PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA PESERTA DIDIK BERBASIS MASALAH DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERFIKIR KRITIS SISWA KELAS X MADRASAH ALIYAH MAHDALIYAH KOTA JAMBI SKRIPSI Oleh IRMAWATI NIM. TM.130826 PROGRAM STUDI TADRIS MATEMATIKA FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI 2019
136
Embed
PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA PESERTA DIDIK BERBASIS …
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA PESERTA DIDIK BERBASIS MASALAH
DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERFIKIR KRITIS
SISWA KELAS X MADRASAH ALIYAH MAHDALIYAH
KOTA JAMBI
SKRIPSI
Oleh
IRMAWATI
NIM. TM.130826
PROGRAM STUDI TADRIS MATEMATIKA
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTHAN THAHA SAIFUDDIN
JAMBI
2019
i
ii
iii
iv
v
vi
vii
viii
ix
x
xi
xii
xiii
xiv
xv
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Matematika adalah ilmu universal yang menjadi dasar perkembangan teknologi
serta berperan penting dalam berbagai disiplin ilmu lain dan mengembangkan daya pikir
manusia. Oleh sebab itu, untuk menguasai dan menciptakan teknologi dibutuhkan
penguasaan matematika yang kuat sejak dini.
Dengan demikian mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta
didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik agar memiliki kemampuan
berpikir yang logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama.
Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan
memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan
yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif.
Sebagaimana yang diketahui bahwa setiap aktifitas tentunya harus mempunyai
tujuan, begitu pula tujuan orang mengajar atau orang belajar. Tujuan pelajaran matematika
harus bisa dipahami bersama baik oleh guru atau peserta didik. Pemahaman yang sama
terhadap tujuan, akan berdampak positif terhadap guru dalam mengajarkan pelajaran.
Sedangkan peserta didik akan lebih termotivasi dalam belajar dan berusaha berlatih dan
berlatih lagi apabila tujuan pelajaran juga dipahami dengan baik. Untuk mencapai tujuan
matematika tersebut bukanlah hal yang mudah. Dibenak peserta didik matematika
merupakan pelajaran yang sulit, karena sepengetahuan peserta didik metematika hanya
dipenuhi dengan rumus-rumus yang memusingkan tanpa mengetahui manfaat
pembelajaran tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Terkait dengan masalah di atas, saat
ini pemerintah telah memberlakukan Kurikulum 2013 sebagai perbaikan dari Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Kurikulum 2013 ini berbasis saintifik, dimana dalam
pelaksanaannya menggunakan lima langkah pembelajaran yang dikenal dengan 5M.
Adapun 5M tersebut adalah mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan
mengkomunikasikan. Daryanto (2014:16) menjelaskan bahwa pembelajaran pada
2
kurikulum 2013 tidak terpaku pada guru sebagai satu-satunya sumber belajar, pada materi
tertentu pesertadidik dianjurkan untuk memanfaatkan sumber belajar dari lingkungan.
Dengan demikian melalui pendekatan saintifik peserta didik dapat mengetahui manfaat
dari suatu pembelajaran untuk kehidupan, khususnya pada mata pelajaran matematika.
Sejalan dengan hal tersebut, dalam proses pembelajaran haruslah dilengkapi dengan
bahan ajar. Ditjen Dikdasmen (2008:6) menjelaskan bahwa:
Bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu
guru/instruktor dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Bahan yang
dimaksud bisa berupa bahan tertulis maupun bahan tidak tertulis.
Bahan ajar yang umumnya digunakan dalam proses pembelajaran adalah buku panduan.
Daryanto (2014:19) menjelaskan dalam kurikulum 2013 pembelajaran berlangsung di
rumah, di sekolah, dan di masyarakat. Dengan kata lain peserta didikdituntut untuk dapat
belajar mandiri. Namun, tidak semua buku panduan dapat digunakan peserta didik secara
mandiri.
Pada saat wawancara yang dilakukan penulis dengan salah seorang guru matematika
kelas X di Madrasah Aliyah Mahdaliyah Kota Jambi yaitu Ibu Andriyani, S.Pd. Berdasarkan
pengamatan dari guru tersebut, dimana siswa itu masih lemah pada konsep aljabar, dan
proses menerjemahkan kalimat sehari-hari ke dalam kalimat matematika, serta terlihat
pada hasil ulang harian kelas X setelah dilakukan analisis soal yaitu yang memenuhi atau
melewati KKM hanya beberapa siswa, hal ini dikarenakan kemampuan pemahaman
konsep siswa pada materi Sistem Persamaan Linear Tiga Variabel masih sangat rendah.
Rendahnya kemampuan pemahaman konsep siswa pada materi Sistem Persamaan Linear
Tiga Variabel di kelas X di Madrasah Aliyah Mahdaliyah Kota Jambi juga dikarenakan
siswanya yang malas mengulang pelajaran yang sudah dipelajari sebelumnya, malas
berlatih megerjakan soal-soal serta selama ini proses belajar mengajar cenderung
membosankan, guru terlalu mendominasi aktivitas pembelajaran sehingga siswa menjadi
pasif, mudah bosan, dan mengantuk. Untuk mengatasi masalah tersebut diperlukan model
pembelajaran, di mana dalam proses belajar mengajar matematika guru hendaknya
memberikan kesempatan yang cukup kepada siswa agar dapat mengembangkan
3
pengetahuannya sendiri, mengerti konsep yang digunakan pada materi yang dipelajari dan
guru tidak hanya melakukan penilaian akhir saja tetapi guru lebih memusatkan pada
penilaian selama proses pembelajaran. Dengan demikian, siswa tidak hanya menghafal dan
memikirkan jawaban akhirnya saja dari sebuah soal, tetapi selama proses pembelajaran
siswa akan aktif, menganalisis contoh-contoh agar siswa tahu konsep yang akan digunakan
untuk menyelesaikan soal dan dapat menerapkannya untuk menyelesaikan suatu
permasalahan.
Permasalahan lain juga ditemukan penulis saat melakukan wawancara dengan
siswa. Dalam pembelajaran matematika khususnya pada materi Sistem Persamaan Linear
Tiga Variabel, nilai peserta didik masih tergolong rendah. Hal ini dilihat dari hasil ulangan
peserta didik yang rata-rata dibawah KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal). Tentang
pemahaman konsep siswanya, pada materi Sistem Persamaan Linear Tiga Variabel, siswa
masih lemah tentang penggunaan variabel, metode substitusi maupun eliminasi, grafik
maupun metode campuran, dan juga lemah dalam menentukan hasil perhitungan. Untuk
mencapai kemampuan pemahaman konsep tersebut dibutuhkan suatu model pembelajaran,
salah satu model yang bisa diterapkan adalah Model Pembelajaran berbasis masalah
(Problem Based Learning/PBL).
Pembelajaran berbasis masalah ini dapat membantu dalam meningkatkan
perkembangan keterampilan belajar sepanjang hayat dalam pola pikir yang terbuka,
reflektif, kritis, dan belajar aktif. Pembelajaran berbasis masalah memfasilitasi
keberhasilan memecahkan masalah, komunikasi, kerja kelompok dan keterampilan
interpersonal dengan lebih baik dibanding pendekatan lain (Rusman, 2014:230).
Pembelajaran matematika di sekolah umumnya masih menggunakan metode
ceramah sehingga kemampuan berpikir kritis siswa sangat sulit untuk dikembangkan. Guru
juga terbiasa memberikan contoh soal terlebih dahulu sebelum memberikan tes kepada
siswa sehingga siswa akan kesulitan jika diberikan soal dengan bentuk yang berbeda.
Faktor yang dapat menunjang keberhasilan siswa dalam pelajaran matematika tidak hanya
dari kemampuan siswa sendiri namun didukung oleh faktor guru dan juga model
pembelajaran yang digunakan di dalam kelas (Harlinda Fatmawati dkk, 2014: 912).
4
Oleh sebab itu maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran berbasis masalah
dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa terutama pada pembelajaran
matematika, dimana pembelajaran matematika tidak bisa dilepaskan dari berpikir kritis
guna mewujudkan pembelajaran matematika yang sesungguhnya.
Berdasarkan pemaparan latar belakang masalah yang telah peneliti kemukakan,
maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Pengembangan Bahan
Ajar Matematika Berbasis Masalah dalam Meningkatkan Kemampuan Berpikir
Kritis Siswa untuk Kelas X Madrasah Aliyah Kota Jambi.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka identifikasi masalah pada
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Pembelajaran matematika cenderung kearah teacher-centered
2. Kemampuan berpikir kritis siswa masih tergolong rendah
3. Pembelajaran matematika masih dianggap sulit bagi siswa MA karena tidak sesuai
dengan konteks kehidupan sehari-hari
C. Batasan Masalah
Untuk menghindari meluasnya permasalahan dalam penelitian ini, bahan ajar yang
akan dikembangkan adalah Lembar Kerja Siswa (LKS). Subjek penelitian pada penelitian
ini adalah siswa, dan guru Madrasah Aliyah Mahdaliyah Kota Jambi, materi pembelajaran
matematika yang akan diteliti adalah pokok bahasan sistem persamaan tiga variabel.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah di atas, maka rumusan masalah pada penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana mengembangkan bahan ajar matematika berbasis masalah yang dapat
meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa di Madrasah Aliyah Mahdaliyah Kota
Jambi?
5
2. Bagaimanakah kualitas bahan ajar berbasis masalah yang dapat meningkatkan
kemampuan berpikir kritis siswa di Madrasah Aliyah Mahdaliyah Kota Jambi?
3. Bagaimanakah respon siswa terhadap bahan ajar yang telah dikembangkan dan
kegiatan pembelajaran yang telah digunakan?
E. Tujuan dan Kegunaan Pengembangan
1. Tujuan Pengembangan
Adapun tujuan penelitian pengembangan ini adalah sebagai berikut:
a. Mengembangkan bahan ajar matematika berbasis masalah yang dapat
meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa di Madrasah Aliyah
Mahdaliyah Kota Jambi.
b. Menelaah kualitas bahan ajar berbasis masalah dilihat dari hasil penilaian
validator dan keefektifan bahan ajar dalam meningkatkan kemampuan
berpikir kritis siswa di Madrasah Aliyah Mahdaliyah Kota Jambi.
c. Menelaah respon siswa terhadap bahan ajar dan kegiatan pembelajaran yang
telah dikembangkan.
2. Kegunaan Pengembangan
Adapun kegunaan pengembangan yang dapat diperoleh dari penelitian ini
yaitu sebagai berikut:
a. Bagi guru
Bahan ajar ini dapat dijadikan informasi dan masukan untuk mendesain
bahan ajar pada pokok bahasan matematika lainnya dan diterapkan dalam
pembelajaran matematika.
b. Bagi siswa
Dengan bahan ajar ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan
berpikir kritis siswa dan dapat mempermudah siswa dalam mempelajari pelajaran
matematika.
c. Bagi sekolah
6
Dapat dijadikan referensi untuk mengembangkan atau menerapkan bahan
ajar untuk meningkatkan kemampuan matematika siswa .
d. Bagi peneliti
Untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar sarjana strata satu (S1)
dalam Ilmu Pendidikan Matematika pada Fakultas Tarbiyah Dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Jambi.
e. Peneliti lain
Menambah wawasan peneliti lain dan dapat menjadi batu loncatan untuk
membuat media lain yang lebih efektif dan efisien ketika menjadi guru kelak.
F. Spesifikasi Produk yang Diharapkan
Produk yang diharapkan dari design research ini adalah sebagai berikut:
1. Berbentuk media cetak.
2. Merupakan produk bahan ajar materi sistem persamaan tiga variabel untuk MA/SMA
kelas X.
3. Jenis Produk yang diharapkan:
a. Memuat Kompetensi Inti (KI), Kompetensi Dasar (KD), indikator dan tujuan
pembelajaran
b. Petunjuk penggunaan LKS.
c. Berisi uraian tentang materi sistem persamaan tiga variabel (memuat komponen
dalam pembelajaran berbasis masalah)
d. Soal-soal latihan
4. Bagian-bagian LKS matematika berbasis masalah antara lain: Halaman Cover, Kata
Pengantar, Peta Konsep, Petunjuk Penggunaan lembar Kerja Siswa, daftar isi, soal-
soal berpikir kritis, latihan soal, dan daftar pustaka
5. Memenuhi kriteria ketercapaian yaitu
7
Bahan ajar matematika berbasis masalah berbentuk media cetak yang memenuhi
tiga unsur kelayakan, Menurut Akker (1999) (dalam Safitri, 2013:29), terdapat tiga unsur
kelayakan yaitu:
1. Efektivitas, yaitu apakah produk ini dapat memfasilitasi ketercapaian hasil belajar
siswa sesuai KKM yang ditentukan dari sekolah yang bersangkutan. Efektivitas dapat
dilihat dari nilai Post-test siswa dibandingkan dengan KKM. Akan terlihat siswa yang
sudah mencapai KKM atau lebih dan juga siswa yang belum mencapai KKM. Bahan
ajar dikatakan efektif apabila dari 60% siswa nilai post-test-nya di atas KKM.
2. Validasi, yaitu penilaian kelayakan dari guru dan para ahli. Bahan ajar ini dikatakan
valid apabila dari lembar penilaian bahan ajar didapat kategori penilaian baik.
3. Praktibilitas, yaitu kepraktisan dalam penggunaan. Penilaian kepraktisan berdasarkan
respons siswa. Bahan ajar dikatakan praktis apabila mendapatkan respons positif dari
siswa yang dilihat berdasarkan angket penilaian.
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Bahan Ajar
Bahan atau materi merupakan medium untuk mencapai tujuan pengajaran yang
dikonsumsi oleh peserta didik. Bahan ajar merupakan materi yang terus berkembang secara
dinamis seiring dengan kemajuan dan tuntunan perkembangan masyarakat. Bahan ajar
yang diterima anak didik harus mampu merespons setiap perubahan dan mengantisipasi
setiap perkembangan yang akan terjadi di masa depan. Oleh karena itu, bahan pelajaran
merupakan unsur inti yang ada kegiatan belajar mengajar, karena memang bahan pelajaran
itulah yang diupayakan untuk dikuasai oleh anak didik. Karena itu pula, guru khususnya
atau pengembangan kurikulum umumnya harus memikirkan sejauh mana bahan-bahan
atau topik yang tertera dalam silabus berkaitan dengan kebutuhan peserta didik di masa
depan. Sebab, minat peserta didik akan bangkit bila suatu bahan diajarkan sesuai dengan
kebutuhannya (Pupuh Fathurrohman dan M. Sobry Sutikno, 2009: 14).
Bahan ajar memiliki peran yang penting dalam pembelajaran. Bahan yang akan
digunakan dalam bentuk buku, sumber utama, maupun buku penunjang lainnya. Di
samping itu, bahan bacaan penunjang seperti jurnal, hasil penelitian, majalah, koran,
brosur, serta alat pembelajaran yang terkait dengan indikator dan kompetensi dasar yang
ditetapkan. Sebagian bahan penunjang, dapat juga digunakan disket, kaset, atau CD yang
berkaitan dengan bahan yang akan dipadukan. Guru, dalam hal ini, dituntut untuk rajin dan
kreatif mencari dan mengumpulkan bahan-bahan yang diperlukan dalam pembelajaran.
Keberhasilan seorang guru dalam melaksanakan pembelajaran tergantung pada wawasan
pengetahuan, pemahaman, dan tingkat kreativitasnya dalam mengelola bahan ajar.
Semakin lengkap bahan yang terkumpulkan dan semakin luas wawasan dan pemahaman
guru terhadap materi tersebut, maka berkecenderungan akan semakin baik pembelajaran
yang dilaksanakan. Bahan yang suah terkumpul, selanjutnya dipilah, dikelompokkan dan
9
disusun ke dalam indikator dari kompetensi dasar. Setelah bahan-bahan yang diperlukan
terkumpul secara memadai seorang guru selanjutnya perlu mempelajari secara cermat dan
mendalam tentang isi bahan ajar yang berkaitan dengan langkah kegiatan berikutnya
(Trianto, 2010: 121-122).
Elemen-elemen yang harus dipenuhi dalam menyusun bahan ajar, antara lain
konsistensi, format, dan organisasi, spasi/halaman kosong. Berikut ini merupakan
penjelasan dari elemen-elemen tersebut:
a. Konsistensi
Konsistensi harus dipenuhi dalam hal bentuk dan huruf dari setiap halaman. Disarankan
untuk tidak menggunakan terlalu banyak variasi dalam bentuk dan ukuran huruf. Kerapian
dalam setiap halaman terlihat pada jarak spasi yang konsisten, misalnya antara judul
dengan isi (baris pertama), atau judul degan sub judul dan sub judul dengan isi dai sub
judul, dan seterusnya. Konsistensi dalam pemakaian spasi akan membuat pembaca lebih
terarah, apakah sedang membaca isi dari judul atau isi dari sub judul, dan sebagainya.
Selain konsisten dengan bentuk huruf, ukuran dan spasi, sebuah bahan ajar hendaknya
konsisten juga dalam menetapkan batas (margin) dari pengetikan. Pemilihan bentuk huruf
dan ukuran hendaknya mempertimbangkan kemudahan bagi peserta didik untuk
membacanya sesuai dengan karakteristik pembaca atau peserta didik. Hal ini dilakukan
untuk meningkatkan daya tarik terhadap bahan ajar tersebut.
b. Format
Untuk mendukung konsistensi, diharapkan juga menggunakan format yang sesuai baik
format kolom (bentuk kolom tunggal atau bentuk koran/multi kolom) dan juga format
paragraf yang sesuai.
c. Organisasi
Bahan ajar yang terorganisasi dengan baik akan memudahkan dan meningkatkan semangat
peserta didik untuk membaca atau belajar menggunakan bahan ajar tersebut. Materi
pembelajaran harus terorganisasi dengan baik dalam arti membuat materi ajar yang
terdapat dalam bahan ajar tersusun secara sistematis. Secara umum pengorganisasian
antara isi materi dan ilustrasinya (misalkan gambar, foto, peta, dan lainnya), antara
10
paragraf yang satu dengan lainnya, antara judul dengan sub judul beserta uraiannya
ditujukan bagi kemudahan peserta didik dalam memanfaatkan bahan ajar tersebut untuk
dapat belajar secara mandiri.
d. Perwajahan
Daya tarik peserta didik terhadap bahan ajar kadang-kadang lebih banyak dari bagian
sampul, sehingga diharapkan bagian sampul diberikan gambar, kombinasi warna, dan
ukuran huruf yang serasi. Apabila peserta didik sudah mulai membaca atau menggunakan
bahan ajar tersebut maka untuk mempertahankan ketertarikan, atau untuk meningkatkan
motivasi belajar peserta didik, perlu diberikan gambar atau ilustrasi, bahkan bahan ajar
yang berupa buku dapat dilengkapi dengan bahan multimedia (misalkan CD dan lainnya).
Sebagai bahan komplemen dari bahan ajar yang diberikan. Selain itu, dalam bahan ajar
juga dapat diberikan tugas dan latihan yang dikemas sehingga peserta didik tidak merasa
bosan menggunakan bahan ajar tersebut
Bahan ajar diberikan agar peserta didik dapat belajar mandiri, untuk itu dalam bahan ajar
diharapkan adanya sebuah spasi kosong atau halaman kosong. Halaman kosong ini dapat
digunakan oleh peserta didik untuk mencatat hal-hal penting yang didapatkan ketika
menggunakan bahan ajar, juga dapat digunakan oleh peserta didik untuk beristirahat dalam
proses belajar. Penempatan halaman kosong harus diberikan secara proporsional (Chomsin
S. Widodo dan Jasmadi, 2008: 52-54)
2. Matematika
Matematika adalah ilmu tentang bilangan-bilangan, hubungan antara bilangan dan
prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan.
Matematika merupakan salah satu mata pelajaran pokok yang ada sejak pendidikan dasar
dan dapat membentuk pola pemikiran yang logis, sistematis, kritis dan kreatif (Harlinda
Fatmawati dkk, 2014: 911-912).
3. Pembelajaran Berbasis Masalah
Barrow didalam Miftahul (2014:271) mendefinisikan Pembelajaran Berbasis
Masalah (Problem Based Learning/PBL) sebagai pembelajaran yang diperoleh melalui
11
proses menuju pemahaman akan resolusi suatu masalah. Masalah tersebut dipertemukan
pertama dalam proses pembelajaran. PBL merupakan salah satu bentuk peralihan dari
paradigma pengajaran menuju paradigm pembelajaran. Jadi fokusnya adalah pada
pembelajaran siswa dan bukan pada pengajaran guru.
Pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) merupakan salah satu
model pembelajaran inovatif yang memberi kondisi belajar aktif kepada peserta didik
dalam kondisi dunia nyata. Pembelajaran berbasis masalah dapat dilaksanakan dengan
beberapa langkah, (1) mengidentifikasi masalah (2) melibatkan usaha guru dalam
membimbing peserta didik dalam memecahkan masalah (3) peserta didik dibantu untuk
memilih metode yang tepat untuk memecahkan masalah (4) guru mendorong peserta didik
untuk menilai validitas solusi (Martinis, (2013:62 - 64).
Pembelajaran berbasis masalah adalah inovasi yang paling signifikan dalam
pendidikan. Kurikulum PBM ini membantu meningkatkan perkembangan keterampilan
belajar sepanjang hayat dalam pola pikir yang terbuka, reflektif, kritis, dan belajar aktif.
Kurikulum PBM memfasilitasi keberhasilan memecahkan masalah, komunikasi, kerja
kelompok dan keterampilan interpersonal dengan lebih baik dibanding pendekatan yang
lain (Rusman, 2014:230).
Pembelajaran berbasis masalah merupakan penggunaan berbagai macam
kecerdasan yang diperlukan untuk melakukan konfrontasi terhadap tantangan dunia nyata,
kemampuan untuk menghadapi segala sesuatu yang baru dan kompleksitas yang ada.
Adapun Karakteristik pembelajaran berbasis masalah adalah sebagai berikut (Rusman,
2014:232):
a. Permasalahan menjadi starting point dalam belajar
b. Permsalahan yang diangkat adalah permasalahan yang ada di dunia nyata yag tidak
tertsruktur
c. Permasalahan membutuhkan perspektif ganda (multiple perspective)
d. Permasalahan, menantang pengetahuan yang dimiliki oleh siswa, sikap, dan
kompetensi yang kemudian membutuhkan identifikasi kebutuhan belajar dan bidang
baru dalam belaja
12
e. Belajar pengarahan diri menjadi hal yang utama
f. Pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam, penggunaannya dan evaluasi sumber
informasi merupakan proses yang esensial dalam PBM
g. Belajar adalah kolaboratif, komunikasi dan kooperatif
h. Pengembangan keterampilan inguiry dan pemecahan masalah sama pentingnya dengan
penguasaan isi pengetahuan untuk mencari solusi dari sebuah permasalahan
i. Keterbukaan proses dalam PBM meliputi sintesis dan integrasi dari sebuah proses
belajar.
j. PBM melibatkan evaluasi dan review pengalaman siswa dan proses belajar.
Sintak Operasional pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) bisa
mencakup antaralain sebagai berikut (Miftahul, 2014:272-273):
a. Pertama-tama siswa disajikan suatu masalah
b. Siswa mendiskusikan masalah dalam tutorial pembelajaran berbasis masalah (problem
based learning)dalam sebuah kelompok kecil. Mereka mengklarifikasi fakta-fakta
suatu kasus kemudian mendefinisikan sebuah masalah. Mereka membrainstorming
gagasan-gagasannya dengan berpijak pada pengetahuan sebelumnya. Kemudian,
mereka mengidentifikasi apa yang mereka butuhkan untuk menyelesaikan masalah
serta apa yang yang mereka tidak ketahui. Mereka menelaah masalah tersebut. Mereka
juga mendesain suatu rencana tindakan untuk menggarap masalah
c. Siswa terlibat dalam studi independen untuk menyelesaikan masalah di luar bimbingan
guru. Hal ini bisa mencakup: perpustakaan, database, website, masyrakat dan
observasi
d. Siswa kembali pada tutorial PBM/PBL, lalu saling sharing informasi melalui peer
teaching atau cooperative learning atas masalah tertentu.
e. Siswa menyajikan solusi atas masalah
f. Siswa mereview apa yang mereka pelajari selama proses pengerjan selama ini. Semua
yang berpartisipasi dalam proses tersebut terlibat dalam review berdasarkan
bimbingan guru, sekaligus melakukan refleksi atas kontribusinya terhadap proses
tersebut.
13
4. Berpikir Kritis Siswa
Kebanyakan orang mendefinisikan berpikir kritis sebagai berpikir pada level
tinggi atau juga dimaknai berpikir tingkat tinggi. Berpikir kritis juga sering dipahami
sebagai berpikir yang rumit dan cenderung hanya cocok pada level mahasiswa. Dampak
dari pemahaman definisi di atas, banyak orang mengidentikkan berpikir kritis diberlakukan
untuk soal-soal yang susah. Pandangan-pandangan ini yang harus kita rubah, kita harus
berpikir dari sisi proses dalam berpikir kritis itu, kemudian kita juga harus berpikir sisi
tujuan dan juga dari sisi manfaat. Menurut Zdravkovich berpikir kritis adalah berpikir yang
akurat, relevan, wajar dan juga teliti dalam konteks menganalisis masalah, menyintesis,
generalisasi, menerapkan konsep, menafsirkan, mengevaluasi mendukung argumen dan
hipotesis, memecahkan masalah, dan juga dalam membuat keputusan. Sangat kompleks
sekali keahlian yang dimiliki oleh siswa ketika kita memandang berpikir kritis itu dari segi
proses. Jika kita mengkaji pemahaman di atas maka sangat penting rasanya untuk kita
mengembangkan soal berpikir kritis dan layaknya soal berpikir kritis itu mendominasi
dalam masalah matematika (Syutaridho, 2016: 34).
Terdapat enam tingkatan berpikir kritis, yaitu:
a. Berpikir yang tidak direfleksikan (unreflective thinking)
Pemikir tidak menyadari peran berpikir dalam kehidupan, kurang mampu menilai
pemikirannya, dan mengembangkan beragam kemampuan berpikir tanpa menyadarinya.
Akibatnya gagal menghargai berpikir sebagai aktivitas yang melibatkan elemen bernalar.
Mereka tidak menyadari standar yang tepat untuk penilaian berpikir yaitu kejelasan,
ketepatan, ketelitian, relevansi, dan kelogisan.
b. Berpikir yang menantang (challanged thinking)
Pemikir sadar peran berpikir dalam kehidupan, menyadari berpikir berkualitas
membutuhkan berpikir reflektif yang disengaja, dan menyadari berpikir yang dilakukan
sering kekurangan tetapi tidak mengidentifikasikan di mana kekurangannya. Pemikir pada
tingkat ini memiliki kemampuan berpikir yang terbatas.
c. Berpikir permulaan (beginning thinking)
14
Pemikir mulai memodifikasi beberapa kemampuan berpikirnya tetapi memiliki wawasan
terbatas. Mereka kurang memiliki perencanaan yang sistematis untuk meningkatkan
kemampuan berpikirnya.
d. Berpikir latihan (practicing thinking)
Pemikir menganalisis pemikirannya secara aktif dalam sejumlah bidang namun mereka
masih mempunyai wawasan terbatas dalam tingkatan berpikir yang mendalam.
e. Berpikir lanjut (advanced thinking)Pemikir aktif menganalisis pikirannya, memiliki
pengetahuan yang penting tentang masalah pada tingkat berpikir yang mendalam.
Namun mereka belum mampu berpikir pada tingkat yang lebih tinggi secara konsisten
pada semua dimensi kehidupannya.
f. Berpikir yang unggul (accomplished thinking)
Pemikir menginternalisasi kemampuan dasar berpikir secara mendalam, berpikir kritis
dilakukan secara sadar dan menggunakan intuisi tinggi. Mereka menilai pikiran secara
kejelasan, ketepatan, ketelitian, relevansi, dan kelogisan secara intuitif (Harlinda
Fatmawati dkk, 2014: 913-914).
5. Sistem persamaan linear tiga variabel
A. Persamaan Linear Tiga Variabel ( SPLTV )
Persamaan Linear tiga variabel adalah persamaan yang memiliki tiga variabel
dengan masing-masing variabel berderajat satu. Persamaan linear tiga variabel
mempunyai bentuk umum :
15
B. Sistem Persamaan Linear Tiga Variabel
Tiga persamaan linear dengan tiga variabel yang disajikan secara bersamaan
disebut sistem persamaan linear tiga variabel.
Bentuk umum sistem persamaan linear dengan tiga variabel x,y, dan z adalah:
C. Metode penyelesaian Sistem Persamaan Linear Tiga Variabel
1. Metode Subtitusi
Langkah-langkah penyelesaian SPLTV dengan metode subtitusi adalah sebagai
berikut :
Tentukan terlebih dahulu mana yang menjadi persamaan 1, persamaan 2, dan
persamaan 3
Lalu kita ubah salah satu persamaan ke dalam bentuk lain dan beri nama dengan
persamaan 4
Setelah itu subtitusikan persamaan 4 ke dalam persamaan 2, dan persamaan 3
Dan langkah terakhir subtitusikan nilai variabel dari persamaan 2 dan 3 ke
persamaan1
2. Metode Eliminasi
Langkah-langkah penyelesaian SPLTV dengan metode eliminasi adalah sebagai
berikut :
tentukan terlebih dahulu mana yang menjadi persamaan 1, persamaan 2, dan
persamaan 3.
eliminasi salah satu peubah atau atau sehingga diperoleh SPLDV
selesaikan SPLDV yang didapat pada Langkah 2
16
substitusikan nilai-nilai peubah yang diperoleh pada Langkah 2 ke dalam salah
satu persamaan semula untuk mendapatkan nilai peubah yang lainnya
3. metode campuran antara subtitusi dan eliminasi
B. Penelitian yang Relevan
Terdapat beberapa penelitian yang memiliki kesamaan tema dengan penelitian yang
peneliti lakukan, di antaranya adalah sebagai berikut:
Penelitian yang dilakukan oleh Waminton Rajagukguk dan Erlinawaty Simanjun
sebutak, yang berjudul “pengembangan bahan ajar matematika berbasis masalah
terintegrasi ICT untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis”. Penelitian ini bertujuan
untuk membuat model awal bahan ajar matematika berbasis masalah terintregrasi ICT
berikut perangkat pembelajarannya. Penelitian ini menggunakan pengembangan perangkat
pembelajaran model 4-D Thiagarajan, dkk. Data yang diperlukan dalam penelitian ini
adalah hasil pengamatan dan respon siswa terhadap pembelajaran yang diterapkan serta
skor tes kemampuan berpikir kritis. Dengan demikian instrumen yang digunakan adalah
format pengamatan, angket respon siswa dan tes. Teknik analisa data pada penelitian tahap
ini adalah (1) analisis data hasil validasi ahli terhadap pengembangan bahan ajar dan
perangkat pembelajarannya (2) analisis data respon siswa terhadap pembelajaran (3)
analisis data tes kemampuan berpikir kritis siswa berupa model awal perangkat
pembelajaran yaitu RPP, buku pegangan guru (bahan ajar), lembar aktivitas siswa dan tes
kemampuan berpikir kritis matematika yang telah valid oleh para ahli yaitu 2 orang dosen
di jurusan matematika unimed. Instrumen yang diperoleh terdiri dari tes kemampuan
berpikir kritis siswa, angket respon siswa, format pengamatan proses pembelajaran dan
format aktivitas siswa.
Penelitian yang dilakukan oleh Slamet Mulyono yang berjudul “Pengembangan
Bahan Ajar Modul Matematika SMP Kelas VII di Kabupaten Tulang Bawang Barat”.
Tujuan penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan potensi dan kondisi bahan ajar
matematika yang digunakan di SMP di kabupaten Tulang Bawang Barat, (2)
17
mengembangkan modul matematika yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa, (3)
menguji efektifitas modul yang dikembangkan dikaitkan dengan peningkatan hasil belajar
matematika siswa, (4) menguji efisiensi modul yang dikembangkan dikaitkan dengan
peningkatan hasil belajar matematika siswa, dan (5) menguji daya tarik modul yang
dikembangkan dikaitkan dengan peningkatan hasil belajar matematika siswa.Pendekatan
menggunakan penelitian dan pengembangan Borg and Gall. Penelitian ini dilakukan di
SMPN 1 Lambu Kibang, SMPN 1 Tumijajar, dan SMPN 1 Tulang Bawang Udik, di
kabupaten Tulang Bawang Barat. Pengumpulan data menggunakan angket dan tes.
Dianalisis secara deskriptif dan uji-t. Kesimpulan penelitian ini adalah (1) SMP di
kabupaten Tulang Bawang Barat berpotensi untuk pengembangan modul, yang ditandai
dengan belum adanya modul sebagai bahan ajar dalam pembelajaran matematika dan buku
yang digunakan selama ini tidak mendukung tercapainya tujuan mata pelajaran
matematika, (2) produk pengembangan berupa bahan ajar modul matematika materi
statistika, (3) modul efektif digunakan sebagai bahan ajar karena lebih dari 60% siswa
tuntas belajar, (4) modul efisien digunakan karena waktu yang digunakan lebih sedikit,
dengan nilai efisiensi 1,25, (5) modul matematika materi statistika menarik bagi siswa,
dengan rata-rata persentase 87,3%.
Penelitian yang dilakukan oleh Rahmita Yuliana Gazali, yang berjudul
“Pengembangan Bahan Ajar Matematika untuk Siswa SMP berdasarkan Teori Belajar
Ausubel”. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan bahan ajar matematika berdasarkan
teori belajar Ausubel untuk siswa SMP berupa lembar kegiatan siswa (LKS) dan rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang memenuhi kriteria valid, praktis, dan efektif, serta
tes prestasi belajar (TPB) yang memenuhi kriteria valid, praktis, dan reliabel. Penelitian ini
merupakan penelitian pengembangan yang diadaptasi dari model Borg & Gall yang terdiri
atas tiga langkah utama yaitu studi pendahuluan, desain produk, dan pengembangan dan
evaluasi. Kevalidan produk dilihat dari hasil validasi ahli dan mencapai kriteria valid untuk
LKS dan sangat valid untuk RPP dan TPB. Kepraktisan produk mencapai kategori sangat
praktis ditinjau dari lembar kepraktisan guru dan siswa serta observasi keterlaksanaan
pembelajaran. Keefektifan produk ditinjau dari sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
18
Hasil uji coba lapangan menunjukkan lebih dari 70% siswa mencapai Kriteria Ketuntasan
Minimum untuk pengetahuan dan keterampilan, serta mencapai kriteria baik dan sangat
baik untuk ranah sikap.
Penelitian yang dilakukan oleh Nurkhasanuddin, yang berjudul “Pengembangan
Bahan Ajar Matematika Berbasis Kontekstual dengan Metode Group Investigation (GI)
untuk Memfasilitasi Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa SMP/MTs Pada
Materi Garis Singgung Lingkaran”. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan bahan
ajar matematika berbasis kontekstual dengan metode Group Investigation (GI) yang layak
dan mengetahui dampak bahan ajar matematika berbasis kontekstual dengan metode
Group Investigation (GI) terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika. Jenis
penelitian ini adalah design research dengan menggunakan model Gravemeijer dan Cobb
yang terdiri dari tiga tahap yaitu, preparing for the experiment, design experiment, dan
restrospective analysis. Subjek penelitian ini adalah siswa MTs N LAB. UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta tahun ajaran 2013/2014. Instrumen yang digunakan dalam penelitian
adalah lembar penilaian bahan ajar, lembar observasi, lembar tes, dan angket respon siswa.
Hasil penelitian ini adalah bahan ajar matemtika berbasis kontekstual dengan metode
Group Investigation (GI). Bahan ajar matemtika tersebut memenuhi tiga kriteria kelayakan
yaitu valid, efektif, dan praktis. Valliditas dilihat dari penilaian dua dosen pendidikan
matematika dan satu guru matematika, yang menunjukkan bahwa bahan ajar memiliki
kriteria sangat baik dengan persentase 79,16%. Efektivitas dilihat dari hasil post test yang
menunjukkan 68% siswa nilainya berada di atas KKM dengan rata-rata 77,74 sehingga
dapat disimpulkan bahwa bahan ajar tersebut dapat dikatakan efektif. Praktibilitas dilihat
dari angket respon siswa terhadap bahan ajar matematika. Hasil respon siswa
menghasilkan skor 47,74 dari skor ideal 60 dengan persentase 76,57% sehingga respon
siswa terhadap bahan ajar dikatakan positif. Dampak yang diperoleh setelah penggunaan
bahan ajar matematika adalah pemahaman siswa mengenai materi kedudukan dua garis,
lingkaran, sudut, bangun segi tiga, dan bangun persegi panjang menjadi lebih tinggi. Selain
itu siswa ketika menyelesaikan permasalahan berusaha untuk mengidentifikasi apa yang
19
diketahui dan ditanyakan, merumuskan masalah, memproses data dan kemudian
menjelaskan atau menginterpretasikan hasil sesuai permasalahan.
Penelitian yang dilakukan oleh Ajeng Nurintasari, yang berjudul “Pengembangan
Lembar Aktivitas Siswa (LAS) Matematika Berbasis Metode Penemuan Terbimbing untuk
Memfasilitasi Pencapaian Pemahaman Konsep dan Keaktifan Belajar Siswa Kelas VII
Pada Pokok Bahasan Segi Empat”. Penelitian ini bertujuan untuk: 1) Menghasilkan
Lembar Aktivitas Siswa (LAS) matematika berbasisi metode penemuan terbimbing dan
memfasilitasi pencapaian pemahaman konsep dan keaktifan belajar siswa kelas VII pada
pokok bahasan segi empat yang berkualitas ditinjau dari tiga aspek, yaitu aspek kelayakan
isi, aspek kebahasanan, dan aspek penyajian, 2) mengetahui kualitas LAS matematika
berbasis metode penemuan terbimbing yang layak digunakan dalam pembelajaran
matematika pada pokok bahasan segi empat kelas VII SMP/MTs, 3) mengetahui respon
siswa terhadap LAS matematika berbasis metode penemuan terbimbing untuk mefasilitasi
pencampaian pemahaman konsep dan keaktifan belajar siswa kelas VII pada pokok
bahasan segi empat. Penelitian ini merupakan penelitian research and development (R&D)
yang menggunakan model yang dikembangkan oleh Borg dan Gall. Pengembangan ini
terdiri dari tiga tahap, yaitu tahap pendahuluan, tahap pengembangan, dan tahap uji
produk. Instrumen yang digunakan meliputi lembar soal post tes, lembar penilaian LAS
serta angket yang terdiri dari angket respon siswa dan angket keaktifan belajar siswa.
Angket respon siswa terhadap LAS diberikan kepada 32 siswa kelas VII A MTs N
Yogyakarta II sebagai subjek penelitian. Berdasarkan analisis data dapat disimpulkan
bahwa: 1) pengembangan Lembar Aktivitas Siswa (LAS) dilakukan dengan tahap: