PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI BERBASIS TEKNOLOGI Upaya Meningkatkan Daya Saing dan Nilai Tambah Produk I. PENDAHULUAN Pengembangan agroindustri berbasis tekonolgi dimaksudkan untuk mewujudkan agroindustri yang memiliki daya saing secara berkesinambungan. Kesinambungan daya saing tersebut ditempuh melalui peningkatan nilai tambah yang dilakukan antara lain melalui peningkatan efisiensi proses produksi, peningkatan kualitas produk, serta penciptaan produk baru. Hal demikian dapat dicapai melalui pengembangan dan pemanfaatan teknologi. Dengan demikian maka peningkatan daya saing dan nilai tambah tidak dapat dilepaskan dari proses pengembangan dan pemanfaatan teknologi secara berkelanjutan. Artinya industri yang dapat meningkatkan daya saing dan nilai tambah produknya hanyalah industri yang dirancang dan dikembangkan atas basis teknologi yang kuat. Daya saing produk dapat diartikan sebagai kemampuan produk tersebut menarik konsumen/pengguna untuk mengeluarkan dananya untuk membeli produk yang dihasilkan. Setiap konsumen akan menggunakan 3 (tiga) pertimbangan utama dalam menentukan produk yang akan dibeli, yaitu kualitas, harga, dan waktu penyerahan (dikenal dengan QCD – Quality, Cost, and Delivery). Ketiga faktor tersebut sangat ditentukan oleh jenis teknologi yang digunakan. Karena daya saing suatu produk selalu dibandingkan dengan daya saing produk sejenis atau produk substitusi yang dihasilkan oleh perusahaan atau negara lain maka peningkatan daya saing menjadi tugas mutlak bagi perusahaan atau negara. Dengan demikian maka pengembangan teknologi juga menjadi mutlak dilakukan. Pengembangan teknologi yang ditujukan untuk meningkatkan daya saing menjadi bagian tidak terpisahkan dari proses pengembangan usaha. Artinya bahwa basis pengembangan industri yang dirancang agar memiliki daya saing secara berkelanjutan adalah teknologi. Dengan basis teknologi yang kuat akan meningkatkan daya saing dan nilai tambah produk, yang pada akhirnya akan meningkatkan kuntungan usaha yang dilakukan. Pemikiran demikian menjadi
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI BERBASIS TEKNOLOGI
Upaya Meningkatkan Daya Saing dan Nilai Tambah Produk
I. PENDAHULUAN
Pengembangan agroindustri berbasis tekonolgi dimaksudkan untuk
mewujudkan agroindustri yang memiliki daya saing secara berkesinambungan.
Kesinambungan daya saing tersebut ditempuh melalui peningkatan nilai tambah
yang dilakukan antara lain melalui peningkatan efisiensi proses produksi,
peningkatan kualitas produk, serta penciptaan produk baru. Hal demikian dapat
dicapai melalui pengembangan dan pemanfaatan teknologi. Dengan demikian
maka peningkatan daya saing dan nilai tambah tidak dapat dilepaskan dari proses
pengembangan dan pemanfaatan teknologi secara berkelanjutan. Artinya industri
yang dapat meningkatkan daya saing dan nilai tambah produknya hanyalah
industri yang dirancang dan dikembangkan atas basis teknologi yang kuat.
Daya saing produk dapat diartikan sebagai kemampuan produk tersebut
menarik konsumen/pengguna untuk mengeluarkan dananya untuk membeli
produk yang dihasilkan. Setiap konsumen akan menggunakan 3 (tiga)
pertimbangan utama dalam menentukan produk yang akan dibeli, yaitu kualitas,
harga, dan waktu penyerahan (dikenal dengan QCD – Quality, Cost, and
Delivery). Ketiga faktor tersebut sangat ditentukan oleh jenis teknologi yang
digunakan. Karena daya saing suatu produk selalu dibandingkan dengan daya
saing produk sejenis atau produk substitusi yang dihasilkan oleh perusahaan atau
negara lain maka peningkatan daya saing menjadi tugas mutlak bagi perusahaan
atau negara. Dengan demikian maka pengembangan teknologi juga menjadi
mutlak dilakukan. Pengembangan teknologi yang ditujukan untuk meningkatkan
daya saing menjadi bagian tidak terpisahkan dari proses pengembangan usaha.
Artinya bahwa basis pengembangan industri yang dirancang agar memiliki daya
saing secara berkelanjutan adalah teknologi. Dengan basis teknologi yang kuat
akan meningkatkan daya saing dan nilai tambah produk, yang pada akhirnya akan
meningkatkan kuntungan usaha yang dilakukan. Pemikiran demikian menjadi
landasan kenapa industri, termasuk agroindustri menjadi penting dikembangkan
atas basis teknologi.
Berdasarkan tahapan produksi dalam sistem agroindustri kelapa sawit
(agrosawit), pengembangan dan pemanfaatan teknologi untuk meningkatkan daya
saing dan nilai tambah produk berlangsung pada tahapan proses produksi pada :
(1) penyiapan lahan, (2) pembibitan, menyangkut teknologi peningkatan
produktivitas, rendemen, umur tanaman, dan kualitas produk (terutama minyak);
(3) budidaya, menyangkut teknologi pemupukan, jarak tanam efektif,
pemberantasan hama dan penyakit, pemberantasan gulma, serta teknik tumpang
sari; (4) pemanenan, menyangkut teknologi pemetikan tandan buah segar (TBS)
dan teknologi transportasi, (5) pengolahan TBS, menyangkut teknologi
pemasakan buah, ekstraksi, pemisahan, dan teknologi pengolahan limbah; serta
(6) teknologi proses produk hilir yang sangat bervariasi (tergantung pada jenis
produk yang akan diolah.
Diversifikasi produk hilir kelapa sawit sangat prospektif untuk
dikembangkan. Dari pohon industri kelapa sawit, terdapat minimal 57 jenis
alternatif produk yang dapat dihasilkan (Lampiran 1). Dari 57 jenis tersebut
hanya 15 jenis merupakan produk akhir, sedangkan sisanya merupakan bahan
baku industri lain untuk diproses lebih lanjut. Ketidakmampuan untuk
mengembangkan diversifikasi produk hilir disebabkan oleh keterbatasan
kemampuan teknologi. Sebagai contoh teknologi ekstraksi karoten dan tokoperol
dari CPO masih menhdapai kendala, terutama karena proses ekstraksi CPO yang
menggunakan tempertaur tinggi akan merusak kedua bahan tersebut. Demikian
juga halnya dengan alternatif produk lainnya.
Uraian di atas menunjukkan bahwa pengembangan agroindutsri kelapa sawit
berbasis tekonologi untuk meningkatkan daya saing usaha dan nilai tambah
produk di masa depan masih terbuka luas.
II. TEKNOLOGI DAN NILAI TAMBAH
1. Nilai Tambah dan Efisiensi
Dalam industri yang berbasis teknologi proses peningkatan nilai tambah
akan berlangsung pada setiap tahapan proses. Proses peningkatan nilai tambah
merupakan serangkaian upaya yang dilakukan untuk meningkatkan hasil (output)
dari output atau menurunkan nilai input sebelumnya. Artinya kinerja proses
peningkatan nilai tambah ditunjukkan oleh perbandingan ouput dan input dari
proses sebelumnya. Jika nilai perbandingan tersebut lebih besar dari 1, maka
terjadi proses peningkatan nilai tambah dan sebaliknya. Secara matematik, nilai
tambah dapat dirumuskan sebagai berikut :
VA (Value Added) = OUTPUT/INPUT
VA > 1, peningkatan nilai tambah
VA < 1, penurunan nilai tambah
VA = 1, tidak terjadi perubahan nilai tambah
Berdasakan persamaan tersebut, maka peningkatan nilai tambah dapat
dilakukan dengan 3 (tiga) strategi, yaitu : (1) peningkatan output (kualitas,
kuantitas, atau nilai output) dengan input yang tetap, (2) penurunan input
(kuantitas, kualitas, atau nilai input), dengan output yang tetap, atau (3)
peningkatan output dan input secara bersamaan, namun nilai peningkatan output
lebih besar dari peningkatan input. Karena peningkatan nilai tambah sangat terkait
dengan efisiensi, produktivitas, dan kualitas produk maka peningkatan nilai
tambah tidak terlepas dari jenis teknologi yang digunakan.
2. Nilai Tambah dan Peningkatan Nilai Bahan.
Seperti diuraikan sebelumnya bahwa diantara tujuan pengembangan dan
pemanfaatan teknologi adalah untuk meningkatkan kualitas produk (termasuk
nilai jual produk) serta untuk menciptakan produk baru. Kedua tujuan tersebut
dimaksudkan untuk meningkatkan nilai tambah. Gambaran sederhana tentang
kaitan antara teknologi dengan nilai bahan sering dikemukakan oleh B.J. Habibie
pada berbagai kesempatan. Beliau memberikan perbandingan nilai tambah logam
yang digunakan untuk memproduksi mobil Kijang dengan mobil Mercedes Benz.
Nilai logam untuk memproduksi kedua mobil tersebut adalah sama dan nilai
logam setelah mobil tersebut dihancurkan dan dibeli oleh pedagang besi bekas
juga sama. Namun perbandingan nilai mobil Kijang dengan mobil Mercedes Benz
yang sama-sama baru bisa mencapai 1 : 15 atau lebih. Tingginya nilai Mercedes
Benz tersebut lebih banyak disebabkan karena teknologi yang digunakan lebih
tinggi dari teknologi yang digunakan untuk memproduksi mobil Kijang sehingga
kulaitasnyapun lebih baik. Dengan kualitas yang lebih baik maka konsumen
bersedia membayar lebih mahal atas kepuasan yang diberikan dari penggunaan
teknologi yang yang lebih baik. Berdasarkan uraian tersebut maka nilai tambah
dapat juga dirumuskan sebagai berikut :
VA (Value Added) = ∆ NILAI BAHAN
Semakin besar nilai ∆ (delta) bahan yang digunakan untuk menghasilkan
produk setelah produk tersebut dibuat berarti semakin tinggi nilai tambah yang
diperoleh.
3. Nilai Tambah dan Diversifikasi Produk.
Kaitan antara peningkatan nilai tambah dengan diversifikasi produk
banyak digunakan terhadap penggunaan bahan baku yang mengandung berbagai
komponen yang dapat menghasilkan produk lain atau bahan baku yang dapat
diproses lebih lanjut untuk menghasilkan produk yang bernilai tambah tinggi.
Kasus seperti ini banyak terjadi pada industri yang mengolah komoditas pertanian
atau agroindustri. Komoditas pertanian umumnya mengandung berbagai jenis
komponen yang jika menggunakan teknologi yang sesuai akan dapat dihasilkan
berbagai jensi produk atau dikenal dengan diversifikasi produk. Diversifikasi
produk dapat berlangsung secara vertikal maupun horizontal. Diversifikasi
vertikal adalah upaya untuk menghasilkan produk baru dengan mengolah lebih
lanjut produk sebelumnya sehingga nilai tambahnya semakin tinggi. Diversifikasi
horzontal dimaksudkan untuk mendayagunakan seoptimal mungkin seluruh
komponen yang terdapat dalam bahan. Sebagai contoh ekstraksi karoten sebagai
pro-vitamin A dari CPO adalah diversifikasi horizontal, sementara produksi
minyak goreng dan fatty acid dari CPO adalah proses diversifikasi vertikal.
Atas uraian tersebut, maka nilai tambah dapat juga dirumuskan untuk
menggambarkan seberapa jauh proses diversifikasi produk dari suatu bahan baku
sehingga nilai tambahnya semakin meningkat, dengan rumusan sebagai berikut :
VA (Value Added) = ∆ DIVERSIFIKASI PRODUK
Semakin banyak atau semakin jauh diversifikasi produk dilakukan akan
memberikan nilai tambah yang sangat signifikan.
Sebagai gambaran, peningkatan nilai tambah produk kelapa sawit
diuraikan pada Tabel 1. Produk level pertama kelapa sawit berupa CPO akan
memberikan nilai tambah sekitar 30 % dari nilai tandan buah segar (TBS), jika
diolah menjadi minyak goreng nilai tambahnya meningkat menjadi 50 % basis
TBS dan 20 % basis CPO. Selanjutnya jika diolah menjadi asam lemak (fatty
acid) nilai tambahnya menjadi 100 % basis TBS, menjadi ester nilai tambah yang
diperoleh meningkat menjadi sekitar 150 – 200 % basis TBS, menjadi surfactan
atau emulsifier nilai tambahnya menjadi sekitar 300 – 400 % basis TBS,
selanjutnya jika diolah menajdi bahan kosmetik nilai tambah yang diperoleh
meningkat menjadi sekitar 600 – 1000 % basis TBS (Tabel 1). Diversifikasi
produk kelapa sawit tersebut hanya bisa dilakukan melalui pengembangan dan
penerapan teknologi.
III. TEKNOLOGI DAN DAYA SAING AGROSAWIT
Uraian sebelumnya menjelaskan bahwa sangat sulit melakukan
peningkatan nilai tambah tanpa melalui pengembangan dan pemanfaatan
teknologi, demikian juga halnya dengan agrosawit. Pengembangan agrosawit
berdayasaing sangat ditentukan oleh kinerja masing-masing subsistem. Kinerja
subsistem perkebunan dapat dilihat dari efisiensi dan efektifitas setiap tahapan
aktivitas yang terdiri dari aktivitas pembukaan lahan, penanaman, pemeliharaan
tanaman dan pemanenan. Kinerja subsistem pabrik PKS dapat dilihat dari
aktivitas investasi pabrik dan proses pengolahan TBS menjadi CPO dan PK.
Sedangkan kinerja subsistem industri hilir dilihat dari kinerja seluruh industri hilir
yang ada.
Setiap aktivitas memerlukan biaya baik untuk investasi maupun
operasional yang harus dikelola efisien, dan menghasilkan ouput yang tinggi.
Dalam hal ini Indeks Produktivitas Kebun (IPK), Indeks Produktivitas Pabrik
PKS (IPP), dan Indeks Produktivitas Hilir (IPH) merupakan salah satu indikator
untuk melihat kinerja perkebunan dan pabrik PKS dan industri hilir. Semakin
tinggi IPK, IPP, dan IPH agrosawit akan semakin meningkatkan dayasaing
agrosawit yang akan dikembangkan. Artinya, Indeks Produktivitas Agrosawit
(IPA) dapat dirumuskan sebagai berikut :
IPA = IPK + IPP + IPH
dimana,
IPA : Indeks Produktivitas Agrosawit
IPK : Indeks Produktivitas Kebun Sawit
IPP : Indeks Produktivitas Pabrik PKS
IPH : Indeks Produktivitas Industri Hilir Sawit
Gambar 1 menunjukkan keterkaitan subsistem perkebunan dan subsistem pabrik
PKS serta berbagai jenis teknologi yang dibutuhkan. Dari gambar tersebut dapat
dikaji lebih jauh tentang kaitan antara teknologi dengan IPK dan IPP.
Indeks Produktivitas Perkebunan (IPP) dipengaruhi oleh biaya produksi
dan produktivitas kebun. Biaya produksi kebun dipengaruhi oleh biaya investasi
dan biaya opreasional. Biaya investasi terdiri dari harga/sewa lahan, biaya
pembukaan lahan, harga bibit, biaya penanaman, biaya pembangunan jalan dan
jembatan, serta biaya pemeliharaan (1-3 tahun). Biaya opersional terdiri dari