1 4 PENGEMBANGAN SISTEM AGROFORESTRI BERBASIS JELUTUNG RAWA Sistem agroforestri yang dikembangkan di lahan gambut mempunyai karakteristik yang spesifik (khas). Pola yang telah dikembangkan oleh petani setempat dapat dijadikan sebagai dasar untuk melakukan pengembangan lebih lanjut. Beberapa aspek penting dalam budidaya jelutung rawa dengan sistem agroforestri yang bersifat khas di lahan gambut tipis dan gambut tebal seperti uraian berikut. Aspek penting budidaya jelutung rawa dengan sistem agroforestri di lahan gambut dangkal (ketebalan gambut 50-100 cm) oleh petani lokal yang perlu diperhatikan meliputi: penyiapan lahan, pengelolaan kesuburan tanah, pengelolaan air dan pola tanam. Pertama, penyiapan lahan. Kegiatan ini merupakan kegiatan yang dilakukan sebelum penanaman yang meliputi penebasan gulma dan pengolahan tanah. Peralatan yang digunakan dalam kegiatan ini adalah tajak, cangkul dan sundak. Petani lokal dalam penyiapan lahan menggunakan tajak (parang bertangkai panjang) yang berfungsi ganda, yaitu selain untuk menebas gulma juga untuk memapas lapisan permukaan tanah 5 – 10 cm. Hal ini sekaligus berfungsi sebagai pengolahan tanah minimum. Penyiapan lahan dengan olah tanah yang minimal menggunakan tajak merupakan usaha petani lokal agar lapisan gambut tidak/sedikit terganggu sehingga lapisan pirit tidak tersingkap. Proses penyiapan lahan yang dilakukan petani lokal adalah tebas-bakar-penyimpukan (pembersihan). PENDAHULUAN Pemanfaatan fungsi produksi lahan rawa gambut saat ini mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan oleh potensi yang dimilikinya. Luas lahan gambut di dunia diperkirakan sekitar 426,2 juta ha atau 2% luas daratan dunia, yang tersebar pada 80 negara di dunia. Indonesia mempunyai lahan gambut seluas 17,2 juta ha atau sekitar 10% luas daratan Indonesia (Noor, 2001). Hal ini menempatkan Indonesia sebagai negara yang memiliki lahan gambut tropis terluas di dunia dan peringkat ke empat untuk lahan gambut secara umum. Fungsi produksi dan fungsi perlindungan lingkungan dalam ekosistem lahan rawa gambut saling berhubungan dan saling mempengaruhi, sehingga jika fungsi perlindungan lingkungan menurun, maka fungsi produksi dapat terganggu (Maltby dan Immirzi, 1996). Pemanfaatan lahan rawa gambut untuk pertanian harus memperhatikan keseimbangan kedua fungsi tersebut. Dua hal yang harus diperhatikan dalam memanfaatkan fungsi produksi lahan rawa gambut adalah adanya sifat kering tak balik (irreversible drying) gambut dan penurunan permukaan lahan gambut (subsidence). Kedua hal tersebut harus diminimalisir agar pemanfaatan fungsi produksi lahan gambut dapat lestari.