KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb,
Alhamdulillahirabbil alamin, atas segala nikmat, rahmat dan hidayah-Nya yang
mampu mengantarkan saya dalam menyelesaikan penyusunan makalah ini. Sholawat serta
salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan umat kita, Nabi Muhammad SAW
yang telah membimbing kita dari masa kebodohan menuju masa yang gemilang.
Penulis menyadari bahwa setiap hal yang tertuang dalam penulisan laporan ini tidak
akan terwujud tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis hanya bisa
mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya.
Semoga Allah memberikan balasan atas segala bantuan yang telah diberikan kepada
penulis. Akhir kata, penulis berharap makalah ini bermanfaat dan dapat menjadi inspirasi
bagi peneliti lain serta menambah khasanah ilmu pengetahuan.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Surabaya, 26 Mei 2015
Penulis
i
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ............................................................................................. i DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 1
1.2 Tujuan Penulisan .......................................................................................... 2
1.3 Sistematika Penulisan ................................................................................. 2 BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 3
2.1 Definisi Kemiskinan ....................................................................................... 3
2.2 Indikator Kemiskinan ..................................................................................... 3
2.3 Faktor umum Penyebab Kemiskinan Perkotaan ................................................... 4
2.4 Analisis Masalah Program Pengentasan Kemiskinan ............................................ 4 2.5 Solusi Kemiskinan Perkotaan .......................................................................... 7 2.6 Studi kasus ................................................................................................. 8
BAB III PENUTUP…………………………………………………………………………………… 11
3.1 Lesson Learned………………………………………………………………………………………………11 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 12
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berbagai kebijakan dan program pembangunan sosial dan sektor, telah dilakukan
oleh pemerintah sebagai upaya untuk menyejahterakan masyarakat guna menanggulangi
atau mengurangi angka kemiskinan. Maksud baik pemerintah untuk mengatasi dan
mengurangi jumlah masyarakat miskin setelah krisis ekonomi, masih tetap konsisten. Hal ini
dapat dibuktikan dari berbagai kebijakan dan program yang dilaksanakan untuk mengatasi
dampak krisis ekonomi bagi masyarakat di perkotaan maupun di pedesaan, serta program-
program pemberdayaan masyarakat miskin lainnya.
Di Surabaya menurut data BPS, jumlah penduduk dalam rumah tangga miskin
(2002), tercatat sebanyak 296.498 jiwa atau 11,4% dari total jumlah penduduk, dan 80.109
KK atau 11,28% dari seluruh rumah tangga yang ada di kota Surabaya yang mencapai
709.991 KK (BPS; 2005). Sebagai kota yang tumbuh menjadi mega-urban, banyak bukti
menunjukkan bahwa perkembangan kota secara fisik yang makin gigantis, ternyata tidak
selalu paralel dengan peningkatan kesejahteraan penduduk secara keseluruhan. Muncul
pertanyaan besar yang perlu dijadikan acuan untuk menilai keberhasilan kota Surabaya
membangun dirinya adalah; Pertama, sejauh mana kegiatan pembangunan yang dilakukan
telah berhasil mengentas penduduk kota yang tergolong marginal dari kungkungan
kemiskinan, dan sejauh mana pula kesenjangan sosial telah berhasil dieliminasi ? Kedua,
sejauh mana Pemerintah Kota telah berhasil memenuhi kebutuhan fasilitas publik bagi
warga kota yang tergolong miskin, dan sejauh mana pula akses golongan miskin kota
terhadap fasilitas publik dasar, seperti fasilitas kesehatan, pendidikan dan sebagainya telah
berhasil ditingkatkan ke standar minimal yang telah digariskan ?
Program penanggulangan kemiskinan pada dasarnya bertujuan untuk mempercepat
pengurangan jumlah penduduk miskin di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia -
termasuk di kota Surabaya. Secara garis besar, cakupan program penanggulangan
kemiskinan yang diharapkan dikembangkan di berbagai wilayah adalah : Pertama,
pemberdayaan dan pengembangan kemampuan manusia yang berkaitan dengan aspek
pendidikan, kesehatan, dan perbaikan kebutuhan dasar tertentu lainnya. Kedua,
pemberdayaan dan pengembangan kemampuan manusia berkaitan dengan perbaikan aspek
lingkungan, permukiman, perumahan, dan prasarana pendukungnya. Ketiga, pemberdayaan
dan pengembangan kemampuan manusia yang berkaitan dengan aspek usaha, lapangan
kerja, dan lain-lain yang dapat meningkatkan pendapatan.
Di kota Surabaya, pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan tidak berjalan
maksimal karena tidak didukung oleh kerja tim yang betul-betul terpadu dan pembagian
kerja yang jelas, sehingga dalam praktek sering antar dinas terkesan berjalan sendiri-sendiri
tanpa ada panduan yang jelas. Tidak adanya fokus kelompok sasaran yang benar-benar
akurat dan lokasi program penanggulangan kemiskinan yang jelas, adalah salah satu
kendala yang menghambat efektivitas pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan di
kota Surabaya. Ke depan, untuk mencegah agar persoalan kemiskinan tidak makin meluas
dan jumlah penduduk miskin di kota Surabaya tidak terus bertambah, selain dibutuhkan
1
koordinasi yang lebih terpadu antar dinas, yang tidak kalah penting adalah sebuah rencana
program intervensi yang lebih terfokus. Yakni, program jangka pendek dan jangka
menengah yang benar-benar konsisten, realistis dan kontekstual - terutama untuk
mencegah kemungkinan terjadinya bias dan tumpang-tindih pelaksanaan program
penanggulangan kemiskinan yang tidak perlu terjadi.
1.2 Tujuan Penulisan 1. Mengetahui definisi kemiskinan secara umum. 2. Mengetahui faktor-faktor penyebab timbulnya kemiskinan. 3. Menganalisis persoalan kemiskinan kota yang berdampak pada Ekonomi Kota 4. Mengetahui Konsep penanganan Kemiskinan Kota
1.3 Sistematika Penulisan Adapun penyusunan makalah ini akan dibahas sesuai dengan sistematika pembahasan yang disajikan sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN - Latar Belakang
- Tujuan
- Sistematika Penulisan BAB II PEMBAHASAN - Definisi Kemiskinan secara umum
- Indikator Kemiskinan
- Faktor umum Penyebab Kemiskinan di Perkotaan
- Analisis Masalah Pengentasan kemiskinan di kota Surabaya
- Solusi Masalah Kemiskinan Perkotaan
- Study case
BAB III PENUTUP - Lesson Learned
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Kemiskinan
Kesenjangan ekonomi atau ketimpangan antara kelompok masyarakat
berpendapatan tinggi dan kelompok masyarakat berpenghasilan rendah serta tingkat
kemiskinan atau jumlah orang yang berada di bawah garis kemiskinan merupakan dua
masalah besar dibanyak negara berkembang, tidak terkecuali Indonesia.
Secara umum, Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk
memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan , pakaian , tempat berlindung, pendidikan, dan
kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar,
ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah
global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara
yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya
dari sudut ilmiah yang telah mapan. Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara.
Pemahaman utamanya meliputi: Pertama, gambaran kekurangan materi, yang
biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan
kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang
dan pelayanan dasar. Kedua, gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan
sosial, ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini
termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilan social biasanya dibedakan dari kemiskinan,
karena hal ini mencakup masalahmasalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang
ekonomi.
Ketiga, gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai.
Makna "memadai" di sini sangat berbeda-beda melintasi bagianbagian politik dan ekonomi di
seluruh dunia.
2.2 Indikator Kemiskinan
Untuk Mengukur tingkat kemiskinan perkotaan adapun indikator yang digunakan, Indikator
tersebut adalah sebagai berikut;
A. Indikator kemiskinan menurut BPS;
Tidak miskin, mereka yang pengeluaran per orang per bulan lebih dari Rp 350.610.
Hampir Tidak Miskin, pengeluaran per bulan per orang antara Rp 280.488 - Rp
350.610 atau antara Rp 9.350 -Rp11.687 per hari. Jumlahnya mencapai 27,12 juta
jiwa.
Hampir Miskin, pengeluaran per bulan per orang antara Rp 233.740 - Rp 280.488
atau antara Rp 7.780 - Rp 9.350 per hari. Jumlah nyamencapai 30,02 juta
jiwa.
3
Miskin, pengeluaran perbulan per orang antara Rp 233.740 - kebawah atau sekitar
Rp7.780 - kebawah per hari. Jumlahnya mencapai 31 juta jiwa.
Sangat Miskin (kronis), tidak ada kriteria berapa pengeluaran per orang per hari.
Diperkirakan jumlahnya mencapai sekitar 15 juta jiwa.
B. Indikator kemiskinan Menurut BAPPENAS sebagai berikut;
Terbatasnya kecukupan dan mutu pangan.
Terbatasnya akses dan rendahnya mutu layanan kesehatan.
Terbatasnya akses dan rendahnya mutu layanan pendidikan.
Terbatasnya kesempatan kerja dan berusaha.
Lemahnya perlindungan terhadap aset usaha dan perbedaan upah.
Terbatasnya akses layanan perumahan dan sanitasi.
Terbatasnya akses terhadap air bersih.
Lemahnya kepastian kepemilikan dan penguasaan tanah.
Memburuknya kondisi lingkungan hidup dan sumberdaya alam, serta terbatasnya
akses masyarakat terhadap sumber daya alam.
Lemahnya jaminan rasa aman.
Lemahnya partisipasi.
Besarnya beban kependudukan yang disebabkan oleh besarnya tanggungan
keluarga.
Tata kelola pemerintahan yang buruk yang menyebabkan inefisiensi dan inefektivitas
dalam pelayanan publik, meluasnya korupsi, dan rendahnya jaminan sosial terhadap
masyarakat.
2.3 Faktor Umum Penyebab Kemiskinan Perkotaan
Ketidakmerataan dalam pendistribusian suatu pendapatan nasional, sehingga hal ini bisa
menyebabkan kesenjangan sosial pada masyarakat. Apalagi dikota – ota besar seperti
Surabaya dan lainnya.
2.4 Analisis Masalah Program Pengentasan Kemiskinan Perkotaan
Indonesia dalam peta pembangunan internasional termasuk dalam cakupan wilayah
di dunia ke tiga, untuk itu dalam perspektif teori pembangunan internasional maka
Indonesia termasuk dalam perspektif teori pembangunan dunia ketiga. Teori pembangunan
dunia ketiga sendiri adalah teori-teori pembangunan yang berusaha menyelesaikan masalah
yang dihadapi oleh negera-negara miskin atau negara-negara sedang yang sedang
berkembang dalam sebuah dunia yang didominasi oleh kekuatan ekonomi, ilmu
4
Pengetahuan dan militer negara-negara adikuasa atau negara-negara industri maju. Teori
Pembangunan di dunia ke tiga memiliki perbedaan dengan teori pembangunan bagi negara-
negara adikuasa, karena persoalan yang dihadapinya berlainan. Bagi negara-negara dunia
ketiga, persoalannya adalah bagaimana bertahan hidup atau bagaimana meletakkan dasar-
dasar ekonominya supaya bis bersaing di pasar internasional. Bagi negara-negara adikuasa
persolannya adalah bagaimana melakukan ekspansi lebih lanjut bagi kehidupan ekonominya
yang sudah mapan.
Apabila kita perhatikan kemiskinan yang terjadi di Indonesia adalah bentuk
kemiskinan struktural (buatan) karena sebenarnya secara alamiah Indonesia mempunyai
potensi dan sumber daya yang cukup untuk tidak mengalami kemiskinan. Kemiskinan
struktural adalah kemiskinan akibat dari super struktur yang membuat sebagian anggota
atau kelompok masyarakat tertentu mendominasi sarana ekonomi, sosial, politik dan
budaya. Struktur ini menyebabkan tidak adanya pemerataan, tidak berkembangnya kualitas
dan daya kreasi rakyat dalam pelaksanaan pembangunan serta terpinggirkannya partisipasi
masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan
Penggalian tentang kemiskinan yang selama ini cenderung dilakukan pada batas
angka-angka statistik makro yang kurang mendalam serta tidak detail dalam mengungkap
latar belakang masyarakat miskin. Akibatnya tidak dapat melihat persoalan secara
komperehensif mengenai dimensi-dimensi kemiskinan, karena sesungguhnya persoalan
kemiskinan terkait dan saling mempengaruhi dengan persoalan yang lainnya. Pada sisi lain
studi tentang kemiskinan juga cenderung over akademis yang kurang memiliki daya guna
pemecahan persoalan yang sifatnya praksis penanggulangan kemiskinan, sekaligus gagal
mengungkap akar penyebab kemiskinan.
Ada tiga sisi yang menjadi akar penyebab dari terjadinya kemiskinan struktural yaitu :
1. Pemahaman akan kemiskinan yang tidak tepat dan sepihak. Kemiskinan lebih dikaji dari
aspek ekonomi saja. Aspek-aspek lain yang berkaitan erat dengan persoalan kemiskinan
seperti aspek politik, kultural, serta sosial dikaji secara terpisah. Persoalan kemiskinan
dipahami tanpa mengkaji dampak dari kebijakan publik atau pemerintah terhadap
keberadaan rakyat miskin
2. Kebijakan yang dibuat oleh pemerintah tidak melibatkan masyarakat yang terkena sasaran,
baik di tingkat perencanaan maupun sampai ke tingkat pelaksanaannya.
3. Tidak ada evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan di perkotaan untuk melihat
dampak yang terjadi.
5
Oleh karena itu sudah seharusnya kita mengerti apa yang menjadi masalah
mendasar dalam proses mengentaskan kemiskinan ini. Pemahaman kemiskinan saat ini
mempunyai arti yang lebih luas yang didefinisikan sebagai kemiskinan majemuk yaitu suatu
kondisi tidak terpenuhinya kebutuhan asasi atau esensial sebagai manusia. Kebutuhan asasi
tersebut meliputi kebutuhan akan subsistensi, afeksi, keamanan, identitas, proteksi, kreasi,
kebebasan, partisipasi, waktu luang.
Kemiskinan subsistensi pada rakyat miskin kota seperti yang terjadi di Yogjakarta
(lampiran) merupakan contoh dimana rendahnya pendapatan, tak terpenuhinya kebutuhan
akan sandang, pangan, papan serta kebutuhan-kebutuhan dasar lainnya. Kemiskinan
perlindungan karena meluasnya budaya kekerasan atau tidak memadainya sistem
perlindungan atas hak dan kebutuhan dasar rakyat miskin kota; kemiskinan afeksi terjadi
karena adanya bentuk-bentuk penindasan, pola hubungan eksploitatif antara manusia
dengan manusia dan manusia dengan alam; kemiskinan pemahaman karena kualitas
pendidikan yang rendah, selain faktor kuantitas yang tidak mampu memenuhi kebutuhan;
kemiskinan partisipasi karena adanya diskriminasi dan peminggiran rakyat dari proses
pengambilan keputusan; kemiskinan identitas karena dipaksakannya nilai-nilai asing
terhadap budaya lokal yang mengakibatkan hancurnya nilai sosio kultural yang ada.
Dimensi kemiskinan majemuk yang dialami masyarakat miskin dapat teridentifikasi
dari beberapa aspek berupa rendahnya kesejahteraan, akses pada sumber daya, kesadaran
kritis, partisipasi dan posisi tawar. Aspek ekonomi bukanlah satu-satunya penyebab
kemiskinan. Faktor-faktor yang lain, seperti politik dan sosial budaya, mempunyai peranan
yang sangat kuat dalam melatarbelakangi munculnya lingkaran kemiskinan yang tak
terselesaikan.
Paradigma ekonomi yang dipakai dalam penyusunan pembangunan, membuat pemilik
modal menguasai segala-galanya. Penguasaan ekonomi dengan dalih demi ‘keuntungan
bersama’, menjadi penyebab dasar kemiskinan dalam masyarakat dan menimbulkan
kebijakan ekonomi yang semena-mena. Aspek sosial budaya banyak sekali mempengaruhi
terjadinya proses pemiskinan. Tradisi yang ada tidak sedikit yang memberikan ‘pembenaran’
dalam pemenuhan kebutuhan dasar. ‘Pembenaran tradisi’ bahwa anak harus ikut
menanggung kemiskinan keluarga, di satu sisi memunculkan kasus pekerja anak; dan di sisi
lain terjadi pemberontakan yang melahirkan realita anak jalanan pada banyak kota di
Indonesia. Modernisasi yang dipaksakan, memunculkan kemiskinan dalam bentuk yang lain.
Kepentingan politik tidak bisa dilepaskan dari kemiskinan yang terjadi. Struktur birokrasi
6
yang tidak aspiratif terhadap rakyat miskin menimbulkan banyak kebijakan yang semakin
memiskinkan rakyat. Contoh kecil yaitu TASKIN disurabaya timur yang mempunyai problema
sebagai berikut;
Kurangnya pengawasan dari pemerintah.
Kurangnya maintance/perawatan terhadap alat yang dipinjamkan sehingga alat
tersebut rusak dan tidak terpakai lagi.
Pendapatan yang rendah sehingga, susah untuk membayar uang cicilan dari modal
yang dipinjamkan.
2.5 Solusi kemiskinan secara umum
Pemberian Pelatihan Ketrampilan dan keahlian
Membuka lebih banyak Lagi Lapangan Pekerjaan didesa dan dikota
7
2.6 Study Case
2.6.1 Gambaran Umum Kedung Baruk
Kedung Baruk adalah sebuah kelurahan yang berada di Kecamatan Rungkut Kota Surabaya.
Di daerah tersebut yang dekat dengan sungai banyak terdapat pemukiman kumuh. Setiap
tahunnya penduduk miskin yang ada pada Kecamatan Rungkut selalu mengalami
peningkatan. Bahkan di Kelurahan Kedung Baruk penigkatan penduduk miskin bisa
dikatakan cukup tinggi. Hal tersebut dapat dilihat pada data penduduk miskin Kecamatan
Rungkut Tahun 2010, 2011, 2012. Berikut datanya:
Kelurahan Jumlah
keluarga
seluruhnya
Jumlah keluarga
miskin
persentase
Rungkut kidul 3.844 668 17,38 %
Medokan ayu 3.608 974 27,00 %
Wonorejo 2.183 425 19,47 %
Penjaringan sari 3.540 875 24,72 %
Kedung baruk 4.298 733 17,05 %
Kali rungkut 6.493 1.112 17,13 %
Jumlah 23.966 4.767 19,89 %
Sumber: BPS 2010
Kelurahan Jumlah keluarga
seluruhnya
Jumlah keluarga
miskin
Persent
ase
Rungku kidul 3.310 1.056 31,90 %
Medokan ayu 4.650 1.093 23,50%
Wonorejo 3.412 652 19.11%
Penjaringan sari 3.436 1.007 29.31
%
Kedung baruk 3.674 1.273 32,86 %
Kali rungkut 5.633 2008 33,81%
Jumlah 23.830 7.089 29,74%
Sumber: BPS 2011
Kelurahan Jumlah keluarga
seluruhnya
Jumlah keluarga
miskin
persentase
Rungkut kidul 3.932 1.056 26 %
Medokan ayu 3.594 973 27 %
Wonorejo 2.546 452 18 %
Penjaringan sari 3.572 1.007 28 %
Kedung baruk 4.337 1.573 36 %
Kali rungkut 6.484 2.206 34 %
Jumlah 24.355 7.267 30 %
Sumber: BPS 2012
2.6.2. Evaluasi Terhadap Kebijakan
Berikut kebijakan yang telah diberlakukan oleh pemerintah Surabaya untuk mengentas
kemiskinan di daerah Kecamatan Rungkut dan Kecamatan Kenjeran. Berikut evaluasi
terhadap kebijakan pemerintah Surabaya dalam hal mengentas kemiskinan di Kecamatan
Rungkut dan Kecamatan Kenjeran.
Biaya produksi usaha ekonomi selama setahun terakhir cenderung mengalami
peningkatan.
Dalam hal pemasaran hasil produksi cenderung tetap.
Dalam satu tahun terakhir, keuntungan yang diperoleh cenderung dari usaha yang
dilakukan cenderung turun.
9
2.6.3. Kelemahan Kebijakan
Dalam kebijakan yang dibuat oleh pemerintah Surabaya untuk mengentas kemiskinan
yang ada pada Kecamatan Rungkut dan Kecamatan Kenjeran memiliki kelemahan dalam
pelaksanaannya. Kelemahan – kelemahan tersebut disebabkan oleh :
Kurangnya pengawasan dari pemerintah.
Pemerintah hanya memberikan bantuan saja terhadap penduduk miskin yang
ada pada daerah tersebut tanpa adanya pengawasan, sehingga para
penduduk yang mendapatkan bantuan dari pemerintah menyleweng dengan
apa yang sudah di rencanakan.
Kurangnya maintance/perawatan terhadap alat yang dipinjamkan sehingga alat
tersebut rusak dan tidak terpakai lagi.
Para penduduk yang menerima bantuan berupa alat biasanya enggan untuk
merawat atau memperbaiki alat tesebut. Mereka hanya menggunakannya
saja tanpa adanya perawatan, sehingga alat yang dipinjamkan sebagai modal
menjadi rusak dan akhirnya penduduk yang dapat pinjaman modal berupa
alat tidak bisa melakukan apa – apa karena modal yang dia gunakan untuk
mencari uang telah rusak
Pendapatan yang rendah sehingga, susah untuk membayar uang cicilan dari modal
yang dipinjamkan.
Jika dilihat yang menyebabkan pendapatan rendah adalah barang dagangan
yang mereka dagangkan kalah bersaing dengan barang lainnya, sehingga
pendapatan yang mereka dapatkan untuk membayar bantuan yang diberikan
oleh pemerintah mengalami hambatan. Hal ini juga menyebabkan usaha
mereka tidak bisa berkembang karena dalam pangsa pasar mereka kalah.
2.6.4 Rekomendasi
1. Untuk melakukan upaya pemberdayaan dan pengembangan kegiatan usaha ekonomi
produktif keluarga keluarga miskin serta membina kelangsungan jenis kegiatan
usaha mereka diperlukan program strategis dan langakah yang berkesinambungan,
dan bersifat kontekstual
2. Permodalan merupakan masalah yang sering menghimpit operasionalisasi kegiatan
usahannya. Oleh sebab itu, pemberian bantuan dalam bentuk pinjaman lunak yakni
dengan bunga ringan.
10
BAB III
PENUTUP
3.1 Lesson Learned
Kemiskinan merupakan suatu masalah perkotaan yang tidak dapat dihilangkan tapi dapat
diminimalisir dengan melakukan kebijakan – kebijakan yang harus juga diawasi agar
kemiskinan berkurang setiap tahunnya
11