Top Banner
1 Page1 PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN BRAIN BASED LEARNING PADA PENDIDIKAN FORMAL DENGAN MENANAMKAN NILAI BUDAYA Bambang Gulyanto Abstrak : Tujuan penelitian ini adalah untuk mengembangkan model pembelajaran brain based learning pada pendidikan formal dengan menanamkan nilai budaya. Nilai-nilai budaya menciptakan masyarakat manusia untuk hidup saling menghargai dan menghormati. Akan tetapi dalam perkembangan zaman: nilai, norma dan moral mengalami kemunduran. Masyarakat manusia lebih mementingkan individu dan kelompoknya. Atas kejadian ini, dunia pendidikan yang paling disalahkan, mengapa pendidikan tidak membawa siswa menuju perubahan sikap yang lebih baik jika ditinjau dari segi nilai,norma, dan moral. Berbagai pendapat ekstrim menyatakan, pendidikan telah mencabut anak dari akar budayanya. Penyebabnya adalah pembelajaran yang monoton, mengekang, dan memposisikan anak sebagai obyek pembelajaran, bukan subyek yang aktif. Untuk mengembalikan fungsi pendidikan ke arah yang diharapkan, harus diciptakan iklim pembelajaran yang semirip mungkin dengan kehidupan nyata serta pengintegrasian kurikulum dengan hal-hal nyata dalam kehidupan. Kondisi ini akan mendorong mahasiswa untuk berkembang dan menjadi anak-anak yang cerdas, kreatif, dan berakhlak mulia. Kondisi inilah yang menjadi salah satu sasaran penerapan brain based learning. Kata kunci : brain based learning, pendidikan formal, nilai budaya. Pendahuluan Kondisi saat ini yang terjadi di tempat pendidikan kadang kurang membawa suasana yang menyenangkan untuk belajar. Siswa cendrung merasa lebih asik di luar jam pelajaran, tetapi bila di dalam kelas mereka merasa terbebani. Hal ini tampak dari meriahnya sorak siswa jika mereka mendengar pengumuman hari ini tidak belajar karena guru rapat. Wajah mereka gembira seakan terlepas bebas dari belenggu. Salah satu karakteristik nilai budaya adalah mempunyai obyek yang bersifat abstrak. Sifat norma, moral dan nilai ini kurang dipahami mahasiswa terutama dalam hal nilai budaya. Tak sedikit siswa yang tidak memahami budayanya, ketikadi tanya dimana kampungnya,ia sibuk lihat kanan lihat kekirimencarijawabannya. Salah satu karakteristik nilai budaya adalah mempunyai obyek yang bersifat nilai. Sifat nilai ini banyak siswa mengalami kesulitan dalam memahaminya. Tak sedikit siswa yang mengetahui apa yang harus dilakukannya, namun dalam pelaksanaannya hal tersebut tidak dilakukannya. Guru sebagai ujung tombak transformasi ilmu dan membentuk karakter pada siswa harus memiliki kreatifitas tinggi. Guru harus selalu mengupayakan pembelajaran di kelas sehingga dapat membuahkan hasil yang bermakna sesuai dengan tuntutan zaman dan kurikulum saat ini secara optimal. Secara mikro guru harus menemukan model pembelajaran yang efektif dan efisien di kelas. Bagaimana guru dapat membuat mata pelajaran yang diajarkan menjadi pelajaran favorit dan siswa berlomba-lomba menduduki kursi bagian depan untuk mengikuti pembelajaran yang kita ampu. Model pembelajaran yang dipilih haruslah menarik minat, menyenangkan dan bermakna.
12

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN BRAIN … · Hasil penelitian itu menunjukkan penerapan konsep Quantum Teaching berhasil mendongkrak potensi ... Menurut Jensen (2011) “Brain Based

Sep 17, 2018

Download

Documents

ngodang
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN BRAIN … · Hasil penelitian itu menunjukkan penerapan konsep Quantum Teaching berhasil mendongkrak potensi ... Menurut Jensen (2011) “Brain Based

1

Pag

e1

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN BRAIN BASED LEARNING

PADA PENDIDIKAN FORMAL DENGAN MENANAMKAN

NILAI BUDAYA

Bambang Gulyanto

Abstrak : Tujuan penelitian ini adalah untuk mengembangkan

model pembelajaran brain based learning pada pendidikan formal dengan menanamkan nilai budaya. Nilai-nilai budaya menciptakan masyarakat manusia untuk hidup saling menghargai dan menghormati. Akan tetapi dalam perkembangan zaman: nilai, norma dan moral mengalami kemunduran. Masyarakat manusia lebih mementingkan individu dan kelompoknya. Atas kejadian ini, dunia pendidikan yang paling disalahkan, mengapa pendidikan tidak membawa siswa menuju perubahan sikap yang lebih baik jika ditinjau dari segi nilai,norma, dan moral. Berbagai pendapat ekstrim menyatakan, pendidikan telah mencabut anak dari akar budayanya. Penyebabnya adalah pembelajaran yang monoton, mengekang, dan memposisikan anak sebagai obyek pembelajaran, bukan subyek yang aktif. Untuk mengembalikan fungsi pendidikan ke arah yang diharapkan, harus diciptakan iklim pembelajaran yang semirip mungkin dengan kehidupan nyata serta pengintegrasian kurikulum dengan hal-hal nyata dalam kehidupan. Kondisi ini akan mendorong mahasiswa untuk berkembang dan menjadi anak-anak yang cerdas, kreatif, dan berakhlak mulia. Kondisi inilah yang menjadi salah satu sasaran penerapan brain based learning.

Kata kunci : brain based learning, pendidikan formal, nilai budaya.

Pendahuluan Kondisi saat ini yang terjadi di tempat pendidikan kadang kurang

membawa suasana yang menyenangkan untuk belajar. Siswa cendrung merasa lebih asik di luar jam pelajaran, tetapi bila di dalam kelas mereka merasa terbebani. Hal ini tampak dari meriahnya sorak siswa jika mereka mendengar pengumuman hari ini tidak belajar karena guru rapat. Wajah mereka gembira seakan terlepas bebas dari belenggu. Salah satu karakteristik nilai budaya adalah mempunyai obyek yang bersifat abstrak. Sifat norma, moral dan nilai ini kurang dipahami mahasiswa terutama dalam hal nilai budaya. Tak sedikit siswa yang tidak memahami budayanya, ketikadi tanya dimana kampungnya,ia sibuk lihat kanan lihat kekirimencarijawabannya.

Salah satu karakteristik nilai budaya adalah mempunyai obyek yang

bersifat nilai. Sifat nilai ini banyak siswa mengalami kesulitan dalam

memahaminya. Tak sedikit siswa yang mengetahui apa yang harus

dilakukannya, namun dalam pelaksanaannya hal tersebut tidak dilakukannya.

Guru sebagai ujung tombak transformasi ilmu dan membentuk karakter pada

siswa harus memiliki kreatifitas tinggi. Guru harus selalu mengupayakan

pembelajaran di kelas sehingga dapat membuahkan hasil yang bermakna sesuai

dengan tuntutan zaman dan kurikulum saat ini secara optimal. Secara mikro guru

harus menemukan model pembelajaran yang efektif dan efisien di kelas.

Bagaimana guru dapat membuat mata pelajaran yang diajarkan menjadi pelajaran

favorit dan siswa berlomba-lomba menduduki kursi bagian depan untuk

mengikuti pembelajaran yang kita ampu. Model pembelajaran yang dipilih

haruslah menarik minat, menyenangkan dan bermakna.

Page 2: PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN BRAIN … · Hasil penelitian itu menunjukkan penerapan konsep Quantum Teaching berhasil mendongkrak potensi ... Menurut Jensen (2011) “Brain Based

2

Pag

e2

Model pembelajar brain based learning ini diadopsi dari

beberapa teori sugesti, teori brain based learning, teori triune, pilihan modalitas

(visual, audiovisual dan kinestetik) dan pendidikan holistik. Seiring dengan

perkembangan dunia pendidikan, tahun 1999 di Amerika Serikat dikembangkan

sebuah pendekatan pengajaran yang disebut Quantum Leaning oleh Bobbi de

Poerter dan Mike Hernacki. Hasil penelitian itu menunjukkan penerapan konsep

Quantum Teaching berhasil mendongkrak potensi psikis siswa, terjadi

peningkatan motivasi 80%, nilai belajar 73% dan memperbesar keyakinan diri

81% ( De Porter, 2004:4). Pengunaan model pembelajaran brain based learning pada pendidkan

formal diharapkan dapat men in gka tk an h a s i l be l a j a r , memaksimalkan motivasi belajar dan diupayakan merupakan salah satu strategi pembelajaran formal yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa serta meningkatkan prestasi siswa sebagai acuan optimasi pembentukan karakter.

Brain based learning adalah pembelajaran yang diselaraskan dengan cara kerja otak yang disain secara ilmiah untuk belajar. Sedangkan pelaksanaan model pembelajaran brain based learning dengan mengaktifkan kerja otak kanan dan otak kiri (Kotchadakdi). Selanjutnya Awalola mengungkapkan bahwa brain based learning adalah pembelajaran yang berpusat pada siswa dan gurusebagai fasilitator yang berperan mendukung kognitiv siswa (dalam Anas, Z,2011)

Menurut Sapa’at dalam Akbar (2008) potensi otak siswa yang tidak terbatas dapat dioptimalkan dengan merancang pembalajaran yang memadukan seluruh fungsi otak dalam belajar. Namun sangat disayangkan, potensi otak kita sebagai modalitas utama tidak diberdayakan secara optimal. Salah satu model pembelajaran yang mengoptimalkan kerja otak serta diperkirakan dapat meningkatkan hasil belajar, yaitu model pembelajaran Brain Based Learning.

Menurut Jensen (2011) “Brain Based Learning adalah Pendidikan Berbasis-Otak yaitu belajar sesuai dengan cara otak dirancang secara alamiah untuk belajar”. Selain itu menurut Sapa’at dalam Jansen (2011) menyatakan bahwa “Brain based learning menawarkan sebuah konsep untuk menciptakan pembelajaran dengan berorientasi pada upaya pemberdayaan potensi otak siswa”. Adapun tiga model utama yang dapat dikembangkan dalam implementasi Brain Based Learning yaitu: (1) menciptakan lingkungan belajar yang menantang kemampuan berpikir siswa; (2) menciptakan lingkungan pembelajaran yang menyenangkan; dan (3) menciptakan situasi pembelajaran yang aktif dan bermakna bagi siswa

Pendekatan ini mengemembangkan kemampuan otak kiri dan otak

kanan. Proses berpikir otak kiri bersifat logis, sekuensial, linier dan rasional,

cara berpikirnya sesuai dengan ekspresi verbal, menulis, membaca, menempatkan

detail dan fakta, fonetik dan simbolisme. Cara berpikir otak kanan bersifat acak,

tidak teratur, intuitif, dan holistik, sesuai dengan cara-cara untuk mengetahui

yang bersifat nonverbal, seperti perasaan dan emosi, kesadaran yang berkenaan

dengan perasaan (merasakan kehadiran suatu benda atau orang), kesadaran

spesial, pengenalan bentuk dan pola, musik, seni, kepekaan warna, kreativitas

dan visualisasi. Kedua belahan otak penting artinya, orang yang sering

memanfaatkan kedua belahan otak ini juga akan “seimbang” dalam setiap

aspek kehidupan mereka. Belajar juga terasa sangat mudah bagi mereka karena

mempunyai pilihan untuk menggunakan bagian otak yang diperlukan setiap

pekerjaan yang dihadapi.

Untuk menyeimbangkan terhadap otak kiri dengan otak kanan, perlu

dimasukkan musik dan estetika dalam pengalaman belajar, semua itu

Page 3: PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN BRAIN … · Hasil penelitian itu menunjukkan penerapan konsep Quantum Teaching berhasil mendongkrak potensi ... Menurut Jensen (2011) “Brain Based

3

Pag

e3

menimbulkan emosi positif yang membuat otak bekerja efektif. (DePorter &

Hernacki,2004).

Jensen (2011) seorang ahli pembelajaran yang berbasis cara kerja

otak (Brain Based Learning) mengungkapkan bahwa otak memang tidak

dirancang untuk mengikuti instruksi formal. “Dalam kenyataanya, otak sama

sekali tidak didesain untuk efisiensi atau ketertataan. Justeru otak berkembang

paling baik melalui seleksi dan kemampuan bertahan hidup”. Semua ini

diperoleh melalui pengalaman menghadapi berbagai permasalahan dalam

hidup. Melalui keterlibatan dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah

kemampuan otak bekerja makin optimal, karena sebuah persoalan yang dialami

menuntut otak bekerja lebih keras. “Masalah yang dihadapi saat ini tidak dapat

diselesaikan dengan tingkat pemikiran yang sama atau dengan perangkat yang

sama dengan yang telah menciptakan permasalahan itu (ibid).

Berdasarkan beberapa teori diatas proses pembelajaran seyogyanya

menyediakan ruang bagi siswa untuk mengekspresikan potensi yang dimiliki, se-

kolah perlu menyediakan “tempat-tempat” produktif untuk melepaskan frustrasi

dan berikan perhatian. Otak manusia memiliki kemampuan yang tidak terbatas,

positifnya tidak terbatas, negatifnya juga tidak terbatas. Para ahli tentang otak sepakat bahwa sampai saat ini tidak ada satu alatpun yang mampu mengukur ke-mampuan otak manusia. Selama ini kita lebih sering membicarakan tentang kemampuan dua sisi otak, yaitu otak kiri (logika) dan otak kanan (kreatifitas dan keimanan). Hasil kajian tentang otak menunjukkan bahwa otak bukan hanya terdiri dari dua sisi. Jensen menjelaskan ada empat bagian utama, yaitu lobus occipital

(bagian belakang), lobus frontal (bagian depan), lobus parietal dan lobus temporal, dan

masing-masing bagian memiliki sisi-sisi, setiap sisi dan bagian-bagian dari otak

memiliki fungsi yang berbeda, kesemuanya berjalan secara sinergi. Tugas utama pendidikan bukan mengembangkan salah satu sisi otak, melainkan membangun “jembatan” atau corpus collosum di antara sisi-sisi otak. Semakin besar jembatan yang

terbangun, semakin leluasa cairan otak untuk mengalir dari satu sisi ke sisi yang lain, sehingga semakin lincah dalam memberikan pertimbangan sebelum mengambil keputusan. Dengan demikian, yang bersangkutan akan mampu mengambil keputusan yang tepat pada saat yang tepat sebelum mengambil tindakan.

Sisi-sisi yang menjadi potensi dominan dalam diri seseorang dikembangkan oleh yang bersangkutan yang didukung oleh iklim pembelajaran yang tepat. Hal inilah yang mengakibatkan bahwa setiap orang memiliki potensi (unggulan) yang berbeda. Ini fitrah, sebagaimana yang diungkapkan oleh Engku Sjafii (pendiri INS Kayu Tanam, Sumatera Barat), “dari pohon mangga jangan diminta buah rambutan”, rawatlah masing-masing dengan cara yang tepat sehingga setiap pohon menghasilkan buah yang manis dengan rasa yang beragam sesuai

dengan karakternya. Bukankah keragaman rasa adalah kekayaan (dalam Anas, Z,2011)

METODE PENELITIAN Penelitian ini mengunakan metode analisis dan kajian pustaka. Wacana

pendidikan dan pembelajaran yang sering terjadi saat ini dianalisa kecendrungan

umumnya. Wacana tersebut agar tidak berfihak pada kreatifitas dan pembiasaan

karakter, kemudian diajukan pemecahannya dengan model brain based learning.

Page 4: PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN BRAIN … · Hasil penelitian itu menunjukkan penerapan konsep Quantum Teaching berhasil mendongkrak potensi ... Menurut Jensen (2011) “Brain Based

4

Pag

e4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Belajar adalah hasil dari pembelajaran. Istilah pembelajaran merupakan

terjemahan dari kata instruction. Menurut Gagne, Briggs dan Wager ( dalam

Winata Putra dkk, 2008) pembelajaraanya adalah serangkaian kegiatan yang

dirancang untuk memungkinkan terjadinya proses belajar pada siswa. Dalam

istilah pembelajaran, interaksi siswa tidak dibatasi oleh kehadiran guru secara

fisik. Siswa dapat belajar melalui bahan ajar cetak, program radio, program

televisi atau media lainnya. Tentu saja guru tetap memainkan peranan penting

dalam merancang setiap kegiatan pembelajaran.

Di dalam proses pembelajaran guru harus memiliki srategi agar siswa

dapat mencapai tujuan pembelajaran dengan baik. Salah satu unsur dalam strategi

pembelajaran adalah menguasai teknik-teknik penyajian atau metode mengajar.

Belajar adalah suatu aktivitas mental (psikis) yang berlangsung dalam

interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan

dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan nilai sikap. Perubahan itu

relative dan berbekas (Winkell dalam Winataputra, 2007). Menurut pengertian

secara psikologis, belajar merupakan proses perubahan yaitu perubahan dalam

tingkah laku sebagai hasil dari interaksinya dalam lingkungannya dalam

memenuhi kebutuhan hidupnya.

Perubahan akibat belajar dapat terjadi dalam berbagai bentuk perilaku,

dari ranah kognitif, afektif, dan/atau psikomotorik. Tidak terbatas hanya dalam

penambahan pengetahuan saja (B.S Blom dalam Winataputra 2007).

Perubahan tidak harus langsung mengikuti pengalaman belajar. Perubahan

yang segera terjadi umumnya tidak dalam bentuk perilaku, tetapi terutama

hanya dalam potensi seseorang untuk berprilaku.

Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk

memperoleh perubahan tingkah laku dalam interaksinya dengan lingkungan.

Beberapa tujuan belajar antara lain :

1. Belajar bertujuan mengadakan perubahan dalam diri antara lain tingkah

laku.

2. Belajar bertujuan untuk mengubah sikap dari negatif menjadi positif, tidak

hormat menjadi hormat.

3. Belajar bertujuan mengubah kebiasaan buruk menjadi baik, dan

menambah pengetahuan dalam berbagai bidang pengetahuan misalnya

tidak bisa membaca, menulis dan lain sebagainya

Dari penjelasan diatas pembelajaran akan berlangsung dengan efektif dan

efisien apabila didukung dengan kemahiran guru mengatur srategi pembelajaran.

Cara guru mengatur srategi pembelajaran sangat berpengaruh kepada cara siswa

belajar. Dalam menyajikan materi pembelajaran guru jangan terpaku hanya pada

satu jenis teknik saja.

Hubungan manusia dan kebudayaan sangat erat kaitannya satu sama lain,

secara bahasa manusia berasal dari kata “manu” (Sansekerta), “mens” (Latin),

yang berarti berpikir, berakal budi atau mahluk yang berakal. Kebudayaan berasal

dari kata budaya yang merupakan bentuk kata majemuk kata budi-daya yang

berarti cipta, karsa, dan rasa. Dalam bahasa Sansekerta kebudayaan disebut

Page 5: PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN BRAIN … · Hasil penelitian itu menunjukkan penerapan konsep Quantum Teaching berhasil mendongkrak potensi ... Menurut Jensen (2011) “Brain Based

5

Pag

e5

dengan budhayah yaitu bentuk jamak dari kata budhi yang berarti budi atau akal.

Pada dasarnya manusia adalah mahluk budaya yang harus nembudayakan dirinya,

Manusia sebagai mahluk budaya mampu melepaskan diri dari ikatan dan

dorongan nalurinya dan mampu beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya dan

mempelajari keadaan sekitar dengan pengetahuan yang dimilikinya. Kebudayaan

juga mengajarkan kepada manusia beberapa hal penting dalam kehidupan seperti

etika sopan & santun menjadikan ciri khas kebudayaan orang Indonesia. Manusia

dan kebudayaan memiliki ikatan yang tak bisa dipisahkan dalam kehidupan ini.

Manusia sebagai makhluk Tuhan yang paling sempurna menciptakan kebudayaan

mereka sendiri dan melestarikannya secara turun menurun. Budaya tercipta dari

kegiatan sehari hari dan juga dari kejadian – kejadian yang sudah diatur oleh

Yang Maha Kuasa.

Manusia atau orang dapat diartikan berbeda beda menurut biologis, rohani,

dan istilah kebudayaan, atau secara campuran. Secara biologis, manusia

diklasifikasikan sebagai Homo sapiens (Bahasa Latin), sebuah spesies

primata dari golongan mamalia yang dilengkapi otak berkemampuan tinggi.

Dalam hal kerohanian, mereka dijelaskan menggunakan konsep jiwa yang

bervariasi di mana, dalam agama, dimengerti dalam hubungannya dengan

kekuatan ketuhanan atau makhluk hidup; dalam mitos, mereka juga seringkali

dibandingkan dengan ras lain. Dalam antropologi kebudayaan, mereka dijelaskan

berdasarkan penggunaan bahasanya, organisasi mereka dalam masyarakat

majemuk serta perkembangan teknologinya, dan terutama berdasarkan

kemampuannya untuk membentuk kelompok dan lembaga untuk dukungan satu

sama lain serta pertolongan.

Menurut Koentjaraningrat (1986) budaya berasal dari kata budi dan daya

(budi daya) atau daya (upaya atau power) dari sebuah budi, kata budaya

digunakan sebagai singkatan dari kebudayaan dengan arti yang sama”. Dalam

bahasa Inggris disebut dengan culture, berasal dari bahasa latin colere yang

berarati mengolah atau megerjakan, culture diartikan sebagai segala daya upaya

serta tindakan manusia untuk mengolah alam (Ibid: 182). Dalam kamus Bahasa

Indonesia, budaya diartikan sebagai “buah atau hasil pikiran/akal budi”

Parsudi Suparlan dalam Nugroho,Widyo (1994) mendefenisikan budaya

sebagai “seperangkat kemampuan yang dimiliki manusia sebagai makhluk

biososial yang digunakannya untuk memahami dan menginterpretasi lingkungan

dan pengalamannya, serta menjadi kerangka landasan dalam mewujudkan

perilaku. Dalam pengertian ini kebudayaan merupakan mekanisme kontrol bagi

semua perilaku manusia. Kebudayaan merupakan serangkaian aturan, petunjuk,

resep, rencana, dan strategi, yang terdiri atas serangkaian model kognitif yang

digunakan secara selektif oleh manusia yang memilikinya sesuai dengan

lingkungan yang dihadapinya.

. Sidi Gazalba dalam Nugrogo,Widyo (1994) mengartikan budaya

sebagai cara berpikir dan merasa untuk kemudian dinyatakan dalam seluruh

kehidupan sekelompok manusia yang membentuk masyarakat dalam suatu ruang

dan waktu tertentu.

Sumardjan dan Soelaeman Soemardi dalam Laksono (1999) mereka

mengartikan budaya sebagai “semua hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat”.

Dengan demikian, budaya atau kebudayaan memiliki makna yang sangat luas dan

Page 6: PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN BRAIN … · Hasil penelitian itu menunjukkan penerapan konsep Quantum Teaching berhasil mendongkrak potensi ... Menurut Jensen (2011) “Brain Based

6

Pag

e6

seolah tidak ada batasnya. Ia mencakup berbagai dimensi kehidupan manusia

yang lahir sebagai hasil olah akal dan budi, mulai yang terkecil hingga yang

terbesar; mulai dari tata cara makan hingga tata cara mengelola sebuah negara.

Oleh karena luasnya cakupan kebudayaan, ada sekian banyak definisi atau arti

budaya yang diungkapkan para sarjana. Dalam buku Culture: A Critical Review of

Concepts and Definitions misalnya, David Kroeber dan Kluckhohn menghimpun

sekitar 160 definisi budaya yang diungkapkan para ilmuwan. Dari sekian

banyak definisi ini, tidak ada satu pun definisi yang mampu menghimpun semua

kompleksitas dari budaya. Setiap definisi hanya menekankan pada satu atau

beberapa aspek saja dari kebudayaan.

Edward Burnett Tylor (dalam Koentjaraningrat, 1986) mengartikan

kebudayaan sebagai keseluruhan kompleks pengetahuan, kepercayaan, kesenian,

moral, hukum, adat istiadat, kemampuan-kemampuan dan kebiasaan-kebiasaan

yang didapatkan manusia sebagai anggota masyarakat. Dengan demikian, menurut

Tylor, kebudayaan mencakup segala sesuatu yang diperoleh atau yang dipelajari

oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Hal senada diungkapkan pula oleh

Prof. Dr. Koentjaraningrat, bahwa kebudayaan merupakan keseluruhan sistem

gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat

yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.

Clifford Geertz dalam Masinambaw, 1997: Penulis buku Abangan,

Santri, Priyaydi dalam Masyarakat Jawa ini mengartikan kebudayaan sebagai

sebuah sistem berupa konsepsi-konsepsi yang diwariskan dalam bentuk simbolik

sehingga dengan cara inilah manusia mampu berkomunikasi, melestarikan, dan

mengembangkan pengetahuan serta sikapnya terhadap kehidupan. Di sini, Geertz

menekankan kebudayaan sebagai sekumpulan ide sebagai proses kreatif dari akal

budi yang diwariskan dan kemudian mewarnai kehidupan sebuah masyarakat.

Walaupun definisi-definisi tentang kebudayaan memiliki perbedaan sudut

pandang, akan tetapi setiap definisi menyimpulkan kesamaan, yaitu bahwa

kebudayaan adalah ciptaan manusia. Dengan demikian, tidak ada budaya tanpa

manusia dan tidak ada manusia tanpa budaya. Manusia dan budaya bagaikan dua

sisi mata uang yang tidak terpisahkan.

Irianto dalam Mawardi 2009, menyatakan setidaknya ada dua aliran

dalam pendefinisian kebudayaan, yaitu positivisme dan interpretivisme. Perbedaan

mendasar pada kedua aliran tersebut terletak pada paradigma tentang hubungan

manusia dengan alam sekitar. Aliran positivisme memandang manusia sebagai

bagian dari alam yang tunduk pada hukum-hukum sosial, perilakunya dapat

dipelajari melalui pengamatan dan diatur oleh sebab-sebab eksternal. Sebaliknya

aliran interpretivisme memandang manusia sebagai anggota-anggota masyarakat

yang saling membagikan suatu sistem sosial dan sistem makna. Manusia

menduduki posisi sentral, kenyataan dan relaitas sosial merupakan hasil ciptaan

manusia yang diatur melalui sistem makna.

Tulisan ini tidak mempermasalahkan perbedaan kedua aliran tersebut,

justeru kedua pendapat tersebut digunakan untuk melengkapi tinjauan tentang

budaya yang memang kompleks. Artinya, kedua pendapat tersebut bertujuan

untuk memperkuat argument bahwa budaya merupakan unsur penting dalam

membangun keharmonisan dalam kehidupan. Sejalan dengan semua pendapat

tersebut, sebagai penegasan, kita dapat mengacu pada pendapat Daoed Joesoef

Page 7: PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN BRAIN … · Hasil penelitian itu menunjukkan penerapan konsep Quantum Teaching berhasil mendongkrak potensi ... Menurut Jensen (2011) “Brain Based

7

Pag

e7

(1982) yang menyatakan: “budaya merupakan sistem nilai dan ide yang dihayati

oleh sekelompok manusia di suatu lingkungan hidup tertentu di suatu kurun

tertentu”. Kebudayaan diartikan sebagai semua hal yang terkait dengan budaya.

Dalam konteks ini tinjauan budaya dilihat dari tiga aspek, yaitu pertama, budaya

yang universal yaitu berkaitan nilai-nilai universal yang berlaku di mana saja yang

berkembang sejalan dengan perkembangan kehidupan masyarakat dan ilmu

pengetahuan/teknologi. Kedua, budaya nasional, yaitu nilai-nilai yang berlaku

dalam masyarakat Indonesia secara nasional. Ketiga, budaya lokal yang eksis

dalam kehidupan masayarakat setempat. Ketiga aspek ini terkait erat dengan

sistem pendidikan sebagai wahana dan proses pewarisan budaya.

Kebudayaan mengambil unsur-unsur pembentuknya dari segala ilmu

pengetahuan yang dianggap betul-betul penting dan sangat diperlukan dalam

menginterpretasi semua yang ada dalam kehidupannya. Hal ini diperlukan sebagai

modal dasar untuk dapat beradaptasi dan mempertahankan kelangsungan hidup

(survive). Kebudayaan di pandang sebagai nilai-nilai yang diyakini bersama dan

terinternalisasi dalam diri individu sehingga terhayati dalam setiap perilaku. Nilai-

nilai yang dihayati ataupun ide yang diyakini tersebut bukanlah ciptaan sendiri

dari setiap individu yang menghayati dan meyakininya, semuanya itu diperoleh

melalui proses belajar. Semua konsep dan pemikiran tentang budaya tersebut

menunjukkan adanya hubungan yang erat antara pengetahuan yang berada di

ranah pengetahuan (kognitif) dengan sikap dan perilaku yang berada di ranah

keterampilan (psikomotor) dan sikap (afektif). Kebudayaan di pandang sebagai

nilai-nilai yang diyakini bersama dan terinternalisasi dalam diri individu sehingga

terhayati dalam setiap perilaku. Nilai-nilai yang dihayati ataupun ide yang

diyakini tersebut bukanlah ciptaan sendiri dari setiap individu yang menghayati

dan meyakininya, semuanya itu diperoleh melalui proses belajar. Hal ini

menegaskan bahwa pembentukkan perilaku dapat berawal dari pembangunan

pengetahuan (kognitif) yang dilanjutkan dengan proses pembentukkan sikap dan

perilaku melalui pembiasaan, atau sebaliknya, pengetahuan dibangun diawali

dengan pembangunan kepribadian atau yang sering disebut dengan belajar

bagaimana belajar (learn how to learn). Semua ini menegaskan bahwa pem-

bangunan pengetahuan (kognitif) tidak dapat dilepaskan dari pembentukan sikap

dan perilaku. Dengan demikian, seyogyanya, semakin tinggi atau mendalam

pengetahuan kognitif seseorang, sikap, perilaku dan kepribadiannya juga

berkembang. Artinya, semakin tinggi ilmu seseorang, seharusnya ia makin

berbudi (berakhlak mulia).

Manusia yang berbudaya adalah manusia yang menunjukkan adanya

konsistensi antara pengetahuan yang dimiliki dengan sikap dan perilakunya. Sikap

dan perilaku tersebut diwujudkan mengacu kepada nilai-nilai yang diyakini. Jadi,

manusia yang sesungguhnya manusia adalah manusia yang cerdas yang mampu

menjaga tutur kata, sikap dan perilaku sehingga dapat berperan aktif dalam

membangun kehidupan yang harmonis. Brobby dalam Hamdani (2010) mengemukakan suatu strategi

motivasi yang digunakan guru untuk memberikan stimulus siswa/mahasiswa agar produktif dalam belajar adalah: Keterkaitan dengan kondisi lingkungan yang berisi lingkungan kondusif, kondisi tingkat kesukaran, kondisi belajar yang dengan strategi bermakna Dengan kata lain motivasi merupakan dorongan yang terdapat dalam diri seorang siswa untuk berusaha mengadakan perubahaan tingkah laku yang dapat diiterpretasikan dalam tingkah laku berupa optimasi

Page 8: PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN BRAIN … · Hasil penelitian itu menunjukkan penerapan konsep Quantum Teaching berhasil mendongkrak potensi ... Menurut Jensen (2011) “Brain Based

8

Pag

e8

rangsangan, dorongan dan keingintahuan. Berikut ini beberapa upaya guru untuk mempertahankan dan meningkatkan motivasi belajar (Hamalik, 2001): (1) Mengkaitkan tujuan belajar dengan tujuan siswa, sehingga tujuan belajar menjadi menjadi tujuan siswa atau sama dengan tujuan siswa (2) Membuat pelajaran penuh arti, yaitu:(a) Mengkaitkan bahan pelajaran dengan kehidupan sehari-hari, (b) Mengkaitkan bahan pelajaran dengan pengalaman siswa, (c) Membuat penyajian lebih menarik, yaitu dengan memilih model atau metode pembelajaran yang membuat siswa lebih perhatian.

Budaya tercipta atau terwujud merupakan hasil dari interaksi antara

manusia dengan segala isi yang ada di alam raya ini. Manusia di ciptakan oleh

Tuhan dengan dibekali oleh akal pikiran sehingga mampu untuk berkarya di muka

bumi ini dan secara hakikatnya menjadi khalifah di muka bumi ini. Disamping itu

manusia juga memiliki akal, intelegensia, intuisi, perasaan, emosi, kemauan,

fantasi dan perilaku. Dengan semua kemampuan yang dimiliki oleh manusia maka

manusia bisa menciptakan kebudayaan. Ada hubungan dialektika antara manusia

dan kebudayaan. Kebudayaan adalah produk manusia, namun manusia itu sendiri

adalah produk kebudayaan. Dengan kata lain, kebudayaan ada karena manusia

yang menciptakannya dan manusia dapat hidup ditengah kebudayaan yang

diciptakannya. Kebudayaan akan terus hidup manakala ada manusia sebagai

pendudukungnya.

Ada tiga wujud kebudayaan, yaitu meliputi sebagai berikut.

1. Sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma,

peraturan, dan lainnya. Wujud ini merupakan wujud ideal dari kebudayaan.

Tempatnya ada di dalam kepala atau pikiran, atau bisa juga tertuang dalam

tulisan-tulisan. Istilah lain yang lebih tepat untuk menggambarkan wujud

ideal kebudayaan ini adalah adat atau adat istiadat.

2. Sebagai suatu kompleks aktivitas dan tindakan berpola dari manusia dalam

masyarakat. Wujud kebudayaan ini sering disebut juga sistem sosial atau social

system, yakni tindakan berpola manusia itu sendiri. Sebagai rangkaian aktivitas

manusia, sistem sosial atau wujud kebudayaan ini bersifat konkret atau nyata,

terjadi setiap saat di sekitar kita, dapat diobservasi, dan dapat

didokumentasikan.

3. Sebagai benda-benda hasil karya manusia. Wujud kebudayaan ini sering

disebut juga dengan kebudayaan fisik. Oleh karena sifatnya benda fisik, wujud

ini sangat konkret, dapat diraba, dilihat, dan difoto. Misalnya, komputer,

bangunan, dan pakaian.

Menurut J.J. Hoenigman dalam Koentraningrat (1986) wujud

kebudayaan dibedakan menjadi tiga: gagasan (wujud ideal), aktivitas (tindakan),

dan artefak (karya).

1.Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide-ide,

gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya yang sifatnya

abstrak; tidak dapat diraba atau disentuh. Wujud kebudayaan ini terletak dalam

kepala-kepala atau di alam pemikiran warga masyarakat. Jika masyarakat

tersebut menyatakan gagasan mereka itu dalam bentuk tulisan, maka lokasi

dari kebudayaan ideal itu berada dalam karangan dan buku-buku hasil karya

para penulis warga masyarakat tersebut.

Page 9: PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN BRAIN … · Hasil penelitian itu menunjukkan penerapan konsep Quantum Teaching berhasil mendongkrak potensi ... Menurut Jensen (2011) “Brain Based

9

Pag

e9

2.Aktivitas (tindakan) adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola

dari manusia dalam masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut

dengan sistem sosial. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia

yang saling berinteraksi, mengadakan kontak, serta bergaul

dengan manusia lainnya menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata

kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi dalam kehidupan sehari-hari, dan dapat

diamati dan didokumentasikan.

3.Artefak (karya) adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas,

perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda

atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan didokumentasikan. Sifatnya paling

konkret di antara ketiga wujud kebudayaan. Dalam kenyataan kehidupan

bermasyarakat, antara wujud kebudayaan yang satu tidak bisa dipisahkan dari

wujud kebudayaan yang lain. Sebagai contoh: wujud kebudayaan ideal

mengatur dan memberi arah kepada tindakan (aktivitas) dan karya (artefak)

manusia.

Berdasarkan wujudnya tersebut, Budaya memiliki beberapa elemen atau

komponen, menurut ahli atropologi Cateora dalamKoentraningrat(1986) yaitu :

1. Kebudayaan material mengacu pada semua ciptaan masyarakat yang nyata,

konkret. Termasuk dalam kebudayaan material ini adalah temuan-temuan yang

dihasilkan dari suatu penggalian arkeologi: mangkuk tanah liat, perhisalan,

senjata, dan seterusnya. Kebudayaan material juga mencakup barang-barang,

seperti televisi, pesawat terbang, stadion olahraga, pakaian, gedung pencakar

langit, dan mesin cuci.

2.Kebudayaan nonmaterial adalah ciptaan-ciptaan abstrak yang diwariskan dari

generasi ke generasi, misalnya berupa dongeng, cerita rakyat, dan lagu atau

tarian tradisional.

3.Lembaga social dan pendidikan memberikan peran yang banyak dalam kontek

berhubungan dan berkomunikasi di alam masyarakat. Sistem social yang

terbantuk dalam suatu Negara akan menjadi dasar dan konsep yang berlaku

pada tatanan social masyarakat. Contoh Di Indonesia pada kota dan desa

dibeberapa wilayah, wanita tidak perlu sekolah yang tinggi apalagi bekerja

pada satu instansi atau perusahaan. Tetapi di kota – kota besar hal tersebut

terbalik, wajar seorang wanita memilik karier

4. Sistem kepercayaan atau keyakinan terhadap sesuatu, hal ini akan

mempengaruhi system penilaian yang ada dalam masyarakat. Sistem keyakinan

ini akan mempengaruhi dalam kebiasaan, bagaimana memandang hidup dan

kehidupan, cara mereka berkonsumsi, sampai dengan cara bagaimana

berkomunikasi.

5.Estetika berhubungan dengan seni dan kesenian, music, cerita, dongeng,

hikayat, drama dan tari –tarian, yang berlaku dan berkembang dalam

masyarakat. Seperti di Indonesia setiap masyarakatnya memiliki nilai estetika

sendiri. Nilai estetika ini perlu dipahami dalam segala peran, agar pesan yang

akan kita sampaikan dapat mencapai tujuan dan efektif. Misalkan di beberapa

wilayah dan bersifat kedaerah, setiap akan membangu bagunan jenis apa saj

harus meletakan janur kuning dan buah – buahan, sebagai symbol yang arti

disetiap derah berbeda. Tetapi di kota besar seperti Jakarta jarang mungkin

tidak terlihat masyarakatnya menggunakan cara tersebut.

Page 10: PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN BRAIN … · Hasil penelitian itu menunjukkan penerapan konsep Quantum Teaching berhasil mendongkrak potensi ... Menurut Jensen (2011) “Brain Based

10

Pag

e10

6.Bahasa merupakan alat pengatar dalam berkomunikasi, bahasa untuk setiap

walayah, bagian dan Negara memiliki perbedaan yang sangat komplek. Dalam

ilmu komunikasi bahasa merupakan komponen komunikasi yang sulit

dipahami. Bahasa memiliki sidat unik dan komplek, yang hanya dapat

dimengerti oleh pengguna bahasa tersebu. Jadi keunikan dan kekomplekan

bahasa ini harus dipelajari dan dipahami agar komunikasi lebih baik dan efektif

dengan memperoleh nilai empati dan simpati dari orang lain.

Unsur-unsur budaya atau kebudayaan universal menurut C. Kluckhohn

(dalam Koentjaraningrat,1986) meliputi tujuh unsur pokok yang dimiliki setiap

kebudayaan, yaitu sebagai berikut.

1. Bahasa

2. Sistem pengetahuan

3. Organisasi sosial

4. Sistem peralatan hidup dan teknologi

5. Sistem mata pencaharian hidup

6. Sistem religi

7. Kesenian

Segala sesuatu yang ada dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan

masyarakat itu sendiri. Baik buruknya perilaku atau sikap masyarakat juga

bergantung pada kebudayaannya.Setiap masyarakat mempunyai kebudayaan yang

secara kontinyu ditaati dan diajarkan dari generasi ke generasi berikutnya.Secara

sadar atau tidak sadar, secara terstruktur maupun tidak terstruktur, masyarakat

melalui anggota-anggotanya akan mengajarkan kebudayaannya. Proses

mengajarkan inilah yang disebut sebagai transformasi budaya atau pewarisan

kebudayaan. Proses tranformasi budaya dapat dilakukan melalui ucapan, sikap,

atau perilaku yang sudah terpola. Dengan kata lain, transformasi kebudayaan

dilakukan melalui proses belajar.

Dalam hubungannya dengan lingkungan, manusia merupakan suatu

oganisme hidup (living organisme). Terbentuknya pribadi seseorang dipengaruhi

oleh lingkungan bahkan secara ekstrim dapat dikatakan, setiap orang berasal dari

satu lingkungan, baik lingkungan vertikal (genetika, tradisi), horizontal

(geografik, fisik, sosial), maupun kesejarahan. Tatkala seorang manusia lahir, ia

merasakan perbedaan suhu dan kehilangan energi, karena itu anak menangis,

menuntut agar perbedaan itu berkurang dan kehilangan itu tergantikan. Dari sana

timbul anggapan dasar bahwa setiap manusia dianugerahi kepekaan (sense) untuk

membedakan (sense of discrimination) dan keinginan untuk hidup. Untuk dapat

hidup, ia membutuhkan sesuatu. Alat untuk memenuhi kebutuhan itu bersumber

dari lingkungan.

Manusia dan kebudayaan merupakan salah satu ikatan yang tak bisa

dipisahkan dalam kehidupan ini. Manusia sebagai makhluk Tuhan yang paling

sempurna menciptakan kebudayaan mereka sendiri dan melestarikannya secara

turun menurun. Budaya tercipta dari kegiatan sehari hari dan juga dari kejadian –

kejadian yang sudah diatur oleh Yang Maha Kuasa.

Page 11: PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN BRAIN … · Hasil penelitian itu menunjukkan penerapan konsep Quantum Teaching berhasil mendongkrak potensi ... Menurut Jensen (2011) “Brain Based

11

Pag

e11

Kebudayaan berasal dari kata budaya yang berarti hal-hal yang berkaitan

dengan budi dan akal manusia. Definisi kebudyaan itu sendiri adalah sesuatu yang

akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan

yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari,

kebudayaan itu bersifat abstrak. Namun kebudayaan juga dapat kita nikmati

dengan panca indera kita. Lagu, tari, dan bahasa merupakan salah satu bentuk

kebudayaan yang dapat kita rasakan.

Manusia dan kebudayaan pada hakekatnya memiliki hubungan yang

sangat erat, dan hampir semua tindakan dari seorang manusia itu adalah

merupakan kebudayaan. Manusia mempunyai empat kedudukan terhadap

kebudayaan yaitu sebagai:

1) penganut kebudayaan

2) pembawa kebudayaan

3) manipulator kebudayaan, dan

4) pencipta kebudayaan

Sebuah kebudayaan besar biasanya memiliki sub-kebudayaan (atau biasa

disebut sub-kultur), yaitu sebuah kebudayaan yang memiliki sedikit perbedaan

dalam hal perilaku dan kepercayaan dari kebudayaan induknya. Munculnya sub-

kultur disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya karena perbedaan umur, ras,

etnisitas, kelas, aesthetik, agama, pekerjaan, pandangan politik dan gender.

Pendidikan sedini mungkin dapat menyediakan pelayanan yang sesuai

dengan potensi yang dimiliki serta mengarahkan pada persiapan menghadapi

tantangan ke depan. Pendidikan mengarah pada pembentukan karakter, performa

yang konkrit (observable) yang berkembang dalam tiga ranah kemampuan, yaitu:

kognitif, psikomotor, dan afektif. Pengembangan kemampuan pada ketiga ranah

tersebut dilihat sebagai suatu kesatuan yang saling melengkapi dan terintegrasi.

Para penyelenggara pendidikan diharapkan mampu mengembangkan

program dan proses pembelajaran untuk menggiring siswa agar memiliki

kompetensi dan dapat menggembangkan segala apa yang telah dimilikinya, yang

diperoleh selama proses belajar, sehingga bermanfaat dalam kehidupan secara

akademis maupun kehidupan sehari-hari. Perlu juga ditekankan di sini bahwa

dalam kehidupan nyata, antara kemampuan akademis dan non akademis menyatu

secara kontinum. Untuk itu seharusnya, program dan proses pembelajaran tidak

membuat dikotomi (memisahkan secara tegas) di antara keduanya. Semua ini

menunjukkan bahwa pendidikan adalah upaya membangun budaya suatu ma-

syarakat sehingga tercipta kehidupan yang modern, maju, dan harmoni yang

didasari oleh nilai-nilai budaya yang diyakini bersama oleh suatu masyarakat.

SIMPULAN Tidak sejalannya antara tujuan pendidikan yang dirumuskan dalam kebijakan

dengan praktik pembelajaran, menimbulkan adanya jarak atau pemisah antara pengetahuan dengan sikap dan perilaku siswa. Proses pembelajaran justru membuat anak menjadi pasif. Hal ini menimbulkan asumsi bahwa anak yang baik adalah anak yang duduk, dengar, diam, lakukan apa yang diperintah saja. Kondisi ini berjalan lebih dari 90% waktu yang dialokasikan untuk belajar. Proses pembelajaran yang kaku seperti itu akan memutus hubungan antara kognitif, psikomotor, dan afektif.

Page 12: PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN BRAIN … · Hasil penelitian itu menunjukkan penerapan konsep Quantum Teaching berhasil mendongkrak potensi ... Menurut Jensen (2011) “Brain Based

12

Pag

e12

Sehingga tujuan pendidikan untuk mengembangkan potensi melalui pemberian ruang gerak yang seluas-luasnya kepada setiap siswa untuk tumbuh menjadi pribadi yang cerdas, kreatif dan berakhlak mulia sulit tercapai. Potensi siswa akan berkembang jika pendidikan memberikan ruang yang seluas-luasnya sehingga siswa bebas berekspresi dan berkreasi. Kondisi ini akan memperkecil peluang berkembangnya sikap-sikap negatif. Untuk itu perlu dikembangkan situasi atau iklim pembelajaran yang alami, mirip dengan kehidupan nyata dan demokratis. Jika tidak demikian, anak-anak akan tercabut dari akar budayanya. Brain Based Learning

menjadi salah satu model untuk mengatasi persoalan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Akbar, S. 2008. Pendidikan Karakter: Bagaimana Menjadi Manusia yang

berkarakter Baik. Jurnal Pendidikan Nilai. 16(2)

Anas,Zulfikri.2011. Pendekatan Brain Based Learning Dalam Penanaman Nilai

Budaya.Universtas Negeri Semarang : Jurnal Komunitas 3 (2) De Porter, Bobbi and Hernachi, Mike (2004).QuantumTeaching,Bandung,Kaifa.

Hamdani, A. 2010. Pendekatan Akademis Pendidikan Berbasis Nilai Karakter

dan Budaya Mahasiswa di STIE AUB Surakarta. Jurnal Kuntowijoyo.

2006. Budaya dan Masyarakat. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya

Jensen, Eric. 2011. Brain Based Learning, (terjemahan): Pembelajaran Berbasis

Otak: Cara baru dalam Pengajaran dan Pelatihan. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar Joesoef, Daud. 1982. Aspek-Aspek Kebudayaan yang Harus Dikuasai Guru,

dalam Majalah Kebudayaan, no. 1 , tahun 1981/1982

Koentjaraningrat. 1986. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru

Laksono, P.M. 1999. Teori Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset

Mawardi. 2009. IAD – ASD – IBD. Bandung: Pustaka Setia

Masinambow, E.K.M (ed). 1997. Koentjaraningrat dan Antropologi Indonesia.

Jakarta: AAI dan Yayasan Obor Indonesia Nugroho, Widyo. 1994. Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: Universitas Gunadarma

Susarno, L.H. 2010. Strategi Penyampaian Bahan Ajaran Melalui Pemanfaatan

Metode dan Media dalam Proses Pembelajaran. Jurnal Teknologi Pendidikan.

10(1): 1-7 Winataputra, Udin S, (2007), Teori Belajar dan Pembelajaran, Jakarta :

Universitas Terbuka.