Page 1
SISTEM PENGELOLAAN PASAR DI PRAJA MANGKUNEGARAN
PADA MASA PEMERINTAHAN MANGKUNEGARA VII
TAHUN 1916-1944
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan
guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Ilmu Sejarah
Fakultas Sastra Dan Seni Rupa
Universitas Sebelas Maret
OLEH:
ACHMAD SHOFA
C. 0504003
FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
Page 2
ii
SISTEM PENGELOLAAN PASAR DI PRAJA MANGKUNEGARAN
PADA MASA PEMERINTAHAN MANGKUNEGORO VII
TAHUN 1916-1944
Disusun Oleh:
Achmad Shofa
C. 0504003
Telah disetujui oleh pembimbing
Pembimbing,
Drs. Sri Agus, M.Pd
NIP. 195908131986031001
Mengetahui,
Ketua Jurusan Ilmu Sejarah
Dra. Sri Wahyuningsih, M.Hum
NIP. 195402231986012001
Page 3
iii
SISTEM PENGELOLAAN PASAR DI PRAJA MANGKUNEGARAN
PADA MASA PEMERINTAHAN MANGKUNEGORO VII
TAHUN 1916-1944
Disusun oleh
ACHMAD SHOFA
C. 0504003
Telah disetujui oleh Tim Penguji Skripsi
Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret
Pada Tanggal:
Jabatan Nama Tanda Tangan
Ketua Dra. Sawitri Pri Prabawati, M.Pd. ---------------------------------
NIP. 195806011986012001
Sekretaris Dra. Sri Wahyuningsih, M.Hum ---------------------------------
NIP. 195402231986012001
Penguji I Drs. Sri Agus, M.Pd. ---------------------------------
NIP. 195908131986031001
Penguji II Dr. Warto, M.Hum ---------------------------------
NIP. 196109251986031001
Dekan
Fakultas Sastra Dan Seni Rupa
Universitas Sebelas Maret
Drs. Sudarno, M.A
NIP. 195303141985061001
Page 4
iv
PERNYATAAN
Nama : ACHMAD SHOFA
NIM : C0504003
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul Sistem Pengelolaan Pasar
di Praja Mangkunegaran Pada Masa Pemerintahan Mangkunegara VII Tahun 1916-
1944 adalah betul-betul karya sendiri, bukan plagiat dan tidak dibuatkan oleh orang
lain. Hal-hal yang bukan karya saya, dalam skripsi ini diberi tanda citasi (kutipan)
dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia
menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh dari
skripsi tersebut.
Surakarta, 2010
Yang membuat pernyataan,
ACHMAD SHOFA
Page 5
v
MOTTO
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang (Q.S. Al Fatihah: 1)
Seseorang yang makan hasil usahanya sendiri, itu lebih baik.
(HR. Bukhari)
Page 6
vi
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan untuk:
Ayah dan Bunda tercinta
Kakak-kakakku tersayang
Adik-adikku tersayang
Almamater
Page 7
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan
karunia, berkah, dan rahmat-Nya sehingga penulis berhasil dalam menyelesaikan
penyusunan skripsi ini sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Sastra di Jurusan
Sastra dan Seni Rupa, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penulis menyadari dengan segala keterbatasan kemampuan yang dimiliki
penulis, bahwa terwujudnya skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan, pengarahan,
bantuan serta dorongan dari berbagai pihak secara langsung maupun tidak langsung
kepada penulis. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih
kepada:
1. Drs. Sudarno, MA, selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa yang telah
memberikan kemudahan dan ijin untuk melakukan penelitian.
2. Dra. Sri Wahyuningsih, M. Hum, selaku Ketua Jurusan dan Pembimbing
Akademik yang telah memberikan ijin dalam penulisan skripsi ini.
3. Drs. Sri Agus, M. Pd, selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan
banyak bimbingan dan arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini.
4. Seluruh dosen Jurusan Ilmu Sejarah yang telah memberikan banyak ilmu
kepada penulis.
5. Seluruh staf UPT Perpustakaan Pusat UNS yang telah membantu penulis
memperoleh referensi dalam penulisan skripsi.
Page 8
viii
6. Seluruh staf Perpustakaan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas
Maret.
7. Seluruh staf Perpustakaan Reksapustaka Mangkunegaran.
8. Teman-teman angkatan 2004, Andika, Daryadi, Amin, Imah, Nurus, Ning, dll
yang telah banyak memberikan bantuan dan dorongan selama belajar di
Jurusan Ilmu Sejarah dan selama menyusun skripsi ini.
9. Ayah, Ibu, kakak-kakak ku, Adik-adik ku yang selalu memberi saran,
dorongan dan semangat kepada penulis.
10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah
membantu dalam penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh
dari sempurna. Oleh karena itu penulis menharapkan kritik dan saran demi
kesempurnaaan skripsi ini. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini berguna
bagi pembaca.
Surakarta,
Penulis.
Page 9
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN ......................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN ......................................................................... iv
HALAMAN MOTTO ...................................................................................... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................... vi
KATA PENGANTAR ..................................................................................... vii
DAFTAR ISI .................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xii
DAFTAR GRAFIK .......................................................................................... xiv
DAFTAR ISTILAH ......................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xvi
ABSTRAK ....................................................................................................... xviii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ...................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................ 7
C. Tujuan Penelitian ................................................................. 7
D. Manfaat Penelitian ............................................................... 8
E. Tinjauan Pustaka .................................................................. 8
F. Metode Penelitian ................................................................ 12
G. Sistematika Penulisan .......................................................... 17
BAB II PERKEMBANGAN PASAR DI PRAJA MANGKUNEGARAN
PADA MASA PEMERINTAHAN MANGKUNEGARA VII (1916-
1944)
A. Pasar-Pasar Kabupaten Dalamkota Mangkunegaran ........... 18
B. Pasar-Pasar Kabupaten Karanganyar ................................... 37
C. Pasar-Pasar Kabupaten Wonogiri ........................................ 42
Page 10
x
BAB III SISTEM PENGELOLAAN PASAR DI PRAJA
MANGKUNEGARAN PADA MASA MANGKUNEGARA VII
(1916-1944)
A. Pengelolaan Pasar ................................................................ 51
1. Kabupaten Parimpuna ................................................... 51
2. Peraturan Pasar ............................................................. 56
3. Sistem Retribusi ............................................................ 62
4. Rarantaman Keluar Masuknya Uang Praja
Mangkunegaran ............................................................ 65
5. Perawatan dan Perbaikan Pasar .................................... 66
6. Kasus-Kasus yang Terjadi ............................................ 67
B. Peran Mangkunegara VII dalam Pengelolaaan Pasar .......... 68
1. Pembentukan Kabupaten Parimpuna ............................ 69
2. Pengembangan Pasar .................................................... 69
3. Subsidi Dana ................................................................. 71
BAB IV DAMPAK SOSIAL EKONOMI PASAR BAGI MASYARAKAT
MANGKUNEGARAN PADA MASA PEMERINTAHAN
MANGKUNEGARA VII
A. Terjadinya Urbanisasi .......................................................... 73
B. Membuka Lapangan Pekerjaan Baru .................................. 77
C. Meningkatkan Taraf Ekonomi Masyarakat ...................... 81
BAB V KESIMPULAN ............................................................................... 86
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 89
DAFTAR INFORMAN ................................................................................... 92
LAMPIRAN .................................................................................................... 96
Page 11
xi
DAFTAR TABEL
1. Pendapatan Pasar Mangkunegaran Tahun 1928-1929 ..................................... 20
2. Susunan Acara Penghargaan Triwindu Tanggal 24-25 Juni 1939 ................... 29
3. Tarif Kereta Api Jurusan Solo Kota – Boyolali ............................................... 36
4. Tarif Kereta Api Jurusan Solo Kota – Prambanan ........................................... 37
5. Tarif Kereta Api Jurusan Solo Kota – Wonogiri .............................................. 50
6. Gaji Inspektur, Ajund Inspektur, dan Punggawa Lainnya ............................... 55
7. Gaji Punggawa Pasar ........................................................................................ 56
Page 12
xii
DAFTAR GRAFIK
1. Pendapatan Pasar Mangkunegaran Tahun 1918-1926 ..................................... 21
2. Jumlah Pasar Tahun 1928 - 1938 ..................................................................... 23
3. Pengeluaran Pasar Mangkunegaran Tahun 1919-1927 .................................... 72
Page 13
xiii
DAFTAR ISTILAH
1. Istilah
Barter : Tukar-menukar.
Cikar : Alat transportasi pada jaman dahulu
Ider : Berjualan dengan cara berkeliling dari satu tempat
ke tempat lain.
Koplakan (Standplaats) : Tempat untuk menaruh gerobak/ binatang tarikan
Kulakan :
Legiun : Pasukan bala tentara
Los : Tempat untuk berdagang..
Lurah : Kepala kalurahan.
Nglaju : perpindahan penduduk dari desa ke kota.
Padhasaran pasar : Tempat untuk meletakkan barang dagangan.
Palataran pasar : Halaman pasar.
Panewu : Kepala rendahan yang membawahi 1000 cacah
Inspektur Markwezen : Kepala pasar
Villa park : Pemukiman orang-orang Eropa
Vorstenlanden : Kerajaan Jawa
Wedana : Kepala distrik.
2. Singkatan
B.R.M.H : Bendara Raden Mas Harya
H.I.S : Hollands Inlandshe Scholl
K.G.P.A.A : Kangjeng Gusti Pangeran Ario Adipati.
K.R.T. : Kanjeng Raden Tumenggung
R.M : Raden Mas
Page 14
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
1. Peta Kota Mangkunegaran Tahun 1939 ........................................................... 96
2. Denah Pasar Legi Tahun 1939 ......................................................................... 97
3. Gambar-Gambar Pasar Legi............................................................................. 98
4. Daftar Banyaknya Hasil Pasar dalam Daerah Mangkunegaran Tahun 1928-
1929 .................................................................................................................. 100
5. Surat – Surat tentang Biaya Untuk Perbaikan Pasar dan Perbaikan Pasar
Legi .................................................................................................................. 105
6. Hal: Rencananya Jalannya Lomba Lari 10 Km Sebagai Penghormatan
Triwindu 25 juni 1939 ..................................................................................... 107
7. Berkas Habisnya Uang untuk Begrooting Perayaan Triwindu dan Partinituin
Tahun 1939 ...................................................................................................... 109
8. Keluarnya Uang Perjamuan Triwindu Bertahtanya Mangkunegoro VII yang
Dikeluarkan oleh Kabupaten Mandrapura ....................................................... 113
9. Rarantaman Keluar Masuknya Uang Praja Mangkunegaran dari Kabupaten
Parimpuna ........................................................................................................ 116
Page 15
xv
ABSTRAK
Achmad Shofa. C0504003. 2010. Sistem Pengelolaan Pasar di Praja
Mangkunegaran Pada Masa Pemerintahan Mangkunegara VII Tahun 1916 – 1944.
Skripsi: Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
Penelitian ini berjudul Sistem Pengelolaan Pasar di Praja Mangkunegaran
Pada Masa Pemerintahan Mangkunegara VII Tahun 1916 – 1944. Penelitian ini
dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui (1) Perkembangan pasar di praja
Mangkunegaran pada masa Mangkunegara VII (2) Sistem pengelolaan pasar di praja
Mangkunegaran pada masa Mangkunegara VII (3) Pengaruh sosial ekonomi pasar
bagi masyarakat Mangkunegaran pada masa Mangkunegara VII.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode historis yang
bertumpu pada empat tahapan yaitu heuristik atau pengumpulan data, kritik sumber
yang terdiri kritik intern dan ekstern, interpretasi atau analisis data, dan historiografi
atau penulisan hasil penelitian. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah
studi dokumen dan studi pustaka. Dari pengumpulan data, kemudian data dianalisa
dan diinterpretasikan berdasarkan kronologisnya. Untuk menganalisis data,
digunakan pendekatan ilmu sosial yang lain sebagai ilmu bantu ilmu sejarah.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan ekonomi, dan
sosiologi
Dari penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa perkembangan pasar-
pasar tradisional milik Mangkunegaran pada masa KGPAA Mangkunegara VII
mengalami peningkatan. Hal ini dapat diketahui dari adanya upaya-upaya
Mangkunegoro VII dalam pengembangan pasar-pasar tradisional, seperti pendirian
pasar-pasar baru, renovasi pasar, perbaikan pasar baik yang rusak ringan ataupun
rusak berat dan pengadaan fasilitas-fasilitas untuk kegiatan di pasar. Selain itu
Mangkunegara VII juga membuat beberapa perturan pasar yang termuat dalam
Rijksblad Mangkunegaran. Pada masa Mangkunegara VII juga terdapat sistem
pengelolaan pasar yang sudah terstruktur dengan baik.
Adanya pengembangan pasar tradisional di kota Mangkunegaran mempunyai
dampak baik bagi masyarakat Mangkunegaran maupun bagi Praja Mangkunegaran
sendiri. Keberadaan pasar tradisional, dapat membuka lapangan pekerjaan baru bagi
masyarakat Mangkunegaran, dengan mendapatkan lapangan pekerjaan mereka dapat
meningkatkan taraf ekonomi keluarganya. Akibatnya jumlah pengangguran akan
semakin berkurang, Selain itu pendapatan praja juga akan meningkat dari hasil
penjualan karcis sewa pasar.
Page 16
xvi
ABSTRCT
Achmad Shofa. C0504003. 2010. Market management system in Praja
Mangkunegaran at Mangkunegara VII government period at 1916 – 1944. Thesis:
Faculty of Letters and Fine Arts, Sebelas Maret University.
The title of this research is Market management system in Praja
Mangkunegaran at Mangkunegara VII government period at 1916 – 1944. The
purposes of this research are to show the market development in Praja
Mangkunegaran at Mangkunegara VII period. The market management system in
Praja Mangkunegaran at Mangkunegara VII period. The social and economic
influence for the residents of Mangkunegaran at Mangkunegara VII period.
The method of this research is historic method consist of four steps, there are
heuristic, resource critic consist of intern critic and extern critic, interpretation or
analytical data, and historiograpic. The collecting data technique is document study
and book study. From collecting data, data will be annalistic and interoperated based
on the chronological. For annalistic data, another social knowledge approach used as
helpful study in history knowledge. The approach used in this research is economic
approach and sociologic approach.
From the research we can conclude that traditional markets development
belongs to Mangkunegaran in KGPAA Mangkunegara VII period was developed. It
can showed by Mangkunegoro VII efforts in developing traditional markets, for
example building new markets, renovating market, recycling hard broken market or
low broken market, and making facilitation for market activities. Beside that,
Mangkunegara VII also makes some market rules in Rijksblad Mangkunegaran. In
Mangkunegara VII period also any market management system has been constructed
well.
The traditional market development in Mangkunegaran city have good
influences for the resident and Praja Mangkunegaran itself. Traditional market can
give field of endeavor for Mangkunegaran resident, with have job the resident can
improve their family economic. So the amount of unemployment will be decrease.
Beside that the Praja income also can be decrease from market rent ticket selling.
Page 17
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam ilmu Ekonomi menurut Baptist Say, teori ekonomi dibagi menjadi
empat kegiatan ekonomi yaitu produksi, distribusi, pertukaran, dan konsumsi yang
komuditasnya berupa barang dan jasa.1 Manusia melakukan berbagai kegiatan
ekonomi tersebut untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pada awalnya untuk
memenuhi kebutuhannya, manusia melakukan perdagangan dengan sistem barter
atau saling menukar barang. Dalam sistem barter, suatu barang tertentu ditukar
dengan barang lain tanpa menggunakan standar alat tukar. Kegiatan tukar itu
muncul karena adanya kebutuhan masyarakat dan itu terjadi dengan berdasarkan
pada suatu persepakatan antar kelompok orang.
Setelah sistem mata uang masuk dalam kehidupan ekonomi masyarakat,
maka kegiatan pertukaran itu kemudian diganti dengan menggunakan uang
sebagai alat tukar yang disebut sistem jual-beli. Pada perkembangan selanjutnya,
seiring dengan semakin bertambahnya kebutuhan ekonomi masyarakat maka
diperlukan suatu tempat tertentu untuk mendapatkan barang kebutuhan mereka.
Selain itu barang-barang produksi setelah dikonsumsi sendiri juga membutuhkan
penyaluran. Berdasarkan kebutuhan-kebutuhan itulah, diperlukan tempat untuk
bertemu antar orang di berbagai jurusan untuk menjual, membeli atau menukar,
1 Marsidi Joyodipuro, 1966, Himpunan Kuliah-Kuliah Pengantar Ilmu Ekonomi, Bandung:
Eresco, Hal: 6.
Page 18
2
maka kemudian terjadilah suatu Pasar.2
Konsep dasar timbulnya pasar karena munculnya kebutuhan ekonomi
masyarakat setempat. Namun, terdapat faktor lain dalam munculnya pasar jika
dilihat dari sekilas sejarah pasar yang dibangun di Mangkunegaran.
Mangkunegaran merupakan daerah Vorstenlanden dan ini di tanah kekuasaan
kolonial Belanda. Munculnya pasar-pasar di daerah Vorstenlanden, terlepas dari
faktor kebutuhan ekonomi masyarakat, yaitu sebagai salah satu dampak dari
industrialisasi di daerah tersebut.
Mangkunegara VII adalah adipati yang memperhatikan rakyat kecil.
Beliau selalu berusaha untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Sebagai
contohnya beliau membina para pedagang kecil dan memberikan kesempatan
berusaha dengan membuka Pasar Triwindu. Selain berdampak positif bagi rakyat
keberadaan pasar juga mempunyai peranan ekonomi bagi pemerintahan Praja
karena merupakan salah satu perusahaan milik praja dan dikelola oleh Praja.
Keberadaan pasar bisa memberikan tambahan pendapatan melalui pajak-pajaknya
bagi sumber dana penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Itulah visi
Mangkunegoro VII dalam mendirikan maupun merenovasi pasar. Karena Selain
bisa meningkatkan perekonomian rakyat, pasar juga bisa menghasilkan
keuntungan bagi pemerintahan praja.3
Pasar yang berada di wilayah Mangkunegaran merupakan salah satu
perusahaan milik Praja Mangkunegaran, Praja membangun gedung-gedungnya
2 Soetardjo Kartohadikusumo, 1965, Desa, Jakarta: Sumur Bandung, Hal: 6.
3 Elies Setiyawati, 1995, Skripsi: “Pasar Tradisional di Wilayah Kota Praja Mangkunegaran
pada awal abad XX”, Surakart: Universitas Sebelas Maret Press. Hal: 61
Page 19
3
dan menyewakan petak-petaknya.4 Maka segala urusan yang berkaitan dengan
masalah pasar berada di bawah pengawasan Praja, dalam arti peraturan yang
diambil harus sepengatahuan pemerintah kolonial, dalam hal ini Residen
Surakarta.5
Berdasarkan Rijksblad Mangkunegaran Tahun 1918 No.9 pasar tediri dari
beberapa bagian yaitu los-los atau rumah-rumah yang ada di atas wilayah yang
dijadikan pasar, palataran pasar (halaman pasar) yang digunakan untuk
meletakkan barang dagangan dan untuk jual beli. Halaman pasar tidak boleh
dibangun los-los atau rumah secara permanen kecuali dengan ijin inspektur, dan
koplakan adalah tempat untuk menaruh gerobak atau binatang tarikan. Pasar
tersebut diberi batas yang jelas dari wilayah atau jalan yang ada di dekatnya.
Adapun pasar-pasar milik Praja Mangkunegaran terbagi menjadi 9 distrik, antara
lain: Distrik Dalamkota, Distrik Wonogiri, Distrik Wuryantoro, Distrik Baturetno,
Distrik Jatisrono, Distrik Purwantoro, Distrik Karanganyar, Distrik
Karangpandan, Distrik Jumapolo. 6
Pada periode pemerintahan Mangkunegara I (1757-1795) sampai akhir
pemerintahan Mangkunegara III (1835-1852) di Mangkunegaran hanya ada empat
pejabat yang mempunyai tugas dan tanggung jawab di pemerintahan
Mangkunegaran, mereka disebut “Priyayi Punggawa”. Para punggawa ini
mempunyai kewajiban menjalankan pemerintahan Mangkunegaran, seperti
4 Th. M. Metz, 1939. Analisis Sebuah Kerajaan Jawa. Roterrdam: NV Nijgh dan Van
Ditmar. Diterjemahkan oleh Moh. Husodo Pringgokusumo, Surakarta: Reksapustaka
Mangkunegaran, Hal: 80
5 Elies Setiyawati. Op. Cit. Hal: 62-63.
6 Th. M. Metz. Op. Cit, Hal: 81.
Page 20
4
menerima pajak tanah dan lain-lain. Dari keempat punggawa ini yang paling
menonjol diangkat menjadi pemimpin dari rekannya dan sekaligus menjadi Patih
di Mangkunegaran.
Struktur organisasi pemerintahan Mangkunegaran mulai mantap kelihatan
pada tanggal 11 Agustus 1867 (Periode Pemerintahan Mangkunegara IV) dengan
terbentuknya 9 (sembilan) Kawadanan (Di luar legiun dan kesentanaan / keluarga
Raja). Kawedanan yang pertama adalah Kawadanan Hamongpraja membawahi
Sastralukita (Sekretariat), Reksapustaka (Arsip) dan Pamong Siswo (Pendidikan).
Kedua adalah Kawadanan Reksapraja membawahi Polisi, Margatama (mengurusi
jalan, jembatan dan bangunan), dan Jaksa. Ketiga adalah Kawadanan Kartapraja
membawahi Kartausaha (urusan perusahaan, terutama perusahaan perkebunan)
dan Martanimpuna (urusan pajak). Keempat adalah Kawadanan Martapraja
membawahi Reksahardana (Bendaharawan/ Keuangan). Kelima adalah
Kawadanan Kartipraja membawahi Kartipura (merawat bangunan kota, urusan
bangunan istana dan urusan kebakaran). Keenam adalah Kawadanan
Reksawibawa membawahi Reksawarasta (urusan persenjataan), Reksawahana
(urusan kendaraan) dan Langenpraja (urusan kesenian). Ketujuh adalah
Kawadanan Mandrapura membawahi Mandrasasana (urusan meubel istana),
Reksapradipta (urusan lampu istana), Subapandaya (urusan perkakas pecah belah
istana) dan Reksasunggata (urusan penyajian segala hidangan di istana).
Kedelapan adalah Kawadanan Purbaksana membawahi Reksabaksana (urusan
persedian dan pembagian bahan makanan istana, seperi beras, teh, gula, dan lain-
lain, Wreksapandaya (urusan yang berkaitan dengan masalah kayu jati/ hutan) dan
Page 21
5
Tanulata (urusan rumput dan padi). Kesembilan adalah Kawadanan Yogiswara
membawahi Ketib, Naib, Mardikan (mengajar agama, shilat dan mengurus
kuburan) dan Ngulama
Pengorganisasian seperti tersebut di atas menjadi panutan dari struktur
organisasi selanjutnya dengan tambahan sesuai dengan perkembangan jaman dan
kebutuhan, termasuk didalamnya penggabungan dan pemecahan menjadi
beberapa unit. Ini bisa terlihat pada struktur organisasi Mangkunegaran tahun
1916, 1924, 1930, 1942, 1945, 1949, dan selanjutnya.
Kawadanan Purbaksana, Reksawibawa, Mandrapura, digabung menjadi
Kawadanan Mandrapura (urusan istana). Hanya urusan Wreksapandaya (urusan
hutan) bagian dari Purbaksana, berdiri sendiri menjadi Kabupaten Wanamarta
(kehutanan). Reksapustaka dipecah menjadi 2: Reksapustaka (perpustakaan) dan
Reksawilapa (arsip). Dalam perkembangan selanjutnya ada urusan beasiswa
(studie fonds) dan urusan pensiun (pensiun fonds). Kemudian ada urusan
Sindumarta (urusan irigasi), tahun 1934 terjadi penggabungan Kartipraja dan
Sindumarta menjadi Sindupraja (pekerjaan umum), kemudian muncul urusan
Pangrehpraja, urusan Parimpuna (urusan pasar), urusan Sanitria (urusan
kesentanaan, keluarga raja), dan urusan Barayawiyat (urusan pendidikan), urusan
Yatnanirmala (urusan kesehatan), urusan Kartausaha (urusan perusahaan-
perusahaan) diperluas lagi dengan adanya “Dana Milik Mangkunegaran”, seperti
Pabrik Gula Colomadu, Tasikmadu, Perusahaan Kopi, Serat, Teh, dan persewaan
rumah. Urusan pertanahan, pajak tanah, ukur tanah, perumahan dan lain-lain
diurus oleh bagian Kismapraja. Pada tahun 1944 muncul urusan Kartiraharja
Page 22
6
(urusan perekonomian) yang mencakup masalah perekonomian, pengawasan
makanan rakyat, pertanian, kehewanan, pegadaian, dan lain-lain.7
Pembaharuan-pembaharuan dalam organisasi pemerintahan pada masa
Mangkunegara VII ditetapkan dalam Rijksblad No. 37 tahun 1917 yang
kemudian disusul dengan Rijksblad No. 10 tahun 1923. Berdasarkan kedua
pranatan dalam Rijksblad itu, maka ada beberapa perubahan dalam struktur
birokrasi dan jabatan-jabatan yang ada didalamnya.
Rancangan struktur pejabat Martanimpoena dan Parimpoena merupakan
kabupaten yang masih tergolong dalam Pangrehpraja yang berada dalam
pengawasan pemerintahan Hindia-Belanda. Masing-masing kabupaten tersebut
pegawainya merupakan gabungan antara pegawai pribumi dengan pegawai
Belanda. Pada tahun 1942 sampai 1947 Kabupaten Martanimpoena setelah
diubah menjadi Kabupaten Martapraja,8 dimana pecah menjadi dua yakni Kantor
Martanimpoena yang memegang dan mengurusi masalah pajak dan penghasilan
lainnya, sedangkan Kantor Parimpoena yang mengurusi masalah pasar.9 Dalam
struktur organisasi Praja Mangkunegaran Kabupaten Parimpoena terdiri dari
Inspektur Markwezen, Adjun Inspektur Pasar, Lurah Pasar, Demang Parimpuna,
Kontrolir, Kepala Pasar dan beberapa pegawai lainnya.10
Semua orang yang
7 Istana Mangkunegaran dan Badan Arsip Daerah Propinsi Jawa Tengah, 2002, Inventaris
Arsip Pemerintahan Mangkunegaran IV (1853 - 1881), Surakarta: Reksawilapa Mangkunegaran,
Hal: viii – xi.
8 Turunan Surat Keputusan (Kakancingan) tentang Kabupaten Martanimpuna digabung
dengan Kabupaten Parimpuna dengan nama Kabupaten Martapraja, Kode Arsip FF. 441,
Surakarta: Reksapustaka Mangkunegaran.
10
Rijksblad Mangkenagaran 1917, No. 23 pasal 27. Lihat pula antara lain Rijksblad
Mangkunegaran 1926 No. 1 dan Rijksblad Mangkunegaran 1928 No.7. Surakarta: Reksapustaka
Mangkunegaran.
Page 23
7
bertugas dalam dinas kepasaran ini diangkat dengan suatu sumpah juga seperti
pejabat lainnya pada waktu upacara pengangkatan. Inspektur Markwezen
mempunyai kedudukan langsung di bawah pimpinan Assisten Residen. Inspektur
Markwezen ini diangkat oleh Mangkunegara dengan persetujuan residen
Surakarta.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana perkembangan pasar di praja Mangkunegaran pada masa
Mangkunegara VII?
2. Bagaimana sistem pengelolaan pasar di praja Mangkunegaran pada masa
Mangkunegara VII?
3. Bagaimana pengaruh sosial ekonomi pasar bagi masyarakat
Mangkunegaran pada masa Mangkunegara VII?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui perkembangan pasar di praja Mangkunegaran pada
masa Mangkunegara VII.
2. Untuk mengetahui sistem pengelolaan pasar di praja Mangkunegaran pada
masa Mangkunegara VII.
3. Untuk mengetahui pengaruh sosial ekonomi pasar bagi masyarakat
Mangkunegaran pada masa Mangkunegara VII.
Page 24
8
D. Manfaat Penelitian
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah dan melengkapi kajian
pengetahuan dalam ilmu sejarah khususnya sejarah sosial ekonomi.
2. Penelitian ini dimaksudkan untuk memberi pengetahuan tentang sistem
pengelolaan pasar dan perkembangan pasar pada masa pemerintahan
Mangkunegara VII dan dapat memberikan manfaat bagi kepentingan
pendidikan dan penelitian lebih lanjut.
E. Tinjauan Pustaka
Beberapa buku digunakan sebagai referensi dalam penulisan ini. Buku-buku
tersebut antara lain berjudul Terbentuknya Masyarakat Ekonomi karya Robert L.
Heirbroner tahun 1982. Robert membedakan jenis pasar dari sudut
pembentukannya yaitu pasar yang timbul dengan sendirinya dan yang disengaja.
Jenis pasar yang pertama biasanya terdapat di tempat-tempat yang letaknya
strategis untuk perdagangan seperti di tepi jalan besar antara dua kota atau desa, di
persimpangan jalan, di tepi sungai atau laut, di samping faktor padat dan
jarangnya penduduk. Sedangkan jenis pasar yang kedua yaitu berhubungan
dengan keinginan penguasa untuk memenuhi kebutuhan penduduk akan adanya
pasar. Keadaan ini sering juga berkaitan dengan perpindahan pusat kekuasaan atau
munculnya kekuasaan baru di tingkat kerajaan atau bawahannya. Timbulnya pasar
di pusat kerajaan seperti Kartasura, Surakarta dan Yogyakarta merupakan contoh
jelas dimana lokasi pasar pusat dalam struktur bangunan kota membuktikan pasar-
pasar itu dibangun dengan sengaja untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Buku
Page 25
9
ini juga menjelaskan sejarah dari masyarakat pra-pasar sampai masyarakat pasar.
Menurut Robert L. Heirbroner, ada tiga perubahan menyeluruh diperlukan untuk
mengubah masyarakat pra-pasar menjadi suatu masyarakat pasar. Perlu adanya
suatu sikap untuk menggantikan sikap abad pertengahan yang penuh curiga
terhadap usaha mencari untung. Penggunaan uang secara luas dalam kehidupan
perekonomian kuno diperluas sehingga mencapai segala lapisan masyarakat,
dengan begitu maka permintaan dan penawaran akan dapat mengendalikan
seluruh proses produksi dan distribusi. Kekuatan permintaan dan penawaran
dibiarkan menentukan arah kegiatan ekonomi menggantikan intruksi tuan tanah
dan adat kebiasaan.
Sedangkan Clifford Geertz dalam bukunya Penjaja Dan Raja tahun
1977, lebih melihatnya sebagai suatu pranata ekonomi dan cara hidup yang
membuktikan pasar merupakan suatu gaya umum dari kegiatan ekonomi yang
mencakup semua aspek dari masyarakat. Untuk memahami pasar dalam artinya
yang luas, menurut Geertz harus diiihat dari tiga sudut pandangan. Sebagai arus
barang dan jasa menurut pola tertentu, sebagai rangkaian mekanisme ekonomi
untuk memelihara dan mengatur arus barang dan jasa. Dan sebagai sistem sosial
dan kebudayaan dimana mekanisme itu tertanam. Dari sudut arus barang dan jasa,
ciri khas pasar yang paling menonjol adalah jenis barang yang diperjualbelikan di
pasar itu: bahan pangan, sandang, dan barang besi kecil-kecil dan sebagainya,
yaitu barang-barang yang tidak besar, mudah diangkut dan mudah disimpan, yang
persediannya mudah ditambah dan dikurangi dengan lambat laun dan sedikit demi
sedikit. Mengenai mekanisme ekonomi yang memelihara dan mengatur arus
Page 26
10
barang dan jasa tersebut ada tiga yang sangat penting: (1) Sistem harga luncur, (2)
neraca yang kompleks dari hubungan kredit yang diselenggarakan dengan hati-
hati, (3) pembagi bagian risiko dan, dengan sendirinya, margin laba yang sangat
ekstensif. Akhirnya sebagai suatu sistem sosial dan kebudayaan maka pasar itu
bercirikan (1) posisi ”terselip” yang tradisionil di dalam masyarakat jawa pada
umumnya, (2) pembagian kerja yang sangat berkembang, (3)pemisahan yang
sangat tajam antara ikatan-ikatan sosial yang khas ekonomis dengan yang non
ekonomis
Cyril S. Belshaw, dalam bukunya yang berjudul Tukar Menukar Tradisional
dan Pasar Modern tahun 1981, mempersoalkan bagaimana ciri-ciri sistem tukar
menukar dipandang dari berbagai segi. Misalnya sifat interaksi antara penjual dan
pembeli; sistematisasi dari nilai tukar, berapa jauh pembelian serta penjualan
barang dan jasa tertentu. Juga peranan uang didalam sistem tukar-menukar.
Pembahasan dalam buku ini meliputi empat masalah pokok yakni nilai tukar,
pemasaran dikalangan petani dengan menggunakan uang, pendekatan tekanan-
tekanan dalam ekonomi, dan kondisi pembaharuan dalam pemasaran. Cyril S.
Belshaw juga menyoroti permasalahan mekanisme pasar. Dalam bukunya ini,
menguraikan masalah tukar menukar dan pasar ekonomi dengan memperhatikan
variabel sosial dan antropologi budaya di beberapa negara berkembang dimana
kegiatan ekonomi itu berlangsung. Buku ini menguraikan struktur ekonomi dari
ekonomi tradisional ke ekonomi modern dengan perbedaan-perbedaannya.
Penelitiannya memakai pendekatan antropologi-sosial ekonomi dan prinsip
pembaharusan sebagai teori dasar dalam tinjauan ekonomi. Tulisan ini dipakai
Page 27
11
untuk membantu pengamatan permasalahan ekonomi struktural Indonesia dan
sebagai bahan untuk mengacu permasalahan sosial ekonomi berkaitan dengan
masalah keberadaan pasar tradisional di Praja Mangkunegaran.
Referensi dari skripsi yang sudah ada sebelumnya yang berkaitan dengan
pasar milik Mangkunegaran adalah Pasar Tradisional di Wilayah Kota Praja
Mangkunegaran Pada Awal Abad XX (Tahun 1900 sampai Tahun 1944), karya
Elies Setyawati tahun 1995, yang menjelaskan sejarah pasar milik
Mangkunegaran pada awal XX (1900-1944). Dalam bab awal skripsi ini
dijelaskan tentang perkembangan ekonomi di wilayah Praja Mangkunegeran sejak
praja berdiri pada tahun 1757 sampai pada masa Mangkunegara VI yaitu tahun
1916. Perekonomian Mangkunegaran mengalami masa kejayaan pada masa
Mangkunegara IV. Kemajuan perekonomian itu berasal dari kebijakan baru
Mangkunegara IV yang merombak sistem perekonomian Mangkunegaran dengan
reorganisasi agraria. Kemudian pada masa Mangkunegara V, praja menghadapi
resesi tahun 1884. Masa sulit ini terus berlanjut sampai pada masa Mangkunegara
VI. Bab ini juga menjelaskan tentang kehidupan rakyat Mangkunegaran dan
sumber eknomi praja. Rakyat Mangkunegaran terdiri dari beberapa golongan
diantaranya petani dan pedagang. Sedangkan sumber ekonomi praja salah satunya
berasal dari laba perusahaan milik praja seperti laba dari usaha pasar. Sumber
ekonomi penduduknya sebagian besar dari pertanian dan sebagian lagi dari
perdagangan. Selanjutnya, pada bab III dijelaskan tentang awal munculnya pasar-
pasar tradisional di Surakarta pada awal abad XX adalah akibat dari industrialisasi
yang diupayakan oleh pemerintah Belanda. Pembangunan sarana transportasi
Page 28
12
seperti jalan kereta api, dan jalan trem. Bab ini juga menjelaskan tentang
pengaturan pasar praja seperti pengangkatan pegawai pasar, pembangunan pasar
dan sistem retribusi. Dan bab IV beisi pengaruh dan peran keberadaan pasar
tradisional di Surakarta. Pengaruhnya berupa terjadinya mobilitas penduduk dari
desa ke kota. Perannya adalah keuntungan ekonomi bagi penjual, pembeli dan
masyarakat pada umumnya serta pemerintah praja sebagai penambahan
pendapatan melalui pajak-pajaknya.
F. Metode Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini adalah di wilayah Praja Mangkunegaran yang
meliputi 3 Kabupaten yaitu Kabupaten Dalamkota, Kabupaten Karanganyar,
Kabupaten Wonogiri.
2. Metode Penelitian
Penelitian ini membahas mengenai sistem pengelolaan pasar di
Mangkunegaran pada masa pemerintahan Mangkunegara VII tahun 1916-
1944. Tujuan dari penelitian ini adalah mendiskripsikan dan menganalisis
peristiwa masa lampau, maka metode yang paling tepat adalah metode
historis.11
Metode histories sendiri menurut Nugroho Notosusanto adalah
kumpulan prinsip-prinsip atau aturan yang sistematis, dimaksudkan untuk
memberikan bantuan secara efektif dalam usaha mengumpulkan bahan-bahan
untuk penulisan sejarah, menilai secara kritis, dan menyajikan suatu sintesa
11
Dudung Abdurrahman, 1999, Metode Penelitian Sejarah, Ciputat: Logos Wacana Ilmu,
Hal: 54.
Page 29
13
dalam bentuk tulisan.12
Penelitian sejarah dengan menggunakan metode sejarah yang
meliputi empat tahapan13
yakni:
a. Heuristik
Tahapan pertama dalam metode sejarah adalah heuristik yang
berarti memperoleh data. Heuristik disebut juga teknik pengumpulan
data. Dalam mengumpulkan sumber sejarah diutamakan mencari
sumber primer. Sumber primer yang berupa dokumen-dokumen arsip.
Selain itu digunakan juga sumber sekunder dan buku-buku referensi
sebagai pendukung. Sumber sekunder digunakan sebagi pendukung
sumber primer. Sumber primer yang digunakan dalam penelitian ini
adalah arsip-arsip yang dimiliki oleh Perpustakaan Reksapustaka
Mangkunegaran, seperti Rijksblad Mangkunegaran 1917 No. 23 pasal
27, Rijksblad Mangkunegaran 1926 No. 1 dan Rijksblad
Mangkunegaran 1928 No. 7. Sedangkan sumber sekunder berasal dari
surat kabar, seperti ”Pasar Triwindu Surakarta – Realisasi Kerakyatan
Mangkunegara VII Pernah Berjaya Pada Masa Jepang”.14
Penelitian ini menggunakan metode wawancara. Metode
wawancara adalah suatu cara untuk mendapatkan keterangan secara
12
Nugroho Notosusanto, 1978, Masalah Penelitian Sejarah, Jakarta: Yayasan Idayu, Hal: 1.
13
Sartono Kartodirdjo, 1993, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah, Jakarta:
PT. Gramedia Pustaka Utama. Hal: 60-62.
14
Esti Susilarti, Op. Cit.
Page 30
14
lisan dari seseorang dengan bercakap-cakap berhadapan muka.15
Dengan melakukan wawancara akan diperoleh keterangan dari
beberapa informan. Para informan tersebut antara lain: K.R.T.
Soemarso Pontjo Soetjitro (Staf Kabupaten Mandrapura
Mangkunegaran), K.P. Santodipoero (staf Rekaspustaka
Mangkunegaran), dan para pedagang di pasar-pasar yang hidup sejak
masa Mangkunegoro VII.
b. Kritik Sumber
Setelah sumber sejarah terkumpul dilakukan verifikasi atau kritik
sumber untuk mendapatkan keabsahan sumber. Kritik sumber dapat
dilakukan dengan dua cara yaitu: krirtik intern dan kritik ekstern. Kritik
ekstern dan intern ini dilakukan pada sumber primer yaitu: Rijksblad
Mangkunegaran 1917 No. 23 pasal 27, Rijksblad Mangkunegaran 1926
No. 1 dan Rijksblad Mangkunegaran 1928 No. 7. Dan sumber
sekunder seperti ”Pasar Triwindu Surakarta – Realisasi Kerakyatan
Mangkunegara VII Pernah Berjaya Pada Masa Jepang”.16
Sehingga
diketahui sumber-sumber tersebut benar-benar asli.
Adapun kritik ekstern ini menyangkut dokumen-dokumennya.
Kritik ekstern merupakan penyelesaian sumber untuk mengetahui
keaslian sumber dengan melihat kapan sumber itu dibuat, lokasi
pembuatan sumber, siapa yang membuat sumber, bahan yang
digunakan, serta bentuk sumber. Sedangkan kritik intern dilakukan
15
Koentjoroningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, Jakarta: PT. Gramedia, Halaman
129. 16
Esti Susilarti, Op. Cit.
Page 31
15
untuk mengetahui kesahihan atau kredibilitas sumber dengan melihat
dari isi dokumen, arsip, surat kabar, meliputi: tulisan, kata-kata, dan
bahasa.
c. Interpretasi
Interpretasi atau penafsiran data yaitu menafsirkan keterangan-
keterangan yang saling berhubungan dengan fakta-fakta yang diperoleh.
Setelah melakukan kritik sumber baik itu kritik intern maupun ekstern,
maka penulis berusaha menjelaskan apa yang telah diperolehnya dari
data dokumen itu dengan pemikiran dan analisa. Dalam penulisan
skripsi ini interpretasi dilakukan pada sumber primer yaitu: Rijksblad
Mangkunegaran 1917 No. 23 pasal 27, Rijksblad Mangkunegaran 1926
No. 1 dan Rijksblad Mangkunegaran 1928 No. 7. Dan sumber
sekunder seperti ”Pasar Triwindu Surakarta – Realisasi Kerakyatan
Mangkunegara VII Pernah Berjaya Pada Masa Jepang”.17
Karena
fakta itu terletak pada pikiran seseorang, maka itu menjadi bagian dari
waktu sekarang.18
Sehingga interpretasi masing-masing sejarahwan
berbeda-beda
d. Historiografi
Tahapan terakhir dalam metode sejarah adalah historiografi.
Historiografi merupakan cara penulisan atau pelaporan hasil penelitian
17
Esti Susilarti, Op. Cit.
18
Dudung Abdurahman, Op.Cit. Hal: 41.
Page 32
16
sejarah yang telah dilakukan.19
Setelah tahapan pertama sampai ketiga
dilakukan pada sumber primer yaitu: Rijksblad Mangkunegaran 1917
No. 23 pasal 27, Rijksblad Mangkunegaran 1926 No. 1 dan Rijksblad
Mangkunegaran 1928 No. 7. Dan sumber sekunder seperti ”Pasar
Triwindu Surakarta – Realisasi Kerakyatan Mangkunegara VII Pernah
Berjaya Pada Masa Jepang”.20
Maka tahapan selanjutnya adalah
penulisan hasil penelitian. Penulisan ini harus dapat memberikan
gambaran yang jelas dari proses penelitian sejak awal sampai akhir.
Penulisan dan penyusunan kisah dengan kata-kata dan gaya bahasa
yang baik bertujuan supaya pembaca mudah memahami maksudnya dan
tidak membosankan. Sehingga penulisan skripsi inilah yang akan
menjadi tahapan historiografi tersebut.
G. Sistimatika Penulisan
Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Bab I. Bab ini merupakan bab pendahuluan dalam penelitian ini. Bab ini
berisi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II. Bab ini berisi tentang perkembangan pasar-pasar di Praja
Mangkunegaran pada masa Mangkunegoro VII, pasar-pasar milik Praja
Mangkunegaran pada masa Mangkunegoro VII, ragam komoditi apa saja yang
banyak dipasarkan di pasar-pasar Mangkunegaran pada masa Mangkunegara VII.
19
Dudung Abdurahman, Op.Cit. Hal: 67.
20
Esti Susilarti, Op. Cit.
Page 33
17
Bab III. Bab ini berisi tentang sistem pengelolaan pasar di Praja
Mangkunegaran pada masa Mangkunegara VII, kasus-kasus yang terjadi dan
penyelesaiannya dan peran Mangkunegara VII dalam pengelolaan pasar.
Bab IV. Bab ini berisi tentang pengaruh sosial ekonomi pasar bagi
masyarakat Mangkunegaran pada masa pemerintahan Mangkunegara VII.
Bab V. Bab ini merupakan bab terakhir yang berisi kesimpulan dari
penelitian yang telah dilakukan.
Page 34
18
BAB II
PERKEMBANGAN PASAR DI PRAJA MANGKUNEGARAN
PADA MASA PEMERINTAHAN MANGKUNEGARA VII
(1916-1944)
Dalam pembahasan perkembangan pasar di praja Mangkunegaran pada
masa Mangkunegara VII ini akan diberikan gambaran secara umum tentang beberapa
pasar yang dulunya juga merupakan pasar milik praja Mangkunegaran. Berdasarkan
Rijksblad Mangkunegaran Tahun 1918 No.9 pasar tediri dari beberapa bagian yaitu
los-los atau rumah-rumah yang ada di atas wilayah yang dijadikan pasar, palataran
pasar (halaman pasar) yang digunakan untuk meletakkan barang dagangan dan untuk
jual beli. Halaman pasar tidak boleh dibangun los-los atau rumah secara permanen
kecuali dengan ijin inspektur, dan koplakan adalah tempat untuk menaruh gerobak
atau binatang tarikan. Pasar tersebut diberi batas yang jelas dari wilayah atau jalan
yang ada di dekatnya.
Hari bukanya suatu pasar pada masa Mangkunegoro VII ditentukan oleh
yang namanya hari pasaran.1 Hal ini menyebabkan hari bukanya satu pasar dengan
pasar yang lain berbeda-beda. Tujuannya adalah supaya komoditi yang
perjualbelikan dapat tersalur merata ke berbagai daerah. Ada lima hari dalam
pasaran Jawa yaitu Legi, Kliwon, Paing, Pon, dan Wage. Selain itu ada sebuah
1 Dalam kebudayaan Jawa terdapat 5 hari dalam sepasar yang kemudian disebut sepasaran,
Hal ini dikarenakan nama-nama ini digunakan untuk hari buka-nya suatu pasar. Nama sepasaran itu
adalah Wage, Kliwon, Legi, Paing, dan Pon.
Page 35
19
nama lagi yang digunakan untuk menentukan bukanya suatu pasar yaitu Arian,
artinya pasar tersebut buka setiap hari (Wage, Kliwon, Legi, Paing, Pon).2
Pada masa Mangkunegoro VII pasar mempunyai peranan penting baik bagi
masyarakat Mangkunegaran maupun bagi Praja Mangkunegaran sendiri. Salah satu
fungsi pasar pada masa Mangkunegoro VII adalah sebagai pusat kegiatan ekonomi
masyarakat Mangkunegaran. Fungsi yang kedua adalah pasar sebagai roda
perputaran ekonomi, fungsi yang ketiga adalah pasar sebagai sumber pendapatan
praja Mangkunegaran sendiri.3
Pada tahun 1933 terdapat 87 pasar di Praja Mangkunegaran. Dari tahun 1916
sampai 1924 telah dikeluarkan f 800.000 untuk pembangunan pasar yang permanen.
Biaya menyewa petak di pasar-pasar Mangkunegaran hanya separuhnya dari biaya di
pasar-pasar lain seluruh tanah Jawa. Walapun demikian penghasilan dari pasar itu
banyak. Sampainya terjadinya krisis dunia memperlihatkan garis naik pada
pendapatan pasar yaitu:
Tahun 1917 f 60.000
Tahun 1928 f 100.000
Tahun 1929 f 164.000
Tahun 1931 f 141.000
Tahun 1932 f 90.000
Tahun 1933 f 119.000 4
2 Staat dari adanja pasar-pasar dan poenggawanja (marktmeester dan ondermarktmeester),
Kode Arsip 1194, Surakarta: Reksapustaka Mangkunegaran.
3 Wawancara dengan K.R.T. Soemarso Pontjo Soetjitro, Staf Kabupaten Mandrapura
Mangkunegaran, 22 Februari 2010.
4 Th. M. Metz. Op. Cit, Hal: 80.
Page 36
20
Dari penghasilan tersebut digunakan untuk gaji pegawai Kabupaten
Parimpuna dan juga untuk pengembangan Pasar. Adapun penghasilan pasar-pasar
Praja Mangkunegaran pada tahun 1928 sampai tahun awal tahun 1929 adalah:
Tabel. 1
Penghasilan Pasar-pasar Praja Mangkunegaran (Tahun 1928 - Awal Tahun 1929).
Nama - Nama Pasar
PENDAPATAN PADA TAHUN
Tahun 1928 Tahun 1929 (Januari, Februari,
Maret)
Dalamkota. f 30426,97 f 7610.74
Wonogiri f 22501,55 f 5234,40
Wuryantoro f 15367,59 f 3542,62
Baturetno f 14054,90 f 2753,19
Jatisrono f 15262,22 f 3510,13
Purwantoro f 13722,23 f 3104,58
Karanganyar f 19226,31 f 4855,56
Karangpandan f 21884,06 f 5561,29
Jumapolo f 9495,64 f 2226,01
JUMLAH f 161941,47 f 58398,52
Hasil Toko Templek f 1918,75 f 498, -
Hasil dari erf Pasar f 233,91
JUMLAH f 164094,13 f 38896,52
Sumber : Daftar Banyaknya Hasil Pasar dalam Daerah Mangkunegaran Tahun 1928-1929, Kode
Arsip P. 1193, Surakarta: Reksapustaka Mangkunegaran.
Pada tahun 1918 sampai tahun 1926 pendapatan pasar Praja
Mangkunegaran mengalami peningkatan, pendapatan ini didapat dari: hasil
penjualan karcis (persewaan los-los pasar dan rumah-rumah lainnya). Adapun
Page 37
21
pendapatan pasar Mangkunegaran pada tahun 1918 sampai tahun 1926 adalah
sebagai berikut:
Grafik 1.
Pendapatan Pasar Mangkunegaran
0
20.000
40.000
60.000
80.000
100.000
120.000
140.000
160.000
1918 1919 1920 1921 1922 1923 1924 1925 1926
PENDAPATAN PASAR MANGKUNEGARAN
Keterangan : Satuan untuk pendapatan Pasar Mangkunegaran diatas dalam f atau rupiah.
Sumber : Rarantaman Lebu Wetuning Praja Mangkunegaran, tahun 1918 sampai 1926. Rijksblad
tahun 1918 sampai 1926. Lihat per tahun.
Dari grafik diatas dapat dikemukakan bahwa pendapatan pasar pada setiap
tahun mengalami peningkatan. Hal ini mengakibatkan peningkatan pendapatan pada
kas Praja Mangkunegaran.
Wilayah administrasi Praja Mangkunegaran terbagi menjadi tiga wilayah
yaitu: Kabupaten Kota Mangkunegaran (meliputi Kawedanan Kota Mangkunegaran),
Kabupaten Karanganyar (meliputi Kawedanan Karanganyar, Kawedanan
Karangpandan, Kawedanan Jumapolo) dan Kabupaten Wonogiri (meliputi
Kawedanan Wonogiri, Kawedanan Jatisrono, Kawedanan Wuryantoro, Kawedanan
Baturetno dan Kawedanan Pracimantoro).5
5 Daryadi, 2009, Skripsi, “Pembangunan Perkampungan di Kota Mangkunegaran Pada Masa
Pemerintahan Mangkunegara VII”, Surakarta: UNS Prees
Page 38
22
Berdasarkan lokasinya, pasar-pasar milik Praja Mangkunegaran
digolongkan menjadi tiga yaitu Pasar Kabupaten, Pasar Kapanewon (Kecamatan),
dan Pasar Desa.6
1. Pasar Kabupaten merupakan pasar yang berada di setiap kabupaten. Pasar ini
buka dua kali dalam sepasaran. Waktu bukanya cukup lama, yaitu mulai pagi
hari sampai siang hari (13.00 wib atau 14.00 wib). Contoh: Pasar Wonogiri
ramai pada hari pasaran Wage dan Legi
2. Pasar Kepanewon (Kecamatan) merupakan pasar yang berada di setiap
kecamatan. Pasar ini buka sekali dalam sepasaran. Waktu bukanya juga
cukup lama seperti Pasar Kabupaten, yaitu mulai pagi hari sampai siang hari
(13.00 wib atau 14.00 wib). Contoh: Pasar Ngadirojo.
3. Pasar Desa merupakan pasar yang berada di setiap pelosok desa. Pasar ini
buka sekali dalam sepasaran. Waktu bukanya cukup pendek, yaitu mulai pagi
hari sampai pukul 10.00 wib.
Pasar-pasar milik Mangkunegaran pada tahun 1928 sampai tahun 1929
berjumlah 91 pasar yang terbagi dalam 9 distrik (Kawedanan) yaitu: Distrik
Dalamkota (10 pasar), Distrik Wonogiri (18 pasar), Distrik Wuryantoro (8 pasar),
Distrik Baturetno (13 pasar), Distrik Jatisrono (13 pasar), Distrik Purwantoro (7
pasar), Distrik Karanganyar (7 pasar), Distrik Karangpandan (10 pasar), Distrik
Jumapolo (5 pasar). Pada tahun 1931 sampai dengan 1938 didirikan 8 pasar baru dan
ada 4 pasar dihapuskan.7
6 Wawancara dengan K.R.T. Soemarso Pontjo Soetjitro, Op.Cit.
7 Th. M. Metz. Op. Cit, Hal: 81.
Page 39
23
Grafik 2.
Jumlah Pasar-Pasar Milik Mangkunegaran
80
85
90
95
100
Tahun 1928 -1929
Tahun 1933 Tahun 1935 Tahun 1938
Jumlah Pasar
Jumlah Pasar
Sumber : 1. Daftar Banyaknya Hasil Pasar dalam Daerah Mangkunegaran Tahun 1928-
1929, Surakarta: Reksapustaka Mangkunegaran.
2. Daftar Pasar, Masalah Pasar, Serta Datanya di Mangkunegaran, Surakarta:
Reksapustaka Mangkunegaran.
3. Th. M. Metz, 1939. Analisis Sebuah Kerajaan Jawa. Roterrdam: NV Nijgh dan
Van Ditmar. Diterjemahkan oleh Moh. Husodo Pringgokusumo, Surakarta:
Reksapustaka Mangkunegaran.
A. Pasar-Pasar di Kabupaten Kota Mangkunegaran.
Di wilayah Kabupaten Kota Mangkunegaran hanya terdapat satu distrik saja
yaitu Distrik Dalamkota Mangkunegaran. Pasar-pasar tradisional di distrik
Dalamkota pada masa Mangkunegoro VII adalah sebagai berikut:
1. Pasar Legi
Pasar Legi dibangun pada masa Mangkunegoro I. Pasar Legi terletak di
Jalan Legi (sekarang Jalan S. Parman NO. 23 Kelurahan Stabelan Kecamatan
Banjarsari Solo). Adapun batas-batas Lokasi Pasar Legi adalah sebagai berikut:8
1) Sebelah Utara dibatasi oleh Jalan Villapark (Jalan L. Tobing).
2) Sebelah Selatan dibatasi oleh Jalan Pasar Legi (Jalan Sutan Syahrir).
3) Sebelah Barat dibatasi oleh Jalan Kestalan (Jalan S. Parman).
8 Gambar Situasi Pasar Legi, Kode Arsip P. 389, Surakarta: Reksapustaka Mangkunegaran.
Page 40
24
4) Sebelah Timur dibatasi oleh Jalan Djagobayan (Jalan Kusumoyudan).9
Pasar ini merupakan salah satu pasar tertua yang ada di Solo. Pasar Legi
berdiri di wilayah Mangkunegaran. Pada umumnya pasar-pasar di tanah Jawa
menggunakan sistem pasaran, untuk menentukan hari buka suatu pasar. Namun
berbeda dengan pasar-pasar di tanah Jawa yang lain, walaupun pasar ini
dinamakan Pasar Legi, tapi pasar ini buka setiap hari, tidak mengenal hari
pasaran.10
Pasar ini terlihat ramai karena orang-orang yang berasal dari desa pada
berdatangan ke Pasar Legi untuk berjualan dan membeli.11
Pada tahun 1930 Pasar Legi masih berupa pasar yang masih sangat
tradisional, dimana para pedagang membuka dasaran di tanah terbuka atau dengan
kata lain masih terdiri dari para pedagang oprokan. Ada juga yang berjualan
dengan menggunakan gubuk, belum ada dinding (tembok). Halaman pasar masih
beraspal. Para pedagang di pasar Legi berasal dari masyarakat sekitar Praja
Mangkunegaran, tetapi ada juga yang berasal dari luar desa atau luar kota.
Di bawah pengelolaan Mangkunegaran pada tahun 1936 yakni pada masa
pemerintahan KGPAA Mangkunegara VII (1916 - 1944), berdiri sebuah
bangunan pasar permanen tersusun dari tembok berwarna putih yang bila dilihat
9 Ibid.
10
Wawancara dengan KRT. Soemarso Pontjo Tjitro, Op.Cit. Basuki seorang petugas Arsip
Reksapustaka Mangkunegaran juga mengatakan kalau Pasar Legi itu dari dulu hingga sekarang buka
setiap hari.
11
R.M. Sayid, 1984, Babad Sala, Surakarta: Reksapustaka Mangkunegaran. Hal: 72.
Page 41
25
dari samping mirip sebuah benteng. Pada tahun inilah (1936) Pasar Legi pertama
kali direnovasi menjadi pasar modern. Adapun renovasi Pasar Legi itu meliputi:12
a. Renovasi di Luar Pasar
1) Rumah-rumah toko secara urut dari pinggir di depan pasar, yang
semula masih terbuat dari kayu dirubah menjadi rumah yang
terbuat dari beton.
2) Tinggi rendahnya bangunan dan kotak-kotaknya (luasnya)
disamaratakan.
3) Semuanya itu ditata sedemikian rupa, diwujudkan dalam bentuk
toko-toko sejajar yang memagari (mengelilingi) pasar. Hal ini
dilakukan supaya terlihat indah dimata.
b. Renovasi di Dlam Pasar.
1) Rumah-rumah warung yang ada di dalam pasar, yang sudah lama
ditata dangan baik.
2) Selokan-selokan pembuangan air diperbaharui.
3) Halaman yang mengelilingi pasar yang dulu terbuat dari aspal
dirubah menjadi lantai yang terbuat dari beton.
c. Tempat untuk meletakkan gerobag13
ditata dan dipindah di belakang
pasar dan ditutup dengan pagar.
12
Tentang Keadaan Pasar-pasar di Surakarta tahun 1930, Kode Arsip P. 396, Surakarta:
Reksapustaka Mangkunegaran.
13
Gerobak merupakan alat transportasi beroda empat, terbuat dari kayu, yang berfungsi untuk
mengangkut (membawa) barang.
Page 42
26
Sejak saat itu Pasar Legi telah mengalami beberapa renovasi lagi sehingga
menjadi bentuknya yang sekarang ini.
Bangunan kios pasar yang berada diluar pasar sudah terbuat dari beton dan
mengelilingi Pasar. Halaman yang mengelilingi pasar terbuat dari beton. Tempat
untuk meletakkan gerobag, ditata dan dipindah di belakang pasar dan ditutup
dengan pagar. Untuk memasuki lokasi Pasar Legi disediakan beberapa pintu yaitu
disebelah Barat terdapat satu pintu masuk, sebelah Utara ada satu pintu masuk dan
sebelah Timur ada dua pintu keluar. Pinggir pasar di bangun beberapa kios yang
dibangun di sebelah Barat bagian Utara dan bagian Selatan.
Pasar ini banyak menggelar dagangan yang bersifat legi atau manis.
Misalnya gula jawa, jagung manis, gula aren, gula batu, hingga minuman legen.
Selain itu barang-barang yang diperdagangkan di Pasar Legi adalah beras jagung
dan pohong (ketela).14
Untuk menuju ke Pasar Legi, kebanyakan para pedagang yang berasal dari
dalamkota menggunakan alat transportasi tradisional berupa Gerobak atau
Andong. Bagi pedagang yang berasal dari luardesa atau luarkota, mereka
menggunakan Kereta Api Kluthuk turun di Stasiun Balapan atau Stasiun Jebres
dan berganti Gerobak atau Andong menuju ke Pasar Legi.
2. Pasar Pon.
Pasar Pon dinamai demikian karena pada zaman dulu pasar tersebut ramai
pedagang setiap pasaran Pon. Pasar Pon berada di wilayah Mangkunegaran.
14
Daftar Pemeriksaan Harga Barang-Barang yang Dijual di Pasar (Padi, Beras, Gaplek, Ketela
, Jagung, dll). Kode Arsip P. 384, Surakarta: Reksapustaka Mangkunegaran.
Page 43
27
Letaknya di perempatan Jalan Poerwosari (sekarang jalan Slamet Riyadi),
Ngarsopuro (sekarang jalan Diponegoro) dan jalan Gatot Subroto.
Sejak tahun 1929 berubah menjadi pertokoan dan kios-kios kecil berjualan
kelontong dan terletak di tepi jalan depan Pura Mangkunegaran. Pasar akan lebih
ramai pada waktu sore sampai malam, para pedagang kebanyakan adalah
pengusaha Tionghoa. Namun kini pasarnya sudah hilang, tetapi nama Pasar Pon
menjadi nama perempatan Pasar Pon yang paling ramai di Solo.15
Barang-barang
yang diperdagangkan di Pasar Pon adalah berbagai macam kebutuhan sehari-hari,
seperti: sayuran, buah-buahan, bumbon16
dan lain-lain.
Untuk menuju ke Pasar Pon, kebanyakan para pedagang yang berasal dari
dalamkota menggunakan alat transportasi tradisional berupa Gerobak atau
Andong. Bagi pedagang yang berasal dari luardesa atau luarkota, mereka bisa
menggunakan Kereta Api Kluthuk turun di depan Pasar Pon, karena Kereta Api
Kluthuk jurusan Boyolali - Wonogiri melewati depan Pasar Pon.
3. Pasar Triwindu
Pasar Triwindu terletak di depan Pura Mangkunegaran di tengah kota Solo.
Pasar ini berada di depan Pasar Pon tepat di jalan Diponegoro. Tanah lokasi pasar
tesebut milik Mangkunegaran yang dulunya dipakai sebagai kandang (Gedogan)
Kuda milik Mangkunegaran. Pasar ini dinamakan Pasar Triwindu karena
bertepatan dengan peringatan Tiga Windu (24 tahun) jumenengan KGPAA
Mangkunegoro VII, tepatnya pada tahun 1939. Tri berarti tiga (3), Windu berarti 8
tahun, jadi Triwindu artinya 24 tahun.
15
Nn, Sesaji.blogspot.com/2009/03/asal-usul-pasar-pasar-di-solo_31.html, 17 Juni 2009, 09.01
wib. 16
Bumbon adalah berbagai jenis bumbu-bumbu dapur untuk memasak.
Page 44
28
Perayaan ulang tahun tahta tersebut dirayakan secara besar-besaran oleh
kerabat (trah) Mangkunegoro dan masyarakat Kota Surakarta pada umumnya serta
dihadiri oleh Ratu Wihelmina dari Negara Belanda. Besarnya perayaan ulang
tahun tahta tersebut ditulis dalam Lelampahanipun (Riwayat) Suwargi Kanjeng
Gusti Pangeran Adipati Ariya Mangkunegara VII Ing Surakarta “Bersamaan
usianya yang ke 56 tahun dengan peringatan naik tahtanya yang genap ke 24 (Tri
Windu) pada tanggal 16 Juni 1939 diadakan penghargaan besar-besaran, serta
didirikan tugu peringatan Triwindu yang didirikan di jalan terusan Tawangmangu
yang ada di desa Bangsri (Karangpandan) juga dikeluarkannya buku peringatan
yang diberi nama buku “ Het Tri Windu Gedenkboek”. Buku ini merupakan
kumpulan kado dari semua sahabatnya yang berupa karangan tulisan, baik prosa,
esay atau poetry, kiriman kado ini mencapai 197 karangan. Buku Het Triwindu
Gedenkboek Mangkunegara VII isinya sangat beragam. Ada kritik, sekedar
ucapan dan doa, pesan kepemerintahan, usul dibidang arsitektur dan tata kota dan
banyak lagi.17
Untuk memperingati Jumenengan KGPAA Mangkunegoro VII yang ke 24
diadakan berbagai acara, perjamuan-perjamuan “Tri Windu” yang dilaksanakan
mulai tanggal 2 Juni 1939 sampai 22 Agustus 1939.18
Untuk acara ini Praja
Mangkunegaran mengeluarkan dana sebesar f 1869, 44 yang dibayar oleh
Kabupaten Mandrapura. Sedangkan acara puncak peringatan Penghargaan “Tri
17
Esti Susilarti, 1 Mei 1988, Pasar Triwindu Surakarta; Realisasi Kerakyatan Mangkunegoro
VII Pernah Berjaya pada Jaman Jepang, Yogyakarta: Kedaulatan Rakyat.
18
Keluarnya Uang untuk Perjamuan Triwindu Bertahtanya Mangkunegoro VII yang Dikeluarkan
oleh Kabupaten Mandrapura, Kode Arsip P. 1637. Surakarta: Reksapustaka Mangkunegaran.
Page 45
29
Windu” adalah tanggal 24 Juni 1939 (malam) sampai 25 Juni 1939 yang
dilaksanakan di Partinituin (sekarang Balekambang).
Adapun susunan acaran perjamuan Penghargaan Triwindu tanggal 24 Juni
1939 sampai 25 Juni 1939 adalah sebagai berikut:
Tabel. 2
Susunan Acara Peringatan Penghargaan “Triwindu” (24-25 Juni 1939). TANGGAL JAM ACARA
24 Juni 1939 20. 00 wib Klenengan
20.45 wib Golekdans
21.30 wib Dagelan
22.30 wib Gambijong
23.00 wib Dagelan
00.30 wib Gambijong
01.00 wib Sluiting
TANGGAL JAM ACARA
25 Juni 1939 08. 00 wib Klenengan
10.00 wib Golekdans
10.45 wib Dagelan
11.45 wib Gambijong
12.15 wib Dagelan
14.00 wib Sluiting
Sumber: Berkas Habisnya Uang untuk Begrooting Perayaan Triwindu dan
Partinituin Tahun 1939, Kode Arsip L. 405. Surakarta: Reksapustaka
Mangkunegaran.
Adapun besarnya biaya pengeluaran pada acara perjamuan Penghargaan
Triwindu tanggal 24 Juni 1939 sampai 25 Juni 1939 di atas adalah:
a. Dagelan Mataram, Kridorahardjo:
5 aktor @ f 4,- .............................. f 20,-
3 aktris @ f 5,- .............................. f 15,-
b. 1 penari Gambiyong pasinden .......... f 45,-
c. 12 niyogo’s ....................................... f 25,-
d. 1 penari Golek ................................. f 20,-
e. Tranportasi ....................................... f 25,-
f. Pondokan .......................................... f 15,-
g. Konsumsi ......................................... f 15,-
f 180,- 19
19
Ibid.
Page 46
30
Selain diadakan acara perjamuan-perjamuan Penghargaan Triwindu untuk
memperingati Jumenengan Mangkunegara VII yang ke 24 (Tri Windu) juga
diadakan Lomba Lari 10 KM20
yang dilaksanakan pada tanggal 25 Juni 1939.
Acara lomba lari ini berlangsung dari 06.30 wib sampai jam 10.00 wib. Lomba
Lari 10 Km itu diikuti oleh 400 orang, yang tidak hanya berasal dari dalam kota
Surakarta saja, tetapi juga berasal dari luar kota Surakarta, seperti: Colomadu,
Karanganyar, Wonogiri, Klaten, Sragen, Yogyakarta, dan lain sebagainya. Lomba
Lari 10 Km itu dimulai (start) dari Pamedan Astana Mangkunegaran dan finish di
Partinituin (sekarang Balekambang). Adapun rute Lomba Lari 10 Km itu adalah:21
Pamedan Mangkunegaran (start)– Pasar Pon (sekarang Jalan Diponegoro) –
Gladag – Gouverneurslaan (sekarang Balaikota) – Purbayan – Muloweg
(sekarang Jl. Sugiyopranoto) – “Dwars Door Astana Mangkunegaran” (Pintu
Barat Astana Mangkunegaran)– Pasar Legi- Villapark (sekarang Banjarsari) –
Stasiun Balapan melalui Perlimaan Banjarsari – Soos Mangkunegaran (Monumen
Pers) – Tumenggungan – Gumuk (sekarang Jl. Dr. Soepomo)– Benda – Jalan
Purwosari (sekarang Jalan Slamet Riyadi) – Perempatan Penumping22
–
Mangkubumen – beatrixlaan memutari race-terrein (sekarang Stadion Manahan) –
Partinituin (Sekarang Balekambang) - (FINISH). Nama-nama jalan di atas yang
digaris bawah, disitu akan ditempatkan orang sebagai pengawas. Setiap tempat
20
Hal: Rencananya Jalannya Lomba Lari 10 Km sebagai penghormatan Triwindu Tanggal 25
Juni 1939, Kode Arsip L. 407, Surakarta: Reksapustaka Mangkunegaran.
21
Ibid. Lihat peta wilayah Surakarta tahun 1939, Surakarta: Reksapustaka Mangkunegaran.
22
Perempatan Penumping, sekarang disebut perempatan Gendengan, perempatan yang
mempertemukan Jalan Slamet Riyadi dan Jalan Dr. Muwardi. Lihat Peta Wilayah Surakarta tahun
1939, Surakarta: Reksapustaka. Bandingkan dengan Peta Wilayah Surakarta tahun sekarang.
Page 47
31
ada dua orang pengawas. Lomba lari tersebut diawali dengan suara letusan senjata
api yang sudah dipersiapkan oleh komite penyelenggara.
Untuk menjaga tempat-tempat di atas dikerahkan dua buah sepeda motor
dari K’Satriya yang berada di depan gerombolan orang yang mengikuti lomba
lari. Di belakangnya diikuti auto-bus (bus kota) untuk menjaga jika ada peserta
lomba lari yang sudah tidak kuat (melajutkan) lari, kemudian dibawa ke dalam
auto-bus tadi. Para pengawas yang naik sepeda motor berjumlah 10, mereka
mengamati para peserta lomba lari jangan sampai ada yang nyidat (mengambil
jalan pintas). Dan juga ada juru potrek (fotografer), untuk memotret (mengambil
gambar) perlombaan lari.
Dari jam 07.00 wib di Partinituin (Finish) sudah dipersiapkan dan ditata
oleh komite penyelenggara yang akan menerima datangnya peserta lomba lari.
Saat peserta lomba lari datang, kemudian para juri berkumpul untuk menentukan
siapa saja yang mendapatkan hadiah (ada 20 hadiah). Setelah diumumkan,
kemudian komite menunjuk Panjenengan Dhalem Poetra Dhalem B.R.M.H.
Amidjaja Santosa untuk menyerahkan hadiah kepada para pemenang.
Sebagian kios Pasar Triwindu masih asli milik Mangkunegaran (yang
membangun dulu dari Mangkunegaran) dan sebagian dibangun sendiri oleh
pedagang atas ijin Pemerintah kota. Semua bangunan kios tersebut masih asli 90%
seperti sejak berdiri. Adapun bangunan (kios) pada Pasar Triwindu pada masa
Mangkunegoro VII memiliki keunikan tersendiri yaitu:
a. Lorong-lorong sempit, namun bersih, kios-kios yang dipenuhi berbagai
macam barang kuno.
Page 48
32
b. Kios-kios yang terbuat dari kayu.
c. Lantai yang terbuat dari semen.
d. Adanya daun jendela lebar dari kayu yang mempunyai dwi fungsi, baik
sebagai penutup jendela dan payon.23
e. Suasana adem dan rindang karena payon-payon yang menjadi tudung
dari sengatan matahari siang, cahaya-cahaya terobosan di dalam kios-
kios hanya akan menjadi kenangan para pengunjung setia pasar
tersebut.
Barang-barang yang diperdagangkan di Pasar Triwindu pada awal
berdirinya Triwindu adalah barang pecah belah (piring, gelas, vas, dll) dan barang
klitikan (besi tua, alat pertukangan, alat-alat sepeda, dll).
Kebanyakan pedagang di Pasar Triwindu berasal dari dalamkota
Mangkunegaran, oleh karena itu mereka kebanyakan menggunakan alat
transportasi tradisional berupa Gerobak, Andong, atau berjalan kaki.
4. Pasar Noesoekan.
Pasar Noesoekan terletak di kampung Noesoekan. Pasar ini menjual
berbagai macam kebutuhan hidup sehari-hari. Pada masa Mangkunegoro VII
pasar ini buka setiap hari, tidak mengenal hari pasaran.24
Untuk menuju ke Pasar
Noesoekan, para pedagang yang berasal dari dalamkota menggunakan alat
transportasi tradisional berupa Gerobak atau Andong. Bagi pedagang yang berasal
23
Payon berfungsi sebagai pelindung dari sengatan matahari atau hujan. Selain itu Payon juga
dapat berfungsi sebagai penutup jendela. Jenis Payon bermacam-macam ada yang terbuat dari kayu,
plastik, seng dll.
24
Daftar Pasar, Masalah Pasar, Serta Datanya di Mangkunegaran, Kode Arsip P. 1194,
Surakarta: Reksapustaka Mangkunegaran.
Page 49
33
dari luardesa atau luarkota, mereka menggunakan Kereta Api Kluthuk kemudian
berganti gerobak atau andong.
5. Pasar Totogan
Pasar Totogan berlokasi di sebelah Barat Astana Mangkunegaran dan
sebelah Utara Masjid Al Wustho. Sekarang Pasar Totogan sudah tidak ada dan
digantikan dengan bangunan SD Muhammadiyah 1 Surakarta dan SMA
Muhammadiyah 1 Surakarta.25
Kemudian pasar ini digabung dengan Pasar Legi.
Dahulu pasar ini menjual berbagai macam barang-barang kebutuhan hidup sehari-
hari. Pedagangnya sebagian besar berasal dari wilayah Praja Mangkunegaran.
Untuk menuju ke Pasar Totogan, para pedagang yang berasal dari
dalamkota menggunakan alat transportasi tradisional berupa Gerobak atau
Andong. Bagi pedagang yang berasal dari luardesa atau luarkota, mereka bisa
menggunakan Kereta Api Kluthuk, turun di Stasiun Balapan atau di depan Pasar
Ngapeman, kemudian berganti gerobak atau andong.
6. Pasar Ngapeman.
Pasar Ngapeman berlokasi di perempatan pertemuan antara jalan Slamet
Riyadi dan Jalan Gajahmada. Sekarang pasar ini sudah tidak ada digantikan hotel
megah yang bernama Hotel Novotel. Pasar ini dulu menjual barang-barang
kebutuhan sehari-hari seperti sayuran, buah-buahan, bumbon, dan lain-lain. Selain
25
Wawancara dengan K.R.T. Soemarso Pontjo Soetjitro, Op.Cit.
Page 50
34
itu pasar ini juga menjual sepeda dan pakaian bekas.26
Pada masa Mangkunegoro
VII pasar ini buka setiap hari, tidak mengenal hari pasaran.27
Untuk menuju ke Pasar Ngapeman, para pedagang yang berasal dari
dalamkota menggunakan alat transportasi tradisional berupa Gerobak atau
Andong. Bagi pedagang yang berasal dari luardesa atau luarkota, mereka bisa
menggunakan Kereta Api Kluthuk dan turun di depan Pasar Ngapeman, karena
Kereta Api Kluthuk jurusan Wonogiri - Solo Kota - Boyolali melewati Pasar
Ngapeman.
7. Pasar Ngemplak.
Pasar Ngemplak terletak di kampung Ngemplak. Pasar ini terletak kurang
lebih 1,75 KM dari Pasar Ngapeman. Pasar ini menjual berbagai macam
kebutuhan hidup sehari-hari. Pada masa Mangkunegoro VII pasar ini buka setiap
hari, tidak mengenal hari pasaran.28
Untuk menuju ke Pasar Ngemplak, para
pedagang yang berasal dari dalamkota menggunakan alat transportasi tradisional
berupa Gerobak atau Andong. Bagi pedagang yang berasal dari luardesa atau
luarkota, mereka bisa menggunakan Kereta Api Kluthuk kemudian berganti
gerobak atau andong.
8. Pasar Toerisari.
Pasar Toerisari berlokasi di sebelah Selatan jalan Hasanudin sedangkan di
sebelah Barat Daya berbatasan dengan jalan R.M. Said, sekarang pasar ini
26
Wawancara dengan K P. Santo Dipoero, Staf Reksapustaka Mangkunegaran. Tanggal 17
April 2010.
27
Daftar Pasar, Masalah Pasar, Serta Datanya di Mangkunegaran, Op.Cit.
28
Daftar Pasar, Masalah Pasar, Serta Datanya di Mangkunegaran, Op.Cit.
Page 51
35
terkenal dengan Pasar Nongko. Pasar ini menjual barang-barang kebutuhan hidup
sehari-hari seperti pasar tradisional pada umumnya. Pada masa mangkunegoro VII
pasar ini buka setiap hari.29
Untuk menuju ke Pasar Toerisari, para pedagang yang
berasal dari dalamkota menggunakan alat transportasi tradisional berupa Gerobak
atau Andong. Bagi pedagang yang berasal dari luardesa atau luarkota, mereka bisa
menggunakan Kereta Api Kluthuk, turun di depan Pasar Toerisari.
9. Pasar Ngoren.
Pasar Ngoren terletak di desa Colomadu, pasar tersebut menjual berbagai
macam kebutuhan hidup sehari-hari. Pada masa Mangkunegoro VII pasar ini buka
setiap hari, namun pasar ini ramai dikunjungi para pembeli pada setiap pasaran
Wage dan Paing.30
Untuk menuju ke Pasar Ngoren, para pedagang yang berasal
dari dalamkota menggunakan alat transportasi tradisional berupa Gerobak atau
Andong. Bagi pedagang yang berasal dari luardesa atau luarkota, mereka bisa
menggunakan Kereta Api Kluthuk, turun di Kampoeng Kartasura kemudian
berganti gerobak atau andong.
10. Pasar Ngasem.
Pasar Ngoren terletak di desa Ngasem, kurang lebih 4,5 KM dari Pasar
Ngoren. Pasar ini menjual berbagai macam kebutuhan hidup sehari-hari. Pada
masa Mangkunegoro VII pasar ini buka setiap hari pasaran Kliwon.31
Untuk
menuju ke Pasar Ngasem, para pedagang yang berasal dari dalamkota
menggunakan alat transportasi tradisional berupa Gerobak atau Andong. Bagi
29
Daftar Pasar, Masalah Pasar, Serta Datanya di Mangkunegaran, Op.Cit.
30
Daftar Pasar, Masalah Pasar, Serta Datanya di Mangkunegaran, Op.Cit.
31
Daftar Pasar, Masalah Pasar, Serta Datanya di Mangkunegaran, Op.Cit.
Page 52
36
pedagang yang berasal dari luardesa atau luarkota, mereka bisa menggunakan
Kereta Api Kluthuk turun di desa Ngasem.
Alat transportasi yang digunakan para pedagang di pasar-pasar tradisional di
Kabupaten Dalamkota Mangkunegaran adalah gerobak, andong, sepeda, berjalan
kaki atau naik Kereta Api Klutuk. Kereta Api Kluthuk Kabupaten Dalamkota
mempunyai dua jalur, yaitu Jalur Solo Kota - Prambanan dan Solo Kota Boyolali.
Untuk jalur Solo Kota – Prambanan sampai sekarang masih beroperasi, sedangkan
untuk jurusan Solo Kota - Boyolali sudah tidak beroperasi lagi (hanya sampai
Stasiun Purwosari) karena adanya perkembangan jaman. Adapun tarif Kereta Api
Kluthuk pada masa Mangkunegoro VII untuk jurusan Solo Kota – Prambanan dan
Solo Kota – Boyolali adalah sebagai berikut:
Tabel. 3
Tarif Kereta Api Jurusan Solo Kota – Boyolali
Dari
Ke
Ke
Dari
Harga
Kelas
III
III
Kelas Moerah
Solo Kota Kartosoero Kamp. f 0,28 f 0,23
Ngasem f 0,28 f 0,23
Bangak f 0,42 f 0,30
Banyoedono f 0,42 f 0,30
Pengging f 0,56 f 0,38
Teras f 0,56 f 0,38
Randoesari f 0,60 f 0,45
Modjosongo f 0,60 f 0,45
Boyolali f 0,60 f 0,49
Sumber: Nederlandsch-Indische Spoorweg-Maatschappij. Sepeciale Retourkaarten,
Kode Arsip P. 2446, Surakarta: Reksapustaka Mangkunegaran
Page 53
37
Tabel. 4
Tarif Kereta Api Jurusan Solo Kota – Prambanan
Solo Kota Padjang f 0,15 f 0,12
Majang f 0,30 f 0,15
Gawok f 0,30 f 0,18
Wonosari f 0,30 f 0,23
Tegalgondo f 0,30 f 0,24
Delanggoe f 0,45 f 0,27
Kepoh f 0, 45 f 0,33
Tjepper f 0,60 f 0,36
Ketandan f 0, 60 f 0,42
Klatten f 0,75 f 0,50
Srowot f 0,90 f 0,60
Prambanan f 1,05 f 0,69
Sumber: Nederlandsch-Indische Spoorweg-Maatschappij. Sepeciale Retourkaarten,
Kode Arsip P. 2446, Surakarta: Reksapustaka Mangkunegaran
B. Pasar-Pasar Kabupaten Karanganyar
Di wilayah Kabupaten Karanganyar terdapat tiga distrik yaitu Distrik
Karanganyar, Distrik Karangpandan dan Distrik Djomapolo.
1. Distrik Karanganyar
Pasar-pasar tradisional di distrik Karanganyar pada masa Mangkunegoro
VII adalah sebagai berikut:
a. Pasar Karanganyar
Pasar Karanganyar merupakan salah satu pasar yang terbesar di daerah
Kabupaten Karanganyar. Pasar ini terletak di Kecamatan Karanganyar.
Dahulu pasar ini terletak di depan rumah dinas Bupati Karanganyar.
Page 54
38
Kemudian pasar ini dipindah ke Kecamatan Tegalgede (dekat Terminal Bus
Tegalgede) dan diberi nama Pasar Tegalgede, namun sebagian pedagang
pasar Karanganyar ada yang tidak mau pindah dan tetap berjualan di sekitar
bekas Pasar Karanganyar. Akhirnya didirikan Pasar Jungke di kelurahan
(dekat Terminal Angkutan non Bus Jungke) untuk menampung pedagang
Pasar Karanganyar yang tidak mau pindah ke Pasar Tegalgede. Sebagai
gantinya, bekas kawasan Pasar Karanganyar dibuat sebuah taman, diberi
Taman Pancasila.32
Pasar ini merupakan pasar umum, artinya pasar tradisional yang
menjual berbagai macam kebutuhan sehari-hari, seperti buah-buahan,
sayuran, bumbon, dan lain-lain. Pasar ini juga merupakan pasar Induk, yang
artinya sebagai pusat kulakan33
para pedagang-pedagang pasar lain.
Pedagangnya sebagian besar berasal dari daerah Karanganyar tetapi ada juga
yang berasal dari luar desa atau luar kota. Pada masa Mangkunegoro VII,
Pasar Karanganyar buka setiap hari,34
namun pasar ini ramai dikunjungi para
pembeli pada pasaran Paing, Wage dan Legi.
b. Pasar Modjogedang.
Pasar Modjogedang terletak di Kecamatan Modjogedang. Pasar ini
menjual barang dagangan berbagai macam kebutuhan hidup sehari-hari. Pada
32
Wawancara dengan Supardi, Staf Reksapustaka Mangkunegaran, Tanggal 24 April 2010.
33
Kulakan adalah membeli suatu barang dengan tujuan untuk dijual kembali dengan harga
yang lebih tinggi untuk mendapatkan laba
34
Daftar Pasar, Masalah Pasar, Serta Datanya di Mangkunegaran, Op.Cit.
Page 55
39
masa Mangkunegoro VII pasar ini buka setiap hari, namun pasar ini ramai
dikunjungi para pembeli pada pasaran Wage dan Paing. 35
c. Pasar Djambangan.
Pasar Djambangan terletak di desa Djambangan, kurang lebih 8,5 KM
dari pasar Modjogedang. Pasar ini menjual berbagai macam barang
kebutuhan hidup sehari-hari. Pada masa Mangkunegoro VII pasar ini buka
setiap hari, namun pasar ini akan ramai dikunjungi pada hari pasaran Pon dan
Kliwon. 36
2. Distrik Karangpandan
Pasar-pasar tradisional di Distrik Karangpandan pada masa
Mangkunegoro VII adalah sebagai berikut:
a. Pasar Karangpandan.
Pasar Karangpandan terletak di Kecamatan Karangpandan. Pasar ini
menjual berbagai macam barang kebutuhan hidup sehari-hari. Pada masa
Mangkunegoro VII pasar ini buka setiap hari, namun pasar ini ramai
dikunjungi para pembeli pada pasaran Wage dan Paing. 37
b. Pasar Kerdjo
Pasar Kerdjo terletak di Kecamatan Kerdjo. Pasar ini menjual barang
berbagai macam barang kebutuhan hidup sehari-hari. Pada masa
Mangkunegoro VII pasar ini buka setiap hari pasaran Pon.38
35
Daftar Pasar, Masalah Pasar, Serta Datanya di Mangkunegaran, Op.Cit.
36
Daftar Pasar, Masalah Pasar, Serta Datanya di Mangkunegaran, Op.Cit.
37
Daftar Pasar, Masalah Pasar, Serta Datanya di Mangkunegaran, Op.Cit.
Page 56
40
c. Pasar Bangsri.
Pasar Bangsri terletak di desa Bangsri, Kecamatan Karangpandan. Pasar
ini berjarak kurang lebih 4,5 KM dari Pasar Karangpandan. Pasar ini menjual
berbagai macam barang kebutuhan hidup sehari-hari. Pada masa
Mangkunegoro VII pasar ini buka setiap hari pasaran Legi dan Pon. 39
d. Pasar Matesih
Pasar Matesih terletak di Kecamatan Matesih. Pasar ini menjual
berbagai macam barang kebutuhan hidup sehari-hari. Pada masa
Mangkunegoro VII pasar ini buka setiap hari, namun pasar ini akan ramai
dikunjungi pada hari pasaran Kliwon dan Paing.40
e. Pasar Kemoening
Pasar Kemoening terletak di Kecamatan Ngargoyoso. Pasar ini menjual
berbagai macam barang kebutuhan hidup sehari-hari. Pada masa
Mangkunegoro VII pasar ini buka setiap hari, namun pasar ini akan ramai
dikunjungi pada hari pasaran Pon dan Legi.41
f. Pasar Tawangmangoe.
Pasar Tawangmangoe terletak di Kecamatan Tawangmangoe,
Kabupaten Karanganyar. Pasar ini menjual barang berbagai macam barang
kebutuhan hidup sehari-hari. Pada masa Mangkunegoro VII pasar ini buka
38
Daftar Pasar, Masalah Pasar, Serta Datanya di Mangkunegaran, Op.Cit.
39
Daftar Pasar, Masalah Pasar, Serta Datanya di Mangkunegaran, Op.Cit.
40
Daftar Pasar, Masalah Pasar, Serta Datanya di Mangkunegaran, Op.Cit.
41
Daftar Pasar, Masalah Pasar, Serta Datanya di Mangkunegaran, Op.Cit.
Page 57
41
setiap hari atau tidak mengenal hari pasaran, namun pasar ini akan ramai
dikunjungi pada hari pasaran Pon dan Legi.42
3. Distrik Djoemapolo
Pasar-pasar tradisional di Distrik Djoemapolo pada masa Mangkunegoro
VII adalah sebagai berikut:
a. Pasar Djoemapolo
Pasar Djoemapolo terletak di Kecamatan Djoemapolo. Pasar ini
menjual berbagai macam barang kebutuhan hidup sehari-hari. Pada masa
Mangkunegoro VII pasar ini buka setiap hari, namun pasar ini akan ramai
dikunjungi pada hari pasaran Pon dan Legi.43
b. Pasar Belang.
Pasar Belang terletak di Kecamatan Djatijoso. Pasar ini menjual
berbagai macam barang kebutuhan hidup sehari-hari. Pada masa
Mangkunegoro VII pasar ini buka setiap hari pasaran Wage dan Legi.44
c. Pasar Djatipoero.
Pasar Djatipoero terletak di Kecamatan Djatipoero, kurang lebih 6.5
KM dari Pasar Belang. Pasar ini menjual berbagai macam barang kebutuhan
hidup sehari-hari. Pada masa Mangkunegoro VII pasar ini buka setiap hari
pasaran Kliwon.45
42
Daftar Pasar, Masalah Pasar, Serta Datanya di Mangkunegaran, Op.Cit.
43
Daftar Pasar, Masalah Pasar, Serta Datanya di Mangkunegaran, Op.Cit.
44
Daftar Pasar, Masalah Pasar, Serta Datanya di Mangkunegaran, Op.Cit.
45
Daftar Pasar, Masalah Pasar, Serta Datanya di Mangkunegaran, Op.Cit.
Page 58
42
d. Pasar Seban
Pasar Djatipoero terletak di desa Seban, Kecamatan Djatipoero. Pasar
ini menjual berbagai macam barang kebutuhan hidup sehari-hari. Pada masa
Mangkunegoro VII pasar ini buka setiap hari pasaran Kliwon.46
e. Pasar Koewangsan.
Pasar Koewangsan terletak di desa Koewangsan, Kecamatan
Djatipoero. Pasar ini menjual berbagai macam barang kebutuhan hidup
sehari-hari. Pada masa Mangkunegoro VII pasar ini buka setiap hari pasaran
Wage.47
Alat transportasi yang digunakan para pedagang di pasar-pasar tradisional di
daerah Kabupaten Karanganyar adalah gerobak, atau andong, sepeda atau berjalan
kaki. Hal ini dikarenakan alat transportasi di Kabupaten Karanganyar masih sangat
sederhana, selain itu di Kabupaten Karanganyar tidak dilalui jalur Kereta Api.
C. Pasar-Pasar Kabupaten Wonogiri
Di wilayah Kabupaten Wonogiri terdapat lima distrik yaitu Distrik
Wonogiri, Distrik Woerjantoro, Distrik Wuryantoro, Distrik Baturetno, Distrik
Jatisrono, Distrik Purwantoro. Adapun pasar-pasar yang ada di Kabupaten Wonogiri
adalahsebagai berikut:
1. Distrik Wonogiri.
Pasar-pasar tradisional di distrik Wonogiri pada masa Mangkunegoro VII
adalah sebagai berikut:
46 Daftar Pasar, Masalah Pasar, Serta Datanya di Mangkunegaran, Op.Cit.
47
Daftar Pasar, Masalah Pasar, Serta Datanya di Mangkunegaran, Op.Cit.
Page 59
43
a. Pasar Wonogiri
Pasar Wonogiri merupakan salah satu pasar yang terbesar di daerah
Kabupaten Wonogiri. Pasar Wonogiri terletak di tengah kota, pasar ini
merupakan pasar umum dan merupakan pasar Induk Kabupaten Wonogiri.
Pada masa Mangkunegoro VII Pasar Wonogiri buka setiap hari, namun pasar
ini akan ramai dikunjungi pada pasaran Wage dan Legi.48
Pedagangnya
sebagian besar berasal dari daerah Wonogiri tetapi ada juga yang bersal dari
luar desa atau luar kota.
b. Pasar Ngadirodjo.
Pasar Ngadirodjo terletak di Kecamatan Ngadirodjo. Pasar ini menjual
berbagai macam kebutuhan hidup sehari-hari. Pada masa Mangkunegoro VII,
Pasar Ngadirodjo buka setiap hari, namun pasar ini akan ramai dikunjungi
pada pasaran Kliwon dan Pon.49
c. Pasar Tekaran.
Pasar Tekaran terletak di Kecamatan Djatijoso. Pasar ini menjual
berbagai macam barang kebutuhan hidup sehari-hari. Pada masa
Mangkunegoro VII pasar ini buka setiap hari pasaran Pon.50
d. Pasar Betal.
Pasar Betal terletak di Kecamatan Ngoentoronadi. Pasar ini menjual
berbagai macam barang kebutuhan hidup sehari-hari. Pada masa
48
Daftar Pasar, Masalah Pasar, Serta Datanya di Mangkunegaran, Op.Cit. 49
Daftar Pasar, Masalah Pasar, Serta Datanya di Mangkunegaran, Op.Cit.
50
Daftar Pasar, Masalah Pasar, Serta Datanya di Mangkunegaran, Op.Cit.
Page 60
44
Mangkunegoro VII pasar ini buka setiap hari, namun pasar ini akan ramai
dikunjungi pada hari pasaran Kliwon dan Paing.51
2. Distrik Woerjantoro
Pasar-pasar tradisional di Distrik Woeryantoro pada masa Mangkunegoro
VII adalah sebagai berikut:
a. Pasar Woerjantoro
Pasar Woerjantoro terletak di Kecamatan Woerjantoro. Pasar ini
menjual berbagai macam barang kebutuhan hidup sehari-hari. Pada masa
Mangkunegoro VII pasar ini buka setiap hari, namun akan ramai dikunjungi
para pedagang pada hari pasaran Wage dan Legi.52
b. Pasar Manjaran
Pasar Manjaran terletak di Kecamatan Manjaran. Pasar ini menjual
berbagai macam barang kebutuhan hidup sehari-hari. Pada masa
Mangkunegoro VII pasar ini buka setiap hari pasaran Paing, Pon dan
Kliwon.53
c. Pasar Ngoeloe
Pasar Ngoeloe terletak di Kecamatan Pracimantoro. Pasar ini menjual
berbagai macam barang kebutuhan hidup sehari-hari. Pada masa
51
Daftar Pasar, Masalah Pasar, Serta Datanya di Mangkunegaran, Op.Cit.
52
Daftar Pasar, Masalah Pasar, Serta Datanya di Mangkunegaran, Op.Cit.
53
Daftar Pasar, Masalah Pasar, Serta Datanya di Mangkunegaran, Op.Cit.
Page 61
45
Mangkunegoro VII pasar ini buka setiap hari, namun akan ramai dikunjungi
para pedagang pada hari pasaran Wage dan Legi.54
d. Pasar Ngeromoko
Pasar Ngeromoko terletak di Kecamatan Ngeromoko. Pasar ini menjual
berbagai macam barang kebutuhan hidup sehari-hari. . Pada masa
Mangkunegoro VII pasar ini buka setiap hari, namun akan ramai dikunjungi
para pedagang pada hari pasaran Pon dan Kliwon.55
3. Distrik Batoeretno.
Pasar-pasar tradisional di Distrik Batoeretno pada masa Mangkunegoro
VII adalah sebagai berikut:
a. Pasar Batoeretno
Pasar Batoeretno terletak di Kecamatan Batoeretno. Pasar ini menjual
berbagai macam barang kebutuhan hidup sehari-hari. Pada masa
Mangkunegoro VII pasar ini buka setiap hari, namun akan ramai dikunjungi
para pedagang pada hari pasaran Wage dan Paing.56
b. Pasar Giritontro.
Pasar Giritontro terletak di Kecamatan Giritontro. Pasar ini menjual
berbagai macam barang kebutuhan hidup sehari-hari. Pada masa
Mangkunegoro VII pasar ini buka setiap hari pasaran Pon dan Kliwon.57
54
Daftar Pasar, Masalah Pasar, Serta Datanya di Mangkunegaran, Op.Cit.
55
Daftar Pasar, Masalah Pasar, Serta Datanya di Mangkunegaran, Op.Cit.
56
Daftar Pasar, Masalah Pasar, Serta Datanya di Mangkunegaran, Op.Cit. 57
Daftar Pasar, Masalah Pasar, Serta Datanya di Mangkunegaran, Op.Cit.
Page 62
46
c. Pasar Ngemplak.
Pasar Ngemplak terletak di Kecamatan Batoewarno, kurang lebih 9,25 dari
Pasar Batoeretno. Pasar ini menjual berbagai macam barang kebutuhan hidup
sehari-hari. Pada masa Mangkunegoro VII pasar ini buka setiap hari pasaran
Legi dan Pon.58
d. Pasar Tirtomojo
Pasar Tirtomojo terletak di Kecamatan Tirtomojo. Pasar ini menjual
berbagai macam barang kebutuhan hidup sehari-hari. Pada masa
Mangkunegoro VII pasar ini buka setiap hari, namun akan ramai dikunjungi
para pedagang pada hari pasaran Kliwon.59
e. Pasar Paranggoepito.
Pasar Paranggoepito terletak di Kecamatan Paranggoepito. Pasar ini
menjual berbagai macam barang kebutuhan hidup sehari-hari. Pada masa
Mangkunegoro VII pasar ini buka setiap hari, namun akan ramai dikunjungi
para pedagang pada hari pasaran Kliwon.60
f. Pasar Giriwojo.
Pasar Giriwojo terletak di Kecamatan Giriwojo. Pasar ini menjual
berbagai macam barang kebutuhan hidup sehari-hari. Pada masa
58
Daftar Pasar, Masalah Pasar, Serta Datanya di Mangkunegaran, Op.Cit. 59
Daftar Pasar, Masalah Pasar, Serta Datanya di Mangkunegaran, Op.Cit.
60
Daftar Pasar, Masalah Pasar, Serta Datanya di Mangkunegaran, Op.Cit.
Page 63
47
Mangkunegoro VII pasar ini buka setiap hari pasaran Kliwon, Legi dan
Paing.61
4. Distrik Djatisrono.
Pasar-pasar tradisional di Distrik Djatisrono pada masa Mangkunegoro
VII adalah sebagai berikut:
a. Pasar Djatisrono
Pasar Djatisrono terletak di Kecamatan Djatisrono. Pasar ini menjual
berbagai macam barang kebutuhan hidup sehari-hari. Pada masa
Mangkunegoro VII pasar ini buka setiap hari, namun akan ramai dikunjungi
para pedagang pada hari pasaran Wage, Legi dan Paing.62
b. Pasar Djatipoerno.
Pasar Djatipoerno terletak di Kecamatan Djatipoerno. Pasar ini menjual
berbagai macam barang kebutuhan hidup sehari-hari. Pada masa
Mangkunegoro VII pasar ini buka setiap hari pasaran Kliwon dan Paing.63
c. Pasar Sidohardjo.
Pasar Sidohardjo terletak di Kecamatan Sidohardjo. Pasar ini menjual
berbagai macam barang kebutuhan hidup sehari-hari. Pada masa
Mangkunegoro VII pasar ini buka setiap hari, namun akan selalu ramai
dikunjungi pembeli dan pedagang pda hari pasaran Pond an Kliwon.64
61
Daftar Pasar, Masalah Pasar, Serta Datanya di Mangkunegaran, Op.Cit.
62
Daftar Pasar, Masalah Pasar, Serta Datanya di Mangkunegaran, Op.Cit. 63
Daftar Pasar, Masalah Pasar, Serta Datanya di Mangkunegaran, Op.Cit. 64
Daftar Pasar, Masalah Pasar, Serta Datanya di Mangkunegaran, Op.Cit.
Page 64
48
d. Pasar Soeroe
Pasar Soeroe terletak di Kecamatan Djatiroto. Pasar ini menjual
berbagai macam barang kebutuhan hidup sehari-hari. Pada masa
Mangkunegoro VII pasar ini buka setiap hari pasaran Legi dan Pon.65
e. Pasar Girimarto
Pasar Girimarto terletak di Kecamatan Girimarto. Pasar ini menjual
berbagai macam barang kebutuhan hidup sehari-hari Pada masa
Mangkunegoro VII pasar ini buka setiap hari pasaran Paing dan Kliwon.66
5. Distrik Poerwantoro
Pasar-pasar tradisional yang berada di Distrik Poerwantoro pada masa
Mangkunegoro VII meliputi:
a. Pasar Kedangkarang
Pasar Kedangkarang terletak di Kecamatan Poerwantoro. Pada
perkembangan selanjutnya pasar ini benama Pasar Poerwantoro.Pasar ini
menjual berbagai macam barang kebutuhan hidup sehari-hari. Pada masa
Mangkunegoro VII pasar ini buka setiap hari, namun akan ramai dikunjungi
para pedagang pada hari pasaran Kliwon dan Pon.67
b. Pasar Slogohimo
Pasar Slogohimo terletak di Kecamatan Slogohimo. Pasar ini menjual
berbagai macam barang kebutuhan hidup sehari-hari. Pada masa
65
Daftar Pasar, Masalah Pasar, Serta Datanya di Mangkunegaran, Op.Cit. 66
Daftar Pasar, Masalah Pasar, Serta Datanya di Mangkunegaran, Op.Cit.
67
Daftar Pasar, Masalah Pasar, Serta Datanya di Mangkunegaran, Op.Cit.
Page 65
49
Mangkunegoro VII pasar ini buka setiap hari, namun akan ramai dikunjungi
para pedagang pada hari pasaran Kliwon dan Paing.68
c. Pasar Boeloekrto
Pasar Boeloekrto terletak di Kecamatan Boeloekerto. Pasar ini menjual
berbagai macam barang kebutuhan hidup sehari-hari. Pada masa
Mangkunegoro VII pasar ini buka setiap hari pasaran Wage dan Paing.69
d. Pasar Klitik
Pasar Klitik terletak di Kecamatan Kismantoro. Pasar ini menjual
berbagai macam barang kebutuhan hidup sehari-hari. Pada masa
Mangkunegoro VII pasar ini buka setiap hari pasaran Wage, Legi dan
Paing.70
Alat transportasi yang digunakan para pedagang di pasar-pasar tradisional di
Kabupaten Wonogiri adalah gerobak, atau andong, sepeda atau berjalan kaki. Hal ini
dikarenakan alat transportasi di Kabupaten Wonogiri masih sangat sederhana. Selain
itu di Kabupaten Wonogiri dilalui jalur Kereta Api Kluthuk. Pada masa
Mangkuengoro VII ada sebuah jalur Kereta Api Kluthuk dari Kabupaten Kota
Mangkunegaran menuju Kecamatan Batoretno, Kabupaten Wonogiri. Sekarang jalur
Kereta Api ini hanya sampai di Kelurahan Giripurwo, Kecamatan Wonogiri,
Kabupaten Wonogiri. Hal ini dikarenakan adanya pembuatan Waduk Gajahmungkur
pada masa pemerintahan Presiden Soeharto.
68
Daftar Pasar, Masalah Pasar, Serta Datanya di Mangkunegaran, Op.Cit. 69
Daftar Pasar, Masalah Pasar, Serta Datanya di Mangkunegaran, Op.Cit.
70
Daftar Pasar, Masalah Pasar, Serta Datanya di Mangkunegaran, Op.Cit.
Page 66
50
Adapun tarif Kereta Api Kluthuk untuk jurusan Solo Kota sampai Wonogiri
pada masa Mangkunegoro VII adalah sebagai berikut:
Tabel 5
Tarif Kereta Api Jurusan Solo Kota – Wonogiri
Dari
Ke
Ke
Dari
Harga
Kelas
III
III
Kelas Moerah
Solo Kota Wonogiri f 0,52 f 0,45
Somohoeloen f 0,72 f 0,55
Goedangdondog f 0,92 f 0,65
Ngoentoronadi f 0,92 f 0,75
Gamping f 1,12 f 0,85
Batoretno f 1,32 f 0,95
Sumber: Nederlandsch-Indische Spoorweg-Maatschappij. Sepeciale
Retourkaarten, Kode Arsip P. 2446, Surakarta:
Reksapustaka Mangkunegaran.
Page 67
51
BAB III
SISTEM PENGELOLAAN PASAR DI PRAJA
MANGKUNEGARAN PADA MASA PEMERINTAHAN
MANGKUNEGARA VII
(1916-1944)
A. Pengelolaan Pasar
1. Kabupaten Parimpuna.
Dari beberapa kabupaten-kabupaten di atas yang mengurusi dibidang
kepasaran adalah Kabupaten Parimpuna. Kabupaten Parimpuna adalah suatu dinas
milik Mangkunegaran yang bertugas mengelola pasar-pasar milik Praja
Mangkunegaran. Kabupaten Parimpuna dibentuk pada tahn 1917.1 Tugas
pemerintahan pasar setiap harinya itu diserahkan kepada seorang Inspektur yang
sudah ditetapkan oleh Adipati Mangkunegara dengan persetujuan Residen. Inspektur
tadi dinamakan Inspektur Markwezen. Selama menjalankan tugasnya sebagai
pengawas pasar, Inspektur dibantu oleh Ajund Inspektur, Lurah Pasar, dan tenaga
pembantu yang diperlukan. Lurah pasar dan tenaga pembantunya ditetapkan oleh
Adipati Mangkunegara sesuai permintaan dari Inspektur.
a. Inspektur Marktwezen dan Ajund Inspektur.
Inspektur, Ajund Inspektur dan para demang parimpuna diangkat dan
diberhentikan oleh Adipati Mangkunegara. Inspektur adalah pimpinan tertinggi
dalam pengelolaan pasar. Jika inspektur sakit atau berhalangan maka
penggantinya adalah Ajund Inspektur dan jika Ajund Inspektur atau Demang
1 Wasino, 1994, Tesis: ”Kebijaksanaan Pembaharuan Pemerintahan Praja Mangkunegaran
(Akhir Abad XIX-Pertengahan Abad XX)”, Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada, Hal: 117.
Page 68
52
Parimpuna sakit atau berhalangan maka penggantinya ditentukan oleh inspektur
dengan seijin Adipati Mangkunegara.
Semua yang bekerja di dinas kepasaran ini diangkat dengan suatu
sumpah pada waktu acara pengangkatan. Berikut adalah petikan sumpah
tersebut:
“Saya berjanji, akan menjalankan dengan sungguh-sungguh semua
perintah Kanjeng Gusti Adipati Arya Prabu Mangkunegara yang diperintahkan
kepada saya serta menepati ketentuan pasar……..dengan sungguh-sungguh” 2
Setelah Inspektur dan Ajund Inspektur tadi melakukan sumpah,
kemudian sumpah itu ditulis rangkap dua, yang satu diserahkan kepada Adipati
Mangkunegara dan yang satu dibawa oleh Inspektur dan Ajund Inspektur. Tugas
Inspektur dan Ajund Inspektur:3
1) Seorang Inspektur dan Ajund Inspektur harus memperhatikan
tempatnya pasar, los-los yang ada di pasar atau rumah lainnya-lainnya
dan menjaga tata dan kebersihannya pasar, los pasar, atau rumah-
rumah lainnya.
2) Inspektur bertugas memeriksa pengumpulan uang sewa pasar
berdasarkan aturan yang telah ditentukan oleh Adipati Mangkunegara
3) Inspektur dan Ajund Inspektur bertugas memberikan laporan keluar
masuknya uang kepada abdidalem Bupati Patih.
4) Inspektur dan Ajund Inspektur bertugas mengajukan permintaan
karcis pasar kepada abdidalem priyayi di kantor sekretaris.
2 Rijksblad Mangkunegaran Tahun 1917 No. 24, Surakarta: Reksapustaka Mangkunegaran.
3 Ibid.
Page 69
53
5) Inspektur dan Ajund Inspektur mengawasi pasar-pasar yang diawasi
saat ada waktu luang perkerjaan.
b. Lurah Pasar
Tugas Lurah pasar adalah mengawasi kegiatan perdagangan di pasar
setiap hari agar berjalan sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan. Lurah
Pasar harus berada di pasar setiap hari sebelum pasar buka sampai pasar tutup
dan tidak boleh meninggalkan pasar tanpa ijin dari pembesar di atasnya. Lurah
pasar juga dilarang melakukan aktivitaas perdagangan di pasar yang diawasi.
Demikian juga dengan Lurah Pasar juga melakukan sumpah seperti
Inspektur dan Ajund Inspektur. Adapun sumpah Lurah Pasar adalah:
“Saya berjanji, akan menjalankan dengan sungguh-sungguh semua
perintah Inspektur yang diperintahkan kepada saya serta menepati ketentuan
pasar……..dengan sungguh-sungguh”.4
Setelah Lurah Pasar melakukan sumpah, kemudian sumpah itu ditulis
rangkap dua, yang satu diserahkan kepada Adipati Mangkunegara dan yang satu
dibawa oleh Inspektur. Adapun tugas Lurah Pasar antara lain:5
1) Mengawasi pasar yang telah ditentukan oleh Inspektur yang diawasi
Inspektur dan Ajund Inspektur.
2) Mengawasi tata dan kebersihan pasar, los-los pasar dan rumah-
rumah lain di pasar serta menentukan koplakan untuk gerobak dan
hewan penarik atau hewan muatan.
4 Ibid.
5 Rijksblad Mangkunegaran Tahun 1917 No. 25, Surakarta: Reksapustaka Mangkunegaran.
Page 70
54
3) Mengawasi pengumpulan uang sewa pasar dari semua orang yang
menggunakan koplakan dan padhasaran.
4) Menyerahkan uang sewa pasar kepada Demang Parimpuna
5) Mengawasi supaya barang yang dijual di pasar, diletakkan di
padhasaran yang sudah disediakan. Bila ada barang yang belum
ditentukan tempatnya, Lurah pasar yang menentukan tempat untuk
meletakkan barang tadi.
6) Menentukan tempat untuk melakukan perkerjaan dan aktivitas.
7) Mengawasi setiap orang yang tidak boleh menempati padhasaran
yang bukan tempatnya.
8) Mengawasi setiap orang yang tidak boleh menjual dagangan atau
melakukan pekerjaan atau aktivitas di pasar yang belum membawa
pertanda pembayaran sewa koplakan (standplaats) atau padhasaran.
9) Memperhatikan supaya pasar jangan sampai dimasuki orang yang
mempunyai kelakuan yang tidak baik.
10) Menyelesaikan semua persoalan mengenai wewenang menempati
koplakan atau padhasaran.
11) Mengawasi agar jalan masuk pasar atau jalan di dalam pasar tidak
digunakan untuk menaruh barang dagangan atau untuk berjualan.
12) Mengawasi agar barang dagangan tidak masuk pasar sebelum pasar
buka atau sesudah pasar tutup.
13) Mengawasi jangan sampai ada gerobag masuk ke dalam pasar.
Page 71
55
14) Mengawasi supaya koplakan dan padhasaran jangan sampai ada
yang menyediakan atau dibahas dulu untuk orang lain.
Mengenai gaji Inspektur, Ajund Inspektur, Demang Parimpuna, Lurah Pasar
dan tenaga pembantunya ditentukan oleh Adipati Mangkunegara. Khusus untuk gaji
Inspektur dan Ajund Inspektur harus dengan kesepakatan Residen. Untuk para tenaga
yang bekerja di setiap pasar ditetapkan oleh Inspektur dengan ijin abdidalem Bupati
Patih. Adapun untuk gaji seorang Inspektur, Ajund Inspektur dan para punggawa
lainnya adalah sebagai berikut:
Tabel 6.
Gaji Inspektur, Ajund Inspektur dan Punggawa lainnya.
No Pangkat Belanja Kenaikan
Gaji
Wawaton kang
netepake keterangan
1 Bupati Anom
(Inspektur)
225 -
325
2X3X30
1X3X40
2 Ajund
Inspektur 75 – 150
5X3X10
1X3X25 Diploma H.I.S.
3 Punggawa
Pasar
16 - 50
4X2X2
4X2X2.5
2X2X3
Diploma
pamulangan angka
2 + fak. diploma
Apabila yang menerima
gaji berpangkat:
Rangga : Rp 16 – 24
Demang : Rp 24 – 40
Mantri ; Rp 40
Sumber: Rijksblad Mangkunegaran tahun 1935. Surakarta: Reksapustaka Mangkunegaran.
Angka – angka yang tertulis di samping gaji itu merupakan kenaikan gaji,
contoh: 2X3X30 itu maksudnya: kenaikan gaji setiap 3 tahun sekali paling banyak
Rp. 30,- dalam sebulan sampai 2 tahap. Berdasarkan pengeluaran praja
Mangkunegaran tahun 1936 sampai 1940 praja Mangkunegaran mengeluarkan uang
untuk gaji pegawai pasar sebesar:
Page 72
56
Tabel. 7
Gaji Punggawa Pasar.
TAHUN 1936 1938 1939 1940
Gaji untuk punggawa f 5.304 f 5.748 f 6.216 f 4.311
Gaji untuk punggawa yang mengawasi
pasar f 5.312 f 5.312 f 5.316 f 5.340
Sumber: Rijksblad Mangkunegaran tahun 1936, 1938, 1939, dan 1940 mengenai Rarantaman
Lebu Wetuning Dhuwit Praja Mangkunegaran.
2. Peraturan Pasar.
Berdasarkan Rijksblad Mangkunegaran No. 23 Tahun 1917 disusul
Rijksblad Mangkunegaran No. 9 Tahun 1918 mengenai pasar menyebutkan bahwa
pasar tediri dari beberapa bagian yaitu los-los atau rumah-rumah yang ada di atas
wilayah yang dijadikan pasar, halaman pasar yang digunakan untuk meletakkan
barang dagangan dan untuk jual beli (halaman ini tidak boleh dibangun los-los atau
rumah secara permanen kecuali dengan ijin inspektur), dan koplakan adalah tempat
untuk menaruh gerobag atau binatang tarikan. Pasar tersebut diberi batas yang jelas
dari wilayah atau jalan yang ada di dekatnya.
Pasar merupakan perusahaan praja dimaksudkan praja membangun gedung-
gedungnya dan menyewakan petak-petaknya.6 Segala sesuatu yang berkaitan dengan
pasar berada dibawah pengawasan praja dengan persetujuan Residen surakarta
karena praja dibawah kekuasaan pemerintah Belanda.
6 Th. M. Metz, 1939. Analisis Sebuah Kerajaan Jawa. Roterrdam: NV Nijgh dan Van Ditmar.
Diterjemahkan oleh Moh. Husodo Pringgokusumo, Surakarta: Reksapustaka Mangkunegaran, Hal: 80
Page 73
57
a. Peraturan Mengenai Kegiatan Perdagangan di Pasar.
Guna menjaga ketertiban dan kelancaran aktivitas perdagangan di pasar,
Praja Mangkunegara membuat aturan-aturan seperti dalam Rijksblad
Mangkunegaran tahun 1917 No. 23. Peraturan tersebut antara lain:7
1) Setiap los atau rumah di pasar harus di pasang papan putih yang
merinci barang-barang apa saja yang dijual serta besarnya sewa
tempat yang di gunakan untuk berjualan.
2) Koplakan juga diberi papan putih yang menyebutkan besarnya sewa.
3) Jika ada barang yang tidak termasuk golongan barang yang
disebutkan di papan, maka lurah pasar yang memutuskan barang
tersebut masuk golongan apa.
4) Buka tutupnya pasar ditentukan oleh abdidalem patih
Mangkunegaran.
5) Orang yang berjualan di pasar harus membayar sewa tempat yang
telah ditentukan. Setiap membayar sewa para pedagang mendapat
tanda pembayaran berupa karcis.
6) Di atas tempat berjualan para pedagang boleh membuat aling-aling
atau atap dari kain mori agar barang dagangannya tidak kepanasan
namun harus di bongkar bila pasar tutup.
7) Para pedagang tidak boleh berdagang selain di tempat yang telah
ditentukan.
7 Rijksblad Mangkunegaran Tahun 1917 No.23, Lihat pula Rijksblad Mangkunegaran tahun
1918 No.9, Rijksblad Mangkunegaran Tahun 1925 No. 4, Rijksblad Mangkunegaran Tahun 1926 No.
1, Rijksblad Mangkunegaran Tahun 1928 No. 7, Surakarta: Reksapustaka Mangkunegaran.
Page 74
58
8) Para pedagang tidak boleh meletakkan barang dagangan sebelum
pasar buka dan sesudah pasar tutup tanpa seijin Demang Parimpuna
atau Lurah pasar.
9) Gerobag tidak boleh masuk ke dalam pasar.
10) Para pedagang tidak boleh menggunakan tempat berjualan di los-los
pasar dan rumah-rumah yang menjadi milik Negara.
11) Tidak boleh melakukan jual beli tanpa memiliki karcis tanda
pembayaran sewa tempat.
12) Tidak boleh masuk pasar jika pernah melakukan perbuatan tercela.
13) Tidak boleh minum atau berjualan minuman keras di pasar.
14) Tidak boleh menginap di warung-warung pasar tanpa seijin
abdidalem Patih dengan pertimbangan Inspektur
Berdasarkan Rijksblad tahun 1918 No. 9 Jika seseorang melanggar
peraturan yang telah ditentukan maka akan dikenai denda sebesar f 2.50,- yang
kemudian dalam Rijksblad tahun 1928 No 7 dendanya diubah menjadi f 10,-.
Pada awal tahun 1930-an terjadi krisis ekonomi dunia yang juga
berdampak di Indonesia. Hal ini menyebabkan pasar-pasar tradisional banyak
dikunjungi pedagang kecil dengan keuntungan yang sedikit sehingga mereka
tidak bersedia membayar karcis seperti tarif biasanya. Sewa pasar pun kemudian
mengalami perubahan. Untuk pedagang yang berjualan di los-los pasar sebesar
Page 75
59
7-8 sen perhari dan untuk yang berjualan di halaman pasar sebesar dua sen per
hari.8
b. Peraturan Sewa
Pasar merupakan perusahaan milik praja. Laba dari perusahaan ini
menjadi salah satu sumber penghasilan kas praja. Keuntungan pasar diperoleh
dari sewa pasar. Para pedagang yang berjualan di pasar baik di los-los atau
rumah-rumah dan halaman pasar dikenai uang sewa. Di tempat yang digunakan
untuk meletakkan gerobag atau binatang tarikan juga dikenai uang sewa. Uang
sewa tersebut juga digunakan untuk perbaikan pasar dan kelancaran aktivitas
perdagangan di pasar. Peraturan mengenai sewa tersebut adalah sebagai berikut:9
1) Pedagang yang berjualan di los-los atau rumah-rumah harus
membayar sewa maksimal sebesar 10 sen per m² per hari
2) Pedagang yang berjualan di palataran membayar sewa maksimal 3
sen per m² per hari.
3) Namun besarnya sewa bisa ditentukan sendiri-sendiri oleh abdi
dalem bupati Patih, namun tidak beda jauh dari ketentuan di atas.
4) Pembayaran sewa tempat yang dilelang tersebut dilakukan di awal
bulan.
5) Sewa untuk tempat gerobak atau binatang di tentukan oleh abdi
dalem bupati patih.
8 Elies Setiyawati, 1995, Skripsi : “Pasar Tradisional di Wilayah Kota Praja Mangkunegaran
pada awal abad XX”, Universitas Sebelas Maret Press. Hal: 68.
9 Rijksblad Mangkunegaran Tahun 1917 No. 23, Surakarta: Reksapustaka Mangkunegaran.
Page 76
60
6) Sewa gerobak sebesar 5 sen per gerobak per hari, 3 sen per binatang
tarikan per hari atau kurang dari satu hari.
7) Jika ada yang berjualan binatang besarnya sewa 10 sen per sapi atau
kuda, 3 sen per kambing.
8) Luasnya tempat berjualan ditentukan oleh inspektur.
9) Siapa yang datang lebih awal boleh memilih tempat berjualan namun
jika ada perselisihan maka diselesaikan oleh lurah pasar dan demang
parimpuna
Aturan sewa ini pada Rijksblad tahun 1928 No. 7 ditambah yakni
pedagang yang berjualan secara ider 10
juga dikenai uang sewa sebesar 10 sen
per hari atau kurang dari sehari.11
c. Larangan dan Hukuman
Selain adanya peraturan pasar setiap orang dilarang, seperti yang disebut
di bawah ini:
1) Meletakkan barang dagangan atau melakukan kegiatan pada tempat
di dalam pasar selain yang sudah ditentukan Lurah Pasar.
2) Meletakkan gerobag, hewan penarik atau muatan pada tempat di
dalam wilayah pasar selain yang sudah ditentukan oleh Lurah Pasar.
3) Tidak boleh meletakkan dagangan, tempat dagangan atau
perlengkapan untuk melakukan kegiatan, di pasar sebelum waktunya
10
Ider adalah berjualan dengan cara membawa barang dagangannya berkeliling dari satu
tempat ke tempat lain.
11
Rijksblad Mangkunegaran Tahun 1928 No. 7, Surakarta: Reksapustaka Mangkunegaran.
Page 77
61
pasaran, atau setelah pasar selesai, apabila belum dapat perijinan
Lurah Pasar.
4) Tidak boleh meletakkan palang, emperan atau sejenisnya di los
pasar atau rumah lainnya yang sama kepunyaannya Negara.
5) Tidak boleh menggunakan padhasaran di dalam los pasar atau di
rumah lainnya yang sama kepunyaannya Negara atau di palatarane
pasar, yang memang bukan benarnya, atau yang lebih luas daripada
yang sudah ditentukan atau pinaringake.
6) Tidak boleh menjual atau melukakan kegiatan di padhasaran yang
sudah ditentukan atau diperbolehkan. Apabila tidak membawa karcis
pertandanya belum membayar sewa untuk menggunakan
padhasaran tadi.
7) Tidak menurut langsung terhadap aturan Lurah Pasar yang
mengelola tempat, yang sudah ditentukan atau diperbolehkan, semua
itu bila yang memakai sudah tidak mempunyai hak di tempat tadi.
8) Tidak boleh minum minuman keras atau menjual minuman keras di
pasar.
9) Tidak boleh ke pasar apabila punya kelakuan yang tidak baik.12
Siapa yang saja yang berani melanggar peraturan di atas mendapat
hukuman bagi orang yang telah tepenjara jenis hukumannya membayar denda
paling banyak f 2,50 (2 rupiah 50 sen). Apabila belum satu tahun melanggar
12
Rijksblad Mangkunegaran Tahun 1917 No. 23. Op. Cit.
Page 78
62
peraturan di atas lagi dari yang terkena hukuman tadi, maka dikenakan denda
paling banyak 2 rupiah 50 sen.13
Ketetapan yang telah disebutkan di atas itu ditentukan oleh
panjenengandalem Kanjeng Gusti Adipati Arya Prabu Prangwedan dengan
persetujuan Residen, yang melanggar wajib menyingkir, atau disuruh
menyingkir dan memperbaiki segala sesuatu yang menyalahi isi surat peraturan
ini, atau melengkapi segala sesuatunya yang masih dianggap kurang.
Apabila yang melanggar sampai melupakan kewajiban tadi,
panjenengandalem Kanjeng Gusti Adipati Arya Prabu Prangwedana mempunyai
hak memerintahkan supaya orang yang melanggarkan disingkirkan (disuruh
pergi), diperbaiki dan dilakukan seperlunya, biaya ditanggung oleh yang
mengingkari kewajiban tersebut, serta apabila memerintah, yang
mengingkarinya tidak perlu diberi promosi terlebih dahulu dahulu.
Kecuali abdidalem priyayi polisi beserta pegawainya, Inspektur, Ajung
Inspektur dan Lurah Pasar juga diharuskan mencari keterangan perkara
pelanggaran ini yang dilaporkan.14
3. Sistem Retribusi.
Pethuk yang disebut karcis padhasaran itu wujudnya menurut pola yang
sudah ditentukan oleh Mangkunegoro. Karcis tadi dibendhel jadi satu buku, satu
buku isinya 100 lembar, adapun jenis perbedaannya akan ditentukan oleh
Mangkunegoro. Setiap pasar disediakan karcis satu seri, satu seri karcis isinya
13
Rijksblad Mangkunegaran Tahun 1917 No. 23. Op. Cit.
14
Rijksblad Mangkunegaran Tahun 1917 No. 23. Op. Cit.
Page 79
63
100.000 buah, serta karcis padhasaran tadi tadi diberi angka urut dari angka 00.000
sampai angka 99.999.15
Abdidalem priyayi petugas di kantor sekretaris yang ditentukan
panjenengandalem Kanjeng Gusti Adipati Arya Prabu Prangwedana menyediakan
karcis padhasaran, supaya diberi cap dan diberi angka seperlunya, serta diserahkan
kepada Inspektur. Kemudian Inspektur setiap bulan melayani permintaan sesuai
periode waktu yang sudah diberi tanggal dan tanda-tangan, menurut pola yang akan
ditentukan panjenengandalem Kanjeng Gusti Adipati Arya Prabu Prangwedana.
Pelayanan permintaan tadi paling lambat lima hari mendekati akhir bulan. Apabila
ada sewajarnya yang diminta, Inspektur tadi boleh mengajukan permintaan pada
sebelum waktunya diserahkan.
Inspektur menyerahkan karcis-karcis yang sudah diterima kepada para
Lurah Pasar, menurut seberapa butuhnya yang akan digunakan. Apabila karcis tadi
sudah diterima, Lurah Pasar kemudian memberikan pethuk kepada Inspektur
menurut pola yang akan ditentukan panjenengandalem Kanjeng Gusti Adipati Arya
Prabu Prangwedana. Inspektur memegang buku karcis menurut pola yang akan
ditentukan panjenengandalem Kanjeng Gusti Adipati Arya Prabu Prangwedana,
untuk mengingat jumlah karcis yang diterima dan yang diserahkan.
Setiap bulan paling lambat bulan ke 5, buku karcis serta surat-surat
perhitungan dan lain-lainnya yang disebut di peraturan ini harus diserahkan kepada
Kanjeng Gusti Adipati Arya Prabu Prangwedana untuk dicocokkan, setelah itu buku
dan surat tadi seharusnya dikembalikan kepada inspektur.
15
Rijksblad Mangkunegaran Tahun 1917 No. 23. Op. Cit.
Page 80
64
Perhitungan masalah ketersediaan karcis dilakukan oleh Lurah Pasar, itu
langkah-langkahnya seperti dibawah ini:
1. Setiap hari setelah pasar selesai, Lurah Pasar mengisi laporan yang
polanya akan ditentukan panjenengandalem Kanjeng Gusti Adipati Arya
Prabu Prangwedana. Setelah diisi, laporan tersebut dimasukkan ke dalam
laporan bulanan, yang polanya akan ditentukan oleh panjenengandalem
Kanjeng Gusti Adipati Arya Prabu Prangwedana, kemudian dilaporkan
kepada Mantri Martanimpuna pada waktu yang sudah ditentukan dengan
uang yang diterima. Kecuali itu jumlah karcis yang diterima dari
Inspektur dalam sebulan, itu harus dimasukkan dalam laporan bulanan,
dalam lajur yang sudah disediakan.
2. Diterimanya uang yang diserahkan tadi, Mantri Martanimpuna kemudian
memberi tanda tangan pada bagian bulanan.
3. Pada akhir bulan, lajur bagian bulanan lalu dijumlah, setelah di jumlah
laporan bulanan tadi diserahkan kepada Inspektur yang kemudian dicek
seperlunya. Apabila ada perbedaan maka akan diselesaikan kembali oleh
Lurah Pasar. Apabila uang yang diserahkan tersebut ada kekurangan,
harus segera diganti oleh Lurah Pasar.
4. Pengecapan surat pertanda pelelangan padhasaran serta penyerahan
kepada Inspektur supaya diserahkan kepada yang berwenang, yaitu
diserahkan kepada abdidalem.16
16
Rijksblad Mangkunegaran Tahun 1917 No. 23. Op. Cit.
Page 81
65
Inspektur memegang buku kas yang polanya akan ditentukkan
panjenengandalem Kanjeng Gusti Adipati Arya Prabu Prangwedana, serta banyaknya
uang yang diterima, dikeluarkan, dan dimasukkan ke kas Negara, sehingga
dimasukkan kembali dalam buku kas tadi. Buku kas tadi sebelum digunakan harus
sudah ditandai oleh abdidalem priyayi yang bekerja di kantor (sekretaris) yang akan
ditentukan panjenengandalem Kanjeng Gusti Adipati Arya Prabu Prangwedana.
Setiap akhir bulan buku kas tadi akan ditutup serta seberapa adanya uang
pada hari terakhir, itu dimasukkan pada bulan yang ditentukan, dianggap uang yang
diterima baru saja. Setiap bulan Inspektur menyerahkan laporan kepada
panjenengandalem Kanjeng Gusti Adipati Arya Prabu Prangwedana yang polanya
akan ditentukan oleh panjenengandalem Kanjeng Gusti Adipati Arya Prabu
Prangwedana.Setiap tanggal 2, 12, dan 22 Inspektur memasukkan semua uang yang
dipegang ke kas Negara, setelah tanggal 2, 12, dan 22, kas Negara akan ditutup, uang
tadi akan dimasukkan pada hari lain setelah kas Negara buka lagi. Dalam
memasukkan uang dengan laporan yang polanya akan ditentukan oleh
panjenengandalem Kanjeng Gusti Adipati Arya Prabu Prangwedana.
4. Rarantaman Keluar Masuknya Uang Praja Mangkunegaran.
Setiap tahun sebelum tanggal 1 Juli Insplektur melakukan pelaporan
rarantaman (rencana) keluar masuknya uang pasar kepada Kanjeng Gusti Adipati
Arya Prabu Prangwedana untuk tahun yang akan dilaksanakan, dari tanggal 1 Januari
sampai 1 Desember. Pada tahun 1916 ini, pelaksanaan pelaporan tadi sebelum
tanggal 1 Oktober. Hal yang harus dimasukkan dalam rarantaman tadi seperti:
Page 82
66
a. Bab keluarnya uang:
1) Biaya pegawai pasar (gaji dan pembantu-pembantunya).
2) Biaya cap-capan, biaya kantor dan lain-lain.
3) Biaya untuk membersihkan (pasar) setiap harinya.
4) Biaya perbaikan yang wajar.
5) Biaya untuk membetulkan dan mendirikan kegiatan pasar.
b. Bab masuknya uang:
1) Uang sewa yang akan diterima jumlahnya boleh dikira-kira saja.
5. Perawatan dan Perbaikan Pasar
Inspektur harus selalu memeriksa apa yang perlu dilakukan untuk kebaikan
perawatan semua yang jadi keperluan pasar. Pekerjaan membersihkan pasar-pasar
itu akan dilakukan oleh pembantu sendiri.Inspektur wajib berinisiatif memberikan
sumbang saran kepada panjenengandalem Kanjeng Gusti Adipati Arya Prabu
Prangwedan, supaya memerintahkan semua pekerjaan dan pelayanan yang dianggap
perlu untuk kegiatan pasar. Inspektur tadi harus menegaskan sendiri pada blabag
masalah perlunya pekerjaan dan layanan yang diangap perlu tadi. Adapun surat
tagihan bayaran masalah pekerjaan dan pelayanan itu sebelumnya ada surat perintah
pembayaran yang harus diberi tanda tangan dulu oleh Inspektur tadi, sebabagai tanda
jika sudah melakukan pembayaran tadi.
Page 83
67
6. Kasus-Kasus yang Terjadi
Pada masa pemerintahan Mangkunegoro VII sudah ada kasus-kasus yang
terjadi di lingkungan Kabupaten Parimpuna. Kasus-kasus tersebut meliputi
penggelapan uang pajak.
Kasus yang dilakukan Demang Pontjojoedo, beliau adalah kepala desa
Dajoe Kabupaten Karanganyar. Demang Pontjojoedo didakwa dengan tiga kasus
yaitu: Kasus Pertama, jika ada orang yang mau menjual hewan, Demang
Pontjojoedo meminta uang/ pajak masing-masing hewan sebesar f. 1 atau 60 sen
kepada orang yang mau menjual hewan. Padahal dalam Rijksblad Mangkunegaran
Tahun 1917 No. 23 tertulis bahwa jika ada orang yang mau menjual binatang
dikenakan biaya sewa sebesar 10 sen untuk sapi atau kuda dan 3 sen untuk kambing.
Kasus Kedua, jika ada orang minta ijin untuk memotong karangkitri, Demang
Pontjojoedo meminta uang/ pajak f. 5 kepada para pemohon. Kasus Ketiga, setiap
habis panen, satu tahun sekali,, meminta padi kepada bekel-bekelnya masing-masing
2 gedeng. 17
Setelah diperiksa, dari ketiga kasus-kasus di atas, hanya kasus pertama dan
ketiga yang terbukti, untuk kasus kedua tidak terbukti karena sasksi-saksinya kurang
jelas (kuat). Setelah terbukti melakukan dua pelanggaran, maka pengadilan
memtuskan bahwa Demang Pontjojoedo mendapat hukuman berupa:
a. Diturunkan pangkatnya yang semula Demang menjadi Ronggo.
b. Harus pindah (keluar) dari desa Dajoe.
17
Kepala Desa Karanganyar Minta Uang Pada Penjual Hewan, Kode Arsip P. 237, Surakarta:
Reksapustaka Mangkunegaran.
Page 84
68
c. Diancam apabila mengulangi kesalahannya, maka akan dilepas
(dicopot) dari pangkatnya.18
Ada juga sebuah kasus yang terjadi di desa Sidoarjo, Kabupaten Wonogiri.
Kasus ini dialami oleh Kepala Desa Sidoarjo (Pakdhe dari K.R.T. Pontjo Tjitro
Kusumo). Kepala Desa Sidoarjo saat itu didakwa menggelapkan uang sebesar f 5.
Setelah terbukti bersalah, maka Kepala Desa Sidoarjo dicopot dari jabatannya dan
diperkarakan (dimeja-hijaukan) dan dipenjara. Mendengar keputusan itu, akhirnya
adik Kepala Desa Sidoarjo (ayah dari K.R.T. Pontjo Tjitro Kusumo) membebaskan
Kepala Desa Sidoarjo dengan denda.19
K.R.T. Pontjo Tjitro Kusumo pernah mengatakan pada masa Mangkunegoro
VII hampir tidak ada kasus-kasus seperti penggelapan uang, karena pada masa
Mangkunegoro VII hokum benar-benar dijalankan. Siapapun yang terbukti bersalah
akan dihukum baik itu masyarakat maupun pegawai pemerintahan. Apabila yang
bersalah adalah pegawai pemerintahan maka salah satu hukumannya adalah
diturunkan jabatannya atau dicopot dari jabatannya (dipecat) tergantung dari
kesalahannya.20
B. Peran Mangkunegara VII dalam Pengelolaan Pasar
Pengelolaan pasar-pasar Mangkunegara dikelola oleh Kabupaten
Parimpuna. Namun selain Kabupaten Parimpuna, Adipati Mangkunegara juga
18
Ibid.
19
Wawancara dengan K.R.T. Pontjo Tjitro Kusumo, Staf Kabupaten Mandrapura
Mangkunegaran, Tanggal 19 April 2010. Surakarta.
20
Ibid.
Page 85
69
mempunyai peran dalam pengelolaan pasar-pasar Mangkunegaran. Adapun peran
Mangkunegara dalam pengelolaan pasar adalah sebagai berikut:
1. Pembentukan Kabupaten Parmpuna.
Pada masa Mangkunegara VII dibentuk Kabupaten Parimpuna. Kabupaten
Parimpuna dibentuk pada tahun 1917.21
Kabupaten ini bertugas mengurusi pasar-
pasar milik praja Mangkunegaran. Para pegawai Kabupaten Parimpuna terdiri dari
Inspektur, Ajund Inspektur, Lurah Pasar dan beberapa tenaga pembantu lainnya. Para
pejabat Kabupaten Parimpuna seperti Inspektur, Ajund Inspektur, Lurah Pasar
ditetapkan oleh Adipati Mangkunegara, hanya saja untuk Inspektur harus mendapat
persetujuan oleh residen. Selain penetapan pegawai pasar, Adipati Mangkunegara
juga yang menetapkan gaji-gaji dari pegawai pasar. Khusus gaji inspektur harus
mendapat persetujuan dari residen.
2. Pengembangan Pasar
Kondisi pasar pada Mangkunegara VII mengalami perkembangan, hal ini
dalam dilihat pada Rarantaman Lebu Wetuning Dhuwit Praja Mangkunegara yang
terdapat dalam Rijksblad Mangkunegaran. Dalam rarantaman tersebut, hampir setiap
tahun terdapat pengeluaran uang untuk biaya perbaikan pasar, perbaikan los-los atau
rumah-rumah di pasar, perluasan pasar dan juga pendirian pasar-pasar baru.
Salah satu usaha Mangkunegara VII dalam pengembangan pasar adalah
dengan mendirikan pasar-pasar baru. Karena dengan adanya pasar-pasar baru
tersebut diharapkan akan menambah pemasukan kas Praja Mangkunegaran. Selain
21
Wasino, Op. Cit. Hal: 117
Page 86
70
itu dengan adanya pasar-pasar baru tersebut maka kebutuhan rakyat Mangkunegaran
akan terpenuhi. Salah satu pasar yang dibangun pada masa pemerintahan
Mangkunegara VII adalah Pasar Triwindu. Pasar ini dibangun untuk memperingati
naik tahtanya Adipati Mangkunegara VII yang genap ke 24. Selain itu, pasar ini juga
sebagai bentuk realisasi kerakyatan Mangkunegara VII kepada rakyatnya. Pasar ini
dikhususkan untuk para pedagang kecil.
Usaha kedua Mangkunegara VII dalam pengembangan pasar adalah dengan
renovasi pasar. Renovasi pasar tersebut meliputi perbaikan bagunan pasar, los-los
pasar, atau rumah-rumah lainnya yang ada di dalam pasar. Pada masa pemerintahan
Mangkunegara VII ada beberapa pasar milik Mangkunegara yang mengalami
kerusakan22
akibat adanya Lindu.23
Salah satu pasar itu adalah Pasar Legi. Pada
tahun 1930 Pasar Legi masih berupa pasar yang masih sangat tradisional dimana para
pedagang membuka dasaran di tanah terbuka atau dengan kata lain masih terdiri dari
para pedagang oprokan. Dibawah pengelolaan Mangkunegaran pada tahun 1936
berdiri sebuah bangunan pasar permanen tersusun dari tembok berwarna putih yang
bila dilihat dari samping mirip sebuah benteng. Pada tahun inilah Pasar Legi pertama
kali di renovasi menjadi pasar modern.
Pasar ini banyak menggelar dagangan yang bersifat legi atau manis. Misalnya
gula jawa, jagung manis, gula aren, gula batu, hingga minuman legen. Selain itu
barang-barang yang diperdagangkan di Pasar Legi adalah beras, jagung, dan pohong
22
Surat – Surat tentang Biaya Untuk Perbaikan Pasar dan Perbaikan Pasar Legi, Kode Arsip
P.388. Surakarta: Reksapustaka Mangkunegaran
23
Lindu merupakan istilah yang sering digunakan orang jawa, yang artinya adalah gempa
bumi yang berskala kecil..
Page 87
71
(ketela).24
Berdasarkan hasil wawancara dengan para pedagang di Pasar Legi,
mayoritas pedagang yang berdagang di Pasar Legi berasal dari luar desa atau luar
kota. Seperti Bekonang, Gumpang (Kartasura), Gawok (Sukoharjo), Karanganyar,
Delanggu, Klaten, Walikukun (Ngawi), dan sebagainya.25
Usaha Praja Mangkunegaran yang ketiga dalam pengembangan pasar adalah
dengan perluasan wilayah pasar. Adanya perluasan wilayah pasar dapat menambah
jumlah los atau rumah-rumah pasar. Hal ini akan menambah pula jumlah karcis
sewa, akibatnya penghasilan praja akan semakin meningkat. Karcis sewa los atau
rumah-rumah yang ada di dalam pasar merupakan salah satu penghasilan pasar-
pasar Praja Mangkunegaran.
3. Subsidi Dana.
Perhatian pemerintah Praja Mangkunegaran dengan sepengetahuan
Pemerintah Kolonial, selain membuat peraturan atau undang-undang pasar juga
memberikan subsidi dana bagi pengembangan pasar tersebut. Berdasarkan pada
beberapa sumber arsip yaitu Rarantaman lebu-wetuning dhuwit kagungane Praja
Mangkunegaran dalam Rijksblad Mangkunegaran yang melaporkan anggaran
pendapatan dan pengeluaran Kabupaten Parimpuna Praja Mangkunegaran. Anggaran
pengeluaran itu pada setiap tahun mengalami kenaikan guna pengembangan pasar-
pasar yang dimiliki. Pengeluaran dana tersebut digunakan untuk pengembangan
24
Daftar Pemeriksaan Harga Barang-Barang yang dijual di pasar (Padi, Beras, Gaplek, Ketela
, Jagung, dll), Kode Arsip P. 384, Surakarta: Reksapustaka Mangkunegaran.
25
Wawancara dengan para pedagang di Pasar Legi, antara lain Ny. Warni, Ny. Tinuk, Ny.
Satinem, Ny. Sutinah, Tanggal 28 Januari 2010 sampai 6 Februari 2010.
Page 88
72
pasar, seperti: pendirian pasar-pasar baru, perbaikan pasar,26
pembangunan warung-
warung baru, dan perluasan wilayah pasar. Selain untuk pengembangan pasar juga
terdapat anggaran untuk fasilitas-fasilitas di dalam pasar yang berguna untuk
kelancaran aktifitas perdagangan di pasar, seperti: biaya kebersihan pasar, biaya
penerangan (lampu), biaya pengadaan air untuk kegiatan di pasar.
Berikut adalah grafik pengeluaran Praja Mangkunegaran untuk biaya
pengembangan pasar yang telah disebutkan diatas:
Grafik 3.
Pengeluaran Praja Mangkuegaran
Pengeluaran Praja Mangkunegaran
0
10,000
20,000
30,000
40,000
50,000
60,000
70,000
80,000
Tahun
1919
Tahun
1920
Tahun
1921
Tahun
1922
Tahun
1923
Tahun
1924
Tahun
1925
Tahun
1926
Tahun
1927
Pengeluaran
Praja
Mangkuneg
aran
Keterangan : Satuan untuk pendapatan Pasar Mangkunegaran diatas dalam f atau rupiah.
Sumber : Diolah dari Rarantaman Lebu-Wetuning Dhuwit Praja Mangkunegaran Tahun 1918-
1927 dalam Rijksblad Mangkunegaran Tahun 1918 -1927. Surakarta: Reksapustaka.
26
Perbaikan pasar ini bisa berupa perbaikan los-los pasar atau rumah-rumah lainnya baik yang
rusak ringan atau atau rusak berat.
Page 89
73
BAB IV
PENGARUH SOSIAL EKONOMI PASAR BAGI MASYARAKAT
MANGKUNEGARAN PADA MASA PEMERINTAHAN
MANGKUNEGORO VII
A. Terjadinya Urbanisasi.
Keberadaan pasar-pasar Praja Mangkunegaran telah ikut mendorong lajunya
arus urbanisasi penduduk dari desa ke kota. Hal semacam ini tampak pada kasus
kehadiran para petani dalam meramaikan transaksi di pasar-pasar di Praja
Mangkunegaran. Seperti yang terjadi di Pasar Legi, para pedagang di Pasar Legi
mayoritas berasal dari luar desa atau luar kota, seperti Gawok, Kartasura,
Karanganyar, Delanggu, Klaten, Ngawi dan sebagainya. Seperti halnya Ny. Satinem
yang berasal dari Karanganyar. Ny. Satinem adalah seorang pedagang sayuran di
Pasar Legi. Dia mulai berdagang mandiri di Pasar Legi sejak tahun 1950,
sebelumnya dia hanya membantu kakaknya berdagang di Pasar Legi.1
Pada jaman dulu alat transportasi belum bagitu banyak dan masih
tradisional. Sebagian dari mereka menggunakan alat transportasi Kereta Api Kluthuk2
1 Wawancara dengan Ny. Satinem, Pedagang Sayuran di Pasar Legi, 28 Januari 2010.
2 Kereta Api Kluthuk adalah alat transportasi (kereta api) di Indonesia pada jaman dahulu,
kereta api ini menggunakan bahan bakar kayu (Kayu Jati), karena Kayu Jati pengapiannya bagus.
Oleh karena itu kereta api ini jalannnya sangat lambat. Sekarang kereta api ini sudah tidak digunakan
lagi. Namun baru-baru ini (masa Walikota Joko Widodo) di kota Surakarta menghidupkan kembali
Kereta Api Kluthuk. Kereta api ini dinamakan Kereta Api Kluthuk Jaladara. Kereta api ini diambil
langsung dari Musium Kereta Api Indonesia di Ambarawa. Hanya saja kereta api ini tidak difungsikan
sebagai alat transportasi umum seperti pada jaman dahulu, tetapi digunakan sebagai alat transportasi
wisata.
Page 90
74
untuk pergi ke kota, atau menggunakan alat transportasi tradisional seperti Cikar3,
dan sebagian lagi ada yang berjalan kaki dengan memikul barang dagangannya
sambil bernyanyi untuk menghilangkan rasa lelah. Mobilitas yang mereka lakukan
ada yang bersifat nglaju (datang pagi lalu sore kembali desa, yang dilakukan setiap
hari), ada juga yang menetap di emperan-emperan pasar. Mobilitas yang mereka
lakukan sifatnya hanya sementara.4 Dulu para pedagang yang berasal dari luar desa
atau luar kota biasanya menyewa rumah di dekat Pasar Legi karena pada jaman dulu
alat transportasi masih terbatas dan mahal. Namun sebagian dari mereka ada yang
menetap di sekitar pasar dengan memanfaatkan emperan-emperan pasar. Seperti
halnya yang dilakukan oleh Ny. Sutinah, jika malam hari beliau selalu tidur di
emperan-emperan Pasar Legi sambil menjaga barang dagangannya (buah pisang).
Walaupun tertidur, dia akan tetap berasedia melayani jika ada pembeli yang ingin
membeli pisang-pisangnya.5
Ny. Sakini adalah pedagang buah-buahan Pasar Jungke, Kabupaten
Karanganyar. Sebelum berdagang di Pasar Jungke, dulu Ny Sakini berdagang di
Pasar Karanganyar, namun kini Pasar Karanganyar sudah tidak ada. Dia mulai
berdagang di pasar Karanganyar sejak tahun 1942. Sebelumnya dia berdagang di
Pasar Karanganyar sekedar membantu oragtuanya. Setelah orangtuanya meninggal,
3 Cikar adalah alat transportasi jaman dahulu yang berupa gerobak dengan ditarik seekor Sapi.
Karena adanya perkembangan jaman dan alat transportasi juga sudah banyak, gerobak sapi ini sudah
tidak digunakan lagi sebagai alat transportasi umum. Sekarang Cikar sudah beralih fungsi sebagai
pengangkut batu bata. Wawancara dengan Ny. Sutinah (pedagang Pisang di Pasar Legi). 4 Dalam suatu sumber arsip dilaporkan bahwa ada beberapa pedagang atau “kuli“ yang
memanfaatkan los-los pasar sebagai tempat tinggal sederhana dan sementara. Laporan Tentang
Keadaan Pasar-pasar di Surakarta Tahun 1930, Kode Arsip P. 396. Surakarta: Reksapustaka
Mangkunegaran.
5 Wawancara dengan Ny. Sutinah, Pedagang Pisang di Pasar Legi, 5 Februari 2010.
Page 91
75
dia yang melanjutkan usaha orangtuanya berdagang di pasar Karanganyar. Dari
usahanya berdagang Ny. Sakini mendapat penghasilan yang dapat mencukupi
kebutuhan hidupnya sehari-hari. Dalam kesehariannya Ny. Sakini menggunakan
gerobak untuk pergi ke pasar Karanganyar sebagai sarana transportasi, untuk itu Ny.
Sakini harus berangkat ke pasar pagi-pagi sekali.6
Demikian juga dengan kehidupan Ny. Satiyem (pedagang sayuran Pasar
Wonogiri). Ny. Satiyem mulai berdagang di Pasar Wonogiri sejak tahun1943.
Sebelumnya dia membantu kedua orangtuanya berdagang di Pasar Wonogiri. Setelah
kedua orang tuanya merasa Ny. Satiyem sudah mampu berdagang sendiri, maka
kedua orangtuanya menyuruh Ny. Satiyem untuk membuka dagangan sendiri supaya
bisa mandiri. Sejak saat itulah Ny. Satiyem mulai berdagang sendiri. Modal awal Ny.
Satiyem berdagang berasal dari orang tuanya. Penghasilan yang dia dapat dalam
sehari-hari, dia sisihkan sebagian untuk mengembalikan uang modal kepada
orangtuanya. Selama dia berdagang di pasar Wonogiri, dia selalu menggunakan jasa
alat transportasi gerobak untuk membawa dagangannya ke pasar Wonogiri. Ny
Satiyem memerlukan waktu satu jam untuk berangkat dari rumah menuju ke pasar.
Dari usaha berdagang di Pasar Wonogiri ini, Ny. Satiyem dapat mencukupi
kebutuhan hidup sehari-hari. Motivasi dia berdagang, karena dia merasa berdagang
di pasar adalah satu-satunya pekerjaan yang bisa dia lakukan dan mudah didapatkan.
Selain itu Ny. Satiyem merasa pendidikannya rendah, jadi sulit untuk mencari
pekerjaan yang bagus.7
6 Wawancara dengan Ny. Sakini, Pedagang buah-buahan Pasar Tegalgede, Tanggal 30 April
2010.
7 Wawancara dengan Ny Satiyem, Pedagang sayuran Pasar Wonogiri, Tanggal 29 April 2010
Page 92
76
Ny. Wagiyem adalah seorang perempuan berusia 82 tahun. Meskipun sudah
lanjut usia dia tetap menekuni pekerjaannya sebagai pedagang sayuran di Pasar
Wonogiri. Dia mulai berdagang di Pasar Wonogiri sejak tahun 1943. Berdagang
adalah pekerjaan turun menurun yang telah diwariskan oleh keluarganya. Dulunya
dia berdagang di Pasar Wonogiri untuk melanjutkan usaha orangtuanya. Dan
sekarang dia sudah bisa mengajak putri bungsunya untuk ikut berdagang di Pasar
Wonogiri. Pendapatan Ny. Wagiyem selama berdagang di Pasar Wonogiri tidak dapat
ditentukan dengan pasti, namun bisa untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari.
Untuk bisa sampai di Pasar Wonogiri dia berjalan kaki selama kurang lebih 15
menit.8
Seperti halnya Ny. Wagiyem, Ny. Sutini merupakan salah satu pedagang di
Pasar Wonogiri. Dia mulai berdagang di Pasar Wonogiri sejak tahun 1943 dan barang
yang diperdagangkannya adalah bumbon. 9
Seperti kebanyakan pedagang Ny. Sutini
mulai berdagang di Pasar Wonogiri karena ingin melanjutkan usaha orangtuanya.
Pendapatan Ny. Sutini selama berdagang di Pasar Wonogiri bisa dikatakan lumayan
baik. Dari hasil berdagangnya bisa untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari dan
menyekolahkan anak-anaknya. Selama berdagang di Pasar Wonogiri dia
menggunakan jasa alat transportasi Kereta Api Kluthuk, setelah sampai di stasiun
Wonogiri Ny. Sutini beralih naik gerobak menuju ke pasar.10
8 Wawancara dengan Ny. Wagiyem, Pedagang Sayuran Pasar Wonogiri, Tanggal 29 April
2010.
9 Bumbon adalah berbagai jenis bumbu-bumbu dapur untuk memasak.
10
Wawancara dengan Ny. Sutini, Pedagang Bumbon di Pasar Wonogiri. Tanggal 29 April
2010.
Page 93
77
Ny. Suparti adalah pedagang sayuran di Pasar Tegalgede. Dulu dia pernah
berdagang di Pasar Karanganyar. Dia mulai berdagang sayuran bersama neneknya di
Pasar Karanganyar sejak tahun 1943. Namun setelah neneknya meninggal dia
melanjutkan usaha tersebut sampai sekarang. Usaha Ny. Suparti selama berdagang di
Pasar Karanganyar bisa dikatakan cukup berhasil. Menunurut penuturannya kini
usahanya sudah cukup berkembang, barang yang diperdagangkan juga sudah
semakin banyak dan bervariasi. Selama berdagang di Pasar Karanganyar dia berjalan
kaki untuk menuju pasar dan memerlukan kurang lebih 20 menit untuk sampai ke
pasar.11
B. Terbukanya Lapangan Pekerjaan.
Munculnya pasar-pasar di Praja Mangkunegaran telah membuka lapangan
pekerjaan bagi masyarakat. Mereka memperoleh pekerjaan dari pasar sebagai
pedagang, pembantu pedagang (membantu melayani pembeli), dan kuli atau buruh
gendong yang dilakukan oleh pria atau wanita. Pasar-pasar yang ada di Praja
Mangkunegaran sangat memungkinkan menjadi alternatife media penurunan angka
pengangguran. Seberapa besar penduduk desa ataupun kota di Praja Mangkunegaran
yang masuk ke sektor pasti tidak ditemukan angka pasti. Namun dengan banyaknya
jumlah pasar di Praja Mangkunegaran dapat mengindikasikan adanya peningkatan
jumlah penduduk yang menggantungkan hidupnya dari pasar. Selain itu muncul para
agen yang memasarkan produksi petani.
Salah satu fungsi keberadaan pasar tradisional di Praja Mangkunegaran
11
Wawancara dengan Ny. Suparti, Pedagang Sayuran Pasar Tegalgede (Karanganyar), Tanggal
30 April 2010.
Page 94
78
adalah sebagai pusat kegiatan ekonomi yang memberikan lapangan kerja bagi
penduduk baik sebagai mata pencahariaan pokok maupun sebagai mata pencahariaan
sampingan. Bahkan penduduk dari daerah pedesaan banyak yang bekerja di pasar-
pasar kota, selain sebagai pedagang ada juga yang menjual jasa sebagai kuli atau
buruh gendong baik pria atau wanita.
Keberadaan pasar-pasar tradisional di sekitar Praja Mangkunegara telah
dapat membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat Praja Mangkunegaran, baik
masyarakat yang berada di sekitar kota praja maupun yang berada diluar kota praja.
Salah satu pedagang yang mendapat pekerjaan dari keberadaan pasar tradisional
adalah Ny. Supiyati (77 tahun). Dia mulai berdagang di Pasar Triwindu sejak tahun
1942 (Masa penjajahan Jepang). Saat itu dia masih duduk di kelas 4 SD. Dia
meninggalkan bangku sekolah pada saat itu dan kemudian berdagang di Pasar
Triwindu. Pada saat mulai berdagang, barang yang dijual adalah barang pecah-belah
(piring, gelas, dll). Pada waktu itu tempat berdagangnya hanya berupa gubuk.
Pekerjaan berdagang dipilih oleh Ny. Supiyati karena dia memang menyukai
pekerjaan itu. Menurut Ny. Supiyati pekerjaan ini pada masa dulu (masa
pemerintahan Mangkunegoro VII) sangat menguntungkan. Ny. Supiyati
mendapatkan penghasilan yang cukup dan bisa untuk mencukupi kebutuhan hidup
dari pekerjaan ini. Hal ini juga tidak terlepas dari pengaruh orang tuanya yang
sebelumnya juga berdagang di Pasar Triwindu. Selain itu pekerjaan ini merupakan
satu-satunya pekerjaan yang dapat dilakukan dan juga menguntungkan bagi Ny.
Supiyati. Dari hasil berdagang, dia mampu memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.12
12
Wawancara dengan Ny. Supiyati, pedagang klithikan Pasar Triwindu, 29 Januari 2010.
Page 95
79
Demikian juga dengan Ny. Warni pedagang di Pasar Legi yang menjual Jeruk
Nipis dan bumbon. Sekarang usianya sekitar 77 tahun. Beliau mulai berdagang di
Pasar Legi saat umur 12 tahun. Sejak mulai berdagang sampai sekarang, barang
dagangan yang dijual Ny. Warni adalah Jeruk Nipis dan bumbon. Orang tuanya Ny.
Warni dulu juga pedagang di Pasar Legi, namun barang dagangan yang dijual
berbeda dengan Ny. Warni. Orang tuanya berjualan Sembako (Sembilan bahan
pokok). Ny. Warni memulai usahanya dengan modal sendiri, dengan cara kulakan13
kecil-kecilan. Dari usahanya berdagang ini Ny. Warni dapat mencukupi kebutuhan
sehari-hari, dan usaha Ny. Warni ini dapat bertahan hingga sekarang.14
Ny. Sutinah berdagang di Pasar Legi sejak tahun 1942. Barang dagangan
yang pertama kali di jual di Pasar Legi adalah daun jati dan daun pisang.15
Daun jati
dan daun pisang itu ia dapatkan dari hutan di daerah Walikukun (Ngawi) bersama
temannya. Kemudian dia naik Kereta Api Kluthuk dari Stasiun Walikukun (Ngawi)
menuju Stasiun Jebres (Surakarta). Setelah sampai di Stasiun Jebres beliau naik
Cikar menuju Pasar Legi. Setelah sampai di Pasar Legi dia menjual daun jati dan
daun pisang dengan harga Rp. 10,- sampai Rp. 50,-. Dan hasilnya digunakan untuk
membeli pisang yang akan dijual kembali di pasar itu dengan harga Rp. 10,- sampai
Rp. 15,-. Kemudian sejak saat itulah Ny. Sutinah mulai berdagang pisang sampai
sekarang. Pembeli yang datang biasanya adalah para bakul dari pasar-pasar kecil di
13
Kulakan adalah membeli suatu barang dengan tujuan untuk dijual kembali dengan harga
yang lebih tinggi untuk mendapatkan laba.
14
Wawancara dengan Ny. Warni, pedagang Jeruk Nipis di Pasar Legi. 6 Februari 2010.
15
Dahulu daun jati dan daun pisang digunakan untuk membungkus makanan. Karena
perkembangan jaman, tidak ada yang menggunakan daun Jati. Sedangkan daun Pisang masih
digunakan walaupun sudah jarang. Sebagai penggantinya dibunakan dengan bahan dasar plastik.
Page 96
80
Surakarta seperti Pasar Purwosari, Pasar Kadipolo, Pasar Kleco, dan lain-lain.
Penjualan Ny. Sutinah ini akan sangat ramai (laris) saat bulan Puasa (Ramadhan).
Dia senang berjualan di Pasar Legi, bagi Ny. Sutinah yang penting dapat penghasilan
yang cukup. Setiap harinya Ny. Sutinah mendapat kiriman Pisang yang berasal dari
berbagai daerah. Pengiriman ini menggunakan sistem pasaran, jika Legi berasal dari
Karangsono, Wage berasal dari Ngawi, Kliwon berasal dari Juwangi dan Cilacap,
Pahing berasal dari Jambon, Pon berasal dari Ngawi dan Dlupang. Hal ini dilakukan
karena untuk mencegah supaya pasarnya tidak penuh, karena jika pengiriman
dilakukan dalam satu hari yang sama maka pasar akan penuh dengan pisang.16
Demikian juga kehidupan para pedagang di pasar-pasar daerah Karanganyar
dan Wonogiri. Sebagian dari mereka mendapatkan pekerjaan dari berdagang di pasar.
Seperti yang dialami Ny. Suyatmi pedagang sayuran di Pasar Karanganyar, yang
sekarang berdagang di Pasar Tegalgeede. Dia berdagang di Pasar Karanganyar sejak
tahun 1942. Pada awalnya, dia hanya sekedar membantu orangtuanya berjualan di
pasar. Alasan dia berdagang di pasar, karena berdagang di pasar merupakan
perkejaan yang mudah didapatkan, tidak memerlukan keahlian khusus dan
pendidikan tidak harus tinggi. Selain itu Ny. Suyatmi juga ingin melajutkan usaha
orangtuanya. Pendapatan sehari-hari Ny. Suyatmi selama berdagang memang tidak
pasti, namun bisa mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari.17
Ny. Sunarni merupakan pedagang bumbon di Pasar Wonogiri. Dia
berdagang di Pasar Wonogiri sejak tahun 1942. Pada awalnya, dia hanya sekedar
16
Wawancara dengan Ny. Sutinah, Pedagang buah pisang di Pasar Legi, 5 Februari 2010.
17
Wawancara dengan Ny. Suyatmi, Pedagang Sayuran di Pasar Tegalgede (Karanganyar),
Tanggal 30 April 2010.
Page 97
81
membantu orang tuanya berdagang di Pasar Wonogiri. Setelah dia merasa mampu,
kemudian dia berdagang sendiri di Pasar Wonogiri. Pendapatan sehari-hari cukup
lumayan, bisa untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dan sisanya ditabung
untuk tambahan modal. Dari kecil Ny. Sunarni sudah berdagang di pasar sehingga
tidak susah baginya untuk melanjutkan usaha orang-tuanya.18
Pekerjaan berdagang di pasar merupakan pekerjaan yang tidak
memerlukan keahlian khusus dan tidak memerlukan pendidikan tinggi. Oleh sebab
itu pekerjaan ini sangat diminati masyarakat yang tidak memiliki kedua hal teresbut.
Dari uraian di atas dapat dikemukakan keberadaan pasar-pasar tradisional di Praja
Mangkunegaran dapat membuka lapangan pekerjaan dan juga dapat mengurangi
angka pengangguran baik di desa maupun di kota.
C. Meningkatkan Taraf Ekonomi
Salah satu dampak dari perkembangan pasar adalah meningkatkan taraf
ekonomi masyarakat yang menggantungkan hidup secara langsung maupun tidak
langsung dari pasar seperti para pedagang ataupun kuli pasar. Berjualan di pasar
mereka memperoleh penghasilan yang selanjutnya mampu meningkatkan taraf
ekonomi.
Sebagai contoh seorang pedagang di Pasar Triwindu yang bernama Ny.
Siswo Soehardjo. Dia berjualan di pasar Triwindu sejak berdirinya pasar itu. Dia
berjualan besi-besi tua, karena pasar Triwindu pada masa Mangkunegara VII
merupakan pasar yang khusus menjual barang klitikan (besi tua) dan barang pecah
18
Wawancara dengan Ny. Sunarni, Pedagang Bumbon di Pasar Wonogiri, Tanggal 29 April
2010.
Page 98
82
belah. Awal mula dia berdagang adalah mengikuti (membantu) neneknya yang juga
menjual besi tua. Setelah neneknya meninggal, kemudian dia yang meneruskan
usaha neneknya. Ny. Siswo Soehardjo memiliki seorang suami yang bekerja sebagai
seorang guru. Dari penghasilan suaminya dirasakan kurang dapat memenuhi
kebutuhan sehari-hari, kemudian Ny. Siswo Soehardjo memutuskan untuk berdagang
di Pasar Triwindu untuk mendapatkan penghasilan tambahan. Tidak disangka
penghasilan dari usaha berdagang di Pasar Triwindu ini ternyata lebih besar bila
dibandingkan pekerjaan suaminya sebagai guru. Untuk itu Ny. Siswo Soehardjo
memutuskan meneruskan dan mengembangkan usaha ini. Selama berdagang di
Pasar Triwindu, Ny. Siswo Soehardjo dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari dan
juga dapat meningkatkan taraf ekonomi dengan adanya peningkatan barang
dagangan yang dijual di Pasar Triwindu. Terlebih lagi pada masa penjajahan Jepang
di Indonesia. Pada masa inilah Pasar Triwindu mulai dibanjiri dengan barang-barang
antik sehingga banyak pembeli yang datang dari mancanegara. Dan usaha ini juga
telah menjadi usaha turun temurun.19
Selain Ny. Siswo Soehardjo, ada pedagang lain di Pasar Triwindu yang
mampu meningkatkan kehidupan perekonomiannya, yaitu Ny. Karyorejo mulai
berjualan Soto sebelum Pasar Triwindu didirikan. Ny. Karyorejo ini dulu berjualan
Soto dengan cara berkeliling dan berhenti di depan Pura Mangkunegaran. Suatu
ketika KGPAA Mangkunegara VII pernah memanggil Ny. Karyorejo dan akhirnya
memberi tempat kepada Ny. Karyorejo untuk bedagang Soto di sekitar Pasar
Triwindu. Setelah Pasar Triwindu dibangun Ny. Karyorejo mulai berdagang Soto di
19
Wawancara dengan Ny. Siswo Soehardjo, pedagang klitikan di Pasar Triwindu. 29 Januari
2010.
Page 99
83
Pasar Triwindu dan sejak saat itulah Soto ini dinamakan Soto Triwindu sampai
sekarang. Dari usaha berjualan Soto, Ny. Karyorejo dapat mencukupi kehidupan
ekonomi keluarganya. Usaha ini tidak hanya mempengaruhi kehidupan Ny.
Karyorejo saja tetapi juga mempengaruhi kehidupan Ny. Yoso Sumarto (putri Ny.
Karyorejo). Setelah Ny. Karyorejo meninggal, Ny. Yoso Sumarto yang menggantikan
ibunya berdagang Soto di Pasar Triwindu. Dari usaha ini Ny. Yoso Sumarto dapat
mencukupi kehidupan sehari-hari bersama keluarganya dan juga dapat meyekolahkan
putra-putrinya. Pekerjaan ini juga menjadi pekerjaan turun-temurun hingga sampai
ke tingkat cucu dari Ny. Karyorejo.20
Sementara itu, di pasar lain milik Praja Mangkunegaran yakni Pasar Legi,
lebih banyak lagi masyarakat yang menggantungkan hidupnya dengan menjadi
pedagang. Seperti Ny. Indalaini dan Ny. Suraini yang merupakan kakak beradik.
Mereka mulai berjualan mandiri sejak tahun 1973 meneruskan usaha orang tuanya
yaitu Ny. Wongso Wijoyo. Sebelumnya mereka hanya membantu orang tuanya,
setelah orang tuanya meninggal maka mereka meneruskan usahanya. Pembeli
mereka berasal dari sekitar wilayah Praja Mangkunegaran dan sebagian lagi dari luar
kota. Mereka dulu berjualan kaos,21
kenthel,22
celana yang terbuat dari bagor, dan
klitikan. Berdagang di pasar Legi mereka dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-
hari. Selain itu, usaha mereka juga meningkat dengan bertambahnya barang
20
Wawancara dengan Sri Lestari dan Purwani, pedagang Soto Triwindu di Pasar Triwindu. 6
Februari 2010. Soto Triwindu saat ini dikelola oleh tujuh orang putra-putri dari Ibu Yoso Soemarto.
Sri Lestari dan Purwani sebagai tenaga operasionalnya.
21
Pada jaman dahulu kaos terbuat dari serat nanas, suatu bahan yamg masih kasar dan
kualitasnya buruk. Hal ini dikarenakan harga kapas untuk membuat kain masih mahal.
22
Semacam kain kafan untuk orang yang sudah meninggal pada jaman dahulu.
Page 100
84
dagangan.23
Ny. Kodijah adalah pedagang bumbon di Pasar Tegalgede, dulu Ny. Kodijah
pernah berdagang di Pasar Karanganyar. Di berdagang di Pasar Karanganyar sejak
tahun 1943. Setelah Pasar Karanganyar di pindah ke Pasar Tegalgede, dia
melanjutkan usahanya di Pasar Tegalgede. Ny. Kodijah berdagang di pasar bersama
kedua orang tuanya, namun setelah orang tuanya meninggal dia bersama adiknya
melanjutkan usaha tersebut sampai sekarang. Penghasilan yang dia dapatkan dari
hasil berdagang tidak dapat dipastikan, namun bisa untuk mencukupi kebutuhan
hidup sehari-hari. Dari penghasilan dia sehari-hari, dia sisihkan sedikit demi sdikit
untuk meningkatkan usahanya dengan menambah barang dagangan yang dia jual.
Dari usaha berdagang ini Ny. Kodijah dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-
hari dan juga dapat meningkatkan barang dagangan yang dia jual.24
Ny. Bambang adalah seorang pedagang buah-buahan di Pasar Wonogiri. Dia
berdagang di Pasar Wonogiri sejak tahun 1943. Usianya kini sudah mencapai 81
tahun tapi hal itu tidak menyurutkan semangatnya untuk berdagang di pasar. Bagi
Ny. Bambang berdagang itu tidaklah sukar, apalagi dengan pengalamannya selama
ini dia bisa sangat luwes menawarkan dagangannya kepada para pembeli. Baginya
asal pendapatannya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari itu sudah
membuatnya bersyukur. Dari penghasilan dia sehari-hari, dia juga bisa menabung
untuk menyekolahkan anak-anaknya dan untuk menambah barang dagangannya.
Dari usaha berdagang ini Ny. Bambang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-
23
Wawancara dengan Ny. Indalaini dan Ny. Suraini, pedagang toko kelontong di sekitar Pasar
Legi. 28 Januari 2010.
24
Wawancara dengan Ny. Kodijah, Pedagang Bumbon Pasar Tegalgede, Tanggal 29 April
2010.
Page 101
85
hari, menyekolahkan anak-anaknya, dan juga dapat meningkatkan barang dagangan
yang dia jual.25
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pasar-pasar tradisional di Praja
Mangkunegaran mempunyai peran penting bagi masyarakat Mangkunegaran.
Keberadaan pasar-pasar tradisional mampu membuka lapangan pekerjaan baru, yaitu
sebagai pedagang, pembantu pedagang (membantu melayani pembeli), dan kuli
pasar. Dengan bekerja di pasar mereka telah mampu mencukupi kebutuhan hidup
mereka sehari-hari. Bahkan sebagian dari mereka ada yang mampu meningkatkan
(mengembangkan) usaha mereka. Hal ini menyebabkan meningkatnya taraf ekonomi
mereka. Selain itu sebagian dari mereka mampu menyekolahkan anak-anaknya
sampai lulus sarjana muda,26
dan mempunyai rumah serta ada yang sudah
menunaikan ibadah haji.
Hal ini membuktikan bahwa keinginan Mangkunegara VII untuk
menyejahterakan rakyatnya dengan membuka pasar-pasar tradisional yang
diperuntukkan bagi para pedagang kecil telah tercapai. Para pedagang di pasar-pasar
tradisional dapat memperoleh penghasilan yang cukup dari pekerjaan berdagang di
pasar-pasar tradisional.
25
Wawancara dengan Ny. Bambang, Pedagang Buah-buahan Pasar Wonogiri, Tanggal 30
April 2010.
26
Sarjana Muda pada jaman dahulu setingkat D3 pada jaman sekarang. Pada jaman dahulu,
bagi masyarakat yang dapat menyekolahkan anak-anaknya sampai lulus Sarjana Muda, mereka akan
merasa bangga.
Page 102
86
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian-uraian yang telah dipaparkan dalam bab-bab dimuka,
maka dapat ditarik kesimpulan, yakni: pasar-pasar di wilayah Mangkunegaran
mengalami perkembangan pada masa KGPAA Mangkunegara VII. Hal ini
dibuktikan adanya perbaikan-perbaikan (renovasi) pasar, pendirian pasar-pasar
baru. Salah satu pasar yang direnovasi pada masa Mangkunegara VII adalah Pasar
Legi. Pasar Legi merupakan pasar yang dibangun pada masa Mangkunegoro I.
Sebelum pemerintahaan Mangkunegaro VII Pasar Legi masih berupa pasar yang
masih sangat tradisional dimana para pedagang membuka dasaran di tanah
terbuka atau dengan kata lain masih terdiri dari para pedagang oprokan. Namun,
dibawah pengelolaan Mangkunegaro VII pada tahun 1936 Pasar Legi diperbaiki
dengan didirikannya sebuah bangunan pasar permanen tersusun dari tembok
berwarna putih yang bila dilihat dari samping mirip sebuah benteng. Pasar
Triwindu merupakan pasar yang didirikan oleh Mangkunegaro VII. Sedangkan
salah satu pasar yang didirikan pada masa Mangkunegara VII adalah Pasar
Triwindu. Pasar ini didirikan untuk memperingati Tiga Windu bertahtanya
Mangkunegoro VII. Barang-barang yang diperdagangkan di Pasar Triwindu
adalah barang-barang pecah belah dan barang klitikan (barang bekas).
Selain dengan adanya perbaikan dan renovasi pasar-pasar di wilayah
Mangkunegaran, usaha Mangkunegara VII dalam mengembangkan pasar adalah
dengan mengeluarkan peraturan-peraturan mengenai pasar, seperti yang tertulis
Page 103
87
dalam Rijksblad Mangkunegaran Tahun 1917 No. 23-25, kemudian diperbarui
dengan Rijksblad Mangkunegaran Tahun 1918 No. 9, Rijksblad Mangkunegaran
Tahun 1925 No. 4, Rijksblad Mangkunegaran Tahun 1926 No. 1 Rijksblad
Mangkunegaran tahun 1928 No.7. Peraturan-peraturan diatas berisi mengenai
peraturan berdagang dan beraktifitas di dalam pasar, peraturan sewa pasar, dan
pegawai-pegawai pemerintahan Praja Mangkunegaran yang bekerja di pasar
beserta tugas-tugasnya. Dengan adanya peraturan-peraturan itu telah tebukti
bahwa sistem pengelolaan pasar pada masa Mangkunegara VII sudah tertata
dengan baik.
Pengelolaan pasar dilakukan oleh Kabupaten Parimpuna yang dipimpin
oleh seorang inspektur yang disebut dengan Inspektur Markwezen yang dibantu
oleh Ajund. Inspektur. Sedangkan pegawai Kabupaten Parimpuna terdiri dari
Lurah Pasar, rangga, pembantu juru tulis dan wimbisana, kontrolir dan pembantu,
dan pembantu kepala pasar. Inspektur adalah pimpinan tertinggi dalam
pengelolaan pasar. Jika inspektur sakit atau berhalangan maka penggantinya
adalah Ajung Inspektur dan jika Ajung Inspektur atau Demang Parimpuna sakit
atau berhalangan maka penggantinya ditentukan oleh inspektur dengan seijin praja
Mangkunegoro.
Keberadaan pasar-pasar di Praja Mangkunegaran mempunyai pengaruh
besar terhadap masyarakat Mangkunegaran. Salah satu dampak keberadaan pasar
adalah mendorong penduduk desa untuk pergi ke kota (urbanisasi). Sebagian dari
mereka ada yang menetap dan ada yang nglaju (datang pagi lalu sore kembali
desa). Sepeti yang terjadi di Pasar Legi, para pedagang di Pasar Legi mayoritas
Page 104
88
berasal dari luar desa atau luar kota, seperti Gawok, Kartasura, Karanganyar,
Delanggu, Klaten, Ngawi dan sebagainya.
Selain itu keberadaan pasar-pasar di Praja Mangkunegaran telah membuka
lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Mereka memperoleh pekerjaan dari pasar
sebagai pedagang, pembantu pedagang, dan kuli pasar atau buruh gendong. Pasar-
pasar yang ada di Praja Mangkunegaran sangat memungkinkan menjadi alternatife
media penurunan angka pengangguran. Seberapa besar penduduk desa ataupun
kota di Praja Mangkunegaran yang masuk ke sektor pasti tidak ditemukan angka
pasti. Banyaknya jumlah pasar di Praja Mangkunegaran dapat mengindikasikan
adanya peningkatan jumlah penduduk yang menggantungkan hidupnya dari pasar.
Munculnya pasar di Praja Mangkunegaran dapat mengurangi penganguran dengan
terbukanya lapangan pekerjaan. Terpenuhinya pekerjaan dapat mengakibatkan
tercukupinya kebutuhan hidup sehari-hari dan dapat meningkatkan taraf ekonomi
masyarakat desa.
Page 105
89
DAFTAR PUSTAKA
1. Arsip
Berkas Habisnya Uang untuk Begrooting Perayaan Triwindu dan Partinituin
Tahun 1939. Kode Arsip L. 405. Surakarta: Reksapustaka
Mangkunegaran.
Daftar Banyaknya Hasil Pasar dalam Daerah Mangkunegaran Tahun 1928-1929.
Kode Arsip P. 1193. Surakarta: Reksapustaka Mangkunegaran.
Daftar Pasar. Masalah Pasar. Serta Datanya di Mangkunegaran. Kode Arsip P.
1194. Surakarta: Reksapustaka Mangkunegaran.
Daftar Pemeriksaan Harga Barang-barang yang dijual di Pasar (Padi, Beras,
Gaplek, Ketela, Jagung dll.), Kode Arsip P. 384. Surakarta:
Reksapustaka Mangkunegaran.
Gambar Situasi Pasar Legi. Kode Arsip P. 389. Surakarta: Reksapustaka
Mangkunegaran.
Hal: Rencananya Jalannya Lomba Lari 10 Km Sebagai Penghormatan Triwindu
25 juni 1939. Kode Arsip L 407. Surakarta: Reksapustaka
Mangkunegaran.
Keluarnya Uang untuk Perjamuan Triwindu Bertahtanya Mangkunegoro VII yang
Dikeluarkan oleh Kabupaten Mandrapura. Kode Arsip P. 1637.
Surakarta: Reksapustaka Mangkunegaran.
Pasar Pon yang disebelah Timur adalah yang sekarang dipakai Gedung Film.
Kode Arsip P. 473. Surakarta: Reksapustaka Mangkunegaran.
Rijksblad Mangkunegaran 1917 No. 10. Surakarta: Reksapustaka
Mangkunegaran.
Rijksblad Mangkunegaran 1917 No. 23. Surakarta: Reksapustaka
Mangkunegaran.
Page 106
90
Rijksblad Mangkunegaran 1917 No. 24. Surakarta: Reksapustaka
Mangkunegaran.
Rijksblad Mangkunegaran 1917 No. 25. Surakarta: Reksapustaka
Mangkunegaran.
Rijksblad Mangkunegaran 1918 No. 9. Surakarta: Reksapustaka Mangkunegaran.
Rijksblad Mangkunegaran 1919 No. 17. Surakarta: Reksapustaka
Mangkunegaran.
Rijksblad Mangkunegaran 1920 No. 16. Surakarta: Reksapustaka
Mangkunegaran.
Rijksblad Mangkunegaran 1921 No. 6. Surakarta: Reksapustaka Mangkunegaran.
Rijksblad Mangkunegaran 1922 No. 7. Surakarta: Reksapustaka Mangkunegaran.
Rijksblad Mangkunegaran 1923 No. 5. Surakarta: Reksapustaka Mangkunegaran.
Rijksblad Mangkunegaran 1924 No. 3. Surakarta: Reksapustaka Mangkunegaran.
Rijksblad Mangkunegaran 1925 No. 4. Surakarta: Reksapustaka Mangkunegaran.
Rijksblad Mangkunegaran 1925 No. 10. Surakarta: Reksapustaka
Mangkunegaran.
Rijksblad Mangkunegaran 1926 No. 1. Surakarta: Reksapustaka Mangkunegaran.
Rijksblad Mangkunegaran 1926 No. 9. Surakarta: Reksapustaka Mangkunegaran.
Rijksblad Mangkunegaran 1927 No. 4. Surakarta: Reksapustaka Mangkunegaran.
Rijksblad Mangkunegaran 1928 No. 7. Surakarta: Reksapustaka Mangkunegaran.
Surat – Surat tentang Biaya Untuk Perbaikan Pasar dan Perbaikan Pasar Legi.
Kode Arsip P. 388. Surakarta: Reksapustaka Mangkunegaran.
Tentang Keadaan Pasar-Pasar di Surakarta Tahun 1930. Kode Arsip P. 396.
Surakarta: Reksapustaka Mangkunegaran
Turunan Surat Keputusan (Kakancingan) tentang Kabupaten Martanimpuna
digabung dengan Kabupaten Parimpuna dengan nama Kabupaten
Martapraja. Kode Arsip FF. 441. Surakarta: Reksapustaka
Mangkunegaran
Page 107
91
2. Buku
Daryadi, 2009, Skripsi: “Pembangunan Perkampungan di Kota Mangkunegaran
Pada Masa Pemerintahan Mangkunegara VII”, Surakarta: Universitas
Sebelas Maret.
Dudung Abdurrahman. 1999. Metode Penelitian Sejarah. Ciputat: Logos Wacana
Ilmu.
Elies Setiyawati. 1995. Skripsi: “Pasar Tradisional di Wilayah Kota Praja
Mangkunegaran pada awal abad XX(Tahun 1900 sampai Tahun 1944)”.
Surakarta: UNS Press.
Istana Mangkunegaran dan Badan Arsip Daerah Propinsi Jawa Tengah. 2002.
Inventaris Arsip Pemerintahan Mangkunegaran IV (1853 – 1881).
Surakarta: Reksapustaka Mangkunegaran.
Marsidi Joyodipuro. 1966. Himpunan Kuliah-Kuliah Pengantar Ilmu Ekonomi.
Bandung: Eresco.
Metz Th.M. 1939. Mangkunegaran: Analisis Sebuah Kerajaan Jawa. Rotterdam:
NV Nijgh dan Van Ditmar.
Nugroho Notosusanto. 1978. Masalah Penelitian Sejarah. Jakarta: Yayasan Idayu.
Sartono Kartodirdjo. 1993. Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah.
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Soetardjo Kartohadikusumo. 1965. Desa. Jakarta: Sumur Bandung.
Wasino. 1994. Tesis: Kebijaksanaan Pembaharuan Pemerintah Praja
Mangkunegaran (Akhir Abad XIX-Pertengahan Abad XX). Yogyakarta:
Universitas Gadjah Mada Prees.
3. Koran
Esti Susilarti. 1 Mei 1988. “Pasar Triwindu Surakarta – Realisasi
Kerakyatan Mangkunegara VII Pernah Berjaya Pada Masa Jepang”. Yogyakarta:
Kedaulatan Rakyat.
4. Internet
Sesaji.blogspot.com/2009/03/asal-usul-pasar-pasar-di-solo_31.html. 17 Juni 2009.
09.01 wib
Page 108
92
DAFTAR INFORMAN
1. Nama : K.P. Santodipoero
Usia : 84 Tahun
Pekerjaan : Staf Reksapustaka Mangkunegaran
Alamat : Jl. Letjen Sutoyo No. 95 RT: 02/ IV Ngadisono Surakarta
2. Nama : K.R.T. Soemarso Pontjo Citro
Usia : 86 Tahun
Pekerjaan : Staf Kabupaten Mandrapura Mangkunegaran
Alamat : Punggawan
3. Nama : Ny. Bambang
Usia : 81 Tahun
Pekerjaan : Pedagang buah-buahan Pasar Wonogiri
Alamat : Wonogiri
4. Nama : Ny. Indailani
Usia : 75 Tahun
Pekerjaan : Pedagang Kelontong di sekitar Pasar Legi
Alamat : Jalan S. Parman Surakarta
5. Nama : Ny. Kodijah
Usia : 82 Tahun
Pekerjaan : Pedagang bumbon Pasar Tegalgede.
Alamat : Karanganyar
6. Nama : Ny. Purwani
Usia : 50 Tahun
Pekerjaan : Pedagang Soto Triwindu
Alamat : Timuran
Page 109
93
7. Nama : Ny Siswo Soehardjo
Usia : 78 Tahun
Pekerjaan : Pedagang Klitikan Pasar Triwindu
Alamat : Timuran
8. Nama : Ny. Sakini
Usia : 82 Tahun
Pekerjaan : Pedagang buah-buahan Pasar Teagalgede
Alamat : Karanganyar
9. Nama : Ny. Satiyem
Usia : 83 Tahun
Pekerjaan : Pedagang sayuran Pasar Wonogiri
Alamat : Selogiri
10. Nama : Ny. Sri Lestari
Usia : 47
Pekerjaan : Pedagang Soto Triwindu
Alamat : Timuran
11. Nama : Ny. Sunarni
Usia : 83 Tahun
Pekerjaan : Pedagang bumbon Pasar Wonogiri
Alamat : Selogiri, Wonogiri
12. Nama : Supardi
Usia : 79 Tahun
Pekerjaan : Staf Reksapustaka Mangkunegaran
Alamat : Karanganyar.
Page 110
94
13. Nama : Ny. Supiyati
Usia : 77 Tahun
Pekerjaan : Pedagang Klitikan Pasar Triwindu
Alamat : Munggung
14. Nama : Ny. Suraini
Usia : 73 Tahun
Pekerjaan : Pedagang Kelontong di sekitar Pasar Legi
Alamat : Jalan S. Parman Surakarta
15. Nama : Ny. Sutinah
Usia : 77 Tahun
Pekerjaan : Pedagang Buah Pisang
Alamat : Ngawi
16. Nama : Ny. Sutini
Usia : 83 Tahun
Pekerjaan : Pedagang Bumbon Pasar Wonogiri
Alamat : Nambangan, Wonogiri.
17. Nama : Ny. Suyatmi
Usia : 82 Tahun
Pekerjaan : Pedagang Sayuran Pasar Tegalgede
Alamat : Karanganyar.
18. Nama : Ny. Wagiyem
Usia : 82 Tahun
Pekerjaan : Pedagang sayuran Pasar Wonogiri
Alamat : Wonogiri
Page 111
95
19. Nama : Ny. Warni
Usia : 77 Tahun
Pekerjaan : Pedagang Bumbon Pasar Legi
Alamat : Gembongan – Kartasura
Page 112
96
LAMPIRAN 1:
PetaWilayah Surakarta Tahun 1939
Sumber: Arsip Reksapustaka Mangkunegaran Surakarta
Page 113
97
LAMPIRAN 2:
Denah Pasar Legi Setelah Direnovasi Tahun 1939
Sumber: Arsip Reksapustaka Mangkunegaran Surakarta
Page 114
98
LAMPIRAN 3:
Gambar-gambar Kondisi Pasar Legi Pada Masa Pemerintahan Mangkunegara VII.
Gambar 1
Situasi Pasar Legi Sebelum Direnovasi Tahun 1930
Sumber: Koleksi Kantor Pasar Legi Surakarta.
Gambar 2
Situasi Pasar Legi Tahun 1939
Sumber: Arsip Reksapustaka Mangkunegaran Surakarta.
Page 115
99
Gambar 3
Situasi Pasar Legi Tahun 1940
Sumber: www.solotempodoeloe.com.
Page 116
100
LAMPIRAN 4:
Daftar Banyaknya Hasil Pasar dalam Daerah Mangkunegaran Tahun 1928-1929
Sumber: Arsip Reksapustaka Mangkunegaran Surakarta.
Page 121
105
LAMPIRAN 5:
Surat – Surat tentang Biaya Untuk Perbaikan Pasar dan Perbaikan Pasar Legi
Sumber: Arsip Reksapustaka Mangkunegaran Surakarta
Page 123
107
LAMPIRAN 6:
Rencana Jalannya Lomba Lari 10 Km Sebagai Penghormatan Triwindu
25 juni 1939
Sumber: Arsip Reksapustaka Mangkunegaran Surakarta
Page 125
109
LAMPIRAN 7:
Berkas Habisnya Uang untuk Begrooting Perayaan Triwindu di Partinituin
Tahun 1939
Sumber: Arsip Reksapustaka Mangkunegaran Surakarta
Page 129
113
LAMPIRAN 8:
Keluarnya Uang Perjamuan Triwindu Bertahtanya Mangkunegoro VII yang
Dikeluarkan oleh Kabupaten Mandrapura
Sumber: Arsip Reksapustaka Mangkunegaran Surakarta
Page 132
116
LAMPIRAN 9:
Diolah Berdasarkan Rarantaman Lebu Wetuning Dhuwit Praja Mangkunegaran
dari Kabupaten Parimpuna
Sumber: Arsip Reksapustaka Mangkunegaran Surakarta