Pengertian Simplisia SIMPLISIA, adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkan BAHAN ALAMIAH : 1. BAHAN NABATI, FLORA, TUMBUHAN. 2. BAHAN HEWANI, FAUNA. 3. BAHAN MINERAL. 1. BAHAN NABATI Berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau eksudat EKSUDAT, isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya, atau zat-zat nabati lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan dari tanaman. 2. BAHAN HEWANI Berupa hewan utuh, bagian hewan atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni. 3. BAHAN MINERAL Berupa mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa zat kimia murni. SUMBER SIMPLSIA 1. TUMBUHAN LIAR - Kerugian: a. umur dan bagian tanaman b. jenis (species) c. lingkungan tempat tumbuh - Keuntungan : ekonomis 2. TANAMAN BUDIDAYA (tumpangsari, TOGA, perkebunan) - Keuntungan : a. bibit unggul b. pengolahan pascapanen c. tempat tumbuh - Kerugian : a. tanaman manja b. residu pestisida SYARAT SIMPLISIA NABATI/HEWANI
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Pengertian Simplisia
SIMPLISIA, adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkanBAHAN ALAMIAH : 1. BAHAN NABATI, FLORA, TUMBUHAN. 2. BAHAN HEWANI, FAUNA. 3. BAHAN MINERAL.
1. BAHAN NABATIBerupa tanaman utuh, bagian tanaman atau eksudatEKSUDAT, isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya, atau zat-zat nabati lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan dari tanaman.
2. BAHAN HEWANIBerupa hewan utuh, bagian hewan atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni.
3. BAHAN MINERALBerupa mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa zat kimia murni.
SUMBER SIMPLSIA1. TUMBUHAN LIAR - Kerugian: a. umur dan bagian tanaman b. jenis (species) c. lingkungan tempat tumbuh - Keuntungan : ekonomis
2. TANAMAN BUDIDAYA (tumpangsari, TOGA, perkebunan) - Keuntungan : a. bibit unggul b. pengolahan pascapanen c. tempat tumbuh - Kerugian : a. tanaman manja b. residu pestisida
SYARAT SIMPLISIA NABATI/HEWANI1. Harus bebas serangga, fragmen hewan, kotoran hewan2. Tidak boleh menyimpang dari bau, warna3. Tidak boleh mengandung lendir, cendawan, menun jukkan tanda-tanda pengotoran lain4. Tidak boleh mengandung bahan lain yang beracun atau berbahaya5. Kadar abu yang tidak larut dalam asam maksimal 2%
PEMBUATAN SIMPLISIA DAN STANDARISASI MUTU SIMPLISIA RIMPANG TEMULAWAK ( Curcuma xanthorriza Rhizoma ) dengan PENGERINGAN SINAR MATAHARI NAUNGAN KAIN HITAM dan PENYIMPANAN TERBUKAFiled under: Laporan Praktikum Tempoe Kuliah dulu, Uncategorized — Leave a comment
December 8, 2011
TUJUAN
1. Mengetahui teknik pasca panen dari rimpang temulawak2. Mengetahui pengaruh pengeringan sinar matahari dengan naungan kain hitam dan
penyimpanan terbuka terhadap mutu dari simplisia temulawak.
DASAR TEORI
Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain simplisia merupakan bahan yang dikeringkan.
Untuk menjamin keseragaman senyawa aktif, keamanan maupun kegunaannya, maka simplisia harus memenuhi persyaratan minimal, dan untuk dapat memenuhi syarat minimal itu, ada beberapa faktor yang berpengaruh, antara lain adalah:
1. Bahan baku simplisia2. Proses pembuatan simplisia termasuk cara penyimpanan bahan baku simplisia3. Cara pengepakan dan penyimpanan simplisia
Pemilihan sumber tanaman obat sebagai bahan baku simplisia nabati merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh pada mutu simplisia, termasuk di dalamnya pemilihan bibit (untuk tumbuhan hasil budidaya) dan pengolahan maupun jenis tahan tempat tumbuh tanaman obat.
Pembuatan simplisia secara umum dapat menggunakan cara-cara sebagai berikut:
1. Pengeringan2. Fermentasi3. Proses khusus (penyulingan, pengentalan eksudat dll)4. Dengan bantuan air (misalnya pada pembuatan pati)
Adapun tahapan – tahapan pembuatan simplisia secara garis besar adalah:
1. Pengumpulan bahan baku
Kadar senyawa aktif dalam suatu simplisia berbeda-beda antara lain tergantung pada:
Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-bahan asing lainnya dari bahan simplisia. Misalnya pada simplisia yang dibuat dari akar suatu tanaman obat, bahan-bahan asing seperti tanah, kerikil, rumput, batang, daun, akar yang telah rusak serta pengotor-pengotor lainnya harus dibuang
3. Pencucian
Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan pengotor lainnya yang melekat pada bahan simplisia. Pencucian dilakukan dengan air bersih yang mengali
4. Perajangan
Beberapa jenis bahna simplisia tertentu ada yang memerlukan proses perajangan. Perajangan bahan simplisia dilakukan untuk mempermudah proses pengeringan, pengepakan dan penggilingan.
5. Pengeringan
Tujuan pengeringan adalah untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak, sehingga dapat disimpan dalam waktu lama
6. Sortasi kering
Tujuan sortasi untuk memisahkan benda-benda asing dan pengotor-pengotor lain yang masih ada dan tertinggal pada simplisia kering.
7. Pengepakan dan penyimpanan
Simplisia dapat rusak, mundur atau berubah mutunya karena faktor luar dan dalam, antara lain cahaya, oksigen, reaksi kimia intern, dehidrasi, penyerapan air, pengotoran, serangga dan kapang
Klasifikasi tanaman
Curcuma xanthorriza Roxb.
Sinonim : Curcuma zerumbet majus Rumph.
Klasifikasi
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Bangsa : Zingiberales
Suku : Zingiberaceae
Marga : Curcuma
Jenis : Curcuma xanthorriza Roxb.
Kandungan kimia tanaman
Kandungan kimia yang terdapat dalam temulawak antara lain; amilum, lemak, tannin, kurkuminoid (zat warna kuning) dan minyak atsiri (Gunawan dkk, 1988). Minyak atsiri 5% (dengan komponen utama 1-cycloisoprene myrcene 85%). Kurkuminoid yang terdiri dari kurkumin dan demetoksikurkumin (sudarsono dkk, 1996)
Kurkumin adalah kristal berwarna kuning gelap, tidak larut dalam air, larut dalam alkohol. Dalam larutan basa, kurkumin menghasilkan larutan yang berwarna merah kecokaltan yang apabila ditambahkan larutan asm akan berubah warna menjadi kuning ( Sudarsono dkk, 1996)
Bentuk kristal kurkumin, adalah batang atau prisma, dengan titik leleh 183-185oC. Kurkumin sukar larut dalam air, hexana, dan petroleum eter; agak larut daklam benzena, kloroform, dan eter, tetapi larut dalam alkohol, aseton dan asam asetat glasial( Srinivisan, 1953; Stahl, 1985)
Kurkumin mempunyai kelarutan yang rendah, tidak stabil dalm larutan, tidak stabil pada pH dan cahaya sehingga sukar untuk dibuat dalam bentuk sediaan (Tonnesen dan Karisen, 1997). Kurkumin stabil pada dibawah pH 6,5. Kurkumin akan terdegradasi di bawah pH 6,5, hal ini disebabkan adanya gugus metilen aktif. Produk degradasi kurkumin dalam lingkungan alkali (pH 7-10) akan menghasilkan asm ferulat dan feruloil metan. Akibat degradasi ini, terjadi perubahan warna larutanya yaitu pada pH 1-7 larutan berwarna kuning, sedang pada pH 7,5-9,1 larutan berwarna merah jingga.
Deskripsi Simplisia.
Rimpang temulawak adalah rimpang Curcuma xanthorriza Roxb. Kadar minyak atsiri tidak kurang dari 6% v/b .
Pemerian. Bau aromatik, rasa tajam dan pahit.
Makroskopik. Keping tipis, bentuk bundar atau jorong, ringan, keras, rapuh, garis tengah sampai 6 cm, tebal 2 mm sampai 5 mm; permukaan luar berkerut, warna coklat kuning sampai coklat;
bidang irisan berwarna coklat kuning buram, melengkung tidak beraturan, tidak rata, sering dengan tonjolan melingkar pada batas antara silinder pusat dengan korteks; korteks sempit, tebal 3 mm sampai 4 mm. Bekas patahan berdebu, warna kuning jingga sampai coklat jingga terang
Parameter standar simplisia
Standarisasi simplisia mempunyai pengertian bahwa simplisia yang akan digunakan untuk obat atau sebagai bahan baku harus memenuhi standar mutu. Sebagai parameter standar yang digunakan adalah persyaratan yang tercantum dalma monografi resmi terbitan Departemen Kesehatan RI seperti Materia Medika Indonesia.
Penetapan kadar air
Prinsip metode uji ini adalah pengukuran kandungan air yang berada di dalam bahan, dilakukan dengan cara yang tepat diantara cara titrasi, destilasi, atau gravimetri.
Susut Pengeringan
Susut pengeringan adalah pengukuran sisa zat setelah pengeringan pada temperatur105oC selama 30 menit atau sampai berat konstan, yang dinyatakan sebagai nilai prosen. Dalam hal khusus (jika bahan tidak mengandung minyak menguap dan sisa pelarut organik menguap) identik dengan kadar air, yaitu kandungan air karena berada di atmosfer atau lingkungan udara terbuka.
Tujuan mengetahui susut pengeringan adalah memberikan batasan maksimal (rentang) tentang besarnya senyawa yang hilang pada proses pengeringan
Penetapan kadar Minyak atsiri
Penetapan kadar minyak atsiri ini dengan cara destilasi Stahl. Pada metode ini, simplisia yang akan disuling kontak langsung dengan air mendidh. Bahan tersebut mengapung diatas air atau terendam secara sempurna tergantung dari bobot jenis dan jumlah bahan yang disuling. Air dipanaskan dengan metode panas langsung, mantel uap, pipa uap melingkar tertutup, atau dengan memakai pipa uap melingkar terbuka atau berlubang. Ciri khas dari metode ini adlah kontak langsung antara bahan dengan air mendidih (Ketaren, 1987). Penyulingan ini dilakukan pada tanaman yang dikeringkan dan tidak dirusak oleh pendidihan ( Claus dan Tyler, 1970).
Ada 4 teknik kromatografi yang digunakan untuk pemisahan dan pemurnian kandungan tumbuhan atau bisa juga dilakukan dengan gabungan dari empat teknik tersebut. Keempat teknik Kromatografi tersebut yaitu kromatografi kertas, kromatografi lapis tipis, kromatografi gas cair, dan kromatografi cair kinerja tinggi ( Harborne, 1987)
Diantara berbagai jenis teknik kromatografi, Kromatografi lapis tipis adalah yang paling cocok untuk analisis obat di Laboratorium farmasi karena hanya memerlukan investasi yang kecil untuk perlengkapan, waktu analisis relatif singkat, jumlah cuplikan yang diperlukan sedikit, selain itu kebutuhan ruang minimum serta paenanganannya sederhana ( Stahl, 1985)
KLT yang dimaksudkan untuk uji kuantitatif salah satunya dengan menggunakan densitometer sebagaai alat pelacakbila cara penotolanya dilakukan secara kuantitatif. Prinsip kerja dari densitometer adalah adanya pelacakan pada panjang gelombang maksimal yang telah ditetapkan sebelumnya. Scanning atau pelacakan densitometer ada dua metode yaitu dengan cara memanjang dan sistem zig-zag. Pada umumnya lebih banyak digunakan metode zig-zag karena pengukuranya lebih merata serta ketelitian pengukuran lebih terjamin dibanding pengamatan secara lurus atau memanjang (Soemarno, 2001)
Untuk keperluan standarisai sampel yang mengandung kurkumin, dibutuhkan metode analitik yang cocok untuk memisahkan kurkuminoid dari bahn-bahan lain yang terdapat dalam tumbuhan, antara lain dapat dikerjakan dengan KLT dan KCKT, tetapi sulit diterapkan dalam sampel biologi. Analisa kurkumin yang yang telah berhasil dilakukan antara lain dengan cara Kromatografi kolom yang dibantu dengan spektrofotometri ( Srinivasan,k 1953); KLT (Sudibyo, 1996), ataupun KCKT ( Tonnesen dan Karlsen, 1983)
I. Alat dan Bahan
Pembuatan Simplisia
Bahan : Rimpang temulawak sebanyak 2 kg, didapat
Alat : Pisau, Telenan, Pengiris mekanik, Bak Cuci, Alas pengering, Kain Hitam, Alat penumbuk
Susut Pengeringan
Bahan : Serbuk temulawak 10 gram
Alat : Cawan petri, kertas saring, timbangan, batu kapur tohor, tempat eksikator, Pemanas (tara)
Penetapan kadar Minyak Atsiri
Bahan : Serpihan Rimpang temulawak 50 mg, aquadest..
Alat ; Destilasi stahl, flakon
Penetapan Kadar air
Bahan : Serbuk temulawak 10,06gr, toluene 200 ml
Alat : Destilasi toluen
Penetapan kadar zat aktif
Bahan : Serbuk temulawak 1 gram, etanol 95% 5ml, kurkumin standart, Silika gel 60 F 254, kloroform : metanol : asam formiat ( 95 : 5 : 0,5),
Toluen 200 ml ditambah 10 ml air, aquadest diambil tersisa 9,6 ml, jadi masih ada 0,4 ml air yang tertinggal di toluen
Berat serbuk : 10,06 gram
Volume toluene : 200ml
Volume air dlm serbuk temulawak = Volume air yang menetes – Volume air dlm toluena
= 1,0 ml –0,4 ml
= 0,6 ml
Kadar air = 0,6 ml/ 10,0 gr x 100 % = 6 % v/b
Penetapan Kadar Zat aktif
Penetapan kadar zat aktif secara KLT-Densitometri
Fase diam : Silika gel 60 F 254
Fase gerak : Kloroform : Metanol : asam formiat
Kadar kurkumin standar : 1 μg/μl
Penotolan untuk kurva baku satandar kurkumin ; 0,5μl – 1μl – 2μl – 4μl
Penotolan sampel ekstrak etanolik temulawak sampel adalah ; 3μl
Hasil KLT
no Rf Sinar tampak UV 254 UV 366
1 2,3 / 8 = 0,28 Kuning
2 3,4 / 8 = 0,42 Kuning
3 5,3 / 8 = 0,66 Kuning
Data Kurva Baku
Konsentrasi kurkumin ( μg/μl) Luas area
0,5 1, 10014 x 104
1 2,07481 x 10 4
2 5, 46830 x 104
4 6, 71978 x 10 4
Persamaan Kurva baku :a = 0,8055 ; b = 1,6187 ; r = 0,930
Y = bx + a <=> y = 1,6187x + 0,8055
Luas area sampel kurkumin = 40,69958 x 104
Jadi konsentrasi kurkumin
Y = 1,6187x + 0,8055
40,69958 = 1,6187x + 0,8055
x = 24, 645 μg/μl
Volume pengambilan 3μl = > 24,645 μg/μl
Jadi dalam 1μl konsentrasi kurkumin = > 24,645 μg/μl = 8,215 μg/μl
3
= 8,125 mg/ ml
= 0,8125 g/100ml
= 0,8125 % b/v
IV. Pembahasan
Pada praktikum ini bertujuan untuk mempelajari teknik pasca panen pada simplisia rimpang Temulawak (Curcuma xanthorriza rhizhome). Penanganan pasaca panen ini akan berpengaruh terhadap mutu simplisia yang akan dibuat bahan baku obat. Untuk mengetahui pengaruh pasca panen tanaman obat terhadap mutu dan kandungan simplisia, dapat dilakukan uji kontrol kualitas simplisia. Uji-uji yang dilakukan dalam praktikum ini meliputi uji kadar minyak atsiri, susut pengeringan, kadar zat aktif dan uji kadr air. Uji ini dapat ditindaklanjuti sebagai standarisasi simplisia untuk bahan obat.
Penanganan pasca panen tumbuhan obat pada intinya adalah membuat simplisia yang baik, benar dan memenuhi syarat. Untuk itu perlu penanganan yang teliti pada setiap tahap teknologi pasca panen. Tahap-tahap tersebut meliputi sortasi basah, pencucian, pengubahan bentuk, pengeringan, sortasi kering, pengepakan, dan penyimpanan
Pada sortasi basah, Rimpang temulawak harus dipisahkan dari Pencemar-pencemar lain seperti gulma, rumput, tanah, kerikil, bagian rimpang yang rusak dan bahn tanaman lain atau jenis rimpang lain. Tanah mengandung bermacam-macam mikroba dalam jumlah yang tinggi, oleh karena itu pembersihan simplisia dari tanah yang terikut dapat mengurangi jumlah mikroba awal. Pada sortasi basah ini juga dipisahkan rimpang dari akar dan batang dari tanaman temulawak. Setelah didapatkan rimpang yang utuh dan bebas dari pencemar, rimpang tersebut ditimbang untuk mengetahui berat basahnya.. Berat awal didapatkan sebesar 2,1 kg.
Tahap selanjutnya adalah pencucian. Pencucian dilakukan di air yang mengalir yaitu dari sumur dan ledeng. Pencucian menggunakan air sumur perlu memperhatikan pencemar yang mungkin timbul akibat mikroba. Beberapa bakteri pencemar air yang perlu diketahui adalah Pseudomonas, Proteus, Micrococus, Streptococcus, Bacillus, Enterobacter, dan Escheria coli. Dari hasil penelitian yang diklakukan oleh Frazier (1978) dilaporkan bahwa untuk pencucian sayuran yang dilakukan sebanyak satu kali akan menurunkan jumlah mikroba sebanak 25%. Namun pencucian yang dilakukan sebanyak tiga kali akan menurunkan mikroba sebanyak 58%. Pada rimpang dalam keadaan basah mungkin masih terbapat pencemar mikroba. Namun setelah pengeringan nanti pencermar tersebut akan berkurang secara drastis, akibat sedikitnya kandungan air. Pencucian menggunakan fasilitas air air PAM (ledeng) sering tercemar dengan kapur khlor. Jika airnya mengandung kapur klor, akan menyebabkan suasana basa, sehingga kemungkinkan, kandungan kurkumin dalam rimpang dapat terdegradasi menjadi asam ferulat dan feruloil metan.
Tahap pengubahan bentuk dilakukan dengan merajang rimpang secara melintang dengan tebal kira-kira 3mm-4mm. Tujuan perajangan ini adalah untuk memeperluas permukaan bahan baku, sehingga waktu pengeringan cepat kering. Irisan yang terlalu tipis dapat menyebabkan berkurangnya atau hilangnya zat berkhasiat yang mudah menguap, sehingga mempengaruhi komposisi, bau dan rasa yang diinginkan. Oleh karena itu bahan simplisia seperti temulawak dihindari perajangan yang terlalu tipis untuk mencegah berkurangnya kadar minyak atsiri. Dengan perajangan, akan terbentuk simplisia temulawak yang mempunyai bentuk yang teratur, mudah dikemas dan mudah disimpan
Pada proses pengeringan, rimpang temulawak yang telah dicuci, dijemur di bawah sinar matahari secara tidak langsung atau ditutup dengan kain hitam. Secara umum , pengeringan bertujuan untuk mencegah kerusakan kandungan zat aktif yang ada dalm tanaman sehingga dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama. Kerusakan tersebut akibat peruraian zat aktif secar enzimatis seperti hidroliss, oksidasi dan polimerisasi, sehingga randemenya akan turun. Pengeringan simplisia harus dilakukan secepatnya sebab aktivitas enzim akan naik naik dengan adanya air dalam simplisia, apalagi air tersebut dari sisa pencucian. Dengan pengeringan, kadar air yang terdapat dalam simplisia akan berkurang sampai pada titik tertentu yang menyebabkan enzim-enzim menjadi tidak aktif. Selain itu, dalam keadaan kering, dapt mencegah tumbuhnya jamur dan bakteri. Kapang sudah dapat berkembang dengan baik pada simplisia dengan kadar air sekitar 18%. Kadar air 10% sudah cukup untuk meperpanjang waktu simpan simplisia(Hutapea, 1992). Selain itu pengeringan memudahkan pada tahap selanjutnya ( ringkas, mudah dikemas, dan mudah disimpan) Penutupan dengan kain hitam bertuuan untukmenghindari penguapan yang terlalu cepat yang dapt berakibat menurunkan mutu minyak atsiri di dalam rimpang temulawak.
Penjemuran secara tidak langsung ini bertujuan untuk menghindari kontak langsung dengan pancaran sinar ultra violet. Simplisia ini ditempatkan pada rak besi yang tebuka bagian sisi kanan, kiri, dan bawah, agar aliran atau sirkulasi udara bagus. Selama penjemuran, simplisia terkadang dibalik-balik , agar pengeringanya rata dan tidak terjadi face hardening, mengingat ketebalan irisan temulawak sebesar 3mm-4mm. Pembolak-balikan simplisia selama pengeringa juga untuk menghindari tumbuhnya jamur. Mengingat simplisia dijemur dengan naungan kain hitam maka, kecepatan penguapan air dari simplisia terlalu lambat, jadi harus sering dibalik agar simplisia tidak ditumbuhi jamur. Tumbuhnya jamur pada proses pengeringan dapat mempengaruhi komposisi dari zat aktif maupun minyak atsiri.
Menurut teori, pengeringan simplisia sampai kadar airnya kurang dari 10%, namun dalam praktikum ini tidak dapat ditentukan secara pasti apakah kadar air simplisia kurang dari 10%. Proses pengeringan dihentikan bila simplisia sudah kaku dan bila dipatahkan akan muncul suara. Hal ini dikarenakan titik kekeringan yang tepat biasanya dapat ditentukan dari kerapuhan dan mudah patahnya bagian tanaman yang dikeringkan (Claus, 1970)
Pengeringan irisan temulawak ini berlangsung selama 4 hari, dengan pemanasan sinar matahari pada siang hari dan tanpa tejadinya hujan. Pengeringan sinar matahari dengan naungan kain hitam, relatif berlangsung lebih lama karena sirkulasi udar kurang bagus, sehingga transfer uap air keluar dari rimpang menjadi lebih lambat, jadi kecepatan pengeringan lebih lambat. Pengeringan dengan matahari mempunyai kelebihan yaitu murah, tetapi mempunyai banyak kekurangan yaitu suhu dan kelembapan yang tidak dapat dikontrol, perlu area penjemuran yang
luas, mudah terkontaminasi, simplisia mudah hilang, misalnya diterbangkan angin, dimakan hewan atau mungkin mudah dicuri.
Setelah pengeringan, dilakukan sortasi kering. Sortasi kering ini dengan memilah-milah simplisia yang mempunyai penampilan yang bagus, bentuk dan ukuran simplisia yang memenuhi syarat. Mengingat simplisia dijemur di lingkungan luar, maka perlu diperhatikan adnaya pencemar. Pencemar tersebut diantaranya adalah simplisia lain yang diterbangkan angin dan masuk dalam wadah simplisia temulawak.Serangga yang suka hinggap di simplisia, kotoran hewan dan jenis sampah-sampah lain. Setelah itu ditimbang berat bersih dari simplisia yaitu 0,45 kg. Rimpang dengan bobot basah mempunyai berat basah sebesar 2,1 kg, tetapi setelah diolah menjadi simplisia kering yang memenuhi persyaratan bentuk dan penampilan, didapatkan hasil sebesar 0,45kg. Jadi randemen sebesar 21,48%
Tahap selanjutnya adalah pengepakan dan penyimpanan. Simplisia yang telah kering, harus segera dikemas dan disimpan. Simplisia perlu ditempatkan dalam suatu wadah agar tidak saling bercampur antar simplisia satu dengan yang lain. Simplisia temulawak ditempatkan dalam wadah nampan dan disimpan dalam keadaan terbuka. Simplisia disimpan dalam suhu kamar yaitu pada suhu antara 15o-30oC. Kelembapan tidak diatur. Penyimpanan simplisia temualwak ditempatkan dalam almari tertutup. Hal ini mempunyai keuntungan yaiu mencegah angin masuk, Serangga sukar masuk dan simplisia tidak terkena sinar matahariyang berlebihan, namun sirkulasi udaranya kurang lancar. Penyimpanan simplisia secara terbuka, kurang begitu melindungi simplisia, karena simplisia kontak langsung dengan udara luar, sehingga kurang terjaganya kelembapan, keutuhan zat aktif dan bentuknya. Dalam penyimpanannya simplisia tersebut harus diberi etiket. Etiket tersebut minimal harus memuat nama simplisia, berat kering, berat basah, tanggal pembuatan, lama pengeringan , jenis pengeringan, dan nama pembuat simplisia.
Setelah pembuatan simplisia selesai, maka simplisia tersebut di uji kualitasnya, apakah memenuhi syarat apa tidak. Uji-uji yang dilakukan pada praktikum ini diantaranya adalah susut pengeringan, penetapan kadar minyak atsiri, penetapan kadar air, dan penetapan kadar zat aktif. Uji kualitas simplisia setelah penyimpanan terbuka selam 45 hari.
1. Susut pengeringan
Pada uji susut pengeringan, dilakukan pengukuran sisa zat setelah pengeringan pada temperatur105oC selama 60 menit, 90 menit, dan 120 menit atau sampai berat konstan. Pada suhu 105oC ini, air akan menguap, dan senyawa-senyawa yang mempunyai titik didih yang lebih rendah dari air akan ikut menguap juga. Susut pengeringan dinyatakan sebagai nilai prosen terhadap bobot awal. Pada praktikum ini uji susut pengeringan tidak sampai pada berat konstan karena keterbatasan waktu. Pada menit ke 60 susut pengeringan sebesar 12%. Pada menit ke 90 susut pengeringan sebesar 12,15%, dan pada menit ke 120 susut pengeringan sebesar 12,35%. Dengan begitu, semakin lama pengeringan, semakin besar nilai susut pengeringannya. Tetapi selisih kenaikan susut pengeringan amatlah sedikit yaitu sekitar 0,15% – 0,2%. Tujuan mengetahui susut pengeringan adalah memberikan batasan maksimal (rentang) tentang besarnya senyawa yang hilang pada proses pengeringan. Pada proses pengeringan selama 30 menitnya, simplisia temulawak ini akan kehilangan senyawanya sekitar 12%. Untuk 30 menit berikutnya , simplisia akan kehilangan senyawa dengan kenaikan (selisih) sebesar 0,15% – 0,2%.
Pada simplisia temulawak ini mengandung minyak menguap, jadi susut pengeringan ini tidak bisa dikatakan identik dengan kadar air, karena berat simplisia yang berkurang bukan hanya disebabkan kehilangan air, namun juga ada zat lain seperti minyak atsiri. Sedangkan kurkumin dalam bentuk kristal mempunyai titik lebur sebesar 183-185oC. Jadi pada suhu 105oC, kristal kurkumin ini tidak ikut menguap. Jadi pada susut pengeringan ini simplisia temulawak ini akan kehilangan senyawa sebesar 12, 16% selama proses pengeringan. Senyawa yang hilang (menguap) paling banyak adalah minyak menguap dan air
2. Penetapan Kadar Air
Menetapan kadar air pada simplisia kering temulawak digunakan destilasi toluen. Seperti yang diketahui, simplisia ini sebelumnya mengalami proses pengeringan sehingga banyak kadar air yang menguap. Sedangkan air yang masih tersisa dalm simplisia sangat sedikit, dan air tersebut berada di dalam sel. Sehingga perlu destilasi toluen untuk mengeluarkan air dari dalam sel. Dengan pemansan, air akan keluar dari sel, ketika keluar, air tidak dapat bercampur dengan toluen, sehingga air memisah dan dapat diukur volumenya.
Tujuan dari penetapan kadar air ini, untuk mengetahui kadar air dalam simplisia kering temulawak. Kadar air yang diperbolehkan dalam simplisia untuk menghambat pertumbuhan jamur dan aktivitas enzim adalah kurang dari 10%,. Pada proses pengeringan belum diketahui secara pasti apakah kadar air sudah kurang dari 10%. Walaupun simplisia dinyatakan sudah kering pada pengeringan matahari, namun simplisia temulawak yang disimpan dalam keadaan terbuka kemungkinan dapat menyerapa air dari lingkungan sekitar, apalagi bila disimpan dalam jangka waktu yang lama. Maka dari itu diperlukan penetapan kadar air.
Hasil dari praktikum ini, didapatkan bahwa kadar air dari simplisia temulawak sebesar 6% . Hal ini sesuai dengan persyaratan yaitu kurang dari 10%. Dari hasil ini dapat diketahui bahwa ruang penyimpanan mempunyai tingkat kelembapan yang rendah, jadi, walau simplisia disimpan dalam keadaan terbuka, simplisia akan sedikt menyerap kelembapan lingkungan. Dari hasil kadar ini menunjukkan bahwa proses pengeringan sinar matahari naungan kain hitam ( selama 4 hari), berjalan optimal
III. Penetapan kadar minyak atsiri
Simplisia sebelum ditetapkan kadar minyak atsiri, dipotong-potong kecil terlebih dahulu. Proses perajangan ini berfungsi agar kelenjar minyak dapat terbuka secara sempurna. Seperti yang kita ketahui bahwa minyak atsiri dalam kelenjar tanaman dikelilingioleh kelenjar minyak, pembuluh-pembuluh kantong minyak atau rambut glandular, sehingga apabila simplisia dibiarkan utuh, proses ekstraksi minyak atsiri berjalan lambat dan tidak efektif. Dengan ukuran yang lebih kecil, difusi yang terjadi berkurang, sehingga pada penyulingan, laju penguapan minyak atsiri dari simplisia menjadi cukup cepat dan efisien, karena tidak banyak uap yang lolos. Tetapi pemotongan simplisia juga mempunyai kelemahan yaitu randemen minyak atsiri akan berkurang, karena penguapan dan komposisi bahan akan berubah (Guenther, 1987). Jadi simplisia dipotong kecil-kecil dan kasar, jangan sampai halus sekali. Karena semakin halus, randemen minyak atsiri akan berkurang.
Penetapan kadar minyak atsiri ini menggunakan destilasi Stahl (penyulingan dengan air). Pada metode ini, bahan yang akan disuling kontak langsung dengan air mendidih. Simplisia tersebut terendam dalam air. Air dipanaskan dengan metode pemanasan yang biasa dilakukan yaitu pemanasan langsung. Ciri khas metode ini adlah kontak langsung antara bahan dengan air mendidih (Ketaren, 1987). Rimpang temulawak ditetapkan kadar minyak atsiri menggunakan destilasi stahl karena alasan sebagai berikut ;Simplisia tersebut dalam keadaan kering, simplisia tersebut tidak rusak oleh pendidihan, simplisia tersebut mudah tercelup karena bobot jenisnya tinggi, dan simplisia tersebut mudah bergerak bebas dalam air mendidih. Metode ini mempunyai kelemahan yaitu ekstraksi tidak dapat berlangsung sempurna walaupun bahan dirajang, selain itu ada beberapa ester yang terhidrolisis, senyawa aldehid mengalami polimerisasi akibat pengaruh air mendidih (Samhoedi, 1976)
Dari hasil praktikum, didapatkan kadar minyak atsiri sebesar 1 %b/v. Menurut Materia Medika Indonesia III , rimpang temulawak mengandung paling sedikit 6% minyak atsiri. Kadar minyak atsiri yang didapatkan dari hasil percobaan, sangat kecil bila dibandingkan dengan kadar di MMI. Hal ini mungkin disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah :
1. minyak atsiri banyak yang hilang pada proses pengeringan. Secara teoritis, kehilangan minyak atsiri selama pengeringan lebih besar daripada pengaruh faktor lainnya. Hal ini terjadi karena pada proses pengeringan, air dalam rimpang basah akan berdifusi sambil mengangkut minyak atsiri dan kemudian menguap. Penguapan minyak atsiri melalui dinding jaringan tanaman tidak dapat berjalan secara langsung, karena minyak atsiri tersebut terlebih dahulu harus diangkut ke permukaan bahan melalui proses hidrodifusi dengan bantuan air sebagai medium pembawa. Selama proses pengeringan sebagian besar membran sel akan pecah dan cairan sel akan keluar masuk dari sel satu ke sel yang lainya membentuk susunan campuran zat yang baru. Selain itu, selama proses pengeringan akan terjadi proses oksidasi, renifikasi, dan reaksi kimia lainnya.
2. Minyak atsiri akan dioksidasi karena adanya panas. Peneringan dengan ditutup dengan kain hitam, panas yang ditimbulkan akan lebih tinggi, karena kain hitam kan menyerap sinar matahri dan mengubahnya menjadi panas.
3. Proses peruraian enzimatis dapat menyebabkan penurunan randemen. Reaksi enzimatis tersebut dapat menguraikan kandungan zat aktif bagian tanaman yang dikeringkan termasuk minyak atsiri.
4. Proses oksidasi oleh udara yang dapat merusak minyak atsiri. Proses oksidasi oleh udara ini sangat mungkin terjadi karena simplisia temulawak dikeringkan di lingkungan luar dan disimpan dalam keadaan terbuka, Sehingga simplisia kontak langsung denga udara bebas, dan dapat dimungkainkan terjadinya proses oksidasi minyak atsiri. Penyimpanan simplisia yang relatif lama ( 45 hari ), dan dalam keadaan terbuka menyebabkan banyaknya minyak atsiri yang hilang selama penyimpanan.
Pengeringan sinar matahari yang dinaungi kain hitam, setidaknya dapat mengurangi resiko kehilangan minyak atsiri lebih banyak lagi. Dengan naungan kain hitam, sinar uv yang sampai ke simplisia berkurang karena sinar tersebut diserap oleh kain hitam. Sinar UV dapat merusak minyak atsri yang terkandung dalam rimpang. Sinar uv kemungkinan akan mengkatalisis reaksi oksidasi, polimerisasi dan resinifikasi, yang akhirnya akan menyebabkan berkurangnya randemen minyak atsiri.
Selain dari segi penanganan pasca panen, kadar minyak atsiri juga ditentukan pada waktu panen rimpang temulawak. Simplisia yang mengandung minyak atsiri lebih baik dipanen saat pagi hari. Dengan demikian, untuk menentukan waktu panen dalam sehari perlu dipertimbangkan stabilitas kimiawi dan fisika senyawa aktif dalam simplisia terhadap panas sinar matahari.
4. Penetapan kadar zat aktif
Pada penetapan kadar minyak atsiri ini adalah dengan Kromatografi Lapis Tipis- Densitometer. Kelebihan metode ini adalah ; menghasilkan pemisahan kurkumin yang cukup baik dari analognya, sensitivitasnya yang cukup baik, mudah dalam pengerjaanya, dapat mengukur sampel yang abnyak dalam satu lempeng dan waktu elusi lebih singkat. Kekurangan metode KLT-densitometer ini adalah repeatability jelek, tidak cocok untuk sampel dengan kadar lebih kecil dari mikrogram, dan kesalahan manusia yang cukup besar dalam pengambilan sampel.
Sebelum dipisahkan pada kromatografi lapis tipis, simplisia temulawak diekstraksi terlebih dahulu. Sebelum diekstraksi, simplisia temulawak diserbuk terlebih dahulu. Dalm ekstraksi ini diguanakna serbuk temulawak, dikarenakan serbuk mempunyai ukuran partikel yang kecil sehingga diharapkan akan lebih banyak kurkuminoid yang tersari. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut, semakin besar ukuran partikel bahan awal akan semakin tebal lapisan batas, akibatnya akan semakin panjang jarak yang harus ditempuh oleh cairan penyari untuk mencapai zat aktif. Sehingga proses penyarian tidak efektif. Meskipun demikian, serbuk tidak boleh terlalu halus karena, jika dinding sel pecah, zat-zat yang tidak larut akan keluar (anonim, 1986)
Setelah simplisia dalam bentuk serbuk, diambil 1 gram serbuk dan dimaserasi dengan etanol 95%. Hal itu dikarenakan kurkumin sukar larut dalam air, hexana, dan petroleum eter; agak larut daklam benzena, kloroform, dan eter, tetapi larut dalam alkohol, aseton dan asam asetat glasial( Srinivisan, 1953; Stahl, 1985). Kurkumin bersifat semipolar sehingga lebih terlarut dalam alkohol yaitu etanol . Diguanakan etanol 95% karena denga kadar alkohol yang relatif tinggi akan menyari kurkumin secara sempurna. Proses maserasi dilakukan selama 30 menit, sambil digojog. Menggunakan metode maserasi karena metode maserasi lebih sederhana dari metode lain. Metode maserasi relatif lebih mudah pengerjaanya, lebih murah, tidak perlu peralatan yang rumit, dan tidak perlu area yang rumit. Selain itu, bahan yang akan disari yaitu rimpang temulawak dengan kandungan senyawa kurkuminoidnya yang tinggi sehingga cukup dengan maserasi pun senyawa dapat keluar dengan mudahnya. Setelah dimaserasi selama 30 menit, sari di addkan 5ml dengan etanol, lalu dipekatkan sampai 1ml agar seragam dengan kelompok lain.
Ekstrak pekat etanolik, lalu ditotolkan pada plate KLT dengan fase diam silika gel 60 F 254, dengan fase gerak kloroform : metanol : asam formiat ( 95:5:0,5). Karena tujuan sebenarnya adalah untuk menentukan kadar kurkumin dalam simplisia yang diberi perlakuan pengeringan dan penyimpanan tertentu, maka dibutuhkan kurva baku yang terdiri dari konsentrasi kurkumin standart dengan rentang kadar tertentu.
Untuk menentukan rentang kadar kurva baku yang akan dibuat, maka harus memperhatikan randemen standart dalam rimpang temulawak dan kadar kurkumin yang bisanya terdapat dalam ekstrak etanolik. Karena dalam pengerjaan ekstraksi kurkumin tanpa pemurnian maka, kadar
kurkumin yang dimaksudkan adalah kadar pada ekstrak etanolik tanpa purifikasi. Randemen ekstrak etanolik menurut MMI edisi III adalah sebesar 3,5%b/v. Sedangkan kadar kurkumin dalam ekstrak etanolik tanpa terpurifikasi menurut penelitian-penelitian sebelumnya adalah sebesar 1,55%. Jadi setelah dihitung, setiap penotolan 1μl terdapat 0,54 μg kurkumin. Dari data perhitungan itulah dapat digunakan batas-batas perkiraan konsentrasi kurkumin standar yang akan dibuat kurva baku, agar konsentrasi sampel tidak mengalami ekstrapolasi atau tidak jauh melesat dari konsentrasi kurva baku. Dari perhitungan diatas maka dapat ditentukan bahwa konsentrasi kurva baku kira-kira lebih tinggi dari 0,54μg/μl. Jadi rentang kadar yang digunakan dalam kurva baku adalah 0,5μg/μl– 1μg/μl – 2μg/μl – 4μg/μl. Karena kadar stok standar kurkumin adalah 1μg/μl, maka penotolan pada KLT sebesar 0,5μl– 1μl – 2μl – 4μl.
Setelah plate KLT dielusi maka akan muncul tiga bercak dengan daya pemisahan yang bagus. Bercak tersebut dalam sinar tampak akan berwarna kuning. Bercak pertama yaitu dengan intensitas warna kuning yang paling rendah (Rf = 0,287), dalam pustaka disebut dengan bisdesmetoksikurkumin. Bercak kedua yaitu dengan intensitas warna kuning lebuh tinggi ( Rf = 0,42 ), dalam pustaka disebut dengan senyawa desmetoksikurkumin. Sedangkan bercak ketiga dengan ketebalan bercak yang paling tinggi dan intensitas warna kuning paling tinggi (Rf = 0,66). Senyawa pada Rf inilah yang disebut dengan kurkumin. Pada bercak yang nomor 3 inilah yang akan dihitung kadarnya dengan densitometer.
Dari hasil densitometer densitas bercak dapat digambarkan sebagai luas area. Dengan perbandingan antara konsentrasi dan luas area didapatkan persamaan y = 1,6187x + 0,8055. Sedangkaan luas area sampel adalah 40,69958 x 104. Jadi kadar kurkumin pada simplisia temulawak yang dikeringkan sinar matahari dengan naungan kain hitam dan penyimpanan terbuka adalah 8,125 mg/ ml. Kadar kurkumin dalam sampel tersebut sangatlah tinggi, bahkan ekstrapolasi terhadap kurva baku. Bila dibandingkan dengan standar, tingginya kadar kurkumin, cenderung tidak dipengaruhi oleh faktor penanganan pasca panen, khususnya faktor pengeringan dan penyimpanan. Hal tersebut lebih disebabkan oleh faktor internal dari rimpang temulawak itu sendiri, yaitu diantaranya:
1. Tempat tumbuh dari tanaman temulawak sangat mempengaruhi keberadaan dan kadar senyawa aktif kurkumin, misalnya; temulawak di daerah Imogiri menghasilkan kandungan kurkumin sebesar 0,625%, sedangkan di daerah samigaluh dan bagelan sebesar 0,37% (Murniwaty, 2003)
2. Identitas jenis, Jenis tumbuhan dari sudut keragaman hayati dapat dikonfirmasikan sampai informasi geneti sebagai faktor internal untuk validasi jenis
3. Periode pemanenan rimpang temulawak. Waktu panen rimpang sangat erat hubungannya dengan pembentukan senyawa aktif yang akan dipanen. Waktu panen yang tepat pada saat bagian tanaman tersebut mengandung senyawa aktif dalam jumlah yang terbesar. Waktu panen rimpang yang menghasilkan kadar kurkumin tinggi adalah pada musim kering.
4. Senyawa kurkumin terbentuk secara maksimal di dalam rimpang pada umur tertentu. Di samping waktu panen yang dikaitkan dengan umur, perlu diperhatikan pula saat panen dalam sehari. Contohnya, simplisia yang mengandung minyak atsiri lebih baik dipanen saat pagi hari. Dengan demikian, untuk menentukan waktu panen dalam sehari perlu dipertimbangkan stabilitas kimiawi dan fisika senyawa aktif dalam simplisia terhadap panas sinar matahari.
I. Kesimpulan
1. Penanganan pasca panen rimpang temu lawak meliputi; Sortasi basah, pencucian, perajangan, pengeringan, sortasi kering, pengepakan dan penyimpanan
2. Pengeringan simplisia temulawak dengan sinar matahari dan ditutup kain hitam3. Penyimpanan simplisia temulawak dengan penyimpanan terbuka sealma 45 hari4. Prosentase susut pengeringan dari simplisia adalah 12, 16%5. Kadar air dari simplisia temulawak adalah 6%6. Kadar minyak atsiri dari simplisia adalah 1 %7. Kadar zat aktif (Kurkumin) dari simplisia temulawak adalah 8,125 mg/ml8. PEMBUATAN SIMPLISIA
BAB I
PENDAHULUAN
A . Latar belakang
Di Indonesia banyak berbagai macam tumbuhan obat yang telah diteliti oleh para ahli yang
mana sampai sekarang tercantum pada buku-buku maupun artikel obat tradisional. Tumbuhan
obat atau yang biasa dikenal dengan obat herbal adalah sediaan obat baik berupa obat
tradisional , fitofarmaka dan farmasetika, dapat berupa simplisia ( bahan segar atau yang
dikeringkan ) ekstrak, kelompok senyawa atau senyawa murni berasal dari alam, yang dimaksut
dengan obat alami adalah obat asal tanaman.
Indonesia sangat kaya akan kekayaan alam yang melimpah, mulai dari tanaman herbal
sampai mineral tersimpat dalam bumi pertiwi. Dijaman yang berkembang banyak Ilmuwan
bahkan Mahasiswa dari berbagai universitas berlomba-lomba untuk mengembangkan tanaman
obat. Dari sekian banyak tanaman obat ada salah satu tanaman yang berkasiat obat yaitu
Impatien balsamina atau yang biasa disebut bunga pacar air ini telah diteliti bahawa kandungan
fitokimia yang terkandung didalamnya dapat berkhasiat sebagai obat. Penelitian terhadap
tanaman ini kebanyakan tertuju pada uji fitokimia dan uji aktivasi, tetapi untuk literatur
mengenai deskripsi, morfologi dan uji mutu simplisia tanaman pacar air masih minim bahkan
dalam buku Materia Medika Indonesia pacar air belum diklarifikasi secara detail. Hanya
beberapa artikel dan e-book saja yang membahas tanaman ini.
Maka dari itu perlu perhatian yang cukup mengenai tanaman ini untuk lebih
dikembangkan, karena selain menambah jenis tanaman obat kita dapat memberikan data
mengenai bentuk makroskopik dan mikroskopik tanaman pacar air.
Dari uraian diatas maka dari itu diharapkan praktikan untuk mencari data tentang simplisia
yang akan diteliti terlebih dahulu untuk dapat membandingkan mutu dari suatu simplisia
berdasarkan ketentuan yang ada. Terlebih dahulu perlu pemahaman mengenai obat alam ,
simplisia dan hubungan antara obat alam dengan simplisia.
Obat Alam atau yang biasa disebut obat herbal adalah sediaan obat baik berupa oabat
tradisional, fitofarmaka dan farmasetik, dapat berupa simplisia ( bahan segar atau yang
dikeringkan ) ekstrak , kelompok senyawa atau senyawa murni yang berasal dari alam, yang
dimaksut dengan obat alami adalah obat asal tanaman.
B. TUJUAN PRAKTIKUM
a. Mengetahui cara pembuatan simplisia yang baik.
b. Mengetahui mutu simplisia daun pacar air yang baik.
c. Mengetahui makroskopik dan mikroskopik pada simplisia Impatien Folium.
C. PERUMUSAN MASALAH
1. Bagaimanakah proses pembuatan simplisia yang baik pada daun pacar air ?
2. Bagaimanakah mutu yang baik dari suatu simplisia ?
3. Bagaimanakah cara melihat struktur organoleptis makroskopik serta mikroskopik
simpisia ?
BAB II
II.1 DASAR TEORI
SIMPLISIA
Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami
pengolahan apapun juga dan kecuali diyatakan lain simplisia merupakan bahan yang
dikeringkan. Simplisia dapat berupa simplisia nabati, simplisia hewani dan simplisia pelikan atau
mineral.
1 . Jenis Simplisia
a. Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau
eksudat tanaman. Yang dimaksud dengan eksudat tanaman adalah isi sel yang secara
spontan keluar dari tanaman atau yang dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya,
atau zat-zat nabati lainnya yang dengan cara tertent dipisahkan dari tanamannya.
b. Simplisia hewani adalah simplisia yang berupa hewan utuh , bagian hewan atau
zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni.
c. Simplisia mineral atau pelikan adalah simplisia yang berupa bahan pelikan atau
mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa
zat kimia murni.
Untuk menjamin keseragaman senyawa aktif, keamanan maupun kegunaannya, maka
simplisia harus memenuhi persyaratan minimal. Dan untuk memenuhi persyarata minimal
tersebut, ada beberapa faktor yang berpengaruh , antara lain adalah :
1. Bahan baku simplisia.
2. Proses pembuatan simplisia termasuk cara penyimpanan bahan baku simplisia.
3. Cara penepakan dan penyimpanan simplisia.
Agar simplisia memenuhi persyaratan minimal yang ditetapkan, maka ketiga faktor tersebut haus
memenuhi persyaratan minimalyang ditetapkan.
A . PEMBUATAN SIMPLISIA SECARA UMUM.
1. BAHAN BAKU
Tanaman obat yang menjadi sumber simplisia nabati , merupakan salah satu faktor
yang dapat mempengaruhi mutu simplisia. Sebagai sumber simplisia, tanaman obat
dapat berupa tumbuhan liar atau berupa tanaman budidaya. Tumbuhan liar adalah
tumbuhan yang tumbuh dengan sendirinya di hutan atau tempat lain, atau tanaman
yang sengaja ditanam dengan tujuan lain, misalnya sebagai tanaman hias, tanaman
pagar, tetapi bukan dengan tujuan untuk memproduksi simplisia. Tanaman budidaya
adalah tanaman yang sengaja ditanam untuk tujuan produksi simplisia. Tanaman
simplisia dapat di perkebunan yang luas, dapat diusahakan oleh petani secara kecil-
kecilan berupa tanaman tumpang sari atau Tanaman Obat Keluarga. Tanaman Obat
Keluarga adalah pemanfaatan pekarangan yang sengaja digunakan untuk menanam
tumbuhan obat.
2. DASAR PEMBUATAN SIMPLISIA
a. Simplisia dibuat dengan cara pengeringan
Pembuatan simplisia dengan cara ini dilakukan dengan pengeringan cepat,
tetapi dengan suhu yang tidak terlalu tinggi. Pengeringan yang terlalu lama
akan mengakibatkan simplisia yang diperoleh ditumbuhi kapang. Pengeringan
dengan suhu yang tinggi akan mengakibatkan perubahan kimia pada kandungan
senyawa aktifnya. Untuk mencegah hal tersebut, untuk simplisia yang
memerlukan perajangan perlu diatur panjang perajangannya, sehingga diperoleh
tebal irisan yang pada pengeringan tidak mengalami kerusakan.
b. Simplisia dibuat dengan fermentasi.
Proses fermentasi dilakukan dengan seksama, agar proses tersebut tidak
berkelanjutan kearah yang tidak diinginkan.
c. Simplisia dibuat dengan proses khusus.
Pembuatan simplisia dengan penyulingan, pengentalan eksudat nabati,
penyaringan sari air dan proses khusus lainnya dilakukan dengan berpegang
pada prinsip bahwa pada simplisia yang dihasilkan harus memiliki mutu sesuai
dengan persyaratan.
d. Simplisia pada proses pembuatan memerlukan air.
Pati, talk dan sebagainya pada proses pembuatannya memerlukan air. Air yang
digunakan harus terbebas dari pencemaran serangga, kuman patogen, logam
berat dan lain-lain.
3. TAHAP PEMBUATAN
Pada umumya pembuatan simplisia melalui tahapan sebagai berikut :
A. Pengumpulan Bahan Baku
Kadar senyawa aktif dalam suatu simplisia berbeda-beda antara lain tergantung
pada :
1. Bagian tanaman yang digunakan.
2. Umur tanaman yang digunakan.
3. Waktu panen.
4. Lingkungan tempat tumbuh.
Waktu panen sangat erat hubungannya dengan pembentukan senyawa aktif di dalam
bagian tanaman yang akan dipanen. Waktu panen yang tepat pada saat bagian
tanaman tersebut mengandung senyawa aktif dalam jumlah yang terbesar.
Senyawa aktif terbentuk secara maksimal di dalam bagian tanaman atau tanaman
pada umur tertentu. Sebagai contoh pada tanaman Atropa belladonna, alkaloid
hiosiamina mula-mula terbentuk dalam akar. Dalam tahun pertama, pemben-
tukan hiosiamina berpindah pada batang yang masih hijau. Pada tahun kedua
batang mulai berlignin dan kadar hiosiamina mulai menurun sedang pada daun
kadar hiosiamina makin meningkat. Kadar alkaloid hios'amina tertinggi dicapai I
dalam pucuk tanaman pada saat tanai an berbunga dan kadar alkaloid menurun pada
saat tanaman berbualz dan niakin turun ketika buah makin tua. Contoh lain,
tanaman Menthapiperita muda mengandung mentol banyak dalanl daunnya. Kadar
rninyak atsiri dan mentol tertinggi pada daun tanaman ini dicapai pada saat
tanaman tepat akan berbunga. Pada Cinnamornunz camphors, kamfer akan
terkumpul dalam kayu tanaman yang telah tua. Penentuan bagian tanaman yang
dikumpulkan dan waktu pengumpulan secara tepat memerlukan penelitian. Di
samping waktu panen yang dikaitkan dengan umur, perlu diperhatikan pula saat
panen dalam sehari. Contoh, simplisia yang mengandung minyak atsiri lebih baik
dipanen pada pagi hari. Dengan demikian untuk menentukan waktu panen dalam
sehari perlu dipertimbangkan stabilitas kimiawi dan fisik senyawa aktif dalam
simplisia terhadap panas sinar matahari.
Secara garis besar, pedoman panen sebagai berikut :
1. Tanaman yang pada saat panen diambil bijinya yang telah tua seperti
kedawung (Parkia rosbbrgii), pengambilan biji ditandai dengan telah
mengeringnya buah. Sering pula pemetikan dilakukan sebelum kering benar,
yaitu sebelum buah pecah secara alami dan biji terlempar jauh, misal jarak
(Ricinus cornrnunis).
2. Tanaman yang pada saat panen diambil buahnya, waktu pengambilan sering
dihubungkan dengan tingkat kemasakan, yang ditandai dengan terjadinya
perubahan pada buah seperti perubahan tingkat kekerasan misal labu merah
(Cucurbita n~oscllata). Perubahan warna, misalnya asam (Tarnarindus indica),
kadar air buah, misalnya belimbing wuluh (Averrhoa belimbi), jeruk nipis (Citrui
aurantifolia) perubahan bentuk buah, misalnya mentimun (Cucurnis sativus),
pare (Mornordica charantia).
3. Tanaman yang pada saat panen diambil daun pucuknya pengambilan
dilakukan pada saat tanaman mengalami perubahan pertumbuhan dari vegetatif
ke generatif. Pada saat itu penumpukan senyawa aktif dalam kondisi tinggi, se-
hingga mempunyai mutu yang terbaik. Contoh tanaman yang diambil daun
pucuk ialah kumis kucing (Orthosiphon starnineus).
4. Tanaman yang pada saat panen diambil daun yang telah tua, daun yang
diambil dipilih yang telah membuka sempurna dan terletak di bagian cabang
atau batang yang menerima sinar matahari sempurna. Pada daun tersebut terjadi
kegiatan asimilasi yang sempurna. Contoh panenan ini misal sembung (Blumea
balsamifera).
5. Tanaman yang pada saat panen diambil kulit batang, pengambilan dilakukan
pada saat tanaman telah cukup umur. Agar pada saat pengambilan tidak
mengganggu pertumbuhan, sebaiknya dilakukan pada musim yang menguntungkan
pertumbuhan antara lain menjelang musim kemarau.
6. Tanaman yang pada saat panen diambil umbi lapis, pengambilan dilakukan
pada saat umbi mencapai besar maksimum dan pertumbuhan pada bagian di atas
tanah berhenti misalnya bawang merah (Allium cepa).
7. Tanaman yang pada saat panen diambil rimpangnya, pengambilan dilakukan
pada musim kering dengan tanda-tanda mengeringnya bagian atas tanaman. Dalam
keadaan ini rimpang dalam keadaan besar maksimum. Panen dapat dilakukan
dengan tangan, menggunakan alat atau menggunakan mesin. Dalam ha1 ini
keterampilan pemetik diperlukan, agar diperoleh simplisia yang benar, tidak
tercampur dengan bagian lain dan tidak merusak tanaman induk. Alat atau
mesin yang digunakan untuk memetik perlu dipilih yang sesuai. Alat yang
terbuat dari logam sebaiknya tidak digunakan bila diperkirakan akan merusak
senyawa aktif siniplisia seperti fenol, glikosida dan sebagainya. Cara
pengambilan bagian tanaman untuk penibuatan simplisia dapat dilihat pada
tabel I hal. 6.
B. SORTASI BASAH
Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-bahan
asing lainnya dari bahan simplisia. Misalnya pada simplisia yang dibuat dari akar
suatu tanaman obat, bahan-bahan asing seperti tanah, kerikil, rumput, batang,
daun, akar yang telah rusak, serta pengotoran lainnya harus dibuang. Tanah
mengandung bermacam-macam mikroba dalam jurnlah yang tinggi, oleh karena
itu pembersihan simplisia dari tanah yang terikut dapat mengurangi jumlah
mikroba awal.
C. PENCUCIAN
Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan pengotoran lainnya yang
melekat pada bahan simplisia. Pencucian dilakukan dengan air bersih, misalnya air
dari mata air, air sumur atau air PAM. Bahan simplisia yang mengandung zat yang
mudah larut di dalam air yang mengalir, pencucian agar dilakukan dalam waktu
yang sesingkat mungkin. Menurut Frazier (1978), pencucian sayur-sayuran satu
kali dapat menghilangkan 25% dari jumlah mikroba awal, jika dilakukan pencucian
sebanyak tiga kali, jumlah mikroba yang tertinggal hanya 42% dari jumlah
mikroba awal. Pencucian tidak dapat membersihkan simplisia dari semua mikroba
karena air pencucian yang digunakan biasanya mengandung juga sejumlah
mikroba. Cara sortasi dan pencucian sangat mempengaruhi jenis dan jumlah
rnikroba awal simplisia. Misalnya jika air yang digunakan untuk pencucian kotor,
maka jumlah mikroba pada permukaan bahan simplisia dapat bertambah dan air
yang terdapat pada permukaan bahan tersebut dapat menipercepat pertumbuhan
mikroba. Bakteri yang umuln terdapat dalam air adalah Pseudomonas,
Proteus,Micrococcus, Bacillus, Streptococcus, Enterobacter dan Escherishia. Pada
simplisia akar, batang atau buah dapat pula dilakukan pengupasan kulit luarnya
untuk mengurangi jumlah mikroba awal karena sebagian besar jumlah mikroba
biasanya terdapat pada permukaan bahan simplisia. Bahan yang telah dikupas
tersebut mungkin tidak memerlukan pencucian jika cara pengupasannya dilakukan
dengan tepat dan bersih.
D. PERAJANGAN
Beberapa jenis bahan simplisia perlu mengalami proses perajangan. Perajangan
bahan simplisia dilakukan untuk mempermudah proses pengeringan, pengepakan
dan penggilingan. Tanaman yang baru diambil jangan langsung dirajang tetapi
dijemur dalam keadaan utuh selama 1 hari. Perajangan dapat dilakukan dengan
pisau, dengan alat mesin perajang khusus sehingga diperoleh irisan tipis atau
potongan dengan ukuran yang dikehendaki.
Semakin tipis bahan yang akan dikeringkan, semakin cepat penguapan air,
sehingga mempercepat waktu pengeringan. Akan tetapi irisan yang terlalu tipis
juga dapat menyebabkan berkurangnya atau hilangnya zat berkhasiat yang mudah
menguap. Sehingga mempengaruhi komposisi bau dan rasa yang diinginkan. Oleh
karena itu bahan simplisia seperti temulawak, temu giring, jahe, kencur dan
bahan sejenis lainnya dihindari perajangan yang terlalu tipis untuk mencegah
berkurangnya kadar minyak atsiri. Selama perajangan seharusnya jumlah mikroba
tidak bertambah. Penjemuran sebelum perajangan diperlukan untuk mengurangi
pewarnaan akibat reaksi antara bahan dan logam pisau. Pengeringan dilakukan
dengan sinar matahari selama satu hari.
E. PENGERINGAN
Tujuan pengeringan ialah untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah
rusak,sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama. Dengan mengurangi
kadar air dan menghentikan reaksi enzimatik akan dicegah penurunan mutu atau
perusakan simplisia. Air yang masih tersisa dalam simplisia pada kadar tertentu dapat
merupakan media pertumbuhan kapang dan jasad renik lainnya.Enzim tertentu dalam
sel,masih dapat bekerja,menguraikan senyawa aktif sesaat setelah sel mati dan selama
bahan simplisia tersebut masih mengandung kadar air tertentu. Pada tumbuhan yang
masih hidup pertumbuhan kapang dan reaksi enzimatik yang merusak itu tidak terjadi
karena adanya keseimbangan antara proses-proses metabolisme, yakni proses sintesis,
transformasi dan penggunaan isi sel. Keseimbangan ini hilang segera setelah sel
tumbuhan mati. Sebelum tahun 1950, sebelum bahan dikeringkan, terhadap bahan
simplisia tersebut lebih dahulu dilakukan proses stabilisasi yaitu proses untuk
menghentikan reaksi enzimatik. Cara yang lazim dilakukan pada saat itu, merendam
bahan simplisia dengan etanol 70 % atau dengan mengaliri uap panas. Dari hasil
penelitian selanjutnya diketahui bahwa reaksi enzimatik tidak berlangsung bila kadar
air dalam simplisia kurang dari 10%.
Pengeringan simplisia dilakukan dengan menggunakan sinar matahari atau
menggunakan suatu alat pengering. Hal-ha1 yang perlu diperhatikan selama proses
pengeringan adalah suhu pengeringan, kelembaban udara, aliran udara, Waktu
pengeringan dan luas permukaan bahan. Pada pengeringan bahan simplisia tidak
dianjurkan rnenggunakan alat dari plastik. Selama proses pengeringan bahan simplisia,
faktor-faktor tersebut harus diperhatikan sehingga diperoleh simplisia kering yang
tidak mudah mengalami kerusakan selama penyimpanan. Cara pengeringan yang salah
dapat mengakibatkan terjadinya "Face hardening", yakni bagian luar bahan sudah
kering sedangkan bagian dalamnya masih basah. Hal ini dapat disebabkan oleh irisan
bahan simplisia yang terlalu tebal, suhu pengeringan yang terlalu tinggi, atau oleh
suatu keadaan lain yang menyebabkan penguapan air permukaan bahan jauh lebih
cepat daripada difusi air dari dalam ke permukaan tersebut, sehingga permukaan bahan
menjadi keras dan menghambat pengeringan selanjutnya. "Face hardening" dapat
mengakibatkan kerusakan atau kebusukan di bagian dalarn bahan yang dikeringkan.
Suhu pengeringan tergantung kepada bahan simplisia dan cara pengeringannya. Bahan
simplisia dapat dikeringkan pada suhu 300 sampai 90°C, tetapi suhu yang terbaik
adalah tidak melebihi 60°C. Bahan simplisia yang mengandung senyawa aktif yang
tidak tahan panas atau mudah menguap harus dikeringkan pada suhu serendah
mungkin, misalnya 300 sampai 450 C, atau dengan cara pengeringan vakum yaitu
dengan mengurangi tekanan udara di dalam ruang atau lemari pengeringan, sehingga
tekanan kira-kira 5 mm Hg. Kelembaban juga tergantung pada bahan simplisia,cara
pengeringan, dan tahap tahap selama pengeringan. Kelembaban akan menurun selama
berlangsungnya proses pengeringan. Berbagai cara pengeringan telah dikenal dan
digunakan orang. Pada dasarnya dikenal dua cara pengeringan yaitu pengeringan
secara alamiah dan buatan.
1. Pengeringan Alamiah.
Tergantung dari senyawa aktif yang dikandung dalam bagian tanaman yang
dikeringkan, dapat dilakukan dua cara pengeringan :
a. Dengan panas sinar matahari langsung. Cara ini dilakitkan untuk
mengeringkan bagian tanaman yang relatif keras seperti kayu, kulit kayu, biji
dan sebagainya, dan rnengandung senyawa aktif yang relatif stabil. Pengeringan
dengan sinar matahari yang banyak dipraktekkan di Indonesia merupakan suatu
cara yang mudah dan murah, yang dilakukan dengan cara membiarkan bagian
yang telah dipotong-potong di udara terbuka di atas tampah-tampah tanpa
kondisi yang terkontrol sepertl suhu, kelembaban dan aliran udara. Dengan cara
ini kecepatan pengeringan sangat tergantung kepada keadaan iklim, sehingga
cara ini hanya baik dilakukan di daerah yang udaranya panas atau
kelembabannya rendah, serta tidak turun hujan. Hujan atau cuaca yang
mendung dapat memperpanjang waktu pengeringan sehingga memberi
kesempatan pada kapang atau mikroba lainnya untuk tumbuh sebelum simplisia
tersebut kering. F'IDC (Food Technology Development Center IPB) telah
merancang dan membuat suatu alat pengering dengan menggunakan sinar
matahari, sinar matahari tersebut ditampung pada permukaan yang gelap
dengan sudut kemiringan tertentu. Panas ini kemudian dialirkan keatas rak-rak
pengering yang diberi atap tembus cahaya di atasnya sehingga rnencegah
bahan menjadi basah jika tiba-tiba turun hujan. Alat ini telah digunakan untuk
mengeringkan singkong yang telah dirajang dengan demikian dapat pula
digunakan untuk mengeringkan simplisia.
b. Dengan diangin-anginkan dan tidak dipanaskan dengan sinar matahari
langsung. Cara ini terutama digunakan untuk mengeringkan bagian tanaman
yang lunak seperti bunga, daun, dan sebagainya dan mengandung senyawa aktif
mudah menguap.
2. Pengeringan Buatan
Kerugian yang mungkin terjadi jika melakukan pengeringan dengan sinar
matahari dapat diatasi jika melakukan pengeringan buatan, yaitu dengan
menggunakan suatu alat atau mesin pengering yang suhu kelembaban, tekanan dan
aliran udaranya dapat diatur. Prinsip pengeringan buatan adalah sebagai berikut:
“udara dipanaskan oleh suatu sumber panas seperti lampu, kompor, mesin disel
atau listrik, udara panas dialirkan dengan kipas ke dalam ruangan atau lemari yang
berisi bahan yang akan dikeringkan yang telah disebarkan di atas rak-rak
pengering”. Dengan prinsip ini dapat diciptakan suatu alat pengering yang
sederhana, praktis dan murah dengan hasil yang cukup baik.
Dengan menggunakan pengeringan buatan dapat diperoleh simplisia dengan
mutu yang lebih baik karena pengeringan akan lebih merata dan waktu
pengeringan akan lebih cepat, tanpa dipengaruhi oleh keadaan cuaca. Sebagai
contoh misalnya jika kita membutuhkan waktu 2 sampai 3 hari untuk penjemuran
dengan sinar matahari sehingga diperoleh simplisia kering dengan kadar air 10%
sampai 12%, dengan menggunakan suatu alat pengering dapat diperoleh simplisia
dengan kadar air yang sama dalam waktu 6 sampai 8 jam.
Daya tahan suatu simplisia selama penyimpanan sangat tergantung pada jenis
simplisia, kadar airnya dan cara penyimpanannya. Beberapa simplisia yang dapat
tahan lama dalam penyimpanan jika kadar airnya diturunkan 4 sampai 8%,
sedangkan simplisia lainnya rnungkin masih dapat tahan selama penyimpanan
dengan kadar air 10 sampai 12%.
F. SORTASI KERING
Sortasi setelah pengeringan sebenarnya merupakan tahap akhir pembuatan
simplisia. Tujuan sortasi untuk memisahkan benda-benda asing seperti bagian-bagian
tanaman yang tidak diinginkan dan pengotoran-pengotoran lain yang masill ada dan
tertinggal pada sirnplisia kering. Proses ini dilakukan sebelum sirnplisia dibungkus
untuk kernudian disimpan. Seperti halnya pada sortasi awal, sortasi disini dapat
dilakukan dengan atau secara mekanik. Pada simplisia bentuk rimpang sering jurnlah
akar yang melekat pada rimpang terlampau besar dan harus dibuang. Demikian pula
adanya partikel-partikel pasir, besi dan benda-benda tanah lain yang tertinggal harus
dibuang sebelum simplisia dibungkus.
G. PENYIMPANAN DAN PENGEPAKAN
Sirnplisia dapat rusak, mundur atau berubah mutunya karena berbagai faktor luar dan
dalam, antara lain :
1. Cahaya : Sinar dari panjang gelombang tertentu
dapat menimbulkan perubahan kimia pada simplisia, misalnya
isomerisasi, polimerisasi, rasemisasi dan sebagainya.
2. Oksigen udara : Senyawa tertentu dalam simplisia
dapat mengalami perubahan kimiawi oleh pengaruh oksigen
udara terjadi oksidasi dan perubahan ini dapat berpengaruh
pada bentuk simplisia, misalnya, yang semula cair dapat
berubah menjadi kental atau padat, berbutir-butir dan
sebagainya.
3. Reaksi kimia intern : perubahan kimiawi dalam simplisia
yang dapat disebabkan oleh reaksi kimia intern, misalnya oleh
enzim, polimerisasi, oto-oksidasi dan sebagainya.
4. Dehidrasi : Apabila kelembaban luar lebih rendah
dari simplisia, maka simplisia secara perlahan-lahan akan
kehilangan sebagian airnya sehingga rnakin lama makin
mengecil (kisut).
5. Penyerapan air : Simplisia yang higroskopik,
misalnya agar-agar, bila disimpan dalam wadah yang terbuka
akan menyerap lengas udara sehingga menjadi kempal basah
atau mencair.
6. Pengotoran : Pengotoran pada simplisia dapat
disebabkan oleh berbagai sumber, misalnya debu atau pasir,
ekskresi hewan, bahan-bahan asing (misalnya minyak yang
tertumpah) dan fragmen wadah (karung goni).
7. Serangga : Serangga dapat menitnbulkan
kerusakan dan pengotoran pada simplisia, baik oleh bentuk
ulatnya maupin oleh bentuk dewasanya. Pengotoran tidak hanya
berupa kotoran serangga, tetapi juga sisa-sisa metamorfosa
seperti cangkang telur, bekas kepompong, anyaman benang
bungkus kepompong, bekas kulit serangga dan sebagainya.
8. Kapang : Bila kadar air dalam simplisia terlalu
tinggi, maka simplisia dapat berkapang. Kerusakan yang timbul
tidak hanya terbatas pada jaringan simplisia, tetapi juga akan
merusak susunan kimia zat yang dikandung dan malahan dari
kapangnya dapat mengeluarkan toksin yang dapat mengganggu
kesehatan.
B. METODOLOGI DAN PARAMTER STANDARISASI SIMPLISIA
Ada tiga Parameter standarisasi simplisia sebagai bahan baku yang diperlukan