Top Banner
TUGAS TERSTUKTUR PENGENDALIAN VEKTOR EPIDEMIOLOGI PENGENDALIAN NYAMUK Aedes Kelompok : 2 Disusun oleh: Lidya Natalia S G1B012027 Nurfaizah G1B012035 Rikky Permana SP G1B012063 Aisyah Rachmadini G1B012088 Ilmiaziz Mumfangatin G1B012092 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT PURWOKERTO 2015
31

pengendalian vektor nyamuk aedes

Apr 21, 2023

Download

Documents

Kharis Mustofa
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: pengendalian vektor nyamuk aedes

TUGAS TERSTUKTUR PENGENDALIAN VEKTOR EPIDEMIOLOGI

PENGENDALIAN NYAMUK Aedes

Kelompok : 2

Disusun oleh:

Lidya Natalia S G1B012027

Nurfaizah G1B012035

Rikky Permana SP G1B012063

Aisyah Rachmadini G1B012088

Ilmiaziz Mumfangatin G1B012092

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT

PURWOKERTO

2015

Page 2: pengendalian vektor nyamuk aedes

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Nyamuk termasuk dalam subfamili Culicinae, family Culicidae

(Nematocera: Diptera) merupakan vektor atau penular utama dari

penyakit arbovirus atau arthropod-borne viruses. Di seluruh dunia

terdapat lebih dari 2500 spesies nyamuk meskipun sebagian besar dari

spesies - spesies nyamuk ini tidak berasosiasi dengan penyakit virus

(arbovirus) dan penyakit - penyakit lainnya. Jenis - jenis nyamuk yang

menjadi vektor utama, biasanya adalah Aedes sp., Culex sp.,

Anopheles sp., dan Mansonia sp. (Sembel, 2009).

Aedes adalah genus nyamuk awalnya ditemukan di daerah

tropis dan subtropis. Hal ini dianggap sangat invasif di alam dan dapat

membawa berbagai patogen yang dapat ditularkan ke manusia.

Spesies Aedes aegypti L. dan Aedes albopictus (Skuse) adalah vektor

utama yang menjadi perhatian di seluruh dunia. Aedes aegypti

merupakan vektor utama yang mentransmisikan virus yang

menyebabkan demam berdarah. Ia juga dikenal untuk mengirimkan

infeksi filaria Wuchereria bancrofti dan dari Cacing jantung dan parasit

Plasmodium gallinaceum burung (R. C. Russell, 2005). Aedes sp

merupakan vektor pembawa penyakit DBD, chikungunya, demam

kuning, filariasis, radang otak atau encephalitis.

Penyebaran penyakit Demam berdarah Dengue (DBD) di

Indonesia kian mengancam. Berdasarkan data yang diperoleh dari

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Badan Litbangkes)

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menunjukan jumlah korban jiwa

yang disebabkan oleh nyamuk Aedes aegypti itu terus meningkat dari

tahun ke tahun. Pada tahun 2014 jumlahnya mencapai 903 orang dari

99.499 kasus DBD. Ini meningkat dari tahun 2013 yang hanya 871

orang dari 112.511 kasus DBD, dan 2012 hanya 816 orang dari 90.245

kasus (Badan Litbangkes Kemenkes, 2015).

Page 3: pengendalian vektor nyamuk aedes

Tiga penyakit menjadi fokus perhatian di Indonesia, yaitu DBD,

malaria, dan filariasis. Berdasarkan data Kemenkes, penderita DBD

(2013) 45,85 orang per 100.000 penduduk dengan tingkat kematian

0,77 persen. Kasus malaria (2013) 1,38 orang per 1.000 penduduk. Dan

ada 302 kabupaten/kota endemis filariasis dari 497 kabupaten/kota.

Awal tahun 2015 yang mengalami KLB DBD adalah jawa timur

sebanyak 1.817 kasus demam berdarah dengue (DBD) telah dilaporkan

oleh Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur kepada Kementerian

Kesehatan RI. ada peningkatan kasus DBD sebesar 46% bila

dibandingkan bulan yang sama di tahun 2014, yaitu 980 kasus.

Seluruhnya terdapat 15 Kabupaten/Kota yang menyandang status

kejadian luar biasa (KLB) dikarenakan jumlah kasus DBD di wilayah

tersebut meningkat dua kali lipat dibandingkan dengan bulan yang

sama di tahun 2014 (Depkes, 2015). Oleh sebab itu makalah ini dibuat

untuk mengetahui lebih lanjut mengenai Aedes sp.

B. Tujuan

1. Untuk mengetahui taksonomi Aedes sp.

2. Untuk mengetahui morfologi Aedes aegypti dan Aedes

albopictus.

3. Untuk mengetahui siklus hidup Aedes sp.

4. Untuk mengetahui kebiasaan hidup/bionomik nyamuk Aedes

aegypti dan Aedes albopictus.

5. Untuk mengetahui penyebaran nyamuk Aedes aegypti dan

Aedes albopictus.

6. Untuk mengetahui peranan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes

albopictus sebagai vector.

7. Untuk mengetahui cara pengendalian nyamuk Aedes sp.

Page 4: pengendalian vektor nyamuk aedes

BAB II

ISI

A. Taksonomi Aedes sp

Nyamuk Aedes sp tersebar di seluruh dunia dan diperkirakan

mencapai 950 spesies. Nyamuk ini dapat menyebabkan gangguan

gigitan yang serius terhadap manusia dan binatang, baik di daerah

tropik dan daerah beriklim lebih dingin.

1. Taksonomi Aedes Aegypti

Urutan klasifikasi dari nyamuk Aedes aegypti adalah sebagai

berikut:

Kingdom : Animalia

Phylum : Arthropoda

Subphylum : Uniramia

Kelas : Insekta

Ordo : Diptera

Subordo : Nematosera

Familia : Culicidae

Sub Family : Culicinae

Tribus : Culicini

Genus : Aedes

Spesies : Aedes Aegypti

(Djakaria S, 2004)

2. Taksonomi Aedes albopictus

Aedes albopictus termasuk dalam subgenus yang sama dengan

Aedes aegypti (Stegomya). Klasifikasi Aedes albopictus adalah

sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Page 5: pengendalian vektor nyamuk aedes

Phylum : Insecta

Ordo : Diptera

Familia : Culicidae

Genus : Aedes

Spesies : Aedes albopictus

B. Morfologi Aedes aegypti dan Aedes albopictus

1. Telur

Telur Aedes sp. tidak mempunyai pelampung dan diletakkan

satu persatu di atas permukaan air, berwarna gelap, berbentuk oval

biasanya telur diletakkan diatas permukaan air satu- persatu dalam

keadaan menempel pada dinding tempat perindukannya. Ukuran

panjangnya 0,7 mm, dibungkus dalam kulit yang berlapis tiga dan

mempunyai saluran berupa corong untuk masuknya spermatozoa

(Sembel, 2009).

Telur Aedes aegypti dalam keadaan kering dapat tahan

bertahun – tahun lamanya. Telur berbentuk elips dan mempunyai

permukaan yang polygonal. Telurnya tidak akan menetas sebelum

tanah digenangi air dan telur akan menetas dalam waktu satu sampai

tiga hari pada suhu 30°C tetapi membutuhkan tujuh hari pada suhu

16°C (Neva FA and Brown HW, 1994).

Telur nyamuk Aedes albopictus berwarna hitam, yang akan

menjadi lebih hitam warnanya ketika menjelang menetas, bentuk

lonjong dengan satu ujungnya lebih tumpul dan ukurannya ± 0,5mm

(Boesri, Hasan. 2011). Telur Aedes albopictus waktu bertelur

sesudah menghisap darah dipengaruhi oleh temperatur. Waktu

terpendek antara menghisap darah dan bertelur untuk pertama kali

ialah 7 hari pada suhu 210 C dan 3 hari pada suhu 280 C. Telur yang

masak (umur4-7 hari) akan menetas segera sesudah kontak dengan

air (Sembel , 2009).

Page 6: pengendalian vektor nyamuk aedes

Gambar 1. Telur Aedes sp

2. Larva

Larva Aedes aegypti dapat bertahan hidup dan tumbuh normal

pada air got yang didiamkan dan menjadi jernih, sedangkan pada

air sumur dan PAM ketahanan hidupnya sangat rendah dan tidak

dapat tumbuh normal. Air limbah sabun mandi tidak

memungkinkan untuk hidup larva Ae aegypti (Sayono, 2011).

Gambar 2. Larva Aedes aegypti

Gambar 3. Larva Aedes albopictus

Page 7: pengendalian vektor nyamuk aedes

Stadium jentik biasanya berlangsung 6-8 hari. Ada 4

tingkat (instar) jentik sesuai dengan pertumbuhan larva tersebut,

yaitu:

a. Instar I : berukuran paling kecil, yaitu 1-2 mm

b. Instar II : 2,5-3,8 mm

c. Instar III : lebih besar sedikit dari larva instar II

d. Instar IV : berukuran paling besar 5 mm.

Larva instar IV akan berubah menjadi pupa yang

berbentuk bulat gemuk menyerupai koma. Untuk menjadi

nyamuk dewasa diperlukan waktu 2-3 hari. Suhu untuk

perkembangan pupa yang optimal sekitar 270C-300C, tidak

memerlukan makanan tetapi memerlukan udara. Pada stadium

pupa ini akan dibentuk alat-alat tubuh nyamuk seperti sayap,

kaki, alat kelamin, dan bagian tubuh lainnya (Depkes RI, 2008).

Ciri-ciri dari larva Aedes aegypti adalah adanya corong

udara pada segmen terakhir. Pada corong udara tersebut

memiliki gigi pectin serta sepasang rambut dan jumbai. Pada

segmen abdomen tidak dijumpai adanya rambut berbentuk kipas

(palmate hairs). Pada setiap abdomen segmen kedelapan ada

comb scale sebanyak 8-21 atau berjejer 1-3 (Soegijanto, 2006).

Ciri-ciri dari larva Aedes albopictus adalah kepala

berbentuk bulat silindris, antenna pendek dan halus dengan

rambut-rambut berbentuk sikat di bagian depan kepala, pada

ruas abdomen 8 terdapat gigi sisir yang khas dan tanpa duri pada

bagian lateral thorax berukuran ± 5mm (Boesri, Hasan. 2011).

3. Pupa

Pupa berbentuk agak pendek, tidak makan tetapi tetap

aktif bergerak dalam air terutama bila terganggu. Pupa akan

berenang naik turun dari bagian dasar ke permukaan air. Dalam

waktu dua atau tiga hari perkembangan pupa sudah sempurna,

maka kulit pupa pecah dan nyamuk dewasa muda segera keluar

dan terbang ( Sembel, 2009).

Page 8: pengendalian vektor nyamuk aedes

Pupa Aedes albopictus bentuk seperti koma dengan

cephalothorax yang tebal, abdomen dapat digerakkan vertikal

setengah lingkaran, warna mulai terbentuk agak pucat berubah

menjadi kecoklatan kemudian menjadi hitam ketika menjelang

menjadi dewasa, dan kepala mempunyai corong untuk bernapas

yang berbentuk seperti terompet panjang dan ramping (Boesri,

2011).

Gambar 4. pupa Aedes

(sumber : Dept. Medical Entomology ICPMR, 2002)

Gambar 5. Nyamuk keluar dari pupa

Sumber : (Mani Saranya, 2013)

4. Nyamuk Dewasa

Page 9: pengendalian vektor nyamuk aedes

Aedes aegypti juga disebut sebagai Tiger mosquito atau

Black White Mosquito karena tubuhnya mempunyai ciri khas

berupa adanya garis-garis dan bercak bercak putih keperakan di

atas dasar warna hitam. Dua garis melengkung berwarna putih

keperakan di kedua sisi lateral serta dua buah garis putih sejajar

di garis median dari punggungnya yang berwarna dasar hitam

sedangkan pada Aedes albopictus hanya membentuk sebuah

garis lurus. Susunan vena sayap sempit dan hampir seluruhnya

hitam, kecuali bagian pangkal sayap. Seluruh segmen abdomen

berwarna belang hitam putih, membentuk pola tertentu, dan pada

betina ujung abdomen membentuk titik (meruncing) (Harwood RF

and James MT, 1979).

Aedes aegypti berbadan sedikit lebih kecil, tubuhnya

sampai ke kaki berwarna hitam dan bergaris-garis putih. Nyamuk

ini tidak menyukai tempat yang kotor, biasa bertelur pada

genangan air yang tenang dan bersih seperti pot bunga,

tempayan, bak mandi dan lain-lain yang kurang diterangi

matahari dan tidak dibersihkan secara teratur. Bagi nyamuk

Aedes aegypti, darah manusia berfungsi untuk mematangkan

telur agar dapat dibuahi pada saat perkawinan (Rozanah, 2004).

Mulut nyamuk termasuk tipe menusuk dan mengisap

(Rasping-Sucking), mempunyai enam stilet yaitu gabungan

antara mandibula, maxilla yang bergerak naik turun menusuk

jaringan sampai menemukan pembuluh darah kapiler dan

mengeluarkan ludah yang berfungsi sebagai cairan racun dan

antikoagulan (Sembel DT, 2009).

Page 10: pengendalian vektor nyamuk aedes

Gambar 6. Aedes aegypti

Gambar 7. Aedes albopictus

Nyamuk jantan umumnya lebih kecil dari nyamuk betina

dan terdapat rambut-rambut tebal pada antena nyamuk jantan.

Kedua ciri ini dapat diamati dengan mata telanjang

(Gandahusada, dkk, 2000).

Aedes aegypti secara makroskopis memang terlihat

hampir sama seperti Aedes albopictus, tetapi berbeda pada letak

morfologis pada punggung (mesonotum), mesepimeron dan kaki

anterior (Rahayu, Diah. 2013). Seperti terlihat pada gambar.

Page 11: pengendalian vektor nyamuk aedes

Aedes aegypti Aedes albopictus

Gambar 8. Perbedaan Mesonotum Aedes aegypti dan Aedes

albopictus

Aedes aegypti Aedes albopictus

Gambar 9. Perbedaan Mesepimeron Aedes aegypti dan Aedes

albopictus

Aedes aegypti Aedes albopictus

Gambar 10. Perbedaan Kaki Anterior bagian femur Aedes

aegypti dan Aedes albopictus

Aedes aegypti jika dilihat dari gambar mempunyai

perbedaan pada Mesonotum yaitu Aedes aegypti mempunyai

gambaran punggung berbentuk garis seperti lyre dengan dua

garis lengkung dan dua garis lurus putih, sedangkan Aedes

albopictus hanya mempunyai satu strip putih pada Mesonotum.

Anterior kaki Aedes aegypti bagian femur kaki tengah terdapat

strip putih memanjang sedangkan Aedes albopictus tanpa strip

putih memanjang (Rahayu, Diah . 2013)

Tabel 1. Perbedaan Aedes aegypti dan Aedes albopictus

Page 12: pengendalian vektor nyamuk aedes

No. Aedes aegypti Aedes albopictus

1. Menyukai tinggal di dalam

rumah (indoor).

Menyukai tinggal di luar rumah

(outdoor).

2. Bersifat antropofilik

(menggigit manusia).

Bersifat antropofilik dan zoofilik

(menggigit manusia dan binatang).

3. Jarak terbang nyamuk

dewasa betina 30-50 meter.

Jarak terbang nyamuk dewasa

betina 400-600 meter.

4. Mempunyai punggung

berbentuk garis seperti lyre

dengan dua garis lengkung

dan dua garis lurus putih.

Hanya mempunyai satu garis lurus

pada punggungnya.

5. Terdapat dua tambahan strip

putih terpisah pada bagian

mesepimeron.

Mesepimeron membentuk

tambalan putih berbentuk V.

6. Anterior pada bagian femur

kaki tengah terdapat strip

putih memanjang.

Tidak terdapat sstrip putih

memanjang pada bagian femur

kaki.

Sumber : Diah Rahayu (2013)

C. Siklus Hidup Aedes sp

Aedes aegypti mengalami metamorfosis lengkap/metamorfosis

sempurna (holometabola) yaitu dengan bentuk siklus hidup berupa

Telur, Larva (beberapa instar), Pupa dan Dewasa (James MT and

Harwood RF, 1969) Nyamuk Aedes aegypti, meletakkan telur pada

permukaan air bersih secara individual. Setiap hari nyamuk Aedes

betina dapat bertelur rata-rata 100 butir. Telurnya bebentuk elips

berwarna hitam dan terpisah satu dengan yang lain. Telur menetas satu

sampai dua hari menjadi larva (Ginanjar, 2008).

Terdapat empat tahapan dalam perkembangan larva yang

disebut instar. Perkembangan dari instar satu ke instar empat

memerlukan waktu sekitar 5 hari. Setelah mencapai instar keempat,

larva berubah menjadi pupa dimana larva memasuki masa dorman.

Page 13: pengendalian vektor nyamuk aedes

Pupa bertahan selama dua hari sebelum akhirnya nyamuk dewasa

keluar dari pupa. Perkembangan dari telur hingga nyamuk dewasa

membutuhkan waktu tujuh hingga delapan hari, tetapi dapat lebih lama

jika kondisi lingkungan tidak mendukung (Ginanjar, 2008).

Gambar 11. Siklus hidup nyamuk Aedes sp

Sumber : http://www.cdc.gov/Dengue/entomologyEcology/m_lifecycle.html

Telur Aedes aegypti tahan terhadap kondisi kekeringan, bahkan

bisa bertahan hingga satu bulan dalam keadaan kering. Jika terendam

air, telur kering dapat menetas menjadi larva. Sebaliknya, larva sangat

membutuhkan air yang cukup untuk perkembangannya. Kondisi larva

saat berkembang dapat memengaruhi kondisi nyamuk dewasa yang

dihasilkan. Sebagai contoh populasi larva yang melebihi ketersediaan

makanan akan menghasilkan nyamuk dewasa yang cendrung lebih

rakus dalam menghisap darah (Ginanjar, 2008) .

D. Kebiasaan Hidup/Bionomik Nyamuk Aedes aegypti dan Aedes

albopictus

1. Bionomik Nyamuk Aedes aegypti

Page 14: pengendalian vektor nyamuk aedes

a. Ketahanan hidup

Cuaca memegang peranan penting dalam daur hidup

nyamuk sebagai vector demam berdarah. Faktor yang

berpengaruh adalah curah hujan, suhu, kelembaban dan

kecepatan angin. Berkaitan dengan Climate change, semua

factor menjadi tidak dominan karena ketidak pastian cuaca

memberikan kombinasi yang beragam (Tjatur, 2013).

Perkembangan telur nyamuk tampak telah mengalami

embrionisasi lengkap dalam waktu 72 jam dalam temperature

udara 25-300C dan dijelaskan bahwa rata-rata suhu optimum

untuk pertumbuhan nyamuk adalah 25- 270C dan pertumbuhan

nyamuk akan berhenti sama sekali Bila suhu kurang dari 100C

atau lebih dari 400C.Kalimantan merupakan daerah tropis, suhu

udara 25% merupakan suhu optimum untuk perkembangbiakan

jentik (Ridha, 2013).

b. Kebiasaan mengigit

Aktivitas mengigit mencapai puncak pada saat perubahan

intensitas cahaya tetapi bisa mengigit sepanjang hari dan

tertinggi sebelum matahari terbenam. Jarak terbang pendek yaitu

50-100 meter kecuali terbawa angin (Soegijanto, 2006).

Tidak seperti nyamuk lain, Aedes aegypti mempunyai

kebiasaan mengisap darah berulang kali (multiple bites) dalam

satu siklus gonotropik, untuk memenuhi lambungnya dengan

darah. Dengan demikian nyamuk ini sangat efektif sebagai

penular penyakit (Departemen Kesehatan Republik Indonesia,

2008).

c. Perilaku istirahat

Nyamuk akan istirahat pada tempat-tempat yang gelap dan

sejuk apabila sudah menghisap darah, sampai proses

penyerapan darah untuk perkembangan telur selesai. Nyamuk

Page 15: pengendalian vektor nyamuk aedes

akan mencari tempat berair untuk meletakan telurnya, kemudian

bertelur dan kemudian nyamuk akan mulai mencari darah lagi

untuk siklus bertelur berikutnya (Soegijanto, 2006).

d. Kebiasaan berkembangbiak (Breeding Habit)

Aedes aegypti berkembangbiak di dalam tempat

penampungan air seperti bak mandi, tempayan, drum, vas

bunga, dan barang bekas yang dapat menampung air hujan di

daerah urban dan suburban (Soegijanto, 2006).

Gambar 12. Tempat perindukan Aedes aegypti

Sumber : http://entnemdept.ufl.edu/

2. Bionomik Nyamuk Aedes albopictus

a. Ketahanan nyamuk

Iklim dapat berpengaruh terhadap pola penyakit infeksi

karena agen penyakit baik virus, bakteri atau parasit, dan vektor

bersifat sensitif terhadap suhu, kelembaban, dan kondisi

lingkungan ambien lainnya. WHO (2003) menyatakan bahwa

penyakit yang ditularkan melalui nyamuk antara lain DBD

berhubungan dengan kondisi cuaca yang hangat. Curah hujan

ideal adalah air hujanyang tidak sampai menimbulkan banjir dan

air menggenang di suatu wadah/media yang menjadi tempat

perkembang-biakan nyamuk yang aman dan relatif masih bersih

(misalnya cekungan di pagar bambu, pepohonan, kaleng bekas,

ban bekas, atap atau talang rumah). Tersedianya air dalam

Page 16: pengendalian vektor nyamuk aedes

media akan menyebabkan telur nyamuk menetas dan setelah 10

sampai 12 hari akan berubah menjadi nyamuk. Bila manusia

digigit oleh nyamuk yang mengandung virus dengue maka dalam

4 sampai 7 hari kemudian akan menimbulkan gejala DBD (Ariati,

2014).

Nyamuk dapat bertahan hidup pada suhu rendah, tetapi

metabolismenya menurun atau bahkan terhenti bila suhunya

turun sampai di bawah suhu kritis. Pada suhu yang lebih tinggi

dari 35°C juga terjadi perubahan yang berupa lambatnya proses-

proses fisiologis. Rata-rata suhu optimum untuk pertumbuhan

nyamuk adalah 25°C sampai 27°C. Pertumbuhan nyamuk akan

terhenti sama sekali bila suhu kurang 10°C atau lebih dari 40°C.

Kelembaban akan berpengaruh terhadap umur nyamuk. Pada

kelembaban kurang dari 60% umur nyamuk akan menjadi pendek

dan tidak bisa menjadi vektor karena tidak cukup waktu untuk

perpindahan virus dari lambung ke kelenjar ludah. Kelembaban

rata-rata pada daerah kajian berkisar antara 83%-88%

sementara kelembaban optimum bagi kehidupan nyamuk adalah

70% sampai 90% (Ariati, 2014).

b. Kebiasaan mengigit

Nyamuk Aedes albopictus menggigit di pagi, sore dan

malam hari dan puncaknya pada sore hari. Nyamuk Aedes

albopictus tidak hanya menggigit manusia, namun bisa menggigit

sapi, kucing anjing, tikus, ayam, ular, kadal dan katak (Devi,

2013).

c. Perilaku istirahat

Nyamuk Aedes albopictus biasanya beristirahat di tempat

yang teduh, ban bekas, semak-semak, kotak baterai, kontainer

limbah, dan gerabah (Devi, 2013). Perilaku nyamuk dewasa

Aedes albopictus boleh dikatakan sama dengan perilaku Aedes

aegypti meskipun nyamuk ini lebih suka beristirahat di dalam

rumah (Inge Sutanto, 2008).

Page 17: pengendalian vektor nyamuk aedes

d. Kebiasaan Berkembangbiak (Breeding Habit)

Aedes albopictus dalam musim penghujan relatif tersedia

lebih banyak tempat yang cocok bagi habitat Aedes albopictus.

Itulah sebabnya jumlah populasi Aedes albopictus merupakan

nyamuk yang selalu menggigit dan menghisap darah manusia

sepanjang hari mulai pagi-sore (Sembel, 2009).

Aedes albopictus bersifat aktif sama dengan Aedes

aegypti, yaitu di pagi dan sore hari. Aedes albopictus bertelur di

air yang tergenang, misalnya pada kaleng-kaleng bekas yang

menampung air hujan di halaman rumah. Pada musim penghujan,

nyamuk ini banyak terdapat di kebun atau halaman rumah karena

terdapat banyak tempat yang terisi air (Soegijanto, 2006).

Walaupun kadang-kadang larva Aedes albopictus

ditemukan hidup bersama dalam satu tempat perindukan dengan

larva Aedes aegypti, namun larva nyamuk ini lebih menyukai

tempat-tempat perindukan alamiah (plant containers) seperti

kelopak daun, tonggak bamboo dan tempurung kelapa yang

mengandung air hujan (Inge Sutanto, 2008).

Gambar 13. Kelopak daun tempat perindukan Aedes albopictus

Sumber : www.ecology.org

Page 18: pengendalian vektor nyamuk aedes

E. Penyebaran Nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus

1. Aedes aegypti

Distribusi spesies ini terutama di daerah pantai Afrika dan

tersebar luas di daerah Asia selatan dan daerah beriklim panas,

termasuk Amerika Serikat bagian selatan. Di Afrika spesies ini

menjadi tidak tergantung pada hujan, berkembang pada tandon air

buatan tanpa terpengaruh musim. Nyamuk Aedes aegypti tersebarr

luas di daerah tropis dan sub-tropis. Di Indonesia, nyamuk ini

tersebar luas baik di rumah maupun di tempat umum. Nyamuk ini

dapat bertahan hidup dan berkembangbiak sampai ketinggian

daerah ± 1.000 m di atas permukaan laut. Di atas ketinggian 1.000

m tidak dapat berkembangbiak karena pada ketinggian tersebut

suhu udara terlalu rendah, sehingga tidak memungkinkan bagi

kehidupan nyamuk Aedes aegypti. Aedes aegypti berasal dari benua

Afrika yang menyebar ke Timur mendominasi daerah Asia Tenggara

(Depkes RI, 2005).

Gambar 14. Distribusi nyamuk Aedes aegypti

Sumber : http://www.eoearth.org/view/article/151688/

2. Aedes albopictus

Secara luas tersebar di Asia, khususnya daerah hutan tropis

dan sub tropis. Penyebaran Aedes albopictus dipengaruhi oleh

kepadatan penduduk. Aedes albopictus merupakan nyamuk asli

Page 19: pengendalian vektor nyamuk aedes

daerah timur (Asia dan sekitarnya) yang menyebar ke daerah barat

seperti Madagaskar dan pulau-pulau di Afrika Timur kecuali daratan

benua Afrika.

Menurut Mac donald dalam penyebarannya Aedes albopictus

di Asia Tenggara meliputi Pulau Kalimantan (+Brunei Darusalam),

Burma, Kamboja, Laos, Malaysia, Philipina, Singapura, Thailand,

Vietnam, dan pulau-pulau di seluruh Indonesia. Di luar daerah Asia

Tenggara penyebarannya meliputi daerah oriental (India), Australia,

daerah Somalia Perancis, pulau-pulau Bonin, Chagas dan Hawai,

Jepang, Korea, Madagaskar, Pulau Mariana, Mauritus, Nepal, dan

New Guinea (Boesri, 2011).

Gambar 15. Peta penyebaran nyamuk Aedes albopictus

F. Peranan Nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus Sebagai

Vector

1. Aedes aegypti

Secara historis, nyamuk Aedes aegypti telah menjadi salah satu

vector nyamuk yang paling penting dari berbagai penyakit pada

manusia. Data kasus yang dilaporkan DBD menunjukkan lonjakan

yang jelas pada akhir tahun 2009, segera setelah terjadinya gempa

Padang tahun 2009, di akibatkan oleh meningkatnya jumlah

nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus, dimana virus dangue

Page 20: pengendalian vektor nyamuk aedes

yang ada saat ini telah mengalami perkembangan genotipe

(Fanany, 2012).

2. Aedes albopictus

Peranan Ae. albopictus dalam penularan penyakit sebai vector

sekunder maupun sebagai vector utama dilapangan maupun pada

percobaan laboratorium terhadap Demam Berdarah Dengue telah

terbukti dan menjadi masalah di beberapa Negara terhadap

penyakit penyakit virus yang menyerang syaraf seperti Japanese

encephalistis dan western atau eastern encephalistis serta

chikungunya dan telah dibuktikan secara laboratorium, demikian

juga pada penyakit penyakit hewan yang disebabkanoleh agen

dirofilaria imitis, plasmodium lophurae, P. gallinaceum dan P.fallax.

peranannya dialam terhadap penyakit virus dan parasite sejenis

pada manusia dan hewan perlu dipikirkan kemungkinannya(Boesri

Hasan, 2011)

Pada beberapa penyelidikan di laboratorium dapat terlihat

bahwa Aedes albopictus mampu menjadi penular atau reservoir

dari penyakit yang disebabkan oleh Dirofilaria immitis, Plasmodium

lophurae, Plasmodium gallinaceum, Plasmodium fallax dan

beberapa virus penyebab penyakit Western encephalistis,

Chikungunya dan Japanese encephalistis (Horsfall, 1955).

G. Cara Pengendalian Nyamuk Aedes sp

Pemberantasan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus

bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian penyakit

demam berdarah dengue hingga ke tingkat yang bukan merupakan

masalah kesehatan masyarakat lagi. Kegiatan pemberantasan nyamuk

Aedes dapat dilakukan dengan dua cara yaitu :

1. Pemberantasan nyamuk dewasa

a. Pengasapan (Fogging)

Pengasapan atau fogging dengan menggunakan jenis

insektisida misalnya, golongan organophospat atau pyrethroid

Page 21: pengendalian vektor nyamuk aedes

synthetic (Supartha, 2008). Contohnya, malathion dan fenthoin,

dosis yang dipakai adalah 1 liter malathion 95% EC + 3 liter solar.

Pengasapan dilakukan pada pagi antara jam 07.00-10.00 dan

sore antara jam 15.00-17.00 secara serempak (Depkes RI,

2004). Penyemprotan dilakukan dua siklus dengan interval 1

minggu. Pada penyemprotan pertama, semua nyamuk yang

mengandung virus dengue (nyamuk infentif) dan nyamuk lainnya

akan mati. Penyemprotan kedua bertujuan agar nyamuk baru

yang infektif akan terbasmi sebelum sempat menularkan kepada

orang lain. Dalam waktu singkat, tindakan penyemprotan dapat

membatasi penularan, akan tetapi tindakan ini harus diikuti

dengan pemberantasan terhadap jentiknya agar populasi

nyamuk penular dapat tetap ditekan serendah – rendahnya

(Chahaya, 2005).

b. Repelen

Repelen yaitu bahan kimia atau non-kimia yang berkhasiat

mengganggu kemampuan insekta untuk mengenal bahan

atraktan dari hewan atau manusia. Dengan kata lain, bahan itu

berkhasiat mencegah nyamuk hinggap dan menggigit. Bahan

tersebut memblokir fungsi sensori pada nyamuk. Jika digunakan

dengan benar, repelen nyamuk bermanfaat untuk memberikan

perlindungan pada individu pemakainya dari gigitan nyamuk

selama jangka waktu tertentu (Kardinan, 2007). Nyamuk dalam

mengincar mangsanya lebih mengandalkan daya cium dan

panas tubuh calon korbannya. Daya penciuman itulah yang

menjadi target dalam menghalau nyamuk (Diah, 2008).

Salah satu cara yang lebih ramah lingkungan adalah

memanfaatkan tanaman anti nyamuk (insektisida hidup pengusir

nyamuk). Tanaman hidup pengusir nyamuk adalah jenis tanaman

yang dalam kondisi hidup mampu menghalau nyamuk. Cara

penempatan tanaman ini bisa diletakkan di sudut-sudut ruangan

dalam rumah, sebagai media untuk mengusir nyamuk. Jumlah

Page 22: pengendalian vektor nyamuk aedes

tanaman dalam ruangan tergantung luas ruangan. Sementara,

untuk penempatan diluar rumah/pekarangan sebaiknya

diletakkan dekat pintu, jendela atau lubang udara lainnya,

sehingga aroma tanaman terbawa angin masuk ke dalam

ruangan. Contoh tanaman anti nyamuk yang gampang ditemui

antara lain: Tembelekan (Lantana camera L), Bunga Tahi Ayam

atau Tahi Kotok (Tagetes patula), Karanyam (Geranium spp),

Sereh Wangi (Andropogonnardus/Cymbopogon nardus), Selasih

(Ocimum spp), Suren (Toona sureni, Merr), Zodia (Evodia

suaveolens, Scheff), Geranium (Geranium homeanum, Turez)

dan Lavender (Lavandula latifolia,Chaix) (Diah, 2008).

c. Teknik Serangga Mandul (TSM)

Radiasi dapat dimanfaatkan untuk pengendalian vektor

yaitu untuk membunuh secara langsung dengan teknik

desinfestasi radiasi dan membunuh secara tidak langsung yang

lebih dikenal dengan Teknik Serangga Mandul (TSM), yaitu suatu

teknik pengendalian vektor yang potensial, ramah lingkungan,

efektif, spesies spesifik dan kompatibel dengan teknik lain.

Prinsip dasar TSM sangat sederhana, yaitu membunuh serangga

dengan serangga itu sendiri (autocidal technique). Teknik Jantan

Mandul atau TJM merupakan teknik pemberantasan serangga

dengan jalan memandulkan serangga jantan. Radiasi untuk

pemandulan ini dapat menggunakan sinar gamma, sinar X atau

neutron, namun dari ketiga sinar tersebut yang umum digunakan

adalah sinar gamma (Nurhayati, 2005).

2. Pemberantasan jentik

a. Fisik

Cara ini dilakukan dengan menghilangkan atau

mengurangi tempat-tempat perindukkan. Pemberantasan Sarang

Nyamuk (PSN) yang pada dasarnya ialah pemberantasan jentik

atau mencegah agar nyamuk tidak dapat berkembang biak. PSN

ini dapat dilakukan dengan (Chahaya, 2011) :

Page 23: pengendalian vektor nyamuk aedes

1) Menguras bak mandi dan tempat-tempat penampungan

air sekurang-kurangnya seminggu sekali. Ini dilakukan

dengan pertimbangan bahwa perkembangan telur menjadi

nyamuk selama 7-10 hari.

2) Menutup rapat tempat penampungan air seperti

tempayan, drum dan tempat air lain.

3) Mengganti air pada vas bunga dan tempat minum burung

sekurang-kurangnya seminggu sekali.

4) Membersihkan pekarangan dan halaman rumah dari

barang-barang bekas seperti kaleng bekas dan botol

pecah sehingga tidak menjadi sarang nyamuk.

5) Menutup lubang-lubang pada bambu pagar dan lubang

pohon dengan tanah.

6) Membersihkan air yang tergenang diatap rumah.

7) Memelihara ikan.

Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) pada dasarnya

untuk memberantas jentik atau mencegah agar nyamuk tidak

dapat berkembang biak. Mengingat Aedes aegypti tersebar luas,

maka pemberantasannya perlu peran aktif masyarakat

khususnya memberantas jentik Aedes aegypti di rumah dan

lingkungannya masing-masing. Cara ini adalah suatu cara yang

paling efektif dilaksanakan karena (Chahaya, 2011) :

1) Tidak memerlukan biaya yang besar.

2) Bisa dilombakan untuk menjadi daerah yang terbersih.

3) Menjadikan lingkungan bersih.

4) Budaya bangsa Indonesia yang senang hidup bergotong

royong.

5) Dengan lingkungan yang baik tidak mustahil, penyakit lain

yang diakibatkan oleh lingkungan yang kotor akan

berkurang.

b. Kimia

Page 24: pengendalian vektor nyamuk aedes

Dikenal sebagai larvasidasi atau larvasiding yakni cara

memberantas jentik nyamuk Aedes aegypti dengan

menggunakan insektisida pembasmi jentik (larvasida). Larvasida

yang biasa digunakan antara lain adalah temephos yang berupa

butiran – butiran (sand granules). Dosis yang digunakan adalah

1 ppm atau 10 gram (± 1 sendok makan rata) untuk tiap 100 liter

air. Larvasida dengan temephos ini mempunyai efek residu

selama 3 bulan (Depkes RI, 2004).

Nama merek dagang temefos adalah abate. Abate

merupakan senyawa fosfat organik yang mengandung gugus

phosphorothioate. Bersifat stabil pada pH 8, sehingga tidak

mudah larut dalam air dan tidak mudah terhidrolisa. Abate murni

berbentuk kristal putih dengan titik lebur 300 – 30,50 C. Mudah

terdegradasi bila terkena sinar matahari, sehingga kemampuan

membunuh larva nyamuk tergantung dari degradasi tersebut.

Gugus phosphorothioate (P=S) dalam tubuh binatang diubah

menjadi fosfat (P=O) yang lebih potensial sebagai

anticholinesterase. Kerja anticholinesterase adalah menghambat

enzim cholinesterase baik pada vertebrata maupun invertebrata

sehingga menimbulkan gangguan pada aktivitas syaraf karena

tertimbunnya acetylcholin pada ujung syaraf tersebut. Hal inilah

yang mengakibatkan kematian (Fahmi, 2006).

Larva Aedes aegypti mampu mengubah P=S menjadi P=O

ester labih cepat dibandingkan lalat rumah, begitu pula penetrasi

abate ke dalam larva berlangsung sangat cepat dimana lebih dari

99% abate dalam medium diabsorpsi dalam waktu satu jam

setelah perlakuan. Setelah diabsorpsi, abate diubah menjadi

produk-produk metabolisme, sebagian dari produk metabolik

tersebut diekskresikan ke dalam air (Fahmi, 2006).

Namun, cara ini tidak menjamin terbasminya tempat

perindukkan nyamuk secara permanen karena masyarakat pada

umumnya tidak begitu senang dengan bau yang ditimbulkan

Page 25: pengendalian vektor nyamuk aedes

larvasida selain itu pula diperlukan abate secara rutin untuk

keperluan pelaksanaannya (Chahaya, 2011).

c. Biologi

Pengendalian ini dilakukan dengan menggunakan makhluk

hidup, baik dari golongan mikroorganisme, hewan invertebrata

atau hewan vertebrata. Organisme tersebut dapat berperan

sebagai patogen, parasit atau pemangsa. Beberapa jenis ikan

pemangsa yang cocok untuk larva nyamuk seperti ikan kepala

timah (Panchax panchax), ikan gabus (Gambusia affinis) dan

ikan gupi lokal seperti ikan P.reticulata (Gandahusada, 1998).

Menurut penelitian Widyastuti (2011) model pengendalian vektor

DBD Aedes aegypti dapat menggunakan predator M.aspericornis

lebih efisien daripada menggunakan predator ikan cupang.

Selain cara diatas, ada pengendalian legislatif untuk

mencegah tersebarnya serangga berbahaya dari satu daerah ke

daerah lain atau dari luar negeri ke Indonesia, diadakan

peraturan dengan sanksi pelanggaran oleh pemerintah.

Pengendalian karantina di pelabuhan laut dan pelabuhan udara.

Demikian pula penyemprotan insektisida di kapal yang berlabuh

atau kapal terbang yang mendarat di pelabuhan udara.

Keteledoran oleh karena tidak melaksanakan peraturan-

peraturan karantina yang menyebabkan perkembangbiakan

vektor nyamuk dan lalat, dapat dihukum menurut undang-undang

(Gandahusada, 1998).

Page 26: pengendalian vektor nyamuk aedes

BAB III

PENUTUP

1. Nyamuk Aedes sp termasuk dalam Kingdom Animalia, Filum Artropoda,

Kelas Insekta, Ordo Diptera, Genus Aedes.

2. Morfologi nyamuk Aedes sp yaitu mempunyai warna dasar hitam,

dengan bintik-bintik putih pada bagian badan dan kaki. Panjang badan

sekitar 3-4 mm.

3. Aedes sp mengalami metamorfosis sempura dari telur-larva-pupa-

nyamuk dewasa yang memerlukan waktu hingga 9 hari.

Page 27: pengendalian vektor nyamuk aedes

4. Kebiasaan hidup atau bionomik nyamuk Aedes sp meliputi Kebiasaan

menggigit, kebiasaan istirahat dan kebiasaan berkembang biak.

Kebiasaan menggigit Aedes aegypti yaitu terutama pada pagi dan sore

hari. Sedangkan Aedes albopictus puncaknya pada sore hari.

Kebiasaan istirahat Aedes aegypti yaitu pada tempat-tempat yang

gelap dan sejuk apabila sudah menghisap darah, sampai proses

penyerapan darah untuk perkembangan telur selesai. Sedangkan

nyamuk Aedes albopictus beristirahat di tempat yang teduh. Aedes

aegypti berkembang biak di tempat-tempat penampungan air bersih.

Sedangkan Aedes albopictus lebih menyukai natural plant.

5. Aedes aegypti tersebar luas di daerah tropis dan sub-tropis sedangkan

Aedes albopictus menyebar di seluruh Amerika, Eropa, Afrika, dan

Timur Tengah.

6. Aedes aegypti merupakan vektor penyakit DB, DBD, DSS,

Chikungunya, Demam Kuning, Filariasis dan Encephalitis. Aedes

albopictus sebagai vektor potensial penyakit DBD.

7. Pengendalian nyamuk Aedes dapat dilakukan dengan cara: pada

nyamuk dewasa dengan pengasapan, repelen, dan TSM (Teknik

Serangga Mandul), pada jentik nyamuk dengan cara fisik seperti PSN

(Pemberantsan sarang nyamuk), cara kimia dengan larvasida, cara

biologi seperti menggunakan makhluk hidup, baik dari golongan

mikroorganisme, hewan invertebrata atau hewan vertebrata.

Organisme tersebut dapat berperan sebagai patogen, parasit atau

pemangsa.

DAFTAR PUSTAKA

Ariati Jusniar, Athena Anwar. Model Prediksi Kejadian Demam Berdarah

Dengue (DBD) Berdasarkan Faktor Iklim di Kota Bogor, Jawa Barat.

Bul. Penelit. Kesehatan, Vol. 42, No. 4, Desember 2014: 249-256.

Badan Litbangkes Kemenkes, 2015. Dalam

http://radarpena.com/read/2015/02/16/15817/6/2/Tiap-Tahun-

Page 28: pengendalian vektor nyamuk aedes

Korban-Jiwa-Akibat-DBD-Meningkat. wahyu. Tiap Tahun Korban

Jiwa Akibat DBD Meningkat. Senin, 16 Februari 2015 08:20

(http://digilib.unimus.ac.id)

Bahang, Z.B. 1978. Life history of Aedes (S) aegypty and Aedes (S)

albopictus under laboratory condition. Inst. For Med. Research.

Kuala Lumpur.

Boesri Hasan. Biologi dan Peranan Aedes albopictus(Skuse) 1894 sebagai

Penular Penyakit. Aspirator. Vol.3 no. 2 tahun 2011: 117-125

Chahaya, I., 2011. Pemberantasan Vektor Demam Berdarah Di Indonesia.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3715/1/fkm -

indra%20c5.pdf. Diakses tanggal 4 Februari 2012

Christopers, S.R. 1960. Aedes aegypti (L) The Yellow Fever Mosquito.

Cambridge Univ. Press. London.

Depkes RI. 2004. Perilaku Hidup Nyamuk Aedes aegypti Sangat Penting

Diketahui dalam Melakukan Kegiatan Pemberantasan Sarang

Nyamuk Termasuk Pemantauan Jentik Berkala. Jakarta: Buletin

Jendela.

Depkes RI, 2008, Modul Pelatihan bagi Pelatih Pemberantasan Sarang

Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN-DBD) dengan pendekatan

Komunikasi Perubahan Perilaku, Jakarta.

Depkes RI, 2015 dalam

http://www.depkes.go.id/article/view/15013000002/kemenkes-

terima-laporan-peningkatan-kasus-dbd-di-jawa-

timur.html#sthash.qTkQwUDl.dpuf. KEMENKES TERIMA

LAPORAN PENINGKATAN KASUS DBD DI JAWA TIMUR . Jakarta

27 januari 2015

Diah Rahayu Fitri, Adil Ustiawan. Identifikasi aedes aegypti dan aedes

albopictus. Artikel. 30 Januari 2013, Reviewed: 25 April 2013,

Published: 31 Mei 2013

Djakaria, S. 2004. Pendahuluan Entomologi. Parasitologi Kedokteran Edisi

ke-3.Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

Page 29: pengendalian vektor nyamuk aedes

Fahmi, M. 2006. Perbandingan Efektifitas Abate Dengan Ekstrak Daun Sirih

(Piper Betle) Dalam Menghambat Pertumbuhan Larva Aedes

aegypti. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

http://eprints.undip.ac.id/21271/1/Fahmi.pdf. Diakses tanggal 20

Maret 2015.

Gandahusada S dkk, 2003. Parasitologi Kedokteran. Edisi ketiga. Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta

Gandahusada, S. Herry D.I, Wita Pribadi, 1998, Parasitologi Kedokteran,

Edisi III,FKUI,Jakarta

Ginanjar Genis. 2007. Apa yang Dokter Anda Tidak Katakan Tentang

Demam Berdarah. Edisi 1. Bandung : Bintang Pustaka. Hal. 21-22,

25 Agustus 2008.

HARWOOD,RF and JAMES,MT. and. 1969. Herm’s Medical Entomology.

6th Ed.The Macmillan Company USA

Ho, B.C. dkk. 1973. Field and laboratory observation on Landing bitting

periodicities of Aedes albopictus (Skuse). SEA J. Trop. Med. Pub.

Hlth. 4. pp. 238 – 244.

Horsfall, W.R. 1955. Mosquitoes Their bionomic and relation to disease.

The Ronald Press Co. New York

Jumali. 1979. Epidemic Degue Haemorhagic Fever in rural Indonesia III

Entom/ological studies. Am. J. Trop. Med. Hyg. 28

Kardinan, Agus. 2007. Tanaman Pengusir Dan Pembasmi Nyamuk.

Agromedia Pustaka. Jakarta.

Neva, F.A. Brown, H.W.1994. Basic Clinical Parasitology. 6th Ed. Prentice

Hall International Edition.

Nurhayati, S. 2005. Prospek Pemanfaatan Pengendalian Vektor Penyakit

Demam Berdarah Dengue,Buletin Alara, 7(1dan2)Agustus dan

Desember,pp.17-23.2005

R. C Russell Murray R. D, Davison R. M. Clinical presentation of PCOS

following development of an insulinoma: case report. Hum Reprod

2000;15:86-8.

Page 30: pengendalian vektor nyamuk aedes

Ridha rasyid M, Nita Rahayu, Nur Afrida Rosvita, Dian Eka Setyaningtyas1

The relation of environmental condition and container to the

existance of the Aedes aegypti larvae in dengue haemorrhagic

fever endemic areas in Banjarbaru. Jurnal Epidemiologi dan

Penyakit Bersumber Binatang. Vol. 4, No. 3, Juni 2013. Hal : 133 –

137

Rozanah,2004.http://garistepi.wordpress.com/2009/06/09/sistematika-

nyamuk-Aedesaegypti/-

Saranya. M, Mohanraj .R S, Dhanakkodi. B, Euro.J. Exp.Bio.,2013b 3: 203-

213.

Sayono, S Qoniatun, Mifbakhuddin. Pertumbuhan Larva Aedes aegypti

pada Air Tercemar. Vol 7 No 1 Tahun 2011

Sembel, D., 2009. Entomologi Kedokteran. Penerbit C.V. Andi Offset,

Yogyakarta.

Sen, S.K. 1926. Experiments on the transmission of interpest by means of

insectsDep. Agric. India. Ent. Ser. 9; 59.

Soegijanto, Soegeng, 2006. Kumpulan Makalah Penyakit Tropis dan Infeksi

di Indonesia. Cetakan I. Airlangga, Surabaya.

Soegijanto, Soegeng. 2006. Demam Berdarah Dengue. Edisi kedua.

Surabaya: Airlangga University Press. Hal: 247-256

Tjatur S Wahjoe.Demam Berdarah dalam Perspektif Urban : Analisa

Statistik untuk Awareness Strategy. Prosiding Conference on Smart-

Green Technology in Electrical and Information Systems Bali, 14-15

November 2013

Widyastuti,Umi. 2011. Pemetaan Program Pengendalian Vektor dan

Reservoir Penyakit di Jawa dan Bali. Penelitian Kebijakan.

http://www.b2p2vrp.litbang.depkes.go.id/artikel/Penelitian%20Kebij

akan.pdf. Diakses tanggal 20 Maret 2015.

Page 31: pengendalian vektor nyamuk aedes