BAB III PERHITUNGAN PERENCANAAN 3.1 Debit Banjir Rancangan 3.1.1 Perhitungan Debit Banjir Rancangan 3.1.1.1 Perhitungan Hujan Jam-jaman Dengan Mononobe Langkah-langkah perhitungan : Sebaran hujan jam-jaman dipakai model monobe, dengan rumus : Dimana : R t = Intensitas hujan rata-rata dalam T jam R 24 = Curah hujan efektif dalam satu hari t = Waktu mulai hujan T = Waktu konsentrasi hujan Untuk daerah di indonesia rata-rata t = 6 jam, maka : T = 0.5 jam R1 = R 24 /6 x (6/0.5) 2/3 = 0.5503 x R 24 T = 1 jam R2 = R 24 /6 x (6/1) 2/3 = 0.3467 x R 24 T = 1.5 jam R3 = R 24 /6 x (6/1.5) 2/3 = 0.2646 x R 24 T = 2 jam R4 = R 24 /6 x (6/2) 2/3 = 0.2184 x R 24 T = 2.5 jam R5 = R 24 /6 x (6/2.5) 2/3 = 0.1882 x R 24 T = 3 jam R6 = R 24 /6 x (6/3) 2/3 = 0.1667 x R 24 T = 3.5 jam R1 = R 24 /6 x (6/3.5) 2/3 = 0.5503 x R 24 36
Pengerjaan Proses desain awal Bendungan Mulai Hidrologi, hidrolika, dan sedikit stabilitas, semoga membantu..
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB III
PERHITUNGAN PERENCANAAN
3.1 Debit Banjir Rancangan
3.1.1 Perhitungan Debit Banjir Rancangan
3.1.1.1 Perhitungan Hujan Jam-jaman Dengan Mononobe
Langkah-langkah perhitungan :
Sebaran hujan jam-jaman dipakai model monobe, dengan rumus :
Dimana :
Rt = Intensitas hujan rata-rata dalam T jam
R24 = Curah hujan efektif dalam satu hari
t = Waktu mulai hujan
T = Waktu konsentrasi hujan
Untuk daerah di indonesia rata-rata t = 6 jam, maka :
T = 0.5 jam R1 = R24/6 x (6/0.5)2/3 = 0.5503 x R24
T = 1 jam R2 = R24/6 x (6/1)2/3 = 0.3467 x R24
T = 1.5 jam R3 = R24/6 x (6/1.5)2/3 = 0.2646 x R24
T = 2 jam R4 = R24/6 x (6/2)2/3 = 0.2184 x R24
T = 2.5 jam R5 = R24/6 x (6/2.5)2/3 = 0.1882 x R24
T = 3 jam R6 = R24/6 x (6/3)2/3 = 0.1667 x R24
T = 3.5 jam R1 = R24/6 x (6/3.5)2/3 = 0.5503 x R24
T = 4 jam R2 = R24/6 x (6/4)2/3 = 0.3467 x R24
T = 4.5 jam R3 = R24/6 x (6/4.5)2/3 = 0.2646 x R24
T = 5 jam R4 = R24/6 x (6/5)2/3 = 0.2184 x R24
T = 5.5 jam R5 = R24/6 x (6/5.5)2/3 = 0.1882 x R24
T = 6 jam R6 = R24/6 x (6/6)2/3 = 0.1667 x R24
36
37
Curah Hujan jam-jaman
Rumus Rt = (t x Rt) - ((t-1)(Rt-1))
dengan Rt = prosentase intensitas
1 jam R1 = (1 x 0.5503R24) - ((1-1) x R0)
= 0.5503R24 – 0
= 0.5503 x 100% = 55,0321 %
2 jam R2 = (2 x 0.3467R24) - ((2-1) x 0.5503R24)
= 0.6934R24 - 0.5503R24
= 0.1430 x 100% = 14,304 %
3 jam R3 = (3 x 0.2646R24) - ((3-1) x 0.3467R24)
= 0,7937R24 - 0.6934R24
= 0.1003x 100% = 10,0339 %
4 jam R4 = (4 x 0.2184R24) - ((4-1) x 0.2646R24)
= 0.8736R24 - 0.7937R24
= 0.0799 x 100% = 7,988 %
5 jam R5 = (5 x 0.1882R24) - ((5-1) x 0.2184R24)
= 0.941R24 - 0.8736R24
= 0.0675 x 100% = 6,7456 %
6 jam R6 = (6 x 0.1667R24) - ((6-1) x 0.1882R24)
= R24 - 0.941R24 = 0.059 x 100% = 5,8964 %
Sebaran Efektif hujan jam-jaman
Untuk Tr 25 tahun
Dengan : C.H rancangan 25 tahun ( R25 ) = 73,5 mm/hari
Koefisien Pengaliran (k) = 0,8
Maka : C.H efektif = k . R25
= 0,8 x 73,5
= 58,8
38
Tabel 3.1 Sebaran hujan Tr 25th
Jam Nisbah % C.H.netto jam-jaman
1 55.03 32.359
2 14.30 8.411
3 10.03 5.900
4 7.99 4.697
5 6.75 3.966
6 5.90 3.467
Sumber : Perhitungan 58.800
Untuk Tr 50 tahun
Dengan : C.H rancangan 50 tahun ( R50 ) = 88,2 mm/hari
Koefisien Pengaliran (k) = 0,8
Maka : C.H efektif = k . R50
= 0,80 . 88,2
= 70,56
Tabel 3.2 Sebaran hujan Tr 50th
Jam Nisbah % C.H.netto jam-jaman
1 55.0321 38.831
2 14.3040 10.093
3 10.0339 7.080
4 7.9880 5.636
5 6.7456 4.760
6 5.8964 4.160
Sumber : Perhitungan
Untuk Tr 200 tahun
Dengan : C.H rancangan 200 tahun ( R200 ) = 132,3
Koefisien Pengaliran (k) = 0,80
Maka : C.H efektif = k . R200
= 0,80 . 132,3
= 105,840
39
Tabel 3.3 Sebaran hujan Tr 200th
Jam Nisbah % C.H.netto jam-jaman
1 55.0321 58.246
2 14.3040 15.139
3 10.0339 10.620
4 7.9880 8.454
5 6.7456 7.139
6 5.8964 6.241
Sumber : Perhitungan
Untuk Tr 1000 tahun
Dengan : C.H rancangan 1000 tahun ( R1000 ) = 165,41
Koefisien Pengaliran (k) = 0,800
Maka : C.H efektif = k . R1000
= 0,80 . 165,41
= 132,328
Tabel 3.3 Sebaran hujan Tr 1000th
Jam Nisbah % C.H.efektif jam-jaman
1 55.0321 72.823
2 14.3040 18.928
3 10.0339 13.278
4 7.9880 10.570
5 6.7456 8.926
6 5.8964 7.803
Sumber : Perhitungan
Untuk Tr PMF tahun
Dengan : C.H rancangan PMF tahun ( RPMF ) = 206,71
Koefisien Pengaliran (k) = 0,80
Maka : C.H efektif = k . RPMF
= 0,80 . 206,71
= 310,48
Tabel 3.4 Sebaran hujan Tr PMF
40
Jam Nisbah % C.H.efektif jam-jaman
1 55.0321 91.006
2 14.3040 23.654
3 10.0339 16.593
4 7.9880 13.210
5 6.7456 11.155
6 5.8964 9.751
Sumber : Perhitungan
3.1.1.2 Perhitungan Hidrograf Banjir Rancangan Dengan Nakayasu
Tabel 3.6 Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu
Luas DAS (km2) 235.00 km2
Panjang sungai utama (km) 11.07 km
Unit Hujan Efektif , Ro (mm) 1.00 mm
Parameter Hidrograf () 2.50
TIME LAG, tg 1.13 jam
tr = (0,5 sd. 1,0) tg 0.75
0.85 jam
Tp = tg + 0,8 * tr 1.81 Jam
T 0,3 = * tg 2.83 Jam
0,5 . T 0,3 1.41 Jam
1,5 . T0,3 4.24 Jam
2 . T0,3 5.65 Jam
Tp + T0,3 4.63 Jam
Tp+T0,3+1,5T0,3 8.87 Jam
Qp =A*Ro/(3,6*(0,3*Tp+T0,3))
19.38 m3/dt/mm
Qb 4.52 m3/dt
41
42
TABEL 3.7 ORDINAT HIDROGRAF SATUAN SINTETIK NAKAYASU
No Waktu t/Tp (t - Tp) (t-Tp)/ T0,3 (t - Tp + 0,5. T0,3)/ 1,5
T0,3 (t - Tp + 1,5. T0,3)/
2 .T0,3 UH
1 0 0.00 -1.81 -0.64 -0.09 0.43 -
2 1.00 0.55 -0.81 -0.29 0.14 0.61 4.6
8
3 2.00 1.11 0.19 0.07 0.38 0.78 17.8
6
4 3.00 1.66 1.19 0.42 0.61 0.96 11.6
6
5 4.00 2.21 2.19 0.78 0.85 1.14 7.6
2
6 5.00 2.77 3.19 1.13 1.09 1.31 5.2
4
7 6.00 3.32 4.19 1.48 1.32 1.49 3.9
4
8 7.00 3.87 5.19 1.84 1.56 1.67 2.9
7
9 8.00 4.42 6.19 2.19 1.79 1.85 2.2
3
10 9.00 4.98 7.19 2.55 2.03 2.02 1.7
0
11 10.00 5.53 8.19 2.90 2.27 2.20 1.3
7
12 11.00 6.08 9.19 3.25 2.50 2.38 1.1
1
13 12.00 6.64 10.19 3.61 2.74 2.55 0.9
0
14 13.00 7.19 11.19 3.96 2.97 2.73 0.7
2 15 14.00 7.74 12.19 4.32 3.21 2.91 0.5
43
8
16 15.00 8.30 13.19 4.67 3.45 3.08 0.4
7
17 16.00 8.85 14.19 5.02 3.68 3.26 0.3
8
18 17.00 9.40 15.19 5.38 3.92 3.44 0.3
1
19 18.00 9.95 16.19 5.73 4.15 3.62 0.2
5
20 19.00 10.51 17.19 6.08 4.39 3.79 0.2
0
21 20.00 11.06 18.19 6.44 4.63 3.97 0.1
6
22 21.00 11.61 19.19 6.79 4.86 4.15 0.1
3
23 22.00 12.17 20.19 7.15 5.10 4.32 0.1
1
24 23.00 12.72 21.19 7.50 5.33 4.50 0.0
9
44
No Waktu t/Tp (t - Tp) (t-Tp)/ T0,3 (t - Tp + 0,5. T0,3)/ 1,5
Dari hasil perhitungan banjir rancangan dengan Hidrograf Nakayasu di atas bisa dibuat rekapan hujan rancangan netto dan debit banjir rancangan maksimum dari masing-masing probabilitas adalah sebagai berikut:
3.1.2 Hazard Classification untuk Perencanaan Bendungan
Dalam perencanaan bendungan dibutuhkan Hazard Classification sebagai dasar kontrol kapasitas pelimpah berdasakan klasifikasi tingkat bahaya, berikut adalah Hazard Classification yang ditentukan.
Gambar 5.3 Hazard Classification
Sumber : Ir.Husni Sabar, (2000:335)
54
3.1.3 Menentukan lengkung kapasitas waduk
Dari perhitungan lengkung kapasitas waduk ini bisa diperoleh daerah genangan, luas rata-rata, volume tampunan, sampai volume kapasitas waduk.
Tabel 3.15 Perhitungan Lengkung Kapasitas Waduk
No. ElevasiBeda Tinggi
βDaerah Luas Volume
dengan Genangan Rata-rata komulatifDasar Sungai ha ha juta m3
Dari tabel terlihat bahwa nilai Q/Qc variatif untuk semua kedalaman, sehingga
menghasilkan kondisi aliran tinggi muka air 0,5 – 3,5 < 1 kondisi aliran yang terjadi
adalah subkritis dan pada tinggi muka air 4 – 5 > 1 kondisi aliran yang terjadi adalah
superkritis. Dari perhitungan tersebut selanjutnya dihitung kedalaman air kritis pada
pertemuan antara subkritis dan superkritis sebagai TITIK KONTROL, dengan
persamaan sebagai berikut
H = h + +
Vc =
El MAW = El. Dasar inlet hulu + H
dimana :Qc = Debit aliran kritis pada terowongan (m3/dt)Vc = Kecepatan kritis aliran (m/dt)A = Luas penampang basahEl MAW = Elevasi muka air waduk (m)h = Kedalaman aliran pada terowonganC1 = Koefisien kehilangan pada inlet (≈ 0,1)
b. Pengaliran Tertekan
Apabila tinggi muka air dibandingkan dengan diameter (H/D) > 1,2 maka aliran yang terjadi adalah aliran tekan.
Analisa aliran tekan menggunakan persamaan Bernoulli :
65
Z1 + h1 + = Z2 + h2 + + ΣhL
Z1 + h1 + = Z2 + h2 + +
Z1 + h1 = Z2 + h2 +[1+
[1+ = (Z1 + h1 ) – (Z2 + h2)
[1+ = h
V = [ ]1/2
Jika h = H – g/2 + L sin θ, maka Q = A.V
Q = A [ ]
Dimana :L sin θ = selisih tinggi antara inlet dan outlet = 10m
Cf = koefisien kehilangan tinggi karena current = 0,1Cb = kehilangan tinggi karena belokan = 0Cp = kehilangan pada inlet = 0,5
66
Cc = kehilangan pada konstruksi = 0,1
Jadi = 1 + 1,55 + 0,1 + 0 + 0,5 + 0,1 = 3,5
Besarnya debit yang keluar melalui terowongan dapat dihitung dengan rumus :Q = A.V
Q = A [ ]1/2
Q = 1/4 (6)2[ ]1/2
Dengan menggunakan persamaan (2.4), maka dapat dibuat hubungan antara Q dengan elevasi MAW. Elevasi muka air waduk dimulai pada h = 1,5h = 1,5 . 5,5 = 8,25 mEl MAW = 113,5 + 8,25 = 121,75 mPerhitungan selanjutnya pada tabel
Tabel 3.17 Perhitungan Untuk Pengaliran TekanAliran Tekan Berlaku Jika H > 1,5D
El. MA Tinggi MA Q(m) (m) (m3/detik)(1) (2) (3)106 0 0.000
67
106.5 0.5 2.409107 1 5.597
107.5 1.5 12.460108 2 22.724
108.5 2.5 24.259109 3 28.249
109.5 3.5 31.685110 4 35.121
110.5 4.5 38.557111 5 41.993
111.5 5.5 45.429112 6 48.866
112.5 6.5 50.072113 7 51.251
113.5 7.5 52.402114 8 53.529
114.5 8.5 54.633115 9 55.715
115.5 9.5 56.777116 10 57.818
Sumber : Perhitungan
Gambar 3.3 Grafik Rating Curve Pengelak
c. Rekapitulasi Perhitungan
Perhitungan hidrolika terowongan dengan besar besar diameter 5,5 m digambar dengan table dan kurva diatas, dan perlu adanya perbandingan dengan besar diameter agar tahu bagaimana kondisi aliran serta debit yang dihasilkan. Berikut tabel rekapitulasi perhitungan dengan diameter terowongan 1,4,5,5,6,6,5 m.
Tabel 3.19 Rekapitulasi Perhitungan Saluran Pengelak
Gambar 3.7 Grafik Penelusuran Banjir diameter 4 meter Q50th
79
3.2.1.3 Penentuan Diameter Rencana
Berikut ini adalah perhitungan penentuan diameter rencana saluran pengelak yang nantinya akan dikontrol dengan penelusuran banjir pada diversion tunnel. Ukuran diameter pada terowongan harus mampu melewatkan Q25 493,802 m3/detik dengan elevasi tampungan di cofferdam direncanakan setinggi +95.00. Elevasi dasar terowongan berada pada +90.00. Aliran yang melewati terowongan ditentukan penuh sebagian untuk semua tinggi muka air. Dengan bentuk terowongan adalah lingkaran, maka dapat ditentukan diameter sebagai berikut:
a. Hubungan tinggi muka air-debit-diameter pada terowongan lingkaran dengan
masukan ditambahkan tembok vertikal dapat ditentukan dari gambar 4.5.
Kurva A dipakai karena kondisi hidrolik terowongan pada kondisi penuh
sebagian.
Gambar 4.5 Kurva Hubungan Diameter-Tinggi Muka Air Untuk Ujung Kotak dan Inlet Bulat untuk Terowongan Bulat.
b. Diasumsi diameter terowongan adalah 4,5 m. Maka D5/2 = 24,59 dan Q/D5/2=
20,081. Untuk Q/D5/2 = 20,081, dari grafik dapat diperoleh H/D = 8,6 dan H =
30,96. Dari perhitungan tersebut tinggi muka air diperoleh jauh lebih tinggi
daripada tinggi muka air rencana. Hal ini bisa diakibatkan nilai tampungan
pada cofferdam belum terhitung dan jumlah terowongan dibutuhkan lebih dari
satu.
80
3.2.1.4 Perhitungan Diameter Rencana
Dari subbab 4.2.1.1 sudah didapat diameter rencana awal. Tetapi perlu
dihiutng lebih detail lagi kapasitas debit yang melewati suatu terowongan dengan
beberapa alternatif diameter dengan patokan diameter yang telah dicari pada
subbab 4.2.1.1 dan jumlah terowongan yang dicari dengan batasan elevasi tinggi
muka air maksimum pada pengelak adalah +95.00. Berikut di bawah ini adalah
perhitungan alternatif perhitungan terowongan pengelak pada tabel di bawah ini
3.3 Perencanaan Tinggi Coffer Dam
3.3.1 Timbunan Tubuh Coffer Dam
3.3.1.1 Timbunan Inti
Dari soal yang kami dapat, diperoleh koefisien permeabilitas untuk zone inti
yaitu 6,6 . 10-8 m/dt. Ditinjau dari nilai k, maka kondisi ini memenuhi syarat untuk
dijadikan bahan timbunan inti bendungan. Untuk mendapatkan kondisi konstruksi
yang efektif dan aman, maka dimensi inti bendungan utama direncanakan dengan
ketebalan puncak 0,4 m dan ketebalan dasar 2,5 m. Sebagai kontrol ketebalan inti
kedap air harus berkisar antara 30 % - 50 % dari tinggi tekan air yang bekerja pada inti
tersebut. Kisaran ketebalan inti kedap air adalah :
binti = 0,3 . 6,0 – 0,5 . 6,0
= 1,8 – 3,0
Dengan demikian tebal inti rencana sebesar 2,5 m memenuhi syarat ketebalan inti.
Untuk kemiringan lereng zona inti ditentukan berdasarkan refrensi/pengalaman yang
didapat dari bendungan-bendungan yang telah dibangun sebelumnya.
3.3.2 Dimensi Tubuh Coffer Dam
3.3.2.1 Tinggi Jagaan Coffer Dam
a. Pada banjir 25 tahunan, tinggi jagaaan dihitung dengan rumus:
Hf = ½ Hw + S + Hr + He + h
Dimana :
Hf = tinggi jagaan
Hw = tinggi kenaikan ombak karena angin
S = tinggi kenaikan muka air karena angin sangat kuat
Hr = tinggi rayapan gelombang pada lereng bendungan
81
He = tinggi kenaikan ombak akibat gempa
h = tinggi kenaikan muka air waduk akibat kemacetan operasi pintu
1. Hw dihitung dengan rumus Molitor Stevenson sebagai berikut:
Hw = (4-18)
berlaku untuk F < 32 km
dimana :
Hw = tinggi kenaikan ombak/ gelombang (m)
v = kecepatan angin (km/ jam)
F = panjang efektif fetch = lintasan ombak (km)
Untuk F = 1,2 km; v = 32 m/dtk diperoleh:
Hw =
Hw =
Hw = 0,856
2. S dihitung dengan rumus Zuider Zee, sebagai berikut :
S = (4-19)
Dimana :
S = kenaikan tinggi muka air karena angin (wind set up) (m)
v = kecepatan angin (km/jam)
F = panjang efektif fetch = lintasan ombak (km)
D = kedalaman air rata-rata sepanjang fetch efektif (m)
α = sudut antara bidang tegak lurus sumbu bendungan dengan arah
gelombang (0)
dengan D = 32,04 m dan α = 0 maka:
S =
S =
S = 0,008 m
3. Hr dihitung dengan rumus sebagai berikut, dengan menganggap bahwa
gesekan di lereng bendungan kecil:
82
Hr = (4-20)
Dimana :
Hr = tinggi rayapan gelombang (wave run up ) (ft)
vg = kecepatan gelombang (ft/ detik)
vg = 5+2.Hd (Gaillard) (4-21)
Hd = tinggi gelombang desain (ft)
= 1,3 Hw
g = gravitasi (32,18 ft/detik2)
untuk Hw = 2,807 ft maka
Hd = 1,3 Hw
= 1,3 2,807
= 3,649 ft
vg = 5+2.Hd
= 5+2.3,649
= 12,298 ft/dt
Hr =
=
= 2,35 ft = 0,716 m
4. He dihitung dengan rumus Seiichi Sato, sebagai berikut :
He = (4-22)
Dimana :
He = tinggi gelombang akibat gempa (m)
k = koefisien gempa
τ = periode gelombang (= 1detik)
= siklus gempa
g = gaya gravitasi bumi (9,81 m/detik2)
83
H0 = kedalaman air waduk (m)
Dengan k = 0,15; τ = 1 dtk; Ho = El Q25 – El dasar sungai
= 33,500 – 31,000
= 2,5 m
Maka:
He =
=
= 0,118 m
Jadi
Hf = ½ Hw + S + Hr + He + h
= 1,77 m
b. Pada banjir dengan Q50, tinggi jagaan dihitung dengan rumus :
Hf = ½Hw + S + Hr
1. Hw dihitung dengan rumus Molitor Stevenson,
Hw =
berlaku untuk F < 32 km
dimana :
Hw = tinggi kenaikan ombak/ gelombang (m)
v = kecepatan angin (km/ jam)
F = panjang efektif fetch = lintasan ombak (km)
Hw =
Untuk F = 1,2 km; v = 32 m/dtk diperoleh:
Hw =
=
84
= 0,856
2. S dihitung dengan rumus Zuider Zee, sebagai berikut :
S = (4-19)
Dimana :
S = kenaikan tinggi muka air karena angin (wind set up) (m)
v = kecepatan angin (km/jam)
F = panjang efektif fetch = lintasan ombak (km)
D = kedalaman air rata-rata sepanjang fetch efektif (m)
α = sudut antara bidang tegak lurus sumbu bendungan dengan arah
gelombang (0)
dengan D = 32,04 m dan α = 0 maka:
S =
S =
S = 0,008 m
3. Hr dihitung dengan rumus sebagai berikut, dengan menganggap bahwa
gesekan di lereng bendungan kecil:
Hr = (4-20)
Dimana :
Hr = tinggi rayapan gelombang (wave run up ) (ft)
vg = kecepatan gelombang (ft/ detik)
vg = 5+2.Hd (Gaillard) (4-21)
Hd = tinggi gelombang desain (ft)
= 1,3 Hw
g = gravitasi (32,18 ft/detik2)
85
untuk Hw = 2,807 ft maka
Hd = 1,3 Hw
= 1,3 2,807
= 3,649 ft
vg = 5+2.Hd
= 5+2.3,649
= 12,298 ft/dt
Hr =
=
= 2,35 ft = 0,716 m
4. He dihitung dengan rumus Seiichi Sato, sebagai berikut :
He = (4-22)
Dimana :
He = tinggi gelombang akibat gempa (m)
k = koefisien gempa
τ = periode gelombang (= 1detik)
= siklus gempa
g = gaya gravitasi bumi (9,81 m/detik2)
H0 = kedalaman air waduk (m)
Dengan k = 0,15; τ = 1 dtk; Ho = El Q50 – El dasar sungai
= 33,500 – 31,000
= 2,5 m
Maka:
He =
=
86
= 0,118 m
Jadi
Hf = ½ Hw + S + Hr + He + h
= 1,77 m
Jadi didapatkan, Elevasi mercu cofferdam = El. Q50 th + Hf
= 94,10 + 1,77 m
= 95,87
Tinggi coverdam = Elevasi mercu cofferdam – El dasar sungai
= 95,87 – 89,00
= 6,87 m
Tambahan ketinggian cofferdam untuk mengantisipasi bahaya konsolidasi sebesar 1%
∆h = 0,01 x 6,87
= 0,0687 m
Jadi tinggi cofferdam akhir = tinggi cofferdam + ∆h
= 6,87 + 0,0687
= 6,9387 m
= 7,00 m
3.3.2.2 Lebar Mercu Coffer Dam
Untuk mendapatkan lebar dari mercu cofferdam, dipakai rumus
Lebar mercu =3,6 x (tinggi cofferdam akhir1/3) – 3
= 3,6 x 20,981/3 – 3
= 6,93 m dipakai 7 m
3.3.2.3 Kemiringan Lereng Coffer Dam
Untuk menentukan kemiringan tubuh bendungan utama digunakan pendekatan persamaan 2-81 untuk lereng bagian hulu dan 2-82 untuk lereng bagian hilir. Dengan data yang telah diketahui sebagai berikut :
γsat = 2,75 ton/m3 = 36,75o
γw = 1,00 ton/m3 k = 0,15 m/dt
87
Dengan menggunkan persamaan 2-81 maka kemiringan lereng bagian hulu bendungan :
γsub = γsat – γw
= 2,75 – 1
= 1,75 ton/m3
γ' =
=
= 1,57 ton / m3
FShulu =
1,1 =
m = 2,72
Dari perhitungan di atas didapatkan kemiringan lereng bagian hulu bendungan utama 1 : 2,72. Agar lebih memberikan keamanan yang cukup terhadap kelongsoran maka kemiringan dibulatkan 1 : 2,8. Dengan menggunakan persamaan 2-82 maka kemiringan lereng bagian hilir bendungan :
1,1 =
n = 2,15 untuk keamanan dibulatkan n = 2,2
Rencana kemiringan lereng m dan n di atas merupakan angka minimum, seandainya pada kontrol stabilitas lereng ternyata tidak memenuhi syarat maka nilai m dan n perlu dirubah.
88
3.4 Analisis Stabilitas Tubuh Coffer Dam
Runtuh ( jebol ) nya suatu bendungan urugan biasanya dimulai dengan terjadinya gejala longsoran baik pada lereng bagian hulu maupun bagian hilir, yang disebabkan kurang memadainya stabilitas kedua lereng tersebut.
Maka dalam pembangunan bendungan utama tipe urugan, stabilitas lereng – lerengnya merupakan kunci dari stabilitas tubuh bendungan secara menyeluruh.
Dengan demikian pada perencanaan bendungan urugan harus diadakan perkiraan yang cermat terhadap factor – factor yang mungkin berpengaruh terhadap stabilitas lereng, serta kombinasi pembebanan yang paling tidak menguntungkan.
Dalam perencanaan ini akan digunakan metode IRISAN Bidang Luncur bundar Bishop untuk menganalisa stabilitas lereng.
Dengan persamaan angka keamanan sbb :
( GEMPA )
( TANPA GEMPA )
Dengan :
Fs = angka factor keamanan C = angka kohesi material.
W = berat beban N = W cos α ( beban komponen vertical )
T = W sin α ( beban komponen horizontal ) U = tekanan air pori
Ne = N x faktoe gempa ( N x e ) Te = T x factor gempa ( T x e )
= sudut geser dalam material
3.4.1. Tinjauan Keadaan Normal
( TANPA GEMPA )
89
- Gambar Kondisi muka air kosong (Sesaat setelah dibangun )
90
- Gambar Kondisi muka air penuh (Flood Water Level, FWL)
91
3.4.2. Tinjauan Keadaan Gempa
( GEMPA )
92
- Gambar Kondisi muka air kosong (Sesaat setelah dibangun )
93
- Gambar Kondisi muka air penuh (Flood Water Level, FWL)