BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu, hasil pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh rakyat sebagai wujud peningkatan kesejahteraan lahir dan batin secara adil dan merata. Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan pertumbuhan ekonomi dalam wilayah tersebut. Setiap upaya pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah. Dalam upaya untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah daerah dan masyarakatnya harus secara bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan daerah. Oleh karena itu, pemerintah daerah beserta partisipasi masyarakatnya dan dengan menggunakan sumber daya-sumber daya yang ada harus mampu menaksir potensi sumber daya yang diperlukan untuk merancang dan membangun perekonomian daerah (Arsyad, 1999). Ekonomi wilayah merupakan suatu sub disiplin ilmu yang membahas dan menganalisis suatu wilayah secara keseluruhan atau melihat berbagai wilayah dengan potensinya yang beragam beserta cara mengatur suatu kebijakan yang dapat mempercapat pertumbuhan ekonomi seluruh wilayah (Eko Budi Santoso, 2013). Salah satu kebijakan yang diharapkan mampu meningkatkan ekonomi seluruh wilayah di Indonesia adalah otonomi daerah yang memberikan peluang secara mandiri bagi tiap wilayah untuk mengembangkan perekonomiannya berdasarkan potensi yang ada di wilayah tersebut. Akan tetapi adanya era otonomi daerah yang dipersiapkan menjadi katalisator peningkatan ekonomi wilayah di Indonesia, justru menimbulkan masalah baru yaitu diparitas pertumbuhan ekonomi antar wilayah akibat tidak mampunya pemerintah daerah untuk mengelola sumber daya asli daerah. Untuk itu perlu adanya suatu kebijakan Pengembangan Ekonomi Lokal berbasis potensi ekonomi daerah. Potensi ekonomi daerah adalah kemampuan ekonomi yang ada di 1
33
Embed
PENGEMBANGAN INDUSTRI PENGOLAHAN KERUPUK NANAS MADU PEMALANG Sebagai Peningkatan Daya Saing Prooduk Lokal dalam Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat Kabupaten Pemalang
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kesejahteraan rakyat. Oleh
karena itu, hasil pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh rakyat sebagai
wujud peningkatan kesejahteraan lahir dan batin secara adil dan merata.
Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan
masyarakatnya mengelola sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola
kemitraan antara daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan
kerja baru dan merangsang perkembangan pertumbuhan ekonomi dalam wilayah
tersebut. Setiap upaya pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan utama
untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah.
Dalam upaya untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah daerah dan
masyarakatnya harus secara bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan
daerah. Oleh karena itu, pemerintah daerah beserta partisipasi masyarakatnya dan
dengan menggunakan sumber daya-sumber daya yang ada harus mampu menaksir
potensi sumber daya yang diperlukan untuk merancang dan membangun
perekonomian daerah (Arsyad, 1999).
Ekonomi wilayah merupakan suatu sub disiplin ilmu yang membahas dan
menganalisis suatu wilayah secara keseluruhan atau melihat berbagai wilayah
dengan potensinya yang beragam beserta cara mengatur suatu kebijakan yang
dapat mempercapat pertumbuhan ekonomi seluruh wilayah (Eko Budi Santoso,
2013). Salah satu kebijakan yang diharapkan mampu meningkatkan ekonomi
seluruh wilayah di Indonesia adalah otonomi daerah yang memberikan peluang
secara mandiri bagi tiap wilayah untuk mengembangkan perekonomiannya
berdasarkan potensi yang ada di wilayah tersebut.
Akan tetapi adanya era otonomi daerah yang dipersiapkan menjadi
katalisator peningkatan ekonomi wilayah di Indonesia, justru menimbulkan
masalah baru yaitu diparitas pertumbuhan ekonomi antar wilayah akibat tidak
mampunya pemerintah daerah untuk mengelola sumber daya asli daerah. Untuk
itu perlu adanya suatu kebijakan Pengembangan Ekonomi Lokal berbasis potensi
ekonomi daerah. Potensi ekonomi daerah adalah kemampuan ekonomi yang ada di
1
daerah yang mungkin dan layak dikembangkan sehingga akan terus berkembang
menjadi sumber penghidupan rakyat setempat bahkan dapat mendorong
perekonomian daerah secara keseluruhan untuk berkembang dengan sendirinya
dan berkesinambungan (Suparmoko, 2002).
Pembangunan perekonomian suatu daerah saat ini masih belum mampu
meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara signifikan. Hal tersebut
disebabkan karena pola pengembangan ekonomi daerah / lokal yang sedang dan
telah dilaksanakan oleh daerah terkesan kurang sistematik. Faktor-faktor tersebut
menjadi penyebab dari kurang berkembangnya potensi ekonomi daerah dan
berakibat rendahnya daya saing ekonomi daerah. Rendahnya daya saing
ekonomi daerah tersebut pada akhirnya menyebabkan arus masuknya investasi
menjadi kurang signifikan . Untuk itulah, agar pengembangan ekonomi daerah
dapat berhasil dan berdaya guna, maka perlu diupayakan pengembangan potensi
ekonomi daerah melalui pengembangan produk unggulan daerah (PUD) .
Kabupaten Pemalang merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa
Tengah yang terletak di pantai utara Pulau Jawa. Secara astronomis Kabupaten
Pemalang terletak antara 1090 17′ 30″ – 1090 40′ 30″ BT dan 80 52′ 30″ – 70 20′
11″ LS. Kabupaten Pemalang memiliki posisi yang strategis, baik dari sisi
perdagangan maupun pemerintahan. Dan menyimpan potensi sumber daya alam
dengan panorama keindahan alam yang memikat serta sumber daya manusia yang
sangat besar menjadikan Kabupaten Pemalang sebagai sebuah potensi laksana
permata yang terpendam yang siap untuk digali. Sektor pertanian dengan lahan
sawah seluas 38.617 hektar dan lahan kering 23.813 hektar masih menjadi tulang
punggung perekonomian di Kabupaten ini, komoditas yang menonjol untuk
tanaman pangan adalah Padi, Ketela Pohon dan Jagung, Sayur-sayuran, Bawang
Merah, Cabai Merah dan Ketimun. Sedangkan produksi buah-buahan adalah
Nanas Madu, Pisang dan Mangga.
Nanas madu daerah Kabupaten Pemalang merupakan salah satu buah khas
daerah tersebut. Kondisi Lahan yang berada di lereng gunung Slamet
mempengaruhi kualitas dan kuantitas buah nanas yang dihasilkan. Karena kondisi
tersebut buah nanas madu ini memiliki kadar air yang tidak terlalu banyak dengan
tingkat kemanisan yang jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan nanas lainnya,
2
akan tetapi kondisi tersebut mempengaruhi ukuran nanas ini. Jika dibandingkan
dengan nanas lain, nanas madu ini jauh lebih kecil. Secara umum ukuran nanas
madu khas Pemalang ini, dari pangkal buah hingga pangkal mahkota sekitar 10
cm dengan berat berkisar 500 sampai 600 gram. Berdasarkan pengujian tingkat
kemanisan nanas ini sekitar 17.80 Briks, lebih tinggi dari tingkat kemanisan nanas
biasa yang hanya memiliki tingkat kemanisan sekitar 8 - 11 Briks. Yang istimewa
dari nanas madu khas daerah Kabupaten Pemalang adalah tidak meninggalkan
rasa gatal di mulut meski buah baru di panen dan tanpa di cuci dengan air garam.
Nilai ekonomis Nanas Madu yang telah diolah menjadi beberapa
produk seperti Kerupuk Nanas jauh lebih tinggi dibandingkan Nanas Madu yang
langsung dijual mentahnya. Sebagai contoh, Nanas madu yang dijual dipasaran
harganya hanya Rp3.000 per biji, Sedangkan untuk produk olahanya keuntungan
yang didapatkan bisa 3 kali lipat dari pada dijual secara langsung .
Usaha pengolahan Nanas madu ini sangat potensial dikembangkan untuk
meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat Kabupaten Pemalang.
Kegiatan produksinya menggunakan potensi SDA dan SDM setempat, produk
memiliki value added yang tinggi, memiliki prospek pasar domestik dan ekspor
yang sangat bagus dan dapat memicu pertumbuhan ekonomi di berbagai sektor
terkait, khususnya di Kabupaten Pemalang. Sayangnya, usaha ini masih dalam
skala kecil karena proses produksinya yang relatif rumit dan lama, dan
manajemen pemasaranya yang masih sangat sederhana.
Melihat potensi dan permasalahan di atas, maka perlu dilakukan analisis
SWOT usaha olahan nanas madu di Kabupaten pemalang untuk menemukan
strategi yang tepat bagi pengembangan usaha tersebut guna meningkatkan
kesejahteraan ekonomi lokal, khususnya bagi masyarakat Pemalang .
1.2 Rumusan Masalah
1. Sektor usaha apa saja yang menjadi sektor basis di Kabupaten Pemalang ?
2. Bagaimana gambaran umum dan potensi Kabupaten Pemalang?
3. Bagaimana Analisis SWOT usaha pengolahan kerupuk nanas madu di
Kabupaten Pemalang ?
3
4. Bagaimana perencanaan strategi yang tepat untuk mengembangkan usaha
pengolahan kerupuk nanas madu pemalang dalam meningkatkan
kesejahteraan masyarakat Kabupaten Pemalang ?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui sektor usaha yang menjadi sektor basis di Kabupaten
Pemalang
2. Untuk mengetahui gambaran umum dan potensi nanas madu di
Kabupaten Pemalang
3. Untuk mengetahui analisis SWOT usaha pengolahan kerupuk nanas madu
di Kabupaten Pemalang
4. Untuk mengetahui perencanaan strategi yang tepat untuk mengembangkan
usaha pengolahan kerupuk nanas madu pemalang dalam meningkatkan
kesejahteraan masyarakat Kabupaten Pemalang
1.4 Manfaat Penulisan
1. Manfaat Bagi Penulis
Dapat melatih dan meningkatkan kemampuan penulis dalam membuat
karya tulis serta memperluas wawasan keilmuan khususnya dalam
peningkatan kesejahteraan ekonomi lokal masyarakat desa.
2. Manfaat Bagi Pembaca
Dapat menambah wawasan keilmuan dan sebagai referensi dalam
meningkatkan kesejahteraan ekonomi lokal masyarakat desa.
3. Manfaat Bagi Pemerintah
Sebagai referensi dalam menentukan dan melakukan berbagai
kebijakan ekonomi, khususnya untuk meningkatkan kesejahteraan
ekonomi masyarakat melalui pengembangan UKM yang sesuai dengan
potensi lokal .
4
BAB II
TELAAH PUSTAKA
2.1 Teori Pertumbuhan Ekonomi Wilayah
Pertumbuhan ekonomi wilayah merupakan pertambahan pendapatan
masyarakat secara keseluruhan di wilayah tersebut, yaitu kenaikan seluruh nilai
tambah yang menjadi komoditas di wilayah tersebut. Namun agar dapat melihat
pertambahan dari satu kurun waktu ke kurun waktu berikutnya, harus dinyatakan
dalam nilai rid, artinya dinyatakan dalam harga konstan. Pendapatan wilayah
menggambarkan balas jasa bagi faktor faktor produksi yang beroperasi di daerah
tersebut (tanah, modal, tenaga kerja, dan teknologi), yang berarti secara kasar
dapat menggambarkan kemakmuran daerah tersebut.
Kemakmuran suatu wilayah selain ditentukan oleh besarnya nilai tambah
yang tercipta di wilayah tersebut juga oleh seberapa besar terjadi transfer
payment, yaitu bagian pendapatan yang mengalir ke luar wilayah. Menurut
Sadono Sukirno (2002:10) pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan kegiatan
dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksikan
dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat.
2.2 Teori Basis Ekonomi
Teori basis ekspor murni dikembangkan pertmana kali oleh Tiebot. Teori
ini membagi kegiatan produksi/ jenis pekerjaan yang terdapat di dala satu
wilayah atas sektor basis dan sektor non basis. Kegiatan basis adalah
kegiatan yang bersifat eksogenous berfungsi mendorong tumbuhnya jenis
pekerjaan lainnya. Sedangkan kegiatan non basis adalah kegiatan untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat di daerah itu sendiri. Oleh karena itu,
pertumbuhannya tergantung kepada kondisi umum perekonomian wilayah
tersebut. Artimya, sektor ini bersifat endogenous (tidak bebas tumbuh).
Pertumbuhannya tergantung kepada kondisi perekonomian wilayah secara
keseluruhan (Tarigan, 2004 : 53)
Analisis basis ekonomi adalah berkenan dengan identifikasi
pendapatan basis (Richardson, 1977 : 14). Bertambah banyaknya kegiatan basis
dalam suatu wilayah akan menambah arus pendapatan ke dalam wilayah yang
5
bersangkutan, yang selanjutnya menambah permintaan terhadap barang dan
jasa di dalam wilayah tersebut, sehingga pada akhirnya akan meningkatkan
volume kegiatan non basis. Sebaliknya berkurangnya aktivitas basis akan
mengakibatkan berkurangnya pendapatan yang mengalir ke dalam suatu
wilayah, sehingga akan menyebabkan turunya permintaan produk dari aktivitas
non basis.
Untuk mengukur basis ekonomi suatu daerah, teknik yang lazim
digunakan adalah dengan menggunakan Location Quention. Dasar pemikiran
teknik ini adalah teori economic base yang intinya adalah karena basis
menghasilkan barang untuk pasar didalam dan diluar daerah yang bersangkutan,
maka penjualan ke daerah akan menghasilkan pendapatan bagi daerah tersebut.
Terjadinya arus pendapatan dari luar daerah akan menyebabkan terjadinya
kenaikan konsumsi dan investasi di daerah tersebut yang pada gilirannya akan
menaikkan pendapatan dan kesempatan kerja baru. Oleh karena itu,
industri basislah yang patut dikembangkan di suatu daerah (Arsyad, 1999).
Location Quotient (kuosien lokasi) adalah suatu perbandingan tentang
besarnya peranan suatu sektor/ industri di suatu daerah terhadap besarnya
peranan sektor/ industri tersebut secara nasional. Ada banyak variable yang bisa
diperbandingkan, tetapi yang umum adalah nilai tambah (tingkat pendapatan)
dan jumlah lapangan kerja, berikut ini digunakan adalah nilai tambah (tingkat
pendapatan). (Tarigan 2005 : 30-42) dengan rumus sebagai berikut :
Keterangan :
vi = pendapatan sektor tertentu padasuatu daerah.
vt = total pendapatan daerah tersebut.
Vi = pendapatan sektor tertentu secara regional atau nasional
Vt = total pendapatan regional atau nasional.
2.3 Analisis SWOT
Analisis SWOT adalah suatu instrument strategi perencanaan dengan
menggunakan kerangka kerja kekuatan (Strenght) dan kelemahan (Weakness)
6
LQ = vi/vt : Vi/Vt
internal, serta kesempatan (Opportunitiy) dan ancaman (Threat) eksternal (Start
dan Ingie dalam New Weave (2002:170) dan Schuler (1986) Empowerment
and the Law).
Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan strength
dan opportunities, namun secara bersamaan dapat meminimalkan weaknesses
dan threats. Hasil dari analisis SWOT digunakan untuk merancang empat
strategi, yaitu: (1) Strategi S-O, strategi yang menggunakan strength untuk
memanfaatkan opportunity, (2) Strategi W-O, strategi yang menanggulangi
weakness dengan memanfaatkan opportunity, (3) Strategi S-T, strategi yang
menggunakan strength untuk mengatasi threat, dan (4) Strategi W-T, strategi
yang memperkecil weakness dan menghindari threat (Rangkuti, 2001 dalam
Mangiwa).
2.4 Teori Pertumbuhan Jalur Cepat Yang Disinergikan
Teori Pertumbuhan Jalur Cepat diperkenalkan oleh Samuelson. Setiap
Negara/wilayah perlu melihat sektor/komoditi apa yang memiliki potensi besar
dan dapat dikembangkan dengan cepat, baik karena potensi alam maupun karena
sektor itu memiliki competitive advantage untuk dikembangkan. Artinya dengan
kebutuhan modal yang sama sektor tersebut dapat memberikan nilai tambah yang
lebih besar, dapat berproduksi dalam waktu singkat dan volume sumbangan
untukperekonomian juga cukup besar. Agar pasarannya terjamin, produk tersebut
harus dapat menembus dan mampu bersaing pada pasar luar negri. Perkembangan
sektor tersebut akan mendorong sektor lain turut berkembang sehingga
perekonomian secara keseluruhan akan tumbuh. Mensinergikan sektor — sektor
adalah membuat sektor — sektor saling terkait dan saling mendukung. Dengan
demikian, pertumbuhan sector yang satu mendorong pertumbuhan sector yang
lain, begitu juga sebaliknya, shingga perekonomian akan tumbuh cepat..
Permasalahan klasik selama ini lemahnya regulasi dan kebijakan
berkelanjutan dalam pengelolaan produk unggulan. Belum maksimalnya program-
program yang menindak lanjuti produk unggulan. Masih terkesan kurang
sungguh-sungguh, tidak pernah tuntas, sehingga terputusnya mata rantai proses
produksi yang mengakibatkan kehilangan pasar. Menimbulkan iklim ketidak
pastian bagi masyarakat. Sehingga, Pemerintah Kabupaten Solok Selatan memiliki
7
beberapa seknario dalam meningkatkan pendapatan daerah dengan berbasis daya
saing produk lokal, yaitu ;
a. secara aktif memperkenalkan produk kita.
b. Lirik pasar sasaran dengan memperhitungan kapasitas dan daya saing
kompetitif
c. Amankan jalur distribusi produk ke konsumen, menjaga tidak
terputusnya dimand – supply
d. Produktifitas atau aktifitas produksi, meliputi ketersediaan bahan
baku, sumber daya manusia
e. Teknologi tepat guna, serta mempertimbangkan kendali mutu yang
keta
8
BAB III
METODOLOGI PENULISAN
3.1 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
Variabel adalah subyek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian
suatu penelitian (Arikunto 1998). Variabel dalam penelitian ini meliputi :
A. Laju pertumbuhan ekonomi.
Laju pertumbuhan ekonomi adalah laju pertumbuhan ekonomi
daerah berarti besar kecilnya persentase peningkatan produksi barang
dan jasa masyarakat menurut sektor produksi suatu daerah bisa
juga dapat diartikan kenaikan PDRB tanpa memandang apakah
kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari pertumbuhan
penduduk, atau apakah perubahan struktur ekonomi berlaku atau
tidak. Laju pertumbuhan ekonomi diukur dengan indikator
perkembangan PDRB berdasarkan harga konstan dari tahun ke tahun
yang dinyatakan dalam persen per tahun. Analisis ini digunakan untuk
mengetahui pembangunan daerah dilihat dari besarnya pertumbuhan
PDRB setiap tahunnya.
B. Pertumbuhan sektor ekonomi
Pertumbuhan sektor ekonomi adalah pertumbuhan nilai
barang dan jasa dari setiap sektor ekonomi yang dihitung dari
angka PDRB atas dasar harga konstan tahun 2000 dan dinyatakan
dalam persentase.
C. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
PDRB dalam penelitian ini dilihat menurut pendekatan
produksi yaitu merupakan jumlah nilai produk barang dan jasa akhir
yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi (di suatu region) pada
suatu jangka waktu tertentu (setahun).
3.2 Metode Pengumpulan Data
Keberhasilan dalam pengumpulan data merupakan syarat bagi
keberhasilan suatu penelitian. Sedangkan keberhasilan dalam
pengumpulan data tergantung pada metode yang digunakan. Berkaitan
9
dengan hal tersebut maka pengumpulan data diperlukan guna
mendapatkan data-data yang obyektif dan lengkap sesuai dengan
permasalahan yang diambil.
Metode pengumpulan data merupakan suatu cara untuk memperoleh
kenyataan yang mengungkapkan data-data yang diperlukan dalam suatu
penelitian. Dalam pengumpulan data yang diperlukan dalam penelitian ini
digunakan metode dokumentasi, yaitu suatu cara memperoleh data atau
informasi tentang hal-hal yang ada kaitannya dengan penelitian dengan
jalan melihat kembali laporan tertulis yang lalu baik berupa angka
maupun keterangan (Arikunto 1998). Untuk kepentingan penelitian ini
digunakan data sekunder melalui metode dokumentasi berupa data
PDRB Kabupaten Pemalang dan PDRB Propinsi Jawa Tengah tahun 2001-
2013 (data terbaru) atas dasar harga berlaku dan atas dasar harga konstan
yang bersumber dari dokumentasi BPS.
3.3 Teknik Pengolahan Data
Input
Gambar 3.3 Skema Teknik Pengolahan Data
Input : Data yang dikumpulkan meliputi data sekunder yang berasal dari
jurnal penelitian dan hasil survei baik cetak maupun elektronik (internet),
literatur buku maupun dari situs-situskoran online.
Proses : Menganalisis data yang terkumpul yang berkaitan dengan permasalahan
yang diangkat dalam karyatulis.
Output : penyajian data berupa makalah karya tulis.
3.4 Teknik Analisis Data
Analisis data yang dilakukan menggunakan metode kuantitatif deskriptif.
Hal ini dilakukan karena kami ingin berusaha mengerti dan memahami secara
komprehensif mengenai sektor di Kabupaten Pemalang yang termasuk sektor
basis non basis dengan analisis LQ, sedangkan untuk menganalisis sektor basis
potensial yang dapat dikembangkan di Kabupaten Pemalang khususnya berbasis
10
Proses Output
Industri Pengolahan dan melakukan analisis SWOT untuk menentukan
rekomendasi kebijakan yang sesuai.Langkah-langkah yang penulis tempuh
didasarkan atas cara berpikir runtut untuk memperoleh jawaban atas
permasalahan yang menjadi titik pangkal dalam penulisan ini.
11
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisis Sektor Basis dan Non Basis di Kabupaten Pemalang
Dalam merencanakan pembangunan ekonomi di suatu wilayah termasuk
Kabupaten Pemalang , perlu mengetahui sektor ataupun komoditi apa yang
memiliki potensi besar dan dapat dikembangkan dengan cepat, baik karena
potensi alam maupun karena sektor itu memiliki competitive advantage untuk
dikembangkan. Perkembangan sektor basis tersebut akan mendorong sektor
lain turut berkembang sehingga perekonomian secara keseluruhan akan tumbuh.
Untuk menganalisisnya kami menggunakan Location Quention. Adapun hasil
perhitungannnya kami sajikan dalam tabel.
Tabel 4.1a Tabel LQ Kabupaten Pemalang Tahun 2001-2013
SEKTOR USAHA 2001 2002 2003 2004
1. PERTANIAN 0,72
0,75
0,71
0,73
2. PERTAMBANGAN & PENGGALIAN 0,99
0,96
0,95
0,92
3. INDUSTRI PENGOLAHAN 1,32
1,33
1,41
1,42
4. LISTRIK, GAS & AIR BERSIH 0,98
0,97
0,88
0,89
5. BANGUNAN 1,69
1,81
1,95
1,97
6. PERDAG., HOTEL & RESTORAN 0,89
0,86
0,84
0,79
7. PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI 1,31
1,32
1,29
1,28
8. KEU. PERSEWAAN, & JASA PERUSAHAAN
0,93
0,92
0,90
0,89
9. JASA-JASA 1,13
1,00
1,04
1,04
SEKTOR USAHA 2005 2006 2007 2008
1. PERTANIAN 0,74
0,75
0,75
0,76
2. PERTAMBANGAN & PENGGALIAN 0,94
0,99
0,98
0,99
3. INDUSTRI PENGOLAHAN 1,41
1,39
1,39
1,38
4. LISTRIK, GAS & AIR BERSIH 0,92
0,91
0,89
0,88
5. BANGUNAN
12
2,02 2,02 2,05 2,11
6. PERDAG., HOTEL & RESTORAN 0,78
0,77
0,77
0,76
7. PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI 1,29
1,34
1,40
1,45
8. KEU. PERSEWAAN, & JASA PERUSAHAAN
0,89
0,90
0,90
0,93
9. JASA-JASA 1,04
1,04
1,02
1,01
LAPANGAN USAHA 2009 2010 2011 2012 2013
1. PERTANIAN 0,75
0,74
0,73
0,71
0,68
2. PERTAMBANGAN & PENGGALIAN 0,99
0,99
0,96
0,96
0,96
3. INDUSTRI PENGOLAHAN 1,42
1,44
1,44
1,44
1,44
4. LISTRIK, GAS & AIR BERSIH 0,85
0,84
0,81
0,81
0,82
5. BANGUNAN 2,13
2,16
2,16
2,15
2,17
6. PERDAG., HOTEL & RESTORAN 0,76
0,76
0,76
0,78
0,79
7. PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI 1,47
1,48
1,52
1,54
1,56
8. KEU. PERSEWAAN, & JASA PERUSAHAAN
0,95
0,94
0,95
0,97
1,02
9. JASA-JASA 1,34
1,30
1,27
1,26
1,27
Sumber: BPS Kabupaten Pemalang, 2015 (diolah).
Dari tabel diatas, bisa kita klasifikasikan mana yang termasuk sektor
basis atau sektor non basis di Kabupaten Pemalang. Sebagaimana telah
dijelaskan pada Bab 2.2, sektor basis merupakan sektor yang mampu
mencukupi kebutuhan domestik di kabupatennya (LQ=1) atau bahkan mampu
mengekspor hasilnya ke luar kabupatennya (LQ>1). Adapun sektor non-basis
merupakan sektor yang belum mampu memenuhi kebutuhan domestik di
kabupaten tersebut (LQ<1) sehingga butuh impor dari daerah lain. Apakah
sektor tersebut basis (B) atau non-basis (NB) kami sajikan secara ringkas
dalam tabel.
Tabel 4.1 b Kesimpulan Sektor Basis dan Non Basis tahun 2001-2013
SEKTOR USAHATahun
Basis Non Basis
13
1. PERTANIAN - 2001-2013 2. PERTAMBANGAN & PENGGALIAN - 2001-2013 3. INDUSTRI PENGOLAHAN 2001-2013 - 4. LISTRIK, GAS & AIR BERSIH - 2001-2013 5. BANGUNAN 2001-2013 - 6. PERDAG., HOTEL & RESTORAN - 2001-2013 7. PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI 2001-2013 - 8. KEU. PERSEWAAN, & JASA PERUSAHAAN 2001-2012 2013 9. JASA-JASA 2001-2013 -
Sumber: BPS Kabupaten Pemalang, 2015 (diolah).
Dari tabel tersebut, bisa kita lihat bahwa di Kabupaten Pemalang yang
menjadi sektor basis adalah sektor industri pengolahan; bangunan; pengangkutan
dan komunikasi; jasa-jasa . Sedangkan sektor non basis meliputi sektor
pertanian; pertambangan dan penggalian ; listrik, gas, air bersih;
perdaganga,hotel dan restoran . Namun ada perubahan dalam sektor keuangan,
persewaan dan jasa perusahaan pada tahun 2001 hingga 2012 sektor tersebut
menjadi sektor non basis tetapi pada tahun selanjutnya, yaitu tahun 2013
menjadi sektor basis.
Berdasarkan hasil penentuan sektor basis dan non basis tersebut
diatas, wajar jika sektor sektor industri pengolahan; bangunan; pengangkutan dan
komunikasi; jasa-jasa menjadi sektor basis di Kabupaten Pemalang mengingat
Kabupaten ini merupakan kabupaten yang strategis secara geografis . Mayoritas
penduduk Kabupaten Pemalang menggantungkan hidup mereka pada keempat
sektor tersebut. Sedangkan perubahan yang terjadi pada sektor keuangan,
persewaan dan jasa perusahaan dimungkinkan terjadi karena pertumbuhan
ekonomi mulai maju dan pentingnya masyarakat dalam meggunakan jasa-jasa
sehingga di tahun 2013 sektor jasa-jasa menjadi sekor basis .
Sedangkan untuk sektor non basis seperti sektor pertanian; pertambangan
dan penggalian ; listrik, gas, air bersih; perdaganga,hotel dan restoran
disebabkan oleh beberapa faktor . yang pertama sektor pertanian di pemalang
mulai menurun dikarenakan banyaknya konversi lahan pertanian menjadi
bangunan dan jalan umum , sedangkan untuk listrik, gas, air bersih;
perdaganga,hotel dan restoran menjadi sektor non basis karena pertumbuhan
sektor ini kalah berdaya saing dengan sektor lainya .
14
Melihat hasil perhitungan LQ dan analisis di atas, sektor industri
pengolahan dan sektor pertanian merupakan sektor utama yang akan diangkat
penulis dan sektor lainya sebagai pendukung hal ini karena nanas madu
merupakan produk lokal asli pemalang yang berasal dari sektor pertanian namun
kita tahu sendiri di Kabupaten Pemalang sektor pertanian bukanlah sektor basis
sehingga dalam peningkatan produk lokal nanas madu industri pengolahan sangat
berperan dalam mengolah nanas madu menjadi produk olahan seperti kerupuk
nanas yang akan menjadi nilai tambah sendiri produk lokal sehingga dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat .
4.2 Kondisi Umum dan Potensi Kabupaten Pemalang
Kabupaten Pemalang merupakan salah satu kabupaten yang berada di
Provinsi Jawa Tengah. Dengan Luas wilayah sebesar 111.530 Ha, sebagian besar
wilayah merupakan tanah kering seluas 72.836 Ha (65,30%) dan lainnya tanah
persawahan seluas 38.694 Ha (34,7%).
Jumlah penduduk Kabupaten Pemalang, berdasarkan hasil pencacahan
Sensus Penduduk 2010 adalah 1.262.013 orang, yang terdiri dari 625.642 laki-laki
dan 636.371 perempuan. Dari data tersebut 3 kecamatan menempati urutan teratas
jumlah penduduknya yaitu Kecamatan Pemalang sebesar 173.217 orang,
Kecamatan Taman sebesar 157.298 orang serta Kecamatan Petarukan sebesar
143.816 orang. Dengan luas wilayah Kabupaten Pemalang sekitar 1.115,30
kilometer persegi yang didiami oleh 1.262.013 orang maka rata-rata tingkat
kepadatan penduduk Kabupaten Pemalang adalah sebanyak 1.132 orang per
kilometer persegi. Kecamatan yang paling tinggi tingkat kepadatan penduduknya
adalah Kecamatan Comal yakni sebanyak 3.240 orang per kilometer persegi,
sedangkan yang paling rendah adalah Kecamatan Warungpring dengan kepadatan
sebanyak 492 orang per kilometer persegi.
PDRB Kabupaten Pemalang tahun 2010 atas dasar harga berlaku sebesar
Rp. 8.066.313,66 juta sedangkan PDRB atas dasar harga konstan sebesar Rp.
3.455.736,95 juta. Kontribusi sektoral terbesar penyumbang PDRB pada tahun
2010 adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran 28,42%, sektor pertanian
25,42% dan industri pengolahan sebesar 22,59%. Kinerja ekonomi daerah
Kabupaten Pemalang pada tahun 2010 menunjukkan gambaran yang terus
15
meningkat, hal ini ditunjukkan dengan PDRB Kabupaten Pemalang atas dasar
harga berlaku pada tahun 2010 sebesar Rp. 8.066.313,66 juta, sedangkan PDRB
atas dasar harga konstan sebesar Rp. 3.455.736,95 juta. PDRB per kapita menurut
harga berlaku yaitu 6,329 juta rupiah dan laju pertumbuhan ekonomi pada tahun
2010 sebesar 4,94 persen.
Pendaptan per kapita Kabupaten Pemalang pada tahun 2010 atas dasar harga
konstan sebesar Rp.2.738.000,00 per orang Angka tersebut meningkat secara
nominal daripada tahun 2009 sebesar Rp. 2.373.358,00, Tahun 2008 sebesar Rp.
2.255.100,00 per orang dan tahun 2007 yaitu sebesar Rp. 2.166.279,00. Tingkat
inflasi di Kabupaten Pemalang pada Tahun 2010 diperkirakan sebesar 7,38%.
Kondisi ini menurun apabila dibandingkan dengan laju inflasi pada Tahun 2009
yang sebesar 8,71%. Kondisi tersebut mengindikasikan terjadi stabilisasi
perekonomian daerah, meskipun demikian secara makro kondisi tersebut perlu
dijaga agar nilai inflasi juga tidak terlalu rendah.
Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Pemalang mengalami peningkatan
sebesar 0,13 % dari 5,28% pada tahun 2012, menjadi 5,41% pada tahun 2013. Hal
tersebut disampaikan Wakil Bupati Pemalang, Mukti Agung Wibowo, ST., saat
membuka Forum SKPD Kabupaten Pemalang tahun 2014, mewakili Bupati
Pemalang di gegung Serba Guna Jl. Jend. Sudirman, Pemalang, Selasa,
(18/3/2014). Sedangkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten
Pemalang pada tahun 2012 meningkat sebesar 0,44 dari sebelumnya, atau menjadi
72,8 dari 70,66 pada tahun sebelumnya .
Beberapa potensi yang bisa dijadikan komoditas unggulan dalam rangka
mendukung pengembangan Kabupaten Pemalang meliputi : industri tekstil, tenun
dan konveksi, kawasan agropolitan, hasil pertanian dan perkebunan, obyek wisata,
dan perikanan tangkap dan budidaya.
Nanas adalah salah satu komoditi buah unggulan Indonesia yang banyak
digemari masyarakat lokal maupun luar negeri. Di antara buah nanas yang
dibudidayakan saat ini yang popular dan bisa diterima oleh pasar ekspor adalah
nanas madu Pemalang.
Asal usul nanas madu Pemalang mula-mula dari Bogor, pada dekade 50-an
nanas madu tersebut dibawa ke Pemalang untuk dibudidayakan. Di daerah
16
Pemalang sendiri nama nanas madu diberikan tengkulang Jakarta pasalnya karena
rasanya manis bak madu. Kecamatan Belik Kabupaten Pemalang yang berlokasi
di kaki Gunung Slamet merupakan sentra penghasil nanas ini.
Ditilik perbedaannya, nanas madu Pemalang memiliki ciri fisik lebih mungil
dengan ukuran paling besar 2 kepalan tangan orang dewasa, tapi kalo soal rasa,
tidak kalah nikmat. Bahkan beberapa petani nanas Madu di daerah Belik
mengklaim bahwa nanas madu dari Belik rasanya lebih manis dari nanas madu
Subang. Selain manis seperti madu, nanas madu Pemalang juga tidak terlalu kesat
di lidah. “Nanas madu Pemalang lebih manis karena kadar airnya tidak terlalu
banyak. Kondisi lahan yang berada di lereng gunung turut mempengaruhi kadar
air pada buah nanas. Karena lahannya miring, air tidak banyak menggenang,”
pungkas Solihin, salah satu petani nanas madu di Kec. Belik, Pemalang. Lantaran
unggul dalam hal cita rasa, petani nanas di daerah Pemalang pun mengalami banjir
permintaan.
Untuk pembudidayaan tanaman buah nanas tidak terlalu sulit, karena nanas
termasuk jenis tanaman yang dapat hidup di mana saja dan tidak mengenal musim
panen (tidak mengenal waktu-waktu tertentu untuk panen). Tetapi panen besar
atau panen raya nanas biasanya berlangsung pada bulan Januari, Juli, dan
Desember. Tidak seperti tanaman tunas lainnya, nanas dapat hidup hingga
puluhan tahun dan dapat dipanen berulang-ulang dengan masa produktif optimal
hingga 5 tahun. Dan penggantian bibit baru dilakukan setelah masa produktif
habis.
Potensi nanas madu sebagai produk lokal dimanfatkan banyak UMKM di
Kabupaten Pemalang untuk diolah lagi menjadi beberapa produk olahan seperti
kerupuk nanas madu , Kerupuk nanas madu sudah menjadi komoditas yang dicari
di pasaran dan permintaan setiap tahunya meningkat karena kerupuk nanas yang
dijual memiliki rasa unik dan renyahny secara rasa kerupuk nanas agak manis-
manis gurih tidak terkesan kecut sedikitpun apalagi asin. Jika dilihat dari
komposisinya tidak terdapat gula hanya terdiri dari Nanas madu, tepung tapioka,
garam, minyak nabati dll. Hal ini dikarenakan nanas madu pemalang memiliki
rasa manis alami .
17
Nilai ekonomis Nanas Madu yang telah diolah menjadi beberapa produk
seperti Kerupuk Nanas jauh lebih tinggi dibandingkan Nanas Madu yang
langsung dijual mentahnya. Sebagai contoh, Nanas madu yang dijual dipasaran
harganya hanya Rp3.000 per biji, Sedangkan untuk produk olahanya keuntungan
yang didapatkan bisa 3 kali lipat dari pada dijual secara langsung .
4.3 Analisis SWOT Usaha Pengolahan Kerupuk Nanas Madu di Kabupaten Pemalang
Proses produksi usaha kerupuk nanas madu kebanyakan masih dilakukan
secara individual dan konvensional. Biasanya para pengolah kerupuk ini
mengerjakan produksinya sendiri di rumah masing-masing, tapi ada sebagian
yang sudah mampu mempekerjakan karyawan untuk membantu proses produksi.
Peralatan produksi yang digunakan masih sangat sederhana dan seadanya, seperti
tempat penjemuran dari bambu dan sebagainya. Selain itu proses penjemuran
bahan baku juga masih menggunakan panas matahari sehingga sangat tergantung
pada kondisi cuaca. Hal ini menyebabkan proses produksi relatif rumit sehingga
memakan waktu yang lama. Pengemasannya pun masih sangat sederhana dan
hanya sedikit yag sudah memiliki merek .
Berdasarkan hasil pengamatan lapangan dan studi literatur,
kami menemukan beberapa keunggulan dan kelemahan usaha pengolahan
kerupuk nanas madu di Kabuaten Pemalang baik faktor internal maupun
eksternal. Aspek internal usaha pengolahan memiliki beberapa keunggulan
sebagai berikut: (1) Produk bersifat khas, yaitu cita rasa manis alami; (2) Bahan
baku berupa SDA lokal yang mudah didapatkan; (3) Tenaga kerja berasal
dari penduduk setempat dengan jumlah yang memadai; (4) Proses pengolahan
menggunakan peralatan yang sederhana sehingga tidak membutuhkan modal
yang besar; (5) Produk memiliki value added yang tinggi sehingga dapat
meningkatkan penghasilan petani; (6) Sentra produksi dan distribusi terletak di
kawasan pariwisata sehingga akan mempermudah promosi untuk menarik
konsumen. Selain keunggulan-keunggulan tersebut, usaha ini juga memiliki
kelemahan internal yaitu: (1) Proses pengolahan masih sederhana dan
membutuhkan waktu yang relatif lama; (2) Proses pengolahan belum diuji secara
klinis; (3) Proses pengeringan menggunakan sinar matahari sehingga sangat
18
tergantung pada kondisi cuaca; (4) Desain produk dan kemasannya masih sangat
sederhana sehingga kurang menarik minat konsumen.
Aspek eksternal usaha pengolahan memiliki beberapa keunggulan sebagai
berikut: (1) Produk merupakan cemilan yang disukai oleh mayoritas masyarakat
sehingga peluang pasar domestik sangat luas; (2) Terbukanya peluang pasar
ekspor.; (3) Adanya bantuan modal dari pemerintah dan paguyuban masyarakat
setempat, sehingga para pengusaha kerupuk olahan hasil nanas madu bisa
memperluas usahanya tanpa kesulitan modal. Sedangkan kelemahan eksternal
meliputi: (1) Promosi produk yang dilakukan oleh pemerintah kota setempat
masih dalam skala kecil, sebatas display UMKM dan promosi skala kecil lainnya
sehingga produk khas Pemalang ini belum dikenal luas oleh masyarakat; (2)
Sentra produksi dan distribusi terletak di daerah yang jauh dari pusat kota
sehingga kurang menarik konsumen . (3) Usaha sejenis juga dikembangkan di
salah satu kota lain, yaitu di Subang walaupun distribusinya masih sebatas di
kota tersebut tapi tetap ada peluang persaingan antara kedua kegiatan usaha ini.
Jika para pengusaha di Pemalang kalah cepat mengembangkan usahanya, maka
tidak menutup kemungkinan potensi pasar akan dikuasai oleh pengusaha di
Subang . Analisis SWOT tersebut kami rangkum dalam tabel 4.3. Strength dan
Weakness menguraikan faktor-faktor internal, sedangkan Opportunity dan
Threath menguraikan faktor-faktor internal .
19
Tabel 4.3 Analisis SWOT Produk Kerupuk Nanas Madu
Strength (S) Weakness (W)
Produk bersifat khas Bahan baku adalah potensi
lokal Ketersediaan tenaga kerja yang
memadai Proses pegolahan tidak
membutuhkan peralatan yang mahal
Nilai jual jauh lebih tinggi dari penjualan nanas madu secara langsung
Sentra produksi dan distribusi terletak di kawasan wisata sehingga akan mempermudah promosi produk
Proses pengolahan dilakukan secara konvensional dengan menggunakan alat yang sederhana sehingga relatif lama dan rumit
Proses pengolahan belum teruji secara klinis
Proses pengolahan (pengeringan)tergantung cuaca
Desain produk dan kemasannya yang relatif sederhana
Opportunity (O) Threath (T) Masyarakat menyukai cemilan
kerupuk (peluang pasardomestik)
Terbukanya peluang pasar ekspor
Adanya bantuan modal dari dinas pemerintah dan paguyuban setempat
Kurangnya promosi secara luas oleh pemerintah setempat
Lingkungan sekitar sentra produksi dan distribusi yang jauh dari perkotaan
Adanya peluang persaingan dengan industri sejenis
Sumber: Data primer dan sekunder dari berbagai sumber (diolah).
4.4 Perencanaan Strategi Pengembangan Produk Kerupuk Nanas Madu.
Rancangan strategi untuk mengembangkan usaha pengolahan kerupuk hasi
laut di Kenjeran dapat diderivikasikn dari hasil analisis SWOT yang telah
dipaparkan dalam tabel 4.1.
Berdasarkan hasil analisis SWOT dan konsep pemberdayaan Charles,
maka strategi pengembangan usaha pengolahan kerupuk nanas madu di Pemalang
meliputi: (1) Perbaikan menejemen usaha meliputi kegiatan produksi, distribusi
20
dan segala hal yang menyangkut pengembangan usaha, (2) Pembagian job
diantara para pelaku usaha, terkait pemasok bahan baku, pengolah dan pedagang
produk, (3) Pengembangan promosi ke pasar domestik dan ekspor dengan media
yang lebih modern, dan melalui baleho-baleho di area Wisata Guci , serta
tempat-tempat strategis lainnya, (4) Membangun kerjasama dengan masyarakat
pesisir di berbagai wilayah Indonesia sebagai pemasok bahan baku maupun
sebagai cabang usaha (5) Pengembangan proses produksi dengan peralatan yang
lebih modern., (6) Pengembangan produk yang beorientasi kualitas, (7)
Perbaikan packaging produk agar bisa bertahan dalam persaingan di pasar, dan
(8) Perbaikan infrastruktur area sentra produksi dan distribusi produk untuk
menarik minat konsumen mengunjungi daerah tersebut. Ringkasan strategi ini
kami sajikan dalam tabel .
21
Strength (S) Weakness (W) Produk bersifat khas Bahan baku adalah potensi lokal Ketersediaan tenaga kerja yang
memadai Proses pegolahan tidak
membutuhkan peralatan yang mahal Nilai jual jauh lebih tinggi dari
penjualan nanas madu secara langsung
Sentra produksi dan distribusi terletak di kawasan wisata sehingga akan mempermudah promosi produk
Proses pengolahan dilakukan secara konvensional dengan menggunakan alat yang sederhana sehingga relatif lama dan rumit
Proses pengolahan belum teruji secara klinis
Proses pengolahan (pengeringan)tergantung cuaca
Desain produk dan kemasannya yang relatif sederhana
Opportunity (O) Strategi S-O Strategi W-O
Masyarakat menyukai cemilan kerupuk (peluang pasardomestik)
Terbukanya peluang pasar ekspor
Adanya bantuan modal dari dinas pemerintah dan paguyuban setempat
Perbaikan menejemen usaha meliputi kegiatan produksi, distribusi dan segala hal yang menyangkut pengembangan usaha
Pembagian job diantara para pelaku usaha, terkait pemasok bahan baku, pengolah dan pedagang produk
Pengembangan promosi ke pasar domestik dan ekspor dengan media yang lebih modern, dan melalui baleho-baleho di area Wisata Guci , serta tempat-tempat strategis lainnya
Membangun kerjasama dengan masyarakat pesisir di berbagai wilayah Indonesia sebagai pemasok bahan baku maupun sebagai cabang usaha
Pengembangan proses produksi dengan peralatan yang lebih modern
Pengembangan produk yang beorientasi kualitas
Tabel 4.4 Perencanaan Strategi Pengembangan Produk Kerupuk Nanas Madu
22
Threath (T) Strategi S-T Strategi W-T
Kurangnya promosi secara luas oleh pemerintah setempat
Lingkungan sekitar sentra produksi dan distribusi yang jauh dari perkotaan
Adanya peluang persaingan dengan industri sejenis
Pengembangan produk yang berdaya saing tinggi dengan muatan cirri khaslokal.
Perbaikan packaging produk agar bisa bertahan dalam persaingan di pasar
Perbaikan infrastruktur area sentra produksi dan distribusi produk untuk menarik minat konsumen mengunjungi daerah tersebut
Sumber: Data primer dan sekunder dari berbagai sumber (diolah
23
Dalam rangka memastikan keberlangsungan implementasi gagasan ini,
diperlukan langkah strategis sebagai key factor (poin kunci) keberhasilan,
yaitu dengan melibatkan berbagai pihak dalam perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasinya, khususnya pemerintah dan masyarakat setempat sehingga
pelaksanaan strategi akan mendapat dukungan dari banyak pihak .
Proses impelementasi dimulai dari Kementerian Perdagangan Republik
Indonesia sebagai penanggung jawab bidang perdagangan nasional. Kementrian
Perdagangan melakukan koordinasi dengan Dinas Koperasi UKM Perindustrian
dan Perdagangan Kabupaten Pemalang untuk merancang pengembangan strategi
yang tepat dalam pengembangan usaha pengolahan kerupuk nanas madu secara
nasional. Selanjutanya Kementrian Perdagangan melakukan analisis potensi
wilayah penghasil nanas madu untuk mengidentifikasi wilayah-wilayah yang
berpotensi mendukung pengembangan usaha pengolahan kerupuk nanas madu
yang selanjutnya dikoordinasikan dengan Dinas Perdagangan setempat.
Sedangkan Dinas Koperasi UKM Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten
Pemalang berkoordinasi dengan para pelaku usaha di Kabupaten Pemalang untuk
membentuk komunitas sebagai media perantara antara pelaku usaha dan
pemerintah serta pihak eksternal lain yang mungkin akan menjalin kerjasama
dalam pengembangan usaha. Setelah komunitas tersebut dibentuk, kemudian
bersama Dinas Koperasi UKM Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten
Pemalang merancang pengembangan strategi usaha pengolahan kerupuk nanas
madu di Pemalang . diharapkankan dengan adanya komunitas ini akan
mengembangkan UMKM di pemalang yang berproduksi dalam pengolahan
keripik nanas . kerjasama antara Kementrian Perdagangan Republik Indonesia
dengan Dinas Koperasi UKM Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten
Pemalang diharapkan dapat membantu sistem pemasaran keripik nanas madu
secara nasional .
Dengan skema impelementasi yang melibatkan berbagai pihak tersebut,
diharapkan strategi pengembangan usaha pengolahan kerupuk nanas madu di
Pemalang dapat dilaksanakan dengan baik dan semaksimal mungkin, sehingga
dapat meningkatkan produk lokal asli daerah menggerakkan perekonomian di
24
masyarakat pedesaan serta dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Kabupaten Pemalang.
25
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan dalam bab-bab sebelumnya,
maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut;
1. Sektor Usaha di Kabupaten Pemalang yang menjadi sektor basis adalah
sektor industri pengolahan; bangunan; pengangkutan dan komunikasi;
jasa-jasa . Sedangkan sektor non basis meliputi sektor pertanian;
pertambangan dan penggalian ; listrik, gas, air bersih; perdaganga,hotel
dan restoran . Namun ada perubahan dalam sektor keuangan,
persewaan dan jasa perusahaan pada tahun 2001 hingga 2012 sektor
tersebut menjadi sektor non basis tetapi pada tahun selanjutnya, yaitu
tahun 2013 menjadi sektor basis
2. Usaha pengolahan kerupuk nanas madu di Pemalang sangat potensial
dikembangkan untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat
Pemalang
3. Keunggulan dalam kelemahan baik internal maupun eksternal yang telah
dianalisis menggunakan metode SWOT, memunculkan berbagai
peluang strategi yang dapat diimpelementasikan guna meningkatkan
kesejahteraan masyarakat Kabupaten Pemalang.
4. Dalam mengembangkan usaha pengolahan kerupuk nanas madu
pemalang, perlu adanya koordinasi dan kerjasama antara pemerintah
dan masyarakat setempat untuk membuat strategi yang tepat dalam
pengembangan usaha dan mengimplementasikannya. Selanjunya,
kerjasama dengan dinas pemerintah sangat perlu dilakukan untuk
mendukung dan mempercepat pengembangan usaha pengolahan
kerupuk sehingga dapat meningkatkan produk lokal asli daerah
menggerakkan perekonomian di masyarakat pedesaan serta dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kabupaten Pemalang.
26
5.2 Saran
Dari kesimpulan diatas maka ada beberapa saran yang dapat
disampaikan oleh penulis, yaitu ;
1. Pemerintah Kabupaten Pemalang perlu melakukan analis sektor
basis dan non basis secara rutin dalam periode tertentu sebagai
landasan pengambilan kebijakan perencanaan dan pembangunan
wilayah.
2. Pembangunan dan perbaikan infrastruktur di daerah produksi
dan distiribusi nanas madu dipertimbangkan menjadi salah satu
prioritas pembangunan Pemerintah Kabupaten Pemalang mengingat
potensi Pertanian dan Perkebunan yang dimilikinya khususnya
nanas madu.
3. Kebijakan peningkatan kualitas SDM di Kabupaten Pemalang
melalui pendidikan formal maupun informal sangat perlu
dilakukan oleh Pemerinatah Kabupaten Pemalang dalam
meningkatkan perekonomian daerah.
4. Koordinasi dan kerjasama antara pemerintah dengan masyarakat
setempat perlu terus dilakukan dengan pendekatan kekeluargaan
agar kebijakan yang akan diambil merupakan hasil rembuk bersama
sehingga pelaksanaannya pun mendapat dukungan dari banyak
pihak.
27
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, Lincolin. 1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan