BAB II TINJAUAN PUSTAKA I. DESAIN PEMBELAJARAN A. Pengertian desain pembelajaran Desain pembelajaran dapat dimaknai dari berbagai sudut pandang, misalnya sebagai disiplin, sebagai ilmu, sebagai sistem, dan sebagai proses : Sebagai disiplin, desain pembelajaran membahas berbagai penelitian dan teori tentang strategi serta proses pengembangan pembelajaran dan pelaksanaannya. Sebagai ilmu, desain pembelajaran merupakan ilmu untuk menciptakan spesifikasi pengembangan, pelaksanaan, penilaian, serta pengelolaan situasi yang memberikan fasilitas pelayanan pembelajaran dalam skala makro dan mikro untuk berbagai mata pelajaran pada berbagai tingkatan kompleksitas. Sebagai sistem, desain pembelajaran merupakan pengembangan sistem pembelajaran dan sistem pelaksanaannya termasuk sarana serta prosedur untuk meningkatkan mutu belajar. Sementara itu desain pembelajaran sebagai proses menurut Syaiful Sagala (2005:136) adalah pengembangan pengajaran secara sistematik yang digunakan secara khusus teori-teori pembelajaran untuk menjamin kualitas pembelajaran. Pernyataan tersebut mengandung arti bahwa penyusunan perencanaan pembelajaran harus sesuai dengan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. DESAIN PEMBELAJARAN
A. Pengertian desain pembelajaran
Desain pembelajaran dapat dimaknai dari berbagai sudut pandang, misalnya
sebagai disiplin, sebagai ilmu, sebagai sistem, dan sebagai proses :
Sebagai disiplin, desain pembelajaran membahas berbagai penelitian dan teori
tentang strategi serta proses pengembangan pembelajaran dan pelaksanaannya.
Sebagai ilmu, desain pembelajaran merupakan ilmu untuk menciptakan
spesifikasi pengembangan, pelaksanaan, penilaian, serta pengelolaan situasi yang
memberikan fasilitas pelayanan pembelajaran dalam skala makro dan mikro untuk
berbagai mata pelajaran pada berbagai tingkatan kompleksitas.
Sebagai sistem, desain pembelajaran merupakan pengembangan sistem pembelajaran
dan sistem pelaksanaannya termasuk sarana serta prosedur untuk meningkatkan mutu
belajar.
Sementara itu desain pembelajaran sebagai proses menurut Syaiful Sagala
(2005:136) adalah pengembangan pengajaran secara sistematik yang digunakan secara
khusus teori-teori pembelajaran untuk menjamin kualitas pembelajaran. Pernyataan
tersebut mengandung arti bahwa penyusunan perencanaan pembelajaran harus sesuai
dengan konsep pendidikan dan pembelajaran yang dianut dalam kurikulum yang
digunakan.
B. Komponen Utama Desain Pembelajaran
Komponen utama dari desain pembelajaran adalah:
1. Pembelajar (pihak yang menjadi fokus) yang perlu diketahui meliputi,
karakteristik mereka, kemampuan awal dan pra syarat.
2. Tujuan Pembelajaran (umum dan khusus) Adalah penjabaran kompetensi yang
akan dikuasai oleh pembelajar.
3. Analisis Pembelajaran, merupakan proses menganalisis topik atau materi yang akan
dipelajari.
4. Strategi Pembelajaran, dapat dilakukan secara makro dalam kurun satu tahun atau
mikro dalam kurun satu kegiatan belajar mengajar.
5. Bahan Ajar, adalah format materi yang akan diberikan kepada pembelajar
6. Penilaian Belajar, tentang pengukuran kemampuan atau kompetensi ang sudah
dikuasai atau belum.
C. Teori-teori Pembelajaran dalam Desain Pembelajaran
Penelitian terkini mengatakan bahwa lingkungan pembelajaran yang bermedia
teknologi dapat meningkatkan nilai para pelajar, sikap mereka terhadap belajar, dan
evaluasi dari pengalaman belajar mereka. Teknologi juga dapat membantu untuk
meningkatkan interaksi antar pengajar dan pelajar, dan membuat proses belajar yang
berpusat pada pelajar (student oriented). Dengan kata lain, penggunaan media
menggunakan audio visual atau komputer media dapat membantu siswa itu
memperoleh pelajaran bermanfaat.
Terdapat beberapa teori belajar yang melandasi penggunaan teknologi/komputer
dalam pembelajaran yaitu teori behaviorisme, kognitifisme dan konstruktivisme :
1. Teori Behaviorisme
Implementasi prinsip ini dalam mendesain suatu media pembelajaran adalah
sebagai berikut:
a. Siswa harus diberitahu secara eksplisit outcome belajar sehingga mereka
dapat mensetting harapan-harapan mereka dan menentukan apakah dirinya
telah mencapai outcome dari pembelajaran online atau tidak.
b. Pembelajar harus diuji apakah mereka telah mencapai outcome pembelajaran
atau tidak. Tes dilakukan untuk mencek tingkat pencapaian pembelajar dan
untuk memberi umpan balik yang tepat.
c. Materi belajar harus diurutkan dengan tepat untuk meningkatkan belajar. Urutan
dapat dimulai dari bentuk yang sederhana ke yang kompleks, dari yang
diketahui sampai yang tidak diketahui dan dari pengetahuan sampai penerapan.
d. Pembelajar harus diberi umpan balik sehingga mereka dapat mengetahui
bagaimana melakukan tindakan koreksi jika diperlukan.
2. Teori Kognitivisme
Kognitivisme membagi tipe-tipe pembelajar, yaitu:
a. Pembelajar tipe pengalaman-konkret lebih menyukai contoh khusus dimana
mereka bisa terlibat dan mereka berhubungan dengan teman-temannya, dan
bukan dengan orang-orang dalam otoritas itu
b. Pembelajar tipe observasi reflektif suka mengobservasi dengan teliti sebelum
melakukan tindakan
c. Pembelajar tipe konsepsualisasi abstrak lebih suka bekerja dengan sesuatu dan
symbol-simbol dari pada dengan manusia. Mereka suka bekerja dengan teori
dan melakukan analisis sistematis.
d. Pembelajar tipe eksperimentasi aktif lebih suka belajar dengan melakukan
paktek proyek dan melalui kelompok diskusi. Mereka menyukai metode
belajar aktif dan berinteraksi dengan teman untuk memperoleh umpan balik dan
informasi.
Implementasi prinsip ini dalam mendesain suatu media pembelajaran adalah
sebagai berikut:
a) Materi pembelajaran harus memasukan aktivitas gaya belajar yang berbeda,
sehingga siswa dapat memilih aktivitas yang tepat berdasarkan kecenderungan
gaya berlajarnya.
b) Sebagai tambahan aktivitas, dukungan secukupnya harus diberikan kepada
siswa dengan perbedaan gaya belajar. Siswa dengan perbedaan gaya belajar
memiliki perbedaan pilihan terhadap dukungan, sebagai contoh : assimilator
lebih suka kehadiran instruktur yang tinggi. Sementara akomodator lebih
suka kehadiran instruktur yang rendah.
c) Informasi harus disajikan dalam cara yang berbeda untuk mengakomodasi
berbedaan individu dalam proses dan memfasilitasi transfer ke long-term
memory.
d) Pembelajar harus dimotivasi untuk belajar, tanpa memperdulikan
sebagaimana efektif materi, jika pembelajar tidak dimotivasi mereka tidak akan
belajar.
e) Pada saat belajar, pembelajar harus diberi kesempatan untuk merefleksi apa
yang mereka pelajari. Bekerja sama dengan pembelajar lain, dan mengecek
kemajuan mereka.
f) Psikologi kognitif menyarankan bahwa pembelajar menerima dan memproses
informasi untuk ditransfer ke long term memori untuk disimpan.
3. Teori Konstruktivisme
Penekanan pokok pada konstruktivis adalah situasi belajar, yang memandang
belajar sebagai yang kontekstual. Aktivitas belajar yang memungkinkan
pembelajar mengkontekstualisasi informasi harus digunakan dalam mendesain
sebuah media pembelajaran. Jika informasi harus diterapkan dalam banyak
konteks, maka strategi belajar yang mengangkat belajar multi-kontekstual harus
digunakan untuk meyakinkan bahwa pembelajar pasti dapat menerapkan
informasi tersebut secara luas. Belajar adalah bergerak menjauh dari
pembelajaran satu-cara ke konstruksi dan penemuan pengetahuan.
Implementasi pada online learning adalah sebagai berikut:
a. Belajar harus menjadi suatu proses aktif. Menjaga pembelajar tetap aktif
melakukan aktivitas yang bermakna menghasilkan proses tingkat tinggi, yang
memfasilitasi penciptaan makna personal.
b. Pembelajar mengkonstruksi pengetahuan sendiri bukan hanya menerima apa
yang diberi oleh instruktur. Konstruksi pengetahuan difasilitasi oleh
pembelajaran interaktif yang bagus, karena siswa harus mengambil inisiatif
untuk berinteraksi dengan pembelajar lain dan dengan instruktur, dan karena
agenda belajar dikontrol oleh pembelajar sendiri.
c. Bekerja dengan pembelajar lain memberi pembelajar pengalaman kehidupan
nyata melalui kerja kelompok, dan memungkinkan mereka menggunakan
keterampilan meta-kognitif mereka.
d. Pembelajar harus diberi control proses belajar.
e. Pembelajar harus diberi waktu dan kesempatan untuk refleksi. Pada saat
belajar online siswa perlu merefleksi dan menginternalisasi informasi.
f. Belajar harus dibuat bermakna bagi siswa. Materi belajar harus memasukan
contoh-contoh yang berhubungan dengan pembelajar sehingga mereka dapat
menerima informasi yang diberikan.
g. Belajar harus interaktif dan mengangkat belajar tingkat yang lebih tinggi
dan kehadiran sosial, dan membantu mengembangkan makna personal.
Pembelajar menerima materi pelajaran melalui teknologi, memproses
informasi, dan kemudian mempersonalisasi dan mengkontekstualisasi
informasi tersebut.
D. Model-model Desain Pembelajaran
Dalam desain pembelajaran dikenal beberapa model yang dikemukakan oleh para
ahli. Secara umum, model desain pembelajaran dapat diklasifikasikan ke dalam model
berorientasi kelas, model berorientasi sistem, model berorientasi produk, model
prosedural dan model melingkar.
1. Model berorientasi kelas biasanya ditujukan untuk mendesain pembelajaran level
mikro (kelas) yang hanya dilakukan setiap dua jam elajaran atau lebih.
Contohnya adalah model ASSURE.
Model ASSURE terdiri atas enam langkah kegiatan yaitu:
a. Analyze Learners (Analisis Pelajar)
Menurut Heinich et al (2005) jika sebuah media pembelajaran akan
digunakan secara baik dan disesuaikan dengan cirri-ciri belajar, isi dari
pelajaran yang akan dibuatkan medianya, media dan bahan pelajaran itu
sendiri. Lebih lanjut Heinich, 2005 menyatakan sukar untuk menganalisis
semua cirri pelajar yang ada, namun ada tiga hal penting dapat dilakuan untuk
mengenal pelajar sesuai berdasarkan cirri-ciri umum, keterampilan awal
khusus dan gaya belajar
b. States Objectives (Menyatakan Tujuan)
Menyatakan tujuan adalah tahapan ketika menentukan tujuan
pembeljaran baik berdasarkan buku atau kurikulum. Tujuan pembelajaran
akan menginformasikan apakah yang sudah dipelajari anak dari pengajaran
yang dijalankan. Menyatakan tujuan harus difokuskan kepada pengetahuan,
kemahiran, dan sikap yang baru untuk dipelajari.
c. Select Methods, Media, and Material (Pemilihan Metode, media dan bahan)
Heinich et al. (2005) menyatakan ada tiga hal penting dalam
pemilihan metode, bahan dan media yaitu menentukan metode yang sesuai
dengan tugas pembelajaran, dilanjutkan dengan memilih media yang sesuai
untuk melaksanakan media yang dipilih, dan langkah terakhir adalah memilih
dan atau mendesain media yang telah ditentukan.
d. Utilize Media and materials (Penggunaan Media dan bahan)
Menurut Heinich et al (2005) terdapat lima langkah bagi penggunaan
media yang baik yaitu, preview bahan, sediakan bahan, sedikan
persekitaran, pelajar dan pengalaman pembelajaran.
e. Require Learner Participation (Partisipasi Pelajar di dalam kelas)
Sebelum pelajar dinilai secara formal, pelajar perlu dilibatkan dalam
aktivitas pembelajaran seperti memecahkan masalah, simulasi, kuis atau
presentasi.
f. Evaluate and Revise (Penilaian dan Revisi)
Sebuah media pembelajaran yang telah siap perlu dinilai untuk menguji
keberkesanan dan impak pembelajaran. Penilaian yang dimaksud melibatkan
beberapa aspek diantaranya menilai pencapaian pelajar, pembelajaran yang
dihasilkan, memilih metode dan media, kualitas media, penggunaan guru
dan penggunaan pelajar.
2. Model berorientasi produk adalah model desain pembelajaran untuk
menghasilkann suatu produk, biasanya media pembelajaran, misalnya video
pembelajaran, multimedia pembelajaran, atau modul.
Contoh modelnya adalah model hannafin and peck.
Model Hanafin and Peck
Model Hannafin dan Peck ialah model desain pengajaran yang terdiri
daripada tiga fase yaitu fase Analisis keperluan, fase desain, dan fase
pengembangan dan implementasi (Hannafin & Peck 1988). Dalam model ini,
penilaian dan pengulangan perlu dijalankan dalam setiap fase.
a. Fase pertama dari model Hannafin dan Peck adalah analisis kebutuhan.
Fase ini diperlukan untuk mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan dalam
mengembangkan suatu media pembelajaran termasuklah di dalamnya
tujuan dan objektif media pembelajaran yang dibuat, pengetahuan dan
kemahiran yang diperlukan oleh kelompok sasaran, peralatan dan
keperluan media pembelajaran. Setelah semua keperluan diidentifikasi
Hannafin dan Peck (1988) menekankan untuk menjalankan penilaian
terhadap hasil itu sebelum meneruskan pembangunan ke fase desain.
b. Fasa yang kedua dari model Hannafin dan Peck adalah fase desain. Di
dalam fase ini informasi dari fase analisis dipindahkan ke dalam bentuk
dokumen yang akan menjadi tujuan pembuatan media pembelajaran.
Hannafin dan Peck (1988) menyatakan fase desain bertujuan untuk
mengidentifikasikan dan mendokumenkan kaedah yang paling baik untuk
mencapai tujuan pembuatan media tersebut. Salah satu dokumen yang
dihasilkan dalam fase ini ialah dokumen story board yang mengikut
urutan aktivitas pengajaran berdasarkan keperluan pelajaran dan objektif
media pembelajaran seperti yang diperoleh dalam fase analisis keperluan.
Seperti halnya pada fase pertama, penilaian perlu dijalankan dalam fase ini
sebelum dilanjutkan ke fase pengembangan dan implementasi.
c. Fase ketiga dari model Hannafin dan Peck adalah fase pengembangan
dan implementasi. Hannafin dan Peck (1988) mengatakan aktivitas yang
dilakukan pada fase ini ialah penghasilan diagram alur, pengujian, serta
penilaian formatif dan penilaian sumatif. Dokumen story board akan
dijadikan landasan bagi pembuatan diagram alir yang dapat membantu
proses pembuatan media pembelajaran. Untuk menilai kelancaran media
yang dihasilkan seperti kesinambungan link, penilaian dan pengujian
dilaksanakan pada fase ini. Hasil dari proses penilaian dan pengujian ini
akan digunakan dalam proses pengubahsuaian untuk mencapai kualitas
media yang dikehendaki. Model Hannafin dan Peck (1988) menekankan
proses penilaian dan pengulangan harus mengikutsertakan proses-proses
pengujian dan penilaian media pembelajaran yang melibatkan ketiga fase
secara berkesinambungan. Lebih lanjut Hannafin dan Peck (1988)
menyebutkan dua jenis penilaian yaitu penilaian formatif dan penilaian
sumatif. Penilaian formatif ialah penilaian yang dilakukan sepanjang proses
pengembangan media sedangkan penilaian sumatif dilakukan setelah media
telah selesai dikembangkan.
3. Model beroreintasi sistem yaitu model desain pembelajaran untuk menghasilkan
suatu sistem pembelajaran yang cakupannya luas, seperti desain sistem suatu
ADDIE muncul pada tahun 1990-an yang dikembangkan oleh Reiser dan
Mollenda. Salah satu fungsinya ADDIE yaitu menjadi pedoman dalam
membangun perangkat dan infrastruktur program pelatihan yang efektif,
dinamis dan mendukung kinerja pelatihan itu sendiri.
Model ini menggunakan 5 tahap pengembangan yakni :
1. Analysis (analisa)
Tahap analisis merupakan suatu proses mendefinisikan apa yang akan
dipelajari oleh peserta belajar, yaitu melakukan needs assessment (analisis
kebutuhan), mengidentifikasi masalah (kebutuhan), dan melakukan analisis
tugas (task analysis). Oleh karena itu, output yang akan kita hasilkan
adalah berupa karakteristik atau profile calon peserta belajar, identifikasi
kesenjangan, identifikasi kebutuhan dan analisis tugas yang rinci
didasarkan atas kebutuhan.
2. Design (disain / perancangan)
Tahap ini dikenal juga dengan istilah membuat rancangan (blue-print).
Ibarat bangunan, maka sebelum dibangun gambar rancang bangun (blue-
print) diatas kertas harus ada terlebih dahulu. Apa yang kita lakukan
dalam tahap desain ini? Pertama merumuskan tujuan pembelajaran yang
SMAR (spesifik, measurable, applicable, dan realistic). Selanjutnya menyusun
tes, dimana tes tersebut harus didasarkan pada tujuan pembelajaran yag
telah dirumuskan tadi. Kemudian tentukanlah strategi pembelajaran yang
tepat harusnya seperti apa untuk mencapai tujuan tersebut. Dalam hal ini
ada banyak pilihan kombinasi metode dan media yang dapat kita pilih dan
tentukan yang paling relevan. Disamping itu, pertimbangkan pula sumber-
sumber pendukung lain, semisal sumber belajar yang relevan, lingkungan
belajar yang seperti apa seharusnya, dan lain-lain. Semua itu tertuang dalam
sautu dokumen bernama blue-print yang jelas dan rinci.
3. Development (pengembangan)
Pengembangan adalah proses mewujudkan blue-print alias desain tadi menjadi
kenyataan. Artinya, jika dalam desain diperlukan suatu software berupa
multimedia pembelajaran, maka multimedia tersebut harus dikembangkan.
Atau diperlukan modul cetak, maka modul tersebut perlu dikembangkan.
Begitu pula halnya dengan lingkungan belajar lain yang akan mendukung
proses pembelajaran semuanya harus disiapkan dalam tahap ini. Satu
langkah penting dalam tahap pengembangan adalah uji coba sebelum
diimplementasikan. Tahap uji coba ini memang merupakan bagian dari salah
satu langkah ADDIE, yaitu evaluasi. Lebih tepatnya evaluasi formatif,
karena hasilnya digunakan untuk memperbaiki sistem pembelajaran yang
sedang kita kembangkan.
4. Implementation (implementasi/eksekusi)
Implementasi adalah langkah nyata untuk menerapkan sistem
pembelajaran yang sedang kita buat. Artinya, pada tahap ini semua yang telah
dikembangkan diinstal atau diset sedemikian rupa sesuai dengan peran atau
fungsinya agar bisa diimplementasikan. Misal, jika memerlukan software
tertentu maka software tersebut harus sudah diinstal. Jika penataan
lingkungan harus tertentu, maka lingkungan atau seting tertentu tersebut
juga harus ditata. Barulah diimplementasikan sesuai skenario atau desain
awal.
5. Evaluation (evaluasi/ umpan balik)
Evaluasi adalah proses untuk melihat apakah sistem pembelajaran yang sedang
dibangun berhasil, sesuai dengan harapan awal atau tidak. Sebenarnya tahap
evaluasi bisa terjadi pada setiap empat tahap di atas. Evaluasi yang terjadi
pada setiap empat tahap diatas itu dinamakan evaluasi formatif, karena
tujuannya untuk kebutuhan revisi. Misal, pada tahap rancangan, mungkin
kita memerlukan salah satu bentuk evaluasi formatif misalnya review ahli
untuk memberikan input terhadap rancangan yang sedang kita buat. Pada tahap
pengembangan, mungkin perlu uji coba dari produk yang kita kembangkan
atau mungkin perlu evaluasi kelompok kecil dan lain-lain.
4. Model prosedural dan model melingkar.
Contoh dari model prosedural adalah model Dick and Carrey
Model Dick and Carrey
Langkah–langkah Desain Pembelajaran menurut Dick and Carey adalah:
a. Mengidentifikasikan tujuan umum pembelajaran.
b. Melaksanakan analisis pembelajaran
c. Mengidentifikasi tingkah laku masukan dan karakteristik siswa
d. Merumuskan tujuan performansi
e. Mengembangkan butir–butir tes acuan patokan
f. Mengembangkan strategi pembelajaran
g. Mengembangkan dan memilih materi pembelajaran
h. Mendesain dan melaksanakan evaluasi formatif
i. Merevisi bahan pembelajaran
j. Mendesain dan melaksanakan evaluasi sumatif.
Penggunaan model Dick and Carey dalam pengembangan suatu mata pelajaran
dimaksudkan agar :
Pada awal proses pembelajaran anak didik atau siswa dapat mengetahui dan
mampu melakukan hal–hal yang berkaitan dengan materi pada akhir
pembelajaran
Adanya pertautan antara tiap komponen khususnya strategi pembelajaran
dan hasil pembelajaran yang dikehendaki
Menerangkan langkah–langkah yang perlu dilakukan dalam melakukan
perencanaan desain pembelajaran.
Contoh model melingkar adalah model Kemp.
Model Kemp
Secara singkat, menurut model ini terdapat beberapa langkah dalam
penyusunan sebuah bahan ajar, yaitu:
a. Menentukan tujuan dan daftar topik, menetapkan tujuan umum untuk
pembelajaran tiap topiknya
b. Menganalisis karakteristik pelajar, untuk siapa pembelajaran tersebut
didesain
c. Menetapkan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dengan syarat
dampaknya dapat dijadikan tolak ukur perilaku pelajar
d. Menentukan isi materi pelajaran yang dapat mendukung tiap tujuan
e. Pengembangan prapenilaian/ penilaian awal untuk menentukan latar belakang
pelajar dan pemberian level pengetahuan terhadap suatu topik
f. Memilih aktivitas pembelajaran dan sumber pembelajaran yang
menyenangkan atau menentukan strategi belajar-mengajar, jadi siswa-siswa
akan mudah menyelesaikan tujuan yang diharapkan
g. Mengkoordinasi dukungan pelayanan atau sarana penunjang yang meliputi
personalia, fasilitas-fasilitas, perlengkapan, dan jadwal untuk melaksanakan
rencana pembelajaran
h. Mengevaluasi pembelajaran siswa dengan syarat mereka menyelesaikan
pembelajaran serta melihat kesalahan-kesalahan dan peninjauan kembali
beberapa fase dari perencanaan yang membutuhkan perbaikan yang terus
menerus, evaluasi yang dilakukan berupa evaluasi formatif dan evaluasi
sumatif
E. PENGEMBANGAN DESAIN PEMBELAJARAN
Pengembangan desain pembelajaran dipengaruhi oleh prosedur-prosedur desain
pembelajaran, namun prinsip-prinsip umumnya berasal dari aspek-aspek komunikasi
disamping proses belajar. Perkembangannya selain dipengaruhi oleh teori komunikasi juga
oleh teori-teori proses auditori dan visual, proses berpikir visual, dan estetika. Teori
berfikir sangat berguna dalam pengembangan materi pembelajaran terutama dalam
mencari ide untuk perlakuan visual. Berfikir visual merupakan reaksi internal. Berfikir
visual ini meliputi lebih banyak manipulasi bayangan mental dan asosiasi sensor dan
emosi daripada tahap berpikir yang lain (Seels, 1993). Arnheim (1972) menjelaskan
berfikir visual sebagai fikiran kiasan, dan dibawah sadar. Berfikir visual menuntut
kemampuan mengorganisasi bayangan sekitar unsur-unsur visual digunakan untuk
membuat pernyataan visual yang memberikan dampak besar terhadap proses belajar orang
pada semua usia.
Aplikasi teori belajar visual berfokus pada perancangan visual yang merupakan
bagian penting dalam berbagai tipe pembelajaran yang menggunakan media. Dalam hal
ini, prinsip-prinsip estetika juga merupakan dasar proses pengembangan (Schwier, 1987).
Heinich, Molenda, dan Russel (1993) mengidentifikasi unsur kunci seni yang digunakan
dalam perancangan visual (pengaturan, keseimbangan, dan kesatuan). Kecuali ini masih
banyak lagi daftar unsur dan prinsip perancangan visual yang lain. (Curtis, 1987; Dondis,
1973). Prinsip komunikasi visual juga memberi arah yang mendasar dalam pengembangan
materi pembelajaran. Prinsip-prinsip ini digunakan sebagai panduan dalam merancang dan
mengedit grafik (Petterson, 1993; Wilson dan Houghton, 1987). Dalam perkembangannya
selama beberapa abad, desain komunikasi visual menurut Cenadi (1999:4) mempunyai
tiga fungsi dasar, yaitu sebagai sarana identifikasi, sebagai sarana informasi dan instruksi,
dan yang terakhir sebagai sarana presentasi dan promosi.
II. BAHAN AJAR
A. Pengertian Bahan Ajar
Bahan ajar merupakan informasi, alat dan teks yang diperlukan guru/instruktur
untuk perencanaan dan penelaahan implementasi pembelajaran.
Bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru/
instruktur dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas. Bahan yang
dimaksud bisa berupa bahan tertulis maupun bahan tidak tertulis. (National Center for
Vocational Education Research Ltd/National Center for Competency Based
Training).
Dalam website Dikmenjur dikemukakan pengertian bahwa, bahan ajar
merupakan seperangkat materi/substansi pembelajaran (teaching material) yang
disusun secara sistematis, menampilkan sosok utuh dari kompetensi yang akan
dikuasai peserta didik dalam kegiatan pembelajaran. Dengan bahan ajar
memungkinkan peserta didik dapat mempelajari suatu kompetensi secara runtut dan
sistematis sehingga secara akumulatif mampu menguasai semua kompetensi secara
utuh dan terpadu.
B. Tujuan dan Manfaat Penyusunan Bahan Ajar
Bahan ajar disusun dengan tujuan:
1. Menyediakan bahan ajar yang sesuai dengan tuntutan kurikulum dengan
mempertimbangkan kebutuhan peserta didik, yakni bahan ajar yang sesuai
dengan karakteristik dan setting atau lingkungan sosial peserta didik.
2. Membantu peserta didik dalam memperoleh alternatif bahan ajar di samping
buku-buku teks yang terkadang sulit diperoleh.
3. Memudahkan guru dalam melaksanakan pembelajaran.
Manfaat bagi guru
1. Diperoleh bahan ajar yang sesuai tuntutan kurikulum dan sesuai dengan
kebutuhan belajar peserta didik.
2. Tidak lagi tergantung kepada buku teks yang terkadang sulit untuk diperoleh.
3. Memperkaya karena dikembangkan dengan menggunakan berbagai referensi.
4. Menambah khasanah pengetahuan dan pengalaman guru dalam menulis bahan
ajar.
5. Membangun komunikasi pembelajaran yang efektif antara guru dengan peserta
didik karena peserta didik akan merasa lebih percaya kepada gurunya.
6. Menambah angka kredit jika dikumpulkan menjadi buku dan diterbitkan.
Manfaat bagi Peserta Didik
1. Kegiatan pembelajaran menjadi lebih menarik.
2. Kesempatan untuk belajar secara mandiri dan mengurangi ketergantungan
terhadap kehadiran guru.
3. Mendapatkan kemudahan dalam mempelajari setiap kompetensi yang harus
dikuasainya
C. Jenis Bahan Ajar
1. Bahan ajar pandang (visual) terdiri atas bahan cetak (printed) seperti antara lain
handout, buku, modul, lembar kerja siswa, brosur, leaflet, wallchart, foto/gambar,
dan non cetak (non printed), seperti model/maket.
2. Bahan ajar dengar (audio) seperti kaset, radio, piringan hitam, dan compact disk
audio.
3. Bahan ajar pandang dengar (audio visual) seperti video compact disk, film.
4. Bahan ajar multimedia interaktif (interactive teaching material) seperti CAI
(Computer Assisted Instruction), compact disk (CD) multimedia pembelajaran
interaktif, dan bahan ajar berbasis web (web based learning materials).
D. Cakupan bahan ajar
Judul, MP, SK, KD, Indikator, Tempat
Petunjuk belajar (Petunjuk siswa/guru)
Tujuan yang akan dicapai
Informasi pendukung
Latihan-latihan
Petunjuk kerja
Penilaian
E. Alur analisis penyusunan bahan ajar
F. Prinsip Pengembangan
Dalam mengembangkan bahan ajar tentu perlu memperhatikan prinsisp-
prinsip pembelajaran.Gafur (1994) menjelaskan bahwa beberapa prinsip yang perlu
diperhatikan dalam penyusunan bahan ajar atau materi pembelajaran diantaranya
meliputi prinsip relevansi, konsistensi, dan kecukupan. Ketiga penerapan prinsip-
prinsip tersebut dipaparkan sebagai berikut:
1. Prinsip relevansi, artinya keterkaitan. Materi pembelajaran hendaknya relevan atau
ada kaitan atau ada hubungannya dengan pencapaian SK dan KD. Cara termudah
ialah dengan mengajukan pertanyaan tentang kompetensi dasar yang harus dikuasai
siswa. Dengan prinsip dasar ini, guru akan mengetahui apakah materi yang hendak
diajarkan tersebut materi fakta, konsep, prinsip, prosedur, aspek sikap atau aspek
psikomotorik sehingga pada gilirannya guru terhindar dari kesalahan pemilihan
jenis materi yang tidak relevan dengan pencapaian SK dan KD.
2. Prinsip konsistensi, artinya keajegan. Jika kompetensi dasar yang harus dikuasai
siswa empat macam, maka bahan ajar yang harus diajarkan juga harus meliputi
empat macam.
1. Berkomunikasi lisan dan tertulis menggunakan ragam bahasa yang sesuai dengan lancar dan akurat dalam wacana interaksional dan/atau monolog terutama berkenaan dengan wacana berbentuk naratif, prosedur, spoof/recount, report, dan news item.
Kompetensi Dasar Indikator
1.1. Mendengarkan, Memahami wacana transaksional dan interpersonal ringan dan/atau monolog lisan terutama berkenaan dengan wacana berbentuk report.
Bahan Ajar
1. Berkomunikasi lisan dan tertulis menggunakan ragam bahasa yang sesuai dengan lancar dan akurat dalam wacana interaksional dan/atau monolog terutama berkenaan dengan wacana berbentuk naratif, prosedur, spoof/recount, report, dan news item.
Kompetensi Dasar
Bahan Ajar
Standart kompetensi
LKS Modul Kaset dll.
Mengidentifikasi kelompok kata sifat
Kegiatan Pembelajaran
Materi Pembelajaran
Mendiskusikan teks report yang didengar.
Mengidentifikasi adjective phrase.
Teks berbentuk report. Adjective phrase.
Indikator
1.1. Mendengarkan, Memahami wacana transaksional dan interpersonal ringan dan/atau monolog lisan terutama berkenaan dengan wacana berbentuk report.
1. Berkomunikasi lisan dan tertulis menggunakan ragam bahasa yang sesuai dengan lancar dan akurat dalam wacana interaksional dan/atau monolog terutama berkenaan dengan wacana berbentuk naratif, prosedur, spoof/recount, report, dan news item.
Kompetensi Dasar
Bahan Ajar
3. Prinsip kecukupan, artinya materi yang diajarkan hendaknya cukup memadai
dalam membantu siswa menguasai kompetensi dasar yang diajarkan. Materi tidak
boleh terlalu sedikit, dan tidak boleh terlalu banyak. Jika terlalu sedikit akan
kurang membantu mencapai SK dan KD. Sebaliknya, jika terlalu banyak akan
membuang-buang waktu dan tenaga yang tidak perlu untuk mempelajarinya.
G. Pengembangan Kurikulum Terhadap Bahan Ajar
Ada beberapa alasan, mengapa guru perlu untuk mengembangkan bahan ajar.
Beberapa alasan-alasan tersebut didasarkan antara lain; ketersediaan bahan sesuai
tuntutan kurikulum, karakteristik sasaran, dan tuntutan pemecahan masalah belajar.
Selain itu, pengembangan bahan ajar harus memperhatikan tuntutan kurikulum,
artinya bahan belajar yang akan kita kembangkan harus sesuai dengan kurikulum.
Dalam Kurikukulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Standar Kompetensi
Lulusan (SKL) telah ditetapkan oleh pemerintah, namun bagaimana strategi untuk
mencapainya serta apa saja bahan ajar yang hendak digunakan merupakan kewengan
penuh dari para pendidik sebagai tenaga profesional. Dalam hal ini, guru dituntut
sebagai pengembang kurikulum termasuk di dalamnya memiliki kemampuan dalam
mengembangkan bahan ajar sendiri.
Ada tiga azas penting dalam pengembangan kurikulum yakni azas filosofis,
psikologis, dan sosiologis teknologis. Berdasarkan azas tersebut, lebih lengkap
dikemukakan bahwa isi atau materi kurikulum harus bersumber pada hal tersebut
yaitu:
a. Masyarakat beserta budayanya
Sekolah berfungsi untuk mempersiapkan anak didik agar dapat hidup di
masyarakat. Dengan demikian apa yang dibutuhkan masyarakat harus menjadi bahan
pertimbangan dalam menentukan isi kurikulum. Kebutuhan masyarakat yang harus
diperhatikan dalam pengembangan kurikulum meliputi masyarakat dalam lingkungan
sekitar (lokal), masyarakat dalam tatanan nasional dan masyarakat global
b. Siswa
Tugas dan fungsi pendidikan adalah untuk mengembangkan seluruh potensi
siswa. Sehubungan dengan pentingnya anak sebagai sumber materi kurikulum,
beberapa hal yang perlu dilakukan diantaranya:
Kurikulum sebaiknya disesuaikan dengan perkembangan anak,
Isi kurikulum sebaiknya mencakup pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang
dapat digunakan siswa dalam pengalamannya sekarang dan juga berguna untuk
menghadapi pada masa yang akan datang,
Siswa hendaknya didorong untuk belajar kegiatannya sendiri dan tidak sekedar
penerima secara pasif apa yang diberikan oleh guru,
Apa yang dipelajari siswa hendaknya sesuai dengan minat dan keinginan siswa,
Bahan atau materi kurikulum dapat bersumber dari disiplin ilmu baik yang
berumpun ilmu-imu sosial (social science) maupun ilmu-ilmu alam (natural science).
Selanjutnya yang perlu diperhatikan ialah bagaimana cakupan dan keluasan serta
kedalaman materi atau isi dalam setiap bidang studi.
Berdasarkan pemikiran yang dikemukakan di atas, kata kunci yang dapat
ditemukan agar guru dapat mengatasi kesulitan tersebut ialah perlunya guru
mengembangkan bahan ajar yang tepat. Apabila dalam pelaksanaan pembelajaran
nantinya materi pembelajaran yang akan disampaikan bersifat abstrak, maka bahan
ajar harus dikemas agar dapat membantu siswa untuk menggambarkan sesuatu yang
abstrak menjadi lebih kongkrit sehingga mudah dicerna. Upaya tersebut dapat
dilakukan dengan memanfaatkan penggunaan gambar, grafik, tabel, diagram, foto,
audiovisual, skema, dan lain sebagainya. Begitu pula dengan materi yang rumit, guru
harus dapat menjelaskan dengan cara yang sederhana, mudah dipahami dan
disesuaikan dengan tingkat berfikir dan nalar siswa. Inilah yang mendasari alasan
mengapa guru perlu mengembangkan bahan ajar.
H. Prosedur Pengembangan Bahan Ajar
Depdiknas (2007) merinci prosedur pengembangan bahan ajar, yaitu
diantaranya sebagai berikut. Pertama, menentukan kriteria pokok pemilihan bahan
ajar dengan mengidentifikasi Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD).
Hal ini dikarenakan setiap aspek dalam SK dan KD jenis materi yang berbeda-beda
dalam kegiatan pembelajaran. Kedua, mengidentifikasi jenis-jenis materi bahan ajar.
Materi pembelajaran dibedakan menjadi jenis materi aspek kognitif (fakta, konsep,
prinsip dan prosedur), aspek afektif (pemberian respon, penerimaan, internalisasi, dan
penilaian) serta aspek psikomotorik (gerakan awal, semi rutin, dan rutin). Ketiga,
mengembangkan bahan ajar yang sesuai atau relevan dengan SK-KD yang telah
teridentifikasi tadi. Keempat, mengembangkan sumber bahan ajar.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Desain pembelajaran adalah praktek penyusunan media teknologi komunikasi dan isi
untuk membantu agar dapat terjadi transfer pengetahuan secara efektif antara guru dan
peserta didik. Proses ini berisi penentuan status awal dari pemahaman peserta didik,
perumusan tujuan pembelajaran, dan merancang "perlakuan" berbasis-media untuk
membantu terjadinya transisi. Idealnya proses ini berdasar pada informasi dari teori
belajar yang sudah teruji secara pedagogis dan dapat terjadi hanya pada siswa, dipandu
oleh guru, atau dalam latar berbasis komunitas.
Bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu Pengajar dalam
melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Bahan yang dimaksud bisa berupa bahan tertulis
maupun bahan tidak tertulis. Untuk sistematika penyusunan bahan ajar itu sendiri meliputi
prinsip relevansi, konsistensi, dan kecukupan. Bahan ajar bertujuan dapat menimbulkan
minat baca, ditulis dan dirancang untuk peserta didik, menjelaskan tujuan instruksional,
disusun berdasarkan pola belajar yang fleksibel, struktur berdasarkan kebutuhan peserta didik
dan kompetensi akhir yang akan dicapai, memberi kesempatan pada peserta didik untuk
berlatih, Mengakomodasi kesulitan peserta didik, memberikan rangkuman, gaya penulisan
komunikatif dan semi formal, kepadatan berdasar kebutuhan peserta didik, dikemas untuk
proses instruksional, mempunyai mekanisme untuk mengumpulkan umpan balik dari peserta
didik, menjelaskan cara mempelajari bahan ajar.
Saran
Saran dalam makalah ini agar setiap materi perkuliahan disediakan: Rangkuman
memungkinkan mahasiswa mempelajari kembali bagian yang penting dari suatu topik
pelajaran, Latihan yang dilakukan dalam berbagai konteks dapat memperbaiki tingkat daya
ingat dan retensi, Tindak lanjut berisi umpan balik kepada mahasiswa. Fungsi umpan balik
dalam bahan ajar adalah agar mahasiswa mampu mengukur kemampuannya sendiri. Daftar
pustaka dicantumkan dalam bahan ajar agar mahasiswa yang ingin mengetahui lebih lengkap
atau lebih jauh tentang suatu persoalan dari sumber referensi tertentu dapat dilacak