Top Banner
PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI BERBASIS TEKNOLOGI Upaya Meningkatkan Daya Saing dan Nilai Tambah Produk I. PENDAHULUAN Pengembangan agroindustri berbasis tekonolgi dimaksudkan untuk mewujudkan agroindustri yang memiliki daya saing secara berkesinambungan. Kesinambungan daya saing tersebut ditempuh melalui peningkatan nilai tambah yang dilakukan antara lain melalui peningkatan efisiensi proses produksi, peningkatan kualitas produk, serta penciptaan produk baru. Hal demikian dapat dicapai melalui pengembangan dan pemanfaatan teknologi. Dengan demikian maka peningkatan daya saing dan nilai tambah tidak dapat dilepaskan dari proses pengembangan dan pemanfaatan teknologi secara berkelanjutan. Artinya industri yang dapat meningkatkan daya saing dan nilai tambah produknya hanyalah industri yang dirancang dan dikembangkan atas basis teknologi yang kuat. Daya saing produk dapat diartikan sebagai kemampuan produk tersebut menarik konsumen/pengguna untuk mengeluarkan dananya untuk membeli produk yang dihasilkan. Setiap konsumen akan menggunakan 3 (tiga) pertimbangan utama dalam menentukan produk yang akan dibeli, yaitu kualitas, harga, dan waktu penyerahan (dikenal dengan QCD – Quality, Cost, and Delivery). Ketiga faktor tersebut sangat ditentukan oleh jenis teknologi yang digunakan. Karena daya saing suatu produk selalu dibandingkan dengan daya saing produk sejenis atau produk substitusi yang dihasilkan oleh perusahaan atau negara lain maka peningkatan daya saing menjadi tugas mutlak bagi perusahaan atau negara. Dengan demikian maka pengembangan teknologi juga menjadi mutlak dilakukan. Pengembangan teknologi yang ditujukan untuk meningkatkan daya saing menjadi bagian tidak terpisahkan dari proses pengembangan usaha. Artinya bahwa basis pengembangan industri yang dirancang agar memiliki daya saing secara berkelanjutan adalah teknologi. Dengan basis teknologi yang kuat akan meningkatkan daya saing dan nilai tambah produk, yang pada akhirnya akan meningkatkan kuntungan usaha yang dilakukan. Pemikiran demikian menjadi
19

PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI BERBASIS TEKNOLOGI

Feb 17, 2023

Download

Documents

mch rizky
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI BERBASIS TEKNOLOGI

PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI BERBASIS TEKNOLOGI

Upaya Meningkatkan Daya Saing dan Nilai Tambah Produk

I. PENDAHULUAN

Pengembangan agroindustri berbasis tekonolgi dimaksudkan untuk

mewujudkan agroindustri yang memiliki daya saing secara berkesinambungan.

Kesinambungan daya saing tersebut ditempuh melalui peningkatan nilai tambah

yang dilakukan antara lain melalui peningkatan efisiensi proses produksi,

peningkatan kualitas produk, serta penciptaan produk baru. Hal demikian dapat

dicapai melalui pengembangan dan pemanfaatan teknologi. Dengan demikian

maka peningkatan daya saing dan nilai tambah tidak dapat dilepaskan dari proses

pengembangan dan pemanfaatan teknologi secara berkelanjutan. Artinya industri

yang dapat meningkatkan daya saing dan nilai tambah produknya hanyalah

industri yang dirancang dan dikembangkan atas basis teknologi yang kuat.

Daya saing produk dapat diartikan sebagai kemampuan produk tersebut

menarik konsumen/pengguna untuk mengeluarkan dananya untuk membeli

produk yang dihasilkan. Setiap konsumen akan menggunakan 3 (tiga)

pertimbangan utama dalam menentukan produk yang akan dibeli, yaitu kualitas,

harga, dan waktu penyerahan (dikenal dengan QCD – Quality, Cost, and

Delivery). Ketiga faktor tersebut sangat ditentukan oleh jenis teknologi yang

digunakan. Karena daya saing suatu produk selalu dibandingkan dengan daya

saing produk sejenis atau produk substitusi yang dihasilkan oleh perusahaan atau

negara lain maka peningkatan daya saing menjadi tugas mutlak bagi perusahaan

atau negara. Dengan demikian maka pengembangan teknologi juga menjadi

mutlak dilakukan. Pengembangan teknologi yang ditujukan untuk meningkatkan

daya saing menjadi bagian tidak terpisahkan dari proses pengembangan usaha.

Artinya bahwa basis pengembangan industri yang dirancang agar memiliki daya

saing secara berkelanjutan adalah teknologi. Dengan basis teknologi yang kuat

akan meningkatkan daya saing dan nilai tambah produk, yang pada akhirnya akan

meningkatkan kuntungan usaha yang dilakukan. Pemikiran demikian menjadi

Page 2: PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI BERBASIS TEKNOLOGI

landasan kenapa industri, termasuk agroindustri menjadi penting dikembangkan

atas basis teknologi.

Berdasarkan tahapan produksi dalam sistem agroindustri kelapa sawit

(agrosawit), pengembangan dan pemanfaatan teknologi untuk meningkatkan daya

saing dan nilai tambah produk berlangsung pada tahapan proses produksi pada :

(1) penyiapan lahan, (2) pembibitan, menyangkut teknologi peningkatan

produktivitas, rendemen, umur tanaman, dan kualitas produk (terutama minyak);

(3) budidaya, menyangkut teknologi pemupukan, jarak tanam efektif,

pemberantasan hama dan penyakit, pemberantasan gulma, serta teknik tumpang

sari; (4) pemanenan, menyangkut teknologi pemetikan tandan buah segar (TBS)

dan teknologi transportasi, (5) pengolahan TBS, menyangkut teknologi

pemasakan buah, ekstraksi, pemisahan, dan teknologi pengolahan limbah; serta

(6) teknologi proses produk hilir yang sangat bervariasi (tergantung pada jenis

produk yang akan diolah.

Diversifikasi produk hilir kelapa sawit sangat prospektif untuk

dikembangkan. Dari pohon industri kelapa sawit, terdapat minimal 57 jenis

alternatif produk yang dapat dihasilkan (Lampiran 1). Dari 57 jenis tersebut

hanya 15 jenis merupakan produk akhir, sedangkan sisanya merupakan bahan

baku industri lain untuk diproses lebih lanjut. Ketidakmampuan untuk

mengembangkan diversifikasi produk hilir disebabkan oleh keterbatasan

kemampuan teknologi. Sebagai contoh teknologi ekstraksi karoten dan tokoperol

dari CPO masih menhdapai kendala, terutama karena proses ekstraksi CPO yang

menggunakan tempertaur tinggi akan merusak kedua bahan tersebut. Demikian

juga halnya dengan alternatif produk lainnya.

Uraian di atas menunjukkan bahwa pengembangan agroindutsri kelapa sawit

berbasis tekonologi untuk meningkatkan daya saing usaha dan nilai tambah

produk di masa depan masih terbuka luas.

II. TEKNOLOGI DAN NILAI TAMBAH

Page 3: PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI BERBASIS TEKNOLOGI

1. Nilai Tambah dan Efisiensi

Dalam industri yang berbasis teknologi proses peningkatan nilai tambah

akan berlangsung pada setiap tahapan proses. Proses peningkatan nilai tambah

merupakan serangkaian upaya yang dilakukan untuk meningkatkan hasil (output)

dari output atau menurunkan nilai input sebelumnya. Artinya kinerja proses

peningkatan nilai tambah ditunjukkan oleh perbandingan ouput dan input dari

proses sebelumnya. Jika nilai perbandingan tersebut lebih besar dari 1, maka

terjadi proses peningkatan nilai tambah dan sebaliknya. Secara matematik, nilai

tambah dapat dirumuskan sebagai berikut :

VA (Value Added) = OUTPUT/INPUT

VA > 1, peningkatan nilai tambah

VA < 1, penurunan nilai tambah

VA = 1, tidak terjadi perubahan nilai tambah

Berdasakan persamaan tersebut, maka peningkatan nilai tambah dapat

dilakukan dengan 3 (tiga) strategi, yaitu : (1) peningkatan output (kualitas,

kuantitas, atau nilai output) dengan input yang tetap, (2) penurunan input

(kuantitas, kualitas, atau nilai input), dengan output yang tetap, atau (3)

peningkatan output dan input secara bersamaan, namun nilai peningkatan output

lebih besar dari peningkatan input. Karena peningkatan nilai tambah sangat terkait

dengan efisiensi, produktivitas, dan kualitas produk maka peningkatan nilai

tambah tidak terlepas dari jenis teknologi yang digunakan.

2. Nilai Tambah dan Peningkatan Nilai Bahan.

Seperti diuraikan sebelumnya bahwa diantara tujuan pengembangan dan

pemanfaatan teknologi adalah untuk meningkatkan kualitas produk (termasuk

nilai jual produk) serta untuk menciptakan produk baru. Kedua tujuan tersebut

Page 4: PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI BERBASIS TEKNOLOGI

dimaksudkan untuk meningkatkan nilai tambah. Gambaran sederhana tentang

kaitan antara teknologi dengan nilai bahan sering dikemukakan oleh B.J. Habibie

pada berbagai kesempatan. Beliau memberikan perbandingan nilai tambah logam

yang digunakan untuk memproduksi mobil Kijang dengan mobil Mercedes Benz.

Nilai logam untuk memproduksi kedua mobil tersebut adalah sama dan nilai

logam setelah mobil tersebut dihancurkan dan dibeli oleh pedagang besi bekas

juga sama. Namun perbandingan nilai mobil Kijang dengan mobil Mercedes Benz

yang sama-sama baru bisa mencapai 1 : 15 atau lebih. Tingginya nilai Mercedes

Benz tersebut lebih banyak disebabkan karena teknologi yang digunakan lebih

tinggi dari teknologi yang digunakan untuk memproduksi mobil Kijang sehingga

kulaitasnyapun lebih baik. Dengan kualitas yang lebih baik maka konsumen

bersedia membayar lebih mahal atas kepuasan yang diberikan dari penggunaan

teknologi yang yang lebih baik. Berdasarkan uraian tersebut maka nilai tambah

dapat juga dirumuskan sebagai berikut :

VA (Value Added) = ∆ NILAI BAHAN

Semakin besar nilai ∆ (delta) bahan yang digunakan untuk menghasilkan

produk setelah produk tersebut dibuat berarti semakin tinggi nilai tambah yang

diperoleh.

3. Nilai Tambah dan Diversifikasi Produk.

Kaitan antara peningkatan nilai tambah dengan diversifikasi produk

banyak digunakan terhadap penggunaan bahan baku yang mengandung berbagai

komponen yang dapat menghasilkan produk lain atau bahan baku yang dapat

diproses lebih lanjut untuk menghasilkan produk yang bernilai tambah tinggi.

Kasus seperti ini banyak terjadi pada industri yang mengolah komoditas pertanian

atau agroindustri. Komoditas pertanian umumnya mengandung berbagai jenis

komponen yang jika menggunakan teknologi yang sesuai akan dapat dihasilkan

berbagai jensi produk atau dikenal dengan diversifikasi produk. Diversifikasi

produk dapat berlangsung secara vertikal maupun horizontal. Diversifikasi

vertikal adalah upaya untuk menghasilkan produk baru dengan mengolah lebih

lanjut produk sebelumnya sehingga nilai tambahnya semakin tinggi. Diversifikasi

Page 5: PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI BERBASIS TEKNOLOGI

horzontal dimaksudkan untuk mendayagunakan seoptimal mungkin seluruh

komponen yang terdapat dalam bahan. Sebagai contoh ekstraksi karoten sebagai

pro-vitamin A dari CPO adalah diversifikasi horizontal, sementara produksi

minyak goreng dan fatty acid dari CPO adalah proses diversifikasi vertikal.

Atas uraian tersebut, maka nilai tambah dapat juga dirumuskan untuk

menggambarkan seberapa jauh proses diversifikasi produk dari suatu bahan baku

sehingga nilai tambahnya semakin meningkat, dengan rumusan sebagai berikut :

VA (Value Added) = ∆ DIVERSIFIKASI PRODUK

Semakin banyak atau semakin jauh diversifikasi produk dilakukan akan

memberikan nilai tambah yang sangat signifikan.

Sebagai gambaran, peningkatan nilai tambah produk kelapa sawit

diuraikan pada Tabel 1. Produk level pertama kelapa sawit berupa CPO akan

memberikan nilai tambah sekitar 30 % dari nilai tandan buah segar (TBS), jika

diolah menjadi minyak goreng nilai tambahnya meningkat menjadi 50 % basis

TBS dan 20 % basis CPO. Selanjutnya jika diolah menjadi asam lemak (fatty

acid) nilai tambahnya menjadi 100 % basis TBS, menjadi ester nilai tambah yang

diperoleh meningkat menjadi sekitar 150 – 200 % basis TBS, menjadi surfactan

atau emulsifier nilai tambahnya menjadi sekitar 300 – 400 % basis TBS,

selanjutnya jika diolah menajdi bahan kosmetik nilai tambah yang diperoleh

meningkat menjadi sekitar 600 – 1000 % basis TBS (Tabel 1). Diversifikasi

produk kelapa sawit tersebut hanya bisa dilakukan melalui pengembangan dan

penerapan teknologi.

Page 6: PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI BERBASIS TEKNOLOGI

III. TEKNOLOGI DAN DAYA SAING AGROSAWIT

Uraian sebelumnya menjelaskan bahwa sangat sulit melakukan

peningkatan nilai tambah tanpa melalui pengembangan dan pemanfaatan

teknologi, demikian juga halnya dengan agrosawit. Pengembangan agrosawit

berdayasaing sangat ditentukan oleh kinerja masing-masing subsistem. Kinerja

subsistem perkebunan dapat dilihat dari efisiensi dan efektifitas setiap tahapan

aktivitas yang terdiri dari aktivitas pembukaan lahan, penanaman, pemeliharaan

tanaman dan pemanenan. Kinerja subsistem pabrik PKS dapat dilihat dari

aktivitas investasi pabrik dan proses pengolahan TBS menjadi CPO dan PK.

Sedangkan kinerja subsistem industri hilir dilihat dari kinerja seluruh industri hilir

yang ada.

Setiap aktivitas memerlukan biaya baik untuk investasi maupun

operasional yang harus dikelola efisien, dan menghasilkan ouput yang tinggi.

Dalam hal ini Indeks Produktivitas Kebun (IPK), Indeks Produktivitas Pabrik

PKS (IPP), dan Indeks Produktivitas Hilir (IPH) merupakan salah satu indikator

untuk melihat kinerja perkebunan dan pabrik PKS dan industri hilir. Semakin

tinggi IPK, IPP, dan IPH agrosawit akan semakin meningkatkan dayasaing

agrosawit yang akan dikembangkan. Artinya, Indeks Produktivitas Agrosawit

(IPA) dapat dirumuskan sebagai berikut :

Page 7: PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI BERBASIS TEKNOLOGI

IPA = IPK + IPP + IPH

dimana,

IPA : Indeks Produktivitas Agrosawit

IPK : Indeks Produktivitas Kebun Sawit

IPP : Indeks Produktivitas Pabrik PKS

IPH : Indeks Produktivitas Industri Hilir Sawit

Gambar 1 menunjukkan keterkaitan subsistem perkebunan dan subsistem pabrik

PKS serta berbagai jenis teknologi yang dibutuhkan. Dari gambar tersebut dapat

dikaji lebih jauh tentang kaitan antara teknologi dengan IPK dan IPP.

Indeks Produktivitas Perkebunan (IPP) dipengaruhi oleh biaya produksi

dan produktivitas kebun. Biaya produksi kebun dipengaruhi oleh biaya investasi

dan biaya opreasional. Biaya investasi terdiri dari harga/sewa lahan, biaya

pembukaan lahan, harga bibit, biaya penanaman, biaya pembangunan jalan dan

jembatan, serta biaya pemeliharaan (1-3 tahun). Biaya opersional terdiri dari

gaji/upah, pupuk, pemberantasan hama/penyakit, alat/mesin/perkakas,

pemeliharaan jalan/jembatan, transportasi, pemanenan, dan biaya modal (cost of

money). Produktivitas kebun sangat ditentukan oleh jenis bibit yang digunakan,

umur tanaman, kelas lahan, dan teknologi budidaya yang digunakan. Dari

berbagai varibel yang menentukan biaya produksi dan produktivitas kebun

tersebut sangat terkait dengan jenis teknologi yang digunakan. Artinya bahwa IPP

sangat ditentukan oleh teknologi.

Seperti halnya dengan IPP, Indeks Produktivitas Pabrik PKS (IPK)

ditentukan oleh biaya produksi dan produktivitas. Biaya produksi pabrik terdiri

dari gaji/upah, harga alat/perkakas, bahan kimia, harga TBS, energi, air,

transportasi, pemeliharaan, penyusutan, pengemasan, asuransi, dan biaya modal

(cost of money) yang kesemuanya terkait dengan jenis teknologi yang digunakan.

Produktivitas pabrik, terutama ditentukan oleh rendemen CPO dan PK. Rendemen

tersebut dipengaruhi dua faktor, yaitu kualitas TBS dan teknologi proses yang

digunakan yang keduanya ditentukan oleh jenis teknologi yang digunakan.

Page 8: PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI BERBASIS TEKNOLOGI

Kualitas TBS terkait dengan teknologi pembibitan, budidaya, pemanenan, dan

transportasi. Teknologi proses ditentukan oleh jenis teknologi mesin dan peralatan

yang digunakan. Atas uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa dayasaing

agrosawit dapat ditingkatkan melalui pengembangan agrosawit yang berbasis

tekonologi.

Page 9: PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI BERBASIS TEKNOLOGI

Gambar 1. Bagan Alir Interaksi Antara Perkebunan dengan Pabrik PKS

Page 10: PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI BERBASIS TEKNOLOGI

IV. PERAN TEKNOLOGI DALAM PENINGKATAN EFISIENSI PROSES

Penerapan teknologi dalam Agrosawit telah memberikan dampak pada

peningkatan produktivitas, efisiensi, dan pelestarian lingkungan hidup. Terdapat 5

(lima) kelompok teknologi dalam Sistem Agrosawit, yaitu teknologi pembukaan

dan penyiapan lahan, pembibitan, budidaya, pengolahan TBS, dan teknologi

pengolahan limbah.

Dampak penerapan teknologi di Malaysia telah berhasil meningkatkan efisiensi

peroduksi CPO yang ditunjukan dari penurunan biaya produksi per ton CPO dari

US $ 746 pada tahun 1951 menjadi US $ 260 pada tahun 1991 (Jalani, 1998),

selanjutnya menurun menjadi US $ 132,2 pada tahun 1999 (Kartasasmita, 2000).

Penurunan biaya terbesar terjadi pada biaya proses dari US $ 746 (1951) menjadi

US $ 11,05 (1999). Secara lengkap, peningkatan efisiensi produksi kelapa sawit di

Malaysia terlihat pada Tabel 2.

Teknologi Pembibitan

Aplikasi teknologi pembibitan memberikan dampak berupa peningkatan

produktivitas, memperpanjang umur tanaman menghasilkan, meningkatkan

rendemen, dan meningkatkan kualitas minyak. Rakyat pekebun dan usaha

perkebunan akan menerapkan teknologi pembibitan yang baru jika pendapatan

atau keuntungan penggunaan teknologi pembibitan yang baru lebih besar atau

Page 11: PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI BERBASIS TEKNOLOGI

sama dengan pendapatan atau keuntungan dengan menggunakan teknologi

pembibitan yang lama.

Dari berbagai aktivitas penelitian yang dilakukan untuk menemukan bibit yang

berkualitas, saat ini terdapat 12 varietas bibit unggul kelapa sawit yang telah

digunakan secara komersial, sedangkan bibit hasil kultur jaringan telah digunakan

secara terbatas. Keunggulan teknologi bibit dinilai dari 5 (lima) kriteria, yaitu :

umur tanaman menghasilkan, produksi TBS, potensi minyak yang dapat

diekstraksi (Oil Extraction Rate, OER), produksi CPO, dan produksi inti sawit

(Tabel 3). Dari Tabel tersebut terlihat bahwa masing-masing jenis bibit memiliki

keunggulan yang berbeda-beda. Harga bibit bukan merupakan faktor pembatas

dalam pengembangan agrosawit karena dari sigi biaya investasi nilainya hanya

sekitar 0,4 – 0,7 persen dari total investasi perkebunan.

Teknologi Budidaya

Aplikasi teknologi budidaya memberikan dampak berupa peningkatan

produktivitas, optimasi pendayagunaan lahan melalui tumpangsasi tanaman dan

ternak, pengurangan penggunaan input (pupuk, pestisida dan insektisida),

peningkatan produktivitas tenaga kerja. Penentuan jenis teknologi budidaya yang

akan diaplikasikan didasarkan pada kriteria bahwa pendapatan/keuntungan

penggunaan teknologi budidaya yang baru harus lebih besar atau sama dengan

Page 12: PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI BERBASIS TEKNOLOGI

pendapatan/keuntungan dengan menggunakan teknologi budidaya yang lama.

Terdapat dua faktor pembatas produktivitas tanaman sawit yaitu umur tanaman

dan kelas lahan. Namun kenyataan menunjukkan bahwa terdapat variasi

produktivitas pada umur dan kelas lahan yang sama. Hal ini kemungkinan

disebabkan oleh perbedaan aplikasi teknologi budidaya.

Terdapat berbagai penelitian yang terkait dengan teknologi budidaya dan telah

siap diterpakan. Pengembangan tanaman tumpang sari, seperti jagung dan jati

super serta tanaman lainnya. Selain itu juga telah ada berbagai penelitian tumpang

sari dengan ternak kambing. Penggunaan biofertilizer di Indonesia dengan merk

Emas mampu menghemat biaya pupuk sebesar 35 - 59 %. (Goenadi, D.H, 1998).

Dalam teknik peremajaan tanaman kelapa sawit dengan teknik "underplanting"

akan mempercepat tanaman menghasilkan menjadi kurang dari 3 tahun.

Peremajaan tanaman dengan sistem interplanting menghemat biaya investasi

peremajaan tanaman sebesar 18,7 % dan meningkatkan efektivitas penggunaan

lahan sebesar 14 %.

Teknologi Pengolahan

Pengolahan TBS menjadi CPO dan PK melalui berbagi tahapan. Dimulai dari

proses sterilisasi TBS yang bertujuan untuk memudahkan pelepasa buah dari

tandan. Dilanjutkan dengan proses treshing untuk memisahkan buah dengan

tandan. Buah yang terpisah selanjutnya dilakukan digestion dan pressing untuk

menisahkan minyak kasar kotor dengan serat dan biji. Untuk memisahkan minyak

kasar kotor dengan sludge dilakukan proses clarification. Hasil proses clarification

selanjutnya dilakukan purifying dan drying untuk menghasilkan minyak kelapa

sawit (Sludge Palm Oil, CPO). Untuk memisahkan minyak yang terikut pada

sludge dilakukan proses centrifuge.

Pengolahan inti sawit (palm kernel, PK) dilakukan proses depericarping untuk

menisahkan PK dan serat buah. Pengurangan kadar air PK dilakukan dua tahap,

yaitu proses drying/cracking dan winnowing. Proses akhir PK dilakukan dengan

dua tahap yaitu proses hydrocyclon untuk membersihkan biji, dan proses drying

Page 13: PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI BERBASIS TEKNOLOGI

untuk proses pengeringan akhir. Limbah cair kelapa sawit yang sebagian besar

berasal dari proses centrifuge selanjutnya diolan di unit pengolahan limbah.

Berdasarkan standar proses PPKS Medan berdasarkan rendemen CPO sebesar

21,8 % dan PK 5,6 %, untuk kapasitas pabrik 30 ton TBS/jam massa yang masuk

setiap jam terdiri dari TBS 30 ton steam sebesar 6,72 ton, air 9,7 ton, dan minyak

pemancing (crude oil) 2,7 ton. Massa yang keluar terdiri dari CPO 6,54 ton, PK

1,68 ton, tandan kosong 6,45 ton, serat buah basah 3,68 ton, serat buah kering

1,53 ton, PK basah/rusak (wet shell) 0,18 ton, serta air dan kotoran sebesar 0,42

ton. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk emningkatkan peningkatan

rendemen dan peningkatan efesiensi penggunaan air dan energi.

Teknologi Pemanfaatan Limbah

Terdapat 6 (enam) jenis limbah yang dihasilkan dari agroindustri kelapa sawit,

yaitu : limbah cair, tandan kosong sawit, serat buah, cangkang, pelepah, dan

batang sawit. Potensi masing-masing limbah tersebut menurut Pamin dkk (1998)

potensi limbah pabrik kelapa sawit seperti terlihat pada Tabel 4.

Untuk pemanfaatan limbah cair, telah dikembangkan teknologi Limbah Kelapa

Sawit di PPKS Medan yang diberi nama LPKS. Terdapat 3 (tiga) keuntungan

penggunaan LPKS untuk pupuk, yaitu : mengurangi biaya pengolahan limbah

sebesar 50 - 60 %, menghemat penggunaan pupuk anatara 50%, dan

meningkatkan produktivitas sebesar 27 %. Selain itu juga berdampak mengurangi

pencemaran air sungai dan mengurangi areal untuk pembuatan kolam limbah.

Teknologi pengolahan limbah yang dikembangkan oleh Malaysia mampu

mengurangi volume limbah menjadi 0,25 ton/tonTBS dengan BOD sekitar 10.000

mg/l, sedangkan dengan teknologi konvensional menhasilkan limbah 0,60 ton/ton

TBS dengan BOD 25.000 mg/l.

Potensi limbah cair sebagai sumber pupuk cukup besar. Setiap 1 (satu) ton CPO

menghasilkan limbah cair sebanyak 5 ton dengan BOD 20.000 - 60.000 mg/l.

Setiap 100 ton LPKS mengandung/setara dengan 156 kg Urea, 25 kg TSP, 250 kg

MOP, dan 100 kg kiserit. Dengan mengaplikasikan teknik aplikasi Limbah Pabrik

Page 14: PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI BERBASIS TEKNOLOGI

Kelapa sawit (LPKS) adalah mengalirkan limbah dari kolam limbah melalui pipa

ke bak distribusi dengan kadar BOD 3.500 - 5.000 mg/l. Produktivitas TBS pada

dosis LPKS 12,33 mm ECH (equivalen curah hujan) yang dikombinasikan dengan

dosis pupuk 50 % dari anjuran meningkat sebesar 27 persen.

Pemanfaatan TKS sebagai bahan baku pulp dan kertas menunjukkan bahwa kertas

yang dihasilkan dari 78,22 % dari pulp TKS dan pulp pinus merkusi sebesar 21,78

% pada skala pilot menghasilkan kertas kategori A berdasarkan Standar Nasional

Indonesia. Dengan campuran antara 30 % pulp TKS dan 70 % pulp pinus merkusi

menghasilkan kertas yang kualitasnya sama dengan kertas dari pulp merkusi 100

% (Guritno, dkk, 1995). Sedangkan sebagai sumber energi, kandungan kalori TKS

sebesar 4.888 kcal/kg (solar 10.500 kcal/ltr) sedangkan serta sebesar 4586

kcal/kg. Pembuatan kompos dari TKS sebagai pupuk mampu menghasilkan

keuntungan sebesar US $ 11,38 - US $14,95 (D.H. Goenadi, dkk, 1998).

Alternatif pemanfaatan pelepan sebagai pupuk dan bahan baku pulp. Sedangkan

batang dapat dimanfaatkan sebagai bahan meubelir dan papan partikel. Cangkang

dapat diolah menjadi sumber energi atau arang aktif.

Semua uraian tesebut menunjukkan bahwa peran teknologi untuk meningkatkan

nilai tambah dalam agrosawit sangat signifikan dan masih terbuka saat ini dan

jangka panjang.

V. STRATEGI PENGEMBANGAN AGROSAWIT BERBASIS

TEKNOLOGI

Secara umum, terdapat 3 (tiga) tujuan pengembangan teknologi pengembangan

usaha yang bergerak dalam bidang agroindustri, yaitu : (1) mempertahankan

kompetensi teknis terhadap usaha yang ada melalui pengembangan produk dan

proses, (2) pengembangan pasar pada bisnis yang sama atau pengembangan jenis

bisnis baru melalui inovasi produk dan proses baru, serta (3) pengembangan dan

pendayagunaan kunggulan kompetitif melalui proses alih dan integrasi teknologi.

Page 15: PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI BERBASIS TEKNOLOGI

Seperti halnya dengan industri lain, pengembangan teknologi dalam agrosawit

ditujukan untuk peningkatan daya saing. Peningkatan daya saing melalui

pengembangan teknologi terkait erat dengan proses inovasi. Menurut Bertz (1994)

bahwa proses inovasi teknologi umumnya melalui 5 (lima) aktivitas yang

berlangsung dalam siklus (cyclic innovation proces), yaitu : (1) antisipasi

teknologi (technology anticipation) menyangkut kajian tentang kelayakan ilmiah

dan kelayakan teknis, (2) akuisisi teknologi (technology acquisition) menyangkut

aktifitas penemuan dan alih teknologi, (3) penerapan teknologi (technology

implementation) menyangkut aktivitas desain dan uji coba, (4) eksploitasi

teknologi (technology exploitation) menyangkut aktivitas produksi dan pemasaran

produk, serta (5) simulasi teknologi (technology simulation) menyangkut aplikasi

dan analisis kinerja teknologi yang diterapkan.

Seperti diuraikan sebelumnya bahwa pengembangan agroindustri berbasis

teknologi memerlukan sistem pengelolaan yang menempatkan teknologi sebagai

variabel yang terkait pada seluruh rencana pengembangan. Atas dasar pemikiran

tersebut, terdapat 9 (sembilan) aktivitas yang berlangsung dalam proses

pengelolaan agroindustri berbasis teknologi, yaitu : (1) peramalan teknologi dan

pasar, (2) analisis daya saing produk dan proses produksi, (3) perkiraan product

life –cycle, (4) analisis perbedaan keuntungan dengan perusahaan/industri lain, (5)

analisis peta pengembangan produk, (6) perencanaan pengembangan produk baru,

(7) perencanaan pengembangan proses dan manufaktur, (8) perencanaan

pemasaran, dan (9) perencanaan usaha.

Pengembangan agrosawit berbasis teknologi di Indonesia hendaknya dilaksanakan

secara bersamaan untuk 6 (enam) aspek, yaitu :

1. Mempertahankan kemampuan teknis. Mempertahankan kompetensi

teknis pada masing-masing tahapan proses produksi dalam perusahaan

sehingga kemampuan teknis yang dimiliki menjadi lebih unggul dengan

perusahaan atau negara lain. Dengan kemampuan teknis yang tinggi akan

meningkatkan efisiensi yang selanjutnya akan meningkatkan daya saing

agrosawit Indoensia.

Page 16: PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI BERBASIS TEKNOLOGI

2. Peningkatan Daya Saing Produk. Aktivitas ini dimaksudkan untuk

meningkatkan daya saing produk yang dihasilkan Indonesia saat ini,

terutama CPO. Seperti diketahui bahwa daya saing CPO Indonesia masih

unggul dengan Malaysia. Biaya produksi CPO di Indoensia rata-rata US $

140 – 160 per ton sementara biaya produksi Malaysia antara US $ 180 –

200 per ton. Rendahnya biaya produksi CPO Indonesia bukan disebabkan

oleh tingginya produktivitas, tetapi lebih disebabkan oleh rendahnya biaya

tenaga kerja. Daya saing demikian merupakan daya saing "semu" yang

mengorbankan tenaga kerja.

3. Peningkatan Efisiensi Proses. Atas pertimbangan bahwa Indonesia masih

memiliki sumberdaya lahan yang besar dan tenaga kerja yang relatif

murah maka peningkatan efisiensi proses lebih diutamakan pada upaya

untuk penggunaan teknologi yang mengurangi penggunaan bahan baku

yang terkait dengan nilai tukar rupiah, seperti penggunaan pupuk,

permberantas hama dan penyakit, serta penemuan teknologi proses dan

peralatan/mesin yang lebih banyak menggunakan produk lokal.

Peningkatan efisiensi proses yang juga penting dilakukan adalah

pengurangan penggunaan energi dan air.

4. Inovasi Produk Baru. Inovasi produk baru hendaknya menjadi perhatian

utama dalam pengmbangan agrosawit. Seperti diuraikan sebelumnya

bahwa terdapat minimal 57 alternatif produk yang dapat dihasilkan

sebagai produk hilir agrosawit yang kesemuanya sudah memiliki prospek

pasar. Inovasi produk baru hendaknya dilaksanakan secara selektif dan

bertahap dengan menempatkan nilai tambah sebagai indikator utama

dalam menentukan produk yang akan dikembangkan.

5. Inovasi Proses Baru. Dalam agrosawit, inovasi proses baru dimaksudkan

untuk melakukan divesifikasi produk (vertikal dan horizontal) dan untuk

meningkatkan efisiensi proses. Seperti halnya untuk melakukan ekstraksi

karoten dari CPO (diversifikasi horizontal) dan pengembangan produk

hilir dari CPO (diversifikasi vertikal) diperlukan inovasi proses baru

produksi. Demikian juga halnya dengan berbagai inovasi teknologi proses

untuk masing-masing tahapan proses produksi.

Page 17: PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI BERBASIS TEKNOLOGI

6. Inovasi Bisnis Baru. Karena pengembangan agrosawit ke depan juga

dimaksudkan untuk pengembangan produk baru maka strategi yang

dikembangkan tidak dapat dilepaskan dari proses inovasi bisnis baru.

Inovasi bisnis baru hendaknya dilakukan secara horizontal dan vertikal.

Inovasi horizontal dilakukan dengan memperluas tujuan pasar untuk

produk yang sama, sedangkan inovasi vertikal delakukan untuk membuka

pasar baru bagi produk baru yang dihasilkan.

VI. PENUTUP

Kemajuan suatu industri, termasuk agroindustri sangat ditentukan oleh daya saing

usaha dan daya saing usaha sangat ditentukan oleh nilai tambah dan daya saing

produk yang dihasilkan. Baik nilai tambah maupun daya saing produk sangat

ditentukan oleh jenis dan tingkat teknologi yang digunakan oleh industri tersebut.

Dengan demikian, maka pengembangan agroindustri berbasis teknologi menjadi

sangat strategis di tengah persaingan global yang sedang berlangsung.

Pengembangan agroindustri berbasis teknologi memerlukan perencanaan yang

memasukkan perencanaan teknologi sebagai bagian integral dari proses

pengembangan bisnis. Karena pengembangan teknologi memerlukan biaya yang

tinggi, maka diperlukan kerjasama yang baik antar pemerintah dengan dunia

usaha yang mengarah pada terdistribusinya beban biaya secara proporsional pada

seluruh stakeholder, termasuk pemerintah.

Pengembangan agroindustri kelapa sawit berbasis teknologi memiliki prospek

yang cerah untuk masa depan bangsa Indonesia. Pengembangan demikian

dimaksudkan untuk merubah landasan pengembangan agrosawit yang lebih

mengutamakan pemanfaatan keunggulan komparatif dalam pengembangannya

menjadi lebih mendasarkan pada pengembangan keunggulan kompetitif di masa

depan. Perubahan daya saing yang berbasis pada keunggulan komparatif menjadi

daya saing berbasis keunggulan kompetitif mutlak memerlukan penerapan

teknologi maju untuk masing-masing tahapan proses produksi. Penerapan dan

pengembangan teknologi demikian merupakan strategi pengembangan agrosawit

berbasis teknologi.

Page 18: PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI BERBASIS TEKNOLOGI

Narasumber : Muhammad Said Didu

PUSTAKA

Betz, F. 1994. Strategic Technology Management. McGraw-Hill International Ed.

. New York.

Goenadi, D.H., Y. Away, Y. Sukin, H.H. Yusuf. 1998. Pilot Sacle Composting of

Empty Fruit Bunches of Oil Palm Using Lignocellosic – Decomposing

Bioreactor. Di dalam Proceedings 1998 International Oil Palm Conference,

Commodity of the past, today, ang the future. Indonesian Oil Palm Research

Institut. Medan, Indonesia.

Goeritno, P., Darnoko, P.M. Naibaho, and W. Pratiwi. 1995. Produksi Pulp dan

Kertas dari Tandan Kosong Kelapa Sawit pada Skala Pilot. Journal Penelitian

Kelapa Sawit, 1 (1), 89:100.

Jalani, B.S. 1998. Research and Development of Oil Palm toward The Millenium.

Di dalam Proceedings 1998 International Oil Palm Conference, Commodity of the

past, today, ang the future. Indonesian Oil Palm Research Institut. Medan,

Indonesia.

Jauch L. R. and W. F. Glueck. 1988. Business Policy and Strategic Management.

McGraw-Hill International Inc., New York.

Miyawaki, Y. 1998. Major Contribution of Crude Palm Oil and Palm Kernel Oil

in The Oleochemical Industry. Di dalam Proceedings 1998 International Oil Palm

Conference, Commodity of the past, today, ang the future. Indonesian Oil Palm

Research Institut. Medan, Indonesia.

Pamin, K dan L. Buana. 1999. Development and the oil palm industry in

Indonesia. Proceedings PORIM International Palm Oil Congress. 1-6 February

1999. Kuala Lumpur. Malaysia.

Page 19: PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI BERBASIS TEKNOLOGI

Said Didu, 1999. Peran Teknologi dalam Memajukan Agroindustri. Makalahn

pada Seminar Perencanaan Agroindustri, Jurusan Teknologi Industri Pertanian

FATETA-IPB, tanggal 13 Desember 1999. Balairung AMN FATETA IPB,

Kampus IPB Darmaga Bogor,

Said Didu, M. 2000. Rancang Bangun Sistem Pengembangan Agroindustri Kelapa

Sawit untuk Perekonomian Daerah. Disertasi Doktor IPB (tidak diterbitkan).

Said Didu, M. 2003. Kinerja Agroindustri Indonesia. Majalah Agrimedia Volume

8 – No 2, April 2003, p: 16 – 25.

Suryana, A. 1998. Trade Prospects of Indonesia Palm Oil in The International

Markets fo Fats an Oils. Disertasi Phd. Pada North Caroline State University,

Raleigh (Tidak dipulikasikan).

Tan Sauw Liang. 1998. Oil Pam Cost in Indonesia. Di dalam Proceedings 1998

International Oil Palm Conference, Commodity of the past, today, ang the future.

Indonesian Oil Palm Research Institut. Medan, Indonesia.

Tobing. 1996. Prospek Pemanfaatan Limbah Cair PKS untuk Tanaman Kelapa

Sawit Menghasilkan. Warta PPKS Vol. 4 (1) : 23 - 28.

Tondok, A. R. 1998. Production and Marketing of The Indonesian Palm Oil : Past,

Present, and The Future. Di dalam Proceedings 1998 International Oil Palm

Conference, Commodity of the past, today, ang the future. Indonesian Oil Palm

Research Institut. Medan, Indonesia.

Yusoff, M. 1988. Production and Trade Medel for Industry Minyak Sawit

Malaysia. ASEAN Economic Bulletin (5)2 : 167-177.