PENGELOLAAN LAHAN UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS TANAH PADA LAHAN TEGAL DI KECAMATAN JATIYOSO KABUPATEN KARANGANYAR SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat sarjana SI pertanian di Fakultas pertanian Universitas Sebelas Maret Disusun oleh : NOVI SAYEKTI H 0205053 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
69
Embed
PENGELOLAAN LAHAN UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS TANAH …... · A. Tinjauan Pustaka ..... 1. Pengelolaan Lahan ..... 2 ... Indeks Kualitas Tanah dengan Indikator Tekstur ...
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PENGELOLAAN LAHAN UNTUK MENINGKATKAN
KUALITAS TANAH PADA LAHAN TEGAL DI KECAMATAN
JATIYOSO KABUPATEN KARANGANYAR
SKRIPSI
Untuk memenuhi sebagian persyaratan
guna memperoleh derajat sarjana SI pertanian
di Fakultas pertanian Universitas Sebelas Maret
Disusun oleh :
NOVI SAYEKTI
H 0205053
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
10
PENGELOLAAN LAHAN UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS TANAH PADA LAHAN TEGAL DI KECAMATAN
JATIYOSO KABUPATEN KARANGANYAR
Yang dipersiapkan dan disusun oleh Novi Sayekti
H0205053
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal :
dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Susunan Tim Penguji
Ketua
Ir. Sudjono Utomo, MP NIP.194507121984031001
Anggota I
Dr. Ir. R. Sudaryanto, MS NIP.195408151981031006
Anggota II
Ir. Suwarto, MP NIP.19540404161986031002
Surakarta,
Mengetahui Universitas Sebelas Maret
Fakultas Pertanian Dekan
Prof. Dr. Ir. H. Suntoro, MS NIP. 195512171982031003
11
KATA PENGANTAR
Syukur alhamdulillah penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan
skripsi ini. Selama penyusunan skripsi ini tentunya tidak lepas dari bantuan
berbagai pihak, oleh karenanya penyusun ingin mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Prof. Dr. Ir. H. Suntoro Wongso Atmojo, MS., selaku Dekan Fakultas
Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Ir. Sudjono Utomo, MP., selaku dosen pembimbing utama atas segala
bimbingan, serta segala nasehat, masukan, saran, dan arahan selama
penyusunan skripsi ini.
3. Dr. Ir. R Sudaryanto, MS selaku dosen pembimbing pendamping atas segala
bimbingan, saran dan masukan yang diberikan selama penyusunan skripsi.
4. Ir. Suwarto, MP selaku, dosen penguji terima kasih atas saran dan masukan
yang diberikan selama penyusunan skripsi,
5. Mujiyo, SP. MP selaku pembimbing akademik atas arahan, bimbingan, dan
nasehatnya selama ini.
6. Kedua orang tua dan kakakku tercinta yang telah memberi kasih sayang,
doa, dan dukungan yang tidak henti-hentinya kepada penyusun.
7. MIT’05, Tim Jatiyoso dan kos ‘Edelweiss cew” terima kasih atas kasih
sayang, perhatian, kekompakan, dan kekeluargaannya dan semua pihak yang
telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak bisa disebutkan
satu persatu.
Penyusun menyadari bahwa dalam pembuatan skripsi ini masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat
diharapkan agar dapat lebih baik. Semoga skripsi bermanfaat bagi kita semua.
Kabupaten Karanganyar................................................................
Peta Arahan Penambahan Bahan Organik di
Kecamatan Jatiyoso, Kabupaten Karanganyar ................................
59
61
89
92
97
101
102
103
104
105
106
107
18
PENGELOLAAN LAHAN UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS TANAH PADA LAHAN TEGAL DI KECAMATAN
JATIYOSO KABUPATEN KARANGANYAR
Novi Sayekti Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian UNS
ABSTRAK
Tujuan penelitian adalah mencari cara pengelolaan lahan tegal yang tepat
sehingga dapat meningkatkan kualitas tanah di Jatiyoso Karanganyar. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-September 2009. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif eksploratif pendekatan variabelnya dengan survai dan analisis laboratorium. Analisis data menggunakan stepwise regresi dan persamaan regresi. Berdasarkan hasil penelitan yang telah dilakukan dapat diketahui Indeks Kualitas Tanah (IKT) lahan tegal tertinggi terdapat pada SPT 1 sebesar 3,55 namun bila dibandingkan dengan SPT 7 (hutan) yang mempunyai IKT sebesar 3,89 sehingga Satuan Peta Tanah (SPT) 1 mempunyai IKT lebih rendah. Indikator yang paling berpengaruh terhadap IKT yaitu Kapasitas Pertukaran Kation (KPK). Berdasarkan analisis dapat ditentukan arahan pengelolaan kualitas tanah di lokasi penelitian yaitu dengan cara penambahan bahan organik, penggunaan mulsa, dan penggunaan rotasi tanaman yang menghasilkan residu tanaman yang tinggi. Kata kunci : Pengelolaan Lahan, Kualitas Tanah, Tanah Tegal, Kecamatan
Jatiyoso.
19
LAND MANAGEMENT TO INCREASE SOIL QUALITY ON DRY LAND IN JATIYOSO KARANGANYAR
ABSTRACT
Novi Sayekti
Department of Soil Science Faculty of Agriculture Sebelas Maret University
The purpose of the research is to find out the way to manage dry land
appropriately and increase soil quality in Jatiyoso, Karanganyar. The research had been from Juli until September 2009. This research was the descriptive exploratif, its variable approach by field survey and involved by laboratory and statistics analysis (stepwise regresion). The result was known that the haighest Soil Quality Indeks (SQI) on the unirrigated land plced in Soil Mapping Unit (SMU) I with 3,55, however SMU VII (forest) had higher SQI with 3,89 than SMU I. The influential indicators on the SQI were cation excange capability (CEC). We could determine the soil quality management brief on the research placed based on the result that was done with adding organic matter, using soil cover, and crops rotation that resulted higher residue.
Key word : Land management, Soil quality, dry land, Jatiyoso subdistrict
20
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tanah merupakan hasil evolusi dan mempunyai susunan teratur yang
unik yang terdiri dari lapisan-lapisan atau horizon-horison yang berkembang
secara genatik (Foth 1988). Tanah merupakan salah satu sumber daya alam
yang memiliki fungsi penting antara lain tempat tumbuh dan berkembangnya
perakaran penopang tegak tumbuhnya tanaman dan menyuplai kebutuhan air
dan udara; secara kimiawi berfungsi sebagai gudang dan penyuplai hara,
habitat biota (organisme) yang berpartisipasi aktif dalam penyediaan hara
tersebut dan zat-zat aditif (pemacu tumbuh, proteksi) bagi tanaman. Tanah
yang baik dengan pengelolaan yang tidak tepat dapat mengakibatkan
kerusakan tanah.
Kerusakan tanah atau degradasi tanah menurut Barrow ( 1991 ) cit
Widjajanto (2003) adalah hilangnya atau berkurangnya kegunaan atau potensi
kegunaan tanah untuk mendukung kehidupan. Kehilangan atau perubahan
kenampakkan tersebut menyebabkan fungsinya tidak dapat diganti oleh yang
lain. Penggunaan tanah yang tidak diikuti teknik pengelolaan yang tepat dapat
menyebabkan kerusakan tanah. Pada lokasi penelitian ini yaitu Kecamatan
Jatiyoso, kerusakan tanah sudah terlihat. Di daerah ini sebagian besar
kerusakan tanah disebabkan oleh erosi yang diakibatkan dari teknik
penggunaan tanah yang kurang tepat. Jatiyoso merupakan daerah yang
mempunyai kemiringan antara miring sampai sangat curam dengan macam
penggunaan tanah berupa tegal yang tidak diimbangi dengan penanaman
tanaman konservasi sebagai penguat teras, sehingga memicu terjadinya run off
atau aliran permukaan. Hal ini didukung oleh pernyataan Barrow ( 1991 ) cit.
Widjajanto (2003) yang menyatakan bahwa faktor-faktor utama penyebab
degradasi tanah adalah: 1) bahaya alami, 2) perubahan jumlah populasi
manusia, 3) marginalisasi tanah, 4) kemiskinan, 5) status kepemilikan tanah,
6) ketidakstabilan politik dan masalah administrasi, 7) kondisi sosial ekonomi,
8) masalah kesehatan, 9) praktek pertanian yang tidak tepat, 10) aktifitas
21
pertambangan dan industri. Kerusakan tanah yang semakin parah dapat
menurunkan kualitas tanah. Kualitas tanah itu sendiri sangat penting bagi
keberlanjutan suatu tanah, karena kualitas tanah merupakan gambaran
kemampuan tanah untuk melakukan fungsi-fungsinya.
Mengingat pentingnya pengaruh kualitas tanah di kecamatan
Jatiyoso, maka perlu adanya penelitian mengenai pengelolaan kualitas tanah.
Pengelolaan yang dimaksudkan dalam hal ini adalah dengan pendekatan cara
pengelolaan kualitas tanah sehingga dapat menginformasikan kepada
masyarakat dan pemerintah setempat dalam pengelolaan kualitas tanah
dengan benar sesuai dengan tingkat kemampuan tanah yang ada.
B. Perumusan Masalah
Penggunaan lahan di Jatiyoso secara intensif dan tidak sesuai dengan
kemampuan lahan mengakibatkan menurunnya kualitas tanah, sehingga perlu
adanya cara pengelolaan lahan yang dapat meningkatkan kualitas tanah.
C. Tujuan Penelitian
Penelitian yang dilaksanakan ini bertujuan untuk mencari cara
pengelolaan lahan tegal yang tepat sehingga dapat meningkatkan kualitas
tanah di Kecamatan Jatiyoso, Karanganyar.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi, pedoman bagi
petani di Kecamatan Jatiyoso maupun Pemerintah Kabupaten Karanganyar,
mengenai cara pengelolaan kualitas pada tanah tegal sehingga dapat
meningkatkan produksi dan pendapatan petani serta memberikan
perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang pertanian.
22
II. LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Pengelolaan Lahan
Penentuan penilaian kualitas tanah ditentukan dengan cara
mengumpulkan data-data indikator yang telah terpilih atau Minimum Data
Set (MDS). Setalah data-data indikator terkumpul maka informasi tersebut
kemudian dipadukan untuk menentukan indeks kualitas tanah. Indeks
kualitas tanah ini dapat digunakan untuk memantau dan menaksir dampak
sistem pertanian dan praktek-praktek pengelolaan terhadap kualitas tanah
secara kuantitatif adalah dengan mengukur atau menganalisa indikator-
indikator yang digunakan (Seybold et al,. 1996).
Pengelolaan tanah yang meliputi kegiatan penyusunan rencana
penggunaan tanah, konservasi tanah, pengelolaan tanah dan pemupukan
dimulai di lapangan dengan pembukaan atau pembersihan hutan semak atau
padang alang-alang atau rumput-rumput lainnya. Tindakan tersebut
berlangsung selama tanah tersebut masih dipergunakan untuk pertanian
(Arsyad, 1989).
Pengelolaan kualitas tanah yang tidak tepat dapat mengakibatkan
penurunan kualitas tanah, untuk mengetahui seberapa besar kerusakan
kalitas tanah maka dapat dibandingkan dengan tanah hutan. Tanah hutan
dijadikan base reference karena dianggap mempunyai nilai kestabilan tanah
yang lebih baik daripada pengunaan tanah tegal maupun sawah. Hal in
disebabkan karena pada hutan produksi merupakan suatu ekosistem dengan
siklus yang hampir tertutup. Siklus yang hampir tertutup yaitu kondisi tanah
yang mempunyai gangguan dari ekosistem lain yang rendah, sehingga
kestabilan kondisi tanah tetap terjaga (Primadani, 2008).
Pengelolaan tanah atau Soils Management merupakan pembinaan
dalam hal pengotanah tanah, pembinaan-pembinaan ini dimaksudkan agar
para petani atau mereka yang menggunakan tanah dapat melakukan
pengelolaan tanahnya dengan baik agar kesuburan tanah, produktivitas
3
23
tanah, pengawetan tanah dan air dapat terjamin, sehingga memungkinkan
terlaksananya usaha-usaha di bidang pertanian dalam jangka waktu yang
panjang dari generasi ke generasi dengan hasil-hasilnya yang dapat
memenuhi harapan (Kartasapoetra, 1991).
Pengelolaan tanah adalah tindakan atau seni menggunakan tanah
untuk produksi tanaman yang seimbang dan menguntungkan. Produksi
tersebut melibatkan segala tindakan mengolah dan menggarap tanah serta
budidaya tanaman berupa pemeliharaan dan perbaikan keadaan fisik, bahan
organik tanah, hara tersedia, kegiatan biologi tanah, dan konservasi tanah
dan air (American Society Of Agricultural Engineers, 1967 dalam
Notohadiprawiro, 2006).
2. Kualitas Tanah
Kualitas tanah adalah kemampuan suatu tanah untuk berfungsi
dalam berbagai batas ekosistem untuk mendukung produktivitas biologi,
mempertahankan kualitas lingkungan dan meningkatkan kesehatan tanaman,
hewan dan manusia. Secara umum, terdapat tiga makna pokok dari definisi
tersebut yaitu produksi berkelanjutan yaitu kemampuan tanah untuk
meningkatkan produksi dan tahan terhadap erosi, mutu lingkungan yaitu
tanah diharapkan mampu untuk mengurangi pencemaran air tanah, udara,
penyakit dan kerusakan sekitarnya dan ketiga kesehatan makhluk hidup
(Suriadi dan Nazam, 2005 ).
Mutu tanah dikembangkan sebagai alat penilaian atau alat evaluasi
terhadap praktek pengelolaan tanah dan penilaian sumber daya alam, atau
sebagai alat uji keberlanjutan praktek-praktek pertanian dan penggunaan
tanah lainnya secara kuantitatif (Karlen and Mausbach, 2001). Kualitas
tanah juga untuk mengevaluasi tingkat degradasi dan kontaminasi tanah dari
pencemaran logam berat.
Evanylo dan McGuinn (2000) dan Knoepp et al. (2000) menyatakan
bahwa mutu tanah dibuat untuk mendeskripsikan kombinasi sifat-sifat fisik,
kimia, dan biologi, yang memfungsikan tanah untuk melakukan berbagai
24
fungsinya. Pendapat tersebut didukung oleh Karlen and Mausbach (2001),
yang menyatakan bahwa penentuan mutu suatu tanah harus
mempertimbangkan sifat-sifat fisik, kimia, dan biologi, serta proses-proses
yang terjadi di dalam tubuh tanah yang hidup dan dinamis.
Kualitas tanah merupakan hasil interaksi antara sifat fisika, kimia
dan biologi tanah dan dalam menggambarkan kebugaran suatu tanah dalam
melaksanakan fungsinya dalam ekosistem (Karlen et al., 2001). Sebagai
suatu ekosistem maka tanah mempunyai fungsi pelayanan :
1. Menerima, menahan dan melepaskan unsur hara serta kimia lain.
2. Menerima, menahan, dan melepaskan air kepada tanaman, dan air tanah.
3. Meningkatkan dan memelihara keberlanjutan pertumbuhan akar.
4. Memelihara habitat yang sesuai bagi biota tanah, dan
5. Menanggapi beragam upaya pengelolaan dan ketahanannya terhadap
kerusakan (Larson dan Pierce, 1996 ).
Evaluasi terhadap mutu tanah identik dengan pemeriksaan kesehatan
manusia oleh seorang dokter, yakni dengan mengetahui indikator tertentu
atau mengukur sejumlah parameter kunci sebagai bahan diagnosisnya,
untuk menyimpulkan bagaimana kesehatan manusia yang bersangkutan
(Mitchell et al., 2000).
3. Lahan Tegal
Definisi yang diberikan oleh Soil Survey Staffs, (1998 ) cit. Haryati
(2002), lahan kering adalah hamparan lahan yang tidak pernah tergenang
atau digenangi air selama periode sebagian besar waktu dalam setahun.
Lahan kering ini dapat dijumpai dari dataran rendah (0-700 m dpl) hingga
dataran tinggi (> 700m dpl).
Lahan kering atau lahan tegal mempunyai potensi yang cukup luas
untuk dikembangkan, dengan luas yang mencapai 52,5 juta ha sedangkan
untuk daerah Jatiyoso luas lahan tegal 2419, 19 ha (Haryati, 2002) untuk
seluruh Indonesia maka pengembangan sangat perlu dilakukan. Menurut
Simposium Nasional tentang Tanah Kering di Malang (1991) penggunaan
25
lahan untuk lahan kering berturut-turut adalah sebagai berikut: hutan rakyat,
perkebunan, tegal, lahan yang sedang tidak diusahakan, tegal dan padang
rumput.
Lahan kering umumnya terdapat di dataran tinggi (daerah
pegunungan) yang ditandai dengan topografinya yang bergelombang dan
merupakan daerah penerima dan peresap air hujan yang kemudian dialirkan
ke dataran rendah, baik melalui permukaan tanah (sungai) maupun melalui
jaringan air tanah. Wilayah penelitian memiliki ketinggian tempat 500 mdpl
– 2500 mdpl, dengan topografi secara umum bergelombang sampai
pegunungan. Hasil pengukuran kemiringan lereng di lapang menunjukkan
bahwa wilayah penelitian ini memiliki kemiringan antara agak miring –
sampai sangat curam (4 – 65%). Lahan kering atau tegal didefinisikan
sebagai dataran tinggi yang lahan pertaniannya lebih banyak
menggantungkan diri pada curah hujan. Lahan kering diterjemahkan dari
kata “upland” yang menunjukkan kepada gambaran “daerah atas” (Hasnudi
dan Saleh, 2006 cit. Haryati 2002).
Lahan kering atau tegal dapat didefinisikan sebagai hamparan lahan
yang tidak tergenang atau digenangi air pada sebagian besar waktu dalam
setahun atau sepanjang waktu. Secara umum, berdasarkan penggunaan
lahannya untuk pertanian (BPS, 2001), tanah kering dikelompokkan
menjadi pekarangaan, tegal/kebun/ladang/huma, padang rumput, tanah
sementara tidak diusahakan, tanah untuk kayu-kayuan, perkebunan, dengan
total luas 55.619.030 ha atau sekitar 29,4% dari total luas Indonesia
(Hidayat dan mulyani, 2002). Sedangkan di daerah penelitian Kecamatan
Jatiyoso mempunyai luas daerah 6697,2750 Ha, dengan rincian sebagai
berikut :
1. Tanah Sawah
a. Irigasi teknis = 317,8 Ha
b. Irigasi ½ teknis = 1042,34 Ha
2. Tanah Kering
a. Pekarangan atau bangunan = 1322,19 Ha
26
b. Tegal atau Kebun = 2419,74 Ha
c. Ladang Penggembalaan = 41,91 Ha
3. Tanah Hutan
a. Hutan Sejenis = 102,50 Ha
b. Lain-lain = 1248,5570 Ha (Monografi, 2008).
27
B. Kerangka Berfikir
- Pertanian Instensif - Sistem pertanian
monokultur
Penurunan kualitas tanah di Jatiyoso
Indikator kualitas tanah Sifat kimia tanah (pH, BO, N total tanah, KPK, P,K tersedia) Sifat fisika tanah (tekstur, BV, porositas tanah )
Pengelolaan tanah tidak tepat
Analisis data dari indikator-indikator kualitas tanah
Indikator yang paling mempengaruhi IKT
Nilai IKT
Cara pengelolaan lahan yang tepat meningkatkan kualitas tanah
28
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di wilayah Kecamatan Jatiyoso, Kabupaten
Karanganyar, Jawa Tengah. Analisis tanah dilaksanakan di Laboratorium
Kimia dan Kesuburan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-September 2009.
B. Alat dan Bahan Penelitian
1. Alat
a) Peta Rupa Bumi Kecamatan Jatiyoso skala 1:50.000
b) Peta Administrasi Kecamatan Jatiyoso skala 1:50.000
c) Peta Penggunaan Lahan Kecamatan Jatiyoso skala 1:50.000
d) Peta Geologi Kecamatan Jatiyoso skala 1:50.000
e) Peta Satuan Peta Tanah Kecamatan Jatiyoso skala 1:50.000
f) Peta Kontur Kecamatan Jatiyoso skala 1:50.000
g) Peta Transek Kecamatan Jatiyoso skala 1:50.000
h) Peta Kemiringan Lereng Kecamatan Jatiyoso skala 1:50.000
i) Perlengkapan untuk analisis lapang (pisau belati, altimeter, cangkul,
rollmeter, klinometer, kompas, bor tanah, kaca pembesar, flakon, pH
meter, MSCC, GPS, alat tulis, kamera).
j) Perlengkapan untuk analisis laboratorium
k) Komputer, software untuk analisis data
2. Bahan
a. Sampel Tanah
Sampel tanah untuk analisis laoratorium meliputi sampel tanah
komposit (kering angin dengan diameter mata saringan 0,5 mm dan 2
mm), sampel tanah bongkahan dan segar.
b. Bahan Khemikalia
Bahan kimia untuk analisis laboratorium meliputi alkohol dan H2O
FeSO4, indikator DPA (C organik tanah), amonium molybdat dan SnCl2
(kandungan P tersedia tanah).
C. Rancangan Penelitian dan Tehnik Pengambilan Sampel
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif eksploratif dengan
pendekatan variabelnya dilakukan dengan survai di lapang dan didukung oleh
data dari hasil analisis laboratorium. Variabel-variabel yang diamati antara
lain, sifat fisika tanah, sifat kimia tanah, bahan induk dan fisiografi lahan yang
meliputi bentang lahan, drainase, topografi, erosi, dan bentuk lahan.
Pengambilan sampel tanah sebagai dasar pembuatan satuan peta tanah
(SPT) dilakukan dengan metode transek. Metode transek yaitu penarikan garis
tegak lurus kontur pada bahan induk dan fisiografi lahan yang sama.
Pengamatan tanah dilakukan dengan membuat profil (miniped) tegak lurus
kemiringan tanah dengan ukuran 0.5 m x 0.5 m x 0.5 m dan dilanjutkan dengan
pengeboran. Penentuan populasi tanah dilakukan secara acak (random
sampling) yaitu tanah Alfisols yang terdapat di Kecamatan Jatiyoso Kabupaten
Karanganyar. Untuk pembuatan satuan peta tanah (SPT) dilakukan dengan
Observation Cluster terhadap data hasil pengamatan atribut tanah pada setiap
transek. Satu satuan peta tanah (SPT) diasumsikan mempunyai karakteristik
tanah terpilih yang mirip dalam satu satuan fisiografi lahan (bentang lahan,
drainase, topografi, erosi, bentuk lahan). Sampel untuk analisis laboratorium
diambil secara komposit dari pedon pewakil tanah dari masing-masing satuan
peta tanah (SPT) sebanyak tiga ulangan.
D. Tata Laksana Penelitian
1. Survei dan Pemetaan Tanah
a) Tahapan Persiapan
· Studi pustaka mengumpulkan informasi dari instansi terkait untuk
mendapatkan antara lain :
1. Peta-peta pembantu (peta topografi, geologi, tanah, landuse), data
iklim/hidrologi, data penggunaan lahan, data penduduk.
30
2. Pembuatan peta dasar untuk operasi lapangan yang dibuat
berdasarkan overlay atau tumpang tindih dari berbagai peta yaitu,
peta geologi, peta topografi dan peta rupa bumi.
3. Pengadaan bahan dan peralatan untuk operasi lapangan
4. Menyusun kelengkapan anggota tim, birokrasi dan base camp
5. Mendapatkan gambaran yang menyeluruh tentang peta rupa bumi,
data pendukung lain, dan infra struktur wilayah penelitian
6. Menentukan jalur transek
2. Tahapan Operasi Lapangan
a) Pra survei: penyelesaian perijinan; orientasi daerah untuk memperoleh
gambaran umum tentang kondisi lapangan dan identifikasi masalah;
pengamatan pendahuluan keadaan lapangan dan keadaan tanah
berdasarkan operasi lapangan.
b) Survei tanah utama: dilakukan oleh tim dengan tugas melaksanakan
seluruh kegiatan survei dan pemetaan tanah, tugas ini mencakup :
7. Pemantapan pembeda daerah survei dalam satuan fisiografi,
pembedaan subsistem dalam bentuk bentuk wilayah atau landform,
kelas lereng, relief, dan litologi. Pekerjaan ini dilakukan dengan
panduan peta dasar.
8. Pemetaan dilaksanakan dengan sistem transek atau menyesuaikan
dengan keadaan lapangan yang mempunyai topografi berbukit
sampai bergunung. Sistem transek dilaksanakan di daerah berbukit.
Pada wilayah bersifat komplek diperlukan penambahan pengamatan,
sedang wilayah yang bersifat homogen kerapatan pengamatan dapat
dikurangi.
9. Pengamatan karakteristik tanah dilaksanakan dengan menggunakan
liangbor, minipit, dan profil. Profil tanah pewakil digali dengan
kedalaman 0,5m. Pengamatan morfologi dan sifat tanah mencakup
antara lain: kedalaman efektif, warna, tekstur, struktur, konsistensi,
sebaran perakaran, pH (H2O), pH(Kcl), dan sifat tanah lainnya.
31
10. SPT dibuat berdasarkan peta landuse, peta geologi dan peta
kemiringan. Peta-peta tersebut dioverlaykan, maka daerah yang
mempunyai geologi, landuse yang sama dapat dijadikan satu SPT,
dengan memperhatikan sifat tanah dan fisiografi lahannya. Apabila
tanah tersebut mempunyai karakteristik yang berbeda, maka belum
bisa dijadikan satu SPT. Karakteristik tanah tersebut dianalisis
menggunakan analisis statistika. Data mengenai karateristik tanah
dimasukkan dalam analisis Stepwise untuk mengetahui atribut tanah
yang paling berpengaruh atau menjelaskan, selanjutnya dianalisis
Cluster untuk mengelompokkan atribut yang sama. Pengelompokan
atribut tanah yang sama akan membentuk satu SPT.
11. Setiap satuan peta tanah (SPT) akan diwakili paling tidak oleh satu
profil pewakil. SPT tanah yang mempunyai luas lebih dari 250 Ha
harus diwakili oleh lebih dari satu profil pewakil .
12. Semua contoh tanah terpilih dianalisis di laboratorium dengan
menggunakan metode baku analisis tanah.
13. Data iklim dikumpulkan dari stasiun klimatologi dan stasiun
pengamatan curah hujan terdekat dari daerah survei.
14. Pengamatan vegetasi dan penggunaan lahan, serta keadaan
hidrologi/darinase lahan dilaksanakan di lapangan untuk
memperbaiki atau melengkapi peta dasar.
15. Peta dasar hasil analisis intepretasi potret udara dan hasil overlay
dari peta lainnya, harus dicek dan diperbaiki batas-batas satuan
petanya dengan keadaan sebenarnya di lapangan.
3. Analisis Kimia dan Fisika Tanah
Analisis mengenai variabel yang digunakan dalam penelitian,
dilakukan di Laboratorium sesuai dengan metode yang telah ditentukan atau
sesuai baku analisis tanah.
32
E. Variabel yang diamati
a Tanah, meliputi :
No. Variabel Pengamatan Satuan Metode 1. 2.
Sifat Fisika Tanah a) Tekstur
- Pasir - Debu - Liat
b) Struktur - BeratVolume - Porositas
Sifat Kimia Tanah a) pH Tanah b) Bahan Organik c) KPK d) N total tanah e) P tersedia f) K
% % %
gr/cm3 %
% me/100gr
% %P2O5
%K2O5
Metode Gravimetri* Metode Core * pH meter* Walkey and Black* Penjenuhan Amonuium Asetat pH 7* Metode Kjeldahl* Metode Bray I* Metode Ekstrak Amonium Asetat*
Keterangan : *) Menurut Balai Penelitan Tanah 2005.
b Lingkungan
1. Fisiografi tanah
1) Kelerengan
2) Bahan Induk
3) Kedalaman Tanah
4) Erosi
5) Bentang lahan (landscape)
6) Topografi
7) Bentuk lahan (landform)
2. Pola pemupukan
1) Cara pemberian pupuk
2) Teknik Konservasi
3. Iklim
1) Rata-rata curah hujan
2) Rata-rata kelembaban udara
3) Data temperatur udara
14
F. Analisis Data
Indeks Kualitas Tanah (IKT) dapat diperoleh dengan cara menjumlahkan skor dari masing-masing indikator kulitas tanah (MDS) Minimum
Data Set kemudian dibagi dengan banyaknya indikator yang digunakan. Skor yang diperoleh berdasarkan pengharkatan pada umumnya, dengan
memodifikasi menjadi 5 tingkat (rendah, agak rendah, sedang, agak tinggi, dan tinggi).
Tabel 3.1 Skoring Indikator Kualitas Tanah
Skor Indikator
1 2 3 4 5 Sumber
Tektur S, Si LS SL, L, SiL SiC, CL, SCL SiCL, SC, C Balai Penelitian Tanah, 2005
Porositas (%) < 15 15-20 20-30 atau 70-80 30-40atau 60-70 40 - 60 Wander et all., 2002
Berat Volume (gr/cm3) > 1,66 1,5-1,66 1,37 - 1,5 1,2 - 1,36 < 1,1 Wander et all., 2002
C Organik (%) < 1 1-2 2-3 3-5 >5 Balai Penelitian Tanah, 2005
N total (%) < 0,01 0,01-0,20 0,21-0,50 0,51-0,75 > 0,75 Balai Penelitian Tanah, 2005
2008), kemudian dihitung dengan metode pembobotan dengan cara
menjumlahkan nilai R (ajd) masing-masing indikator dibagi dengan jumlah
R (adj) dari semua indikator. Hasil pembobotan masing-masing indikator
dikalikan dengan skor masing-masing indikator kualitas tanah, untuk hasil
analisisnya dapat dilihat pada lampiran 1, selanjutnya indikator-indikator
kualitas tanah dianalisis dengan uji regresi, sehingga diketahui nilai P value,
untuk mengetahui indikator yang paling bisa menjelaskan di Uji Stepwise
Regression.
17
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Kondisi Wilayah Penelitian
Kecamatan Jatiyoso merupakan salah satu wilayah yang terletak di
Kabupaten Karanganyar. Ditinjau dari segi administratif, di sebelah utara,
Kecamatan Jatiyoso berbatasan dengan Kecamatan Tawangmangu; di sebelah
selatan berbatasan dengan Kecamatan Girimarto (Wonogiri); di sebelah barat
berbatasan dengan Kecamatan Jatipuro; dan di sebelah timur berbatasan
dengan Kabupaten Magetan (Jawa Timur). Letak geografis Kecamatan
Jatiyoso berada pada koordinat 111˚02’00’’-111˚12’00’’ BT dan 7˚41’00’’-
7˚45’00’’ LS, dengan luas wilayah 6697.2750 ha. Kecamatan Jatiyoso terdiri
dari 9 desa yaitu Desa Jatisawit, Desa Jatiyoso, Desa Petung, Desa
Wonokeling, Desa Tlobo, Desa Wonorejo, Desa Karangsari, Desa
Wukirsawit, dan Desa Beruk.
Berdasarkan hasil penelitian oleh Tim Survai Tanah dan Evaluasi
Tanah tahun 2007, Kecamatan Jatiyoso terbagi menjadi 7 satuan peta tanah
(SPT) yang terdiri dari 3 ordo tanah, yaitu Inceptisols, Alfisols, dan Andisols
(Tim Survai Tanah JIT UNS. 2007). Gambaran masing-masing SPT disajikan
pada tabel sebagai berikut :
16
17
Tabel 4.1 Karakteristik Masing-Masing SPT
Luas SPT Jenis tanah/
Sub Group Penggunaan
Tanah Kemiringan
Ha %
1 Inceptisols (Typic Dystrustepst)
Tegal campuran (ketela pohon, jagung, pisang, jahe, rumput gajah, sengon, cengkeh, nangka, mahoni, jati) Pola tanam : tumpang sari antara jagung dengan ketela pohon. Pengolahan tanah : dicangkul Usaha pengawetan tanah : pembuatan teras, penanaman rumput penguat teras, rumput dibiarkan tumbuh.
15-25% 1406,21 18,75
2 Alfisols (Typic Hapludalfs)
Tegal campuran (ketela pohon, pisang, talas, jati, kelapa, petai) Pola tanam : tumpang sari antara jagung dengan ketela pohon. Pengolahan tanah : dicangkul Usaha pengawetan tanah : pembuatan teras, belum ada penanaman rumput penguat teras, rumput dibersihkan.
8-15% 1401,02 18,68
3 Alfisols (Typic Hapludalfs)
Tegal campuran (ketela pohon, jagung, nangka, lamtoro) Pola tanam : monokultur (ketela pohon) Pengolahan tanah : dicangkul Usaha pengawetan tanah : pembuatan teras, belum ada tanaman penguat teras, rumput dibersihkan.
15-25% 1659,92 22,14
4 Alfisols (Inceptic Hapludalfs)
Tegal campuran (ketela pohon, jagung, pisang,sengon, nangka) Pola tanam : tumpang sari antara jagung dengan ketela pohon. Pengolahan tanah : dicangkul Usaha pengawetan tanah : pembuatan teras, belum ada tanaman penguat teras, rumput dibersihkan.
15-25% 220,33 2,94
5 Inceptisols (Typic Destrudepts)
Tegal campuran (ketela pohon, cengkeh, sengon) Pola tanam : tumpang sari antara jagung dengan ketela pohon. Pengolahan tanah : dicangkul Usaha pengawetan tanah : pembuatan teras, belum ada tanaman penguat teras, rumput dibersihkan.
25-35% 513,80 6,85
6 Alfisols (Inceptic Hapludalfs
Tegal campuran (jagung, ketela pohon, nangka, kalapa) Pola tanam : tumpang sari antara jagung dengan ketela pohon. Pengolahan tanah : dicangkul Usaha pengawetan tanah : pembuatan teras, belum ada tanaman penguat teras, rumput dibersihkan.
35-45% 1049,43 13,99
7 Andisols (Ultic Melanudands) Hutan 45-65% 1247,56 16,64
Sumber : Hasil Pengamatan di Lapang
Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat diketahui bahwa ordo tanah
yang dominan di Kecamatan Jatiyoso adalah Alfisols. Hal ini dapat diketahui
berdasarkan hasil pengamatan profil pada masing-masing SPT (Lampiran 2).
Menurut Munir (1996) Alfisols umumnya banyak diusahakan untuk pertanian
walaupun masih banyak dijumpai kendala-kendala. Kendala-kendala tersebut
adalah pada beberapa tempat dijumpai kondisi tanah yang berlereng dan
berbatu, horison B argilik dapat mencegah distribusi akar yang baik pada
tanah dengan horison argilik B tekstur berat, pengelolaan yang intensif dapat
menimbulkan penurunan bahan organik pada lapisan atas tanah, kemungkinan
terjadi erosi untuk daerah yang berlereng, kemungkinan fiksasi kalium dan
amonium mungkin terjadi karena adanya mineral illit, dan kandungan P dan K
rendah.
B. Indeks Kualitas Tanah pada Lahan Tegal di Kecamatan Jatiyoso,
Kabupeten Karanganyar.
Daerah Jatiyoso, sebagian besar tanahnya dimanfaatkan sebagai lahan
tegal. Daerah penelitian ini terbagi menjadi 7 Satuan Petan Tanah (SPT).
Masing-masing SPT mempunyai nilai kualitas tanah yang berbeda satu sama
lain. Pada tahun 1994 Soil Science Society of America (SSSA) cit. Winarso
(2005) mendefinisikan kualitas tanah sebagai kemampuan tanah untuk
menampilkan fungsi-fungsinya dalam, penggunaan tanah dan ekosistem,
untuk menopang produktifitas biologi, mempertahankan kualitas lingkungan,
dan meningkatkan kesehatan tanaman, binatang, dan manusia. IKT antara
tanah yang satu dengan yang lainya akan berbeda.
Indeks Kualitas Tanah (IKT) dapat diperoleh dengan cara
menjumlahkan skor dari masing-masing indikator kulitas tanah (MDS)
Minimum Data Set kemudian dibagi dengan banyaknya indikator yang
digunakan. Skor yang diperoleh berdasarkan pengharkatan pada umumnya,
dengan memodifikasi menjadi 5 tingkat (rendah, agak rendah, sedang, agak
tinggi, dan tinggi). Untuk mengetahui skor masing-masing indikator dapat
dilihat pada tabel 4.2 sebagai berikut :
14
Tabel 4.2 Hasil Penskoran dan Pembobotan Indikator Kualitas SPT 1-7 di Kecamatan Jatiyoso, Karanganyar.
___________. 2008b. Memahami Kesuburan Tanah. http://sehat-organik.com/peluang-bisnis/memahami-kesuburan-tanah.html. Diakses tanggal 2 januari 2010.
___________. 2008c. Pengelolaan Tanah Alfisols. http : //74. 125. 153. 132/ search?q=cache:ylFrnjy7OkQJ:library.usu.ac.id/download/fp/HutanIwan4.pdf+pengelolaan+tanah+alfisols&cd=2&hl=id&ct=clnk&gl=id. Diakses Tanggal 23 September 2009 pukul 10.00 WIB.
Amir. 2009. Kelestarian Tanah Potensial di Pantai : Daratan Rendah dan Pegunungan.http://bebasbanjir2025.wordpress.com/teknologipengendal-banjir/pengotanah-tanahpenanaman-menurut-kontur. Diakses tanggal 2 Januari 2010 pukul 14.25 WIB.
Arsyad, S. 2006. Konsevasi Tanah dan Air. Penerbit IPB. Bogor.
Balai Penelitian Tanah, 2005. Analisa kimia Tanah, Tanaman, Air, dan Pupuk. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian
Evanylo, G., and Robert McGuinn. 2000. Agricultural Management Practices and Soil Quality: Measuring, Assessing, and Comparing Laboratory and Field Test Kit Indicators of Soil Quality Attributes. Virginia Cooperative Extension. Publ. No. 452-400.
Foth.D.H.1988. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. UGM Pres. Yogyakarta.
Goenadi, D.H. 1991. Dasar-Dasar Kimia Tanah. Gajah Mada University Press
Hidayat. A dan Mulyani. 2002. Tanah Kering Untuk Pertaninan. Pusat Pengembangan Tanah dan Agroklimat.
Hadisudarmo, P. 2009. Kajian Pengelolaan Tanah Berwawasan Lingkungan. Indonesia Cerdas. Yogyakarta.
Haryati. 2002. Pengertian Tanah kering. http: //soil. faperta. ugm. ac.id/tj/1981/1989%20pert%20l.pdf. Diakses tanggal 4 Mei 2009 pukul 14.00 WIB.
Karlen, D. L. and Mausbach, M. J. 2001. Soil Quality Assesment. [email protected] Diakses tanggal 4 Mei 2009 pukul 14.00 WIB
17
xxxvii
Kartasapoetra, A. G., G. Kartasapoetra dan M. M. Sutedjo. 1991. Tehnologi Konservasi Tanah Dan Air. Rineksa Cipta. Jakarta
Larson, W. E. and Pierce, F. J. 1996. Conservation and Enhancement of Soil Quality. In : The Soil Quality Institude (Ed.). The Soil Quality Concept. USDA Natural Resources Consevation Service. USA.
Madjid, A. 2007. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Bahan Ajar Online Fakultas Pertanian Unsri. http://dasar2ilmutanah.blogspot.com/ Diakses tanggal 2 Januari 2010.
Mitchell, J., M. Gaskell, R. Smith, C. Fouche, and S. T. Koike 2000. Soil Management and Soil Quality for Organic Crops. Publication 7248. The Regents of the Univ. of California. Div. of Agriculture and Natural Resources.
Mengel, K. dan E. Kirby. 1987. Principle of Palant Nutrision Internasional Potash Inst. Bern Switzerland.
Munir, M. 1996. Tanah – Tanah Utama Indonesia. Dunia Pustaka Jaya. Jakarta.
Notohadiprawiro, T. 1991. Tanah dan Lingkungan. Derektorat Jenderal Pendidikan Tinggi.
_______________. 2006. Pendayagunaan Pengelolaan Tanah Untuk Proteksi Lingkungan. http://soil.faperta.ugm.ac.id/tj/1991/1996%20pend.pdf. Diakses tanggal 18 Mei 2009 Pukul 08.10 WIB.
Novizan, 2002. Petunjuk Pemupukan Yang Efektif. PT Agromedia Pustaka. Jakarta.
Primadani P. 2008. Pemetaan Tanah Pada Beberapa Penggunaan Tanah Di Kecanmatan Jatipuro Kabupaten karanganyar (Skripsi). Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret, Surakarata.
Rahma R.R. 2006. Dinamika Perubahan Pedosfer. belajargeo-erinz.comoj.com. Diakses tangga 3 Februari 2010 pukul 10.00 WIB
Rayes, L. 2007. Metode Inventarisasi Sumber daya Tanah. Andi Offset. Yogyakarta.
Roamarkam, A. dan N.S. Yuwono. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisius Yogyakarta.
Seybold, C. A., M. J. Mausbach, D. I. Karlen, and H. H. Rogers. 1996. Quantification Of Soil Quality. In : The Soil Quality Institude (Ed).The Quality Concept. USA: USDA Natural Resources Conservasion Service.
17
xxxviii
Suriadi A dan N. Muhammad. 2005. Penilaian Kualitas Tanah Berdasarkan Kandungan Bahan Organik (Kasus Di Kabupaten Bima). http://ntb.litbang.deptan.go.id/2005/SP/penilaian.doc. Diakses tanggal 15 Novenber 2008 pukul 10.30 WIB.
Soegiman. 1982. Ilmu Tanah. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Soepardi. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. IPB. Bandung
Tim Survai Tanah JIT UNS. 2007. Laporan Survai Tanah dan Evaluasi Lahan di Kecamatan Jatiyoso, Kabupaten Karanganyar. Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian UNS. Surakarta.
Tisdale, S.L.; W.L. Nelson. 1974. Soil Fertility and Fertilizers. MacMilan Pub. Co. New york. Xiv +754 h
Wander. M. M. Gerald L. W, Todd .M. N, German A. Bo, Susan S. Andrews, dan
Deborah A. C. 2002. Soil Quality: Science and Process. Agron. J. 94:23–32
Wigati, E.S.; A. Syukur; dan Bambang D.K. 2006. Pengaruh Takaran bahan Organik dan Tingkat Kelengasan Tanah terhadap Serapan Fosfor oleh Kacang Tanah Tunggak di Tanah Pasir Pantai. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol 6 (1) : 52-58.
Winarso. S. 2005. Kesuburan Tanah : Dasar Kesehatan dan Kualitas Tanah. Gava Media. Yogyakarat.
Wasetiawan, 2008. Memahami Kesuburan Tanah. http://sehat-organik.com/peluang-bisnis/memahami-kesuburan-tanah.html. Diakses tanggal 2 Januari 2010 pukul 14.25 WIB.
Widjayanto, D. 2009. Degradasi tanah di kawasan taman nasional Lore-lindu dan sekitarnya. Institut Pertanian Bogor.