokal
dengan barang atau hal yang diwakilkannya itu. Bunyi itu merupakan getaran
yang merangsang alat pendengaran kita, sedangkan arti adalah isi yang
terkandung di dalm arus bunyi yang menyebabkan reaksi atau tanggapan dari
orang lain.
Dari uraian diatas, dapat diperoleh gambaran bahwa bahasa merupakan satu-
satunya alat yang digunakan oleh manusia untuk berkomunikasi, beradaptasi,
berinteraksi antar kelompok sosial.
2.2.3 Fungsi-Fungsi Bahasa.
Secara tradisional kalau ditanyakan apakah bahasa itu akan dijawab bahwa
bahasa adalah alat untuk berinteraksi dan berkomunikasi, dalam arti alat untuk
menyampaikan pikiran, gagasan, konsep atau juga perasaan. Oleh karena itu
fungsi bahasa itu antara lain dapat dilihat dari sudut pandang penutur,
pendengar, topik, kode, dan amanat pembicaraan (Chaer, 2003:17).
Dari fungsi bahasa di atas, dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Dilihat dari Penutur, maka bahasa itu berfungsi personal atau pribadi,
maksudnya si penutur menyatakan sikap terhadap apa yang dituturkannya.
Page 11
Penutur bukan hanya mengungkapkan emosi lewat bahasa tetapi
memperlihatkan emosi itu sewaktu menyampaikan tuturan. Dalam hal ini
pihak si Pendengar juga dapat menduga apakah si penutur sedih, marah,
atau gembira.
b. Dilihat dari segi Pendengar, maka bahasa itu berfungsi direktif, yaitu
mengatur tingkah laku pendengar. Di sini juga bahasa itu tidak hanya
membaut si pendengar yang sesuai dengan yang dimaui si Pembicara.
2.3 Variasi Bahasa atau Ragam Bahasa
Variasi atau ragam bahasa merupakan bahasan pokok dalam studi
Sosiolinguistik, sehingga Kridalaksana (Dalam Ibrahim, 1995:65)
mendefinisikan Sosiolinguistik sebagai cabang Linguistik yang berusaha
menjelaskan ciri-ciri variasi bahasa dan menetapkan korelasi ciri-ciri variasi
bahasa tersebut dengan ciri-ciri sosial kemasyarakatan.
Ciri-ciri variasi bahasa atau ragam bahasa menurut Chaer (dalam Ibrahim,
1995:66) sebagai berikut:
a. Variasi bahasa pertama yang kita lihat berdasarkan penuturnya adalah variasi
bahasa yang disebut idiolek, setiap orang mempunyai variasi bahasanya atau
idiolek masing-masing. Variasi berkenaan "warna" suara, pilihan kata, gaya
bahasa, susunan kalimat dan sebagainya. Namun yang paling dominan adalah
"warna" suara itu, sehingga jika cukup akrab dengan seseorang, hanya
dengan mendengar suara bicaranya tanpa melihat orangnya kita dapat
mengenalinya.
Page 12
b. Variasi bahasa kedua berdasarkan Penuturnya adalah yang disebut dialek,
yakni variasi bahasa dari sekelompok Penutur dari jumlahnya yang relatif,
yang berbeda pada suara tempat, wilayah atau area tertentu. Karena dialek ini
berdasarkan pada wilayah atau area tempat tinggal penutur, maka dialek ini
lazim disebut dialek areal, dialek regional, atau dialek geografi. Pada peutur
dalam suatu dialek, meskipun mereka mempunyai idioleknya masing-masing
memiliki kesamaan ciri yang menandai bahwa mereka berada dalam satu
dialek, yang berbeda dengan kelompok Penutur yang lain, yang berada dalam
dialeknya sendiri dengan yang menandai dialeknya juga.
c. Variasi ketiga berdasarkan Penutur adalah yang disebut kronolek atau dialek
temporal, yakni variasi bahasa yang digunakan oleh kelompok sosial pada
masa tertentu.
d. Variasi bahasa yang keempat berdasarkan Penuturnya adalah apa yang
disebut sosiolek, yakni variasi bahasa yang berkenaan dengan status,
golongan, dan klas sosial para penuturnya.
Kreativitas penciptaan jargon tidak dapat dipisahkan dari sifat kedinamisan yang
dimiliki bahasa. Kedinamisan bahasa menuntut adanya perkembangan dalam
bahasa, yang sejalan dengan perkembangan masyarakatnya. Ini semua
bergantung pada kebutuhan dan kehendak masyarakat pemakainya. Struktur yang
dimiliki setiap bahasa, menurut Soeseno Kartomihardjo (1988:8) memang
memiliki mekanisme yang melayani perkembangan bahasa. Oleh karena itu,
setiap penutur bahasa berkesempatan untuk (1) menciptakan kata-kata baru, (2)
menggunakan kata-kata lama dengan maksud baru, (3) membuat kalimat-kalimat
Page 13
termasuk yang baru, menjadi suatu wacana yang sama sekali baru sekali baru
kata benci akronim dari "benar-benar cinta", merupakan contoh dari kata-kata
baru yang diciptakan pemakai bahasa. Contoh dari pernyataan lain dapat digali
sebanyak-banyaknya dalam Bahasa Indonesia, yang secara otomatis keempat
konsep diatas dapat dijadikan ciri jargon, ditinjau dari proses penciptaan jargon
(Ibrahim, 1993 : 131) mengemukakan ciri jargon dari sisi yang lain. Menurutnya,
argot para penyamun, slank dari kelompok-kelompok pemuda, slank dari
kelompok pelancong dari kelompok-kelompok jabatan yang lain memperoleh
hasil yang sama dengan memberikan makna khusus pada nomina, verbal dan
adjektif umum. Dari analisis ini sepertinya sorotan utama bertumpu pada
pemberian makna tersendiri terhadap beberapa jenis kata. Dalam hal ini kata
benda, kata kerja, dan kata sifat. Tidak mustahil pada jenis kata lain juga
mengalami peristiwa bahasa yang sama.
2.4 Kajian Tentang Jargon.
2.4.1 Pengertian Jargon.
Jargon merupakan variasi dialek sosial yang digunakan secara terbatas oleh
kelompok profesi tertentu dan lingkungan tertentu pula. Orang yang bulan
kelompoknya tidak mengerti dan memahami terhadap ungkapan-ungkapan
yang digunakan dalam interaksi over anggota dalam kelompok tersebut
meskipun ungkapan ungkapan tersebut bukan rahasia (Ibrahim, 2001:33).
Pengertian jargon dalam "Thesaurus : Oxford Thesaurus of English" oleh
Maurice Waite (2004) dinyatakan bahwa jargon adalah bahasa khas, teknis,
idiom tertentu, selanga dan lain sebagainya. Yaitu "specialized language,
Page 14
technical language, slang, cnt, idiom, argot, patter, patois, vernacular,
computerese, legalese, bureaucratese, journalese, psychobable, unintelligible
language, obscure language, gobbledegook, gibberish, double Dutch".
Menurut "The Oxford Companion to the English Language" oleh Tom Mc.
Arthur (1996) istilah jargon ini muncul pada abad ke-14 yang merupakan
istilah Bahasa Inggris Abad Pertengahan (Midle English) yaitu "iaro(u)n",
"gargoun", "girgoun" yang berarti kicauan, nyanyian burung-burung,
pembicaraan yang tidak bermakna, merepet/ membual atau mericau.
Jargon ini juga terdapat dalam istilah Bahasa Perancis yaitu "jargoun",
"gargon" dan "gergon". Kemungkinan makna asalnya yaitu bunyi "echo" dan
merupakan istilah umum yang sering kali mengacu kepada bahasa asing
pedalaman yang bermacam-macam. Hal itu dapat ditemukan dalam ucapan
yang dirasakan sebagai merepet atau ucapan-ucapan kosong (mumbo jumbo),
slang, bahasa pidgin atau bahasa khas dalam perdagangan, profesi atau
kelompok lainnya (Internet dengan situs :
http://baikoeni.multiply.com/journal/item/136).
Meskipun jargon memainkan peranan legitimasi, namun dalam prakteknya
isitlah jargon tersebut sering pula mengalami penyalahgunaan oleh kalangn
tertentu yang menggunakan jargon untuk tujuan menyesatkan orang lain.
Menurut Ibrahim (2001:33) Jargon merupakan variasi dialek sosial yang
digunakan secara terbatas oleh kelompok profesi tertentu dan lingkungan
tertentu pula. Orang yang bukan kelompoknya tidak mengerti dan memahami
Page 15
terhadap ungkapan-ungkapan yang digunakan dalam interaksi antar anggota
dalam kelompok tersebut. Sedangkan AS Hornby (dalam Chaer, 1974:545)
mengatakan, "Language full of technical or spesial words". Artinya jargon
adalah bahasa yang penuh dengan kata-kata teknis atau spesial. Istilah teknis
atau spesial tersebut menggambarkan adanya kekhususan ini menjadi identitas
suatu kelompok sosial dan cenderung tidak dipahami oleh kelompok sosial
lainnya. Istilah-istilah khusus dalam jargon hampir dipastikan terdapat dalam
semua bidang kehidupan. Setiap bidang keahlian, jabatan, lingkungan
pekerjaan, masing-masing mempunyai bahasa khusus yang sering tidak
dimengerti oleh kelompok lain.
Pemakaian jargon terbatas pada suatu kelompok sosial tertentu, maka jargon
dipakai dalam situasi tidak resmi. Gorys Keraf (1988:107) mengartikan jargon
sebagai kata teknis atau rahasia dalam suatu bidang tertentu.
Pernyataan seperti ini, maka pemaknaan jargon harus disikapi sebagai bahasa
yang sangat khusus. Oleh karena itu, jargon hanya dapat dipakai dalam situasi
tidak resmi. Sedangkan dalam situasi resmi, pemakai jargon akan
berkomunikasi dengan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh
masyarakat umum secara luas. Ini berarti, dalam situasi lain yang menuntut
keresmian suasana, bahasa resmi atau baku yang mereka gunakan.
Menurut Pateda (1990:70) jargon adalah pemakaian bahasa dalam setiap
bidang kehidupan. Lebih lanjut dijelaskan bahwa setiap bidang keahlian,
jabatan, lingkungan pekerjaan, masing-masing mempunyai bahasa khusus
Page 16
yang sering tidak dimengerti oleh kelompok lain. Jargon merupakan wujud
dari variasi bahasa yang disebabkan oleh faktor sosial.
2.4.2 Bentuk-Bentuk Jargon.
2.4.2.1 Jargon Bentuk Kata.
Jargon yang berbentuk kata artinya jargon yang digunakan oleh suatu
kelompok sosial, bentuk kebahasaannya berupa kata. Jargon yang berbentuk
kata ini selanjutnya dapat diperinci menjadi beberapa jenis kata, yaitu kata
benda, kata kerja dan kata sifat. Kata benda adalah (nomina) atau yang
mengacu pada manusia, binatang, benda, dan konsep atau pengertian. Kata
kerja adalah (verba) adalah kata yang menyatakan makna, perbuatan,
pekerjaan, tindakan atau keadaan. Kata sifat (adjektiva) adalah kata yang
dipakai untuk mengungkapkan sifat atau keadaan orang, binatang, atau benda.
(Maryani, 2004:344).
2.4.2.2 Jargon Bentuk Singkatan dan Akronim
Yang dimaksud jargon yang berbentuk singkatan adalah jargon yang dibentuk
dengan cara memendekkan suatu kata dengan cara menanggalkan beberapa
bagian yang terdapat dalam kata tersebut. Bagian yang dihilangkan biasanya
bentuk-bentuk vokal, dan yang dipertahankan adalah konsonan awal pada
masing-masing suku kata.
Sedangkan jargon yang berbentuk akronim adalah jargon singkatan yang
dibentuk dengan cara menggabungkan huruf dengan suku kata, sehingga
dapat dilafalkan secara wajar.
2.4.2.3 Jargon Bentuk Walikan.
Page 17
Jargon yang berbentuk walikan artinya jargon itu diungkapkan dalam bentuk
verbal dengan cara membalik kata-kata atau ungkapan yang sudah ada.
Biasanya maknanya sama dengan kata yang dibalik tiu. Jargon berbentuk
walikan dalam pembentukan kata-katanya sangat bervariasi. Variasi-variasi
tersebut antara lain, (1) pembalikan sederhana, (2) pembalikan dengan
perubahan fonem, (3) pembalikan dengan pengurangan fonem, dan lain-lain
(Ibrahim, 1995:78).
Bagi orang atau kelompok yang memahaminya, jargon merupakan bahasa
untuk mempermudah penuturnya mengungkapkan keterangan yang panjang
dan berbelit-belit. Ketika digunakan oleh anggota kelompok tertentu, dalam
berbagai penelitian mengenai jargon ditemukan bahwa bahasa ini digunakan
selama operasi sebagai alat komunikasi dan informasi yang faktual, ringkas
dan jelas.
Kemampuan untuk memahami dan menggunakan jargon dalam sebuah
kelompok tertentu merupakan label identifikasi. Kemampuan sesorang
menggunakan jargon akan berpengaruh terhadap kredibilitasnya dalam
kelompok tersebut. Kemampuan menggunakan jargon menunjukkan bahwa
Penutur tersebut layak berada dalam kelompok tersebut sehingga dapat
diterima karena kemampuan memahami ide dasarnya. Disamping itu
penggunaan jargon dapat meningkatkan imej, citra dan prestise
penggunaannya apalagi jargon itu dikaitkan dengan profesi tertentu yang
dinikmati oleh kelas sosial yang tinggi.
2.4.3 Ciri-Ciri Jargon.
Page 18
Teori Austin yang paling berpengaruh adalah tentang ujaran performatif, yaitu
ujaran yang mengandung tindakan bebas dari urusan benar-salah. Teori ini
kemudian dilepas-kembangkan menjadi teori tindak tutur. Terdapat tiga tindak
dalam melakukan ujaran menurut Austin, yaitu tinadk lokusi (tindak
melakukan ujaran), ilokusi (tindak membentuk ketika berujar), dan tindak
perlokusi (tindak untuk mencapai efek tertentu terhadap pendengar). Jargon
itu adalah bentuk ujaran performatif karena suadh memenuhi empat ciri-ciri
ujaran performatif menurut Austin, yaitu 1. Diucapkan oleh orang pertama
(persona pertama), 2. Orang yang mengucapkannya hadir dalam situasi
tertentu, 3. Bersifat Indikatif (mengandung pernyataan tertentu, bukan makna
asli dari suatu kata, rahasia dan bahasanya mudah), 4. Orang yang
mengucapkannya terlibat secara aktif dengan isi pernyataan tersebut karena
merupakan suatu kelompok (Internet dengan situs:
http://theworldisword.blogspot.com/2008/07/kuasa-bahasa-blog.html).
2.4.4 Fungsi Jargon
Jargon ini antara lain berfungsi sebagai "Bahasa yang Mudah" dan
"Merupakan Identifikasi Kelompok Tertentu" yang dapat diterangkan sebagai
berikut:
a. Sebagai Bahasa yang Mudah
Bagi orang atau kelompok yang memahaminya, jargon merupakan bahasa
untuk mempermudah penuturnya mengungkapkan keterangan yang
panjang dan berbelit-belit. Ketika digunakan oleh anggota kelompok
tertentu, jargon menjadi bahasa yang efisien dan efektif. Bagi kelompok
Page 19
paramedis, istilah pemindahan organ tubuh seperti kandung kemih,
empedu (saluran kencing) melalui operasi disebut dengan".
"Cholecystectomy dalam berbagai penelitian mengenai jargon ditemukan
bahwa bahasa ini digunakan selama operasi sebagai alat komunikasi and
informasi yang faktual, ringkas dan jelas. Dalam bidang biologi, para
pakar bidang ini menggunakan istilah-istilah tertentu yang merujuk
kepada tumbuhan ataupun tanaman tertentu seperti padi dengan
menggunakan istilah "Orriza Sativa" atau menyatakan tumbuhan yang
dikenal masyarakat umum sebagai pakis sarang burung dengan
menggunakan istilah "Asplenium Nidus" dan lain sebagainya. Dalma
profesi hukum dan perundang-undangan pula, istilah hukum tertentu
dihasilkan melalui proses yang panjang sehingga sampai kepada defenisi
yang pas sehingga dikenal sebagai jargon. Contohnya adalah istilah
"involuntary conversion" yang artinya sama dengan kehilangan atau
kerusakan barang karena pencurian ataupun kecelakaan.
b. Sebagai Identifikasi Kelompok Tertentu.
Kemampuan untuk memahami dan menggunakan jargon dalam sebuah
kelompok tertentu merupakan label identifikasi. Kemampuan seseorang
menggunakan jargon akan berpengaruh terhadap kredibilitasnya dalam
kelompok tersebut. Kemampuan menggunakan jargon menunjukkan
bahwa penutur tersebut layak berada dalam kelompok tersebut sehingga
dapat diterima karena kemampuan memahami idea dasarnya. Disamping
itu penggunaan jargon dapat meningkatkan imej, citra dan prestige
Page 20
penggunaanya apalagi jargon itu dikaitkan dengan profesi tertentu yang
dinikmati oleh kelas sosial yang tinggi. Meskipun jargon memainkan
peranan legitimsi, namun dalam prakteknya istilah jargon tersebut sering
pula mengalami penyalahgunaan oleh kalangan tertentu yang
menggunakan jargon untuk tujuan menyesatkan orang lain. Bagi
kelompok yang tidak professional maupun tidak berprofesi, penggunaan
bahasanya dinilai penuh dengan istilah maupun kalimat yang tidak seperti
bahasa umumnya sehingga sulit dipahami oleh orang kebanyakan. Namun
bagi anggota kelompok professional tersebut, penggunaan istilah itu
sangat akrab dan mencapai matlamat yang sesungguhnya. Karena faktor
kemudahan dan keakrabannya inilah, jargon dapat mengungkapkan teknis
dan gaya yang menjadi ciri khas dalam kelompok tersebut (Internet
dengan situs:
http://baikoeni.multiply.com/journal/item/136).
2.5 Tinjauan Jargon Sebagai Bentuk Variasi Bahasa dalam Tindak Tutur.
Jargon sebagai bentuk variasi bahasa dalam tindak tutur sebagai bahasa lainnya
memiliki fungsi bahasa bervariasi. Fungsi jargon sebagai tinadk tutur dapat
dilihat dari pesan komunikasinya. Pesan komunikasi tersebut diungkapkan
dengan menggunakan bahasa rahasia. Kerahasiaan jargon digunakan dalam
komunikasi semua anggota kelompoknya, dan bahkan digunakan pula dalam
berkomunikasi dengan masyarakat di luar kelompoknya. Penggunaan jargon
terhadap masyarakat di luar kelompoknya biasanya kurang efektif karena pada
umumnya mereka tidak memahami maknanya, sehingga fungsi jargon dalam hal
Page 21
ini kurang komunikatif. Fungsi jargon sangat efektif apabila pemakai sesama
anggota kelompok masyarakat yang memiliki pemahaman yang sama terhadap
makna jargon tersebut misalnya sesama penjudi togel.
Sehubungan dengan fungsi ini Searle dalam Pateda (1990:5-7) mengelompokkan
tindak tutur khususnya ilokusi berdasarkan tindakan yang dilakukan dalam suatu
pertuturan adalah (1) tindak tutur representatif, (2) tindak tutur direktif, (3) tindak
tutur komisif, (4) tindak tutur ekspresif, (5) tindak tutur deklaratif. Dengan
demikian, jargon sebagai tindak tutur penjudi togel di Kabupaten Pamekasan
dalam interaksi sosialnya memiliki fungsi representatif, direktif, komisif,
ekpresif, dan deklaratif. Untuk memperjelas fungsi bahasa di atas selanjutnya
dideskripsikan uraiannya sebagai berikut:
Pertama, fungsi representatif. Fungsi representatif adalah fungsi bahasa yang
berorientasi pada cara penyampaian suatu hal atau masalah oleh seseorang
penutur dengan menggunakan propinsi tertentu, sehingga memakili ekspresi
kebenaran dari sesuatu yang disampaikannya. Abdul Wahab (2001:23 dalam
Magister) fungsi ini disebut fungsi "informasional".
Kedua, fungsi direktif. Fungsi direktif adalah fungsi suatu tuturan yang
bermuatan dorongan bagi penutur (lawan bicara) untuk melakukan sesuatu,
misalnya memohon, memerintah, mendesak, menentang, meminta. Karakteristik
dari fungsi ini adalah (1) timbulnya suatu tindakan (baik dalam melakukan
maupun berhenti melakukan sesuatu) sebagai respon dari isi tuturan, (2) masing-
masing dengan norma sosial, dan (3) jika suatu tuturan dalam bentuk direktif
Page 22
tidak direspon sedemikian rupa maka dapat diduga terjadi ketidak pahaman
dalam proses komunikasi.
Ketiga, fungsi komisif. Fungsi bahasa ini adalah menuntut tanggung jawab
penuturan untuk melakukan sesuatu, misalnya berjanji, mengancam, bersumpah,
menawarkan, meminjam, dan sejenisnya.
Keempat, fungsi ekspresif. Rungsi ini adalah mengekspresikan sikap psikologis
penutur terhadap sesuatu, misalnya permintaan maaf, ucapan terima kasih,
memuji, mengkritik atau menyindir, memaki, pengungkapan rasa kecewa/
gembira, suka/ tidak suka. Pernyataan ekspresif dapat diterima sebagai suatu
yang wajar dalam bahasa tertentu, tetapi tidak wajar dalam bahasa lainnya.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa penutur dalam
berkomunikasi antar anggota kelompok sering menggunakan bentuk argon
adalah sebagai bentuk solidaritas antaaar anggota kelompok sosialnya, sehingga
mereka berusaha secara kreatif menciptakan jargon dengan berbagai bentuknya
yang digunakan secara terbatas oleh kelompoknya. Orang yang bukan anggota
kelompoknya mengalami kesulitan untuk memahami terhadap ungkapan-
ungkapan yang digunakan dalam melakukan interaksi antar anggota kelompok
tersebut, meskipun ungkapan-ungkapan tersebut bukan rahasia, karena sebaguan
jargon dicitakan merupakan dari kat yng aseacaar umum digunakan oleh
masyarakat secara luas.
2.6 Peserta Lomba Kerapan Kambing.
Kerapan kambing adalah salah satu budaya "baru" di Madura berawal dari
sekedar kesenangan untuk mengisi waktu luang. Kini kerapan kambing berubah
Page 23
menjadi demam yang merebak di pulau Madura. Walaupun belum sepopuler
kerapan sapi yang lebih dulu dikenal, kerapan kambing mulai banyak digemari.
Peserta lomba kerapan kambing berasal dari golongan masyarakat menengah
kebawah, karena harga kambing kerapan lebih terjangkau dibandingkan sapi
kerapan. Dalam kerapan kambing, kambing-kambing yang dilombakan tidak
dibedakan ukurannya baik besar atau kecil. Kambing yang dilombakan adalah
kambing betina dengan usia kambing antara 3-4 bulan.
Perbedaan kambing kerapan dengan kambing peliharaan lain terletak
perawatannya. Kambing kerapan harus mendapat pelayanan ekstra dari si
pemilik. Makanan yang diberikan tidak asal-asalan. Setiap hari diberikan ramuan
jamu yang harus diminum, juga terapi pijat yang juga harus rutin diberikan.
Tak salah memang bila kambing-kambing kerapan ini akan mendapat sesuatu
yang lebih. Bila ia bisa sukses diarena kerapan, bukan saja akan memberikan
kesenangan, tapi juga kebanggaan, konon setiap kemenangan yang diraih juga
mampu mengangkat nama pemiliknya. Setidaknya menjadi terkenal di kalangan
tersebut.
Page 24
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, sedangkan
data yang diambil adalah sumber lisan dengan menggunakan alat perekam dan
disusun makna kata dari tuturan tersebut. Dengan menggunakan metode kualitatif
yaitu prosedur penelitian menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis
atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati (Moleong, 2003: 4)]
Data dalam penelitian ini bersifat deskriptif maksudnya data yang dikumpulkan
berbentuk tuturan yang bersifat makna kata sehingga laporan hasil penelitian
berisi makna kata dalam tuturan dari data sebagai ilustrasi dan untuk memberi
dukungan atas apa yang disajikan.
Bogdan dan Taylor mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan
dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati (dalam Moleong, 2005: 4).
Penelitian deskriptif adalah penelitian yang hanya melukiskan, memaparkan,
menuliskan dan melaporkan suatu keadaan, suatu penyingkapan fakta (Dhohiri
dkk, 2000: 95). Menurut Surakhmad penelitian dengan rancangan deskriptif
mempunyai beberapa karakteristik (1) Pemusutan pada gejala aktual, (2) Tidak
diarahkan untuk menguji hipotesis, (3) melukiskan Variabel atau kondisi secara
apa adanya, (4) Data dikumpulkan, disusun, dijelaskan, kemudian dianalisis, (5)
setiap langkah penyelidikan dijelaskan secara teliti dan terinci, baik mengenai
Page 25
dasar-dasar metodologi maupun mengenai teknik secara khusus (Dhohiri dkk,
2000 : 95-96).
Denzin dan Lincoln (1995) menulis bahwa penelitian kaulitatif adalah
pengumpulan data pada suatu latar iliah, dengan menggunakan metode alamiah
dan dilakukan oleh orang atau peneliti yang tertarik secara alamiah, dan
dilakukan oleh orang atau peneliti yang tertarik secara alamiah. Jelas definisi ini
memberi gambaran bahwa penelitian kualitatif mengutamakan latar alamiah, dan
dilakukan oleh orang yang mempunyai perhatian alamiah.
3.2 Sumber Data.
Berkaitan dengan penelitian, yang dijadikan sumber data penelitian adalah
peserta lomba kerapan kambing di Pamekasan sebagai sumber data utama.
Masyarakat di luar komunitas peserta kerapan kambing. Menurut Lofland dan
Lofland (dalam Moleong, 2005:17), sumber data utama dalam penelitian
kualitatif ialah manusia, benda, kata-kata, dan tindakan selebihnya adalah data
tambahan seperti dokumen dan lain-lain.
3.3 Data Penelitian
Data merupakan fakta-fakta atau keterangan yang digunakan sebagai sumber
yang telah diseleksi untuk dijadikan sebuah bukti. Data dalam penelitian ini
adalah tindak tutur lisan peserta lomba kerapan Kambing sehingga dalam
penelitian kualitatif ini meghasilkan jargon dalam tindak tutur lisan peserta
lomba kerapan kambing di kabupaten Pamekasan. Data tersebut ditranskripsikan
dari hasil rekaman melalui alat perakam. Transkip tulisan yang diambil dari data
rekaman yang lengkap dengan konteks yang melingkupi tuturan tersebut
Page 26
merupakan data asli digunakan sebagai lampiran (diletakkan sebagai lampiran).
Wujud data yang dianalisis dalam penelitian ini adalah tindak tutur lisan berupa
jargon (penggunaan bahasa komunitas peserta lomba kerapan kambing). Tuturan
itu direkam melalui audio kemudian distranskripsikan kedalam bentuk tulisan
ortografis. Tulisan yang telah ditranskripkan lalu dipilah mana yang termasuk
jargon (menurut Peneliti berdasarkan perimbangan ilmu pengetahuan tentang
jargon serta keasingan kata yang dijumpai). Wacana hasil akhir transkripsi
tersebut selanjutnya dianalisis dengan masalah penelitian.
3.4 Teknik Pengumpulan Data.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian dapat melalui, 1) Studi kepustakaan,
2) Analisis isi media massa, 3) Observasi atau pengamatan langsung di lapangan,
4) Wawancara, 5) Kuesioner, 6) Tes (kombinasi dari yang ada) (Dhohiri,
2000:118). Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik
observasi langsung sebagai metode utama. Sebagai metode pendamping
menggunakan wawancara (tanya jawab secara bebas dengan mengikuti konteks
pada saat observasi ke lapangan)
Dalam penelitian ini, untuk mengumpulkan data utama melalui merekam secara
langsung tindak tutur lisan peserta lomba kerapan Kambing dengan alat perekam
lalu mentransipkan ke dalam tulisan ortografis. Dapat dikatakan observasi dan
catatan lapangan digunakan sebagai alat pengumpul data yang utama. Metode
pendamping menggunakan wawancara dan angket.
Page 27
a. Observasi yaitu untuk mengamati secara langsung tuturan pada subjek.
Dalam kegiatan observasi ini peneliti erbaur secara langsung pada saat lomba
kerapan kambing peneliti berkomunikasi dengan para peserta.
b. Rekaman yaitu merekam tindak lisan peserta lomba kerapan Kambing di
pamekasan. Hasil rekaman itu ditranskripsikan ke dalam bahasa tulis dan
digunakan sebagai bahan untuk dianalisis. Data tertulis tersebut terbagi dalam
beberapa percakapan atau beberapa tuturan. Hasil transkrip atau yang berupa
tuturan itu dipilih kata-kata mana yang termasuk jargon. Dari hasil tersebut,
kemudian dipisah berdasarkan termasuk jenis jargon yang dimaksud serta
ditentukan maknanya. Secara garis besar tuturan tadi ditulis ke dalam tulisan
ortografis yang terbagi dalam beberapa percakapan kemudian diidentifikasi
mana yang termasuk jargon. Hasil yang diperoleh, diverifikasi dengan
menguraikan makna. Hasil akhirnya data diklasifikasi menurut wujud jargon
disertai dengan makna dan fungsi serta interpretasi sesuai dengan tujuan yang
telah ditetapkan.
3.5 Instrumen Penelitian.
Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh Peneliti dalam
mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik,
dalam arti lebih cermat, lengkap, dan sistematis sehingga lebih mudah diolah.
(Arikunto, 1998:151).
Ciri khas penelitian kualitatif tidak dapat dipisahkan dari pengamatan peran serta,
namun peranan penelitilah yang menentukan keseluruhan skenarionya (Moleong,
2005:163).
Page 28
Berdasarkan peneliti tersebut, instrumen penelitian ini adalah menggunakan alat
perekam dan daftar pertanyaan sebagai penentu akhir kevalitan data berupa
jargon.
3.6 Teknik Analisis Data.
Analisis data adalah suatu kegiatan dalam penelitian yang bertujuan untuk
mengolah data-data yang diperoleh, agar bisa dibaca dan mudah dipahami
(Dhohiri dkk, 2000:129). Analisis data merupakan bagian yang sangat penting
dalam metode ilmiah, karena dengan analisis data dapat diberi arti, makna yang
berguna dalam memecahkan masalah penelitian itu sendiri. Analisis data menurut
Patton adalah proses mengatur data, mengorganisasikan ke adlam suatu pola
kategori dan satuan uraian dasar (dalam Moleong, 2005:130).
Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik nonstatistik.
Teknik nonstatistik ini digunakan untuk memperoleh hasil analisis secara
kualitatif yang berupa tindak tutur lisan peserta lomba kerapan Kambing kab.
Pamekasan. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metod
analisis kualitatif, seperti yang dikembangkan oleh Miller dan Huberman (1992)
yakni menggunakan analisis model interaktif dengan tiga prosedur yaitu induksi
data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan/ verifikasi (dalam Moleong,
2005:249). Maka peneliti menyajikan analisis data dalam format:
1. Reduksi data yaitu proses pemilihan, pemusatan perhatian dan
penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul
dari amatan-amatan tertulis dan tak tertulis dari lapangan. Reduksi data
merupakan betuk analisis yang menajamkan, menggolongkan,
Page 29
mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasikan kata
dengan sedemikian rupa. Melalui alat perekam dan wawancara data
diperoleh secara kasar karena belum diolah dan masih diujikan lagi melalui
angket.
2. Penyajian data, yaitu menyajikan sekumpulan informasi yang tersusun dan
memberikan kemungkinan untuk mengadakan penarikan kesimpulan dan
pengambilan tindakan. Dengan melihat penyajian data, maka peneliti dapat
memahami apa yang sedang terjadi dan apa yang harus dilakukann. Hasil
obesvasi serta wawancara dalam interaksi tuturan (rekaman data) kemudian
ditranskripkan ke dalam tulian ortografi. Kemudian data akhir tadi dianalisis
dan akhirnya dapat diinterpretasikan secara kualitatif. Dalam tahap ini akan
didapatkan hasil dari penelitian tersebut. Hasil observasi serta wawancara
dalam interaksi tuturan (rekaman data) kemudian ditranskripkan ke dalam
tulisan ortografi, diidentifikasi, diverifikasi, diklasifikasi serta diinterpretasi
ke dalam golongannya.
3. Dari hasil yang telah diperoleh, kemudian disimpulkan dari apa yang telah
dilakukan berdasarkan urutan tindakan yang dilakukan.
Untuk mempermudah analisis data, maka penelitian ini dilakukan dengan cara
sebagai berikut:
1. Mentranskripsikan tuturan ke dalam transkripsi otografis.
Page 30
Tabel 1.
Transkrip tuturan
No WaktuInisial
Nama/ penuturData temuan
(Tuturan)MaknaTemuan
2. Pengujian data (jargon) berdasarkan hasil daftar pertanyaan.
Tabel 2.
Hasil pengujian data dari daftar pertanyaan.
No JargonDiketahui di luar Komunitas
KetYa Tidak
Page 31
3. Indikator penentuan jargon lomba kerapan Kambing berserta
verifikasinya.
Tabel 3
Verifikasi data
No Jargon Verifikasi jargon Keterangan
4. Memasukkan data yang berupa jargon lomba kerapan Kambing kedalam
tabel.
No Inisial Nama Wujud Jargon
5. Memasukkan jargon Narapidana Narkoba ke dalam tabel identifikasi
data.
Tabel 5
Wujud Jargon Bentuk Penciptaan Kata Baru
No Data temuan Wujud Jargon Bentuk kata baru
Makna sebenarnya
Fungsi
Page 32
Tabel 6
No Data temuan Wujud Jargon Bentuk kata baru
Makna sebenarnya
Fungsi
Tabel 7
Wujud Jargon Bentuk Akronim
No Data temuan Wujud Jargon Bentuk kata baru
Makna sebenarnya
Fungsi
6. Interpretasi Data
Interpretasi data berupa wujud jargon bentuk penciptaan kata baru,
wujud jargon bentuk singkatan, dan wujud jargon bentuk akronim
Page 33
6.1 Jargon bentuk penciptaan kata baru.
-
-
-
6.2 Jargon bentuk singkatan.
-
-
-
6.3 Jargon bentuk Akronim
-
-
-
3.7 Tahap-Tahap Penelitian.
Keseluruhan proses ini terbagi dalam tiga tahap. Setiap tahap berisi sejumlah
kegiatan yang berbeda. Adapun tahap tersebut terdiri dari 1) Tahap persiapan, 2)
Tahap pelaksanaan, 3) Tahap penyelesaian.
3.7.1 Tahap Persiapan
Kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini meliputi pemilihan judul dan
pengaujuan judul, studi pustaka, pembuatan rencana penelitian. Pemilihan
(pengajuan) judul didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan penguasaan
materi, tersedianya literatur, dan dilakukan penelitian. Studi pustaka,
pengumpulan data, dan analisis data. Selanjutnya dibuat sebuah rancangn
penelitian yang akan dijadikan dasar dalam melakukan penelitian.
Page 34
3.7.2 Tahap Pelaksanaan.
Tahap pelaksanaan dimulai setelah tahap perencanaan dilakukan. Pada tahap
ini dilakukan kegiatan sebagai berikut: (a) penyusunan landasan teori, (b)
pengumpulan data, (c) pengolahan data, dan (d) menyusun kesimpulan.
Untuk memperoleh hasil penelitian yang baik, penelitian ini dikonsultasikan
dengan Dosen pembimbing yang telah ditentukan.
3.7.3 Tahap Penyelesaian.
Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah (a) penyusunan hasil
penelitian, (b) pemantapan revisi laporan, (c) penggandaan laporan hasil
penelitian, dan (d) penyerahan laporan hasil penelitian.